Identifikasi Jenis dan Pemetaan Penyebaran Tumbuhan Beracun di Hutan Lindung Sibayak II TAHURA Bukit Barisan, Kabupaten Karo

TINJAUAN PUSTAKA Tumbuhan Bawah

  Tumbuhan bawah adalah suatu jenis vegetasi dasar yang terdapat di bawah tegakan hutan kecuali permudaan pohon hutan, yang meliputi rerumputan, herba dan semak belukar. Dalam stratifikasi hutan hujan tropika, tumbuhan bawah menempati stratum D yakni lapisan perdu, semak dan lapisan tumbuhan penutup tanah pada stratum E. Keberadaan tumbuhan bawah di lantai hutan dapat berfungsi sebagai penahan pukulan air hujan dan aliran permukaan sehingga meminimalkan bahaya erosi. Selain itu, tumbuhan bawah juga sering dijadikan sebagai indikator kesuburan tanah dan penghasil serasah dalam meningkatkan kesuburan tanah. Selain fungsi ekologi, beberapa jenis tumbuhan bawah telah diidentifikasi sebagai tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan, tumbuhan obat, dan sebagai sumber energi alternatif. Namun tidak jarang juga tumbuhan bawah dapat berperan sebagai gulma yang menghambat pertumbuhan permudaan pohon khususnya pada tanaman monokultur yang dibudidayakan (Dahlan, 2011) .

  Golongan herba (herbaceous) atau terna merupakan jenis tanaman dengan sedikit jaringan sekunder atau tidak sama sekali (tidak berkayu) tetapi dapat berdiri tegak. Tanaman golongan semak dicirikan dengan batang yang berukuran sama dan sederajat. Pada umumnya tanaman ini mempunyai ketinggian di bawah 8 m. Rumput dikelompokkan ke dalam jenis tanaman penutup tanah. Tanaman ini setinggi- tinggi sekitar mata kaki (Ruhiko, 2011).

  Semai / anakan

  Anakan pohon adalah regenerasi awal dari pohon dengan ukuran ketinggian kurang dari 1,5 meter. Ukuran petak yang digunakan untuk pengukuran anakan adalah 2x2 meter. Sebagaimana pancang, tahap pertumbuhan anakan hanya dihitung individu serta jenis anakan saja. Tidak perlu dilakukan pengukuran diameter batang (Marpaung, 2013).

  Tumbuhan Beracun

  Indonesia tercatat mempunyai lebih dari 50 famili tumbuhan penghasil racun, sedang sekitar 250 famili lainnya belum diketahui kandungan bahan racunnya. Berdasarkan hasil penelitian sebagian tumbuhan tersebut, interaksi antara tumbuhan dan serangga yang terjadi telah menyebabkan sejumlah senyawa kimia metabolit sekunder tumbuhan mempengaruhi perilaku, perkembangan dan fisiologis serangga. Dengan strategi penggunaan yang tepat, metabolit sekunder ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengendali hama tertentu. Peranan tumbuhan dalam perkembangan pengobatan tradisi telah diakui selain daripada peranannya seperti sumber makanan, perhiasan, obat dan sebagainya (Hamid dan Nuryani, 1992) .

  Generasi saat ini lebih yakin kepada pengobatan secara tradisi walaupun akhirnya ada diantara mereka yang menerima pengobatan moden. Selain daripada tumbuhan yang digunakan sebagai obat, terdapat juga tumbuhan yang menjaga kesehatan manusia dan hewan. Tidak semua tumbuhan digunakan sebagai obat malah ada tumbuhan yang beracun. Tumbuhan beracun adalah tumbuhan- tumbuhan yang boleh menyebabkan kesakitan, mabuk atau kematian apabila kita memakan, meminum atau menyentuh bahagian-bahagian tertentu. Menurut Foray

  (1954) beliau mentafsirkan tumbuhan beracun sebagai tumbuhan yang menyebabkan kesehatan normal terganggu apabila bahagian-bahagian tertentu darinya digunakan oleh manusia atau hewan yang dapat menerima dampaknya. Kingsburg (1967) pernah meneliti lebih kurang 700 spesies tumbuhan yang beracun dan masih banyak lagi yang belum diketahui. Tumbuhan yang digolongkan ke dalam tumbuhan beracun terdiri daripada kumpulan rumpair, kulat, paku-pakis dan tumbuhan tinggi (Syahputra, 2001).

  Tumbuhan-tumbuhan yang ada di alam sangat banyak jenisnya. Dari berbagai jenis tumbuhan tersebut ada sebagian besarnya dimanfaatkan oleh manusiNamun ada beberapa yang jarang bahkan tidak dimanfaatkan oleh manusia karena berbahaya terutama bagi kesehatan manusia. Mungkin saja tanaman yang dibeli ataupun didapat dari teman-teman merupakan tanaman yang beracun. Keracunan yang ditimbulkan oleh tanaman-tanaman ini, umumnya belum ada penawar. Jadi sebaiknya diusahakan jangan sampai terpapar racun tumbuhan-tumbuhan tersebut (Seran, 2011).

  Beberapa ciri tumbuhan beracun sebagai berikut (Ardianto, 2013). − Memiliki duri tajam hampir di semua bagian.

  − Memiliki rambut atau bulu yang sangat lebat di bagian daun atau batang. − Memiliki getah yang pahit. − Memiliki bunga atau buah berwarna kuat atau gelap. − Beraroma tidak enak atau menyengat dan berasa pahit. − Daun terlihat utuh, tidak ada bekas-bekas serangan serangga.

  Klasifikasi Bahan Senyawa Beracun dalam Tumbuhan

  Racun dapat diidentifikasi pada tumbuhan beracun, dan kemungkinan dapat disebabkan oleh senyawa racun yang terkandung di dalam tumbuhan tersebut. Setiap jenis tumbuhan beracun mengandung zat-zat atau senyawa kimia yang berbeda-beda, namun, ada juga yang tidak. Sebagian besar dan berbagai macam jenis tumbuhan yang mengandung senyawa racun bersifat alami belum sepenuhnya diketahui atau belum dimanfaatkan secara mekanis. Beberapa tumbuhan mengandung dua atau lebih senyawa racun yang berbeda komponen kimianya satu dengan yang lainnya. Menurut Hanenson (1980), komponen- komponen kimia yang dihasilkan tumbuhan terbagi atas alkaloid, polipeptida dan asam amino, glikosida, asam oksalat, resin, phytotoxin dan mineral lainnya.

  1. Alkaloid Kandungan alkaloid dalam setiap tumbuhan 5-10% dan efek yang ditimbulkan hanya dalam dosis kecil. Kadar alkaloid pada tumbuhan berbeda- beda sesuai kondisi lingkungannya, dan alkaloid tersebar di seluruh bagian tumbuhan. Efek terkontaminasi alkaloid adalah pupil yang membesar, kulit terasa panas dan memerah, jantung berdenyut kencang, penglihatan menjadi gelap dan menyebabkan susah buang air.

  2. Polipeptida dan asam amino Hanya sebagian polipeptida dan asam amino yang bersifat racun. Bila terkontaminasi polipeptida, hypoglycin, akan menyebabkan reaksi hypoglycemic.

  3. Glikosida Glikosida adalah salah satu komponen yang dihasilkan melalui proses hidrolisis, yang biasa disebut aglikon. Glikosida adalah senyawa yang paling banyak terdapat pada tumbuhan daripada alkaloid. Gejala yang ditimbulkan apabila terkontaminasi glikosida adalah iritasi pada mulut dan perut, diare hingga menyebabkan overdosis.

  4. Oksalat Kadar asam oksalat pada tumbuhan tergantung dari tempat tumbuh dan iklim, yang paling banyak adalah saat akhir musim panas dan musim gugur.

  Karena oksalat dihasilkan oleh tumbuhan pada akhir produksi, yang terakumulasi dan bertambah selama tumbuhan hidup. Gejala yang ditimbulkan adalah mulut dan kerongkongan terasa terbakar, lidah membengkak hingga menyebabkan kehilangan suara selama dua hari, dan hingga menyebabkan kematian jika terhirup.

  5. Resin Resin dan resinoid termasuk ke dalam kelompok asam polycyclic dan penol, alkohol dan zat-zat netral lainnya yang mempunyai karakteristik fisis tertentu. Efek keracunan yaitu iritasi langsung terhadap tubuh atau otot tubuh. Termasuk juga gejala muntah-muntah. Apabila terkontaminasi dengan air buahnya menyebabkan bengkak dan kulit melepuh.

  6. Phytotoxin Phytotoxin adalah protein kompleks terbesar yang dihasilkan oleh sebagian kecil tumbuhan dan memiliki tingkat keracunan yang tinggi. Akibat terkontaminasi adalah iritasi hingga menyebabkan luka berdarah dan pembengkakan organ tubuh setelah terhirup (Widodo, 2005).

  Sistem Informasi Geografis (SIG)

  Informasi geografis dalam bentuk yang paling sederhana adalah informasi yang berkaitan dengan lokasi tertentu. Sedangkan dalam arti luas, sistem informasi geografis (SIG) merupakan suatu perangkat untuk mengumpulkan, menyimpan, mentransformasi, dan menyajikan ulang data spasial dari aspek- aspek permukaan bumi. Aplikasi SIG digunakan untuk memvisualisasikan data dan informasi dalam format spasial berupa peta lokasi kawasan ditemukannya plasma nutfah tumbuhan hasil eksplorasi. SIG juga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan identifikasi karakeristik wilayah dan biofisik lingkungan melalui teknik overlay data GPS terhadap peta informasi sumberdaya lahan. Perangkat berbasis SIG yaitu Global Positioning System (GPS) digunakan untuk menginformasikan letak koordinat bumi dari lokasi penemuan dan penyebaran beberapa tanaman yang dieksplorasi (Galingging dan Andy, 2007).

  SIG mempunyai kemampuan untuk menghubungkan berbagai data pada suatu titik tertentu di bumi, menggabungkannya, menganalisa, dan akhirnya memetakan hasilnya. Data yang diolah pada SIG adalah data spasial yaitu sebuah data yang berorientasi geografis dan merupakan lokasi yang memiliki sistem koordinat tertentu, sebagai dasar referensinya. Sehingga aplikasi SIG dapat menjawab beberapa pertanyaan seperti lokasi, kondisi, tren, pola dan pemodelan.

  Kemampuan inilah yang membedakan SIG dengan sistem informasi lainnya (Prahasta dan Eddy, 2009).

  Subsistem SIG

  SIG dapat diuraikan menjadi beberapa subsistem sebagai berikut (Prahasta dan Eddy, 2009) :

  a. Data Input Subsistem ini bertugas untuk mengumpulkan, mempersiapkan, dan menyimpan data spasial dan atributnya dari berbagai sumber. Sub-sistem ini pula yang bertanggung jawab dalam mengonversikan atau mentransformasikan format- format data aslinya ke dalam format yang dapat digunakan oeh perangkat SIG yang bersangkutan.

  b. Data Output Sub-sistem ini bertugas untuk menampilkan atau menghasilkan keluaran

  (termasuk mengekspornya ke format yang dikehendaki) seluruh atau sebagian basis data (spasial) baik dalam bentuk softcopy maupun hardcopy seperti halnya tabel, grafik, report, peta, dan lain sebagainya.

  c. Data Management Sub-sistem ini mengorganisasikan baik data spasial maupun tabel-tabel atribut terkait ke dalam sebuah sistem basis data sedemikian rupa hingga mudah dipanggil kembali atau di-retrieve, diupdate, dan diedit.

  d. Data Manipulation & Analysis Sub-sistem ini menentukan informasi-informasi yang dapat dihasilkan oleh SIG. Selain itu sub-sistem ini juga melakukan manipulasi (evaluasi dan penggunaan fungsi- fungsi dan operator matematis & logika) dan pemodelan data untuk menghasilkan informasi yang diharapkan.

  Pemetaan

  Peta merupakan penyajian secara grafis dari kumpulan data maupun informasi sesuai lokasinya secara dua dimensi. Informasi merupakan bentuk data yang telah dianalisis, berbeda dari data mentah maupun yang biasanya lebih sering hanya merupakan hasil pengukuran langsung. Ditinjau dari peranannya, peta adalah bentuk penyajian informasi spasial tentang permukaan bumi untuk dapat dipakai dalam pengambilan keputusan. Supaya bermanfaat, suatu peta harus dapat menampilkan informasi secara jelas, mengandung ketelitian yang tinggi, walaupun tidak dapat dihindari akan bersifat selektif dan mempunyai unsur generalisasi. Data pada suatu peta biasanya telah mengalami pengolahan, umumnya ditambah dengan ilmu pengetahuan agar lebih dapat dimanfaatkan langsung oleh pengguna. Semua kegiatan untuk menghasilkan tampilan informasi tersebut secara keruangan (spasial) adalah apa yang disebut dengan pemetaan.

  Pemetaan ini adalah suatu bentuk komunikasi secara grafis antara pembuat dan pemakai peta yang telah lama dikenal orang. Pengolahan data atribut dan data spasial dilakukan dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) (Nopelina, 2006).

  Taman Hutan Raya Bukit Barisan

  Taman Hutan Raya Bukit Barisan Sumatera Utara ditetapkan dalam satu unit pengelolaan yang berintikan kawasan hutan lindung dan kawasan konservasi.

  Sesuai dengan Keputusan Presiden No. 48 Tahun l988 tanggal 19 November 1988 Kawasan Hutan Sibolangit telah ditetapkan menjadi Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Barisan dengan luas areal seluruhnya 51.600 Ha. Yang meliputi 4 (empat) wilayah kabupaten. Kawasan tersebut, sebagian besar merupakan hutan lindung, yaitu Hutan Lindung Sibayak I, Hutan Lindung Simacik, Hutan Lindung Sibayak II, Hutan Lindung Simacik II, Hutan Lindung Sinabung dan Suaka Margasatwa Langkat Selatan. Wilayah kerja pengembangan meliputi seluruh kawasan Taman Hutan Raya Bukit Barisan yang termasuk dalam wilayah administratif Kabupaten Langkat, Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Karo dan Kabupaten Simalungun. Secara geografis kawasan Taman Hutan Raya Bukit Barisan terletak pada 03 03’ LU sampai dengan 03 22’ LU dan antara 97 57’ BT sampai dengan 98 44’ BT. Tahura Bukit Barisan merupakan Tahura ketiga di Indonesia yang ditetapkan oleh Presiden dengan Surat Keputusan Presiden R.I. No. 48 Tahun 1988 tanggal 19 Nopember 1988. Pembangunan Tahura ini sebagai upaya konservasi sumber daya alam dan pemanfaatan lingkungan melalui peningkatan fungsi dan peranan hutan. Kawasan hutan ini didominasi oleh jenis-jenis pohon pegunungan baik jenis lokal maupun yang berasal dari luar. Beberapa jenis tersebut antara lain : Pinus merkusii, Altingia

  

excelsa , Schima wallichii, Podocarpus sp, Toona surein dan jenis yang lain

  seperti durian, dadap, rambutan, pulai, aren, rotan, dan lain-lain. Jenis tanaman yang berasal dari luar diantaranya : Pinus caribeae, Pinus khasia, Pinus insularis,

  Eucalyptus sp , Agathis sp, dan lain-lain.Beberapa fauna yang hidup di kawasan ini

  antara lain : monyet, harimau, siamang, babi hutan, ular, elang, kecil, rusa, treggiling, dan lain-lain (Balai Konservasi Sumberdaya Alam I Medan, 1999) .

  Hutan lindung

  Hutan lindung (protected forest) adalah suatu kawasan hutan yang telah ditetapkan oleh pemerintah atau kelompok masyarakat tertentu untuk dilindungi, agar fungsi-fungsi ekologisnya terutama menyangkut tata air dan kesuburan tanah tetap dapat berjalan dan dinikmati manfaatnya oleh masyarakat di sekitarnya. Undang-undang RI no 41/1999 tentang Kehutanan menyebutkan : “Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah”. Dari pengertian di atas tersirat bahwa hutan lindung dapat ditetapkan di wilayah hulu sungai (termasuk pegunungan di sekitarnya) sebagai wilayah tangkapan hujan (catchment area), di sepanjang aliran sungai bilamana dianggap perlu, di tepi-tepi pantai (misalnya pada hutan bakau), dan tempat-tempat lain sesuai fungsi yang diharapkan (Sabiet, 2010).

  Keadaan Lapangan Tahura Bukit Barisan pada umumnya terjal hingga puncak Gunung Sinabung yang tingginya 2.451 meter dan Sibayak setinggi 2.211 meter di Kabupaten Karo, dan sebagian kecil bergelombang dan landai di kaki perbukitan Bukit Barisan. Seluruh kawasan Tahura Bukit Barisan yang luasnya 51.600 Hektare itu, berasal dari hutan lindung 38.273 Hektare (74,17%), Taman Nasional 13.000 Hektare (25,20%), Bumi Perkemahan Pramuka Sibolangit 200 Hektare (0,39%), Cagar Alam Sibolangit 120 Hektare (0,23%), dan Taman Wisata Lau Debuk-debuk 7 Hektare (0,01%). Luas hutan Lindung Sibayak II adalah 6350 ha (Tarigan, 2013).