Prinsip Paradigma Agen Dalam Menjamin Ke

Universitas Klabat – Institut Teknologi Bandung

Konferensi Nasional Sistem Informasi (KNSI) 2015

PRINSIP PARADIGMA AGEN DALAM MENJAMIN
KEBERLANGSUNGAN HIDUP SISTEM
Aradea1, Iping Supriana Suwardi2, Kridanto Surendro3
1

Teknik Informatika, Fakultas Teknik, Universitas Siliwangi Tasikmalaya
2,3
Sekolah Teknik Elektro dan Informatika, Institut Teknologi Bandung
1
[email protected], 2 [email protected], 3 [email protected]

Abstrak
Setiap sistem memiliki siklus hidup yang akan menentukan keberlangsungan hidupnya. Hal ini sangat
dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi pada lingkungannya, dan bagaimana sistem tersebut dapat beradaptasi.
Paradigm agen menawarkan suatu pendekatan, sebagai upaya menghindari berakhirnya hidup suatu sistem
secara lebih cepat. Terdapat beragam metodologi yang dapat digunakan dalam pengembangan sistem
berorientasi agen, beserta kelebihan dan kekurangannya. Ketepatan menspesifikasikan karakteristik kebutuhan

dunia nyata dapat dijadikan target dalam menciptakan suatu konstruksi pendekatan yang sesuai bagi ketersediaan
sistem yang berkualitas, termasuk dalam menjamin keberlangsungan hidupnya. Dalam makalah ini, dilakukan
kajian dan analisis terhadap sejumlah pendekatan berbasis agen, untuk menentukan karakteristik yang
dibutuhkan bagi terciptanya prinsip-prinsip dan pedoman pengembangan sistem. Permasalahan kasus sistem
yang dibahas disini adalah kebutuhan pengembangan sistem manajemen pengetahuan. Pada akhir pembahasan
kami mengusulkan suatu konsep, sebagai temuan awal untuk bahan diskusi dan penelitian lanjutan.
Kata kunci : agen, multi-agent system, sistem adaptif, perubahan sistem, manajemen pengetahuan

1.

Pendahuluan

Suatu sistem akan dapat bertahan hidup,
selama sistem tersebut dapat memenuhi kebtuhan
penggunanya, namun jika tidak, maka hidup dari
sistem tersebut telah berakhir. Hal ini senada dengan
pendapat Nuseibeh [25], yaitu salah satu ukuran
kesuksesan sebuah sistem adalah seberapa mampu
sistem tersebut dapat memenuhi kebutuhan dari
penggunanya. Pemenuhan kebutuhan pengguna

sistem, berhubungan dengan sejauhmana komponenkomponen pembentuk sistem dipersiapkan untuk
menjawab berbagi kemungkinan atas perubahan
yang akan terjadi. Karena harus disadari bahwa
lingkungan suatu sistem akan berubah sesuai siklus
hidupnya, perubahan ini harus dikendalikan secara
menyeluruh, dengan cara memasukan konsep
kedalam evaluasi, analisis dan rancangan model [1].
Pendekatan sistem perlu mendefinisikan secara
benar spesifikasi dan karakteristik dari sistem itu
sendiri,
entitas,
layanan
serta
struktur
pengetahuannya [20]. Selain itu, pengembangan
suatu sistem perlu memperhatikan faktor waktu
pengembangan dan fleksibilitas terhadap perubahan
spesifikasi [33]. Paradigma agen sebagai metodologi
rekayasa perangkat lunak, merupakan suatu
pendekatan dalam upaya mengembangkan dan

membangun sistem dengan menggunakan abstraksi

berorientasi agen secara alamiah, dengan
memodelkan sebuah sistem kompleks seperti dunia
nyata. Suatu sistem kompleks dapat dipandang
terdiri dari subsistem-susbsistem atau agen, interaksi
agen-agen, atau berprilaku seperti agen-agen
didalam suatu organisasi [17]. Metodologi ini
menjanjikan kemampuan untuk membangun sebuah
sistem secara sangat fleksibel [7].
Namun, untuk memperoleh manfaat dari
berbagai kelebihan yang dimiliki agen tersebut,
perlu dilakukan suatu skenario yang tepat, terutama
penterjemahan dari kebutuhan sistem sesuai dengan
kebutuhan jangka panjang. Pada makalah ini akan
dibahas strategi dalam mendefinisikan suatu
kebutuhan sistem manajemen pengetahuan, dimana
komponen pembentuk sistem diperoleh dari hasil
pendefinisian karakteristik dasar sistem, sehingga
prinsip utama dari kebutuhan sistem dapat dijadikan

pedoman untuk menentukan keberlangsungan hidup
sistem yang berlaku secara umum.
2.

Sistem Agen dan Multi Agen

Terdapat beragam pendapat mengenai definisi
dari istilah agen, namun semua definisi sepakat
bahwa agen pada dasarnya adalah sebuah komponen
perangkat lunak khusus yang otonom, dapat
menyediakan antarmuka yang interoperable,

Universitas Klabat – Institut Teknologi Bandung

Konferensi Nasional Sistem Informasi (KNSI) 2015

berperilaku seperti agen manusia, bekerja untuk
beberapa klien dalam mencapai agendanya. Jika
sistem agen bekerja dalam suatu lingkungan dan
berinteraksi dengan penggunanya, biasanya agen

terdiri dari beberapa agen, yang disebut multi-agent
systems (MAS). MAS dapat memodelkan sistem
kompleks dan memperkenalkan agen-agen yang
memiliki tujuan bersama. Agen-agen ini dapat
berinteraksi satu sama lain baik secara tidak
langsung (berinteraksi pada lingkungan) atau
langsung (melalui komunikasi dan negosiasi) [3].

pengetahuan atau kepercayaan mengenai lingkungan
sekitarnya. Untuk mencapai tujuannya, sebuah agen
memerlukan pendapat dan pandangan mengenai
lingkungan (termasuk prilaku agen lainnya).
TABEL 1. METODOLOGI BERORIENTASI AGEN
Perbandingan Metodologi Berorientasi Agen
Metode

Gaia
[35]

Roadmap

[17]

OperA
[12]

Tropos
[5]

Gambar 1. Model sistem berbasis agen [16][2][25].

Oleh karena itu, agen adalah otonom, karena
beroperasi tanpa intervensi langsung dari manusia,
memiliki kontrol atas tindakan dan keadaan
internalnya. Agen adalah sosial, karena mampu
bekerja sama dengan manusia atau agen lainnya
untuk mencapai tugasnya. Agen adalah reaktif,
karena dapat memandang lingkungannya dan
merespon secara tepat waktu terhadap perubahan
yang terjadi pada lingkungan, dan agen adalah
proaktif, karena tidak hanya bertindak untuk

menanggapi lingkungannya saja, tetapi mampu
menunjukkan perilaku yang diarahkan pada tujuan,
dengan mengambil inisiatif [3]. Dengan demikian,
agen selalu bertindak dalam rangka mencapai tujuan,
dan agen bisa belajar menyesuaikan diri dengan
lingkungannya, serta keinginan penggunanya.
Gambar 1 adalah skema karakteristik model
sistem berbasis agen. Sebuah agen didasarkan pada
sekumpulan pengetahuan (beliefs, siqnificant
knowledge). Dengan pengetahuan, agen mempunyai
kemampuan beragumentasi (actions), agen dapat
memutuskan sendiri dan kapan tindakan akan
dilaksanakan (plans, and actions), agen memiliki
tujuan yang jelas (well-define goal) yang disajikan
oleh pengetahuan dan prilaku yang dimilikinya,
yaitu kemampuan memberikan alasan berdasarkan
pengetahuan. Menurut [36][11], sebuah agen
memiliki sekumpulan tujuan dan kemampuan
khusus untuk membentuk aktivitas-aktivitas, dan


Prometheus
[26]

Message
[7]

MASCommon
KADS
[14]

MaSE
[11]

ARKnowD
[27]

PASSI
[10]

Model


Proses

Fokus

- Peran:Tanggung
jawab, hakakses,
aktivitas,protokol
- Interaksi antar
peran
- Lingkungan:
objek, batasan,
asumsi, sumber
ketakpastian,
- Hirarki
pengetahuan
- Sosial : goal,
peran, aturan
- Interaksi adegan
- Norma : peran

dan interaksi
- Ontologi
- Aktor : peran
- Goal : hard
goals, soft goals
- Rencana/ tugas :
cara, aksi
- Sumberdaya :
entitas, informasi
- Lingkungan :
persepsi, aksi
- Fungsionalitas :
goal, fungsi
- Skenarion aksi
- Agen : software,
orang, khusus
- Kelompok agen,
perilaku, relasi
- Peran : peran
- Kelas : agen

- Sumberdaya
- Agen:penalaran,
sensor/ efektor,
- Tugas : goal,
dekomposisi goal
- Pengetahuan
- Koordinasi
- Organisasi agen
- Disain: platform

- Model agen
- Mengembangkan
model layanan
- Mengembangkan
model pengenalan

Merancang
sistem agen
secara
organisasional.
Penekanan
aspek sosial
dan sistem
terbuka.
Penggunaan
AUML
Pandangan
sistem
organisasi.
Kebutuhan
adaptasi
lingkungan.

- Goal : tujuan,
struktur, hirarki
- Skenario
aktivitas
- Peran : tugas
- Interaksi
- Aktor : peran
- Goal : hard
goals, soft goals
- Rencana/ tugas :
cara, aksi
- Sumberdaya :
entitas, informasi
- Domain :
fungsional
- Agen : atribut
- Peran/ aturan :
Tanggung jawab
- Tugas

- Model agen
- Mengembangkan
model layanan
- Mengembangkan
model pengenalan
- Membangun
model organisasi
- Membangun
spesifikasi dan
peran
- Menentukan
kebutuhan awal
- Menganalisis &
mendefinisikan
kesenjangan
- Merancang
arsitektur sistem
- Spesifikasi sistem
- Merancang
arsitektur sistem
- Merancang detail
sistem
- Mendefinisikan
peran
- Menetapkan agen
dan sumberdaya
- Merancang tugas
- Merancang
interaksi tujuan
- Menentukan
fasilitas jaringan
- Menentukan
fasilitas
pengetahuan
- Koordinasi
fasilitas
- Arsitektur agen
- Menangkap goal
- Skenario use case
- Merancang peran
- Membuat kelas
- Konstruksi
komunikasi
- Disain sistem
- Interaksi
stakeholder
-Analisis
organisasi
- Analisis
kebutuhan
- Desain sistem
- Spesifikasi
kebutuhan
- Agent society
- Implementasi
- Model kode
- Penyebaran

Rekayasa
sistem
terdistribusi
Penggunaan
model i*
Kemampu
an praktis.
Penggunaan
UML
Best
practice
rekayasa
perangkat
lunak agen.
Penggunaan
UML
Pemilihan
platform,
rekayasa
protokolo
agen.
Penggunaan
MSC
Disain
sistem agen
melalui
siklus hidup
software.
Penggunaan
UML
Analisis
abstraksi
sistem
organisasi.
Penggunaan
model i*,
AORML
Pendekatan
sistem agen
untuk
robotik.
Penggunaan
UML

Universitas Klabat – Institut Teknologi Bandung

Konferensi Nasional Sistem Informasi (KNSI) 2015

Dalam prakteknya, terdapat ragam metodologi
dan bahasa dalam paradigma berorientasi agen ini,
seperti dapat dilihat pada Tabel 1. Ketepatan
pemilihan metodologi dan bahasa yang akan
diadopsi dapat menentukan kesesuaian dari sistem.
Penggabungan, modifikasi, atau perbaikan dari suatu
pendekatan yang ada sangat dimungkinkan, bagi
tercapainya pendekatan yang relevan dengan
kebutuhan. Pada dasarnya peran dari semua
metodologi tersebut adalah untuk membantu dan
memudahkan pada semua tahapan siklus hidup
sistem berbasis agen. Walaupun melalui usulan
model yang berbeda-beda, secara umum memiliki
persepsi yang sama, yaitu berusaha untuk
memodelkan agen sebagai entitas otonom, serta
bagaimana interaksi agen dalam lingkungannya.
3.

Sistem Manajemen Pengetahuan

Manajemen pengetahuan dapat didefinisikan
sebagai sebuah proses pengumpulan informasi
dalam jumlah besar, mengorganisasikannya menurut
aturan tertentu, dan mendistribusikan informasi
tersebut, sehingga informasi yang diterima adalah
informasi yang tepat, untuk personal yang tepat dan
pada waktu yang tepat [33]. Saat ini, manajemen
pengetahuan telah menjadi tren yang dominan dalam
bisnis organisasi [23]. Terdapat berbagai model bagi
pengembangan
suatu
sistem
manajemen
pengetahuan, dimana kebutuhan pengguna dan
lingkungannya akan mengalami siklus perubahan,
hal ini terjadi sebagai bentuk pemenuhan tuntutan
dan kompetisi lingkungan bisnis.
Apabila ditinjau dari sisi kebutuhan untuk
menganalisis, memahami, mengembangkan, serta
mendokumentasikan
bisnis
dan
komponen
pembentuk manajemen pengetahuan, metodologi
enterprise knowledge model (EKD) dapat diadopsi
untuk mengekstrak kebutuhan tersebut. Pendekatan
ini dapat digunakan untuk mendeskripsi bisnis, apa
saja kebutuhan dan alasan untuk perubahan, caracara baru apa yang akan dikembangkan, apa saja
alternatif yang harus dibuat untuk mencapai
kebutuhan tersebut, serta kriteria dan argumen apa
yang digunakan untuk mengevaluasi alternatif
tersebut [8]. Berdasarkan hasil studi literatur
[8][6][31], pemodelan melalui pendekatan EKD
menghasilkan sejumlah sub-model, atau komponen
dasar yang mewakili aspek-aspek pembentuk sistem
manajemen pengetahuan, yaitu terdiri dari :
 Model goal : fokus pada deskripsi tujuan
organisasi dan isu-isu yang berkaitan dengan
pencapaiannya.
 Model konsep : digunakan untuk mendefinisikan
hal-hal dan fenomena yang ditujukan kepada
model lain, dapat bersifat tangible atau intangible.
 Model aturan bisnis : digunakan untuk
mendefinisikan aturan bisnis yang konsisten
dengan goal, aturan dapat membatasi goal, dan
mengendalikan tindakan organisasi.

 Model proses bisnis : dirancang untuk
menganalisis proses interaksi, informasi dan
material lainnya, serta proses bisnis yang harus
dikenali, untuk dikelola sesuai dengan goal nya.
 Aktor dan model sumber daya : mendefinisikan
jenis aktor dan sumber daya dalam aktivitas
bisnis, menggambarkan perbedaan relasi aktor
dan sumber daya, serta dengan model lainnya.
 Komponen teknis dan model kebutuhan : untuk
menentukan seluruh struktur dan sifat sistem
informasi yang akan mendukung aktivitas bisnis.
4.

Penelitian Terkait

Sebuah bidang penelitian cukup menarik telah
tumbuh saat ini, yaitu manajemen pengetahuan
berbasis agen. Karya-karya penelitian, yang
dihasilkan berusaha untuk mengintegrasikan solusi
manajemen pengetahuan melalui pendekatan sistem
multi agen [1]. Namun disini kami membahas karya
dengan arah kontribusi yang beruhubungan dengan
upaya penanganan perubahan sistem.
Dignum [12], mengusulkan pendekatan untuk
merespon spesifikasi kebutuhan dari lingkungan
sistem, pendekatan ini memberikan pemahaman
membantu
organisasi
beradaptasi
terhadap
perubahan. Agen dikonstruksi mewakili manusia
dalam domain model dan abstraksi organisasi,
memungkinkan pemahaman terhadap kebutuhan
perubahan proses bisnis dan menganalisis kebutuhan
integrasi komponen lama dengan komponen baru,
yang disebabkan oleh perubahan. Kontribusi yang
diusulkan Dignum adalah pada aktivitas analisis,
namun pendekatan ini tidak memiliki dukungan
untuk kebutuhan aktivitas disain sistem secara rinci.
Renata
[28],
mengusulkan
pendekatan
perubahan sistem, melalui pemahaman mendalam
mengenai potensi organisasi, perilaku dan proses.
Agen dirancang untuk mewakili sistem, manusia dan
unit organisasi, serta melakukan analisis perilaku,
motivasi, dan hubungannya, sehingga solusi
perubahan dapat diusulkan sebelum sistem
dikembangkan. Penelitian ini memberikan kontribusi
lebih besar pada tahapan awal analisis, namun tidak
membahas struktur dan sifat dari sistem informasi
secara menyeluruh ketika terjadinya perubahan.
Penelitian yang dilakukan Šaša [29], Jain [15],
Rahman [27] dan Kamble [18], mengusulkan
pendekatan sistem yang dapat dapat melakukan
otomatisasi translasi pada proses data menjadi basis
pengetahuan organisasi, melakukan integrasi, dan
memiliki sifat interoperabilitas. Pengetahuan agen
dirancang dengan menggunakan pengalaman/ kasus
masa lalu agen, dengan pendekatan arsitektur
berorientasi layanan. Sistem ini cukup interoperable
dan adaptif terhadap lingkungan sistem terutama
ragam platform, namun penelitian ini tidak
membahas faktor analisis atas kemungkinan
perubahan yang dapat terjadi, terutama yang dapat
timbul dari kebutuhan pengembangan organisasi.

Konferensi Nasional Sistem Informasi (KNSI) 2015

McGinnes
[22],
mengusulkan
konsep
independensi data sebagai struktur dasar pembentuk
pengetahuan dalam organisasi. Entitas data
dirancang dengan menerapkan meta-model, sehingga
jika terjadi perubahan, misalnya penambahan entitas
data baru, maka perubahan yang dilakukan tidak
akan merubah struktur dari tabel-tabel pada
database, dengan demikian level aplikasi pun tidak
akan terjadi perubahan. Penelitian ini hanya terfokus
pada penanganan perubahan yang disebabkan oleh
kebutuhan perubahan yang berdampak pada
perubahan data, sementara faktor pemenuhan
kebutuhan pengguna dan organisasi secara rinci
tidak dibahas dalam penelitian ini.
Beydoun dkk. [4], mengusulkan mekanisme
identifikasi
ontology
yang
tepat
untuk
pengembangan sistem. Diawali dengan menetapkan
ontology melalui pemodelan sistem berdasarkan
kebutuhan awal. Kemudian mengevaluasi kesamaan
semantic antara ontology dan domain ontology
dalam repositori. Penelitian ini menggunakan
ontology untuk interoperabilitas sistem dan
penggunaan kembali ontology yang relevan untuk
aplikasi tertentu, termasuk sistem multi agen.
Namun dalam penelitian ini tidak dibahas,
bagaimana jika sistem membutuhkan lebih dari satu
ontology, atau ontology yang memiliki cakupan
sistem yang lebih besar, termasuk perubahannya.
Wang, dkk [34], mengusulkan sistem terbuka
untuk lingkungan dinamis. Konsep goal tree
digunakan saat sistem melakukan penyesuaian,
setiap inisial agen merupakan rangkaian goal yang
menyesuaikan sumber daya sistem dan lingkungan
saat ini melalui suatu seleksi algoritma. Setiap
rangkaian goal diatur untuk menghasilkan rangkaian
goal baru secara real-time. Namun, penelitian ini
tidak menjelaskan bagaimana mendefinisikan model
goal dari kebutuhan lingkungan dunia nyata, hanya
terfokus pada teknis merancang konsep goal tree,
dan basis pengetahuan.
Sniezynski [30], mengusulkan sistem agen
untuk kebutuhan adaptasi sistem. Agen memiliki
tanggung jawab mengawasi dan memutuskan
layanan apa yang harus dipilih untuk interoperation.
Agen dapat belajar strategi untuk memilih layanan
secara otonom menggunakan metode supervised
learning. sehingga agen dapat menghasilkan strategi
adaptasi arsitektur layanan pada perubahan kondisi.
Penelitian membahas kebutuhan interoperabilitas,
namun tidak membahas bagaimana jika perubahan
terjadi pada unsur lainnya yang berhubungan dengan
perubahan pada proses, data, tujuan bisnis, dll.
5.

Konsep Pengembangan Sistem

Terdapat beberapa kriteria dimana suatu sistem
dapat memiliki perilaku adaptif didalam merespon
perubahan. Menurut Cheng [9], kriteria jaminan
untuk suatu sistem adaptif, dapat digolongkan
berdasarkan kebutuhan fungsional dan non-

Universitas Klabat – Institut Teknologi Bandung

fungsional. Didalam kebutuhan fungsional, adaptasi
sistem harus dapat mengatasi perubahan kebutuhan
atau lingkungan yang dapat mempengaruhi perilaku
eksternal, sehingga menyebabkan perubahan
internal. Selain itu rekasi terhadap perubahaan
kebutuhan pengguna dan kebutuhan konfigurasi
sistem yang mengarah pada adaptasi perilaku untuk
mengakomodasi kebutuhan baru. Kebutuhan
fungsional harus mempertimbangkan konteks sistem
dan asumsi eksplisit perilakunya, serta menyediakan
sarana untuk merubah cara sistem dalam memenuhi
kebutuhan fungsionalnya. Hal penting lainnya
adalah
mengantisipasi
faktor
ketidakpastian
lingkungan. Sementara itu, kriteria jaminan sistem
adaptif berdasarkan kebutuhan non-fungsional,
berhubungan dengan faktor seperti keamanan,
perlindungan, ketersediaan, kepercayaan, performasi
dan kegunaan. Faktor-faktor tersebut dapat memiliki
atribut-atribut yang dipetakan kedalam sifat-sifat
adaptasi, untuk dilakukan pengukuran bahwa kriteria
tersebut memenuhi kebutuhan adaptasi sistem.
Berdasarkan kriteria tersebut dapat dirumuskan
kebutuhan komponen-komponen dasar sistem,
sehingga menjadi bagian utama dari sebuah sistem
adapatif. Namun kajian tersebut tidak dibahas secara
rinci pada makalah ini, tetapi dibahas pada makalah
kami yang lain. Disini kami fokus pada pembahasan
kebutuhan kasus sistem manajemen pengetahuan.
Berdasarkan komponen dasar pembentuk sistem
manajemen pengetahuan pada bagian 3 makalah ini,
bila dilihat dari setiap kriteria yang ada, pada intinya
seluruh komponen tersebut berfokus pada goal, dan
bagaimana goal tersebut dapat tercapai melalui
dukungan komponen-komponen yang lainnya.
Begitu juga dengan metodologi agen yang
ditunjukan pada Tabel 1, mayoritas pendekatan yang
digunakan berorientasi pada goal. Dengan demikian,
prinsip dalam mengantisipasi berbagai kemungkinan
perubahan, dapat dipetakan seperti pada Tabel 2.
Apabila dikaji lebih rinci, komponen sistem
manajemen pengetahuan yang dipetakan terhadap
kriteria kebutuhan sistem adaptif agen, disana
terdapat hubungan berbagai aktor dan pencapaian
goal melalui dukungan interaksi komponenkomponen lainnya. Kondisi ini memunculkan suatu
pandangan bahwa aktor tidak begitu saja
menjalankan aturan atau prosedur, namun mereka
lebih dahulu memiliki kesadaran akan adanya goal
personal atau kelompok, baru kemudian timbul
intentionality untuk melakukan aksi yang sesuai
ditengah suasana yang tidak terstruktur, misalnya
situasi perubahan [20]. Dalam memahami situasi
sistem, diperlukan cara untuk menangkap dan
merepresentasikan pengetahuan mengenai domain,
menggambarkan situasi bisnis secara menyeluruh,
juga memasukkan kerjasama antara aktor dan goal.
Dalam menggambarkan situasi tersebut, goal
berfungsi sebagai sumber motivasi dari setiap
intentionality yang diwujudkan dalam aksi/ prosedur
yang terjadi di dalam situasi sistem [20].

Konferensi Nasional Sistem Informasi (KNSI) 2015

Universitas Klabat – Institut Teknologi Bandung

TABEL 2. PRINSIP PENGEMBANGAN SISTEM AGEN

dapat digunakan pada tingkatan ini, diantaranya
AOR Agent Diagram, AUML, Tropos Diagram,
UML Diagram, dll. Abstraksi ketiga adalah
rancangan spesifikasi model, merupakan spesifikasi
model agen atas kebutuhan platform independen,
melalui rincian yang berkaitan dengan penggunaan
dan bagaimana sistem menggunakan jenis platform
tertentu. Tools yang dapat digunakan adalah UML
Metamodel. Teknologi yang dapat diadopsi
diantaranya JMS, JEE, Web Services, WSDL,
BPEL, XML Schema, melalui pemetaan kode
dengan Java/ J2EE mapping, .NET mapping dan
CORBA mapping. Dan saat ini terdapat beberapa
kakas pemrograman yang dapat digunakan, seperti
JADE, JADEX, Jason, Netlog, JACK, dll.

Prinsip Pengembangan Sistem Agen
Sub-model

Deskripsi

Kebutuhan

Goal

Tujuan, isu
pencapaian dan
perubahan goal

Mendefinisikan
kriteria dan
subjektifitas goal

Konsep

Bersifat
tangible dan
intangible

Aturan
Bisnis

Aturan main
pencapaian
goal

Memahami dan
mengidentifikasi
fenomena sistem
Menentukan
alternatif
kemungkinan yang
terjadi

Proses
Bisnis

Kegiatan,
proses interaksi
dan kebutuhan
proses

Aktor dan
sumber
daya

Jenis aktor,
sumber daya
dan relasinya

Komponen teknis
dan
kebutuhan

Data, proses
dan antarmuka

Menetapkan cara
penyelesaian tugas
sebagai solusi
Mengkategorikan
jenis aktor dan
ketersediaan
sumber dayanya
Memformalisasi
konsep data,
proses dan
antarmuka

Target

Tingkat
kepuasan goal
utk kebutuhan
adaptasi
Spesifikasi
perubahan
lingkungan
Relasi goal dan
berbagai
alternatif
adapatasi
Skenario tugas,
operasi, fungsi
atas kebutuhan
adaptasi
Relasi aktor,
ketersediaan
dan perubahan
sumber daya
Fungsi generik
dan perilaku
yang dapat
dipanggil ulang

Perspektif intensional dapat digunakan untuk
pemahaman terhadap kebutuhan sistem, terutama
bagaimana mengetahui adanya kebutuhan khusus
dalam sebuah domain, dan mempersiapkan
kebutuhan untuk menghadapi perubahan di masa
depan [13]. Bila dihubungkan dengan kriteria sistem
adaptif menurut Cheng [9], model intensional ini
juga telah mempertimbangkan kebutuhan non
fungsional, sehingga dapat dipastikan semua
kebutuhan fungsional dan non fungsional dapat
tercakup [21]. Terinspirasi dari pendekatan modeldriven architetcture (MDA), kami mengusulkan
konsep arsitektur sistem dibagi kedalam tiga
abstraksi, seperti dapat dilihat pada Gambar 2.
Abstraksi pertama adalah rancangan kebutuhan
model, dimana kebutuhan sistem didefinisikan
berdasarkan perspektif intensional. Berdasarkan
Tabel III, pendekatan berorientasi goal sistem agen
dapat dimodelkan dengan menggunakan beberapa
bahasa pemodelan, diantaranya model i*, KAOS,
FLAGS, RELAX, F3, EKD, Goal Based Workflow,
Object Modelling, dll. Penggabungan, modifikasi
atau perbaikan dari setiap bahasa yang ada dapat
dilakukan guna mencapai tujuan tingkatan abstraksi
ini, yaitu, menangkap semua kebutuhan sistem,
aturan bisnis dan sub-model lainnya menjadi suatu
meta model, termasuk kemampuan dalam
memprediksi kemungkinan atas perubahan.
Abstraksi kedua adalah rancangan model agen,
yaitu mengabstraksikan rincian teknis dan proses
transformasi untuk mengkonversi notasi dari meta
model, sehingga dapat menunjukan tingkat
independensi yang memungkinkan pemetaan pada
berbagai platform. Pada tingkatan ini peran dari
setiap agen dipetakan dari abstraksi rancangan
kebutuhan model, dengan mempertimbangkan
kemampuan adaptasi. Terdapat beberapa tools yang

Gambar 2. Kerangka utama model.

Model ini merupakan temuan awal, sebagai
suatu studi pendahuluan, dan masih memerlukan
kajian lebih mendalam. Model ini dapat dijadikan
sebagai teori dan pedoman awal dalam mengatasi
kebutuhan penyediaan fleksibilitas suatu sistem,
manfaat visibilitas awal dari sudut pandang
intensional dan implementasi proses yang bertahap,
serta kombinasi otomatisasi dan pengujian yang
berulang akan memberikan manfaat efektifitas
sistem secara keseluruhan dari waktu ke waktu,
termasuk kebutuhan dalam penanganan perubahan.
6.

Kesimpulan

Keberlangsungan hidup sistem ditentukan oleh
seberapa mampu sistem tersebut beradaptasi dengan
perubahan. Paradigma agen melalui karakteristik
yang dimilikinnya, serta pendekatan yang tepat,
dapat dimanfaatkan guna menjawab kebutuhan
tersebut. Aktivitas pengembangan sistem yang
direkomendasikan dalam makalah ini, diawali
dengan menangkap karakteristik dan sub-model/
komponen dasar dari sistem yang akan
dikembangkan, setelah itu pemilihan pendekatan
yang disesuaikan dengan karakteristik dari
komponen dasar tersebut. Pada contoh kasus, goal-

Universitas Klabat – Institut Teknologi Bandung

Konferensi Nasional Sistem Informasi (KNSI) 2015

oriented approach ditetapkan sebagai pendekatan,
sehingga dari sana dapat ditentukan prinsip dasar
sebagai pedoman bagi kemampuan agen. Dalam
pendekatan tersebut, kami menambahkan pentingnya
penggunaan perspektif intensional yang dapat
memandu dalam memahami suatu domain dan
kebutuhan perubahan. Pendekatan MDA menjadi
inspirasi dalam menentukan tahapan pengembangan
sistem, dimana siklus hidup sistem dapat secara
berkesinambungan disesuaikan dengan perubahan
dan adaptasi lingkungannya. Model yang diusulkan
ini, merupakan langkah awal kami dalam melihat
berbagai alternatif solusi untuk kebutuhan
pengembangan sistem adaptif. Langkah berikutnya
adalah mengkaji secara mendalam pada setiap
tahapan model, guna memperoleh spesifikasi sistem
yang terperinci dan relevan dengan permasalahan.
Daftar Pustaka:
[1]

[2]

[3]

[4]

[5]

[6]

[7]

[8]

[9]

[10]

[11]

[12]

[13]

[14]

[15]

Aradea, Supriana I., Surendro K., 2014, An overview
of multi agent system approach in knowledge
management model, International Conference on
Information Technology Systems and Innovation ITB
Azhari and Hartati S., 2005, Overview metodologi
rekayasa pernagkat lunak berorientasi agen,
Prosiding SNATI, Yogyakarta.
Bellifemine F., Caire G., and Greenwood D., 2007,
Developing multi-agent systems with JADE, John
Wiley & Sons, Ltd., England.
Beydoun G., et. al., 2014, Identification of ontologies
to support information systems development,
International Journal of IS, 46, pp. 45–60.
Bresciani, P., et. al., 2004, Tropos: An AgentOriented Software Development Methodology.
International Journal of Autonomous Agents and
Multi Agent Systems, 8(3):203–236.
Bubenko J. R., et. al., 2001, User guide of the
knowledge management approach using enterprise
knowledge patterns, IST Programme. KTH, Sweden.
Caire G. at.al., 2001, Agent oriented analysis using
MESSAGE/UML. 2nd International Wokshop On
Agent Oriented SE, Springer-Verlag, pp 119-135.
Castillo L. and Cazarini E., 2014, Integrated model
for implementation and development of KM, KM
Research & Practice, 12, 145–160.
Cheng B., Eder K. I., Perini A., 2014, Using models
at runtime to address assurance for self-adaptive
systems, LNCS 8378, pp. 101–136, Springer.
Cossentino, M. dan Colin Potts, 2002, A CASE Tool
Supported Methodology for the Design of Multi-agent
System, Proc. SERP., USA.
De Loach, et. al, 2001, Multiagent systems
engineering, The International Journal of Software
Engineering and KE, Vol. 11 (3), pp. 231-258.
Dignum V., 2004, A model for organizational
interaction: based on agents, founded in logic”. PhD
thesis, Utrecht University, The Netherlands.
Eric Y., et. al., 2011, Social Modeling for
Requirements Engineering: An Introduction. Social
Modeling for Requirements Engineering. MIT Press.
Iglesias, C. A., et. al., 1999, A Survey of AgentOriented Methodologies. Intelligent Agents V:
Agents Theories, Architectures and Languages,
volume 1555, pages 317–330. Springer-Verlag.
Jain P. et. al., 2011, Knowledge Management System
Design Using Extended GAIA, International Journal
of Computer Networks Communications,Vol.3, No.1.

[16] Jennings N. R., 2001, An agent-based approach for

[17]

[18]

[19]

[20]

[21]

[22]

[23]

[24]

[25]

[26]

[27]
[28]

[29]
[30]

[31]

[32]

[33]
[34]

[35]

[36]

[37]

building complex software systems, Communication
of the ACM, 44(4), pp35-41.
Juan T., et. al., 2002, ROADMAP: Extending the gaia
methodology for complex open systems. International
Conference on Autonomous Agents and MAS. ACM.
Kamble D. R., 2013, Architectural Review On Multi
Agent Knowledge Management, International Journal
of Scientific and Technology Research, vol. 2, Iss. 6.
M. De Santo, et. al., 2011, Knowledge Based Service
Systems, Proceedings of Naples Forum on Service
Science.
Maria V.,et.al., 2009, Comparing GORE Frameworks
: iStar and KAOS. Ibero-American Workshop of
Engineering of Requirements. Chile.
Mathiassen L., et. al., 2004, Managing Requirements
Engineering Risks: An Analysis And Synthesis Of The
Literature. Helsinki School of Economics, Finland.
McGinnes S. and Kapros E., 2014, Conceptual
independence : A design principle for the
construction of adaptive information systems,
International Journal of IS, 47, pp. 33–50.
Miled B., et. al., 2009, A comparison of km
approaches based on multi-agent systems, Fifth
International Conference on Signal Image
Technology and Internet Based Systems, IEEE.
Nuseibeh, et. al., 2000, Requirements Engineering : A
Roadmap. Proceedings of the Conference on The
Future of Software Engineering.
Padgham L. et. al., 2002, Prometheus: a methodology
for developing intelligent agents, Third International
Workshop on Agent-Oriented Software Engineering.
Padgham, L. et. al., 2002, Prometheus: A Pragmatic
Methodology for Engineering Intelligent Agents. In
Proceedings of the workshop on Agent-oriented
methodologies at OOPSLA’02, Seattle, USA.
Rahman S. A., et. al., 2012, Multi Agent KM
Architecture, Journal of SE & Applications, pp33-40.
Renata S., 2006, Agent-oriented Constructivist
Knowledge Management, PhD Thesis Series, No. 0678, Center for Telematics and Information
Technology, University of Twente, The Netherlands.
Šaša A. and Krisper M., 2011, Ontology-Based KM
in Service-Oriented Systems, JIOS, vol. 35, no. 1.
Sniezynski B., 2014, Agent-based adaptation system
for service-oriented architectures using supervised
learning, International Conference on Computational
Science, Volume 29, Pages 1057–1067.
Stirna J., et. al., 2007, Participative enterprise
modelling : experiences and recommendations. In
Advanced Information Systems Engineering: 19th
International Conference, Berlin, 2007.
Supriana I., Leylia M., 2014,
Konsepsi
pengembangan sistem informasi dengan dukungan
sistem inteligen, Prosiding KNSI.
Supriana
I.,
Wachidah,
2005,
Knowledge
management at glance, KNSI, Bandung.
Wang T., et. al., 2012, A goal-driven self-adaptive
software ayatem design framework based on agent,
ICAPIE Organization, Published by Elsevier.
Wooldridge M., et. al., 2000, The GAIA methodology
for agent-oriented analysis and design. Journal of
Autonomous Agents and MAS, 3(3):285–312.
Wooldrige M., 2002, An Introduction to Multiagent
Systems, John Willey & Sons Ltd, The Atrium,
Chicheter, West Susex, England.
Aradea, Supriana I., Surendro K., 2014, " An
overview of multi agent system approach in
knowledge management model", International
Conference on Information Technology Systems and
Innovation, STEI ITB.