View of PENGARUH INTERVENSI PSIKOEDUKASI TERHADAP DEPRESI PADA LANSIA DI KELURAHAN SITU KABUPATEN SUMEDANG

PENGARUH INTERVENSI PSIKOEDUKASI TERHADAP DEPRESI PADA LANSIA DI KELURAHAN SITU KABUPATEN SUMEDANG

Dewi Dolifah 1) , Ahmad Yamin 2) , Taty Hernawaty 3)

dewidolifah@gmail.com

Abstrak

Depresi merupakan gangguan psikologis yang paling umum terjadi pada tahun-tahun terakhir kehidupan manusia. Depresi dapat timbul secara spontan atau sebagai reaksi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia. Di Indonesia prevalensi depresi pada lansia cukup tinggi yaitu sebesar 30%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh intervensi psikoedukasi terhadap depresi pada lansia di Kelurahan Situ Kabupaten Sumedang. Desain penelitian quasi eksperimental pre test-post test with control group. Sampel pada penelitian berjumlah 72 orang yang terdiri dari 36 orang kelompok intervensi dan 36 orang kelompok kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lansia yang diberikan intervensi psikoedukasi mengalami perubahan secara bermakna terhadap kondisi depresi dibandingkan dengan lansia yang diberikan intervensi general education (P value < α 0.05), adanya perbedaan yang signifikan pada perubahan kondisi depresi lansia yang diberikan intervensi psikoedukasi dibandingkan dengan lansia yang diberikan intervensi general education (P value< α 0.05). Intervensi psikoedukasi direkomendasikan pada lansia yang mengalami depresi dengan kategori depresi ringan/sedang.

Kata Kunci : Depresi, intervensi psikoedukasi, intervensi general education.

Abstract

Depression is a psychological disorder that most commonly occurs in the last years of human life. Depression can arise spontaneously or as a reaction to changes that occur in the elderly. Prevalance rate of depression among elderly In Indonesia is quite high at 30%. The aim of this study was to determine the effect of psychoeducation on depression of life among elderly in Situ Village of Sumedang District. The research design was quasi-experimental pre-test post-test with control group. The samples of this research are 72 respondents, 36 respondents in the intervention group and 36 respondents in the control group. This results showed a significantly changed conditions of depression among the elderly who receive psychoeducation intervention to compared to the elderly receive a gen eral education (p value<0.05 α). The existance of significant difference in the conditions of depression among the elderly who receive psychoeducation intervention to to compared to the elderly receive a general education (p value<0.05 α). Psychoeducation are recommended for elderly with depression with category mild /moderate depression.

Keyword: Depression, elderly, psychoeducation interventions, general education interventions.

A. PENDAHULUAN

Wujud nyata dari keberhasilan pembangunan kesehatan di Indonesia dapat dilihat dari makin meningkatnya rata-rata umur harapan hidup penduduk Indonesia, yang berdampak pada makin banyaknya jumlah lansia pada populasi penduduk Indonesia. Peningkatan usia harapan hidup ini mengindikasikan bahwa jumlah penduduk lansia dari tahun ke tahun akan semakin meningkat. Hal ini akan memberikan implikasi bahwa pelayanan kepada lansia termasuk pelayanan kesehatan perlu peningkatan baik dari segi kualitas maupun kuantitas.

Lansia atau lanjut usia adalah seseorang yang telah berumur lebih dari 60 tahun (WHO, 2010). Batasan usia pada lansia ini juga sesuai dengan batasan usia yang ditetapkan di Indonesia yang tercantum dalam Undang-undang nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia menyatakan bahwa lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas (BPKP, 1998). Pada tahun 2000 jumlah lansia di dunia sekitar 600 juta (11%), tahun 2025 diperkirakan meningkat menjadi 1,2 milyar (22%) dan tahun 2050 diperkirakan menjadi 2 milyar. Data United Nations Departement of economic and social affairs (UNDESA) bahwa hampir setengah jumlah penduduk lansia di dunia hidup di Asia yang proporsi populasi lansianya tahun 2006 sebesar (9%) dan tahun 2050 diperkirakan (24%). Indonesia adalah salah satu negara berkembang di Asia yang menempati posisi ke-4 setelah Cina, India dan Jepang yang memiliki populasi lansia terbanyak (Komnas Lansia, 2011). Data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa penduduk lanjut usia di Indonesia pada tahun 2000 sebanyak 14.439.967 jiwa (7,18 %), selanjutnya pada tahun 2010 meningkat menjadi 23.992.553 jiwa (9,77 %). Pada tahun 2020 diprediksikan jumlah lanjut usia mencapai 28.822.879 jiwa (11,34%) (Kemensos, 2012). Provinsi yang mempunyai jumlah penduduk lansia terbanyak di Indonesia yaitu Yogyakarta (12,48 %), Jawa Timur (9,36 %), Jawa Tengah (9,26 %), Bali (8,77 %) dan Jawa Barat (7,09 %) (Komnas Lansia, 2010). Jawa Barat merupakan salah satu provinsi dengan jumlah penduduk lansia terbanyak di Indonesia. Jumlah Penduduk Jawa Barat sebanyak 46.497.175 jiwa, yang terdiri dari 7,89% usia ≥ 60 tahun (3.669.908 jiwa), dan 68,95% usia 15–59 tahun (32.061.615 jiwa) (Profil Kependudukan Jawa Barat, 2011).

Menjadi tua adalah suatu proses alami yang terjadi pada manusia. Lansia bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan suatu tahap akhir dari siklus hidup manusia, dan merupakan proses dari kehidupan yang tidak dapat dihindari dan akan dialami oleh setiap orang. Proses menjadi lansia Menjadi tua adalah suatu proses alami yang terjadi pada manusia. Lansia bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan suatu tahap akhir dari siklus hidup manusia, dan merupakan proses dari kehidupan yang tidak dapat dihindari dan akan dialami oleh setiap orang. Proses menjadi lansia

Perubahan biologis yang terjadi dalam proses menua dimulai dari perubahan tingkat sel hingga perubahan pada tingkat sistem organ(Ham, 2007). Perubahan ini akan berdampak pada perubahan sistem organ seperti perubahan pada kulit, jantung, paru, ginjal, sistem gastrointestinal,sistem muskuloskeletal, sistem imun, sistem saraf dan organ sensori. Pada sistem sensori, proses menua akan mengakibatkan penurunan fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman maupun perasa (Ham, 2007; Nugroho,2000). Penurunan fungsi sistem sensori ini sangat menghambat interaksi lansia dengan orang lain, sehingga lansia mudah frustasi akibat kesulitan dalam berkomunikasi dengan orang lain. Semua perubahan sistem tubuh pada lansia akibat proses menua mengakibatkan lansia mengalami penurunan kemampuan aktivitas fisik dan perubahan penampilan fisik yang tidak diinginkan, sehingga lansia tidak produktif lagi secara sosial dan ekonomi. Keadaan ini merupakan suatu stressor yang dapat menimbulkan perasaan negatif bagi lansia yakni perasaan tidak berdaya, tidak berguna, frustasi, putus asa, sedih dan perasaan terisolasi, sehingga lansia akan meminimalkan interaksi dengan orang lain.

Selain perubahan biologis, proses menua juga memberikan dampak pada perubahan psikologis lansia. Perubahan psikologis lansia berkaitan erat dengan perubahan biologis yang dialaminya. Adanya perubahan biologis atau fisik pada lansia akan berdampak pada kemampuan sensasi, persepsi dan penampilan psikomotor yang sangat penting bagi fungsi individu sehari-hari (Atchley & Barusch, 2004). Menurut Maramis (1995), permasalahan yang menarik pada lansia adalah kurangnya kemampuan dalam beradaptasi secara psikologis terhadap perubahan yang terjadi pada dirinya. Penurunan fungsi ini akan memberikan efek pada kemampuan belajar, daya ingat, berpikir, menyelesaikan masalah, daya kreativitas, intelegensi, keahlian dan kebijaksanaan. Perubahan yang terjadi tersebut dapat menghambat lansia untuk melakukan aktivitas dewasa seperti bekerja, melakukan pekerjaan rumah dan kesenangan. Lansia yang tidak siap dengan perubahan tersebut akan sangat berdampak pada perubahan psikologisnya. Perubahan sosial yang dapat dialami lansia adalah perubahan status dan perannya dalam kelompok atau masyarakat, kehilangan pasangan hidup, serta kehilangan sistem dukungan dari keluarga, teman dan tetangga (Ebersole, et al., 2005).

Pada masa lansia, individu dituntut untuk dapat bersosialisasi kembali dengan kelompoknya, lingkungannya dan generasi ke generasi. Sosialisasi berarti lansia meningkatkan kemampuan untuk berpartisifasi dalam kelompok sosialnya. Ketidakmampuan bersosialisasi dalam lingkungan yang berbeda dari kehidupan sebelumnya merupakan suatu stressor yang cukup berarti bagi lansia. Menurunnya kontak sosial membawa lansia pada masalah depresi. Depresi dipandang sebagai suatu masalah bermakna bagi lansia (Miller, 1995).

Berbagai persoalan hidup yang menimpa lanjut usia sepanjang hayatnya seperti : kemiskinan, kegagalan yang beruntun, stress yang berkapanjangan, ataupun konflik dengan keluarga atau anak, atau kondisi lain seperti tidak memiliki keturunan yang bisa merawatnya. Kondisi –kondisi hidup seperti ini dapat memicu terjadinya depresi (Hurlock, 2004). Depresi merupakan salah satu penyakit yang banyak terjadi di kalangan lansia. Umumnya angka depresi terjadi dua kali lebih tinggi di kalangan lansia daripada orang dewasa (Alexopoulus, Bruce Hull, Sirey & Kakuma, 1999).

Depresi merupakan suatu keadaan emosi yang ditandai dengan kesedihan yang sangat, perasaan tidak berharga dan perasaan bersalah, menarik diri dari orang lain, susah tidur,kehilangan nafsu makan dan kesenangan terhadap aktivitas sehari-hari (Davidson & Neale , 2002).

Menurut Blazer (2003), terdapat beberapa faktor menjadi penyebab depresi pada lansia, yaitu faktor biologis, psikologis, dan sosial. Faktor biologis yang menjadi penyebab depresi pada lansia biasanya comorbid dengan kondisi fisik dan kejiwaan. Depresi biasanya berkaitan dengan penyakit seperti diabetes, gangguan pernapasan, gangguan ginjal, alzheimer, dan masalah-masalah kesehatan lainnya. Kemunculan depresi sendiri dapat disebabkan oleh adanya masalah kesehatan tersebut. Hal ini dapat berlaku sebaliknya, yaitu depresi berkepanjangan dapat pula mencetuskan munculnya masalah kesehatan pada lansia, misalnya karena depresi, mereka tidak makan dengan baik hingga kesehatannya terganggu.

Faktor psikologis yang dapat menyebabkan depresi pada lansia salah satunya adalah pikiran negatif yang mereka miliki ketika menghadapi suatu masalah dalam hidupnya. Lansia yang mempersepsikan masalah secara negatif akan memiliki tendensi mengembangkan depresi yang levelnya lebih tinggi daripada yang tidak mempersepsikan masalah secara negatif. Kemampuan coping dengan masalah juga menentukan daya tahan yang dimiliki lansia untuk tidak mengalami Faktor psikologis yang dapat menyebabkan depresi pada lansia salah satunya adalah pikiran negatif yang mereka miliki ketika menghadapi suatu masalah dalam hidupnya. Lansia yang mempersepsikan masalah secara negatif akan memiliki tendensi mengembangkan depresi yang levelnya lebih tinggi daripada yang tidak mempersepsikan masalah secara negatif. Kemampuan coping dengan masalah juga menentukan daya tahan yang dimiliki lansia untuk tidak mengalami

Faktor sosial yang menyebabkan depresi pada lansia ini khususnya bicara mengenai keberadaan dukungan sosial (social support). Ketika memasuki usia lansia, individu akan meninggalkan lingkungan pekerjaan, tidak lagi aktif seperti dahulu, hingga mengalami perubahan dalam sistem sosialnya. Ketika sudah tidak aktif berhubungan dengan orang lain, lansia dapat merasa kesepian, dan hal ini memiliki potensi untuk berkembang menjadi depresi, terlebih jika mereka tidak memiliki kegiatan apapun dan teman beraktivitas sehari-hari.

Tanda dan gejala depresi pada lansia menurut Segal, et al, (2009), yaitu adanya perasaan sedih, mudah lelah, penurunan terhadap minat dan hobi, penurunan aktifitas dan pertemanan, penurunan berat badan, gangguan pola tidur serta memiliki penilaian negatif pada diri sendiri seperti (cemas akan menjadi beban, perasaan tidak berharga, benci pada diri sendiri), peningkatan penggunaan alkohol atau obat-obatan lain, berfikir tentang kematian, serta memiliki upaya bunuh diri.

Menurut Gellis & McCracken (2008), sebagai gambaran data kasus gangguan depresi berat pada lansia di Amerika kurang lebih mencapai 6%-24% dari populasi lansia keseluruhan. Sementara itu, kasus-kasus depresi ringan yang menampilkan simptom depresi pada lansia dilaporkan berjumlah 12%-50% dari populasi lansia keseluruhan.

Prevalensi depresi pada lansia di dunia berkisar 8-15% dan hasil meta analisis dari laporan negara-negara di dunia mendapatkan prevalensi rata-rata depresi pada lansia adalah 13,5% dengan perbandingan wanita-pria 14,1: 8,6 dimana wanita dua kali lebih banyak daripada pria. Adapun prevalensi depresi pada lansia yang menjalani perawatan di RS dan panti perawatan sebesar 30% (Kompas, 2008). Hal ini menunjukkan bahwa prevalensi depresi pada lansia yang terjadi di masyarakat di dunia cukup tinggi dan sebagian besar adalah wanita.

Data prevalensi depresi pada lansia di Indonesia cukup tinggi. Di Indonesia prevalensi depresi pada lansia berdasarkan penelitian kesehatan Universitas Indonesia dan Oxford Institute of aging menunjukkan bahwa 30% dari jumlah lansia di Indonesia mengalami depresi (Komnas lansia, 2011). Hal ini didukung oleh data Riset Kesehatan Dasar Tahun 2007 bahwa gangguan mental emosional (di atas usia 15 tahun termasuk lansia) sekitar 11,6% dan di Jawa Barat menempati urutan yang tertinggi yaitu 20% (Depkes RI, 2008). Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata prevalensi angka Data prevalensi depresi pada lansia di Indonesia cukup tinggi. Di Indonesia prevalensi depresi pada lansia berdasarkan penelitian kesehatan Universitas Indonesia dan Oxford Institute of aging menunjukkan bahwa 30% dari jumlah lansia di Indonesia mengalami depresi (Komnas lansia, 2011). Hal ini didukung oleh data Riset Kesehatan Dasar Tahun 2007 bahwa gangguan mental emosional (di atas usia 15 tahun termasuk lansia) sekitar 11,6% dan di Jawa Barat menempati urutan yang tertinggi yaitu 20% (Depkes RI, 2008). Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata prevalensi angka

Depresi pada lansia seringkali lambat terdeteksi, misdiagnostik dan tidak ditangani dengan baik, hal ini karena gambaran klinisnya yang tidak khas. Depresi pada lansia lebih banyak tampil dalam keluhan somatis, seperti: kelelahan kronis, gangguan tidur, penurunan berat badan dan sebagainya (Miller, 2004). Depresi pada lansia mempunyai dampak negatif pada kualitas hidupnya. Lansia merasa tidak puas dengan fungsi sosialnya, mempunyai tingkat kepuasan hidup yang rendah dan persepsi kesehatan fisik dan mental yang rendah (Miller, 2004). Gejala depresi berupa rasa khawatir, lelah, afek sedih, gangguan tidur dan kehilangan minat secara langsung berpengaruh terhadap kesehatan dan kualitas hidup lansia (Miller, 2004). Menurut Blazer (2002, dalam Miller, 2004) semua dampak negatif depresi ini secara signifikan telah berdampak negatif terhadap kualitas hidup lansia, sebab hal ini akan menyebabkan lansia memandang ”struktur dan tujuan hidupnya” dengan cara yang negatif pula.

Penanganan utama untuk depresi pada lansia saat ini sudah banyak dikembangkan melalui pendekatan biologis dan pendekatan psikologis serta kombinasi di antara keduanya. Kedua pendekatan ini terbukti efektif untuk mengatasi depresi pada lansia (Das.,et al, 2007). Berdasarkan pengembangan penelitian Rybarczyk, et al (2001), tentang penggunaan terapi yang bersifat Multikomponen bernama General Multi-Component Wellness (GMW) untuk mengatasi berbagai masalah psikologis yang dialami oleh lansia. Dasar pemikiran penelitian tersebut adalah mengkombinasikan Self-Help Skills dan informasi di dalam terapi, diantaranya dengan memberikan psikoedukasi hubungan pikiran dengan tubuh, relaksasi, pendekatan kognitif, latihan pemecahan masalah, cara komunikasi yang efektif, dan psikoedukasi mengenai masalah kesehatan tertentu.

Dampak yang ditimbulkan depresi pada lansia diperlukan pendekatan dan suatu upaya khusus yang ditujukan untuk penanganan depresi pada lansia termasuk intervensi keperawatan yang dilakukan oleh perawat Perawat yang berada dalam tatanan yang bervariasi (rumah sakit medis, tatanan perawatan panjang, kesehatan komunitas) berada pada posisi penting untuk mengidentifikasi dan mengatasi depresi pada lansia (Marry & Kathleen, 2011). Upaya yang dilakukan perawat beserta pihak yang terkait lainnya dalam melaksanakan intervensi keperawatan bersifat edukatif yaitu agar lansia lebih menyadari perlunya meningkatkan taraf kesehatannya karena sesungguhnya lansia Dampak yang ditimbulkan depresi pada lansia diperlukan pendekatan dan suatu upaya khusus yang ditujukan untuk penanganan depresi pada lansia termasuk intervensi keperawatan yang dilakukan oleh perawat Perawat yang berada dalam tatanan yang bervariasi (rumah sakit medis, tatanan perawatan panjang, kesehatan komunitas) berada pada posisi penting untuk mengidentifikasi dan mengatasi depresi pada lansia (Marry & Kathleen, 2011). Upaya yang dilakukan perawat beserta pihak yang terkait lainnya dalam melaksanakan intervensi keperawatan bersifat edukatif yaitu agar lansia lebih menyadari perlunya meningkatkan taraf kesehatannya karena sesungguhnya lansia

Psikoedukasi adalah suatu intervensi yang dapat dilakukan pada individu, keluarga, dan kelompok yang fokus pada mendidik partisipannya mengenai tantangan signifikan dalam hidup, membantu partisipan mengembangkan sumber-sumber dukungan dan dukungan sosial dalam menghadapi tantangan tersebut, dan mengembangkan keterampilan koping untuk menghadapi tantangan tersebut (Walsh, 2010). Ada berbagai program psikoedukasi yang berfokus pada pendidikan yang telah ditemukan untuk membantu dalam mengurangi tingkat kekambuhan, beban penyakit serta meningkatkan gejala dan peran serta pasien.

Program yang mencakup topik seperti kesadaran semua pasien tentang penyakit, mengetahui lebih banyak tentang penyebab penyakit, kebutuhan tentang pengobatan dan pilihan pengobatan yang berbeda, menghadapi perubahan suasana hati, kesadaran tetang efek samping obat dan pentingnya gaya hidup yang teratur ( Colom & Vieta, 2006; Dashtbozorgi et al, 2009; fayyazi et al, 2009; Sadoks et al, 2009; Wheeler, 2010).

Metode intervensi psikoedukasi yang dilakukan pada lansia yang mengalami depresi pada penelitian ini dengan mengemas materi edukasi dalam bentuk booklet yang diberikan dalam 4 (empat) sesi yang berisi tentang identifikasi perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia baik fisik, psikologis/kejiwaan maupun sosial, deteksi dini penyakit (identifikasi faktor-faktor yang dapat menyebabkan depresi serta masalah/dampak yang muncul akibat faktor penyebab depresi pada lansia), identifikasi pengenalan pengobatan dan kepatuhan terhadap anjuran terapis serta evaluasi keteraturan gaya hidup (manajemen stress dan keterampilan koping). Psikoedukasi dapat diberikan oleh penyedia pelayanan kesehatan seperti dokter, psikolog, perawat, terapis okupasi dan spesialis (Family psychoeducation, 2002).

Hasil studi pendahuluan dan observasi yang dilakukan peneliti bersama kader kesehatan lansia terhadap lansia berusia ≥ 60 tahun yang dilakukan secara acak di RW 01, RW 06 dan RW 15

Kelurahan Situ ditemukan ada sekitar 15 orang yang mengalami gejala yang mengarah kepada depresi terutama karena adanya kelemahan fisik, perubahan kondisi kesehatan lansia yang menurun, gangguan komunikasi dan interaksi yang mengakibatkan lansia tidak mampu melakukan aktivitas seperti biasanya.

Fenomena yang terjadi tersebut didukung oleh faktor yang terdapat pada lansia, seperti latar belakang psikososial lansia yang tinggal dengan keluarga yang sosial ekonomi kurang mampu (keluarga miskin), tingkat pendidikan, status perkawinan, juga faktor kurangnya dukungan serta peran serta dari keluarga kepada lansia. Kejadian depresi pada lansia yang terjadi memerlukan suatu upaya khusus yang ditujukan untuk penanganan depresi pada lansia, termasuk intervensi keperawatan diberikan.

Berdasarkan fenomena tersebut, maka peneliti merumuskan masalah dalam penelitian ini: sejauhmana pengaruh intervensi psikoedukasi terhadap depresi pada lansia di Kelurahan Situ Kabupaten Sumedang.

B. METODE

Penelitian ini menggunakan desain quasi experiment (eksperimen semu), dengan rancangan Pre-Post Test With Control Group dengan intervensi psikoedukasi, sedangkan metode pengambilan sampel ditetapkan dengan simple random sampling yaitu dengan jumlah responden sebanyak 72 orang, 36 orang responden untuk kelompok intervensi dan 36 orang responden untuk kelompok kontrol. Sampel dipilih berdasarkan criteria inklusi yaitu: lansia yang berusia ≥ 60 tahun, tinggal dengan keluarga, yang mengalami depresi berdasarkan penilaian peneliti menggunakan kuesioner GDS /Gerontic Depression Scale yaitu depresi ringan/sedang (dengan nilai GDS ≥ 11 dan ≤ 20), komunikatif dan kooperatif, bersedia menjadi responden. Instrumen telah diuji coba dan di uji validitas dimana semua item valid dan realiabilitas dengan r hasil = 0,444.

Pengumpulan data dilakukan setelah seleksi lansia yang telah memenuhi kriteria inklusi penelitian. Lansia yang tinggal diwilayah RW 04,05,06,08 dan 09 sebanyak 36 orang sebagai kelompok intervensi dan lansia yang berada diwilayah RW 11,13, 14, 15 dan RW 16 sebanyak 36 Pengumpulan data dilakukan setelah seleksi lansia yang telah memenuhi kriteria inklusi penelitian. Lansia yang tinggal diwilayah RW 04,05,06,08 dan 09 sebanyak 36 orang sebagai kelompok intervensi dan lansia yang berada diwilayah RW 11,13, 14, 15 dan RW 16 sebanyak 36

Intervensi yang dilakukan adalah intervensi psikoedukasi yang diberikan pada kelompok intervensi dan intervensi general edukasi pada kelompok kontrol. Post-test dilakukan setelah intervensi pada kedua kelompok yang bertujuan untuk mengetahui perubahan kondisi depresi pada lansia sesudah intervensi diberikan.

Analisis data diolah dengan menggunakan program statistik yang meliputi analisis univariat untuk mengetahui karakteristik responden yang meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan dan dukungan psikososial keluarga, sedangkan analisa bivariat dilakukan untuk menganalisis perubahan kondisi depresi pada lansia masing-masing kelompok intervensi dan kelompok kontrol sebelum dan sesudah dilakukan intervensi dengan menggunakan uji Wilcoxon Test, dan untuk menganalisis perbedaan kondisi depresi pada masing-masing kelompok intervensi dan kelompok kontrol sebelum dan sesudah dilakukan intervensi, peneliti menggunakan uji Mann-Whitney Test.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. HASIL PENELITIAN

Pada bagian ini menjelaskan tentang analisis kondisi depresi pada lansia, kesetaraan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol, perbedaan antara sebelum dan sesudah diberikan intervensi pada kedua kelompok serta perbedaan kondisi depresi antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol sesudah dilakukan intervensi.

3.1.1. Kondisi Depresi Pada Lansia Sebelum dilakukan Intervensi Psikoedukasi dan General Education. Berdasarkan hasil analisis statistik didapatkan bahwa uji kesetaraan dari kondisi depresi lansia pada kelompok intervensi p = 0,433 dan kelompok kontrol p = 0,342, sehingga hasil uji kesetaraan antara kelompok intervensi dengan kelompok kontrol sebelum dilakukan intervensi memiliki varian yang sama atau setara yaitu dengan (p value > α 0,05).

3.1.2. Kondisi depresi pada lansia sebelum dan sesudah dilakukan intervensi psikoedukasi pada kelompok intervensi Berdasarkan hasil analisis didapatkan hasil yaitu sebelum dilakukan intervensi psikoedukasi pada kelompok intervensi kondisi depresi pada lansia sebanyak 36 (100%) responden mengalami depresi ringan/sedang, sesudah dilakukan intervensi psikoedukasi kondisi depresi pada lansia mengalami perubahan secara bermakna sebanyak 25 (69,4%) responden mengalami perubahan kondisi tidak mengalami depresi.

3.1.3 Kondisi depresi pada lansia sebelum dan sesudah dilakukan intervensi General Education pada kelompok kontrol. Berdasarkan hasil analisis menunjukan bahwa sebelum dilakukan intervensi General education pada kelompok kontrol kondisi depresi lansia sebanyak 36 (100%) responden mengalami depresi ringan/sedang, sesudah dilakukan intervensi general education pada lansia kondisi depresi mengalami perubahan secara bermakna sebanyak 14 (38,9 %) responden mengalami perubahan kondisi yaitu tidak mengalami depresi.

3.1.4. Perubahan Kondisi Depresi Lansia pada Kelompok Intervensi Sebelum Dan Sesudah dilakukan Intervensi Psikoedukasi. Berdasarkan hasil analisis statistik didapatkan bahwa rerata kondisi depresi sebelum dilakukan intervensi psikoedukasi adalah 14,67, sedangkan rerata kondisi depresi sesudah dilakukan intervensi psikoedukasi adalah 9,50 adanya perubahan kondisi depresi pada lansia secara bermakna sesudah dilakukan intervensi psikoedukasi yaitu 5,17 poin atau 35,2% dengan nilai signifikansi 0,000 (P value < α 0,05), dengan demikian terdapat perbedaan secara bermakna pada kondisi depresi lansia sesudah diberikan intervensi psikoedukasi pada kelompok intervensi dengan nilai rerata 9,50 hal ini termasuk penilaian tidak mengalami depresi.

3.1.5. Perubahan Kondisi Depresi Lansia pada Kelompok Kontrol Sebelum dan Sesudah dilakukan Intervensi General Education. Berdasarkan hasil analisis statistic didapatkan hasil bahwa rerata kondisi depresi sebelum dilakukan intervensi general education adalah 13,58, sedangkan rerata kondisi depresi sesudah dilakukan intervensi general education adalah 11,58 adanya perubahan 3.1.5. Perubahan Kondisi Depresi Lansia pada Kelompok Kontrol Sebelum dan Sesudah dilakukan Intervensi General Education. Berdasarkan hasil analisis statistic didapatkan hasil bahwa rerata kondisi depresi sebelum dilakukan intervensi general education adalah 13,58, sedangkan rerata kondisi depresi sesudah dilakukan intervensi general education adalah 11,58 adanya perubahan

3.1.6 Perbedaan Kondisi Depresi Pada Kelompok Intervensi Dan Kelompok Kontrol Sesudah Diberikan Intervensi Psikoedukasi dan General Education Pada Lansia Di Kelurahan Situ Kabupaten Sumedang.

Berdasarkan hasil analisa pada didapatkan nilai p value = 0,009 (p<0,05) pada kelompok intervensi maupun kelompok kontrol, berdasarkan nilai yang didapat sesudah dilakukan intervensi, kelompok yang diberikan intervensi psikoeduksi mengalami perubahan kondisi depresi pada lansia secara bermakna dibandingkan dengan kelompok kontrol yang diberikan intervensi general education, d engan demikian dapat disimpulkan bahwa pada α (0,05) lansia yang dilakukan intervensi psikoedukasi mengalami perubahan secara bermakna pada kondisi depresi dibandingkan lansia yang dilakukan intervensi general education.

3.2 PEMBAHASAN

3.2.1 Pengaruh Intervensi Psikoedukasi terhadap Perubahan Kondisi Depresi pada Lansia. Kondisi depresi pada lansia yang dilakukan intervensi psikoedukasi menunjukkan adanya perubahan yang bermakna sebelum dan sesudah intervensi diberikan. Adanya perbedaan perubahan kondisi depresi pada lansia secara bermakna sesudah dilakukan intervensi psikoedukasi secara bermakna yang dimaksud dalam hasil penelitian ini adalah bahwa kondisi depresi pada lansia mengalami perubahan ke arah yang lebih baik, dimana nilai hasil pengukuran depresi mengalami perubahan pada lansia yaitu sebagian besar lansia tidak mengalami depresi sesudah dilakukan intervensi psikoedukasi. Depresi merupakan gangguan psikologis yang paling umum terjadi pada tahun-tahun terakhir kehidupan individu. Depresi dapat timbul secara spontan atau sebagai reaksi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia. Depresi pada lansia lebih banyak tampil dalam keluhan somatis, seperti: kelelahan kronis, gangguan tidur, penurunan berat badan dan sebagainya (Miller, 2004). Penurunan fungsi fisik merupakan salah satu konsekuensi dari depresi yang dialami oleh lansia. Secara psikologis, lansia yang mengalami depresi dapat mempunyai perasaan cemas, iritabel, penurunan harga diri, tidak ada perasaan atau perasaan kosong dan perasaan negatif tentang diri sendiri. Perubahan psikososial lansia akibat depresi ini sangat merugikan bagi kesehatan lansia

tersebut baik bagi kesehatan fisik maupun kesehatan mentalnya (jiwanya). Sedangkan secara sosial depresi ini akan mengakibatkan lansia kehilangan minat untuk melakukan aktivitas sosial dengan orang lain. Menurut Roy (1999), bahwa lansia sebagai mahluk biopsikososial yang memiliki mekanisme koping untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan sehingga lansia selalu berinteraksi terhadap perubahan tersebut. Kemampuan adaptasi setiap lansia akan berespon terhadap kebutuhan fisiologis, kebutuhan konsep diri yang positif, kemampuan untuk hidup mandiri serta kemampuan akan peran dan fungsi secara optimal untuk memelihara integritas diri. Sehingga apabila lansia tidak mampu beradaptasi terhadap lingkungan akan terjadi perubahan terutama perubahan psikologis. Depresi pada lansia mempunyai dampak negatif pada kualitas hidupnya. Lansia merasa tidak puas dengan fungsi sosialnya, mempunyai tingkat kepuasan hidup yang rendah dan persepsi kesehatan fisik dan mental yang rendah (Miller, 2004). Penanganan utama untuk depresi pada lansia saat ini sudah banyak dikembangkan melalui pendekatan biologis dan pendekatan psikologis serta kombinasi di antara keduanya. Kedua pendekatan ini terbukti efektif untuk mengatasi depresi pada lansia (Das.,et al, 2007). Pendekatan biologis dilakukan dengan pemberian obat-obatan anti-depresan yang diberikan oleh tenaga medis ahli. Sedangkan pendekatan psikologis dilakukan dengan menggunakan pendekatan psikoterapi diantaranya yang sudah berkembang yaitu terapi Terapi Kognitif- Perilaku atau Cognitive Behavioral Therapy (CBT), Terapi Interpersonal atau Interpersonal Therapy (IPT), dan Terapi Perilaku Dialektikal atau Dialectical Behavioral Therapy (DBT) (Arjadi, 2012). Sementara terapi psikososial bertujuan mengatasi masalah seperti mengatasi kepribadian maladaptif, distorsi pola berpikir, mekanisme koping yang tidak efektif, hambatan relasi interpersonal. Terapi ini juga dilakukan untuk mengatasi masalah sosiokultural, seperti keterbatasan dukungan dari keluarga, kendala terkait faktor kultural serta perubahan peran social (Dharmono, 2008). Berdasarkan pengembangan penelitian Rybarczyk, et al (2001), tentang penggunaan terapi yang bersifat multikomponen bernama General Multi-Component Wellness (GMW) untuk mengatasi berbagai masalah psikologis yang dialami oleh lansia. Dasar pemikiran penelitian tersebut adalah mengkombinasikan self-help skills dan informasi di dalam terapi, diantaranya dengan memberikan psikoedukasi hubungan pikiran dengan tubuh, relaksasi, pendekatan tersebut baik bagi kesehatan fisik maupun kesehatan mentalnya (jiwanya). Sedangkan secara sosial depresi ini akan mengakibatkan lansia kehilangan minat untuk melakukan aktivitas sosial dengan orang lain. Menurut Roy (1999), bahwa lansia sebagai mahluk biopsikososial yang memiliki mekanisme koping untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan sehingga lansia selalu berinteraksi terhadap perubahan tersebut. Kemampuan adaptasi setiap lansia akan berespon terhadap kebutuhan fisiologis, kebutuhan konsep diri yang positif, kemampuan untuk hidup mandiri serta kemampuan akan peran dan fungsi secara optimal untuk memelihara integritas diri. Sehingga apabila lansia tidak mampu beradaptasi terhadap lingkungan akan terjadi perubahan terutama perubahan psikologis. Depresi pada lansia mempunyai dampak negatif pada kualitas hidupnya. Lansia merasa tidak puas dengan fungsi sosialnya, mempunyai tingkat kepuasan hidup yang rendah dan persepsi kesehatan fisik dan mental yang rendah (Miller, 2004). Penanganan utama untuk depresi pada lansia saat ini sudah banyak dikembangkan melalui pendekatan biologis dan pendekatan psikologis serta kombinasi di antara keduanya. Kedua pendekatan ini terbukti efektif untuk mengatasi depresi pada lansia (Das.,et al, 2007). Pendekatan biologis dilakukan dengan pemberian obat-obatan anti-depresan yang diberikan oleh tenaga medis ahli. Sedangkan pendekatan psikologis dilakukan dengan menggunakan pendekatan psikoterapi diantaranya yang sudah berkembang yaitu terapi Terapi Kognitif- Perilaku atau Cognitive Behavioral Therapy (CBT), Terapi Interpersonal atau Interpersonal Therapy (IPT), dan Terapi Perilaku Dialektikal atau Dialectical Behavioral Therapy (DBT) (Arjadi, 2012). Sementara terapi psikososial bertujuan mengatasi masalah seperti mengatasi kepribadian maladaptif, distorsi pola berpikir, mekanisme koping yang tidak efektif, hambatan relasi interpersonal. Terapi ini juga dilakukan untuk mengatasi masalah sosiokultural, seperti keterbatasan dukungan dari keluarga, kendala terkait faktor kultural serta perubahan peran social (Dharmono, 2008). Berdasarkan pengembangan penelitian Rybarczyk, et al (2001), tentang penggunaan terapi yang bersifat multikomponen bernama General Multi-Component Wellness (GMW) untuk mengatasi berbagai masalah psikologis yang dialami oleh lansia. Dasar pemikiran penelitian tersebut adalah mengkombinasikan self-help skills dan informasi di dalam terapi, diantaranya dengan memberikan psikoedukasi hubungan pikiran dengan tubuh, relaksasi, pendekatan

Salah satu intervensi yang dapat digunakan dalam berbagai seting dan dapat diterapkan secara individual ataupun kelompok adalah intervensi psikoedukasi. Psikoedukasi adalah suatu intervensi yang dapat dilakukan pada individu, keluarga, dan kelompok yang fokus pada mendidik partisipannya mengenai tantangan signifikan dalam hidup, membantu partisipan mengembangkan sumber-sumber dukungan dan dukungan sosial dalam menghadapi tantangan tersebut, dan mengembangkan keterampilan koping untuk menghadapi tantangan tersebut (Griffith, 2006: Walsh, 2010).

Intervensi psikoedukasi dapat menurunkan gejala masalah kesehatan mental, khususnya dapat menurunkan kecemasan dan depresi. Selain itu psikoedukasi dapat memperbaiki kualitas hidup, pengetahuan, harga diri, suasana dalam keluarga dan perkawinan, dapat meningkatkan kepatuhan dan kepuasaan serta pengobatan dan penyembuhan (Cartwright, 2007). Pemberian intervensi psikoedukasi pada kelompok intervensi berdampak terhadap perubahan kondisi depresi yang cukup bermakna hal ini disebabkan intervensi psikoedukasi yang diberikan selama 4 sesi dalam empat kali pertemuan memberikan pelajaran pada lansia bagaimana mereka mengetahui perubahan yang terjadi pada proses menua serta akibat dari perubahan tersebut sehingga lansia menyadari terhadap kondisi yang dialaminya.

3.2.2 Pengaruh Intervensi General Education terhadap Perubahan Kondisi Depresi pada Lansia.

Kondisi depresi pada lansia yang dilakukan intervensi general education menunjukkan adanya perubahan yang bermakna sebelum dan sesudah intervensi diberikan. Adanya perbedaan perubahan kondisi depresi pada lansia yang bermakna sesudah dilakukan intervensi general education dalam hasil penelitian ini adalah bahwa kondisi depresi pada lansia mengalami perubahan ke arah yang lebih baik, meskipun perubahan yang terjadi tidak signifikan. Dimana nilai hasil pengukuran depresi mengalami perubahan yaitu sebagian kecil lansia tidak mengalami depresi sesudah dilakukan intervensi general education. Depresi pada lansia dapat terjadi karena permasalahan psikologis yang dapat terjadi karena lansia tidak mampu menyelesaikan setiap tahapan perkembangannya dengan sukses. Tugas perkembangan lansia yaitu mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi baik fisik/biologis, sosial ekonomi sehingga lansia mengerti dan menerima kehidupan serta mampu menggunakan pengalaman hidup untuk dapat mengikuti perubahan yang terjadi karena proses menua sehingga tercapai integritas diri. Ini sejalan dengan pernyataan bahwa lansia yang sukses dalam melampaui tahapan perkembangannya akan tercapat integritas diri yang utuh, memiliki tugas perkembangan untuk menerima tanggung jawab diri dan kehidupan (Viedebeck, 2008; Lahey, 2002) serta menerima berbagai perubahan yang terjadi dengan tulus sebagai satu –satunya kondisi dari tahapan kehidupan yang harus terlampaui dan tidak tergantikan (Stanley, Blair & Beare, 2005). Pada lansia yang mengalami depresi intervensi yang diberikan dapat bersifat upaya

pencegahan maupun upaya pemulihan. Menurut Miller (2004) perawat mempunyai peran yang sangat penting untuk mengkaji depresi pada lansia, sebab ada suatu intervensi keperawatan yang mempunyai dampak positif yang signifikan terhadap kualitas hidup lansia. Perawat dapat memberikan intervensi keperawatan baik yang bersifat independen maupun kolaboratif. Intervensi kolaboratif merupakan kerjasama dengan medis. Penatalaksanaan medis dilakukan secara farmakologis dan terapi somatik, sedangkan penatalaksanaan keperawatan dengan memberikan intervensi keperawatan generalis sesuai dengan masalah keperawatan yang ditetapkan dengan intervensi general education. Pada responden yang diberikan intervensi generalis dengan general education intervensi yang diberikan untuk penambahan pengetahuan dan kemampuan seseorang melalui tehnik praktek belajar atau instruksi dengan tujuan mengubah atau mempengaruhi perilaku manusia secara individu, pencegahan maupun upaya pemulihan. Menurut Miller (2004) perawat mempunyai peran yang sangat penting untuk mengkaji depresi pada lansia, sebab ada suatu intervensi keperawatan yang mempunyai dampak positif yang signifikan terhadap kualitas hidup lansia. Perawat dapat memberikan intervensi keperawatan baik yang bersifat independen maupun kolaboratif. Intervensi kolaboratif merupakan kerjasama dengan medis. Penatalaksanaan medis dilakukan secara farmakologis dan terapi somatik, sedangkan penatalaksanaan keperawatan dengan memberikan intervensi keperawatan generalis sesuai dengan masalah keperawatan yang ditetapkan dengan intervensi general education. Pada responden yang diberikan intervensi generalis dengan general education intervensi yang diberikan untuk penambahan pengetahuan dan kemampuan seseorang melalui tehnik praktek belajar atau instruksi dengan tujuan mengubah atau mempengaruhi perilaku manusia secara individu,

3.2.3 Perbedaan Kondisi Depresi Pada Kelompok Intervensi Sebelum dan Sesudah Dilakukan Intervensi Psikoedukasi Pada Lansia Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa adanya perubahan kondisi depresi pada kelompok yang dilakukan intervensi psikoedukasi pada lansia yang menurun, sebelum dilakukan intervensi adalah 14,67 sedangkan sesudah dilakukan intervensi psikoedukasi adalah 9,50 adanya perbedaan perubahan kondisi depresi secara bermakna pada kondisi depresi lansia sesudah diberikan intervensi psikoedukasi dengan nilai 5,17 poin. Perubahan kondisi depresi yang lebih tinggi pada kelompok intervensi yang dilakukan psikoedukasi pada lansia menurut pendapat peneliti hal ini terjadi karena pada kelompok yang diberi intervensi psikoedukasi, lansia tidak hanya mendapatkan informasi dan pengetahuan yang berasal dari sesama anggota kelompok melainkan juga dari perawat secara langsung. Sehingga informasi dan pengetahuan yang didapatkan lansia pada kelompok intervensi lebih banyak. Hal ini sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2010), bahwa pengetahuan diperoleh dengan adanya proses pembelajaran, budaya, pendidikan, pengalaman hidup. Berdasarkan hal tersebut, pada kelompok yang dilakukan intervensi psikoedukasi lansia mendapatkan pembelajaran secara langsung tentang psikoedukasi yaitu terapi yang mengajarkan bagaimana menemukan strategi serta makna dari kehidupan yang dihadapi, dimana dengan ditemukannya strategi dan makna dari kehidupan yang dihadapi bagi lansia akan dapat menurunkan depresi pada lansia tersebut.

3.2.4 Perbedaan Kondisi Depresi Pada Kelompok Kontrol Sebelum dan Sesudah Dilakukan Intervensi General Education Pada Lansia

Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa adanya perubahan kondisi depresi pada kelompok yang dilakukan intervensi general education pada lansia yang menurun sebelum dilakukan intervensi adalah 13,58, sedangkan sesudah dilakukan intervensi general education adalah 11,58 adanya perubahan kondisi depresi yaitu 2,00 poin. Penurunan depresi yang kurang tinggi pada kelompok yang dilakukan general education menurut pendapat peneliti hal ini terjadi karena pada kelompok yang dilakukan general education hanya mendapatkan pengetahuan satu arah yang berasal dari perawat tanpa ada proses diskusi antar sesama responden dan tidak dilakukan intervensi atau terapi kepada lansia secara langsung.

3.2.5 Perbedaan Kondisi Depresi Pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol Sesudah Dilakukan Intervensi Pada Lansia Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa adanya perubahan kondisi depresi

pada kelompok yang dilakukan intervensi psikoedukasi pada lansia yang menurun sebesar 5,17 poin dari 14,67 menjadi 9,50 dari nilai maksimal kondisi depresi pada lansia. Sedangkan pada kelompok yang dilakukan general education terjadi perubahan kondisi depresi sebesar 2,00 poin dari 13,58 menjadi 11,58 dari nilai maksimal depresi lansia. Hal ini menunjukkan bahwa intervensi psikoedukasi sangat efektif diberikan pada lansia yang mengalami depresi, karena pada lansia dengan depresi akan mengalami perasaan tidak berguna dan perasaan tidak memiliki makna dalam kehidupannya.

Dalam pelaksanaan kegiatan intervensi psikoedukasi tugas perawat yaitu mengajarkan kepada lansia untuk membuka pandangan yang lebih luas tentang kondisi lansia, perubahan- perubahan yang dialami lansia, masalah yang dialami lansia dan kemampuan yang masih dimiliki lansia meskipun lansia dalam kondisi keterbatasan tetapi lansia masih mampu melakukan hal –hal yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain.

Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Dowrick.,et al(2000), pada lansia dengan depresi di masyarakat. Intervensi yang dilakukan adalah tehnik relaksasi, berpikiran positif dan kemampuan bersosialisasi. Hasil penelitiannya bahwa secara signifikan metode psikoedukasi baik kelompok ataupun individu dapat menurunkan depresi pada lansia dan dapat meningkatkan fungsi subyektif pada metode pemecahan masalah masing-masing responden.

Dengan intervensi psikoedukasi, lansia yang mengalami depresi diajarkan bagaimana memahami kondisi yang dialaminya kemudian diarahkan terhadap apa yang diinginkan lansia terkait dengan kondisinya tersebut serta bagaimana cara mengatasi kondisi atau masalah yang dialaminya tersebut. Melalui kegiatan intervensi psikoedukasi ini lansia akan mampu membangkitkan pengalaman yang membawanya keluar dari kondisi yang dirasakannya pada saat ini yaitu kondisi merasa tidak berguna, tidak berdaya karena perubahan yang terjadi dari proses menua yang dialaminya. Dengan pengalaman yang dimiliki lansia melalui kegiatan yang dilakukan maka lansia mempunyai perasaan diri berguna serta adanya interaksi dengan sesama lansia juga perawat dapat mengubah kondisi depresi pada lansia.

Psikoedukasi merupakan salah satu intervensi yang dapat diberikan kepada lansia yang mengalami masalah psikososial. Pemberian Psikoedukasi pada kelompok intervensi berdampak terhadap perubahan kondisi depresi yang cukup signifikan karena pada intervensi psikoedukasi yang dilakukan selama 4 sesi dengan mengajarkan bagaimana lansia mengetahui perubahan yang terjadi pada proses menua serta akibat dari perubahan tersebut, pengenalan terhadap masalah dan patuh terhadap anjuran terapis, mengetahui bagaimana cara memanajemen stress dan keterampilan terhadap koping sehingga lansia menyadari terhadap kondisi yang dialaminya dan mengetahui apa yang harus dilakukannya. Pada sesi 4 yaitu mengevaluasi keteraturan gaya hidup (manajemen stress dan keterampilan koping), dimana lansia dididik tentang pengelolaan kebiasaan rutin. Menurut Colom & Vieta (2009), bahwa kebiasaan rutin dan manajemen stres merupakan komponen inti, di mana pasien dididik bagaimana mengatur jam tidur mereka dan melaksanakan fungsi sehari-hari, seperti makan, minum obat dan manajemen stres, sehingga mengurangi kekambuhan (Colom & Vieta, 2009).

Perubahan kondisi depresi pada lansia lebih bermakna pada kelompok yang diberikan intervensi psikoedukasi dibandingkan dengan kelompok yang hanya diberikan intervensi general education. Hal tersebut menurut pendapat peneliti terjadi karena pada kelompok yang dilakukan general education hanya mendapatkan pengetahuan yang berasal dari informasi yang disampaikan perawat secara umum tanpa ada pengalaman yang didapatkan dalam proses pembelajaran tersebut. Sehingga pada lansia yang dilakukan intervensi psikoedukasi mendapatkan pengalaman dan pengetahuan dengan proses pembelajaran secara langsung Perubahan kondisi depresi pada lansia lebih bermakna pada kelompok yang diberikan intervensi psikoedukasi dibandingkan dengan kelompok yang hanya diberikan intervensi general education. Hal tersebut menurut pendapat peneliti terjadi karena pada kelompok yang dilakukan general education hanya mendapatkan pengetahuan yang berasal dari informasi yang disampaikan perawat secara umum tanpa ada pengalaman yang didapatkan dalam proses pembelajaran tersebut. Sehingga pada lansia yang dilakukan intervensi psikoedukasi mendapatkan pengalaman dan pengetahuan dengan proses pembelajaran secara langsung

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa pelaksanaan intervensi psikoedukasi pada lansia yang dilakukan secara berkelompok lebih efektif dalam mengubah kondisi depresi. Hal ini karena pada intervensi yang dilakukan secara berkelompok akan memberikan kesempatan bagi masing-masing anggota kelompok untuk berinteraksi, memberikan pendapat, bertukar informasi dan pengalaman sehingga antar anggota kelompok merasa memiliki perasaan terhadap masalah yang sama dan akan berdampak terhadap peningkatan sikap positif pada diri serta meningkatkan interaksi yang akan merubah kondisi depresi lansia tersebut.

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN STIMULASI DENGAN PERKEMBANGAN ANAK USIA 5 TAHUN DI TK IKBA A.YANI CIMAHI TAHUN 2013

0 0 8

View of Kandungan Timbal Pada Air dan Padi di Daerah Industri Leuwigajah Cimahi

0 0 10

View of Pengaruh Penggunaan Sabun Pembersih Kewanitaan terhadap Perubahan Mikro Flora Normal Vagina dan Bakterial Vaginosis dengan Menggunakan Kriteria Skor Nugent

1 3 12

HUBUNGAN STIMULASI DENGAN PERKEMBANGAN ANAK USIA 5 TAHUN DI PAUD MINA ALI HAFSOH UTAMA KECAMATAN CIMAHI SELATAN KOTA CIMAHI TAHUN 2013 Sophia ABSTRAK - View of HUBUNGAN STIMULASI DENGAN PERKEMBANGAN ANAK USIA 5 TAHUN DI PAUD MINA ALI HAFSOH UTAMA KECAMATA

0 1 9

View of PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP PENGETAHUAN IBU POST PARTUM TENTANG ASI EKSKLUSIF DI RUANG MELATI 1 RS SARININGSIH KOTA BANDUNG TAHUN 2013

0 0 16

EFEKTIFITAS MENDENGARKAN MUSIK UNTUK MENGURANGI KECEMASAN PADA IBU HAMIL DI BPM WANTI MARDIAWATI, Amd.Keb Fitri Nurhayati1 , Agus Riyanto2 ABSTRAK - View of EFEKTIFITAS MENDENGARKAN MUSIK UNTUK MENGURANGI KECEMASAN PADA IBU HAMIL DI BPM WANTI MARDIAWATI,

0 0 13

View of ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PADA PASIEN DAN BIDAN YANG MEMPENGARUHI PELAKSAAN SKRINNING KANKER SERVIKS DIWILAYAH KOTA CIMAHI TAHUN 2010

0 0 13

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG ANEMIA DEFISIENSI BESI DENGAN KEPATUHAN MENGKONSUMSI TABLET Fe DI PUSKESMAS HAURGOMBONG Sri Mulyati, SST; Sinta Nuryati, SST; Farhati, SST ABSTRAK - View of HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG ANEMIA DEFISIENSI BE

0 1 9

Faktor Determinan Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Seksio Sesarea Di Rumah Sakit Umum Cibabat Cimahi Tahun 2013 (Juju Juhaeriah, S.Kp., M.Kes) ABSTRAK - View of Faktor Determinan Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Seksio Sesarea Di Rumah Sakit Umum Cibaba

1 1 17

A. LATAR BELAKANG - View of EFEKTIVITAS KOMPRES ALKOHOL TERHADAP DERAJAT FLEBITIS PADA ANAK YANG DILAKUKAN PEMASANGAN INFUS DI RSUP Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG

0 0 9