Solusi Analitik dan Numerik Konduksi Panas pada Arah Radial dari Pembangkit Energi

  BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

  Perpindahan panas adalah perpindahan energi yang terjadi pada benda atau material yang bersuhu tinggi ke benda atau material yang bersuhu rendah, hingga tercapainya kesetimbangan panas. Kesetimbangan panas terjadi jika panas dari sumber panas sama dengan jumlah panas benda yang dipanaskan dengan panas yang disebarkan oleh benda tersebut ke medium sekitarnya. Proses perpindahan panas ini berlangsung dalam 3 mekanisme, yaitu:

1. Konduksi 2.

  Konveksi 3. Radiasi

  Dalam prakteknya ketiga proses perpindahan panas tersebut sering terjadi secara bersama-sama. Namun, dalam bab ini akan dijelaskan teori perpindahan panas secara konduksi.

2.2 Laju Perpindahan Panas

  Konduksi adalah proses perpindahan panas dari suatu bagian benda padat atau material ke bagian lainnya. Perpindahan panas secara konduksi dapat berlangsung pada benda padat, umumnya logam.

  Jika salah satu ujung sebuah batang logam diletakkan di atas nyala api, sedangkan ujung yang satu lagi dipegang, bagian batang yang dipegang ini suhunya akan naik, walaupun tidak kontak secara langsung dengan nyala api. Pada perpindahan panas secara konduksi tidak ada bahan dari logam yang berpindah. Yang terjadi adalah molekul-molekul logam yang diletakkan di atas nyala api membentur molekul-molekul yang berada di dekatnya dan memberikan sebagian panasnya. Molekul-molekul terdekat kembali membentur molekulmolekul terdekat lainnya dan memberikan sebagian panasnya, dan begitu seterusnya di sepanjang bahan sehingga suhu logam naik.

  Jika pada suatu logam terdapat perbedaan suhu, maka pada pada logam tersebut akan terjadi perpindahan panas dari bagian bersuhu tinggi ke bagian bersuhu rendah.

  Besarnya laju perpindahan panas (q) berbanding lurus dengan luas bidang (A) dan perbedaan suhu pada logam tersebut seperti ditunjukkan pada Gambar 2-1. Secara matematis dinyatakan sebagai:

Gambar 2.1 Laju Perpindahan Panas

  Dengan memasukkan konstanta kesetaraan yang disebut konduktivitas thermal didapatkan persamaan berikut yang disebut juga dengan hukum Fourier tentang konduksi: dimana : = Laju perpindahan panas (W)

  o

  k = Konduktivitas termal (W/m

  C)

  2 A = Luas penampang (m )

  = Gradien suhu,yaitu laju perubahan suhu T dalam arah aliran x

  o

  ( C/m) Tanda minus (-) menunjukkan arah perpindahan panas terjadi dari bagian yang bersuhu tinggi ke bagian yang bersuhu rendah.

  Nilai kondukitivitas thermal suatu bahan menunjukkan laju perpindahan panas yang mengalir dalam suatu bahan. Konduktivitas thermal kebanyakan bahan merupakan fungsi suhu, dan bertambah sedikit kalau suhu naik, akan tetapi variasinya kecil dan sering kali diabaikan. Jika nilai konduktivitas thermal suatu bahan makin besar, maka makin besar juga panas yang mengalir melalui benda tersebut. Karena itu, bahan yang harga k-nya besar adalah penghantar panas yang baik, sedangkan bila k- nya kecil bahan itu kurang menghantar atau merupakan isolator.

2.3 Aliran Panas Lewat Konduksi

  Dalam konduksi, panas ditransmisikan dari satu lokasi dalam badan ke lokasi lain juga dalam badan sebagai akibat dari perbedaan temperatur yang ada di dalam badan - tidak ada gerakan makroskopik dari setiap bagian badan. Dengan mekanisme seperti inilah, akan ditunjukkan dalam pasal ini, panas yang dihasilkan dalam batang bahan bakar dipindahkan ke permukaan batang. Konveksi panas, sebaliknya, melibatkan perpindahan panas ke cairan atau gas, yang bergerak sebagai hasil dari perbedaan temperatur dan penolakan panas di lokasi lain. Jadi, panas yang di pindahkan dengan cara konduksi ke permukaan batang bahan bakar dibawa ke pendingin dan keluar dari sistem dengan cara konveksi. Hubungan dasar yang mengatur konduksi panas adalah hukum Fourier, yang untuk media isotropik ditulis sebagai Laju produksi panas total di dalam V adalah sama dengan Dimana : q'' : Laju aliran panas melalui satu satuan luas. T : Temperature. k : Sejumlah zat penting diberikan q''' : Laju produksi panas per satuan volume.

  Hasil ini dapat diterapkan untuk beberapa masalah yang menarik dalam reaktor nuklir. Salah satu masalah sentral, seperti yang terlihat, adalah perhitungan jumlah panas yang dapat dipindahkan keluar dari batang bahan bakar dan akhirnya ke pendingin pada suatu temperature maksimum dalam bahan bakar. Temperatur bahan bakar maksimal adalah suatu kondisi preset yang tidak boleh dilampaui untuk alasan keamanan.

2.4 Konduksi pada Silinder

  Arah perpindahan panas pada benda berbentuk silinder seperti tabung atau pipa adalah radial. Pada Gambar 2.4 ditunjukkan suatu pipa logam dengan jarijari dalam ri, jari- jari luar ro, dan panjang L, perbedaan suhu permukaan dalam dengan permukaan luar adalah

Gambar 2.2 Aliran radial panas di dalam silinder

  Perpindahan panas pada elemen dr yang jaraknya r dari titik pusat adalah: Luas bidang permukaan silinder berjari–jari r adalah Sehingga Bentuk umum persamaan konduksi panas silinder : Konduksi panas pada arah radial : Konduksi panas arah radial pada silinder dengan pembangkit energi :

2.5 Metode Beda Hingga (Finite Difference Method)

  Metode beda hingga adalah metode numerik yang umum digunakan untuk menyelesaikan persoalan teknis dan problem matematis dari suatu gejala fisis. Secara umum metode beda hingga adalah metode yang mudah digunakan dalam penyelesaian problem fisis yang mempunyai bentuk geometri yang teratur, seperti interval dalam

  1D (satu dimensi), domain kotak dalam dua dimensi, dan kubik dalam ruang tiga dimensi.

  Berbeda dengan metode elemen hingga (Finite Element Method) yang memiliki banyak variasi bentuk elemennya, yaitu bentuk segi empat, segi tiga dan segi yang lain. Sedangkan metode beda hingga bentuk diskritisasi elemennya hanya berbentuk segi empat saja.

  Aplikasi penting dari metode beda hingga adalah dalam analisis numerik, khususnya pada persamaan diferensial biasa dan persamaan diferensial parsial. Prinsipnya adalah mengganti turunan yang ada pada persamaan diferensial dengan diskritisasi beda hingga berdasarkan deret Taylor. Secara fisis, deret Taylor dapat diartikan sebagai besaran tinjauan pada suatu ruang dan waktu (ruang dan waktu tinjauan) dapat dihitung dari besaran itu sendiri pada ruang dan waktu tertentu yang mempunyai perbedaan yang kecil dengan ruang dan waktu tinjauan (Anderson, 1984). Atau secara matematis dapat dituliskan sebagai:

  Dengan h adalah r , subskrip i merupakan titik grid, superskrip n menunjukkan time step dan adalah reminder atau biasa disebut truncation error yang merupakan suku selanjutnya dari deret tersebut yang dapat dinyatakan sebagai berikut,

  Metode ini akan membuat pendekatan terhadap harga-harga yang tidak diketahui pada setiap titik secara diskrit. Dimulai dengan pemodelan dari suatu benda dengan membagi-bagi dalam grid atau kotak-kotak hitungan kecil yang secara keseluruhan masih memiliki sifat yang sama dengan benda utuh sebelum terbagi menjadi bagian-bagian yang kecil. Penerapan metode ini pada persamaan adveksi adalah memperkirakan persamaan differensial yang bersangkutan beserta syarat-syarat batasnya dengan seperangkat persamaan aljabar. Dengan mengganti daerah yang kontinu dengan suatu pola titik-titik tersebut. Sistem dibagi menjadi sejumlah subluas yang kecil dan memberi nomor acuan kepada setiap subluas.

  Metode beda hingga bersifat eksplisit, artinya keadaan suatu sistem atau solusi variabel pada suatu saat dapat digunakan untuk menentukan keadaan sistem pada waktu beriukutnya. Berbeda dengan metode implisit, yang mana penentuan solusi sistem harus dengan memecahkan sistem pada kedua keadaan, sekarang dan yang akan datang.

  Berdasarkan ekspansi Taylor di atas (persamaan 2.12), terdapat tiga skema beda hingga yang biasa digunakan dalam diskritisasi PDP, yaitu beda maju, maju mundur, dan maju tengah. Berikut adalah skema beda hingga untuk koordinat silinder pada arah radial.

Gambar 2.3 Skema beda hingga pada arah radial koordinat silinder

2.5.1 Beda Maju

  Untuk beda maju, mencari nilai suatu fungsi independent variabelnya di geser ke depan sebesar r. Berikut ekspansi Taylor :

  Secara umum, symbol T/ r* r menunjukkan kemiringan (gradient) nilai fungsi T pada jika r digeser sebesar r. Sementara symbol

  2 T/ r

  2

  menunjukkan lengkungan (curvature) dari titik tsb jika r digeser sebesar r.

2.5.2 Beda Mundur

  Untuk beda mundur, mencari nilai suatu fungsi independent variabelnya di geser ke belakang sebesar r. Berikut ekspansi Taylor : Maka,

2.5.3 Beda Tengah

  Jenis beda hingga yang ketiga adalah beda tengah, di mana untuk mencari kemiringan dari fungsi tersebut dengan menggunakan perbedaan nilai fungsinya dari beda depan dan beda belakang. Secara matematis, beda tengah adalah penjumlahan dari beda depan dan beda belakang.

  • atau