Survie Sanitasi Rumah Sehat Terhadap Pen

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa penyakit
tuberculosis Paru (TB) saat ini telah menjadi ancaman global, karena hampir
sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi. Sebanyak 95% kasus TB dan 98%
kematian akibat TB didunia, terjadi pada Negara-negara berkembang, (Sarwani,
dkk, 2012). Di Negara berkembang kematian penderita TB paru merupakan 25%
dari seluruh kematian, diperkirakan 95% berada di Negara berkembang, dan 75%
penderita TB paru adalah kelompok usia produktif (Simbolon, 2007).
Tuberkulosis di Indonesia merupakan salah satu penyakit yang menimbulkan
masalah kesehatan di masyarakat. Penderita TB di Indonesia merupakan urutan
ke-4 total seluruh kasus TB di Indonesia pada tahun 2012 sebanyak 331.424
kasus, yang terdiri dari 202.319 adalah kasus TB baru Basil Tahan Asam (BTA)
positif, 104.866 kasus TB BTA negative, 15.697 kasus TB Extra Paru, 5.942 kasus
TB kambuh , dan 2.600 kasus pengobatan ulang diluar kasus kambuh.
Keseluruhan kasus TB yang terjadi di Indonesia ternyata 1,5 kali lebih banyak
dialami oleh laki – laki dibandingkan dengan perempuan, (Febriani, 2014)
Provinsi jawa timur pada tahun 2013, Dinkes jatim berhasil mengobati pasien
TB sebanyak 42.222 orang atau 89% dari total penderita TB paru 43.725 orang
(Dinkes Jatim, 2014)

Tuberculosis (TB) paru dapat bertahan hidup selama beberapa minggu dalam
sputum kering, ekskreta lain dan mempunyai resistensi tinggi terhadap amiseptik,
terapi dengan cepat menjadi inaktif olehh cahaya matahari, sinar ultraviolet atau
suhu lebih dari 60°C. Kuman ini tumbuh lambat dan membelah diri setiap 18-24
jam pada suhu optimal (Wahyuni, 2012).
Penyakit tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis yang sampai saat ini masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat. Penyakit ini setidaknya telah menginfeksi sepertiga
penduduk dunia (Ariani, dkk, 2004).

1

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 75 Tahun 2014 tentang
Pusat Kesehatan Masyarakat atau Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan
yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan
perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan
preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi – tingginya
di wilayah kerja (KepMenKes No. 75 tahun 2014).
Sanitasi lingkungan adalah status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup
perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih dan sebagainya

(Notoadmojo, 2003). Berarti sanitasi adalah suatu usaha pengendalian faktor –
faktor lingkungan guna untuk mencegah timbulnya suatu penyakit dan penularan
yang disebabkan oleh faktor lingkungan tersebut, sehingga derajat kesehatan
dapat optimal (Depkes RI, 2002).
Upaya penyehatan lingkungan merupakan suatu usaha pencegahan terhadap
bagaimana kondisi lingkungan yang mungkin dapat menimbulkan penyakit.
Dimana pada saat ini penyakit yang disebabkan oleh lingkungan semakin
bertambah.
Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang berfungsi
sebagai tempat tinggal atau hunia yang digunakan untuk berlindung dari gangguan
iklim dan makhluk hidup lainnya, serta tempat pengembangan kehidupan
keluarga, oleh karena itu keberadaan rumah yang sehat, aman, serasi dan terarut
sengan diperlukan agar fungsi dan kegunaan rumah dapat terpenuhi dengan baik
(Fitriani, 2008).
Rumah sehat adalah tempat kediaman yang layak dihuni dan harganya
terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah dan sedang. Hal yang harus
dipenuhi yaitu memiliki luas kavling ideal, dalam arti memenuhi kebutuhna
minimum luas lahan untuk bangunan sederhana sehat baik sebelum maupun
setelah dikembangkan (Fitriani, 2008).
Menurut Syafri (2015), kesehatan rumah merupakan kondisi fisik, kimia, dan

biologis dilingkungan rumah sehingga memungkinkan penghuni atau masyarakat
memperoleh derajat kesehatan yang optimal. Menurut hasil penelitian Rosiana
(2012) di dalam Syafri (2015 didapatkan bahwa ada hubungan yang signifikasi
antara lantai, dinding, intensitas pencahayaan, kelembaban dengan kejadian
Tuberkulosis (TB) paru.

2

Berdasarkan data yang didapat pada Wilayah Kerja UPT Puskesmas
Mulyorejo dari tahun 2014 – 2015 sebanyak 82 penyakit tuberculosis (TB) paru
dan tahun 2015 sampai dengan agustus sebanyak 44 penyakit tuberculosis (TB)
paru. Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, maka penulis menuliskan
dengan judul “Survei Sanitasi Rumah Sehat Terhadap Penderita Penyakit
Tuberkulosis (TB) Paru di Kelurahan Mulyorejo”
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana sanitasi rumah sehat pada penderita penyakit Tuberkulosis (TB)
Paru di kelurahan mulyorejo?
1.3 Tujuan
1.3.1 Umum
Untuk mengetahui bagaimana sanitasi rumah sehat pada penderita penyakit

Tuberkulosis (TB) Paru di kelurahan mulyorejo.
1.3.2 Tujuan Kusus
Mengidentifikasi rumah sehat (Langit – langit, Dinding, Ventilasi,
Pencahayaan)
1.4 Waktu
a. Waktu kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL) dilaksanakan pada 10
Agustus – 5 September 2015
b. Waktu pengambilan data dilaksanakan pada tanggal 18 dan 21 Agustus
2015
1.5 Tempat
Lokasi Praktik Kerja Lapangan (PKL) adalah unit pelayanan terpadu di
Puskesmas Mulyorejo Jalan Budi Utomo No.11 Kelurahan Mulyorejo Kecamatan
Sukun Kota Malang

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Puskesmas
Pusat kesehatan masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah
fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggaraan upaya kesehatan masyarakat
dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan


3

upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi – tingginya di wilayah kerjanya (Kepmenkes, 2014).
Adapun upaya – upaya yang di lakukan sebagai berikut:
a. Pelayanan promosi kesehatan
b. Pelayanan kesehatan lingkungan
c. Pelayanan kesehatan ibu, anak dan keluarga berencana
d. Pelayanan gizi dan
e. Pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit.
Upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama sebagai berikut:
a. Rawat jalan
b. Pelayanan gawat darurat
c. Pelayanan satu hari (one day care)
d. Home care dan/ atau
e. Rawat inap berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan kesehatan.
2.2 Tuberculosis (Tb) Paru
Tuberculosis (TB) paru adalah suatu penyakit infeksi menular yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang

berbagai organ, terutama paru – paru. Penyakit ini bila tidak diobati atau
pengobatan tidak tuntas dapat menibulkan komplikasi berbahaya hingga kematian
(Infodatin, 2015).
Tuberculosis atau TB paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
bakteri berbentuk batang yaitu Mycobacterium tuberculosis. Biasanya yang paling
umum terinfeksi adalah paru – paru tetapi dapat mengenai organ tubuh lainnya.
Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini paling sering menyerang organ paru
dengan sumber penularan adalah pasien TB BTA positif. TB paru merupakan
penyakit menular yang mengancam kesehatan masyarakat di dunia (Pertiwi, dkk,
2012).
a. Penyebab terjadinya Tuberculosis (TB) paru
Tuberculosis (TB) paru disebabkan oleh kuman Mikobakterium Tuberkuliosis
yang berbentuk batang. Mempunyai sifat khusus tahan terhadap asam pada
pewarnaan. Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat
bertahan hidup sampai beberapa jam di tempet yang gelap dan lembab. Dalam
jaringan tubuh, kuman ini dapat tertidur lama (dorman) selama beberapa tahun
(Suharyo, 2013).
b. Cara penularan Tuberculosis (TB) paru


4

Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman keudara dalam
bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar
3000 percikan dahak (Muaz, 2014).
Umumnya penularan terjadi dalam ruangan di mana percikan dahak berada
dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara
sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama
beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.
Daya faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan
oleh konsentrasi percikan dan lamanya menghirup udara tersebut (Subhakti, dkk,
2014).
c. Faktor yang mempengaruh terjadinya Tuberkulosis (TB) paru
Faktor – faktor yang meningkatkan orang mudah terinfeksi penyakit TB paru
ada beberapa karakteristik golongan penduduk yang mempunyai risiko mendapat
TB paru yang lebih besar daripada golongan lainnya. Diantaranya adalah faktor
umur, pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, jenis kelamin, kondisi lingkungan
yang tidak sehat, adanya penyakit lain yang menyebabkan daya tahan tubuh
rendah, gizi buruk, kotak dengan sumber penularan, pengaruh merokok, asap
dapur, asap obat nyamuk, dan sebagainya (Muaz, 2014).

Konsep “trial epidemiology” atau konsep ekologis dari John Gordon
menyatakan bahwa terjadinya penyakit karena adanya ketidakseimbangan antra
agent (penyebab penyakit), host (penjamu), dan environment (lingkungan) (Muaz,
2014).
1. Faktor Agent (Penyebab penyakit)
Faktor agen yaitu semua unsur baik elemen hidup atau mati yang
kehadirannya atau dan ketidakhadirannya, apabila diikuti dengan kontak yang
efektif dengan manusia rentan dalam keadaan yang memungkinkan akan
memudahkan terjadinya suatu proses penyakit. Untuk khusus TB paru yang
menjadi agen adalah kuman Mikobakterium tuberculosis (Hudoyo, dkk, 2010).
Menurut peneliti, angka prevalensi TB di masyarakat, pengobatan yang
relative lama, terutama yang kontak serumah dengan penderita TB paru
menyebabkan meningkatnya kejadian TB paru. Hasil penelitian, menemukan
bahwa lama dengan lebih dari >3 dengan penderita TB paru dapat meningkatkan
kejadian TB paru dalam masyarakat (Hudoyo, dkk, 2010).
2. Faktor Host (Penjamu)
Faktor penjamu adalah manusia yang mempunyai kemungkinan terpapar oleh
agen. Ada beberapa faktor yang berkaitan dengan penjamu antara lain usia, jenis

5


kelamin, ras, sosial ekonomi, kebiasaan hidup, status perkawinan, pekerjaan
keturunan (Yuda, 2013).
1) Pendidikan
Pendidikan akan menggambarkan perilaku seseorang dalam kesehatan.
Semakin rendah pendidikan maka ilmu pengetahuan di bidang kesehatan
semakin berkurang, baik yang menyangkut asupan makanan, penanganan
keluarga yang menderita sakit dan usaha – usaha preventif lainnya (Hudoyo,
dkk, 2010).
Tingkat pendidikan yang rendah dapat mempengaruhi pengetahuan di
bidang kesehatan, maka secara langsung maupun tidak langsung dapat
mempengaruhi lingkungan fisik, lingkungan biologis dan lingkungan sosial
yang merugikan kesehatan dan dapat mempengaruhi penyakit TB dan pada
akhirnya mempengaruhi tingginya kasus TB yang ada (Hudoyo, dkk, 2010).
Pendidikan berkaitan dengan pengetahuan penderita. Pendidikan
penderita yang rendah mengakibatkan pengetahuan rendah, sehingga
memungkinkan penderita dapat putus dalam pengobatan karena minimnya
pengetahuan dati penderita dan ketidakmengertiannya pengobatan. Hal ini
mengakibatkan penderita tidak dapat teratur dalam program pengobatan yang
dijalani.


Hampir

seluruh

penelitian

sebelumnya

menemukan

faktor

pendidikan sangat erat kaitannya dengan ketidakteraturan berobat dan minum
obat (Muaz, 2014).
2) Pengetahuan
Pengetahuan penderita yang baik tentang panyakit TB paru dan
pengobatannya akan meningkatkan keteraturan penderita, dibandingkan
dengan penderita yang kurang akan pengetahuan penyakit TB paru dan
pengobatannya (Sinaga, dkk, 2014).

Seseorang yang punya pengetahuan yang baik tentang penularan TB
paru, akan berupaya untuk mencegah penularannya.
3) Pendapatan
Pendapatan akan banyak berpengaruh terhadap perilaku dalam menjaga
kesehatan perindividuan dan dalam keluarga. Hal ini disebabkan pendapatan
mempengaruhi pendidikan dan pengetahuan seseorang dalam mencari
pengobatan, mempengaruhi asupan makanan, mempengaruhi lingkungan
tempet tinggal seperti keadaan rumah dan bahkan kondisi pemukiman yang di
tempati (Sinaga, dkk, 2014).

6

Sekitar 90% penderita tuberculosis paru di dunia menyerang kelompok
dengan sosial ekonomi lemah atau miskin. Faktor kemiskinan walaupun tidak
berpengauh langsung pada kejadian tuberculosis paru namun dari beberapa
penelitian menunjukkan adanya hubungan antara pendapatan yang rendah dan
kejadian tuberculosis paru. Lebih lagi, bahwa ada hubungan pengangguran
dengan kejadian tuberculosis (Muaz, 2014)
4) Pekerjaan
Hubungan antara penyakit TB paru erat kaitannya dengan pekerjaan.
Secara umum peningkatan angka kematian yang dipengaruhi rendahnya
tingkat sosial ekonomi yang berhubungan dengan pekerjaan merupakan
penyebab tertentu yang didasarkan pada tingkat pekerjaan (Sinaga, dkk,
2014).

5) Jenis kelamin
Jenis kelamin merupakan suatu variabel untuk membedakan presentasi
penyakit antara laki – laki dan perempuan. Seringkali ditemukan presentasi
laki – laki lebih dari 50% dari jumlah kasus (Rahmawati, dkk, 2012).
6) Status Gizi
Secara umum kekurangan gizi, atau gizi buruk akan berpengaruh
terhadap kekuatan, daya tahan dan respon imun terhadap serangan penyakit.
Faktor ini sangat penting pada masyarakat miskin, baik pada orang dewasa
maupun pada anak – anak (Rahmawati, dkk, 2012).
Menurut Misnardiarly dalam Toyalis menyebutkan bahwa faktor kurang
gizi atau gizi buruk akan meningkatkan angka kesakitan/kejadian TB paru,
terutama TB paru pertama sakit (Muaz, 2014).
7) Kebiasaan merokok
Merokok adalah membakar tembakau yang kemudia dihisap isinya.
Merokok merupakan penyebab utama penyakit paru yang bersifat kronis,
merokok juga terkait dengan influenza dan radang paru lainnya (Muaz, 2014).
Merokok diketahuo mempunyai hubungan dengan meningkatkan resiko
untuk mendapatkan kanker paru, penyakit jantung coroner, bronchitis kronis
dan kanker kandung kemih. Kebiasaan merokok meningkatkan resiko untuk
terkena TB paru sebanyak 2,2 kali (Rahmawati, dkk, 2012).
8) Umur

7

Umur merupakan faktor predisposisi terjadinya perubahan perilaku yang
dikaitkan dengan kematangan fisik dan psikis penderita TB paru. Pada saat
ini angka kejadian TB paru mulai bergerak kearah umur tua karena
kepasrahan mereka terhadap penyakit yang diderita (Rahmawati, dkk, 2012).
Sedangkan berdasarkan umur, terlihat angka insiden TB secara perlahan
bergerak kearah kelompok umur tua (dengan puncak pada 55 – 64 tahun).
Meskipun saat ini sebagian besar kasus terjadi pada kelompok umur 15 – 54
3.

tahun (Muaz, 2014)
Faktor Lingkungan
Adapun unsur – unsur lingkungan sebagai berikut:
a) Lingkungan fisik
Lingkungan fisik adalah segala sesuatu yang berada di sekitar manusia
yang bersifat tidak bernyawa. Misalnya air, tanah, kelembaban udara, suhu,
angina, rumah dan benda mati lainnya (Yuda, 2013).
b) Lingkungan biologis
Lingkungan biologis adalah segala sesuatu yang bersifat hidup seperti
tumbuh – tumbuhan, hewan, termasuk mikroorganisme (Yuda, 2013).
c) Lingkungan sosial
Lingkungan sosial adalah segala sesuatu tindakan yang mengatur
kehisupan manusia dan usaha – usahanya untuk mempertahankan kehidupan,
seperti kehidupan, seperti pendidikan pada tiap individu, rasa tanggung
jawab, pengetahuan keluarga, jenis pekerjaan, jumlah penghuni dan keadaan
ekonomi (Yuda, 2013).
d) Lingkungan rumah
A. Suhu ruangan, yaitu dalam pembuatan rumah harus diusahakan agar
konstruksinya sedemikian rupa sehingga suhu ruangan tidak berubah
banyak dan agar kelembaban udara dapat dijada jangan sampai
terlalu tinggi dan terlalu rendah. Untuk ini harus diusahakan agar
perbedaan suhu antara dinding, lantai, atap dan permukaan jendela
tidak terlalu banyak (Sinaga, dkk, 2014).
B. Harus cukup mendapatkan pencahayaan yang baik siang maupun
malam. Suatu ruangan mendapat penerangan pagi dan siang hari
yang cukup yaitu jika luas ventilasi minimal 10% dari jumlah luas
lantai (Sinaga, dkk, 2014)
C. Ruangan harus segar dan tidak berbau, untuk ini diperlukan ventilasi
yang cukup untuk proses pergantian udara.

8

D. Harus ada ventilasi ruagan, misalnya ruangan untuk anak-anak
d.

bermain, ruang makan, ruang tidur dll.
Pencegahan untuk tidak tertular Tuberculosis (TB) paru
Pencegahan penyakit TB paru adalah dengan membuka jendela atau pintu di

pagi hari, agar cahara matahari yang masuk kedalam rumah karena kuman TB
paru akan mati bila terkena sinar matahari. Jaga kebersihan rumah dan jangan
meludah disembarang tempat (Muaz, 2014).
2.2.1 Rumah
Rumah adalah sruktur fisik atau bangunan untuk tempat berlindung, dimana
lingkungan berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani serta keadaan sosialnya
baik untuk kesehatan keluarga maupun individu (Keman, 2005).
Rumah sehat adalah tempat kediaman yang layak dihuni dan harganya
terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah dan sedang. Hal yang harus
dipenuhi yaitu memiliki luas kavling ideal, dalam arti memenuhi kebutuhna
minimum luas lahan untuk bangunan sederhana sehat baik sebelum maupun
setelah dikembangkan (Fitriani, 2008).
2.2.2 Lingkungan
Lingkungan merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap derajat
kesehatan dan saling berkaitan dengan kejadian suatu penyakit masyarakat,
disamping perilaku dan pelayanan kesehatan. Program lingkungan sehat bertujuan
untuk mewujudkan mutu lingkungan hidup yang lebih sehat melalui
pengembangan

sistem

kesehatan

kewilayaham

untuk

menggerakkan

pembangunan lintas sector berwawasan kesehatan (Muaz, 2014).
Lingkungan rumah menurut America Public Healt Assosiaton (APHA)
lingkungan rumah yang sehat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Dinding
Dinding berfungsi untuk menahan angina dan debu, serta dibuat tidak
tembus pandang. Bahan dinding berupa batu bata, batako, bambu, papan kayu
(Fitriani, 2008).
Suhu ruangan, yaitu dalam pembuatan rumah harus diusahakan agar
konstruksinya sedemikian rupa sehingga suhu ruangan tidak berubah banyak
dan agar kelembaban udara dapat dijaga jangan sampai terlalu tinggi atau
rendah. Untuk ini harus diusahakan agar perbedaan suhu antara dinding, lantai
atap dan permukaan jendela tidak terlalu banyak (Muaz, 2014).

9

b. Ventilasi
Dinding, jendela dan lubang ventilasi selain sebagai tempat keluar
masuknya udara juga sebagai lubang pencahayaan dari luar untuk menjaga
aliran udara di dalam rumah tersebut agar tetap segar (Sinaga, dkk, 2014).
Suatu ruangan harus cukup mendapatkan pencahayaan baik siang maupun
malam. Suatu ruangan mendapat penerangan pagi dan siang hari yang cukup
yaitu jika luas ventilasi minimal 10% dari jumlah luas lantai, demikian juga
menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 829/Menkes/-SK/VII/1999
Tentang Syarat Kesehatan Perumahan luas penghawaan atau ventilasi alamiah
yang permanen minimal 10% dari luas lantai (Muaz, 2014).
c. Pencahayaan
Untuk memperoleh cahaya cukup pada siang hari, diperlukan luas jendela
kaca minimum 20% luas lantai. Jika peletakan jendela kurang baik atau kurang
luas maka dapat dipasang genteng kaca. Cahaya ini sangat penting karena
dapat membunuh bakteri – bakteri pathogen di dalam rumah, misalnya basil
TB, karena itu rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang
cukup, intensitas pencahayaan minimum yang diperlukan 60 lux. Semua jenis
cahaya dapat mematikan kuman hanya beberapa dari segi lamanya proses
mematikan kuman untuk setiap jenisnya (Sinaga, dkk, 2014).
Cahaya yang sama apabila dipancaran melalui kaca tidak berwarna dapat
membunuh kuman dalam waktu yang lebih cepat daripada yang melalui kaca
yang berwarna penularan kuman TB paru relative tidak tahan pada sinar
matahari. Bila sinar matahari dapat masuk dalam umah serta sirkulasi udara
teratur maka resiko penularan antar penghuni akan sangat berkurang (Muaz,
2014).
d. Kondisi Rumah
Kondisi rumah dapat menjadi salah satu faktor resiko penularan penyakit
TB paru. Atap, dinding dan lantai dapat menjadi tempat perkembangbiakan
kuman. Lantai dan dinding yang sulit dibersihkan akan menyebabkan
penumpukan debu, sehingga akan dijadikan sebagai media yang baik bagi
berkembangbiaknya kuman Mycrobacterium Tuberculosis (Muaz, 2014).
2.3 Pengertian Kesehatan Lingkungan
Lingkungan mempunyai andil yang paling besar terhadap status kesehatan
yang disusul oleh perilaku. Kesehatan lingkungan adalah kondisi atau keadaan

10

lingkungan optimum yang berpengaruh positif terhadap perwujudan status
kesehatan optimum (Kasnodihardjo, 2013).
Menurut WHO (World Health Organization), kesehatan lingkungan adalah
suatu keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dan lingkungan agar
dapat menjamin keadaan sehat dari manusia. Sedangkan menurut HAKLI
(Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia) kesehatan lingkungan adalah
suatu kondisi lingkungan yang mampu menompang keseimbangan ekologi yang
dinamis antara manusia dan lingkungannya untuk mendukung tercapainya kualitas
hidup manusia yang sehat dan bahagia (Tribowo, dkk, 2013).
Menurut Tribowo, dkk, (2013) kesehatan lingkungan adalah salah satu faktor
penting dari status kesehatan. Keempat elemen ini disamping berpengaruh
langsung terhadap kesehatan juga saling mempengaruhi satu sama lain. Kesehatan
lingkungan merupakan faktor mutlak dalam kehidupan sosial kemasyarakatan,
bahkan merupakan salah satu unsur penentu atau determinan dalam kesejahteraan
penduduk (Tribowo, dkk, 2013).
2.4 Pengertian Sanitasi
Sanitasi adalah suatu usaha kesehatan masyarakat yang menitik beratkan pada
pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan
manusia. Dimana sanitas lebih mengutamakan usaha pencegahan terhadap
berbagai faktor lingkungan, sehingga munculnya penyakit dapat di hindari,
(Rianti, dkk, 2010). Menurut Suriawiria, 2008, sanitasi lingkungan adalah
tingginya jumlah penyakit yang berjangkit tiap tahun pada masyarakat yang
menandakan masih banyaknya pencemaran (Rianti, dkk, 2010).
Adapun menurut Yusup, dkk, 2005, sanitasi merupakan usaha kesehatan
masyarakat yang menitikberatkan pada penguasaan terhadap berbagai faktor
lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan. Sanitasi rumah adalah usaha
kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada penguasaan terhadap faktor
fisik di mana orang menggunakan untuk tempat berlindung yang mempengaruhi
derajat kesehatan manusia. Adapun sarana sanitasi antara lain ventilasi, suhu,
kelembaban, kepadatan hunia, penerangan alami, konstruksi bangunan, sarana
pembuangan sampah, sarana pembuangan kotoran manysia dan penyediaan air
bersih. Sanitasi rumah sehat adalah usaha kesehatan masyarakat yang
menitikberatkan

pada

penguasaan

terhadap

faktor

fisik

dimana

orang

11

menggunakan untuk tempet berlindung yang mempengaruhi derajat kesehatan
manusia (Yusup, dkk, 2005).
2.5 Pengertian Perilaku Hidup Sehat
Menurut Solita Perilaku Hidup Sehat merupakan segala untuk pengalaman
dan interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut
pengetahuan dan sikap tentang kesehatan, serta tindakannya yang berhubungan
dengan kesehatan (Tribowo, dkk, 2013).
Dengan kata lain, perilaku hidup sehat adalah semua aktivita atau kegiatan
seseorang, baik yang dapat diamati maupun tidak dapat diamati, yang berkaitan
dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Pemeliharaan ini mencangkup
mencegah atau melindungi diri dari penyakit dan masalah kesehatan lain,
meningkatkan kesehatan, dan mencari penyembuhan apabila sakit atau terkena
masalah kesehatan (Tribowo, dkk, 2013).
Adapun faktor – faktor yang berpengaruh terhadap perilaku hidup sehat
antara lain dipengaruhi oleh (Tribowo, dkk, 2013):
a. Faktor makanan dan minuman terdiri dari kebiasaan makan pagi,
pemilahan jenis makanan, jumlah makanan dan minuman, kebersihan
makanan.
b. Faktor perilaku terhadap kebersihan diri sendiri terdiri dari mandi,
membersihkan mulut dan gigi, membersihkan tangan dan kaki, kebersihan
pakaian.
c. Faktor perilaku terhadap kebersihan lingkungan, lingkungan terdiri dari
kebersihan kamar, kebersihan rumah, kebersihan lingkungan rumah,
kebersihan lingkungan sekolah.
d. Faktor perilaku terhadap sakit dan penyakit terdiri dari pemeliharaan
kesehatan, pencegahan terhadap penyakit, rencana pengobatan dan
pemulihan kesehatan.
e. Faktor keseimbangan antara kegiatan istirahat dan olahraga terdiri dari
banyaknya waktu istirahat, aktivitas di rumah dan olahraga teratur.

12

BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 Profil Puskesmas
3.1.1 Sejarah Perkembangan Puskesmas Mulyorejo
Puskesmas Mulyorejo terletak di Jalan Budi Utomo 11 A Kelurahan
Mulyorejo Kecamatan Sukun Kota Malang. Tepatnya disebelah barat Kota
Malang kira – kira 7 km dari pusat kota Puskesmas Mulyorejo terletak didaratan
tinggi dengan kondisi tanah yang subur serta terletak yang strategis.
Puskesmas Mulyorejo terdiri pada tahun 1990 merupakan puskesmas baru
dengan wilayah kerja dari desa dan kelurahan limpahan Kabupaten Malang yang
merupakan daerah pemekaran wilayah Kota Malang.

13

Pada tahun 1989, seorang dokter dan 2 orang paramedic yang baru lulus
ditugaskan membina wilayah kerja yang terdiri dari desa Mulyorejo dan Bandulan
yang pada saat itu disebut wilayah Puskesmas Wagir, Kodya dititipkan di
Puskesmas Ciptomulyo Kecamatan Sukun. Pembinaan yang dilakukan adala
pemeriksaan rawat jalan umum, ibu hamil dan imunisasi bayi (pelayanan statis)
yang bertempat dibalai desa Bandulan, selain itu juga dilakukan kegiatan
pembinaan posyandu dan peran serta masyarakat dalam hal ini pembinaan kader
posyandu dan dukun bayi.
Pada pertengahan tahun 1990 tepatnya tanggal 1 Agustus 1990 dditugaskan
seorang dokter senior sebagai pemimpin yaitu dr. Poespo Hardjo dan pada tanggal
27 Oktober 1990 dengan berdirinya Puskesmas Pembantu Mulyorejo resmi
melepaskan diri dari Puskesmas Ciptomulyo. Pada tahun itu pula Puskesmas
Mulyorejo yang tanpa mempunyai puskesmas indung mendapatkan kendaraan
roda 4 (Puskesmas Keliling) yang dioprasikan untuk pelayanan luar gedung
(posyandu).
Pada tahun 1991 mulai diberikan tenaga sebanyak 15 orang dengan membina
wilayah kerja 4 desa dan 1 kelurahan. Bersamaan dengan berdirinya Pustu – Pustu
di seluruh wilayah kerja, pelayanan statis dibuka setiap hari.
Tepatnya pada tanggal 11 Januari 1995 Puseksmas Induk baru diserahkan
secara resmi dari Kabupaten Malang.
Kepala Puskesmas Mulyorejo berturut – turut sebagai berikut:
a. Mager Puskesmas Mulyorejo
: Phl. Dr. Asih Tri Rachmi N.
(1-09-1989 s/d 1-08-1990)
b. Dr. Poespo Hardjo
: 1-08-1990 s/d 1-04-1997
c. Dr. Nanik Julhaty
: 1-04-1997 s/d 1-12-2003
d. Drg. Arie Basuki (Phl)
: 1-12-2003 s/d 19-07-2005
e. Drs. Sumarjono
: 19-07-2005 s/d 21-04-2009
f. Senitri Ariyani, SST
: 21-04-2009 s/d 30-08-2013
g. Dr. A. A. I. Ngurah Kunti Putri
: 1-08-2013 s/d 16-01-2014
h. Dr. Umar Usman
: 16 Januari 2014 s/d Sekarang
3.1.2 TUJUAN
1. Umum
i. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
ii. Meningkatkan kualitas pelayanan
2. Khusus
i. Menurunkan angka kesakitan
ii. Menurunkan angka Prevalensi penderita Tubercolosis
3.1.3 MOTTO
Puskesmas HARUM (Handal, Ramah dan Murah Senyum)

14

Mulyorejo Kecamatan Sukun Malang.
Wilayah kerja Puskesmas Mulyorejo meliputi 5 kelurahan, yaitu:
1. Karang Basuki
2. Pisang Candi
3. Bandulan
4. Mulyorejo
5. Bakalan Krajan
Batas wilayah kerja Puskesmas:
1. Sebelah Utara
: Kelurahan Dinoyo
2. Sebelah Timur
: Kelurahan Bareng
3. Sebelah Selatan
: Kelurahan Sukun dan Kabupaten Malang
4. Sebelah Barat
: Kabupaten Malang
Jarak antara Puskesmas Mulyorejo dengan Dinas Kesehatan : 11 km
Luas wilayah kerja Puskesmas seluruhnya 11,65 km
1. Jumlah penduduk tahun 2010 (proyek BPS) 64.624
2. Jumlah kepala keluarga (KK) : 16/146
UPT Puskesmas Mulyorejo memiliki fasilitas pelayanan. Rawat jalan dan
Rawat inap. Adapun pelayanan rawat jalan terdiri dari Poli Umum, Poli Gigi, Poli
Kesehatan Ibu Anak dan Keluarga Berencana (KIA dan KB), Imunisasi, Lab.
Laboratorium, Gizi, Klinik Sanitasi, dan Apotik. Rawat Inap terdiri dari UGD.
3.2 Identifikasi Kasus
1. Sumber Data
Sumber data yang di dapat :
a) Mengikuti aktivitas yang dilakukan puskesmas.
b) Melihat data dari puskesmas
2. Wawancara
a. Data I:
Nama
:X
Nama orang tua
: Pak X
Umur
:
Pekerjaan
:
Alamat RT/RW
:
Kelurahan / Desa
:
b. Identifikasi Masalah Lingkungan dan Perilaku:
Table 3.1 hasil wawancara di rumah pasien TB paru

No
1.

Pasien Mulyorejo RT. 07 RW. 03
Pertanyaan
Ya
Tidak
Telah berapa lama menderita batuk –

keterangan
1 bulan

2.

batuk?
Berapa orang yang sakit seperti ini

2 orang

3.
4.

dalam keluarga?
Apakah ada anak balita?
Apakah pada siang hari di dalam

15

No
5.

rumah dalam keadaan gelap?
Pertanyaan
Ya
Apakah rumah penderita terdapat

Tidak


Ket

lubang haws atau lubang angina,
agar sirkulasi udara di dalam rumah
6.

lancar?
Apakah

7.

ventilasi/lubang angin?
Apakah lantai rumah terbuat dari



8.

tanah?
Apakah saudara tidur sekamar atau



sekamar
9.

kamar

dengan

tidak

memiliki

orang

lain

(istri/suami, anak dan lainnya)?
Jika batuk, dibuang di tempat khusus
ludah/riak (paidon, kamar mandi,

atau WC/jamban)?
10. Apakah setiap kali batuk penderita
11.

menutup mulut?
Apakah penggunaan alat makan
saudara dipisahkan dengan anggota

keluarga?
Pada tabel 3.1 di dapat hasil rumah pertama, dapat dilihat pasien telah batuk
selama 1 bulan, dengan yang sakit di dalam rumah ada 2 orang, dari hasil
wawancara pasien telah mengerti cara membuang ludah ataupun riak dengan
benar. Dan pasien ini juga telah memisahkan alat makan sendiri.
Tabel 3.2 hasil wawancara di rumah pasien TB paru
Pasien Pisang Candi RT. 02 RW.02
No
Pertanyaan
Ya
Tidak
1. Telah berapa lama menderita batuk –
2.

batuk?
Berapa orang yang sakit seperti ini di

Ket
3 bulan
1 orang

dalm keluarga?

No
Pertanyaan
3. Apakah ada anak balita?

Ya

Tidak


Ket

16

4.

Apakah pada siang hari di dalam

5.

rumah dalam keadaan gelap?
Apakah rumah penderita terdapat




lubang haws atau lubang angina,
agar sirkulasi udara di dalam rumah
6.

lancer?
Apakah

7.

ventilasi lubang angin?
Apakah lantai rumah terbuat dari



8.

tanah?
Apakah saudara tidur sekamar atau



sekamar
9.

kamar

dengan

tidak

memiliki

orang



lain

(istri/suami, anak dan lainnya)?
Jika batuk, ibuang di tempat khusus



ludah/riak (paidon, kamar mandi,
atau WC/jamban?
10. Apakah setiap kali batuk penderita



menutup mulut?
Apakah penggunaan alat makan



11.

saudara dipisahkan dengan anggota
keluarga?
Pada tabel 3.2 hasil wawancara yang didapat di rumah kedua pasien telah batuk
selama 3 bulan, dan di dalam rumah hanya 1 orang yang sakit. Pada wawancara
yang didapat pasien telah mengetahui cara membuang ludah dan riak dengan baik.
Pasien ini juga menggunakan alat makanan secara terpisah.
Tabel 3.3 hasil wawancara di rumah pasien TB paru
Pasien Pisang Candi RT.04 RW.05
No Pertanyaan
Ya
Tidak
1. Telah berapa lama menderita batuk –
2.

batuk?
Berapa orang yang sakit seperti ini

3.
4.

dalam keluarga?
Apakah ada anak balita?
Apakah pada siang hari di dalam

5.

rumah dalam keadaan gelap?
Apakah rumah penderita terdapat

Ket
3 bulan
1 orang





lubang haws atau lubang angina,

17

agar sirkulasi udara di dalam rumah
6.

lancar?
Apakah

7.

ventilasi/lubang angin?
Apakah lantai rumah terbuat dari



8.

tanah?
Apakah saudara tidur sekamar atau



sekamar
9.

kamar

dengan

tidak

memiliki

orang



lain

(istri/suami, anak dan lainnya)?
Jika batuk, dibuang di tempat khusus



ludah/riak (paidon, kamar mandi,
atau WC/jamban)?
10. Apakah setiap kali batuk penderita



menutup mulut?
Apakah penggunaan alat makan



11.

saudara dipisahkan dengan anggota
keluarga?
Pada tabel 3.3 di dapat hasil wawancara yang dilakukan di rumah ke tiga (3),
pasien telah batuk selama 3 bulan dan didalam rumah hanya menderita penyakit
TB paru 1 orang. Berdasarkan hasil wawancara pasien telah mengetahui cara
membuang ludah atau riak dengan baik dan menutup mulut saat batuk. Pasien ini
juga memisahkan alat makan sendiri. Sehingga mencegah untuk penularan.
Tabel 3.4 hasil wawancara di rumah pasien TB paru
Pasien Pisang Candi RT.06 RW.03
No Pertanyaan
Ya
Tidak
1. Telah berapa lama menderita batuk –
2.

batuk?
Berapa orang yang sakit seperti ini

3.
4.

dalam keluarga?
Apakah ada anak balita?
Apakah pada siang hari di dalam

5.

rumah dalam keadaan gelap?
Apakah rumah penderita terdapat

Ket
2 bulan
1 orang





lubang haws atau lubang angina,
agar sirkulasi udara di dalam rumah
6.

lancar?
Apakah

kamar

tidak

memiliki



18

7.

ventilasi/lubang angin?
Apakah lantai rumah terbuat dari



8.

tanah?
Apakah saudara tidur sekamar atau



sekamar
9.

dengan

orang

lain

(istri/suami, anak dan lainnya)?
Jika batuk, dibuang di tempat khusus



ludah/riak (paidon, kamar mandi,
atau WC/jamban)?
10. Apakah setiap kali batuk penderita



menutup mulut?
Apakah penggunaan alat makan



11.

saudara dipisahkan dengan anggota
keluarga?
Pada tabel 3.4 di dapat wawancara pada rumah ke empat (4), pasien telah batuk
selama 2 bulan dan anggota yang menderita 1 orang. Pasien telah mengetahui cara
membuang ludah atau riak dengan baik dan pasien menutup mulut pada saat
batuk. Pasien juga memisahkan tempat makan dengan anggota keluarga lainnya.
Tabel 3.5 hasil wawancara di rumah pasien TB paru
No
1.

Pasien Bandulan RT.06 RW.02
Pertanyaan
Ya
Tidak
Telah berapa lama menderita batuk –

Ket
4 bulan

2.

batuk?
Berapa orang yang sakit seperti ini

1 orang

3.
4.

dalam keluarga?
Apakah ada anak balita?
Apakah pada siang hari di dalam

5.

rumah dalam keadaan gelap?
Apakah rumah penderita terdapat





lubang haws atau lubang angina,
agar sirkulasi udara di dalam rumah
6.

lancar?
Apakah

7.

ventilasi/lubang angin?
Apakah lantai rumah terbuat dari



8.

tanah?
Apakah saudara tidur sekamar atau



kamar

tidak

memiliki



19

sekamar
9.

dengan

orang

lain

(istri/suami, anak dan lainnya)?
Jika batuk, dibuang di tempat khusus



ludah/riak (paidon, kamar mandi,
atau WC/jamban)?
10. Apakah setiap kali batuk penderita



menutup mulut?
Apakah penggunaan alat makan



11.

saudara dipisahkan dengan anggota
keluarga?
Pada tabel 3.5 di dapat wawancara rumah ke lima (5) pasien telah menderita TB
paru selama 4 bulan dan di dalam rumah yang menderita 1 orang. Dari hasil
wawancara pasien telah mengetahui cara membuang ludah atau riak dengan baik.
Pasien juga menutup mulut pada saat batuk dan memisahkan alat makan dengan
anggota keluarga.
3. Observasi I
a. Persiapan:
1. Mempelajari hasil wawancara/konseling di puskesmas
2. Formulir kunjungan lapangan
3. Menyiapkan peralatan pengukuran intensitas cahaya
(luxmeter)
4. Manyiapkan alat ukur panjang (meteran)
5. Menyiapkan peralatan pengambilan sampel udara, ruangan
(bila perlu)
6. Bahan penyuluhan
7. Bahan pendukung lainnya
b. Observasi Lapangan I:
Table 3.6 hasil observasi di rumah pasien TB paru

No
1.

Pasien Mulyorejo RT. 07 RW. 03
Pertanyaaan
Ya
Tidak
Mengukur besaran intensitas cahaya di dalam

keterangan
Secara fisik

kamar tidur pasien/klaen, ruang utama, dan

kurang

ruang lainnya dalam rumah.

pencahayaa
n

2.

Mengukur besaran proporsi luas lubang 
ventilasi

terhadap

seluruh

luas

lantai

20

3.

(standard minimal 10%)
Pengamatan tempat pembuangan ludah/riak

Kamar

batuk

mandi atau
WC

4.

atau

jamban
Menutup

Pengamatan perilaku pada waktu batuk

mulut
dengan
sepatu
tangan atau
kain
5.

Apakah jendela dibuka, terutama pada pagi



hari
Pada tabel 3.6 hasil observasi yang dilakukan pada rumah pertama (1) untuk
penerangannya secara fisik kurang, ventilasi yang ada di rumah kurang

Dokumen yang terkait

Analisis Konsep Peningkatan Standar Mutu Technovation Terhadap Kemampuan Bersaing UD. Kayfa Interior Funiture Jember.

2 215 9

STUDI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA EMPIRIS PADA PASIEN RAWAT INAP PATAH TULANG TERTUTUP (Closed Fracture) (Penelitian di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang)

11 138 24

STUDI PENGGUNAAN SPIRONOLAKTON PADA PASIEN SIROSIS DENGAN ASITES (Penelitian Di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang)

13 140 24

STUDI PENGGUNAAN ACE-INHIBITOR PADA PASIEN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) (Penelitian dilakukan di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan)

15 136 28

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

Efek Pemberian Ekstrak Daun Pepaya Muda (Carica papaya) Terhadap Jumlah Sel Makrofag Pada Gingiva Tikus Wistar Yang Diinduksi Porphyromonas gingivalis

10 64 5

Analisa studi komparatif tentang penerapan traditional costing concept dengan activity based costing : studi kasus pada Rumah Sakit Prikasih

56 889 147

Pengaruh Atribut Produk dan Kepercayaan Konsumen Terhadap Niat Beli Konsumen Asuransi Syariah PT.Asuransi Takaful Umum Di Kota Cilegon

6 98 0

Pengaruh Proce To Book Value,Likuiditas Saham dan Inflasi Terhadap Return Saham syariah Pada Jakarta Islamic Index Periode 2010-2014

7 68 100

Analisis Pengaruh Lnflasi, Nilai Tukar Rupiah, Suku Bunga Sbi, Dan Harga Emas Terhadap Ting Kat Pengembalian (Return) Saham Sektor Industri Barang Konsumsi Pada Bei

14 85 113