T2__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Manajemen Kurikulum Pendidikan Katekisasi (Studi di Gereja Protestan Maluku) T2 BAB II
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan pustaka dalam penelitian ini mencakup
(a) manajemen (b) manajemen kurikulum dan (c)
pendidikan katekisasi.
2.1 Manajemen
A. Pengertian Manajemen
Usman (2013: 5-6) menjelaskan bahwa kata
manajemen berasal dari bahasa Latin, yaitu manus
yang berarti tangan dan agare yaitu melakukan
sehingga
kedua
managere
yang
kata
ini
artinya
digabungkan
menangani,
menjadi
managere
diterjemahkan ke bahasa Inggris to manage (kata kerja),
management (kata benda), dan manager untuk orang
yang
melakukannya.
Management
kemudian
diterjemahkan ke bahasa Indonesia yaitu manajemen
yang artinya mengelola. Oleh sebab itu manajemen
adalah serangkaian yang diarahkan langsung untuk
penggunaan sumber daya organisasi secara efektif dan
efisien dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
Menurut Nurhadi dalam Arikunto (2012: 3)
manajemen adalah suatu kegiatan atau rangkaian
kegiatan
yang
berupa
proses
pegelolaan
usaha
kerjasama sekelompok manusia yang tergabung dalam
organisasi
pendidikan,
untuk
mencapai
tujuan
13
pendidikan yang telah ditetapkan sebelumnya, agar
efektif dan efisien. Sejalan dengan itu Hamalik (2006:
16) mengatakan bahwa manajemen adalah suatu
proses sosial yang berkenaan dengan keseluruhan
usaha manusia dengan bantuan manusia lain serta
sumber-sumber lainnya. Berdasarkan penjelesan di
atas maka dapat disimpulkan bahwa manajemen
adalah
fungsi
untuk
mencapai
sesuatu
melalui
kegiatan orang lain dan mengawasi usaha-usaha
individu untuk mencapai tujuan yang sama.
Hasibuan
mengatakan
dalam
Daryanto
manajemen
adalah
(2013:
ilmu
40-41)
dan
seni
mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia
dan sumber daya lain untuk mencapat tujuan tertentu.
Pengertian ini dapat dipahami bahwa manajemen
adalah
sebuah
perencanaan,
proses
yang
pengorganisasian,
khas
terdiri
dari
pelaksanaan
dan
evaluasi yang dilakukan pihak pengelola organisasi
untuk
mencapai
tujuan
bersama
dengan
memberdayakan sumber daya manusia dan sumber
daya lainnya.
Daryanto (2013: 41) mengatakan
manajemen dapat dilihat sebagai suatu sistem, proses,
ilmu pengetahuan, profesi dan fungsi.
a) Sebagai suatu sistem, manajemen adalah suatu
kerangka
komponen
kerja
yang
yang
terdiri
secara
dari
berbagai
keseluruhan
saling
14
berkaitan
dan
terorganisasi
dalam
rangka
mencapai tujuan.
b) Sebagai proses, manajemen adalah serangkaian
tahapan
kegiatan
pencapaian
yang
tujuan
diarahkan
dengan
pada
memanfaatkan
sumber daya semaksimal mungkin.
c) Sebagai suatu ilmu pengetahuan, manajemen
adalah
suatu
menggunakan
ilmu
interdispiliner
dengan
ilmu
filsafat,
suatu
sosial,
psikologi, dan lain-lain.
d) Sebagai suatu profesi, manajemen merupakan
bidang pekerjaan atau keahlian tertentu yang
dapat disejajarkan dengan bidang lainnya.
e) Sebagai suatu fungsi, manajemen adalah proses
fungsi
perencanaan,
pengorganisasian,
pelaksanaan, dan evalusai.
Dari pengertian manajemen sebagai sistem,
sebagai proses, sebagai suatu ilmu pengetahuan,
sebagai profesi, dan sebagai fungsi, maka akan dikaji
manajemen sebagai suatu fungsi. Menurut Slameto
(2009: 2) fungsi-fungsi pokok yang harus diterapkan
dalam
manajemen
yaitu
perencanaan
(planning),
pengorganisasian (organizing), actuating (pelaksanaan),
dan evaluasi.
1. Fungsi Perencanaan
Fungsi perencanaan menurut Handoko (2003)
dalam Usman (2013: 77) meliputi pemilihan atau
15
penetapan
tujuan
organisasi.
Pengertian
ini
mengandung unsur-unsur yaitu sejumlah kegiatan
yang ditetapkan sebelumnya, adanya proses, hasil yang
ingin dicapai. Fungsi Perencanaan melibatkan urusan
memilih
tugas
mempertahankan
yang
tujuan
harus
dilakukan
organisasi,
untuk
menjelaskan
bagaimana tugas harus dilaksanakan, dan memberi
indikasi kapan harus dikerjakan.
Mulyono (2008: 25-28) mengatakan perencanaan
adalah proses kegiatan rasional dan sistemik dalam
menetapkan
keputusan,
kegiatan
atau
langkah-
langkah yang akan dilaksanakan di kemudian hari
dalam rangka usaha mencapai tujuan secara efektif dan
efisien. Perencanaan ini mengandung arti pertama
memikirkan dengan matang terlebih dahulu sasaran
(tujuan) dan tindakan berdasarkan pada beberapa
metode, rencana, atau logika dan bukan berdasarkan
perasaan. Kedua mengarahkan tujuan organisasi dan
menetapkan prosedur terbaik untuk mencapainya.
Ketiga pedoman untuk organisasi memperoleh dan
menggunakan sumber daya yang diperlukan untuk
mencapai tujuan, anggota organisasi melaksanakan
aktivitas yang konsisten dengan tujuan dan prosedur
yang sudah ditetapkan, dan memonitor dan mengukur
kemajuan untuk mencapai tujuan.
16
Slameto
(2009:
26-27)
mengatakan
setiap
perencanaan yang baik setidaknya harus memiliki lima
unsur yaitu:
Purpose, yaitu tujuan yang akan dicapai, tujuan
ini harus dirumuskan secara jelas, terperinci dan
operasional.
tujuan.
Policy, yaitu strategi atau cara untuk mencapai
Procedure, yaitu sistem komunikasi yang ada
dalam organisasi, yang dimaksud adalah jalurjalur
komunikasi
sebagai
akibat
adanya
pembagian tugas, wewenang dan tanggung
jawab.
Progres, yaitu gambaran tentang tahap-tahap
pencapaian tujuan, dalam perencanaan harus
nampak standar-standar tingkat keberhasilan.
Program, yaitu uraian lebih rinci dan operasional
tentang
kegiatan
sehari-hari
dalam
rangka
kegiatan pelaksanaan perencanaan.
2. Fungsi Pengorganisasian
Fungsi Pengorganisasian menurut Terry (1986)
dalam
Rusman
mengusahakan
(2012:
124)
adalah
hubungan-hubungan
tindakan
yang
efektif
antara orang-orang sehingga mereka dapat bekerja
sama secara efisien, dan memperoleh kepuasan pribadi
dalam melaksanakan tugas tertentu, dalam kondisi
lingkungan tertentu guna mencapai tujuan atau
17
sasaran tertentu. Fungsi ini yakni memberi tugas
sebagai hasil dari tahapan perencanaan, tugas tersebut
diberikan kepada beragam individu atau grup di dalam
organisasi.
Mulyono(2008:
pengorganisasian
27)
adalah
mengatakan
menyusun
hubungan
perilaku yang efektif antarpersonalia, sehingga mereka
dapat bekerja sama secara efisien dan memperoleh
kepuasan pribadi dalam melaksanakan tugas-tugas
dalam situasi lingkungan yang ada guna mencapai
tujuan dan sasaran tertentu. Longenecher dalam
Sudjana (2004: 105) mengatakan pengorganisasian
adalah
aktivitas
menetapkan
hubungan
antara
manusia dan kegiatan yang dilakukan untuk mencapai
tujuan. Pengertian ini menjelaskan bahwa kegiatan
pengorganisasian berkaitan dengan upaya melibatkan
orang-orang dalam kelompok, dan upaya melakukan
pembagian kerja diantara anggota kelompok itu untuk
melaksanakan
kegiatan
yang
telah
direncanakan
sebelumnya.
Sudjana
(2004:
107)
menjelaskan
dalam
pengorganisasian terdapat ciri-ciri sebagai berikut:
pertama, pengorganisasian berkaitan dengan upaya
pemimpin atau pengelola yang diperlukan. Kedua,
sumber daya manusia terdiri atas orang-orang atau
kelompok
ditetapkan,
orang
yang
persyaratan
memenuhi
itu
syarat
meliputi
yang
keahlian,
18
kemampuan, dan kondisi fisik yang sesuai dengan
tuntutan organisasi serta perkembangan lingkungan.
Ketiga,
adanya
sumber
daya
non-manusia
meliputi fasiitas, alat-alat dan biaya yang tersedia atau
dapat disediakan, serta lingkungan fisik yang potensial.
Keempat, sumber-sumber itu diintegrasikan ke dalam
suatu organisasi. Kelima, dalam organisasi terdapat
pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab
diantara orang-orang untuk menjalankan rangkaian
kegiatan yang telah direncanakan. Keenam, diarahkan
untuk mencapai. Ketujuh, dalam kegiatan pencapaian
tujuan, sumber daya manusia merupakan pemegang
peran utama dan paling menentukan.
Pengorganisasian menurut Roco Carzo dalam
Sudjana (2004: 116-117) memiliki tiga prinsip yaitu:
Kebermaknaan, yaitu memberi gambaran bahwa
pengorganisasian
ditetapkan
dalam
memiliki
rencana
kegiatan
dan
yang
tahapan
pencapaian tujuan yang telah ditentukan.
Keluwesan, yaitu pengembangan atau modifikasi
dalam organisasi pada saat kegiatan sedang
berlangsung. Perubahan mungkin terjadi sebagai
akibat
dari
adanya
perubahan
tuntutan,
masalah, dan kebutuhan baru yang datang dari
dalam dan luar organisasi pada saat pelaksanaan
kegiatan.
19
Kedinamisan,
yaitu
kreativitas
dalam
melaksanakan
tugas
pekerjaan,
dalam
melakukan serta menjalin hubungan resmi dan
hubungan tidak resmi.
Berdasarkan ketiga prinsip di atas, Sudjana
(2004: 117) mengatakan pengorganisasian dilakukan
melalui tujuh urutan yaitu: pertama, upaya memahami
sebaik-baiknya
tujuan
yang
telah
ditentukan,
kebijakan, rencana dan program, rangkaian kegiatan
untuk mencapai tujuan. Kedua, mempertimbangkan
kebijakan dan aturan-aturan yang berlaku.
Ketiga, upaya memilah-milah penggalan berbagai
tugas
pekerjaan,
pengelompokan
tugas
pekerjaan
disusun secara sederhana. Keempat, menentukan
pengambilan baik oleh bagian-bagian yang sejajar
maupun oleh bagian-bagian hierkis (vertikan) dalam
organisasi. Kelima, penentuan peryaratan. Keenam,
penyusunan
organisasi
dan
personalianya
yang
mendukung pesyaratan di atas. Ketujuh, penetapan.
3. Fungsi Pelaksanaan
Terry dalam Rusman (2012: 125) mengemukakan
bahwa pelaksanaan merupakan usaha menggerakkan
anggota-anggota kelompok sedemikian rupa hingga
mereka berkeinginan dan berusaha untuk mencapai
sasaran secara optimal sesuai dengan peran, tugas dan
tanggung jawabnya. Pelaksanaan merupakan usaha
untuk mengarahkan atau menggerakan tenaga kerja
20
atau man power dan mendayagunakan fasilitas yang
tersedia
guna
bersamaan.
pekerja
melakasanakan
pekerjaan
secara
Fungsi ini memotifasi bawahan atau
untuk
bekerja
dengan
sungguh-sungguh
supaya tujuan dari organisasi dapat tercapai dengan
efektif. Hal yang penting untuk diperhatikan dalam
pelaksanaan adalah; (1) merasa yakin akan mampu
mengerjakannya; (2) yakin bahwa pekerjaan tersebut
memberikan manfaat bagi dirinya; (3) tidak sedang
dibebani oleh problem pribadi atau tugas lain lang lebih
penting atau mendesak; (4) tugas tersebut merupakan
kepercayaan
hubungan
bagi
yang
antarteman
bersangkutan;
dalam
dan
organisasi
(5)
tersebut
harmoni.
4. Fungsi Evaluasi
Wilbur
Harris
dalam
Sudjana
(2004:
249)
mengemukakan bagwa evaluasi adalah efektivitas dan
kriteria. Selain itu menurut Paulson dalam Sudjana
(2004:
249)
mengatakan
evaluasi
adalah
proses
pengujian berbagai objek atau peristiwa tertentu
dengan menggunakan ukuran-ukuran nilai khusus
dengan
tujuan
untuk
menentukan
keputusan-
keputusan yang sesuai. Berdasarkan pengertian ini
maka evaluasi adalah kegiatan pengujian terhadap
sesuatu sebagai bahan untuk pengambilan keputusan.
Pengertian
ini
Sudjana
(2004:
251)
menyimpulkan bahwa evaluasi didefenisikan sebagai
21
kegiatan sistematis untuk mengumpulkan, mengolah,
menganalisis, mendeskripsikan, dan menyajikan data
atau informasi yang diperlukan sebagai masukan
untuk
pengambilan
mengandung
tiga
keputusan.
unsr
penting
Pengertian
yaitu
ini
kegiatan
sistematis, data atau informasi, dan pengambilan
keputusan. Kegiatan sistematis mengandung makna
bahwa evaluasi dilakukan melalui prosedur tertentu
yang tertib.
Data dan informasi yang dikumpulkan sebagai
fokus
kegiatan
evaluasi
diperoleh
melalui
upaya
pengumpulan, pengolahan, analisis, deskripsi dan
penyajian dengan menggunakan metode dan teknik
ilmiah. Pengambilan keputusan menekankan bahwa
data atau informasi yang disajikan itu akan bernilai
guna
apabila
menjadi
masukan
untuk
proses
pengambilan keputusan tentang alternatif yang akan
diambil. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
evaluasi merupakan kegiatan yang teratus untuk
memperoleh data dan informasi yang berguna bagi
pengambilan keputusan.
2.2 Manajemen Kurikulum
A. Pengertian Kurikulum
Alexander dan Lewis dalam Rusman (2012: 3)
berpendapat bahwa kurikulum merupakan segala
22
upaya sekolah untuk mempengaruhi siswa agar dapat
belajar, baik dalam ruang kelas maupun di luar
sekolah.
Sementara Harold dalam Rusman (2012: 3)
memandang kurikulum sebagai semua kegiatan yang
diberikan kepada siswa. Sejalan dengan Robert Jaiz
dalam Slameto (2013: 2) berpendapat kurikulum adalah
serangkaian mata pelajaran yang harus dipelajari dan
dikuasai. Berdasarkan beberapa pandangan di atas
maka dapat disimpulkan bahwa kurikulum adalah
rangkaian
upaya
pembelajaran
yang
dirancang
mengenai isi dan tujuan. Menurut Geane dalam
Subandijah (1996: 36) bahwa Manajemen Kurikulum
adalah suatu proses di mana partisipasi pada berbagai
tingkatan dalam membuat keputusan tentang tujuan,
bagaimana tujuan direalisasikan melalui proses belajar
mengajar dan apakah tujuan dan alat itu serasi dan
efektif. Pengertian ini juga dikatakan oleh Rusman
(2012: 3) bahwa manajemen kurikulum adalah suatu
sistem
pengelolaan
kurikulum
yang
kooperatif,
komprehensif, sistematik dan sistemik dalam rangka
mewujudkan ketercapaian tujuan kuikulum.
Kurikulum dalam pendidikan adalah seperti yang
dikatakan oleh Sanjaya (2010: 16) adalah rencana
tertulis yang berisi tentang ide-ide dan gagasangagasan yang dirumuskan, rencana yang tertulis itu
kemudian menjadi dokumen yang membentuk suatu
23
sistem yang terdiri dari komponen-komponen yang
saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu sama
lain. Paparan di atas memberi kesimpulan bahwa
manajemen kurikulum adalah sebuah proses atau
sistem
pengelolaan
kurikulum
secara
kooperatif,
komprehensif, sistemik, dan sistematik untuk mengacu
ketercapaian
tujuan
kurikulum
yang
sudah
dirumuskan.
B. Landasan, Asas dan Prinsip Manajemen
Kurikulum
Sukmadinata (2013: 38) menjelaskan bahwa
dalam kurikulum ada dua landasan yang dipakai yaitu
landasan filosofis dan landasan psikologis.
1. Sukmadinata (2013: 41) menjelaskan landasan
filsafat bertolak dari teori John Dewey yang
mengatakan
bahwa
pendidikan
berarti
perkembangan, perkembangan sejak lahir hingga
menjelang kematian. Yang berarti bahwa proses
pendidikan itu bersifat kontinu, merupakan
reorganisasi,
rekonstruksi,
dan
pengubahan
pengalaman hidup. Jadi menurut John Dewey
pendidikan adalah organisasi pengalaman hidup,
dan juga perubahan pengalaman hidup itu
sendiri, pendidikan merupakan reorganisasi dan
rekonstruksi yang konstan dari pengalaman itu
pada saat ada tujuan, perbuatan pendidikan
selalu ditujukan untuk mencapai tujuan, setiap
24
fase perkembangan kehidupan masa kanakkanak, masa pemuda, dan dewasa semuanya
merupakan
fase
pendidikan,
semua
yang
dipelajari pada fase-fase tersebut mempunyai arti
sebagai pengalaman.
Penjelasan landasan filsafat ini menurut penulis
adalah pendidikan adalah sesuatu yang sangat penting
bagi setiap orang, pendidikan itu berlangsung setiap
saat dan melalui pendidikan seseorang memperoleh
pengetahuan baik melalui proses yang terjadi maupun
melalui
pengalaman-pengalaman
yang
terjadi.
Landasan ini menjadi penting dalam pendidikan dan
juga menjadi
pertimbangan dalam perkembangan
pendidikan khususnya kurikulum.
2. Landasan psikologi menjelaskan bahwa proses
pendidikan terjadi karena ada interaksi antar
individu, yaitu antara peserta didik dengan
pendidik dan juga antara peserta didik dengan
orang-orang yang lain. Mengapa demikian karena
manusia memiliki perbedaan dengan makhluk
yang
lain
dimaksud
karena
dengan
kondisi
psikologis.
landasan
ini
Yang
adalah
karakteristik seseorang sebagai individu, yang
dinyatakan dalam berbagai bentuk perilaku
dalam interaksi dengan lingkungannya. Perilaku
tersebut merupakan ciri kehidupannya, baik
yang
tampak
maupun
yang
tidak
tampak,
25
perilaku
kognitif,
afektif,
(Sukmadinata,
2013:
perkembangan
lebih
perkembangan
perkembangan
dan
psikomotor
45).
Psikologi
diarahkan
individu
itu
pada
dan
mempunyai
setiap
karakteristik
tertentu yang berbeda. Sedangkan psikologi
belajar itu lebih diarahkan tentang bagaimana
individu itu belajar baik dalam bentuk kognitif,
afektif maupun psikomotorik.
Berdasarkan
penjelasan
ini
maka
menurut
penulis landasan ini lebih diarahkan pada karakteristik
individu dan perilaku individu dalam belajar, oleh
sebab
itu
maka
landasan
ini
dipakai
sebagai
pertimbangan dalam pendidikan khususnya dalam hal
kurikulum.
Kurikulum
seyogiaya
harus
memperhatikan kondisi psikologis anak.
Berdasarkan
penjelasan
ini
maka
dapat
disimpulkan bahwa landasan ini menjadi acuan dalam
pembentukan
kurikulum
karena
memperhatikan
individu dalam menghadapi perkembangan yang terjadi
di masyarakat, kehidupan serta perubahan yang terjadi
itulah dapat membentuk karakter dari individu itu
sendiri
dan
dapat
membuat
individu
itu
dapat
mengetahui perubahan yang terjadi.
Nasution (2014: 11-14) juga menjelaskan bahwa
suatu
kurikulum
juga
memiliki
asa-asas
yang
mendasarinya yaitu:
26
1. Asas Filosofis, yang berkenaan dengan tujuan
pendidikan yang sesuai dengan filsafat negara,
sekolah bertujuan mendidik anak agar menjadi
manusia yang “baik”. Yang dimaksudkan dengan
baik pada hakikatnya ditentukan oleh nilai-nilai,
cita-cita atau filsafat yang dianut negara, tetapi
juga guru, orang tua, dan masyarakat.
2. Asas Psikologi, yang diperhitungkan faktor anak
dalam
kurikulum
perkembangan
yaitu:
anak,
psikologi
psikologi
anak,
belajar,
dan
bagaimana proses belajar anak. Psikologi anak,
sekolah, dimana anak dapat belajar untuk
mengembangkan bakatnya.
3. Asas Sosiologis, yaitu keadaan masyarakat,
perkembangan dan perubahannya, kebudayaan
manusia,
hasil
kerja
manusia
berupa
pengetahuan, dan nilai-nilai. Anak tidak hidup
sendiri dari yang lainnya.
4. Asas Organisatoris, asas ini berkenaan dengan
masalah, dalam bentuk yang bagaimana bahan
pelajaran akan disajikan, apakah dalam bentuk
yang terpisah-pisah, ataukah diusahakan adanya
hubungan antara pelajaran yang diberikan.
Rusman (2012: 4) menjelaskan tentang prinsipprinsip yang harus diperhatikan dalam manajemen
kurikulum yaitu:
27
1. Produktivitas,
hasil
yang
akan
diperoleh
dalam kegiatan kurikulum merupakan aspek
yang
harus
manajemen
dipertimbangkan
kurikulum.
dalam
Pertimbangan
bagaimana agar peserta didik dapat mencapai
hasil belajar sesuai dengan tujuan kurikulum
harus menjadi sasaran dalam manajemen
kurikulum.
2. Demokrasi,
pelaksanaan
kurikulum
harus
manajemen
berdasarkan
demokrasi
yang menempatkan pengellola, pelaksana dan
subjek didik pada posisi yang seharusnya
dalam melaksanakan tugas dengan penuh
tanggung
jawab
untuk
mencapai
tujuan
kurikulum.
3. Kooperatif, untuk memperoleh hasil yang
diharapkan
dalam
kegiatan
manajemen
kurikulum perlu adanya kerja sama yang
positif dari berbagai pihak yang terlibat.
4. Efektifitas dan efisiensi, rangkaian kegiatan
manajemen
kurikulum
harus
mempertimbangkan efektivitas dan efisiensi
untuk mencapai tujuan kurikulum sehingga
kegiatan
manajemen
kurikulum
tersebut
memberikan hasil yang berguna dengan relatif
singkat.
28
5. Mengarahkan visi, misi, dan tujuan yang
ditetapkan
dalam
manajemen
kurikulum,
kurikulum
proses
harus
dapat
memperkuat dan mengarahkan visi, misi, dan
tujuan kurikulum.
Menurut Rusman (2012: 5) bukan hanya prinsipprinsip yang harus diperhatikan dalam manajemen
kurikulum tetapi juga kegunaannya dalam manajmen
kurikulum yaitu:
1. Meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber
daya
kurikulum,
maupun
pemberdayaan
komponen
ditingkatkan
sumber
kurikulum
melalui
dapat
pengelolaan
yang
terencana dan efektif.
2. Meningkatkan keadilan dan kesempatan pada
siswa untuk mencapai hasil yang maksimal,
kemampuan yang maksimal dapat dicapai
peserta didik tidak hanya melalui kegiatan
intrakurikuler,
tetapi
juga
perlu
melalui
kegiatan ekstra dan kokurikuler yang dikelola
secara integritas dalam mencapai tujuan
kurikulum.
3. Meningkatkan
pembelajaran
relevansi
sesuai
dan
evektifitaas
dengan
kebutuhan
peserta didik maupun lingkungan sekitar,
kurikulum yang dikelola secara efektif dapat
memberikan
kesempatan
dan
hasil
yang
29
relevan
dengan
kebutuhan
peserta
didik
maupun linggkungan sekitar.
4. Meningkatkan
efektivitas
kinerja
guru
maupun aktivitas siswa dalam mencapai
tujuan pembelajaran, pengelolaan kurikulum
yang profesional, efektif, dan terpadu dapat
memberikan
motivasi
pada
kinerja
guru
maupun aktivitas dalam belajar.
5. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses
belajar mengajar, proses pembelajaran selalu
dipantau dalam rangka melihat konsistensi
antara
desain
dengan
yang
telah
pembelajaran.
ketidaksesuaian
direncanakan
Dengan
antara
demikian,
desain
dengan
implementasi dapat dihindarkan. Di samping
itu, guru maupun siswa selalu termotivasi
untuk
melaksanakan
pembelajaran
yang
efektif dan efisien karena adanya dukungan
kondisi positif yang diciptakan dalam kegiatan
pengelolaan kurikulum.
6. Meningkatkan partisipasi masyarakat untuk
membantu
mengembangkan
kurikulum,
kurikulum yang dikelola secara profesional
akan
melibatkan
masyarakat,
khususnya
dalam mengisi bahan ajar atau sumber belajar
perlu disesuaikan dengan ciri khas dan
kebutuhan pembangunan daerah setempat.
30
C. Fungsi-Fungsi dalam Manajemen Kurikulum
Manajemen kurikulum memiliki fungsi-fungsi
yaitu perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,
dan evaluasi.
1. Perencanaan
Rusman (2012: 21) mengatakan Perencanaan
kurikulum adalah perencanaan kesempatan belajar
yang dimaksudkan untuk membina siswa ke arah
perubahan tingkah laku yang diinginkan dan menilai
sampai mana perubahan itu telah terjadi. Menurut
Oemar Hamalik dalam Rusman (2012: 21) mengatakan
bahwa perencanaan kurikulum adalah suatu proses
sosial yang kompleks yang menuntut berbagai jenis dan
tingkat pembuatan keputusan. Artinya, perencanaan
kurikulum berfungsi sebagai pedoman yang berisi
petunjuk tentang jenis dan sumber individu yang
diperlukan, media pembelajaran yang digunakan,
tindakan-tindakan yang diperlukan, sumber biaya,
tenaga, dan sarana yang diperlukan, sistem monitoring
dan evaluasi, peran unsur-unsur ketenagaan untuk
mencapai
tujuan
perencanaan
pendidikan.
kurikulum
juga
Di
samping
berfungsi
itu,
sebagai
pendorong untuk melaksanakan sistem pendidikan
sehingga mencapai hasil yang optimal.
Perencanaan kurikulum tidak terlepas dari isi
kurikulum, menurut Saylor dan Alexander dalam
Rusman (2012: 26) mengatakan ini kurikulum adalah
31
fakta, persepsi, desain, yang tergambarkan dari apa
yang
dipikirkan
oleh
seseorang
yang
secara
keseluruhan diperoleh dari pengalaman dan semua itu
merupakan komponen yang menyusun pikiran yang
mereorganisasi
dan
menyusun
kembali
hasil
pengalaman tersebut ke dalam adat dan pengetahuan,
ide, konsep, prinsip, rencana, dan solusi. John Dewey
dalam Rusman (2012: 27) juga menyatakan bahwa isi
kurikulum lebih dari informasi yang dipelajari ketika
dua kondisi muncul. Pertama, isi kurikulum harus
memiliki hubungan dengan pertanyaan yang menjadi
perhatian siswa. Kedua, isi harus secara langsung
masuk
dalam
tingkah
laku
sebagai
upaya
meningkatkan makna dan kedalaman arti. Silabus
merupakan garis-garis besar secara umum yang
digunakan sebagai pedoman dalam pembuatan RPP.
RPP adalah program pelaksanaan pembelajaran secara
periodik, bisa untuk satu kali pertemuan bahkan lebih
tergantung pada tujuan pembelajaran yang hendak
dicapai.
2. Pengorganisasian
Nasution (2014: 179) mengatakan organisasi
kurikulum
disusun
adalah
dan
bentuk
disampaikan
bahan
pelajaran
kepada
yang
siswa,
dan
merupakan suatu dasar yang penting dalam pembinaan
kurikulum
yang
berkaitan
erat
dengan
tujuan
pendidikan yang hendak dicapai, karena bentuk
32
kurikulum turut menentukan bahan pelajaran. Sejalan
dengan Rusman (2012: 60) mengatakan organisasi
kurikulum
merupakan
pola
atau
desain
bahan
kurikulum yang tujuannya untuk mempermudah siswa
dalam
mempelajari
bahan
pelajaran
serta
mempermudah sisawa dalam melakukan kegiatan
belajar sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai
secara efektif.
Menurut Rusman (2012: 60-61) ada beberapa
faktor yang harus dipertimbangkan dalam organisasi
kurikulum yaitu:
a. Ruang lingkup dan urutan bahan pelajaran
merupakan
salah
satu
faktor
yang
harus
dipertimbangkan dalam suatu kurikulum, setiap
pola kurikulum memiliki ruang lingkup materi
pelajaran yang berbeda. Organisasi kurikulum
berdasarkan
pelajarannya
mata
pelajaran
cenderung
lingkup
materi
menyajikan
bahan
pelajaran yang bersumber dari kebudayaan dan
informasi atau pengetahuan hasil temua masa
lalu yang telah tersusun secara logis dan
sistematis. Sementara itu organisasi kurikulum
integritas lingkup materi pelajarannya diambil
dari masyarakat maupun dari aspek siswa
(minat, bakat, dan kebutuhan). Tidak hanya
lingkup materi pelajaran yang harus diperhatikan
33
dalam organisasi kurikulum, tetapi bagaimana
urutan bahan.
b. Kontinuitas
kurikulum
kurikulum
perlu
dalam
organisasi
diperhatikan
terutama
berkaitan dengan subtansi ataupun loncat-loncat
yang
tidak
jelas
tingkat
kesukarannya.
Pendekatan spiral merupakan salah satu upaya
dalam menerapkan faktor ini, artinya materi yang
dipelajari
siswa
mendalam
yang
semakin
lama
dikembangkan
semakin
berdasarkan
keluasan secara vertikal maupun horisontal.
c. Semakin dinamis perubahan dan perkembangan
dalam ilmu pengetahuan, sosial budaya, maupun
ekonomi
akan
dimensinya.
berpengaruh
Selalu
terhadap
diperhatikan
dalam
keseimbangan pada organisasi kurikulum yaitu
keseimbangan terhadap substansi bahan atau isi
kurikulum.
Keseimbangan
substansi
isi
kurikulum harus dilihat secara komprehensif
untuk
kepentingan
tuntutan
siswa
masyarakat,
sebagai
maupun
individu,
kepentingan
pengembangan ilmu pengetahuan.
d. Alokasi
waktu
yang
dibutuhkan
dalam
kurikulum harus menjadi bahan pertimbangan
dalam organisasi kurikulum.
Melalui pengertian di atas dapat disimpulkan
bahwa organisasi kurikulum merupakan suatu desain
34
dari bahan pelajaran yang ditata dalam rangka siswa
lebih mudah mengikuti proses yang terjadi.
3. Pelaksanaan
Mulyasa (2012: 21) mengatakan pelaksanaan
merupakan kegiatan untuk merealisasikan rencana
menjadi tindakan nyata dalam rangka mencapai tujuan
secara efektif dan efisien. Dalam pelaksanaan, setiap
organisasi harus memiliki kekuatan yang mantap dan
menyakinkan sebab jika tidak kuat, maka proses
pendidikan seperti yang diinginkan sulit terealisasi.
Baginya pelaksanaan manajemen di sekolah yang
efektif dan efisien menuntut dilaksanakannya keempat
fungsi pokok manajemen tersebut secara terpadu dan
terintegrasi dalam pengelolaan bidang-bidang kegiatan
manajemen. Dan melalui kegiatan manajemen yang
efektif
dan
efisien
tersebut,
diharapkan
dapat
memberikan kontribusi terhadap peningkatan kualitas
pendidikan secara keseluruhan. Arikunto (2012: 105)
mengatakan
pelaksanaan
Pelaksanaan
pelajaran
yang
kurikulum
adalah
merupakan
kegiatan
mengajar yang sesungguhnya dilakukan oleh guru dan
ada interaksi langsung dengan siswa mengenai pokok
bahasan yang diajarkan.
Permen No 41 Tahun 2007 tentang standar
proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah,
pelaksanaan
proses
pembelajaran
terbagi
atas
persyaratan pelaksanaan proses pembelajaran dan
35
pelaksanaan
pembelajaran.
Persyaratan
proses
pembelajaran meliputi jumlah peserta didik setiap
rombongan belajar, beban kerja minimal guru, buku
teks pelajaran, dan pengelolaan kelas. Sedangkan
pelaksanaan
pembelajaran
meliputi
kegiatan
pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup.
4. Evaluasi
Tyler dalam Rusman (2012: 93) mengatakan
bahwa
evaluasi
adalah
suatu
proses
untuk
menentukan tingkat perubahan yang terjadi pada hasil
belajar. Hasil belajar tersebut biasanya diukur dengan
tes, karena tujuan evaluasi menurut Tyler adalah untuk
menentukan tingkat perubahan yang terjadi, baik
secara stattistik, maupun secara edukatif.
Arifin
kurikulum
(2012:
adalah
266)
suatu
penjaminan
dan
berdasarkan
pertimbangan
mengatakan
tindakan
penetapan
dan
evaluasi
pengendalian,
mutu
kurikulum
kriteria
tertentu
sebagai bentuk akuntabilitas pengembang kurikulum
dalam rangka menentukan keefektifan kurikulum
sedangkan
penilaian
hasil
belajar
adalah
suatu
kegiatan pengumpulan, pengolahan, dan penafsiran
informasi tentang proses dan hasil belajar peserta didik
berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu untuk
membuat suatu keputusan.
Penjelasan
ini
dapat
disimpulakan
bahwa
evaluasi kurikulum sangat penting dalam proses
36
pelaksanaan kurikulum, dengan adanya evaluasi dapat
diketahui sejauh mana tingkat keberhasilan dari
pelaksanaan kurikulum itu sendiri.
Evaluasi kurikulum juga memiliki tujuan dan
fungsi yang menurut Arifin (2012: 268) adalah untuk
mengetahui keefektifan dan efisiensi sistem kurikulum,
baik menyangkut tentang tujuan, isi/materi, strategi,
media, sumber belajar, lingkungan maupun sistem itu
sendiri. Sedangkan Fungsi evaluasi kurikulum adalah
untuk perbaikan dan penyempurnaan kurikulum yang
diarahkan pada semua komponen kurikulum secara
keseluruhan,
untuk
pembuat
memberikan
informasi
keputusan,
mempertanggungjawabkan,
laporan,
bagi
untuk
seleksi,
dan
penempatan serta untuk menilai kelayakan program
dalam satuan pendidikan berdasarkan kriteria yang
telah ditetapkan.
Penjelasan ini sejalan dengan pendapat Hamalik
dalam Arifin (2012: 271) yang mengemukakan bahwa
aspek-aspek kurikulum yang perlu dinilai terdiri atas;
kategori
masukan,
kategori
proses,
dan
kategori
produk.
Kategori masukan, meliputi ketercapaian target
kurikulum yang telah ditentukan; kemampuan
awal peserta didik; kemampuan profesional guru;
sarana dan prasarana; waktu, dan sumber
informasi.
37
Kategori
proses,
unsur-unsur
meliputi
dalam
kedayagunaan
dan
koherensi
program
antara
pembelajaran;
keterlaksanaan
program
pembelajaran; isi kurikulum; pemilihan dan
penggunaan strategi dan media pembelajaran;
organisasi kurikulum; prosedur evaluasi.
Kategori produk, meliputi kemampuan peserta
didik; jumlah lulusan; penyerapan dalam dunia
kerja; kesesuaian dengan bidang pekerjaan.
Arifin
kurikulum
(2012:
harus
273)
menjelaskan
memperhatikan
evaluasi
prinsip-prinsip
umum dan jenis evaluasi sebagai berikut:
Kontinuitas,
evaluasi
tidak
boleh
evaluasi
harus
sebagai
bahan
dilakukan secara insidental.
Komprehensif,
diambil
artinya
secara
artinya
objek
menyeluruh
evaluasi.
Adil dan objektiif, artinya proses evaluasi dan
pengambilan keputusan hasil evaluasi harus
dilakukan
secara
adil,
yaitu
keseimbangan
antara teori dan praktek, keseimbangan proses
dan hasil, dan keseimbangan dimensi-dimensi
kurikulum itu sendiri. Semua peserta didik harus
mendapat perlakuan yang sama. Guru juga
hendaknya
bertindak
secara
objektif,
yaitu
menilai apa adanya sesuai dengan fakta yang
38
ada, sesuai dengan kemampuan peserta didik
dan tanpa pilih kasih.
Kooperatif,
artinya
kegiatan
evaluasi
harus
dilakukan atas kerja sama dengan semua pihak,
baik orang tua, guru, kepala sekolah, pengawas,
termasuk dengan peserta.
Dilihat dari kurikulum sebagai suatu program
maka menurut Arifin (2012: 274) jenis evaluasi dapat
dibagi menjadi lima jenis, yaitu:
Evaluasi perencanaan dan pengembangan, hasil
evaluasi ini dapat meramalkan kemungkinan
implementasi kurikulum serta keberhasilannya.
Pelaksanaan
dilakukan
sebelum
kurikulum disusun dan dikembangkan.
Evaluasi monitoring
Evaluasi dampak, dampak ini dapat diukur
berdasarkan
evaluasi
kriteria
keberhasilan
sebagai
indikator ketercapaian tujuan kurikulum.
Evaluasi efisiensi-ekonomis
Evaluasi program komprehensif, evaluasi ini
dimaksudkan untuk menilai kurikulum secara
menyeluruh,
mulai
dari
perencanaan,
pengembangan, implementasi, dampak, serta
tingkat keefektifan dan efisiensi.
2.3 Pendidikan Katekisasi
A. Pengertian Katekisasi
39
Katekisasi sesungguhnya memiliki hubungan
dengan
ungkapan
yang
dan
belajar,
mengajar
terkait
dengan
pengertian
kegiatan
katekisasi
sesungguhnya berasal dari kata katekheo (bahasa
Yunani) yaitu menyampaikan informasi, petunjuk atau
pengajaran.
Kata
ini
berhubungan
dengan
kata
katekheis yaitu informasi, petunjuk dan pengajaran.
Kata katekheo digunakan dalam kalangan gereja atau
jemaat adalah dengan pengertian spesifik, baik dalam
hubungan dengan aspek pekerjaan pekabaran injil
maupun kehidupan jemaat, yaitu pengajaran dalam
kehidupan
orang
percaya.
Abineno
(1988:
7)
mengatakan katekisasi berasal dari bahasa Yunani dari
kata
katekhein
yang
berarti
memberitakan,
memberitahukan, mengajar.
Dalam
perkembangannya
Katekisasi
adalah
sebuah istilah yang dipinjam dan ditransliterasikan ke
dalam bahasa gerejawi Indonesia. Istilah yang dipinjam
adalah katekhisatie, kata ini berasal dari cathechese
(bahasa Belanda) atau catechesis (bahasa Inggris). Dari
istilah ini diperoleh pengertian bahwa Katekisasi adalah
sebuah proses belajar mengajar sekaligus membimbing
orang agar dapat melakukan apa yang telah diajarkan
kepadanya.
Abineno (2010) mengatakan untuk pengajaran
menggunakan rupa-rupa istilah atau kata kerja (dalam
bahasa Yunani), yang pertama Katekhein, yang berarti
40
memberitakan, memberitahukan, mengajar, memberi
pengajaran, kedua Didaskein, dalam dunia Yunani kata
ini biasa digunakan untuk pekerjaan menyampaikan
pengetahuan. Ketiga Ginoskein, yang berarti mengenal
atau belajar mengenal. Dalam dunia pikiran Yunani
Ginoskein terutama bersifat intelektualitas dan dapat
berarti
mengetahui
berdasarkan
sesuatu:
mengetahui
pengalaman-pengalaman.
sesuatu
Keempat
Manthanein, yang berarti belajar.
Dan
yang
kelima
Paideven,
arti
kata
ini
menunjuk ke arah kata Indonesia yaitu mendidik.
Pengertian ini dapat disimpulakan bahwa mengapa
katekisasi disebut sebagai pendidikan di dalam gereja,
karena katekisasi adalah tugas hakiki dari pelayanan
gereja, sebab gereja adalah persekutuan iman yang
mengajar dan belajar.
B. Katekisasi sebagai
wadah pendidikan di
dalam gereja
Abineno
pendidikan
(2010)
katekisasi
mengatakan
ada
untuk
beberapa
melihat
jeni-jenis
katekisasi yaitu katekisasi keluarga, katekisasi sekolah,
dan katekisasi gereja.
Katekisasi keluarga, keluarga adalah tempat
mula-mula, dimana bimbingan diberikan. Orang tua
berfungsi sebagai pengajar yang pertama. Dan isi
pendidikan agama dalam keluarga ialah pengetahuan
41
tentang hal-hal yang penting dari perjanjian lama dan
perjanjian
sebenarnya
baru.
Katekisasi
bukan
sekolah-sekolah
sekolah,
sekolah-sekolah
agama
yang
sekolah
ini
umum,
tetapi
mempunyai
satu
pengajaran yaitu alkitab. Katekisasi gereja, di mana
katekisasi ditempatkan dalam suatu kerangka yang
luas, yaitu kerangka gereja sebagai persekutuan
mengajar.
Gereja
memberitakan
bukan
firman,
saja
terpanggil
melayani
untuk
sakramen,
mengembalakan anggota jemaat, tetapi juga untuk
mengajar dan membina anggotanya. Ketiga jenis
katekisasi ini adalah sama karena menyampaikan
kepada pengikutnya (anak-anak kristen) hal-hal pokok
tentang isi alkitab, tentang gereja dan pelayanannya.
Katekisasi adalah pelayanan gereja, bukan saja
dalam arti bahwa gereja yang menyelenggarakannya,
tetapi juga bahwa gereja yang bertanggungjawab atas
pererencanaan dan pelaksanaannya. Tujuannya adalah
bukan pertama-tama supaya anak-anak (pengikut
katekisasi) diteguhkan menjadi anggota sidi dan
dengan itu menjadi anggota penuh dari gereja, tetapi
supaya
anak-anak
(pengikut
katekisasi)
percaya
kepada Yesus, dan dengan itu mendapat persekutuan
dengan dia. Katekisasi bukan hanya pengajaran saja,
tetapi juga bimbingan dan latihan yang berlangsung
dalam
suatu
persekutuan.
Yaitu
antara
pendeta
42
(pemimpin
katekisasi)
dan
anak-anak
(pengikut
katekisasi).
Abineno (2010: 98-100) mengatakan aspek-aspek
utama dari katekisasi adalah:
Katekisasi adalah pengajaran tentang Allah dan
perjanjiannya. Yang dimaksudkan di sini ialah
bukan saja bahwa katekese ini diberikan kepada
anak-anak muda sebagai anggota-anggota dari
perjanjian Allah, tetapi juga bahwa pelayanan ini
berlangsung di dalam relasi-relasi dari perjanjian
itu.
Katekisasi ialah bimbingan dalam gereja.
Katekisasi sebagai pengajaran yang diberikan
kepada anak-anak muda, berlangsung di bawah
pimpinan roh kudus. Hal ini bukan saja berarti
bahwa roh kudus yang memimpin para katekeit
dan ketekisan dalam pelayanan katekisasi, tetapi
juga bahwa roh kudus dalam pekerjaannya
menggunakan
katekisasi
untuk
memuliakan
Kristus di dalam jemaat.
Maksud katekisasi ialah supaya anak-anak muda
mengenal Allah dalam seluruh hidup mereka.
Yang penting dalam katekisasi ialah bukan saja
pengetahuan yang banyak tentang soal-soal
alkitab dan gereja tetapi terutama pengenalan
akan Allah.
43
Tujuan katekisasi ialah supaya anak-anak muda
mengenal Allah, dan mengenalNya begitu rupa,
sehingga mereka dengan jalan itu dapat hidup
bersama-sama dengan Dia.
Katekisasi ialah pengajaran/ bimbingan gereja
kepada
semua
anggotanya
untuk
memperlengkapi mereka bagi suatu hidup yang
bertanggung-jawab
di
dalam
dunia
sebagai
anggota-anggota yang dewasa dari gereja.
Penjelasan di atas memberi kesimpulan bahwa
pengajaran
(katekisasi)
merupakan
salah
satu
pelayanan pendidikan di dalam gereja kepada anggotaanggotanya. Namun, lebih dari itu bahwa pengajaran
katekisasi mengandung nilai-nilai dan pengajaran
tentang pergumulan jati diri atau keberadaan seseorang
yang akan menerima Yesus dan yang telah menerima
keselamatan (Anugerah) dari Allah.
Unsur keselamatan itu meliputi seluruh dimensi
hidup siswa katekisasi di tengah-tengah lingkungan
jemaat. Secara pelayanan, katekisasi di dalam gereja
sebagai pendidikan merupakan pelayanan gereja yang
hakiki, ia sama halnya dengan pelayanan-pelayanan
rutinitas gereja lainnya (diakonia, pemberitaan firman,
pendampingan, bimbingan, pelatihan, ibadah-ibadah
dan lain-lain). Tujuan dari pengajaran katekisasi
dengan asuhan dari pengajar kateket (pendeta atau
majelis) lewat kurikulum mesti mampu mengangkat
44
kemauan untuk dapat hidup mencirikan Kristus dan
bertanggung jawab atas kehidupannya sebagai gereja
dan melibatkan diri dalam berbagai pelayanan gereja.
2.4 Penelitian yang Relevan
Penelitian
manajemen
Jenny
Unawekla
(2014)
tentang
kurikulum
komunitas
belajar
Qaryah
Tayyibah, dilihat bahwa dalam aspek perencanaan
kurikulum dilakukan oleh masing-masing anak dan
guru tidak berperan dalam perencanaan kurikulum.
Aspek organisasi kurikulum ditemukan bahwa materi
pembelajaran berasal dari pengalaman peserta didik
sendiri sesuai dengan minat dan kebutuhan. Aspek
pelaksanaan kurikulum ditemukan bahwa kegiatan
pembelajaran
dilakukan
secara
inspiratif,
artinya
semua proses belajar anak berasal dari ide yang
ditentukan sebelumnya sehingga anak menjadi lebih
tertantang untuk mencapai pengetahuan melalui ide
yang ditentukan.
Aspek evaluasi ditemukan ada dua hal yaitu
pertama evaluasi terhadap kegiatan pembelajaran di
mana yang mengevaluasi adalah anak didik. anak,
mengevaluasi
pencapaian
proses
target
belajar
yang
mereka
telah
melalui
direncanakan
sebelumnya. Evaluasi oleh guru juga dibutuhkan untuk
melihat sejau mana anak berkembang dengan model
pembelajaran yang telah dijalankan. Kedua evaluasi
terhadap kurikulum pembelajaran di mana kurikulum
45
yang diterapkan adalah adalah kurikulum berbasis
pada kebutuhan anak. Rencana, tujuan, isi dan bahan
pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan anak dan
ditentukan sendiri oleh anak.
Sejalan dengan itu penelitian terkait dengan
manajemen kurikulum juga dilakukan oleh Sri Intan
Wahyuni
(2010)
mendeskripsikan
di
mana
dan
penelitiannya
menganalisis
untuk
mengenai
bagaimana implementasi manajemen kurikulum di MTs
Negeri Laboratorium UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta
serta mengetahui peranan manajemen kurikulum
dalam meningkatkan mutu pembelajaran PAI di MTs
Negeri Laboratorium UIN Sunan Kalijaga,Yogyakarta.
Hasil
penelitian
menunjukan
bahwa
(1)
Implementasi manajemen kurikulum di MTs Negeri
Laboratorium UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta meliputi:
landasan dan tujuan manajemen kurikulum yaitu KTSP
dan
Permendiknas
tahun
2007,
perencanaan
kurikulum PAI yaitu penyusunan silabus dan RPP,
pelaksanaan kurikulum PAI yaitu pada tingkat sekolah
dan tingkat kelas yang dikembangkan oleh masingmasing guru PAI, dan penilaian kurikulum PAI yang
dilakukan setelah proses belajar mengajar dan pada
akhir semester melalui ujian akhir semester dan ujian
nasional.
(2) Manajemen kurikulum dalam meningkatkan
mutu pembelajaran PAI dengan melihat beberapa
46
prinsip diantaranya prinsip relevansi yaitu kurikulum
memiliki keterkaitan dengan kebutuhan masyarakat,
prinsip fleksibilitas yaitu program pembelajaran yang
terencana dilaksanakan secara fleksibel selama proses
belajar
mengajar,
prinsip
kontinuitas
yaitu
pelaksanaan proses belajar mengajar dilakukan secara
berkesinambungan,
prinsip
efisiensi
yaitu
proses
belajar mengajar dilakukan sesuai dengan jadwal yang
ditentukan, dan prinsip efektivitas yaitu manajemen
kurikulum
PAI
yang
meliputi
perencanaan,
pelaksanaan, dan penilaian kurikulum dapat membawa
hasil yang berguna bagi madrasah.
Musanna
mengatakan
(2009:10)
kurikulum
dalam
hasil
sebagaimana
risetnya
dipahami
tidaklah selesai dengan selesainya dokumen kurikulum
semata. Tetapi, yang lebih mendasar adalah bagaimana
kurikulum tersebut diterapkan dalam keseluruhan
aktivitas yang berlangsung, yang pada gilirannya turut
memberi kontribusi pada perubahan sikap, perilaku
dan keterampilan peserta didik.
47
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan pustaka dalam penelitian ini mencakup
(a) manajemen (b) manajemen kurikulum dan (c)
pendidikan katekisasi.
2.1 Manajemen
A. Pengertian Manajemen
Usman (2013: 5-6) menjelaskan bahwa kata
manajemen berasal dari bahasa Latin, yaitu manus
yang berarti tangan dan agare yaitu melakukan
sehingga
kedua
managere
yang
kata
ini
artinya
digabungkan
menangani,
menjadi
managere
diterjemahkan ke bahasa Inggris to manage (kata kerja),
management (kata benda), dan manager untuk orang
yang
melakukannya.
Management
kemudian
diterjemahkan ke bahasa Indonesia yaitu manajemen
yang artinya mengelola. Oleh sebab itu manajemen
adalah serangkaian yang diarahkan langsung untuk
penggunaan sumber daya organisasi secara efektif dan
efisien dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
Menurut Nurhadi dalam Arikunto (2012: 3)
manajemen adalah suatu kegiatan atau rangkaian
kegiatan
yang
berupa
proses
pegelolaan
usaha
kerjasama sekelompok manusia yang tergabung dalam
organisasi
pendidikan,
untuk
mencapai
tujuan
13
pendidikan yang telah ditetapkan sebelumnya, agar
efektif dan efisien. Sejalan dengan itu Hamalik (2006:
16) mengatakan bahwa manajemen adalah suatu
proses sosial yang berkenaan dengan keseluruhan
usaha manusia dengan bantuan manusia lain serta
sumber-sumber lainnya. Berdasarkan penjelesan di
atas maka dapat disimpulkan bahwa manajemen
adalah
fungsi
untuk
mencapai
sesuatu
melalui
kegiatan orang lain dan mengawasi usaha-usaha
individu untuk mencapai tujuan yang sama.
Hasibuan
mengatakan
dalam
Daryanto
manajemen
adalah
(2013:
ilmu
40-41)
dan
seni
mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia
dan sumber daya lain untuk mencapat tujuan tertentu.
Pengertian ini dapat dipahami bahwa manajemen
adalah
sebuah
perencanaan,
proses
yang
pengorganisasian,
khas
terdiri
dari
pelaksanaan
dan
evaluasi yang dilakukan pihak pengelola organisasi
untuk
mencapai
tujuan
bersama
dengan
memberdayakan sumber daya manusia dan sumber
daya lainnya.
Daryanto (2013: 41) mengatakan
manajemen dapat dilihat sebagai suatu sistem, proses,
ilmu pengetahuan, profesi dan fungsi.
a) Sebagai suatu sistem, manajemen adalah suatu
kerangka
komponen
kerja
yang
yang
terdiri
secara
dari
berbagai
keseluruhan
saling
14
berkaitan
dan
terorganisasi
dalam
rangka
mencapai tujuan.
b) Sebagai proses, manajemen adalah serangkaian
tahapan
kegiatan
pencapaian
yang
tujuan
diarahkan
dengan
pada
memanfaatkan
sumber daya semaksimal mungkin.
c) Sebagai suatu ilmu pengetahuan, manajemen
adalah
suatu
menggunakan
ilmu
interdispiliner
dengan
ilmu
filsafat,
suatu
sosial,
psikologi, dan lain-lain.
d) Sebagai suatu profesi, manajemen merupakan
bidang pekerjaan atau keahlian tertentu yang
dapat disejajarkan dengan bidang lainnya.
e) Sebagai suatu fungsi, manajemen adalah proses
fungsi
perencanaan,
pengorganisasian,
pelaksanaan, dan evalusai.
Dari pengertian manajemen sebagai sistem,
sebagai proses, sebagai suatu ilmu pengetahuan,
sebagai profesi, dan sebagai fungsi, maka akan dikaji
manajemen sebagai suatu fungsi. Menurut Slameto
(2009: 2) fungsi-fungsi pokok yang harus diterapkan
dalam
manajemen
yaitu
perencanaan
(planning),
pengorganisasian (organizing), actuating (pelaksanaan),
dan evaluasi.
1. Fungsi Perencanaan
Fungsi perencanaan menurut Handoko (2003)
dalam Usman (2013: 77) meliputi pemilihan atau
15
penetapan
tujuan
organisasi.
Pengertian
ini
mengandung unsur-unsur yaitu sejumlah kegiatan
yang ditetapkan sebelumnya, adanya proses, hasil yang
ingin dicapai. Fungsi Perencanaan melibatkan urusan
memilih
tugas
mempertahankan
yang
tujuan
harus
dilakukan
organisasi,
untuk
menjelaskan
bagaimana tugas harus dilaksanakan, dan memberi
indikasi kapan harus dikerjakan.
Mulyono (2008: 25-28) mengatakan perencanaan
adalah proses kegiatan rasional dan sistemik dalam
menetapkan
keputusan,
kegiatan
atau
langkah-
langkah yang akan dilaksanakan di kemudian hari
dalam rangka usaha mencapai tujuan secara efektif dan
efisien. Perencanaan ini mengandung arti pertama
memikirkan dengan matang terlebih dahulu sasaran
(tujuan) dan tindakan berdasarkan pada beberapa
metode, rencana, atau logika dan bukan berdasarkan
perasaan. Kedua mengarahkan tujuan organisasi dan
menetapkan prosedur terbaik untuk mencapainya.
Ketiga pedoman untuk organisasi memperoleh dan
menggunakan sumber daya yang diperlukan untuk
mencapai tujuan, anggota organisasi melaksanakan
aktivitas yang konsisten dengan tujuan dan prosedur
yang sudah ditetapkan, dan memonitor dan mengukur
kemajuan untuk mencapai tujuan.
16
Slameto
(2009:
26-27)
mengatakan
setiap
perencanaan yang baik setidaknya harus memiliki lima
unsur yaitu:
Purpose, yaitu tujuan yang akan dicapai, tujuan
ini harus dirumuskan secara jelas, terperinci dan
operasional.
tujuan.
Policy, yaitu strategi atau cara untuk mencapai
Procedure, yaitu sistem komunikasi yang ada
dalam organisasi, yang dimaksud adalah jalurjalur
komunikasi
sebagai
akibat
adanya
pembagian tugas, wewenang dan tanggung
jawab.
Progres, yaitu gambaran tentang tahap-tahap
pencapaian tujuan, dalam perencanaan harus
nampak standar-standar tingkat keberhasilan.
Program, yaitu uraian lebih rinci dan operasional
tentang
kegiatan
sehari-hari
dalam
rangka
kegiatan pelaksanaan perencanaan.
2. Fungsi Pengorganisasian
Fungsi Pengorganisasian menurut Terry (1986)
dalam
Rusman
mengusahakan
(2012:
124)
adalah
hubungan-hubungan
tindakan
yang
efektif
antara orang-orang sehingga mereka dapat bekerja
sama secara efisien, dan memperoleh kepuasan pribadi
dalam melaksanakan tugas tertentu, dalam kondisi
lingkungan tertentu guna mencapai tujuan atau
17
sasaran tertentu. Fungsi ini yakni memberi tugas
sebagai hasil dari tahapan perencanaan, tugas tersebut
diberikan kepada beragam individu atau grup di dalam
organisasi.
Mulyono(2008:
pengorganisasian
27)
adalah
mengatakan
menyusun
hubungan
perilaku yang efektif antarpersonalia, sehingga mereka
dapat bekerja sama secara efisien dan memperoleh
kepuasan pribadi dalam melaksanakan tugas-tugas
dalam situasi lingkungan yang ada guna mencapai
tujuan dan sasaran tertentu. Longenecher dalam
Sudjana (2004: 105) mengatakan pengorganisasian
adalah
aktivitas
menetapkan
hubungan
antara
manusia dan kegiatan yang dilakukan untuk mencapai
tujuan. Pengertian ini menjelaskan bahwa kegiatan
pengorganisasian berkaitan dengan upaya melibatkan
orang-orang dalam kelompok, dan upaya melakukan
pembagian kerja diantara anggota kelompok itu untuk
melaksanakan
kegiatan
yang
telah
direncanakan
sebelumnya.
Sudjana
(2004:
107)
menjelaskan
dalam
pengorganisasian terdapat ciri-ciri sebagai berikut:
pertama, pengorganisasian berkaitan dengan upaya
pemimpin atau pengelola yang diperlukan. Kedua,
sumber daya manusia terdiri atas orang-orang atau
kelompok
ditetapkan,
orang
yang
persyaratan
memenuhi
itu
syarat
meliputi
yang
keahlian,
18
kemampuan, dan kondisi fisik yang sesuai dengan
tuntutan organisasi serta perkembangan lingkungan.
Ketiga,
adanya
sumber
daya
non-manusia
meliputi fasiitas, alat-alat dan biaya yang tersedia atau
dapat disediakan, serta lingkungan fisik yang potensial.
Keempat, sumber-sumber itu diintegrasikan ke dalam
suatu organisasi. Kelima, dalam organisasi terdapat
pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab
diantara orang-orang untuk menjalankan rangkaian
kegiatan yang telah direncanakan. Keenam, diarahkan
untuk mencapai. Ketujuh, dalam kegiatan pencapaian
tujuan, sumber daya manusia merupakan pemegang
peran utama dan paling menentukan.
Pengorganisasian menurut Roco Carzo dalam
Sudjana (2004: 116-117) memiliki tiga prinsip yaitu:
Kebermaknaan, yaitu memberi gambaran bahwa
pengorganisasian
ditetapkan
dalam
memiliki
rencana
kegiatan
dan
yang
tahapan
pencapaian tujuan yang telah ditentukan.
Keluwesan, yaitu pengembangan atau modifikasi
dalam organisasi pada saat kegiatan sedang
berlangsung. Perubahan mungkin terjadi sebagai
akibat
dari
adanya
perubahan
tuntutan,
masalah, dan kebutuhan baru yang datang dari
dalam dan luar organisasi pada saat pelaksanaan
kegiatan.
19
Kedinamisan,
yaitu
kreativitas
dalam
melaksanakan
tugas
pekerjaan,
dalam
melakukan serta menjalin hubungan resmi dan
hubungan tidak resmi.
Berdasarkan ketiga prinsip di atas, Sudjana
(2004: 117) mengatakan pengorganisasian dilakukan
melalui tujuh urutan yaitu: pertama, upaya memahami
sebaik-baiknya
tujuan
yang
telah
ditentukan,
kebijakan, rencana dan program, rangkaian kegiatan
untuk mencapai tujuan. Kedua, mempertimbangkan
kebijakan dan aturan-aturan yang berlaku.
Ketiga, upaya memilah-milah penggalan berbagai
tugas
pekerjaan,
pengelompokan
tugas
pekerjaan
disusun secara sederhana. Keempat, menentukan
pengambilan baik oleh bagian-bagian yang sejajar
maupun oleh bagian-bagian hierkis (vertikan) dalam
organisasi. Kelima, penentuan peryaratan. Keenam,
penyusunan
organisasi
dan
personalianya
yang
mendukung pesyaratan di atas. Ketujuh, penetapan.
3. Fungsi Pelaksanaan
Terry dalam Rusman (2012: 125) mengemukakan
bahwa pelaksanaan merupakan usaha menggerakkan
anggota-anggota kelompok sedemikian rupa hingga
mereka berkeinginan dan berusaha untuk mencapai
sasaran secara optimal sesuai dengan peran, tugas dan
tanggung jawabnya. Pelaksanaan merupakan usaha
untuk mengarahkan atau menggerakan tenaga kerja
20
atau man power dan mendayagunakan fasilitas yang
tersedia
guna
bersamaan.
pekerja
melakasanakan
pekerjaan
secara
Fungsi ini memotifasi bawahan atau
untuk
bekerja
dengan
sungguh-sungguh
supaya tujuan dari organisasi dapat tercapai dengan
efektif. Hal yang penting untuk diperhatikan dalam
pelaksanaan adalah; (1) merasa yakin akan mampu
mengerjakannya; (2) yakin bahwa pekerjaan tersebut
memberikan manfaat bagi dirinya; (3) tidak sedang
dibebani oleh problem pribadi atau tugas lain lang lebih
penting atau mendesak; (4) tugas tersebut merupakan
kepercayaan
hubungan
bagi
yang
antarteman
bersangkutan;
dalam
dan
organisasi
(5)
tersebut
harmoni.
4. Fungsi Evaluasi
Wilbur
Harris
dalam
Sudjana
(2004:
249)
mengemukakan bagwa evaluasi adalah efektivitas dan
kriteria. Selain itu menurut Paulson dalam Sudjana
(2004:
249)
mengatakan
evaluasi
adalah
proses
pengujian berbagai objek atau peristiwa tertentu
dengan menggunakan ukuran-ukuran nilai khusus
dengan
tujuan
untuk
menentukan
keputusan-
keputusan yang sesuai. Berdasarkan pengertian ini
maka evaluasi adalah kegiatan pengujian terhadap
sesuatu sebagai bahan untuk pengambilan keputusan.
Pengertian
ini
Sudjana
(2004:
251)
menyimpulkan bahwa evaluasi didefenisikan sebagai
21
kegiatan sistematis untuk mengumpulkan, mengolah,
menganalisis, mendeskripsikan, dan menyajikan data
atau informasi yang diperlukan sebagai masukan
untuk
pengambilan
mengandung
tiga
keputusan.
unsr
penting
Pengertian
yaitu
ini
kegiatan
sistematis, data atau informasi, dan pengambilan
keputusan. Kegiatan sistematis mengandung makna
bahwa evaluasi dilakukan melalui prosedur tertentu
yang tertib.
Data dan informasi yang dikumpulkan sebagai
fokus
kegiatan
evaluasi
diperoleh
melalui
upaya
pengumpulan, pengolahan, analisis, deskripsi dan
penyajian dengan menggunakan metode dan teknik
ilmiah. Pengambilan keputusan menekankan bahwa
data atau informasi yang disajikan itu akan bernilai
guna
apabila
menjadi
masukan
untuk
proses
pengambilan keputusan tentang alternatif yang akan
diambil. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
evaluasi merupakan kegiatan yang teratus untuk
memperoleh data dan informasi yang berguna bagi
pengambilan keputusan.
2.2 Manajemen Kurikulum
A. Pengertian Kurikulum
Alexander dan Lewis dalam Rusman (2012: 3)
berpendapat bahwa kurikulum merupakan segala
22
upaya sekolah untuk mempengaruhi siswa agar dapat
belajar, baik dalam ruang kelas maupun di luar
sekolah.
Sementara Harold dalam Rusman (2012: 3)
memandang kurikulum sebagai semua kegiatan yang
diberikan kepada siswa. Sejalan dengan Robert Jaiz
dalam Slameto (2013: 2) berpendapat kurikulum adalah
serangkaian mata pelajaran yang harus dipelajari dan
dikuasai. Berdasarkan beberapa pandangan di atas
maka dapat disimpulkan bahwa kurikulum adalah
rangkaian
upaya
pembelajaran
yang
dirancang
mengenai isi dan tujuan. Menurut Geane dalam
Subandijah (1996: 36) bahwa Manajemen Kurikulum
adalah suatu proses di mana partisipasi pada berbagai
tingkatan dalam membuat keputusan tentang tujuan,
bagaimana tujuan direalisasikan melalui proses belajar
mengajar dan apakah tujuan dan alat itu serasi dan
efektif. Pengertian ini juga dikatakan oleh Rusman
(2012: 3) bahwa manajemen kurikulum adalah suatu
sistem
pengelolaan
kurikulum
yang
kooperatif,
komprehensif, sistematik dan sistemik dalam rangka
mewujudkan ketercapaian tujuan kuikulum.
Kurikulum dalam pendidikan adalah seperti yang
dikatakan oleh Sanjaya (2010: 16) adalah rencana
tertulis yang berisi tentang ide-ide dan gagasangagasan yang dirumuskan, rencana yang tertulis itu
kemudian menjadi dokumen yang membentuk suatu
23
sistem yang terdiri dari komponen-komponen yang
saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu sama
lain. Paparan di atas memberi kesimpulan bahwa
manajemen kurikulum adalah sebuah proses atau
sistem
pengelolaan
kurikulum
secara
kooperatif,
komprehensif, sistemik, dan sistematik untuk mengacu
ketercapaian
tujuan
kurikulum
yang
sudah
dirumuskan.
B. Landasan, Asas dan Prinsip Manajemen
Kurikulum
Sukmadinata (2013: 38) menjelaskan bahwa
dalam kurikulum ada dua landasan yang dipakai yaitu
landasan filosofis dan landasan psikologis.
1. Sukmadinata (2013: 41) menjelaskan landasan
filsafat bertolak dari teori John Dewey yang
mengatakan
bahwa
pendidikan
berarti
perkembangan, perkembangan sejak lahir hingga
menjelang kematian. Yang berarti bahwa proses
pendidikan itu bersifat kontinu, merupakan
reorganisasi,
rekonstruksi,
dan
pengubahan
pengalaman hidup. Jadi menurut John Dewey
pendidikan adalah organisasi pengalaman hidup,
dan juga perubahan pengalaman hidup itu
sendiri, pendidikan merupakan reorganisasi dan
rekonstruksi yang konstan dari pengalaman itu
pada saat ada tujuan, perbuatan pendidikan
selalu ditujukan untuk mencapai tujuan, setiap
24
fase perkembangan kehidupan masa kanakkanak, masa pemuda, dan dewasa semuanya
merupakan
fase
pendidikan,
semua
yang
dipelajari pada fase-fase tersebut mempunyai arti
sebagai pengalaman.
Penjelasan landasan filsafat ini menurut penulis
adalah pendidikan adalah sesuatu yang sangat penting
bagi setiap orang, pendidikan itu berlangsung setiap
saat dan melalui pendidikan seseorang memperoleh
pengetahuan baik melalui proses yang terjadi maupun
melalui
pengalaman-pengalaman
yang
terjadi.
Landasan ini menjadi penting dalam pendidikan dan
juga menjadi
pertimbangan dalam perkembangan
pendidikan khususnya kurikulum.
2. Landasan psikologi menjelaskan bahwa proses
pendidikan terjadi karena ada interaksi antar
individu, yaitu antara peserta didik dengan
pendidik dan juga antara peserta didik dengan
orang-orang yang lain. Mengapa demikian karena
manusia memiliki perbedaan dengan makhluk
yang
lain
dimaksud
karena
dengan
kondisi
psikologis.
landasan
ini
Yang
adalah
karakteristik seseorang sebagai individu, yang
dinyatakan dalam berbagai bentuk perilaku
dalam interaksi dengan lingkungannya. Perilaku
tersebut merupakan ciri kehidupannya, baik
yang
tampak
maupun
yang
tidak
tampak,
25
perilaku
kognitif,
afektif,
(Sukmadinata,
2013:
perkembangan
lebih
perkembangan
perkembangan
dan
psikomotor
45).
Psikologi
diarahkan
individu
itu
pada
dan
mempunyai
setiap
karakteristik
tertentu yang berbeda. Sedangkan psikologi
belajar itu lebih diarahkan tentang bagaimana
individu itu belajar baik dalam bentuk kognitif,
afektif maupun psikomotorik.
Berdasarkan
penjelasan
ini
maka
menurut
penulis landasan ini lebih diarahkan pada karakteristik
individu dan perilaku individu dalam belajar, oleh
sebab
itu
maka
landasan
ini
dipakai
sebagai
pertimbangan dalam pendidikan khususnya dalam hal
kurikulum.
Kurikulum
seyogiaya
harus
memperhatikan kondisi psikologis anak.
Berdasarkan
penjelasan
ini
maka
dapat
disimpulkan bahwa landasan ini menjadi acuan dalam
pembentukan
kurikulum
karena
memperhatikan
individu dalam menghadapi perkembangan yang terjadi
di masyarakat, kehidupan serta perubahan yang terjadi
itulah dapat membentuk karakter dari individu itu
sendiri
dan
dapat
membuat
individu
itu
dapat
mengetahui perubahan yang terjadi.
Nasution (2014: 11-14) juga menjelaskan bahwa
suatu
kurikulum
juga
memiliki
asa-asas
yang
mendasarinya yaitu:
26
1. Asas Filosofis, yang berkenaan dengan tujuan
pendidikan yang sesuai dengan filsafat negara,
sekolah bertujuan mendidik anak agar menjadi
manusia yang “baik”. Yang dimaksudkan dengan
baik pada hakikatnya ditentukan oleh nilai-nilai,
cita-cita atau filsafat yang dianut negara, tetapi
juga guru, orang tua, dan masyarakat.
2. Asas Psikologi, yang diperhitungkan faktor anak
dalam
kurikulum
perkembangan
yaitu:
anak,
psikologi
psikologi
anak,
belajar,
dan
bagaimana proses belajar anak. Psikologi anak,
sekolah, dimana anak dapat belajar untuk
mengembangkan bakatnya.
3. Asas Sosiologis, yaitu keadaan masyarakat,
perkembangan dan perubahannya, kebudayaan
manusia,
hasil
kerja
manusia
berupa
pengetahuan, dan nilai-nilai. Anak tidak hidup
sendiri dari yang lainnya.
4. Asas Organisatoris, asas ini berkenaan dengan
masalah, dalam bentuk yang bagaimana bahan
pelajaran akan disajikan, apakah dalam bentuk
yang terpisah-pisah, ataukah diusahakan adanya
hubungan antara pelajaran yang diberikan.
Rusman (2012: 4) menjelaskan tentang prinsipprinsip yang harus diperhatikan dalam manajemen
kurikulum yaitu:
27
1. Produktivitas,
hasil
yang
akan
diperoleh
dalam kegiatan kurikulum merupakan aspek
yang
harus
manajemen
dipertimbangkan
kurikulum.
dalam
Pertimbangan
bagaimana agar peserta didik dapat mencapai
hasil belajar sesuai dengan tujuan kurikulum
harus menjadi sasaran dalam manajemen
kurikulum.
2. Demokrasi,
pelaksanaan
kurikulum
harus
manajemen
berdasarkan
demokrasi
yang menempatkan pengellola, pelaksana dan
subjek didik pada posisi yang seharusnya
dalam melaksanakan tugas dengan penuh
tanggung
jawab
untuk
mencapai
tujuan
kurikulum.
3. Kooperatif, untuk memperoleh hasil yang
diharapkan
dalam
kegiatan
manajemen
kurikulum perlu adanya kerja sama yang
positif dari berbagai pihak yang terlibat.
4. Efektifitas dan efisiensi, rangkaian kegiatan
manajemen
kurikulum
harus
mempertimbangkan efektivitas dan efisiensi
untuk mencapai tujuan kurikulum sehingga
kegiatan
manajemen
kurikulum
tersebut
memberikan hasil yang berguna dengan relatif
singkat.
28
5. Mengarahkan visi, misi, dan tujuan yang
ditetapkan
dalam
manajemen
kurikulum,
kurikulum
proses
harus
dapat
memperkuat dan mengarahkan visi, misi, dan
tujuan kurikulum.
Menurut Rusman (2012: 5) bukan hanya prinsipprinsip yang harus diperhatikan dalam manajemen
kurikulum tetapi juga kegunaannya dalam manajmen
kurikulum yaitu:
1. Meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber
daya
kurikulum,
maupun
pemberdayaan
komponen
ditingkatkan
sumber
kurikulum
melalui
dapat
pengelolaan
yang
terencana dan efektif.
2. Meningkatkan keadilan dan kesempatan pada
siswa untuk mencapai hasil yang maksimal,
kemampuan yang maksimal dapat dicapai
peserta didik tidak hanya melalui kegiatan
intrakurikuler,
tetapi
juga
perlu
melalui
kegiatan ekstra dan kokurikuler yang dikelola
secara integritas dalam mencapai tujuan
kurikulum.
3. Meningkatkan
pembelajaran
relevansi
sesuai
dan
evektifitaas
dengan
kebutuhan
peserta didik maupun lingkungan sekitar,
kurikulum yang dikelola secara efektif dapat
memberikan
kesempatan
dan
hasil
yang
29
relevan
dengan
kebutuhan
peserta
didik
maupun linggkungan sekitar.
4. Meningkatkan
efektivitas
kinerja
guru
maupun aktivitas siswa dalam mencapai
tujuan pembelajaran, pengelolaan kurikulum
yang profesional, efektif, dan terpadu dapat
memberikan
motivasi
pada
kinerja
guru
maupun aktivitas dalam belajar.
5. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses
belajar mengajar, proses pembelajaran selalu
dipantau dalam rangka melihat konsistensi
antara
desain
dengan
yang
telah
pembelajaran.
ketidaksesuaian
direncanakan
Dengan
antara
demikian,
desain
dengan
implementasi dapat dihindarkan. Di samping
itu, guru maupun siswa selalu termotivasi
untuk
melaksanakan
pembelajaran
yang
efektif dan efisien karena adanya dukungan
kondisi positif yang diciptakan dalam kegiatan
pengelolaan kurikulum.
6. Meningkatkan partisipasi masyarakat untuk
membantu
mengembangkan
kurikulum,
kurikulum yang dikelola secara profesional
akan
melibatkan
masyarakat,
khususnya
dalam mengisi bahan ajar atau sumber belajar
perlu disesuaikan dengan ciri khas dan
kebutuhan pembangunan daerah setempat.
30
C. Fungsi-Fungsi dalam Manajemen Kurikulum
Manajemen kurikulum memiliki fungsi-fungsi
yaitu perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,
dan evaluasi.
1. Perencanaan
Rusman (2012: 21) mengatakan Perencanaan
kurikulum adalah perencanaan kesempatan belajar
yang dimaksudkan untuk membina siswa ke arah
perubahan tingkah laku yang diinginkan dan menilai
sampai mana perubahan itu telah terjadi. Menurut
Oemar Hamalik dalam Rusman (2012: 21) mengatakan
bahwa perencanaan kurikulum adalah suatu proses
sosial yang kompleks yang menuntut berbagai jenis dan
tingkat pembuatan keputusan. Artinya, perencanaan
kurikulum berfungsi sebagai pedoman yang berisi
petunjuk tentang jenis dan sumber individu yang
diperlukan, media pembelajaran yang digunakan,
tindakan-tindakan yang diperlukan, sumber biaya,
tenaga, dan sarana yang diperlukan, sistem monitoring
dan evaluasi, peran unsur-unsur ketenagaan untuk
mencapai
tujuan
perencanaan
pendidikan.
kurikulum
juga
Di
samping
berfungsi
itu,
sebagai
pendorong untuk melaksanakan sistem pendidikan
sehingga mencapai hasil yang optimal.
Perencanaan kurikulum tidak terlepas dari isi
kurikulum, menurut Saylor dan Alexander dalam
Rusman (2012: 26) mengatakan ini kurikulum adalah
31
fakta, persepsi, desain, yang tergambarkan dari apa
yang
dipikirkan
oleh
seseorang
yang
secara
keseluruhan diperoleh dari pengalaman dan semua itu
merupakan komponen yang menyusun pikiran yang
mereorganisasi
dan
menyusun
kembali
hasil
pengalaman tersebut ke dalam adat dan pengetahuan,
ide, konsep, prinsip, rencana, dan solusi. John Dewey
dalam Rusman (2012: 27) juga menyatakan bahwa isi
kurikulum lebih dari informasi yang dipelajari ketika
dua kondisi muncul. Pertama, isi kurikulum harus
memiliki hubungan dengan pertanyaan yang menjadi
perhatian siswa. Kedua, isi harus secara langsung
masuk
dalam
tingkah
laku
sebagai
upaya
meningkatkan makna dan kedalaman arti. Silabus
merupakan garis-garis besar secara umum yang
digunakan sebagai pedoman dalam pembuatan RPP.
RPP adalah program pelaksanaan pembelajaran secara
periodik, bisa untuk satu kali pertemuan bahkan lebih
tergantung pada tujuan pembelajaran yang hendak
dicapai.
2. Pengorganisasian
Nasution (2014: 179) mengatakan organisasi
kurikulum
disusun
adalah
dan
bentuk
disampaikan
bahan
pelajaran
kepada
yang
siswa,
dan
merupakan suatu dasar yang penting dalam pembinaan
kurikulum
yang
berkaitan
erat
dengan
tujuan
pendidikan yang hendak dicapai, karena bentuk
32
kurikulum turut menentukan bahan pelajaran. Sejalan
dengan Rusman (2012: 60) mengatakan organisasi
kurikulum
merupakan
pola
atau
desain
bahan
kurikulum yang tujuannya untuk mempermudah siswa
dalam
mempelajari
bahan
pelajaran
serta
mempermudah sisawa dalam melakukan kegiatan
belajar sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai
secara efektif.
Menurut Rusman (2012: 60-61) ada beberapa
faktor yang harus dipertimbangkan dalam organisasi
kurikulum yaitu:
a. Ruang lingkup dan urutan bahan pelajaran
merupakan
salah
satu
faktor
yang
harus
dipertimbangkan dalam suatu kurikulum, setiap
pola kurikulum memiliki ruang lingkup materi
pelajaran yang berbeda. Organisasi kurikulum
berdasarkan
pelajarannya
mata
pelajaran
cenderung
lingkup
materi
menyajikan
bahan
pelajaran yang bersumber dari kebudayaan dan
informasi atau pengetahuan hasil temua masa
lalu yang telah tersusun secara logis dan
sistematis. Sementara itu organisasi kurikulum
integritas lingkup materi pelajarannya diambil
dari masyarakat maupun dari aspek siswa
(minat, bakat, dan kebutuhan). Tidak hanya
lingkup materi pelajaran yang harus diperhatikan
33
dalam organisasi kurikulum, tetapi bagaimana
urutan bahan.
b. Kontinuitas
kurikulum
kurikulum
perlu
dalam
organisasi
diperhatikan
terutama
berkaitan dengan subtansi ataupun loncat-loncat
yang
tidak
jelas
tingkat
kesukarannya.
Pendekatan spiral merupakan salah satu upaya
dalam menerapkan faktor ini, artinya materi yang
dipelajari
siswa
mendalam
yang
semakin
lama
dikembangkan
semakin
berdasarkan
keluasan secara vertikal maupun horisontal.
c. Semakin dinamis perubahan dan perkembangan
dalam ilmu pengetahuan, sosial budaya, maupun
ekonomi
akan
dimensinya.
berpengaruh
Selalu
terhadap
diperhatikan
dalam
keseimbangan pada organisasi kurikulum yaitu
keseimbangan terhadap substansi bahan atau isi
kurikulum.
Keseimbangan
substansi
isi
kurikulum harus dilihat secara komprehensif
untuk
kepentingan
tuntutan
siswa
masyarakat,
sebagai
maupun
individu,
kepentingan
pengembangan ilmu pengetahuan.
d. Alokasi
waktu
yang
dibutuhkan
dalam
kurikulum harus menjadi bahan pertimbangan
dalam organisasi kurikulum.
Melalui pengertian di atas dapat disimpulkan
bahwa organisasi kurikulum merupakan suatu desain
34
dari bahan pelajaran yang ditata dalam rangka siswa
lebih mudah mengikuti proses yang terjadi.
3. Pelaksanaan
Mulyasa (2012: 21) mengatakan pelaksanaan
merupakan kegiatan untuk merealisasikan rencana
menjadi tindakan nyata dalam rangka mencapai tujuan
secara efektif dan efisien. Dalam pelaksanaan, setiap
organisasi harus memiliki kekuatan yang mantap dan
menyakinkan sebab jika tidak kuat, maka proses
pendidikan seperti yang diinginkan sulit terealisasi.
Baginya pelaksanaan manajemen di sekolah yang
efektif dan efisien menuntut dilaksanakannya keempat
fungsi pokok manajemen tersebut secara terpadu dan
terintegrasi dalam pengelolaan bidang-bidang kegiatan
manajemen. Dan melalui kegiatan manajemen yang
efektif
dan
efisien
tersebut,
diharapkan
dapat
memberikan kontribusi terhadap peningkatan kualitas
pendidikan secara keseluruhan. Arikunto (2012: 105)
mengatakan
pelaksanaan
Pelaksanaan
pelajaran
yang
kurikulum
adalah
merupakan
kegiatan
mengajar yang sesungguhnya dilakukan oleh guru dan
ada interaksi langsung dengan siswa mengenai pokok
bahasan yang diajarkan.
Permen No 41 Tahun 2007 tentang standar
proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah,
pelaksanaan
proses
pembelajaran
terbagi
atas
persyaratan pelaksanaan proses pembelajaran dan
35
pelaksanaan
pembelajaran.
Persyaratan
proses
pembelajaran meliputi jumlah peserta didik setiap
rombongan belajar, beban kerja minimal guru, buku
teks pelajaran, dan pengelolaan kelas. Sedangkan
pelaksanaan
pembelajaran
meliputi
kegiatan
pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup.
4. Evaluasi
Tyler dalam Rusman (2012: 93) mengatakan
bahwa
evaluasi
adalah
suatu
proses
untuk
menentukan tingkat perubahan yang terjadi pada hasil
belajar. Hasil belajar tersebut biasanya diukur dengan
tes, karena tujuan evaluasi menurut Tyler adalah untuk
menentukan tingkat perubahan yang terjadi, baik
secara stattistik, maupun secara edukatif.
Arifin
kurikulum
(2012:
adalah
266)
suatu
penjaminan
dan
berdasarkan
pertimbangan
mengatakan
tindakan
penetapan
dan
evaluasi
pengendalian,
mutu
kurikulum
kriteria
tertentu
sebagai bentuk akuntabilitas pengembang kurikulum
dalam rangka menentukan keefektifan kurikulum
sedangkan
penilaian
hasil
belajar
adalah
suatu
kegiatan pengumpulan, pengolahan, dan penafsiran
informasi tentang proses dan hasil belajar peserta didik
berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu untuk
membuat suatu keputusan.
Penjelasan
ini
dapat
disimpulakan
bahwa
evaluasi kurikulum sangat penting dalam proses
36
pelaksanaan kurikulum, dengan adanya evaluasi dapat
diketahui sejauh mana tingkat keberhasilan dari
pelaksanaan kurikulum itu sendiri.
Evaluasi kurikulum juga memiliki tujuan dan
fungsi yang menurut Arifin (2012: 268) adalah untuk
mengetahui keefektifan dan efisiensi sistem kurikulum,
baik menyangkut tentang tujuan, isi/materi, strategi,
media, sumber belajar, lingkungan maupun sistem itu
sendiri. Sedangkan Fungsi evaluasi kurikulum adalah
untuk perbaikan dan penyempurnaan kurikulum yang
diarahkan pada semua komponen kurikulum secara
keseluruhan,
untuk
pembuat
memberikan
informasi
keputusan,
mempertanggungjawabkan,
laporan,
bagi
untuk
seleksi,
dan
penempatan serta untuk menilai kelayakan program
dalam satuan pendidikan berdasarkan kriteria yang
telah ditetapkan.
Penjelasan ini sejalan dengan pendapat Hamalik
dalam Arifin (2012: 271) yang mengemukakan bahwa
aspek-aspek kurikulum yang perlu dinilai terdiri atas;
kategori
masukan,
kategori
proses,
dan
kategori
produk.
Kategori masukan, meliputi ketercapaian target
kurikulum yang telah ditentukan; kemampuan
awal peserta didik; kemampuan profesional guru;
sarana dan prasarana; waktu, dan sumber
informasi.
37
Kategori
proses,
unsur-unsur
meliputi
dalam
kedayagunaan
dan
koherensi
program
antara
pembelajaran;
keterlaksanaan
program
pembelajaran; isi kurikulum; pemilihan dan
penggunaan strategi dan media pembelajaran;
organisasi kurikulum; prosedur evaluasi.
Kategori produk, meliputi kemampuan peserta
didik; jumlah lulusan; penyerapan dalam dunia
kerja; kesesuaian dengan bidang pekerjaan.
Arifin
kurikulum
(2012:
harus
273)
menjelaskan
memperhatikan
evaluasi
prinsip-prinsip
umum dan jenis evaluasi sebagai berikut:
Kontinuitas,
evaluasi
tidak
boleh
evaluasi
harus
sebagai
bahan
dilakukan secara insidental.
Komprehensif,
diambil
artinya
secara
artinya
objek
menyeluruh
evaluasi.
Adil dan objektiif, artinya proses evaluasi dan
pengambilan keputusan hasil evaluasi harus
dilakukan
secara
adil,
yaitu
keseimbangan
antara teori dan praktek, keseimbangan proses
dan hasil, dan keseimbangan dimensi-dimensi
kurikulum itu sendiri. Semua peserta didik harus
mendapat perlakuan yang sama. Guru juga
hendaknya
bertindak
secara
objektif,
yaitu
menilai apa adanya sesuai dengan fakta yang
38
ada, sesuai dengan kemampuan peserta didik
dan tanpa pilih kasih.
Kooperatif,
artinya
kegiatan
evaluasi
harus
dilakukan atas kerja sama dengan semua pihak,
baik orang tua, guru, kepala sekolah, pengawas,
termasuk dengan peserta.
Dilihat dari kurikulum sebagai suatu program
maka menurut Arifin (2012: 274) jenis evaluasi dapat
dibagi menjadi lima jenis, yaitu:
Evaluasi perencanaan dan pengembangan, hasil
evaluasi ini dapat meramalkan kemungkinan
implementasi kurikulum serta keberhasilannya.
Pelaksanaan
dilakukan
sebelum
kurikulum disusun dan dikembangkan.
Evaluasi monitoring
Evaluasi dampak, dampak ini dapat diukur
berdasarkan
evaluasi
kriteria
keberhasilan
sebagai
indikator ketercapaian tujuan kurikulum.
Evaluasi efisiensi-ekonomis
Evaluasi program komprehensif, evaluasi ini
dimaksudkan untuk menilai kurikulum secara
menyeluruh,
mulai
dari
perencanaan,
pengembangan, implementasi, dampak, serta
tingkat keefektifan dan efisiensi.
2.3 Pendidikan Katekisasi
A. Pengertian Katekisasi
39
Katekisasi sesungguhnya memiliki hubungan
dengan
ungkapan
yang
dan
belajar,
mengajar
terkait
dengan
pengertian
kegiatan
katekisasi
sesungguhnya berasal dari kata katekheo (bahasa
Yunani) yaitu menyampaikan informasi, petunjuk atau
pengajaran.
Kata
ini
berhubungan
dengan
kata
katekheis yaitu informasi, petunjuk dan pengajaran.
Kata katekheo digunakan dalam kalangan gereja atau
jemaat adalah dengan pengertian spesifik, baik dalam
hubungan dengan aspek pekerjaan pekabaran injil
maupun kehidupan jemaat, yaitu pengajaran dalam
kehidupan
orang
percaya.
Abineno
(1988:
7)
mengatakan katekisasi berasal dari bahasa Yunani dari
kata
katekhein
yang
berarti
memberitakan,
memberitahukan, mengajar.
Dalam
perkembangannya
Katekisasi
adalah
sebuah istilah yang dipinjam dan ditransliterasikan ke
dalam bahasa gerejawi Indonesia. Istilah yang dipinjam
adalah katekhisatie, kata ini berasal dari cathechese
(bahasa Belanda) atau catechesis (bahasa Inggris). Dari
istilah ini diperoleh pengertian bahwa Katekisasi adalah
sebuah proses belajar mengajar sekaligus membimbing
orang agar dapat melakukan apa yang telah diajarkan
kepadanya.
Abineno (2010) mengatakan untuk pengajaran
menggunakan rupa-rupa istilah atau kata kerja (dalam
bahasa Yunani), yang pertama Katekhein, yang berarti
40
memberitakan, memberitahukan, mengajar, memberi
pengajaran, kedua Didaskein, dalam dunia Yunani kata
ini biasa digunakan untuk pekerjaan menyampaikan
pengetahuan. Ketiga Ginoskein, yang berarti mengenal
atau belajar mengenal. Dalam dunia pikiran Yunani
Ginoskein terutama bersifat intelektualitas dan dapat
berarti
mengetahui
berdasarkan
sesuatu:
mengetahui
pengalaman-pengalaman.
sesuatu
Keempat
Manthanein, yang berarti belajar.
Dan
yang
kelima
Paideven,
arti
kata
ini
menunjuk ke arah kata Indonesia yaitu mendidik.
Pengertian ini dapat disimpulakan bahwa mengapa
katekisasi disebut sebagai pendidikan di dalam gereja,
karena katekisasi adalah tugas hakiki dari pelayanan
gereja, sebab gereja adalah persekutuan iman yang
mengajar dan belajar.
B. Katekisasi sebagai
wadah pendidikan di
dalam gereja
Abineno
pendidikan
(2010)
katekisasi
mengatakan
ada
untuk
beberapa
melihat
jeni-jenis
katekisasi yaitu katekisasi keluarga, katekisasi sekolah,
dan katekisasi gereja.
Katekisasi keluarga, keluarga adalah tempat
mula-mula, dimana bimbingan diberikan. Orang tua
berfungsi sebagai pengajar yang pertama. Dan isi
pendidikan agama dalam keluarga ialah pengetahuan
41
tentang hal-hal yang penting dari perjanjian lama dan
perjanjian
sebenarnya
baru.
Katekisasi
bukan
sekolah-sekolah
sekolah,
sekolah-sekolah
agama
yang
sekolah
ini
umum,
tetapi
mempunyai
satu
pengajaran yaitu alkitab. Katekisasi gereja, di mana
katekisasi ditempatkan dalam suatu kerangka yang
luas, yaitu kerangka gereja sebagai persekutuan
mengajar.
Gereja
memberitakan
bukan
firman,
saja
terpanggil
melayani
untuk
sakramen,
mengembalakan anggota jemaat, tetapi juga untuk
mengajar dan membina anggotanya. Ketiga jenis
katekisasi ini adalah sama karena menyampaikan
kepada pengikutnya (anak-anak kristen) hal-hal pokok
tentang isi alkitab, tentang gereja dan pelayanannya.
Katekisasi adalah pelayanan gereja, bukan saja
dalam arti bahwa gereja yang menyelenggarakannya,
tetapi juga bahwa gereja yang bertanggungjawab atas
pererencanaan dan pelaksanaannya. Tujuannya adalah
bukan pertama-tama supaya anak-anak (pengikut
katekisasi) diteguhkan menjadi anggota sidi dan
dengan itu menjadi anggota penuh dari gereja, tetapi
supaya
anak-anak
(pengikut
katekisasi)
percaya
kepada Yesus, dan dengan itu mendapat persekutuan
dengan dia. Katekisasi bukan hanya pengajaran saja,
tetapi juga bimbingan dan latihan yang berlangsung
dalam
suatu
persekutuan.
Yaitu
antara
pendeta
42
(pemimpin
katekisasi)
dan
anak-anak
(pengikut
katekisasi).
Abineno (2010: 98-100) mengatakan aspek-aspek
utama dari katekisasi adalah:
Katekisasi adalah pengajaran tentang Allah dan
perjanjiannya. Yang dimaksudkan di sini ialah
bukan saja bahwa katekese ini diberikan kepada
anak-anak muda sebagai anggota-anggota dari
perjanjian Allah, tetapi juga bahwa pelayanan ini
berlangsung di dalam relasi-relasi dari perjanjian
itu.
Katekisasi ialah bimbingan dalam gereja.
Katekisasi sebagai pengajaran yang diberikan
kepada anak-anak muda, berlangsung di bawah
pimpinan roh kudus. Hal ini bukan saja berarti
bahwa roh kudus yang memimpin para katekeit
dan ketekisan dalam pelayanan katekisasi, tetapi
juga bahwa roh kudus dalam pekerjaannya
menggunakan
katekisasi
untuk
memuliakan
Kristus di dalam jemaat.
Maksud katekisasi ialah supaya anak-anak muda
mengenal Allah dalam seluruh hidup mereka.
Yang penting dalam katekisasi ialah bukan saja
pengetahuan yang banyak tentang soal-soal
alkitab dan gereja tetapi terutama pengenalan
akan Allah.
43
Tujuan katekisasi ialah supaya anak-anak muda
mengenal Allah, dan mengenalNya begitu rupa,
sehingga mereka dengan jalan itu dapat hidup
bersama-sama dengan Dia.
Katekisasi ialah pengajaran/ bimbingan gereja
kepada
semua
anggotanya
untuk
memperlengkapi mereka bagi suatu hidup yang
bertanggung-jawab
di
dalam
dunia
sebagai
anggota-anggota yang dewasa dari gereja.
Penjelasan di atas memberi kesimpulan bahwa
pengajaran
(katekisasi)
merupakan
salah
satu
pelayanan pendidikan di dalam gereja kepada anggotaanggotanya. Namun, lebih dari itu bahwa pengajaran
katekisasi mengandung nilai-nilai dan pengajaran
tentang pergumulan jati diri atau keberadaan seseorang
yang akan menerima Yesus dan yang telah menerima
keselamatan (Anugerah) dari Allah.
Unsur keselamatan itu meliputi seluruh dimensi
hidup siswa katekisasi di tengah-tengah lingkungan
jemaat. Secara pelayanan, katekisasi di dalam gereja
sebagai pendidikan merupakan pelayanan gereja yang
hakiki, ia sama halnya dengan pelayanan-pelayanan
rutinitas gereja lainnya (diakonia, pemberitaan firman,
pendampingan, bimbingan, pelatihan, ibadah-ibadah
dan lain-lain). Tujuan dari pengajaran katekisasi
dengan asuhan dari pengajar kateket (pendeta atau
majelis) lewat kurikulum mesti mampu mengangkat
44
kemauan untuk dapat hidup mencirikan Kristus dan
bertanggung jawab atas kehidupannya sebagai gereja
dan melibatkan diri dalam berbagai pelayanan gereja.
2.4 Penelitian yang Relevan
Penelitian
manajemen
Jenny
Unawekla
(2014)
tentang
kurikulum
komunitas
belajar
Qaryah
Tayyibah, dilihat bahwa dalam aspek perencanaan
kurikulum dilakukan oleh masing-masing anak dan
guru tidak berperan dalam perencanaan kurikulum.
Aspek organisasi kurikulum ditemukan bahwa materi
pembelajaran berasal dari pengalaman peserta didik
sendiri sesuai dengan minat dan kebutuhan. Aspek
pelaksanaan kurikulum ditemukan bahwa kegiatan
pembelajaran
dilakukan
secara
inspiratif,
artinya
semua proses belajar anak berasal dari ide yang
ditentukan sebelumnya sehingga anak menjadi lebih
tertantang untuk mencapai pengetahuan melalui ide
yang ditentukan.
Aspek evaluasi ditemukan ada dua hal yaitu
pertama evaluasi terhadap kegiatan pembelajaran di
mana yang mengevaluasi adalah anak didik. anak,
mengevaluasi
pencapaian
proses
target
belajar
yang
mereka
telah
melalui
direncanakan
sebelumnya. Evaluasi oleh guru juga dibutuhkan untuk
melihat sejau mana anak berkembang dengan model
pembelajaran yang telah dijalankan. Kedua evaluasi
terhadap kurikulum pembelajaran di mana kurikulum
45
yang diterapkan adalah adalah kurikulum berbasis
pada kebutuhan anak. Rencana, tujuan, isi dan bahan
pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan anak dan
ditentukan sendiri oleh anak.
Sejalan dengan itu penelitian terkait dengan
manajemen kurikulum juga dilakukan oleh Sri Intan
Wahyuni
(2010)
mendeskripsikan
di
mana
dan
penelitiannya
menganalisis
untuk
mengenai
bagaimana implementasi manajemen kurikulum di MTs
Negeri Laboratorium UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta
serta mengetahui peranan manajemen kurikulum
dalam meningkatkan mutu pembelajaran PAI di MTs
Negeri Laboratorium UIN Sunan Kalijaga,Yogyakarta.
Hasil
penelitian
menunjukan
bahwa
(1)
Implementasi manajemen kurikulum di MTs Negeri
Laboratorium UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta meliputi:
landasan dan tujuan manajemen kurikulum yaitu KTSP
dan
Permendiknas
tahun
2007,
perencanaan
kurikulum PAI yaitu penyusunan silabus dan RPP,
pelaksanaan kurikulum PAI yaitu pada tingkat sekolah
dan tingkat kelas yang dikembangkan oleh masingmasing guru PAI, dan penilaian kurikulum PAI yang
dilakukan setelah proses belajar mengajar dan pada
akhir semester melalui ujian akhir semester dan ujian
nasional.
(2) Manajemen kurikulum dalam meningkatkan
mutu pembelajaran PAI dengan melihat beberapa
46
prinsip diantaranya prinsip relevansi yaitu kurikulum
memiliki keterkaitan dengan kebutuhan masyarakat,
prinsip fleksibilitas yaitu program pembelajaran yang
terencana dilaksanakan secara fleksibel selama proses
belajar
mengajar,
prinsip
kontinuitas
yaitu
pelaksanaan proses belajar mengajar dilakukan secara
berkesinambungan,
prinsip
efisiensi
yaitu
proses
belajar mengajar dilakukan sesuai dengan jadwal yang
ditentukan, dan prinsip efektivitas yaitu manajemen
kurikulum
PAI
yang
meliputi
perencanaan,
pelaksanaan, dan penilaian kurikulum dapat membawa
hasil yang berguna bagi madrasah.
Musanna
mengatakan
(2009:10)
kurikulum
dalam
hasil
sebagaimana
risetnya
dipahami
tidaklah selesai dengan selesainya dokumen kurikulum
semata. Tetapi, yang lebih mendasar adalah bagaimana
kurikulum tersebut diterapkan dalam keseluruhan
aktivitas yang berlangsung, yang pada gilirannya turut
memberi kontribusi pada perubahan sikap, perilaku
dan keterampilan peserta didik.
47