Perbedaan Tingkat Stres pada Masa Pra Menopause Perempuan Menikah dan tidak Menikah di Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar

(1)

PERBEDAAN TINGKAT STRES PADA MASA PRA MENOPAUSE PEREMPUAN MENIKAH DAN TIDAK MENIKAH

DI KECAMATAN INGIN JAYA KABUPATEN ACEH BESAR

TESIS

Oleh R A H M I 117032232/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PERBEDAAN TINGKAT STRES PADA MASA PRA MENOPAUSE PEREMPUAN MENIKAH DAN TIDAK MENIKAH

DI KECAMATAN INGIN JAYA KABUPATEN ACEH BESAR

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh R A H M I 117032232/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : PERBEDAAN TINGKAT STRES PADA MASA PRA MENOPAUSE PEREMPUAN MENIKAH DAN TIDAK MENIKAH DI KECAMATAN INGIN JAYA KABUPATEN ACEH BESAR Nama Mahasiswa : Rahmi

Nomor Induk Mahasiswa : 117032232

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Namora Lumongga Lubis, M.Sc, Ph.D) (

Ketua Anggota

Asfriyati, S.K.M, M.Kes)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah diuji

Pada tanggal : 28 Agustus 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Namora Lumongga Lubis, M.Sc, Ph.D Anggota : 1. Asfriyati, S.K.M, M.Kes

2. Ferry Novliadi, S.Psi, M.Psi


(5)

PERNYATAAN

PERBEDAAN TINGKAT STRES PADA MASA PRA MENOPAUSE PEREMPUAN MENIKAH DAN TIDAK MENIKAH

DI KECAMATAN INGIN JAYA KABUPATEN ACEH BESAR

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2013

R a h m i 117032232/IKM


(6)

ABSTRAK

Siklus kehidupan perempuan akan mengalami pra menopause sebagai permulaan transisi yang dimulai 2-5 tahun sebelum menopause. Salah satu gejala yang sulit dihindari oleh perempuan pada masa pra menopause adalah stres. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat stres pada masa pra menopause perempuan menikah dan tidak menikah di Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013.

Penelitian ini dilaksanakan dengan metode analitik komparatif survey. Populasi adalah seluruh perempuan pada masa pra menopause usia 40-49 tahun sebanyak 750 jiwa. Sampel berjumlah 96 orang dengan tehnik cluster random sampling. Analisa data dengan uji beda T-Independent.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan menikah dengan perempuan tidak menikah rata-rata tingkat stres perempuan menikah lebih tinggi yaitu 23,38 dibandingkan dengan perempuan tidak menikah yaitu sebesar 17,65. Hasil uji T-Independent menunjukkan nilai p (0,002) < (0,05) artinya ada perbedaan tingkat stres pada masa pra menopause perempuan menikah dan tidak menikah.

Diharapkan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Besar mengkoordinasi setiap Puskesmas agar meningkatkan penyuluhan dalam program posyandu lansia sehingga perempuan menikah dan tidak menikah mendapatkan informasi tentang pra menopause. Bagi perempuan menikah sebaiknya tanda dan gejala yang dialami pada masa pra menopause agar berbagi pengalaman dengan teman sebaya dan orang lebih tua, sehingga keluhan fisiologi yang dialami tidak menimbulkan stres, dan mengerti bahwa keluhan fisiologi tersebut terjadi secara alami.


(7)

ABSTRACT

A woman’s life cycle will undergo pre-menopause as the beginning of the transition which begins 2-5 years before menopause. One of the symptoms which is difficult to be avoided by a woman during pre-menopause is becoming stressed. The objective of the research was to know the disparity in the level of stress during pre-menopause of married and unmarried women in Ingin Jaya Subdistrict, Aceh Besar District, in 2013.

The research used a comparative analytic survey.The population was 750 women in their pre-menopause with the ages from 40 to 49, and 96 of them were used as the samples, using cluster random sampling technique. The data were analyzed by using disparity T-Independent test.

Findings indicate that married women had the higher stress level (23,38)compare to unmarried women (17,65). The result of T-Independent test showed that p (0,002) < (0,05), it means there is the differences of the stress level during the pre-menopause stage between married and unmarried women.

Results suggests that the Health Office of Aceh Besar should coordinate each

health centers to increas e their counseling service in elder people Posyandu program so that married and unmarried women can get the proper information about pre-menopause. It is also recommended that married women should be more open to their friends and elder women about what they have experienced and symptoms so that any physiological symptoms will not make them stress and understand that those symptoms occur naturally.


(8)

KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur penulis dipanjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul "Perbedaan Tingkat Stres pada Masa Pra Menopause Perempuan Menikah dan tidak Menikah di Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar".

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis, dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(9)

4. Namora Lumongga Lubis, M.S.c, Ph.Dselaku ketua komisi pembimbing dan Asfriyati, S.K.M, M.Kes selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

5. Ferry Novliadi, S.Psi, M.Psi dan Ernawati Nasution, S.K.M, M.Kes selaku penguji tesis yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

6. Seluruh Dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

7. Camat Ingin Jaya dan kepala Puskesmas Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar dan jajarannya yang telah memberikan izin penelitian dan bantuan secara administrasi untuk penulis.

8. Seluruh kepala Desa dalam Kecamatan Ingin Jaya kabupaten Aceh Besar yang telah membantu penulis dalam penelitian tesis ini.

9. Teristimewa kepada suami tercinta Harmani Harun, SE,MM dan anak-anak tersayang Rika Mulia, BM, Rifki Riadi, dan keluarga semuanya yang senantiasa berdo’a dan sabar serta member motivasi penulis dalam menyelesaikan pendidikan.


(10)

10.Rekan-rekan mahasiswa (i) S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan masukan dan saran-saran dalam penyusunan tesis ini hingga selesai.

Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, September 2013 Penulis

R a h m i 117032232/IKM


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Hipotesis ... 10

1.5. Manfaat Penelitian ... 10

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1. Menopause ... 11

2.1.1. Batasan Usia Menopause ... 12

2.1.2. Gejala-Gejala dan Keluhan Pra Menopause ... 13

2.1.3. Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Gejala Pra Menopause ... 14

2.1.4. Perubahan pada Organ Reproduksi dan Gangguan Kesehatan... 15

2.2. Pernikahan ... 17

2.3. Stres ... 19

2.3.1. Penyebab (Stresor) ... 20

2.3.2. Sumber Stres ... 22

2.3.3. Jenis-Jenis Stres ... 23

2.3.4. Reaksi Stres dan Dampak Negatif Stres ... 24

2.3.5. Pengaruh Stres terhadap Kesehatan ... 26

2.4. Landasan Teori ... 27


(12)

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 30

3.1. Jenis Penelitian ... 30

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30

3.3. Populasi dan Sampel ... 30

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 33

3.4.1. Data Primer ... 33

3.4.2. Data Sekunder ... 34

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 34

3.5.1. Variabel Penelitian ... 34

3.5.2. Definisi Operasional ... 34

3.6. Metode Pengukuran ... 35

3.7. Metode Analisis Data ... 35

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 37

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 37

4.2 Karakteristik Responden ... 38

4.2.1. Gambaran Tingkat Stres pada Masa pra ... 39

Menopause Perempuan Menikah dan tidak menikah 4.3 Perbedaan Tingkat Stres pada Masa Pra Menopause Perempuan Menikah dan tidak Menikah di Kacamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar ... 39

BAB 5. PEMBAHASAN………... 48

5.1 Tingkat Stres pada Perempuan Menikah dan Perempuan tidak Menikah ... 41

5.2 Perbedaan Stres pada Masa Pra Menopause Perempuan Menikah dan Perempuan tidak Menikah ... 42

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 48

6.1. Kesimpulan ... 48

6.2. Saran ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 49


(13)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

3.1. Jumlah Sampel Berdasarkan Desa di Kecamatan Ingin Jaya ... 33 4.1 Distribusi Karakteristik Responden ... 38 4.2 Distribusi Frekuensi Tingkat Stres pada Masa pra Menopause Perempuan

Menikah dan Tidak Menikah ... 39 4.3 Hasil Uji Beda Tingkat Stres pada Perempuan Menikah dan tidak


(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1 Skema Kerangka Teori ... 28 2.2 Kerangka Konsep Penelitian ... 29


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Izin Penelitian ... 53

2. Balasan Izin Penelitian ... 54

3. Kuesioner ... 55

4. Master Tabel ... 58


(16)

ABSTRAK

Siklus kehidupan perempuan akan mengalami pra menopause sebagai permulaan transisi yang dimulai 2-5 tahun sebelum menopause. Salah satu gejala yang sulit dihindari oleh perempuan pada masa pra menopause adalah stres. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat stres pada masa pra menopause perempuan menikah dan tidak menikah di Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013.

Penelitian ini dilaksanakan dengan metode analitik komparatif survey. Populasi adalah seluruh perempuan pada masa pra menopause usia 40-49 tahun sebanyak 750 jiwa. Sampel berjumlah 96 orang dengan tehnik cluster random sampling. Analisa data dengan uji beda T-Independent.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan menikah dengan perempuan tidak menikah rata-rata tingkat stres perempuan menikah lebih tinggi yaitu 23,38 dibandingkan dengan perempuan tidak menikah yaitu sebesar 17,65. Hasil uji T-Independent menunjukkan nilai p (0,002) < (0,05) artinya ada perbedaan tingkat stres pada masa pra menopause perempuan menikah dan tidak menikah.

Diharapkan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Besar mengkoordinasi setiap Puskesmas agar meningkatkan penyuluhan dalam program posyandu lansia sehingga perempuan menikah dan tidak menikah mendapatkan informasi tentang pra menopause. Bagi perempuan menikah sebaiknya tanda dan gejala yang dialami pada masa pra menopause agar berbagi pengalaman dengan teman sebaya dan orang lebih tua, sehingga keluhan fisiologi yang dialami tidak menimbulkan stres, dan mengerti bahwa keluhan fisiologi tersebut terjadi secara alami.


(17)

ABSTRACT

A woman’s life cycle will undergo pre-menopause as the beginning of the transition which begins 2-5 years before menopause. One of the symptoms which is difficult to be avoided by a woman during pre-menopause is becoming stressed. The objective of the research was to know the disparity in the level of stress during pre-menopause of married and unmarried women in Ingin Jaya Subdistrict, Aceh Besar District, in 2013.

The research used a comparative analytic survey.The population was 750 women in their pre-menopause with the ages from 40 to 49, and 96 of them were used as the samples, using cluster random sampling technique. The data were analyzed by using disparity T-Independent test.

Findings indicate that married women had the higher stress level (23,38)compare to unmarried women (17,65). The result of T-Independent test showed that p (0,002) < (0,05), it means there is the differences of the stress level during the pre-menopause stage between married and unmarried women.

Results suggests that the Health Office of Aceh Besar should coordinate each

health centers to increas e their counseling service in elder people Posyandu program so that married and unmarried women can get the proper information about pre-menopause. It is also recommended that married women should be more open to their friends and elder women about what they have experienced and symptoms so that any physiological symptoms will not make them stress and understand that those symptoms occur naturally.


(18)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.2Latar Belakang

Keberhasilan pembangunan termasuk pembangunan kesehatan telah meningkatkan status kesehatan dan gizi masyarakat antara lain meningkatnya Umur Harapan Hidup (UHH) dari tahun ketahun. Menurut World Helalth Organization

(WHO, 1996) setiap tahunnya sekitar 25 juta perempuan di seluruh dunia diperkirakan mengalami menopause, jumlah perempuan usia 50 tahun keatas akan meningkat dari 500 juta pada saat ini menjadi lebih dari 1 milyar pada tahun 2030 dan sebagian besar tinggal di negara berkembang. Sementara di Asia pada tahun 2025 jumlah perempuan yang menopause akan melonjak dari 107 juta jiwa akan menjadi 373 juta jiwa (Yuniwati 2011). Depkes RI (2005), memperkirakan penduduk Indonesia pada tahun 2020 akan mencapai 262,6 juta jiwa dengan jumlah perempuan yang hidup dalam usia menopause sekitar 30,3 juta jiwa dengan usia rata-rata menopause 49 tahun. Peningkatan jumlah usia tua perempuan tentunya akan menimbulkan masalah, apalagi ditambah dengan timbulnya gejala-gejala fisik maupun psikis pada masa menopause.

Dalam siklus kehidupan perempuan akan mengalami menopause yang merupakan proses alami yang dialami setiap perempuan, tetapi masa menopause merupakan yang paling banyak dibicarakan, dipermasalahkan dan membingungkan bagi sebagian perempuan. Mengalami menopause berarti memasuki masa tua, masa


(19)

non produktif, masa tidak berguna lagi bagi masyarakat, hal ini lama kelamaan menjadi beban bagi keluarga dan masyarakat (Suryani dkk, 2010). Perempuan ada juga yang ketakutan menghadapi masa menopause karena mereka berpendapat bahwa hal ini adalah suatu kelainan yang akan membuat mereka menjadi tidak menarik lagi, kesepian, tidak berdaya dan tidak berguna (Hutapea, 2005).

Aprilia dan Puspitasari (2007) menyebutkan beberapa penelitian menunjukkan bahwa 75% perempuan yang mengalami menopause akan merasakan menopause sebagai masalah atau gangguan, sedangkan sekitar 25% tidak merasakan menopause itu sebagai suatu masalah.

Sebelum terjadinya menopause biasanya didahului dengan pra menopause sebagai permulaan transisi yang dimulai 2-5 tahun sebelum menopause. Pada masa pra menopause terjadi ketidakteraturan siklus haid. Masa ini dimulai sekitar usia 40 tahun. Pada masa pra menopause ditandai menurunnya kadar hormonal estrogen

yang sering menimbulkan gejala yang sangat mengganggu aktifitas kehidupan para perempuan bahkan mengancam kehidupan rumah tangga. Gejala menjadi sangat serius apabila tidak ditangani karena dapat menimbulkan perubahan yang menyebabkan kecemasan pada perempuan. Gejala-gejala yang ditimbulkan antara lain hot flushes (rasa panas dari dada hingga wajah), night sweat (berkeringat di malam hari), penurunan daya ingat, depresi, raca cemas (stres), mudah capek dan

insomnia (susah tidur) (Proverawati dan Sulistyawati, 2010).

Perempuan yang dalam keadaan defisensi estrogen yang menyebabkan menurunnya fungsi estrogen seperti ovarium, uterus dan endometrium. Kekuatan


(20)

serta kelenturan vagina, jaringan vulva menurun dan akhirnya akan mengalami atrofi

(mengerut) selain itu akan terjadi pengurangan jaringan tulang yang menjurus ke osteoporosis, peningkatan kadar kolestrol beresiko terjadinya penyakit jantung, gangguan psikis, kelelahan dan depresi (Piter dan Lubis, 2010).

Penyakit jantung koroner merupakan penyebab kematian pertama pada perempuan. Data-data mengenai penyakit jantung koroner menyatakan bahwa satu diantara 8 atau 9 perempuan berusia 45-60 tahun akan menderita penyakit jantung koroner dan satu diantara 3 perempuan berusia lebih dari 60 tahun menderita penyakit jantung koroner. Sementara American Society for Reproduktive Medicine

menyebutkan bahwa pada perempuan diatas 50 tahun terdapat 13-18% yang mengalami osteoporosis, sedangkan osteopenia sekitar 37-50%. Keduanya akan meningkatkan kemungkinan terjadinya fraktur sebesar 15-20%. Patah tulang pangkal paha akibat osteoporosis diperkirakan akan meningkat tiap tahunnya menjadi 6,26 juta sampai tahun 2050. Begitu juga dengan gejala dan tanda psikologis pra menopause adalah ingatan menurun, kecemasan, mudah tersinggung (emosi), stres dan depresi. Jika hal ini terjadi secara terus menerus akan menyebabkan semakin meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas pada perempuan (Proverawati dan Sulistyawati, 2010).

Menurut Baziad (2003) keluhan pada perempuan usia antara 45 dan 54 tahun sebelum dan sesudah menopause antara lain gejolak panas (hot flushes) 70%, gangguan tidur 50%, depresi 70%, mudah tersinggung, merasa takut, gelisah, dan lekas marah 90%, sakit kepala 70%, cepat lelah, sulit berkonsentrasi, mudah lupa,


(21)

kurang tenaga 65%, berat badan bertambah 60% dan nyeri tulang dan otot 50%. Avis (1999) menyatakan cara perempuan memandang menopause bergantung pada nilai menjadi muda dan menarik yang diyakininya, sikapnya terhadap peran perempuan dan situasinya sendiri. Perempuan tanpa anak (tidak menikah) mungkin memandang menopause sebagai tertutupnya kesempatan untuk menjadi ibu, perempuan yang telah menikah dan memiliki anak serta membesarkannya mungkin memandang menopause sebagai kesempatan akan kebebasan seksual dan kegembiraan (Papalia, 2009).

Pada masa pra menopause menurut Proverawati dan Sulistyawati (2010) faktor yang berpengaruh terhadap gejala pra menopause antara lain : faktor psikis, sosial ekonomi, budaya dan lingkungan, faktor lain yaitu perempuan yang belum menikah, perempuan karier yang sudah atau belum berumah tangga dan mentruasi pertama. Kasdu 2002, latar belakang perempuan sangat berpengaruh terhadap kondisi perempuan dalam menjalani masa menopause, misalnya apakah perempuan tersebut sudah menikah atau tidak, apakah perempuan tersebut mempunyai suami, anak, cucu, atau keluarga yang membahagiakannya, serta pekerjaan yang mengisi aktivitas sehari-hari.

Stein dalam Rausa (2006) menyatakan bahwa daya tarik dari sebuah institusi pernikahan antara lain adalah : keamanan, status dan posisi sosial, memenuhi keinginan untuk memiliki anak, memiliki sebuah saluran yang resmi untuk melakukan hubungan seksual dan juga cinta. Sebaliknya bila dilihat dari sisi lajang maka keuntungan yang diperoleh antara lain kebebasan, kesenangan, waktu untuk membangun sebuah persahabatan, independensi dalam bidang ekonomi dan rasa


(22)

kecukupan akan diri sendiri. Sedangkan daya tolak dari pernikahan adalah rasa ketidakbahagiaan, kebosanan, komunikasi yang kurang dan rasa yang terjebak dalam sebuah pernikahan.Untuk wanita lajang sumber dari rasa keintiman didapatkan dari jalur pertemanan, yang dapat menyediakan kasih sayang, komitmen dan kontinuitas hubungan (Susanto dan Haryono, 2010).

Menurut Lewis dan Borders (1995) meskipun meningkatnya perempuan lajang, namun hanya sedikit literatur teoritis ataupun empiris tentang keberadaan mereka, teori tradisional perkembangan orang dewasa (Rossi,1980) terutama didasarkan pada studi laki-laki, sehingga terjadi defisit pandangan terhadap perempuan dan berkontribusi terhadap banyak mitos dan kesalah pahaman tentang perempuan lajang. Menurut teori ini, perempuan lajang tidak bisa menyelesaikan masalah pernikahan, anak- anak dan karir.

Beberapa negara di Asia Timur dan Asia Tenggara mulai meningkatnya perempuan yang tidak menikah terutama di kota-kota besar (Robinson dan Bessell, 2002). Sementara di Indonesia, khususnya Jakarta yang merupakan wilayah dengan angka perempuan lajang terbanyak, dimana terdapat peningkatan presentase perempuan lajang dari 8,7% pada tahun 1990 menjadi 14,3% pada tahun 2000 (Jones, 2002).

Studi tentang kepuasan hidup perempuan usia madya professional yang belum menikah oleh Lewis dan Borders pada tahun (1995) juga menunjukkan sebagian besar mereka memiliki internal locus of control, penyesalan menganai keadaan hidup dalam peringkat rendah sampai sedang. Secara umum mendapat


(23)

peringkat tinggi pada kedua indeks kepuasan hidup, meskipun ada variasi dalam peringkat. Mereka menganggap mampu secara finansial untuk mengurus diri sendiri secara memadai, keadaan kesehatan yang baik dan jika dilihat dari dukungan sosial lebih banyak dukungan dari teman dibandingkan dari anggota keluarga.

Study of Women’s Health Across the Nation di Amerika Serikat mendapatkan hasil bahwa status menopause secara signifikan berhubungan dengan tekanan psikologi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 28,9% mengalami stres diawal pre menopause, 20,9% di tahap pre menopause dan 22% di tahap post menopause. Perbandingan dengan perempuan pre menopause awal dengan perempuan pre menopause, perempuan pre menopause awal berada pada resiko yang lebih besar tekanannya (Bromberger dkk, 2001).

Sementara faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan pada perempuan pre menopause yang dilakukan penelitian oleh Aprilia dan Puspitasari di Surabaya tahun 2007 menyimpulkan bahwa semakin baik faktor pengetahuan, sikap, dukungan keluarga, kondisi ekonomi dan gaya hidup dapat dikelola, maka semakin rendah tingkat kecemasan perempuan pra menopause yang merupakan pencetus terjadinya stres. Hal tersebut menunjukkan bahwa stres termasuk salah satu gejala yang sulit dihindari oleh perempuan pada masa pra menopause.

Stres menurut Fielmedman merupakan proses menilai sebagai suatu yang mengancam, menantang ataupun membahayakan dan individu merespon peristiwa itu pada level fisiologis, emosional, kognitif dan tingkah laku, karena penyebab stres tidak hanya disebabkan oleh pengaruh lingkungan (eksternal) tetapi dalam kondisi ini


(24)

pribadi individu juga menentukan (Indriana dkk, 2010). Menurut Hardjana 1994, dalam Aditha (2009) stres merupakan hal yang rumit, komplek dan melekat pada kehidupan. Karena itu stres dapat dilihat dari sudut pandang yang berbeda, dalam bentuk tertentu yaitu dalam kadar berat ringan yang berbeda dan dalam jangka panjang pendek yang tidak sama, pernah atau mengalaminya dan tidak seorangpun bisa menghindarinya. Sementara Hurlock (1980) perubahan tatanan hidup seseorang, ketegangan sering dialami oleh perempuan, salah satunya adalah saat menjelang menopause. Stres dapat diakibatkan karena kebanyakan wanita mengalami perubahan jasmani, ekonomi yang mengakibatkan wanita tidak siap untuk memasuki masa menopause. Rini (2002) dalam Mumtahinnah, mengatakan stres bisa berdampak pada interaksi interpersonal, orang yang sedang stres akan lebih sensitif dibandingkan orang yang tidak dalam keadaan stres. Pada tingkat stres yang berat, orang bisa menjadi depresi, kehilangan rasa percaya diri dan harga diri. Akibatnya lebih banyak menarik diri dari lingkungan, jarang berkumpul dengan sesamanya, lebih suka menyendiri, mudah tersinggung, mudah marah dan mudah emosi.

Cohen menyatakan bahwa jika terlalu lama mengalami stres kronis bisa berefek buruk bagi kesehatan dan stres bisa memicu seseorang untuk melakukan tindakan-tindakan tidak sehat seperti terganggunya aktifitas tidur, malas berolahraga, lebih sering mengkomsumsi makanan dan merokok. Stres juga bisa mengganggu sistem kekebalan tubuh, jantung dan metabolisme yang membuat lebih rentan terhadap berbagai kondisi dan penyakit. Beberapa masalah kesehatan yang timbul


(25)

akibat stres antara lain : depresi, obesitas, demensia (kemorosotan daya ingat),

insomnia, penyakit jantung, mengurangi kesuburan dan stroke (Anggreini, 2012). Kabupaten Aceh Besar terdiri dari 23 kecamatan dan salah satunya adalah Kecamatan Ingin Jaya yang terdiri dari 50 desa, dengan jumlah perempuan umur 40-49 tahun yang menikah dan tidak menikah 750 jiwa. Studi pendahuluan dari 8 desa rata-rata perempuan yang tidak menikah sebanyak 18 %. Jenis pekerjaan perempuan umur 40-49 tahun pada umumnya adalah petani dan Pegawai Negeri Sipil, dengan tingkat pendidikan yang berbeda.

Data perempuan pra menopause yang menikah dan tidak menikah yang mengalami stres, kecemasan, ketakutan serta gejala-gejala lainnya secara tertulis tidak ada, namun wawancara dengan bidan-bidan yang tinggal di wilayah Kecamatan Ingin Jaya baik di Bidan Praktek Mandiri (BPM), bidan senior maupun bidan desa mengatakan bahwa perempuan berumur 40-49 tahun ada yang berkonsultasi berkunjung kepelayanan maupun diluar pelayanan (tempat umum misalnya tempat pesta, pengajian) mengenai haid tidak teratur, susah tidur, cepat marah, cemas dan cepat lelah.

Dari studi pendahuluan yang dilakukan dengan wawancara terhadap 10 orang perempuan umur 40-49 tahun yang sudah menikah dan tidak menikah di Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar didapatkan informasi bahwa gejala yang dialami yaitu sebanyak 6 orang (60 %) perempuan merasa gelisah, cepat marah, cepat lelah, daya ingat menurun, cepat tersinggung dan 4 orang (40%) yang mengalami kecemasan dan ketakutan, sehingga berdampak pada kehidupan sehari-hari. Dampak


(26)

pada perempuan tersebut yaitu : 6 orang (60%) mudah marah dengan orang-orang disekitarnya, 5 orang (50 %) menghindari pertemuan-pertemuan di lingkungannya dan 5 orang (50 %) menunda-nunda serta banyak melakukan kesalahan dalam pekerjaan yang biasa dilakukan, untuk itu sangat penting mengetahui perbedaan tingkat stres pada perempuan yang sudah menikah dan tidak menikah ketika mengalami pra menopause sehingga dapat memberikan intervensi yang tepat untuk setiap kelompok. Hal tersebut juga terjadi dikalangan perempuan di Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar.

1.2.Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, tingkat stres pada pra menopause perempuan menikah dan tidak menikah belum bisa dipastikan sehingga perlu dilakukan penelitian : Apakah terdapat perbedaan tingkat stres pada masa pra menopause perempuan menikah dan tidak menikah di Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh ?

1.3.Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui perbedaan tingkat stres pada masa pra menopause perempuan menikah dan tidak menikah di Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013.


(27)

1.4.Hipotesis

Ada perbedaan tingkat stres pada masa pra menopause perempuan menikah dan tidak menikah di Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar Tahun 2013.

1.5.Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi masyarakat, kususnya perempuan pra menopause yang mengalami masalah dalam menghadapi pra menopause.

2. Memberikan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Besar dalam menentukan upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan masalah kesehatan reproduksi yang berkaitan dengan masa pra menopause.


(28)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Menopause

Menurut arti katanya, menopause berasal dari bahasa Yunani yaitu “men” yang berarti bulan, “pause, pausis, paudo” berarti periode atau tanda berhenti, sehingga menopause diartikan sebagai berhentinya secara definitif menstruasi. Menopause secara teknis menunjukkan berhentinya menstruasi, yang dihubungkan dengan berakhirnya fungsi ovarium secara gradual yang disebut klimakterium

(Kartono, 1992). Menurut Hawari (1996) menopause adalah suatu fase dari kehidupan seksual perempuan, dimana siklus menstruasi berhenti. Bagi seorang perempuan, dengan berhentinya menstruasi ini berarti berhentinya fungsi reproduksi (tidak dapat hamil dan mempunyai anak), namun tidak berarti peranannya dalam melayani suami di bidang kebutuhan seksual berhenti dengan sendirinya (Purwanto, 2007).

Baziad dalam Kasdu (2004) menyebutkan menopause sebagai perdarahan rahim terakhir yang masih diatur oleh fungsi hormon indung telur, istilah menopause di gunakan untuk menyatakan sesuatu perubahan hidup dan pada saat itulah seorang wanita mengalami periode terakhir masa haid.

Menurut Gebbie dalam Marga (2007) mendefinisikan menopause sebagai periode menstruasi spontan yang terakhir pada seorang perempuan dan merupakan diagnosa yang ditegakkan secara retrospektif setelah amenorrhea selama 12 bulan.


(29)

Sementara Shimp dan Smith mendefinisikan menopause sebagai akhir periode menstruasi, tetapi seorang perempuan tidak diperhitungkan post menopause sampai perempuan tersebut telah satu tahun mengalami amenorrhea.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa menopause adalah suatu fase dari kehidupan perempuan yang ditandai dengan berakhirnya menstruasi yang disebabkan oleh penurunan produksi hormon estrogen dan progesterone di ovarium dan berhentinya fungsi reproduksi seorang perempuan.

2.1.1. Batasan Usia Menopause

Kapan terjadi menopause pada setiap perempuan, tidak ada yang sama pada setiap orang, Yatim (2001) menyebutkan dari hasil studi diketahui bahwa rata-rata umur seorang perempuan memasuki menopause berbeda-beda setiap ras, pada perempuan ras Asia adalah umur 44 tahun sementara ras Eropa 47 tahun. Menurut Rachman usia menopause terjadi pada usia 48-50 tahun. Hasil penelitian pada tahun 1992 oleh Samil di Jawa Tengah dengan responden berpendidikan, diketahui bahwa perempuan mengalami menopause pada usia 50,2 tahun dan pada perempuan yang tinggal di pedesaan terjadi pada usia 46,5 tahun. Sementara menurut Ali, usia menopause rata-rata 48 tahun. Namun ada juga yang memasuki usia menopause sebelum 48 tahun atau sesudah 48 tahun. Perempuan Indonesia pada tahun 1980 memasuki usia menopause 43 tahun, sedangkan pada tahun 1992 telah menjadi 48 tahun, sebagian besar perempuan mulai mengalami gejala pada usia 40-an yaitu masa pre menopause (Kasdu, 2002).


(30)

2.1.2. Gejala-Gejala dan Keluhan Pra Menopause

Akibat menurunnya hormon estrogen dan progesterone akan menimbulkan masalah pada perempuan akibat pra menopause, masalah ini disebut dengan sindrom pra menopause. Menurut Proverawati dan Sulistyawati (2010) gejala yang menyertai sindrom pra menopause meliputi, gangguan vas omotor. Hot flush (perasaan panas dari dada hingga wajah), keringatan di malam hari (night sweat), kekeringan pada vagina (dryness vaginal), penurunan daya ingat dan mudah tersinggung, usah tidur (insomnia), gejala akibat kelainan metabolic, depresi /stres (rasa cemas), mudah lelah (fatigue), penurunan libino, rasa sakit ketika berhubungan seksual (drypareunia), beser (inkontinensia urin), ketidak teraturan siklus haid dan gejala kelainan metabolism mineral.

Sementara Yatim (2001) menyebutkan pengelompokkan dari gejala sindrom

menjelang menopause adalah, perubahan emosi, perubahan dalam prilaku, gangguan dalam hubungan sosial, keluhan fisik, gejala-gejala pada saraf vegetative, perubahan dalam kebiasaan makan, perubahan dalam keseimbangan air dan mineral, gangguan

motorik.Gejala-gejala persarafan otonom dan keluhan lain, seperti berjerawat, rambut mulai memudar dan kering serta keluhan akan lebih buruk dan menonjol dalam masa pembentukan corpus luteum.


(31)

2.1.3. Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Gejala Pra Menopause

Adapun faktor yang berpengaruh terhadap gejala pra menopause menurut Proverawati dan Sulistyawati (2010) yaitu:

1. Faktor psikis

Perubahan-perubahan psikologis maupun fisik ini berhubungan dengan kadar estrogen, gejala yang menonjol adalah berkurangnya tenaga dan gairah, berkurangnya konsentrasi dan kemampuan akademik, timbulnya perubahan emosi seperti mudah tersinggung, susah tidur, rasa kekurangan, rasa sepi, ketakutan, keganasan, tidak sabar dan lain-lain.

2. Sosial ekonomi

Keadaan sosial ekonomi mempengaruhi faktor fisik, kesehatan, dan pendidikan. Apabila faktor-faktor tersebut cukup baik, akan mengurangi beban fisiologis dan psikologis.

3. Budaya dan lingkungan

Pengaruh budaya dan lingkungan sudah dibuktikan sangat mempengaruhi perempuan untuk dapat atau tidak bisa menyesuaikan diri dengan fase

klimakterium.

4. Faktor lain

Perempuan yang belum menikah, perempuan karir, baik yang sudah atau belum berumah tangga, menarch (menstruasi pertama) yang terlambat berpengaruh terhadap keluhan-keluhan klimakterium.


(32)

2.1.4. Perubahan pada Organ Reproduksi dan Gangguan Kesehatan

Akibat berhentinya haid, berbagai organ reproduksi akan mengalami perubahan :

1. Rahim

Rahim mengalami atropi (keadaan kemunduran gizi jaringan), panjangnya menyusut dan dindingnya menipis. Jaringan miometrium (otot rahim) menjadi sedikit dan lebih banyak mengandung jaringan fribiotik dan leher rahim (serviks) menyusut.

2. Saluran telur

Lipatan-lipatan saluran menjadi lebih pendek, menipis dan mengerut. Rambut getar yang ada pada ujung saluran telur atau fribria menghilang.

3. Indung telur

Setelah wanita melewati akhir usia 30-an, produksi indung telur berangsur-angsur menurun. Dengan demikian pelepasan sel telur tidak selalu pada setiap siklus haid. Pada saat ini jarak haid menjadi tidak teratur, yaitu terjadi pada selang waktu yang lebih lama, pola cairan haid berubah menjadi semakin sedikit atau semakin banyak. Sampai akhirnya, pelepasan sel telur tidak lagi terjadi dan haid berhenti.

Ada beberapa penyakit yang timbul seiring dengan hilangnya atau melemahnya organ pada jangka panjang setelah menopause.


(33)

1. Osteoporosis

Wanita dalam masa menjelang menopause dan sudah berhenti haid selama 6 bulan atau lebih (bukan karena kehamilan). Hal ini disebabkan produksi estrogen pembentukan tulang sudah berkurang.

2. Penyakit jantung koroner

Setelah menopause terjadinya penimbunan lemak tubuh yang merupakan faktor resiko penyakit jantung koroner pada perempuan dan relative berhubungan dengan keadaan hormon estrogen, hipertensi, kelainan lemak darah dan metabolisme karbohidrat.

3. Kanker

Jenis-jenis penyakit tersebut yang banyak muncul adalah kanker endometrium, kanker indung telur, kanker mulut rahim, kanker payudara dan kanker vagina.

4. Darah tinggi

Darah tinggi (hipertesni) ada hubungannya dengan faktor keturunan, kegemukan, merokok dan komsumsi garam yang berlebihan dan jika tidak segera ditanggulangi hipertensi dapat mengakibatkan serangan jantung, strok, bahkan gagal ginjal.

5. Demensia tipe Alzheimer

Bentuk kelainan tersebut seperti sulit berkonsentrasi, hilangnya fungsi memori jangka pendek dan beberapa kondisi yang berhubungan dengan


(34)

kelainan psikologis seperti sulit tidur, rasa gelisah dan depresi. Demensi Alzheimer merupakan bentuk kelainan yang berat dan berlangsung lama. 6. Gairah seksual menurun

Gangguan hubungan seksual ini sifatnya sangat individual. Pada beberapa perempuan tetap dapat menikmati hubungan seksualnya (Kasdu, 2002).

2.2 Pernikahan

Konsep dan definisi tentang pernikahan pada setiap suku bangsa tidak sama, namun hampir setiap budaya dan suku bangsa mempunyai pandangan yang sama, bahwa pernikahan merupakan sesuatu yang bersifat suci dan dibutuhkan di dalam kehidupan (Desmita, 2006).

Menurut Djuniarti & Imanoviani (2011) status pernikahan adalah keadaan suatu kondisi yang menjelaskan apakah seseorang individu telah bersatu dalam membangun sistem keluarga secara keseluruhan yang disebut dengan menikah (Sulastrie, 2012).

Menurut Hogg (2002) menikah adalah menemukan pasangan yang cocok untuk diajak berkomitmen dalam menjalani kehidupan bersama di masa-masa selanjutnya dan untuk memiliki keturunan (Putri, 2010). Sementara Djuniarti dan Imanoviani (2011) menikah berarti individu yang terlibat dalam ikatan pernikahan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran agama (Sulastrie, 2012).

Undang-Undang Perkawinan No.1 tahun (1974) perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan


(35)

tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Tjokronegoro dan Muriani, 2003). Sementara Hurlock (1992) pernikahan adalah suatu penyatuan jiwa dan raga dua manusia berlawanan jenis dalam suatu ikatan yang suci dan mulia dibawah lindungan hukum dan Tuhan Yang Maha Esa (Suryani dkk, 2010).

Pernikahanan adalah sebuah peristiwa dimana sepasang mempelai atau sepasang calon suami-isteri dipertemukan secara formil dihadapan penghulu atau kepala agama tertentu, para saksi dan sejumlah hadirin, untuk kemudian disyahkan secara resmi sebagai suami-isteri dengan upacara dan ritual-ritual tertentu (Kartini dalam Huda, 2006 ).

Tujuan dari pernikahan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal untuk suami istri perlu saling membantu dan melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya untuk saling membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual dan material (Tjokronegoro dan Muriani,2003).

Menurut Djuniarti dan Imanoviani (2011) tidak menikah atau single

merupakan salah satu pilihan yang ditempuh oleh seorang individu, yang tidak terlibat dalam ikatan perkawinan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran agama (Sulastri, 2012).

Tidak menikah adalah tidak adanya hubungan antara laki-laki dan perempuan yang diakui dan diatur dalam seperangkat pranata sosial dan disahkan dalam norma hukum dan agama (Huda, 2012), sementara Dariyo 2004, menyebutkan sebagian orang menempuh cara hidup melajang (single) karena didasari oleh beberapa faktor


(36)

diantaranya : masalah ideologi atau panggilan agama, tidak memperoleh jodoh, terlanjur memikirkan karier pekerjaan dan ingin menjalani kehidupan pribadi secara bebas.

2.3. Stres

Hawari (2001) stres adalah reaksi atau respon tubuh terhadap stressor

psikososial (tekanan mental atau beban kehidupan). Menurut Heerdjan (1987) stres adalah suatu kekuatan yang mendesak atau mencekam, yang menimbulkan suatu ketegangan dalam diri seseorang. Sementara menurut Vincent Cornelli dalam Grant Brecht (2000) stres adalah gangguan pada tubuh dan pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan, yang dipengaruhi oleh lingkungan maupun penampilan individu di dalam lingkungan tersebut (Sunaryo, 2002).

Friedman dkk (2010) mendefinisikan stres adalah respon atau keadaan ketegangan yang disebabkan adalah stressor atau oleh tuntutan aktual/yang dirasakan yang tetap tidak teratasi (Antonovski, 1979; Burr, 1973). Sedangkan menurut Charles Spierlbierg (1979) mendefinisikan stres sebagai interaksi antara kemampuan coping seseorang di satu pihak dan tuntutan orang lain. Pendapat yang lain dikemukakan oleh Hans Selye (1976) menyatakan stres sebagai sebuah respon non-spesifik dari tubuh sebagai suatu tuntutan. Stres merupakan ketegangan pada seseorang atau sistem sosial dan merupakan reaksi terhadap situasi yang menimbulkan tekanan (Burgess, 1978). Stres adalah agen pemprakarsa atau


(37)

presipitasi yang mengaktifkan proses stres (Burr et.al., 1993: Chirman &Fowler, 1980).

Stres adalah kondisi yang tidak menyenangkan di mana manusia melihat adanya tuntutan dalam suatu situasi sebagai beban atau di luar batasan kemampuan mereka untuk memenuhi tuntutan tersebut. Sementara pandangan dari Patel (1996) stres merupakan reaksi tertentu yang muncul pada tubuh yang bisa disebabkan oleh berbagai tuntutan, misalnya ketika manusia menghadapi tantangan-tantangan (chllenge) yang penting, ketika dihadapkan pada ancaman (threat), atau ketika harus berusaha mengatasi harapan-harapan yang tidak realistis dari lingkungannya. Menurut Dwight (2004) stres adalah suatu perasaan ragu terhadap kemampuannya untuk mengatasi sesuatu karena persediaan yang ada tidak dapat memenuhi tuntutan kepadanya dan Goldenson (1970) mengatakan stres adalah suatu kondisi atau situasi internal atau lingkungan yang membebankan tuntutan penyusuaian terhadap individu yang bersangkutan (Nasir dan Muhith, 2011).

2.3.1. Penyebab (Stresor)

Rasmun (2004) mengemukakan bahwa stresor adalah sebagai penyebab timbulnya stres, datangnya stresor dapat sendiri-sendiri atau dapat pula bersamaan. Sementara Patel 1966 mengatakan bahwa Stresor dapat berasal dari berbagai sumber, baik dari kondisi fisik, psikologis maupun sosial dan juga muncul pada situasi kerja, di rumah dalam kehidupan sosial dan lingkungan lainnya, stresor dikelompokkan menjadi dua yaitu :


(38)

1. Stresor mayor, yang berupa mayor live events yang meliputi peristiwa kematian orang disayangi, masuk sekolah untuk pertama kali dan perpisahan. 2. Stresor minor, yang biasanya berawal dari stimulus tentang masalah

kehidupan sehari-hari, misalnya ketidaksenangan emosional terhadap hal-hal tertentu sehingga menyebabkan munculnya stres (Brantley dkk, 1988 dalam Isnawarti, 1996).

Taylor (1991) merinci beberapa karakteristik kejadian yang berpotensi dan dinilai dapat menciptakan stresor adalah :

a. Kejadian negatif lebih banyak menimbulkan sters dari pada kejadian positif. b. Kejadian yang tidak terkontrol dan tidak terprediksi lebih membuat stres dari

pada kejadian yang terkontrol dan terprediksi.

c. Kejadian ambigu sering kali dipandang lebih mengakibatkan stres dari pada kejadian yang jelas.

d. Manusia yang tugasnya melebihi kapasitas (overload) lebih mudah mengalami stres dari pada orang yang memiliki tugas lebih sedikit (Muhith dan Nasir, 2011).

Tidak hanya stresor negatif yang dapat menyebabkan stres tetapi stresor

positif dapat juga menyebabkan stres, misalnya kenaikan pangkat, promosi jabatan, tumbuh kembang, menikah, mempunyai anak dan lain-lain semua perubahan yang terjadi sepanjang daur kehidupan. Beberapa contoh stresor menurut Esperanza 1997,

Fundamental of nursing practice a nursing poscess approach : perubahan patologi dari penyebab penyakit, tidak terpenuhinya kebutuhan dasar (kelaparan, gangguan


(39)

seksual), kekacauan hubungan sosial dan keluarga, konflik sosial dan budaya, perubahan fisiologis yang normal (pubertas, menstruasi, kehamilan dan menopause), bencana alam, situasi positif dari peristiwa kehidupan (menikah, mempunyai bayi, lulus dari kuliah) (Rasmun, 2004).

2.3.2. Sumber Stres

Menurut Muhith dan Nasir 2011, sumber stres yang berasal dari lingkungan, diantaranya adalah lingkungan fisik seperti : polusi udara, kebisingan, kesesakan, lingkungan kontak sosial yang berfariasi serta kompetisi hidup yang tinggi (Howart dan Gilham,1981 dalam Atkinson 1990) dan sumber stres yang lain meliputi :

1. Dalam diri individu.

Hal ini berkaitan dengan adanya konflik, pendorong dan penarik konfik menghasilkan dua kecendrungan yang berkebalikan yaitu approach dan

avoidance. Kecendrungan ini menghasilkan tipe dasar konflik (Weiten, 1992) yaitu :

a. Approach-approach conflict (konflik angguk-angguk) muncul ketika kita tertarik terhadap dua tujuan yang sama-sama baik. Misalnya ikuti program S2 atau bekerja.

b. Avoidance-avoidance conflict (konflik geleng-geleng) muncul ketika kita dihadapkan pada suatu pilihan antara dua situasi yang tidak menyenangkan. Misalnya mengikuti ujian lisan atau mengadakan observasi.

c. Approach-avoidance conflict (konflik angguk geleng) muncul ketika kita melihat kondisi yang menarik dan tidak menarik dalam suatu tujuan atau


(40)

situasi. Misalnya menyenangi kuliah S2, tetapi tidak mau belajar, ke perpustakaan, ke laboratorium dan penelitian.

2. Dalam keluarga.

Dari keluarga yang cendrung memungkinkan munculnya stres adalah hadirnya anggota baru, sakit dan kematian dalam keluarga.

3. Dalam komonitas dan masyarakat.

Berhubungan dengan orang di luar keluarga merupakan banyak sumber stres yang bisa dialami seseorang, misalnya pengalaman anak di sekolah dan persaingan. 2.3.3. Jenis-Jenis Stres

Menurut Nasir dan Muhith 2011, ada dua jenis stres yaitu baik dan buruk. Stres melibatkan perubahan fisiologis yang kemungkinan dapat dialami sebagai perasaan yang baik anxiousness (distres) atau pleasure (eustres).

a. Stres baik atau eustres adalah sesuatu yang positif.

Stres yang baik (positif) apabila setiap kejadian dihadapi selalu berfikiran yang positif dan setiap stimulus yang masuk merupakan suatu pelajaran yang berharga dan mendorong seseorang untuk selalu berfikir dan berprilaku, agar apa yang akan dilakukan selalu membawa manfaat bukan bencana. Untuk menjadikan stres sebagai sesuatu yang positif, maka perlu ada sikap bahwa masalah harus dicarikan penyelesaiannya (problem solving). Salah satu dengan mencari dukungan dari orang lain untuk membantu menyelesaikan masalah, terutama bila masalah sulit diselesaikan. Apabila tetap tidak bisa diselesaikan cukup dengan diambil hikmahnya.


(41)

b. Stres yang buruk atau distress adalah stres yang bersifat negatif.

Distres dihasilkan dari sebuah proses yang memaknai sesuatu yang buruk, respon yang digunakan selalu negatif dan ada indikasi mengganggu integritas diri sehingga bisa diartikan sebagai sebuah ancaman. Distres menempatkan pikiran dan perasaan pada tempat dan suasana yang serba sulit, karena cara memandang suatu masalah dilihat dari sisi yang sempit dan merugikan. Distres terjadi apabila suatu stimulus diartikan sebagai suatu yang merugikan dirinya sendiri dalam hal kenikmatan saja dan biasanya terjadi pada saat itu juga, dimana sebuah stimulus dianggap mencoba untuk menyerang dirinya. Hal ini berdampak pada penentuan sikap untuk mencoba mengusir stimulus dengan cara menyalahkan diri sendiri, menghindar dari masalah atau menyalahkan orang lain.

2.3.4. Reaksi Stres dan Dampak Negatif Stres 1. Reaksi stres

Helmi (2000) ada empat macam reaksi stres dan reaksi ini dalam perwujudannya dapat bersifat positif, tetapi juga dapat berwujut negatif. Reaksi yang bersifat negatif yaitu :

a. Reaksi psikologis, biasanya lebih dikaitkan pada aspek emosi, seperti mudah marah, sedih ataupun mudah tersinggung.

b. Reaksi fisiologis, biasanya muncul dalam bentuk keluhan fisik, seperti fusing, nyeri tengkuk, tekanan darah naik, nyeri lambung, gatal-gatal dikulit ataupun rambut rontok.


(42)

c. Reaksi proses berfikir (koknitif), biasanya tampak dalam gejala sulit berkonsentrasi, mudah lupa ataupun sulit mengambil keputusan.

d. Reaksi prilaku, tampak prilaku-prilaku menyimpang seperti mabuk, frekwensi merokok meningkat ataupun menghindari bertemu dengan teman.

2. Dampak negatif stres

Stres dapat menimbulkan dampak negatif bagi individu. Dampak tersebut bisa merupakan gejala fisik maupun psikis dan akan menimbulkan gejala-gejala tertentu. Reaksi dari stres bagi individu dapat digolongkan menjadi beberapa gejala (Rice, 1992) sebagai berikut :

a. Gejala fisiologis, berupa keluhan seperti sakit kepala, sembelit, diare, sakit pinggang, urat tegang pada tengkuk, tekanan darah tinggi, kelelahan, sakit perut, maag, berubah selera makan, susah tidur dan kehilangan semangat.

b. Gejala emosional, berupa keluhan seperti gelisah, cemas, mudah marah, gugup, takut, mudah tersinggung, sedih dan depresi.

c. Gejala kognitif, berupa keluhan seperti susah berkonsentrasi, sulit membuat keputusan, mudah lupa, melamun secara berlebihan dan pikiran kacau.

d. Gejala interpersonal, berupa sikap acuh tak acuh pada lingkungan, apatis, agresif, minder, kehilangan kepercayaan pada orang lain dan mudah mempersalahkan orang lain.


(43)

e. Gejala organisasional, berupa meningkatkan keabsenan dalam kerja/kuliah, menurunnya produktifitas, ketegangan dengan rekan kerja, ketidak puasan kerja dan menurunnya dorongan untuk berprestasi (Safaria dan Saputra 2009)

2.3.5. Pengaruh Stres terhadap Kesehatan

Banyak kasus-kasus orang sakit bahkan sampai meninggal yang diduga bersumber dari stres, namun apabila dilihat kaitan antara stres dan sakit tidak selalu mudah karena stres mempengaruhi kesehatan fisik melalui beberapa cara, seperti yang dikemukakan oleh Camille Wortman dan kawan-kawan yaitu :

1. Stres berpengaruh langsung terhadap kesehatan fisik, stres menghasilkan perubahan fisik dan psikis yang memberikan kontribusi pada perkembangan penyakit. Stres akan mempengaruhi daya imun atau kekebalan tubuh menjadi berkurang atau lemah sehingga rentan terserang penyakit.

2. Faktor kepribadian dapat mempengaruhi seseorang akan mudah sakit. Seperti orang yang pesimistis akan lebih mudah stres dan mengalami sakit dibanding yang optimistis.

3. Faktor perilaku juga dapat meningkatkan kemungkinan seseorang mengalami sakit karena stres. Seperti karena stres orang menjadi sulit tidur, merokok lebih banyak, makan dan minum tidak menentu yang memudahnya untuk terkena suatu penyakit.

4. Stres juga bisa memicu timbulnya perilaku sakit seperti insomnia, gelisah dan depresi (Mangoenprasodjo, 2005).


(44)

Penemuan dari penelitian klasik dua psikiater bahwa makin tinggi stres seseorang pada perubahan yang terjadi dalam kehidupan seseorang, makin besar kecendrungannya untuk mengalami penyakit yang serius dalam satu atau dua tahun kemudian. Sementara Segerstrom dan Miller (2004) mengatakan orang-orang yang lanjut usia atau sudah terkena penyakit, lebih rentan terhadap perubahan stres (Papalia, 2009). Stres dan penyakit yang menahun dan pengangguran yang bertahun-tahun bisa membuat disfungsi seksual karena krisis yang berkepanjangan menghambat produksi testesteron, hormon yang berguna untuk meningkatkan libino (Mangoenprasodjo, 2005).

2.4. Landasan Teori

Landasan tiori yang digunakan dalam penelitian ini adalah tiori James-Lange, yang menyatakan bahwa seseorang mengalami suatu peristiwa, atau ada stimulus tertentu maka tubuh akan bereaksi dan akan membuat interpretasi terhadap perubahan tubuh yang merupakan suatu emosi spesifik. Stres merupakan emosi ganda (multi emotion) yang bukan emosi tunggal. Stres merupakan reaksi tubuh dan psikis terhadap tuntutan-tuntutan lingkungan kepada seseorang. Reaksi tubuh misalnya berkeringat dingin dan jantung berdebar-debar sedangkan reaksi psikis misalnya marah dan agresi, keadaan tersebut berada dalam tekanan (Saam dan Wahyuni, 2012)

Menurut Proverawati dan Sulistyawati (2010) pada masa pra menopause seorang perempuan akan terjadi penurunan hormon estrogen dan progesteron yang dapat menimbulkan gejala fisik seperti hot flush, kekeringan pada vagina, mudah


(45)

lelah dan gejala psikologis yaitu depresi atau stres, mudah tersinggung dan mudah marah, mudah curiga, diliputi banyak kecemasan dan insomnia.

Faktor yang berpengaruh terhadap gejala pra menopause adalah : faktor psikis, sosial ekonomi, budaya dan lingkungan, faktor lain adalah wanita yang belum menikah, wanita karir baik yang sudah atau belum berumah tangga dan mentruasi pertama (menarch).

Berdasarkan uraian landasan tiori diatas, maka diperoleh skema kerangka tiori sebagai berikut :

Gambar 2.1 Skema Kerangka Teori Persepsi pra

menopause pada perempuan

menikah dan tidak menikah

Respon tubuh

- Faktor psikis, stres

- Sosial ekonomi

- Budaya dan lingkungan


(46)

2.5. Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian dan landasan teori yang telah dikemukakan di atas, maka kerangka konsep penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Keterangan : ______ variabel diuji --- variabel tidak diuji

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian Perempuan

menikah

Perempuan tidak menikah


(47)

BAB 3

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan metode analitik komparatif survey terdapat dua kelompok perempuan yang menikah dan kelompok perempuan yang tidak menikah dengan pendekatan cross sectional dimana pengukuran atau pengamatan dilakukan pada saat bersamaan (sekali waktu) pada data variabel independen dan dependen (Notoatmodjo, 2002).

3.2.Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai bulan Agustus 2013 dengan tahapan pra survei sampai komprehensif.

3.3.Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perempuan pada masa pra menepouse usia 40-49 tahun sebanyak 750 jiwa (BPS, 2012). Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling, yaitu pengambilan sampel yang mempuyai suatu tujuan atau dilakukan dengan sengaja (Arikunto, 2002). Adapun ciri-ciri atau kriteria yang ditentukan dalam pengambilan sampel adalah sebagai berikut :


(48)

1. Kelompok perempuan menikah a. Perempuan berusia 40-49 tahun

b. Tidak pernah mengalami gangguan jiwa c. Bersedia menjadi responden

2. Kelompok perempuan tidak menikah a. Perempuan berusia 40-49 tahun

b. Tidak pernah mengalami gangguan jiwa c. Bersedia menjadi responden

Penelitian menggunakan rumus Lameshow dalam Hidayat (2011), besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

2 2 ) 1 ( ) 2 1 (

)

(

)

1

(

)

1

(

o a a a o o

P

P

P

p

Z

P

P

Z

n

+

=

−α −β

Keterangan:

n : Besar sampel minimal

α : Taraf kemaknaan 5% Z1-α/2

Z

: Nilai distribusi baku normal pada α 5 % sebesar 1,96 1-β

Po : Proporsi tingkat stres sebesar 0,50

: Nilai distribusi baku normal pada β 20 % sebesar 0,842

Pa : Proporsi tingkat stres yang diharapkan 0,30


(49)

(

)

2 2 ) 5 , 0 3 , 0 ( 3 , 0 1 ( 3 , 0 842 , 0 ) 5 , 0 1 ( 5 , 0 96 , 1 − − + − = n

(

)

2 2 ) 20 , 0 ( 21 , 0 842 , 0 25 , 0 96 , 1 + = n 48 = n

Berdasarkan perhitungan didapatkan besar sampel yang diteliti sebesar 48 orang untuk kelompok perempuan yang menikah dan 48 orang yang tidak menikah. Kecamatan Ingin Jaya merupakan kecamatan terbesar di wilayah Kabupaten Aceh Besar, dengan 50 desa sebagai wilayah cakupannya.

Dari populasi yang ada maka diperoleh ampel sebesar 48 orang. Pemilihan sampel penelitian ini diambil dengan menggunakant eknik cluster random sampling

dalam Sugiyono (2010), proses pemilihan dengan teknik inisecara umum dilakukan dengan memilih beberapa cluster, dan untuk cluster yang terpilih tersebut diamati semua satuan sampling yang ada di dalamnya. Langkah-langkah kerja selengkapnya adalah sebagai berikut :

1. Populasi dibagi-bagi menjadi n buah cluster atau satuan sampling, dalam hal ini populasi di bagi menjadi 50 desa sesuai dengan wilayah cakupan Kecamatan Ingin Jaya.

2. Dipilih n buah cluster dengan menggunakan proportional sampling. Melalui metode ini terpilih 15 desa. Sehingga proporsi jumlah sampel dari setiap desa adalah seperti pada tabel berikut :


(50)

Tabel 3.1. Jumlah Sampel Berdasarkan Desa di Kecamatan Ingin Jaya

No Desa Jumlahpopulasi JumlahSampel

Menikah TidakMenikah

1 Kayee Lee 32/409 × 48 4 4

2 Siron 38/409 × 48 5 5

3 Bakoy 34/409 × 48 4 4

4 Bineh Balng 34/409 × 48 4 4

5 Meunasah Krueng 44/409 × 48 5 5

6 Lambaro 29/409 × 48 3 3

7 Pantee 28/409 × 48 3 3

8 Jurong Peujeura 27/409 × 48 3 3

9 Lubok Sukon 23/409 × 48 3 3

10 Lubok Batte 23/409 × 48 3 3

11 Reulah 21/409 × 48 3 3

12 Pasie Lamgarot 20/409 × 48 2 2

13 Tanjong 20/409 × 48 2 2

14 Cot Bada 18/409 × 48 2 2

15 Cot Suruy 18/409 × 48 2 2

Jumlah 409 48 48

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Pengumpulan data primer meliputi data yang langsung dengan diperoleh secara langsung dari responden melalui wawancara. Data primer penelitian ini adalah data tentang tingkat stres kelompok 1 yaitu kelompok perempuan yang menikah dan kelompok 2 yaitu kelompok perempuan yang tidak menikah.


(51)

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder yang di dapat dari Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar, Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Besar dan literatur lain yang relevan dengan tujuan penelitian.

3.5.Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1. Variabel Penelitian

Variabel penelitian terdiri dari variabel bebas (independent variabel) adalah variabel yang mempengaruhi objek penelitian yaitu perempuan menikah dan perempuan tidak menikah pada masa pra menopause. Variabel terikat (dependent variable) adalah variabel yang dialami dan diukur yang disebabkan oleh pengaruh variabel bebas yaitu tingkat stres.

3.5.2. Definisi Operasional

1. Tingkat stres adalah tingkatan gejala-gejala stres yang dialami oleh perempuan pada masa pra menopause meliputi gejala fisiologis, emosional, kognitif dan interpersonal.

2. Perempuan menikah adalah status pada perempuan yang dinyatakan sudah ada ikatan dengan laki-laki untuk membentuk sebuah keluarga pada masa pra menopause.

3. Perempuan tidak menikah adalah status pada perempuan yang dinyatakan tidak pernah ada ikatan dengan laki-laki untuk membentuk sebuah keluarga pada masa pra menopause.


(52)

3.6. Metode Pengukuran

Metode pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengukuran tingkat stres dengan menggunakan skala Likert.

Skala pengukuran gejala stres diukur melalui 20 pernyataan dengan 5 alternatif jawaban yaitu, tidak pernah (bobot nilai 0), jarang (bobot nilai 1), kadang-kadang (bobot nilai 2), sering (bobot nilai 3), sangat sering (bobot nilai 4) (Safaria dan Saputra 2009) :

-Stres Tinggi : Skor> 53 -Stres Sedang : Skor 26-52 -Stres Rendah : Skor 0-25 Skala Ordinal

3.7. Metode Analisis Data 1. Analisis Univariat

Analisis univariat merupakan analisis yang menitik beratkan kepada penggambaran atau deskriptif data yang diperoleh. Menggambarkan distribusi frekuensi dan dihitung presentasinya dari masing-masing variabel independen dan variabel dependen.

2. Analisis Bivariat

Oleh karena rancangan data dalam penelitian ini adalah subyek dibagi dalam dua kelompok, maka analisis yang digunakan untuk melihat perbedaan tingkat stres pada masa pra menopouse perempuan menikah dan tidak menikah digunakan uji


(53)

beda. Interval kepercayaan yang ditetapkan sebesar 95 %, dengan demikian jika nilai p-value < 0,05, maka dikatakan (Ho) ditolak, artinya ada perbedaan tingkat stres pada masa pra menopouse perempuan menikah dan tidak menikah.


(54)

BAB 4

HASIL PENELITIAN 4.3 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kecamatan Ingin Jaya merupakan salah satu dari 23 kecamatan dalam wilayah Kabupaten Aceh Besar, dengan jarak 8,5 meter dariIbu Kota Provinsi Aceh. Adapun batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut:

- Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Krueng Barona Jaya dan Kota Banda Aceh

- Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kecamatan Suka Makmur dan Simpang Tiga

- Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kecamatan Montasik, Blang Bintang, dan Kuta Baro

- Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Darul Imarah.

Luas Kecamatan Ingin Jaya kurang lebih 73,68 km² dan secara administratif mencakup 6 kemukiman dan 50 Desa. Jumlah penduduk sebesar 28.706 jiwa terdiri dari 14.656 laki-laki (51.05%) dan 14.050 perempuan (48.95%). Kecamatan Ingin Jaya terdiri dari 50 Desa dan 15 Desa yang terpilih menjadi subyek penelitian yaitu Kayee Lee, Siron, Bakoy, Bineh Blang, Meunasah Krueng, Lambaro, Pante, Jurueng Peujeura, Lubok Sukon, Lubok Bate, Reuloh, Pasie Lamgaroet, Tanjung, Cot Bada, dan Cot Suruy.


(55)

4.2. Karakteristik Responden

Sampel pada penelitian ini sebanyak 96orang perempuan yang terdiri dari 2 kelompok yaitu 48 orang perempuan yang menikah dan 48 orang perempuan yang tidak menikah.Kelompok perempuan yang sudah menikah di dominasi berumur 40 tahun yaitu sebesar 20,8% sedangkan, pada kelompok perempuan yang tidak menikah didominasi berumur 40 tahun sebesar 35,4%.Mayoritas perempuan menikah dan tidak menikah berpendidikan tamat SMA yaitu masing-masing sebesar 39,6% dan 37,5%, pekerjaan perempuan yang menikah dan tidak menikah mayoritas sebagai ibu rumah tangga (mengerjakan tugas rumah sehari-hari) dan menstruasi perempuan yang menikah pada masa pra menopause tidak teratur sebesar 54,2% sedangkan perempuan yang tidak menikah lebih teratur yaitu sebesar 68,8%.

Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Responden No Karakteristik

Responden

Kelompok Perempuan

Menikah Tidak Menikah

n % n %

1 Umur

40-45tahun 31 64,6 35 72,9

46-49tahun 17 35,4 13 27,1

2 Pendidikan

Tidak tamat SD 8 16,7 5 10,4

SD 4 8,3 11 22,9

SMP 5 10,4 9 18,8

SMA 19 39,6 18 37,5

Perguruan Tinggi 12 25,0 5 10,4

3 Pekerjaan

Ibu rumahTangga 35 72,9 32 66,7

Wiraswasta 5 10,4 10 20,8

PNS 8 16,7 6 12,5

4 Menstruasi

Teratur 22 45,8 33 68,8

Tidak teratur 26 54,2 15 31,2


(56)

4.2.1. Gambaran Tingkat Stres pada Masa Pra Menopause Perempuan Menikah

Distribusi frekuensi tingkat stres pada masa pra menopause perempuan menikah dan tidak menikah ditemukan sebagian besar responden mengalami stres rendah sebesar 58,3%, stres sedang sebesar 41,7% dan tidak ada yang mengalami stres tinggi pada perempuan menikah. Sedangkan pada tingkat stres pada masa pra menopause perempuan tidak menikah ditemukan sebagian besar responden mengalami stres rendah sebesar 83,3%, stres sedang sebesar 16,7% dan tidak ada yang mengalami stres tinggi seperti pada Tabel 4.2 berikut:

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Tingkat Stres pada Masa Pra Menopause Perempuan Menikah dan tidak Menikah

No Tingkat Stres

Kelompok Perempuan

Menikah Tidak Menikah

N % n %

1 Tinggi 0 0 0 0

2 Sedang 20 41,7 8 16,7

3 Rendah 28 58,3 40 83,3

Jumlah 48 100,0 48 100,0

4.3 Perbedaan Tingkat Stres pada Masa Pra Menopause Perempuan Menikah dan tidak Menikah di Kacamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar

Perbedaan tingkat stress pada masa pramenopause perempuan menikah dan tidak menikah di Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar dapat diketahui dengan uji statistic T-Independent. Uji T-Independent termasuk dalam uji parametric dan merupakan uji beda untuk data independent. Hasilnya dapat dilihat pada tabel4.6 dibawah ini:


(57)

Tabel 4.3 Hasil Uji Beda Tingkat Stres pada Perempuan Menikah dan tidak Menikah di Kecamatan Ingin Jaya

Kelompok Perempuan Mean SD p

Menikah 23,38 8,502

0,002

Tidak Menikah 17,65 9,256

Pada table di atas dapat dibandingkan antara kelompok perempuan menikah dengan kelompok perempuan tidak menikah bahwa rata-rata tingkat stress perempuan menikah lebih tinggi yaitu 23,38 dibandingkan dengan perempuan tidak menikah yaitu sebesar 17,65. Hasil uji T-Independent menunjukkan nilai p (0,002) < (0,05) artinya ada perbedaan tingkat stress pada masa pra menopause perempuan menikah dan tidak menikah di Kacamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar.


(58)

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1 Tingkat Stres pada Perempuan Menikah dan Perempuan tidak Menikah Perempuan menikah mayoritas mengalami tingkat stres rendah yaitu sebesar 58,3% dan mengalami stres sedang sebesar 41,7% pada masa pra menopause, sedangkan perempuam tidak menikah mayoritas mengalami stres rendah sebesar 83,3% dan stres sedang sebesar 16,7%. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkat stres perempuan menikah lebih besar dibanding dengan perempuan tidak menikah, terlihat lebih banyak perempuan menikah mengalami tingkat stres sedang dibanding dengan perempuan yang tidak menikah dan sebaliknya tingkat stres rendah lebih banyak dialami oleh perempuan yang tidak menikah dibanding dengan perempuan yang menikah.

Kebanyakan perempuan pada usia ini mengalami penurunan kerja organ dalam tubuh, seperti mudah capek, sulit konsentrasi, pikiran lelah dan lain sebagianya. Tidak hanya itu saja juga terjadi perubahan emosi, perubahan dalam prilaku, gangguan dalam hubungan sosial, keluhan fisik, gejala-gejala pada saraf

vegetative, perubahan dalam kebiasaan makan, perubahan dalam keseimbangan air dan mineral, gangguan motorik. Gejala-gejala persarafan otonom dan keluhan lain, seperti berjerawat, rambut mulai memudar dan kering serta keluhan akan lebih buruk dan menonjol dalam masa pembentukan corpus luteum.


(59)

Faktor yang berpengaruh terhadap gejala pra menopause yang dapat mendorong tingkat stress pada perempuan adalah perubahan-perubahan psikologis maupun fisik. Kenyataan di lapangan didapatkan bahwa perubahan psikologis dan fisik yang sering timbul pada perempuan pra menopause adalah cepat lelah, berkurangnya konsentrasi dan timbulnya perubahan emosi yaitu suka memendam kemarahan dan susah tidur dan cemas yang akan meningkatkan gejala stress pada perempuan menikah ataupun tidak menikah. Faktor ekonomi, lingkungan, dan factor lainnya (perempuan yang belum menikah, perempuan karir, menerch yang terlambat) juga ikut berpengaruh dalam mendorong tingkat stres. Mayoritas keadaan ekonomi di daerah tersebut menengah kebawah, keadaan ekonomi juga dapat meningkatkan stress pada perempuan masa pra menopause, disaat usia yang sudah tidak sanggup bekerja keras seperti waktu muda, tetapi mereka harus memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang semakin mahal. Hal demikianlah yang membuat perempuan masa pra menopause menjadi lebih gelisah dan resah. Lingkungan sosial juga berpengaruh terhadap meningkatnya stres yang menganggap pra menopause sebagai tanda tua dan masa tidak mungkin mempunyai keturunan lagi.

5.2 Perbedaan Stres pada Masa Pra Menopause Perempauan Menikah dan Perempuan tidak Menikah

Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan tingkat stres pada masa pra menopause perempuan menikah dan tidak menikah dengan nilap p (0,002)< ά(0,05). Perbedaan stres ditunjukkan dengan perbedaan nilai rata-rata tingkat stres pada perempuan menikah dan tidak menikah. Rata-rata gejala stres yang dialami pada


(60)

perempuan menikah mencapai 23,38 sedangkan perempuan tidak menikah mengalami gejala stres rata-rata mencapai 17,65. Tingkat stres ini akan menimbulkan dampak buruk pada kehidupan sosial bagi perempuan itu sendiri seperti berkurangnya keinginan untuk bersosialisasi dengan lingkungan luar dan perempuan yang menikah melampiaskan kemarahan kepada anak-anak dan cucunya. Hawari (2011) mengatakan bahwa stres dapat menimbulkan dampak yang merugikan bagi perempuan itu sendiri, keluarganya, pekerjaannya dan lingkungannya, misalnya cepat emosi, malas keluar rumah, malas bekerja dan kurang berosiasalisasi.

Perempuan tidak menikah lebih siap menghadapi masa pra menopause karena mereka banyak yang mengetahui bahwa kalau sudah diatas umur 40 tahun akan terjadi ketidakteraturan mentruasi yang akhirnya tidak ada lagi dan merupakan kondrat.

Kasdu (2002), mengatakan ada baiknya perempuan sudah mempersiapkan diri menghadapi masa pra menopause (menopause) dengan pengetahuan yang memadai karena itu merupakan siklus kehidupan yang tidak bisa dihindari oleh seorang perempuan. Risiko timbulnya keluhan-keluhan akan menurun jika perempuan mempersiapkan diri secara fisik dan psikis dan apabila keluhan masih tetap timbul dengan persiapan diri yang baik perempuan dapat menghadapi perubahan yang terjadi atau dialami diterima dengan bijaksana. Dengan demikian perempuan dapat menjalani masa pra menopause lebih baik secara fisik dan psikis sehingga setiap perempuan dapat menjalankan hari-harinya dengan kulitas hidup yang lebih baik.


(61)

Informasi tentang pra manopouse belum banyak diketahui oleh perempuan yang menikah dan tidak menikah apa yang dimaksud dengan masa pra menopause yang akan terjadi pada setiap perempuan. Hal ini disebabkan karena mereka tidak pernah mendapatkan informasi yang benar mengenai masa pra menopouse, beberapa dari mereka hanya mengetahui tentang masa menopause, padahal sebelum memasuki masa menopause mereka akan mengalami keluhan pada masa pra menopause seperti cepat lemah, lelah, sering lupa, susah tidur, badan terasa panas, menstruasi tidak teratur. Umumnya mereka tidak mendapatkan informasi yang benar sehingga yang dibayangkan adalah efek negatif yang akan dialami setelah memasuki masa pra menopause dan menopause (Proverawati dan Sulistyawati, 2010). Mereka menggangap bahwa perubahan tersebut merupakan suatu penyakit. Rasa kuatir tersebut diawali karena mereka tidak tahu bahwa apa yang mereka alami adalah hal yang normal yang akan dialami setiap perempuan, pada akhirnya kejadian tersebut ada yang menceritakan kepada teman sebaya, orang yang lebih tua dari mereka dan beberapa orang berkonsultasi keluhan tersebut kepada bidan dan dokter.

Setiap perempuan dalam hidupnya akan mengalami fase-fase yang berkaitan dengan fungsi organ reproduksi yaitu masa perempuan yang fase tersebut adalah fase pra menopause, perimenopause, menopause dan pasca menopause. Menopause merupakan proses alamiah yang akan dialami oleh setiap perempuan yang biasanya terjadi di atas usia 40 tahun. Ini merupakan suatu akhir proses biologis dari siklus menstruasi yang terjadi karena penurunan produksi hormon estrogen yang dihasilkan indung telur. Sesuatu yang berlebihan atau kurang pasti akan menimbulkan reaksi dan


(62)

pada kondisi perempuan menopause reaksi yang nyata adalah perubahan hormon estrogen yang langsung mempengaruhi kondisi fisik tubuh, organ reproduksi dan psikis. Penurunan hormon estrogen menimbulkan perubahan pada terjadinya menstruasi menjadi sedikit, banyak, jarang (tidak lancar dan terganggu) dan ini terjadi pada fase pra menopause. Yatim 2001 mengatakan bahwa normalnya mentruasi berlangsung sekitar 4 hari dengan variasi 3-7 hari dan jumlah darah yang keluar setiap mentruasi sekitar 35 cc. Sementara Aina (2009), yang mengutip pendapat Hurlock, ketika seorang pada masa pra menopause, fisik mengalami ketidaknyamanan seperti rasa kaku dan linu yang dapat terjadi secara tiba–tiba di sekujur tubuh, misalnya pada kepala, leher, dan dada bagian atas. Kadang–kadang rasa kaku ini dapat diikuti dengan rasa panas atau dingin, pening, kelelahan, jengkel, resah, cepat marah, dan berdebar-debar.

Salah satu perubahan pada perempuan pada masa pra menopause adalah mudah mengalami stres. Stres dalam arti secara umum adalah perasaan tertekan, cemas dan tegang. Stres yang mudah dialami oleh perempuan pada masa pra menopause dipengaruhi juga oleh perubahan faktor fisiologis yang telah mengalami kemunduran dalam berbagai kemampuan seperti kemampuan visual, berpikir, mengingat dan mendengar juga akan menyebabkan stres.

Gejala masa pra menopause pada setiap perempuan rata-rata akan sama termasuk juga stres. Semua wanita masa pra menopause akan mengalami perubahan fisik dan psikis dalam tubuhnya yang dapat di duga sebagai stressor atau disebut dengan penyebab stres. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa tingkat stres pada


(63)

perempuan menikah lebih tinggi dibanding dengan perempuan yang tidak menikah. Hal ini mungkin disebabkan karena menstruasi pada perempuan menikah banyak mengalami ketidakteraturan yaitu sebesar 54,2% dibanding dengan perempuan yang tidak menikah yaitu hanya sekitar 31,2% saja yang mengalami ketidaktreturan menstruasi. Ketidakteraturan menstruasi sangat mempengaruhi tingkat stres seorang perempuan walaupun ada juga pengaruh dari penggunaan kontrasepsi hormonal. Hal ini terkait dengan ketidakteraturan menstruasi disertai dengan jumlah darah yang banyak tidak seperti jumlah pendarahan haid yang normal. Keadaan ini sering mengesalkan perempuan karena ia takut terjadi penyakit dan harus beberapa kali mengganti pembalut yang dipakainya ataupun menstruasi yang menjadi sangat ringan dan sebentar sampai menstruasi yang berjarak tiga bulan atau lebih. Keadaan ini bagi perempuan yang sudah mempunyai anak takut hamil lagi. Hal inilah yang terkadang membuat seorang perempuan menjadi takut, was-was dan cemas karena perubahan siklus fisiologi dalam tubuhnya. Kecemasan yang terjadi pada perempuan pra menopause yang berulangkali akan menyebabkan stres.

Perbedaan lain yang terlihat signifikan yaitu perempuan menikah pikirannya lebih cepat lelah dari pada perempuan yang tidak menikah, hal ini dapat terjadi dimungkinkan karena beban pikiran perempuan yang menikah lebih banyak dibanding dengan beban pikiran perempuan tidak menikah. Beban pikiran perempuan menikah tidak hanya memikirkan dirinya sendiri, tetapi harus memikirkan suami dan anak-anak yang mereka miliki, tidak hanya itu saja pikiran perempuan menikah juga dibebani dengan permasalahan dua keluarga yaitu keluarga dari suaminya dan


(64)

keluarganya sendiri, tanggung jawab dalam membesarkan anak, menghadapi setiap fase perkembangan anak dan memenuhi setiap keperluan anak juga merupakan beban tertentu bagi perempuan menikah dibanding dengan perempuan tidak menikah.

Kasdu (2002) perubahan psikis salah satunya adalah stres sangat tergantung pada masing-masing individu, pandangan masing-masing terhadap menopause dan latar belakang perempuan menikah atau tidak menikah, mempunyai suami, anak, cucu, kehidupan keluarga yang membahagiakannya serta pekerjaan yang mengisi aktifitas sehari-hari. Sementara Hutapea (2005) perempuan pada masa menopause mengalami gejala-gejala fisik atau psikis tidak dapat diduga dan akan mencemaskan kalau tidak tau kaitannya dengan menopause. Gejala-gejala tersebut dapat diperparah lagi apabila ada perubahan lain dalam hidup seperti: anak-anak meninggalkan rumah, perubahan hubungan dalam rumah tangga, perceraian atau menjadi janda, keamanan finansial serta banyak perempuan pada masa menopause harus mengurus anak-anak atau cucunya, hal ini juga didukung bahwa perempuan tidak menikah sebesar 27,1% tidak merasa memiliki beban dan pekerjaan berat sedangkan perempuan menikah hanya 18,8% yang menyatakan tidak pernah merasa memiliki beban dan pekerjaan berat.


(65)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan

1. Mayoritas pada masa pramenopouse tingkat stres sedang, dialami oleh perempuan menikah, sedangkan tingkat stres ringan mayoritas dialami oleh perempuan tidak menikah. Keluhan tingkat stres pada perempuan menikah mayoritas menyatakan sangat sering suka memendam kemarahan, sulit untuk konsentrasi sedangkan pada perempuan tidak menikah mayoritas menyatakan suka memendam kemarahan dan kepala mudah pusing.

2. Terdapat perbedaan tingkat stres pada masa pramenopouse perempuan menikah dan tidak menikah.

6.2 Saran

1. Diharapkan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Besar mengkoordinasi setiap Puskesmas agar meningkatkan penyuluhan dalam program posyandu lansia sehingga perempuan menikah dan tidak menikah mendapatkan informasi tentang pra menopause.

2. Bagi perempuan menikah sebaiknya tanda dan gejala yang dialami pada masa pra menopause agar berbagi pengalaman dengan teman sebaya dan orang lebih tua, sehingga keluhan fisiologi yang dialami tidak menimbulkan stres dan mengerti bahwa keluhan fisiologi tersebut terjadi secara alami.


(66)

DAFTAR PUSTAKA

Aditha, S., 2009. Skipsi Stres Pada Wanita Menjelang Menopause Ditinjau Dari Pengetahuan Tentang Menopause. Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang diakses 8 April 2013;

Anggreni, A.D., 2012. Stres Dampaknya Pada Psikologi dan Fisiologis diakses 28 Maret 2013; http:// zephyrur2010.blogspot.com/2012/10/diah-ayu-anggreni-1002205005.html

Aprillia, N.I dan Puspitasari, N., 2007. Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kecemasan Pada Perempuan Perimenopause. Surabaya: The Indonesia Jurnal Of Publik Health, vol. 4, No. 1.

Arikunto, S., 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi, Jakarta : Renika Cipta.

Baziad, A., 2003. Menopause dan Andropause, Cetakan Pertama, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiharjo.

BPS, 2012. Aceh Besar Dalam Angka 2012.

Bromberger, J.T, dkk., 2001. Study Of Women`s Health Across The National, Amerika Serikat. Am J Public Health ,91(9),1.435-1.442.

Dariyo, A., 2004. Psikologi Perkembangan Dewasa Muda, Jakarta: PT Grasindo. Departemen Kesehatan RI, 2005. Pergeseran Umur Menopause diakses 30 Januari

Desmita, 2006. Psikologi Perkembangan. Cetakan Kedua, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Friedman dkk, 2010, Buku Ajar Keperawatan Keluarga: Riset, Teori, dan Praktik. Jakarta: EGC.

Hawari, D., 2011, Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Edisi Ke-2. FK UI Jakarta. Hidayat, A.A., 2011. Petode Penelitian Kebidanan Dan Tehnik Analisis Data. Edisi


(67)

Huda, N., 2012, Kuntribusi Dukungan Sosil Terhadap Kepuasan Hidup Afek Menyenangkan Dan Afek Tidak Menyenangkan Pada Masa Dewasa Muda Yang Belum Menikah, Fakultas Psikologi Universitas Guna Darma diakses 10

Februari 20

Hurlock, E. B., 1980. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Edisi Kelima. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Hutapea, R., 2005. Sehat dan Ceria di Usia Senja, Melangkah dengan Anggun. Cetakan Pertama. Jakarta: PT Renika Cipta.

Indriana, dkk., 2010.Tingkat Stres Di Panti Werda Pucang Gading Semarang. Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro diakses 10 Februari 2013;

Kasdu, D., 2002. Kiat Sehat dan Bahagia di Usia Menopause. Jakarta: Puswara. Lewis V, G, dan Borders L, D,. 1995. Life Satisfaction of Single Middle-Aged

Professional Women. Journal of Counseling &Development Volume

74.diakses 13 Desember2012.

Mangoenprasodjo, A.S., 2005. Self Improvement for Your Stres. Kendarai Emosi Dan Stres Menuju Puncak Prestasi Tinggi.Yogyakarta: Think Fresh.

Marga, P.S., 2007. Skripsi Hubungan Gambaran Diri Dengan Tingkat Kecemasan Ibu Masa Menopause. Prorgam Studi Ilmu Keperawatan FK USU diakses 1

Februari201

Mumtahinnah, N., Jurnal Hubungan Antara Stres Dengan Agresi Pada Ibu Rumah Tangga Yang Tidak Bekerja. Fakultas Psikologi Universitas Guna Darma diakses 12 Februari 2013;

Nasir, A dan Muhith, A.,2011. Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa Pengantar dan Tiori. Jakarta: Salemba Medika.

Notoatmodjo, S.,2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta Papalia, E.D., Olds, W,S., dan Feldman, R.D., 2009. Human Development


(1)

Valid tidak pernah 16 33.3 33.3 33.3

jarang-jarang 22 45.8 45.8 79.2

kadang-kadang 5 10.4 10.4 89.6

sering 4 8.3 8.3 97.9

sangat sering 1 2.1 2.1 100.0

Total 48 100.0 100.0

Stres 5

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak pernah 31 32.3 32.3 32.3

jarang-jarang 22 22.9 22.9 55.2

kadang-kadang 29 30.2 30.2 85.4

sering 10 10.4 10.4 95.8

sangat sering 4 4.2 4.2 100.0

Total 96 100.0 100.0

Stres 6

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak pernah 28 58.3 58.3 58.3

jarang-jarang 6 12.5 12.5 70.8

kadang-kadang 13 27.1 27.1 97.9

sering 1 2.1 2.1 100.0

Total 48 100.0 100.0

Stres 7

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak pernah 15 31.2 31.2 31.2

jarang-jarang 16 33.3 33.3 64.6

kadang-kadang 14 29.2 29.2 93.8

sering 2 4.2 4.2 97.9


(2)

Valid tidak pernah 43 89.6 89.6 89.6

jarang-jarang 1 2.1 2.1 91.7

kadang-kadang 1 2.1 2.1 93.8

sering 3 6.2 6.2 100.0

Total 48 100.0 100.0

Stres 9

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak pernah 20 41.7 41.7 41.7

jarang-jarang 10 20.8 20.8 62.5

kadang-kadang 10 20.8 20.8 83.3

sering 6 12.5 12.5 95.8

sangat sering 2 4.2 4.2 100.0

Total 48 100.0 100.0

Stres 10

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak pernah 31 64.6 64.6 64.6

jarang-jarang 9 18.8 18.8 83.3

kadang-kadang 6 12.5 12.5 95.8

sering 2 4.2 4.2 100.0

Total 48 100.0 100.0

Stres 11

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak pernah 10 20.8 20.8 20.8

jarang-jarang 13 27.1 27.1 47.9

kadang-kadang 18 37.5 37.5 85.4

sering 5 10.4 10.4 95.8

sangat sering 2 4.2 4.2 100.0


(3)

Valid tidak pernah 22 45.8 45.8 45.8

jarang-jarang 15 31.2 31.2 77.1

kadang-kadang 6 12.5 12.5 89.6

sering 4 8.3 8.3 97.9

sangat sering 1 2.1 2.1 100.0

Total 48 100.0 100.0

Stres 13

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak pernah 18 37.5 37.5 37.5

jarang-jarang 22 45.8 45.8 83.3

kadang-kadang 6 12.5 12.5 95.8

sering 2 4.2 4.2 100.0

Total 48 100.0 100.0

Stres 14

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak pernah 16 33.3 33.3 33.3

jarang-jarang 23 47.9 47.9 81.2

kadang-kadang 7 14.6 14.6 95.8

sering 1 2.1 2.1 97.9

sangat sering 1 2.1 2.1 100.0

Total 48 100.0 100.0

Stres 15

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak pernah 10 20.8 20.8 20.8

jarang-jarang 28 58.3 58.3 79.2

kadang-kadang 8 16.7 16.7 95.8

sering 2 4.2 4.2 100.0


(4)

Valid tidak pernah 37 77.1 77.1 77.1

jarang-jarang 6 12.5 12.5 89.6

kadang-kadang 4 8.3 8.3 97.9

sering 1 2.1 2.1 100.0

Total 48 100.0 100.0

Stres 17

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak pernah 13 27.1 27.1 27.1

jarang-jarang 10 20.8 20.8 47.9

kadang-kadang 21 43.8 43.8 91.7

sering 3 6.2 6.2 97.9

sangat sering 1 2.1 2.1 100.0

Total 48 100.0 100.0

Stres 18

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak pernah 12 25.0 25.0 25.0

jarang-jarang 26 54.2 54.2 79.2

kadang-kadang 9 18.8 18.8 97.9

sering 1 2.1 2.1 100.0

Total 48 100.0 100.0

Stres 19

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak pernah 27 56.2 56.2 56.2

jarang-jarang 18 37.5 37.5 93.8

kadang-kadang 3 6.2 6.2 100.0


(5)

Valid tidak pernah 5 10.4 10.4 10.4

jarang-jarang 32 66.7 66.7 77.1

kadang-kadang 8 16.7 16.7 93.8

sering 2 4.2 4.2 97.9

sangat sering 1 2.1 2.1 100.0

Total 48 100.0 100.0

Stres katagori

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Rendah 40 83.3 83.3 83.3

Sedang 8 16.7 16.7 100.0

Total 48 100.0 100.0

Uji beda

Group Statistics

Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Stres total belum menikah 48 17.65 9.256 1.336


(6)

for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-tailed)

Mean Differenc

e

Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper Stress

total

Equal variances

assumed .035 .853 -3.158 94 .002 -5.729 1.814 -9.331 -2.127

Equal variances not assumed