proposal Pengaruh Model Pembelajaran CIR

PENGARUH

MODEL

PEMBELAJARAN

CIRC

(COOPERATIVE,

INTEGRATED, READING, AND COMPOSITION) TERHADAP KEMAMPUAN
KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA KELAS VIII SMP MUHAMMADIYAH 1
PALEMBANG

1.

Latar Belakang

Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia,
karena pendidikan adalah salah satu cara untuk mengetahui dan mengembangkan
potensi dalam diri manusia yang belum diketahui. Sepatutnya, pendidikan mendapatkan

perhatian terus menerus dalam upaya peningkatan mutunya dari waktu ke waktu tanpa
henti karena dengan pendidikan yang bermutu akan menghasilkan sumber daya manusia
yang berkualitas. Indonesia dalam Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003,
Bab I, Pasal 1 menyatakan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Tujuan pendidikan nasional adalah
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Menurut Hamzah (2014:1), dalam mencapai tujuan pendidikan nasional itu
diperlukan seperangkat kurikulum yang menunjang untuk diberikan kepada anak didik
dalam tingkatan satuan pendidikan masing-masing seperti satuan pendidikan sekolah

1

dasar, satuan pendidikan sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah atas.
Fungsi kurikulum dalam pendidikan tidak lain merupakan alat untuk mencapai tujuan

pendidikan. Dalam hal ini Kurikulum

2013, menurut Poerwati dan Amri (dikutip

Nurdiana, 2015:17), yaitu kurikulum yang terintegrasi, maksudnya adalah suatu model
kurikulum yang dapat mengintegrasikan skill, themes, concepts, and topics baik dalam
bentuk within singel disciplines, across several disciplines and within and across
learners. Kurikulum 2013 memiliki empat aspek penilaian, yaitu aspek pengetahuan,
aspek keterampilan, aspek sikap, dan perilaku. Di dalam Kurikulum 2013, terutama di
dalam materi pembelajaran terdapat materi yang dirampingkan dan materi yang
ditambahkan. Materi yang dirampingkan terlihat ada di materi Bahasa Indonesia, IPS,
PPKn, dsb., sedangkan materi yang ditambahkan adalah materi Matematika.

Matematika adalah sebagai suatu bidang ilmu yang merupakan alat pikir,
berkomunikasi, alat untuk memecahkan masalah berbagai persoalan praktis, yang
unsur-unsurnya logika dan intuisi, analisis dan konstruksi, generalisasi dan
individualitas, serta mempunyai cabang-cabang antara lain aritmatika, aljabar, geometri
dan analisis (Uno, 2011:129). Adapun tujuan dari mata pelajaran matematika dalam
Permendiknas No. 22 Tahun 2006, yaitu mata pelajaran matematika antara lain
bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan: 1) memahami konsep matematika,

menjelaskan ketertarikan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma
secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah; 2) menggunakan
penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat
generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; 3)
memecahkan masalah yang meliputi kemampuan siswa memahami masalah, merancang
model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yangn diperoleh; 4)
2

mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media yang lain
untuk memperjelas keadaan atau masalah; 5) memiliki sikap menghargai kegunaan
matematika dalam kehidupan yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam
mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Berdasarkan tujuan pembelajaran matematika dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
matematika dapat membantu siswa memahami konsep, menyelesaikan masalah
matematis, mengkomunikasikan gagasan, dan dapat menjelaskan ide-ide, situasi dan
relasi matematisnya dengan baik secara lisan maupun tertulis.

Menurut Shadiq (dikutip Ramellan, dkk, 2012:77), mengkomunikasikan gagasan
dengan bahasa matematika justru lebih praktis, sistematis dan efisien. Matematika
merupakan bahasa yang universal, dimana untuk satu symbol dalam matematika dapat

dipahami oleh setiap orang dengan bahasa apapun didunia, misalnya dalam matematika
untuk menyatakan jumlah digunakan lambang ∑ dan semua orang memahami bahwa
lambang itu menyatakan jumlah (Armiati, 2009:271). Kemampuan komunikasi
matematis siswa perlu dikembangkan mengingat siswa-siswa yang cerdas dalam
matematika seringkali kurang mampu menyampaikan hasil pemikiranya terlebih pada
soal yang berbentuk cerita.

Berdasarkan observasi yang didapat peneliti di kelas VIII SMP Muhammadiyah 1
Palembang kenyataan yang terjadi adalah masalah lemahnya proses pembelajaran.
Dalam proses pembelajaran, anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan
komunikasi. Secara umum guru di SMP Muhammadiyah 1 Palembang dalam
pembelajaran menggunakan model konvensional, dimana guru memberi materi melalui
ceramah, latihan soal kemudian pemberian tugas. Hal ini menyebabkan siswa cenderung

3

pasif karena selama pembelajaran siswa hanya mendengarkan dan mencatat. Seringkali
ditemui siswa mengobrol sendiri di dalam kelas, bermain, atau menggambar. Siswa
kurang menanggapi apa yang disampaikan guru. Hanya satu atau dua orang siswa yang
berani bertanya kepada guru, sehingga kebanyakan dari mereka tidak terampil dalam

mengkomunikasikan ide-ide atau gagasan mereka mengenai matematika. Oleh karena
itu perlu memilih model atau metode pembelajaran yang tepat dan dapat mengaktifkan
siswa.

Dalam upaya meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa kelas VIII
SMP Muhammadiyah 1 Palembang khususnya pada soal cerita, maka peneliti berupaya
menerapkan model pembelajaran CIRC (Cooperative, Integrated, Reading, and
Compotition). Slavin (2016:16) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif tipe
CIRC merupakan sebuah program pemahaman membaca dan menulis pada tingkat
dasar, menengah, dan atas. Menurut Suyitno (dikutip Yuliana, 2013), kegiatan pokok
model CIRC untuk menyelesaikan pemecahan masalah matematika meliputi rangkaian
kegiatan bersama yang spesifik, yaitu: (1) Salah satu anggota atau beberapa kelompok
membaca soal; (2) Membuat prediksi atau menafsirkan isi soal pemecahan masalah,
termasuk menuliskan apa yang diketahui, apa yang ditanyakan dan memisalkan yang
ditanyakan dengan suatu variabel; (3) Saling membuat ikhtisar/ rencana penyelesaian
soal pemecahan masalah; (4) Menuliskan penyelesaian soal pemecahan masalah secara
urut; (5) Saling merevisi dan mengedit pekerjaan/ penyelesaian. Untuk meningkatkan
kemampuan komunikasi matematis sebaiknya siswa saling berdiskusi dalam kelompok
memahami bahan bacaan yang dapat menuntun siswa memahami konsep terlebih
dahulu. Selain itu, siswa dilatih mengerjakan soal-soal komunikasi matematis dan

mempresentasikan hasil diskusi kepada teman-temannya.
4

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka peneliti mengambil judul
“PENGARUH

MODEL

PEMBELAJARAN

CIRC

(COOPERATIVE,

INTEGRATED, READING, AND COMPOSITION) TERHADAP KEMAMPUAN
KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA KELAS VIII SMP MUHAMMADYAH 1
PALEMBANG”.
2.

Masalah Penelitian

2.1

Pembatasan Lingkup Masalah
Untuk memudahkan dalam pelaksanaan penelitian serta guna menghindari

salah penafsiran, peneliti perlu membatasi lingkup permasalahan sebagai berikut:
1.

Pengaruh yang dimaksud dalam penelitian ini adalah dilihat dari
perbandingan hasil tes akhir

kemampuan komunikasi matematis kelas

eksperimen yang menggunakan model pembelajaran CIRC (Cooperative,
Integrated, Reading, and Compotition) dengan kelas kontrol yang
menggunkan metode pembelajaran konvensional.
2.

Materi yang diajarkan dalam penelitian dibatasi hanya mempelajari materi
bangun ruang sisi datar kubus dan balok.


3.

Siswa yang diteliti adalah siswa kelas VIII SMP Muhammadiyah 1
Palembang semester genap tahun ajaran 2016/2017.

2.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka yang menjadi rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah terdapat pengaruh model
pembelajaran CIRC (Cooperative, Integrated, Reading, and Composition)
terhadap

kemampuan

komunikasi

Muhammadiyah 1 Palembang?”.


5

matematis

siswa

kelas

VIII

SMP

3.

Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui apakah terdapat pengaruh model pembelajaran CIRC (Cooperative,
Integrated, Reading, and Composition) terhadap kemampuan komunikasi matematis

siswa kelas VIII SMP Muhammadiyah 1 Palembang.

4.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini pun diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi

upaya berikut :
a.

Bagi Siswa
Membangun daya imajinasi pikiran siswa dengan strategi penyelesaian soal cerita
pada pembelajaran kooperatif tipe CIRC sehingga dapat memahami dan
menyelesaikan makna yang tersirat dari soal cerita matematika

b.

Bagi Guru
Membantu guru dalam menciptakan kegiatan belajar yang menarik serta
memberikan alternatif dalam memilih dan menggunakan model/metode dalam

mengadakan variasi terhadap pola pembelajaran matematika.

c.

Bagi Sekolah
Sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan proses pembelajaran matematika
sehingga dapat meningkatkan kualitas belajar-mengajar yang efektif

dengan

diterapkannya model pembelajaran CIRC (Cooperative, Integrated, Reading, and
Composition) di SMP Muhammadiyah 1 Palembang.

6

5.

Landasan Teori

5.1

Tinjauan Pustaka

5.1.1 Model Pembelajaran CIRC
5.1.1.1 Pengertian
Pembelajaran CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition)
dikembangkan oleh Stevans, Madden, Slavin dan Farnish pada tahun 1987. Model
CIRC ini merupakan pengembangan dari model kooperatif tipe TAI, yang
menunjukkan bahwa kombinasi yang menggunakan kelompok pengajaran
homogen dan kelompok kerja heterogen bisa bersifat praktis dan sekaligus juga
efektif. Pembelajaran kooperatif tipe CIRC merupakan sebuah program
pemahaman membaca dan menulis pada tingkat dasar, menengah, dan atas. CIRC
terdiri dari tiga unsur penting, yaitu : kegiatan-kegiatan dasar terkait, pengajaran
langsung memahami bacaan, dan seni berbahasa dan menulis terpadu (Slavin,
2016:200).
Kessler (dikutip Halimah, 2014: 27) juga berpendapat bahwa model CIRC
merupakan gabungan kegiatan membaca dan menulis yang menggunakan
pembelajaran baru dalam pemahaman bacaan dengan menulis. Keberhasilan
metode CIRC sangat bergantung pada proses pembelajaran yang dilaksanakan.
Berdasarkan beberapa definisi diatas, dapat dipahami bahwa model
pembelajaran CIRC menekankan pada kemampuan membaca dan menulis untuk
memahami bacaan dan mengintepretasikannya melalui tulisan. Penekanan
pembelajarannya terletak pada kemampuan membaca, kemampuan memahami
bacaan dan kemampuan menulis.

7

5.1.1.2 Tujuan Model Pembelajaran CIRC
Kessler (dikutip Halimah, 2014:30), ciri-ciri model CIRC adalah: (1) adanya
satu tujuan tertentu, (2) adanya tanggung jawab tiap individu, (3) dalam satu
kelompok tiap anggota mempunyai kesempatan yang sama untuk sukses, (4) tidak
ada kompetisi antara kelompok, (5) tidak ada tugas khusus, dan (6) menyesuaikan
diri dengan kebutuhan menjadi kewajiban tiap individu. Berdasarkan ciri-ciri
tersebut maka tujuan CIRC dalam prosesnya menggunakan kelompok-kelompok
kooperatif untuk membantu para siswa mempelajari kemampuan memahami
bacaan yang dapat diaplikasikan secara lugas. CIRC terdiri atas tiga unsur penting
kegiatan dasar terkait pengajaran langsung, yaitu: pelajaran memahami bacaan,
seni berbahasa, dan menulis terpadu (Slavin, 2016: 204). Semua kegiatan
mengikuti siklus reguler yang melibatkan presentasi dari siswa, latihan tim,
latihan independen, pra penilaian teman, latihan tambahan, dan tes. Metode CIRC
pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kemampuan peserta dalam
memahami isi bacaan sekaligus membina kemampuan menulis reproduksi atas
bahan bacaan yang dibacanya. Metode CIRC dapat membantu guru memadukan
kegiatan membaca dan menulis dalam pelaksanaan pembelajaran membaca.

5.1.1.3 Komponen-komponen Model Pembelajaran CIRC
Slavin (dikutip Halimah, 2014: 32), model pembelajaran CIRC memiliki
delapan komponen. Kedelapan komponen tersebut sebagai berikut :
1.

Teams, yaitu pembentukan kelompok heterogen yang terdiri atas 4 atau 5
siswa.

2.

Placement test, misalnya diperoleh dari rata-rata nilai ulangan harian
sebelumnya atau berdasarkan nilai rapor agar guru mengetahui kelebihan dan
kelemahan siswa pada bidang tertentu.

8

3.

Student creative, melaksanakan tugas dalam suatu kelompok dengan
menciptakan

situasi

dimana

keberhasilan

individu

ditentukan

atau

dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya.
4.

Team study, yaitu tahapan tindakan belajar yang harus dilaksanakan oleh
kelompok

dan

guru

memberika

bantuan

kepada

kelompok

yang

membutuhkannya.
5.

Team scorer and team recognition, yaitu pemberian skor terhadap hasil kerja
kelompok dan memberikan kriteria penghargaan terhadap kelompok yang
berhasil secara cemerlang dan kelompok yang dipandang kurang berhasil
dalam menyelesaikan tugas.

6.

Teaching group, yakni memberikan materi secara singkat dari guru menjelang
pemberian tugas kelompok.

7.

Facts test, yaitu pelaksanaan test atau ulangan berdasarkan fakta yang
diperoleh siswa.

8. Whole-class units, yaitu pemberian rangkuman materi oleh guru di akhir
waktu pembelajaran dengan strategi pemecahan masalah.

5.1.1.4 Langkah-langkah Model Pembelajaran CIRC
Menurut Slavin (dikutip Halimah, 2014:32), langkah-langkah model
pembelajaran CIRC yaitu:
1.

Membentuk kelompok yang anggotanya 4-5 orang yang secara heterogen

2.

Guru memberikan wacana sesuai dengan topik pembelajaran

3.

Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan
memberikan tanggapan terhadap wacana dan ditulis pada lembar kertas

4.

Mempresentasikan/membacakan hasil kelompok

5.

Guru memberikan penguatan

6.

Guru dan siswa bersama-sama membuat kesimpulan

7.

Penutup.

9

Dengan mengadopsi model pembelajaran CIRC, untuk melatih dan
meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa dalam menyelesaikan
soal berbentuk cerita,

langkah-langkah yang diterapkan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:
1.

Guru menerangkan suatu pokok bahasan matematika kepada siswa, pada
penelitian ini digunakan LKS/buku yang berisi materi bangun ruang kubus
yang akan diajarkan pada setiap pertemuan.

2.

Guru membentuk kelompok yang heterogen. Setiap kelompok terdiri dari 4-5
orang.

3.

Guru membagikan LKS dan soal diskusi yang telah disusun berdasarkan
langkah-langkah penyelesaian masalah kemampuan komunikasi matematis
dalam soal cerita matematika kepada setiap siswa dalam kelompok yang
sudah terbentuk.

4.

Guru memberitahukan kepada setiap kelompok agar terjadi rangkaian
kegiatan CIRC yang spesifik sebagai berikut:
a)

Salah satu anggota kelompok membaca atau beberapa kelompok saling
membaca soal cerita tersebut.

b) Membuat prediksi atau menafsirkan atas isi soal cerita termasuk
menuliskan apa yang diketahui, ditanyakan dan memisalkan yang
ditanyakan dengan suatu variabel.
c)

Saling membuat rencana penyelesaian soal cerita.

d) Menuliskan penyelesaian soal cerita secara urut.
e)

Menyerahkan hasil tugas kelompok kepada guru.

10

5.

Setiap kelompok bekerja berdasarkan rangkaian kegiatan pola CIRC (team
study). Guru berkeliling mengawasi pekerjaan kelompok.

6.

Ketua kelompok, melaporkan keberhasilan anggota kelompoknya atau
melapor

kepada

guru

tentang

hambatan-hambatan

yang

dialami

kelompoknya. Jika diperlukan guru memberikan bantuan secara proposional.
7.

Setiap kelompok harus dapat menetapkan bahwa setiap anggota kelompok
telah memahami dan dapat mengerjakan soal cerita yang diberikan guru.

8.

Guru meminta beberapa perwakilan kelompok tertentu untuk menyajikan
temuannya di depan kelas.

9.

Guru bertindak sebagai narasumber atau fasilitator jika diperlukan.

10. Guru memberikan penguatan kepada perwakilan kelompok yang telah
menyajikan temuannya di depan kelas.
11. Guru

bisa

membubarkan

beberapa

kelompok

yang

dibentuk

dan

mempersilahkan untuk kembali ke tempat duduknya masing-masing.
12. Menjelang akhir waktu guru dapat mengulangi materi yang disampaikan dan
strategi penyelesaian soal cerita.
13. Guru memberikan tes formatif sesuai kompetensi yang diperlukan.

5.1.1.5 Kelebihan Model Pembelajaran CIRC
Kelebihan model pembelajaran CIRC menurut Slavin (dikutip Halimah,
2014:34) adalah sebagai berikut:
1.

Model pembelajaran kooperatif tipe CIRC amat tepat untuk meningkatkan
pemahaman siswa pada materi pembelajaran

2.

Dominasi guru dalam pembelajaran berkurang

11

3.

Siswa termotivasi pada hasil secara teliti karena bekerja dalam kelompok

4.

Para siswa dapat memahami makna soal dan saling mengecek pekerjaan

5.

Membantu siswa yang lemah dalam memahami tugas yang diberikan

6.

Meningkatkan hasil belajar, khususnya dalam menyelesaikan soal yang
diberikan guru

7.

Siswa dapat memberikan tanggapannya secara bebas, dilatih untuk dapat
bekerjasama, dan menghargai pendapat orang lain.

5.1.1.6 Kekurangan Model Pembelajaran CIRC
Kekurangan model pembelajaran CIRC adalah sebagai berikut:
1.

Pada saat tahap diskusi kelompok, biasanya hanya siswa yang aktif yang
berani mengemukakan pendapatnya

2.

Memerlukan waktu yang relatif lama

3.

Kadang-kadang menimbulkan kegaduhan dalam kelas

4.

Adanya kegiatan-kegiatan kelompok yang tidak bisa berjalan seperti apa yang
diharapkan

5.

Penggunaan model pembelajaran CIRC meninbulkan sebuah masalah yaitu,
apabila guru sedang mengajarkan satu kelompok membaca, siswa lain
cenderung melakukan kegiatan lain.
Namun, kekurangan Model CIRC diatas dapat dihindari apabila guru dapat

mengelolah waktu dan menguasai kelas secara baik.
5.2

Model Pembelajaran Konvensional
Model pembelajaran konvensional yang digunakan dalam penelitian ini

merupakan pembelajaran yang biasa digunakan guru dalam menyampaikan materi

12

dengan metode ekspositori. Pembelajaran ekspositori merupakan bentuk dari
pendekatan pembelajaran yang berorentasi kepada pendidik (Teacher center approach).
Dikatakan demikian, karena dalam strategi ini, pendidik memegang peran yang
dominan. Fokus utama pembelajaran ekspositori adalah kemampuan akademik
(academic

acheivement)

peserta

didik. Tahap

perencanaan

dan

pelaksanaan

pembelajaran dengan metode ekspositori menuntut peran aktif guru yang lebih banyak
daripada aktivitas peserta didik. Pelaksanaan metode ini dimulai dengan berbicara di
awal pelajaran, menerangkan materi dan contoh soal serta waktu-waktu tertentu saja.
Peserta didik tidak hanya mendengarkan penjelasan guru tetapi mengerjakan soal
sendiri, saling bertanya, dan mengerjakan bersama teman atau disuruh membuatnya di
papan tulis. Guru dapat memeriksa pekerjaan peserta didik secara individual,
menjelaskan lagi kepada peserta didik secara individual atau klasikal. Peserta didik
mengerjakan latihan sendiri/ dapat bertanya temanya atau diminta guru untuk
mengerjakan di papan tulis. Meskipun dalam hal terpusatnya kegiatan pembelajaran
masih kepada guru, tetapi dominasi guru sudah banyak berkurang (Suyitno dalam
Kartika, 2011:27).

5.3

Kemampuan Komunikasi Matematis
5.3.1 Komunikasi
Komunikasi secara umum dapat diartikan sebagai suatu cara untuk
menyampaikan suatu pesan dari pembawa pesan ke penerima pesan untuk
memberitahu, pendapat, atau perilaku baik secara lisan, maupun tak langsung
melalui media (Effendy dikutip Susanty, 2015:14). Sedangkan menurut Riyanto
(dikutip Astuti, 2012:1) komunikasi adalah proses dua arah yang menghasilkan

13

perolehan informasi dan pengertian. Proses dua arah ini merupakan dasar hakiki
dari suatu informasi.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah
suatu hubungan antara dua orang atau lebih yang didalamnya terjadi proses
penyampaian dan penerimaan suatu informasi baik secara lisan maupun tidak.
5.3.2

Komunikasi Matematis
Di dalam komunikasi harus dipikirkan bagaimana caranya agar pesan yang

disampaikan dapat dipahami oleh orang lain. Untuk dapat menyampaikan dan
menerima pesan tersebut diperlukan alat berupa bahasa. Menurut Shadiq (dikutip
Ramellan, dkk, 2012:77) mengkomunikasikan gagasan dengan bahasa matematika
justru lebih praktis, sistematis dan efisien. Matematika merupakan bahasa yang
universal, dimana untuk satu simbol dalam matematika dapat dipahami oleh setiap
orang dengan bahasa apapun didunia, misalnya dalam matematika untuk
menyatakan jumlah digunakan lambang ∑ dan semua orang memahami bahwa
lambang itu menyatakan jumlah (Armiati, 2009:271).
Komunikasi matematis menurut Romberg dan Chair (dalam Susanty,
2015:15), yaitu menghubungkan benda nyata, gambar, grafik, dan diagram ke
dalam ide matematika; menjelaskan ide, situasi dan relasi matematis secara lisan
atau tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik, dan aljabar; menyatakan
peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika; mendengarkan,
berdiskusi dan menulis tentang matematika; membaca dengan pemahaman suatu
presentasi

mtematika

tertulis,

membuat

konjektur,

menyusun

argumen,

merumuskan definisi dan generalisasi; menjelaskan dan membuat pertanyaan
tentang matematika yang telah dipelajari.

14

Berdsarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi matematis
adalah keterampilan siswa dalam memahami matematika dan mengungkapkannya
melalui gagasan atau ide matematika serta menafsirkannya secara tertulis.

5.3.3

Kemampuan Komunikasi Matematis

Menurut The Intended Learning Outcomes (ILOs) (dikutip Armiati, 2009: 271),
Kemampuan komunikasi matematis adalah suatu keterampilan penting dalam
matematika yaitu kemampuan untuk mengeksperikan ide-ide matematika secara
koheren kepada teman, guru, dan lainnya melalui bahasa lisan dan tulisan. Izzati
(dikutip Rahayu, 2016:10) juga menyatakan bahwa komunikasi matematis
merupakan

kemampuan

menggunakan

bahasa

matematika

untuk

mengeksperesikan gagasan dan argumen dengan tepat, singkat dan logis. Melalui
keterampilan ini siswa mengembangkan dan memperdalam pemahaman
matematika mereka bila mereka menggunakan bahasa matematika yang benar
untuk berbicara dan menulis tentang apa yang mereka kerjakan. Bila siswa
berbicara dan menulis tentang matematika. Mereka mengklarifikasikan ide-ide
mereka dan belajar bagaimana membuat argument yang meyakinkan dan
merepresentasikan ide-ide matematika secara verbal, gambar, diagram dan simbol.
Dari beberapa definisi tentang kemampuan komunikasi diatas dapat
disimpulkan bahwa, kemampuan komunikasi matematis merupakan kemampuan
mengungkapkan pemahaman matematika, ide-ide dan gagasan para siswa baik
kepada teman maupun guru baik secara verbal, gambar, tabel, grafik dan simbol.
Sumarmo (Susanty, 2015:16), mengidentifikasikan indikator komunikasi
matematis yang meliputi kemampuan:

15

a.

Menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide matematika

b.

Menjelaskan ide, situasi dan relasi matematik, secara tulisan dengan benda
nyata, gambar, grafik dan aljabar

c.

Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika

d.

Mendengarkan, berdiskusi dan menulis tentang matematika

e.

Membaca dengan pemahaman suatu persentasi dalam matematika

f.

Menyusun konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi dan
generalisasi

g.

Menyusun argumen, merumuskan definisi dan generalisai.

h.

Menjelaskan dan membuat pertanyaan matematika yang telah dipelajari.

Menurut

NCTM

1989

(Susanty,

2015:17),

indikator

kemampuan

komunikasi matematis adalah sebagai berikut:
a.

Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematika melalui lisan, tertulis, dan
mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual.

b.

Kemampuan memahami, mengiterpretasikan dan mengevaluasi ide-ide
matematika yang disajikan dalam bentuk tulisan atau visual

c.

Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika
dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide, menggambarkan hubunganhubungan dan model-model situasi.
Cai, Lane dan Jacobsin (dikutip Rahayu, 2016: 11) mengemukakan bahwa

kemampuan komunikasi matematis siswa dapat dilihat dari kemampuan siswa
dalam:

16

a.

Menulis matematis (written text), pada kemampuan ini, siswa dituntut untuk
dapat menuliskan penjelasan dari jawaban permasalahannya secara
matematis, masuk akal, jelas serta tersusun secara logis dan sistematis

b.

Menggambar secara matematis (drawing), pada kemampuan ini, siswa
dituntut untuk dapat melukiskan gambar, diagram dan tabel secara lengkap
dan benar

c.

Ekspresi matematis (mathematical expression), pada kemampuan ini, siswa
diharapkan untuk memodelkan permasalahan matematika dengan benar atau
mengekspresikan konsep matematika dengan menyatakan peristiwa seharihari dalam bahasa atau simbol matematika dengan benar, kemudian
melakukan perhitungan atau mendapatkan solusi secara lengkap dan benar.

Berdasarkan uraian di atas maka pada penelitian ini, kemampuan
komunikasi matematis yang akan diteliti adalah kemampuan komunikasi tertulis
dengan indikator sebagai berikut:
a.

Membuat/menjelaskan gambar dari suatu situasi atau permasalahan
matematis

b.

Menjelaskan situasi dan relasi suatu masalah matematika dengan bahasa
sendiri

c.

Menggunakan bahasa dan simbol-simbol matematika untuk mengekspresikan
gagasan-gagasan matematis.

5.4

Hubungan Model Pembelajaran CIRC (Cooperative, Integrated, Reading and
Composition) Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis

17

Model pembelajaran CIRC termasuk model pembelajaran cooperative learning
yang pada mulanya merupakan pembelajaran kooperatif terpadu membaca dan menulis.
Namun, CIRC telah berkembang bukan hanya dipakai pada pelajaran bahasa tetapi juga
pelajaran eksak seperti pelajaran matematika. Menurut Suyitno (dikutip Yuliana, 2013),
kegiatan pokok model CIRC untuk menyelesaikan pemecahan masalah matematika
meliputi rangkaian kegiatan bersama yang spesifik, yaitu: (1) Salah satu anggota atau
beberapa kelompok membaca soal; (2) Membuat prediksi atau menafsirkan isi soal
pemecahan masalah, termasuk menuliskan apa yang diketahui, apa yang ditanyakan dan
memisalkan

yang

ditanyakan

dengan

suatu

variabel;

(3)

Saling

membuat

ikhtisar/rencana penyelesaian soal pemecahan masalah; (4) Menuliskan penyelesaian
soal

pemecahan

masalah

secara

urut;

(5)

Saling

merevisi

dan

mengedit

pekerjaan/penyelesaian. Melalui model pembelajaran CIRC ini, diharapkan siswa dapat
meningkatkan pikiran kritisnya, kreatif, menumbuhkan rasa sosial yang tinggi dan
mampu mengemukakan gagasan atau ide-ide matematikanya ke dalam bahasa yang
sistematis yang pada akhirnya dapat meningkatkan kemampuan komunikasi
matematika. Dari perspektif teori ini model pembelajaran CIRC juga dapat membantu
siswa meningkatkan keterampilan dan menyelesaikan persoalan sesuai dengan indikator
kemampuan komunikasi matematis.

5.5

Materi Bangun Ruang Sisi Datar Kubus dan Balok
Kelompok bangun ruang sisi datar adalah bangun ruang yang sisinya berbentuk

datar (tidak lengkung). Jika sebuah bangun ruang memiliki satu saja sisi lengkung maka
ia tidak dapat dikelompokkan menjadi bangun ruang sisi datar. Sebuah bangun ruang
sebanyak apapun sisinya jika semuanya berbentuk datar maka ia disebut dengan bangun

18

ruang sisi datar. Ada banyak sekali bangun ruang sisi datar mulai yang paling sederhana
seperti kubus, balok, limas sampai yang sangat kompleks seperti limas segi banyak atau
bangun yang menyerupai kristal. Namun demikian pada penelitian ini akan membahas
spesifik tentang bangun ruang kubus dan balok.

5.5.1 Kubus
Disebut bangun ruang kubus ketika bangun tersebut dibatasi oleh 6 buah sisi
yang berbentuk persegi (bujur sangkar). Bangun ruang ini mempunyai 6 buah sisi,
12 buah rusuk, dan 8 buah titik sudut. Beberapa orang sering menyebut bangun ini
sebagai bidang enam beraturan dan juga prisma segiempat dengan tinggi sama
dengan sisi alas.
Bagian-bagian kubus:
Perhatikan gambar kubus di bawah ini.

Gambar. 1
Sumber: http://rumus-matematika.com/wp-content/uploads/2013/06/kubus.jpg

Kubus ABCD.EFGH dibatasi oleh bidang ABCD, ABFE, BCGF, CDHG,
ADHE, dan EFGH. Bidang-bidang tersebut disebut sisi-sisi kubus ABCD.EFGH.

19

Selanjutnya, AB , BC , CD , AD , EF , FG , GH , EH , AE , BF , CG , dan DH
disebut rusuk-rusuk kubus.
Berikut jumlah bagian-bagian kubus:
1. Titik sudut 8 buah
2. Sisi berjumlah 6 buah (luasnya sama)
3. Rusuk berjumlah 12 buah sama panjang
4. Diagonal bidang berjumlah 12 buah
5. Diagonal ruang berjumlah 4 buah.
6. Bidang diagonal berjumlah 6 buah
Rumus-rumus kubus:
Luas permukaan kubus = luas jaring-jaring kubus
= 6 x luas persegi
=6x(SxS)
= 6S2
Jadi luas permukaan kubus dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:
L = 6S2

Keterangan:
L = Luas permukaan kubus
S = panjang rusuk kubus

20

Rumus volume kubus
Untuk menentukan volume sebuah kubus dapat dilakukan dengan cara
mengalikan panjang rusuk kubus sebanyak tiga kali. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa rumus volume kubus adalah:

Volume kubus = panjang rusuk x panjang rusuk x panjang rusuk
=SxSxS
= S3
Jadi dapt disimpulkan bahwa volume kubus adalah sebagai berikut:

Keterangan:

V = S3

V = volume kubus
S = panjang rusuk kubus
5.5.2 Balok
Balok adalah bangun ruang yang memiliki tiga pasang sisi segi empat (total
6 buah) dimana sisi-sisi yang berhadapan memiliki bentuk dan ukuran yang sama.
Berbeda dengan kubus yang semua sisinya berbentuk persegi yang sama besar,
balok sisi yang sama besar hanya sisi yang berhadapan dan tidak semuanya
berbentuk persegi, kebanyakan bentuknya persegi panjang. Perhatikan gambar
berikut ini:

21

Gambar. 2
Sumber: http://rumus-matematika.com/wp-content/uploads/2013/06/balok.jpg

Bagian-bagian dari bagung ruang sisi datar ini sama seperti bagian-baian
kubus. Sebuah balok terdiri dari sisi, sudut, diagonal bidang, diagonal ruang, dan
yang terakhir adalah bidang diagonal.
Berikut rincian jumlahnya:
1. Titik sudut 8 buah
2. Sisi berjumlah 6 buah (luasnya beda-beda)
3. Rusuk berjumlah 12 buah
4. Diagonal bidang berjumlah 12 buah
5. Diagonal ruang berjumlah 4 buah.
6. Bidang diagonal berjumlah 6 buah
Rumus-rumus balok:
Luas permukaan balok = luas persegi panjang 1 + luas persegi panjang 2 +
luas persegi 3 + luas persegi panjang 4 + luas persegi
panjang 5 + luas persegi panjang 6
= ( p x l )+ ( p x t ) + ( l x t )+ ( p x l )+ ( l x t ) +( p x t )

22

= ( p x l )+ ( p x l )+ (l x t ) + ( l x t ) + ( p x t ) +( p x t )
= 2( ( p x l ) + ( l x t ) + ( p x t ))
= 2 ( pl+¿+ pt )
Jadi, luas permukaan kubus dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:
L = 2(pl + lt + pt)

Keterangan:
L = Luas permukaan balok
Rumus volume kubus
Untuk menentukan volume sebuah kubus dapat dilakukan dengan cara
mengalikan ukuran panjang, lebar dan tinggi balok. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa rumus volume balok adalah:
Volume balok = panjang x lebar x tinggi
= px l x t
Jadi dapt disimpulkan bahwa volume kubus adalah sebagai berikut:

V = px l x t

Keterangan:
V = volume balok

Contoh soal:
23

1.

Devi ingin membungkus kotak jam yang berbentuk kubus dengan kertas karton.
Jika kotak jam tersebut memiliki panjang rusuknya 10 cm, tentukan luas karton
yang dibutuhkan Devi?

No. Indikator Kemampuan

Jawaban

Skor

Komunikasi
1.

Matematis
Menjelaskan situasi dan Dik : panjang sisi = 10 cm
relasi

suatu

3

masalah Dit : luas kertas karton atau kotak

matematika

dengan jam?

bahasa sendiri
2.

Membuat/menjelaskan

3
10 cm

gambar

dari

situasi

suatu
atau

4
3
5
6
Dikarenakan sisinya ada 6, maka:
1

permasalahan matematis
3.

Menggunakan
dan

2

bahasa Luas permukaan kubus = 6. s 2

simbol-simbol

matematika

= 6 . 102

untuk = 600 cm2

mengekspresikan

Jadi, Luas karrton yang dibutuhkan

gagasan-gagasan

Devi adalah 600 cm2
24

4

matematis.

5.6

Kajian Terdahulu Yang Relevan
Beberapa kajian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini dan menunjukkan

hasil yang positif, diantaranya dilakukan oleh Azizah (2010) dan Kartika (2011).
Penelitian Azizah tentang Pengaruh Model Pembelajaran Tipe CIRC (Cooperative
Integrated Reading and Composition) Terhadap Kemampuan Menyelesaikan Soal
Cerita Matematika, hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan perhitungan uji
hipotesis menggunakan uji-t, diperoleh harga thit = 2,32 dan ttab = 1,67. Karena thit > ttabel
(2,32 > 1,67), maka H0 ditolak atau Ha diterima. Sehingga dapat disimpulkan rata-rata
kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa yang menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe CIRC lebih tinggi daripada rata-rata kemampuan
menyelesaikan soal cerita matematika siswa yang menggunakan model pembelajaran
konvensional.
Penelitian Kartika tentang Keefektifan Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Cooperative Integrated Reading And Composition (CIRC) Terhadap Kemampuan
Komunikasi Matematika Pada Pembelajaran Matematika Smp, hasil penelitian
menunjukkan bahwa Pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif
tipe CIRC dapat mencapai kualifikasi keefektifan yang ditentukan. Keefektifan model
terhadap kemampuan komunikasi secara tertulis ditunjukkan oleh hasil tes komunikasi
matematika pada peserta didik yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe CIRC
mencapai ketuntasan belajar secara klasikal sebesar 93%. Sedangkan keefektifan model
terhadap kemampuan komunikasi secara lisan ditunjukkan oleh rata-rata persentase
keaktifan peserta didik dalam aktivitas komunikasi lisan

25

pada kelas eksperimen

diperoleh hasil sebesar 69,79% sehingga memenuhi

kriteria aktif berdasarkan

perhitungan yang telah ditentukan.
6.

Anggapan Dasar
Menurut Surakhmad (Arikunto, 2010:104), anggapan dasar atau postulat adalah

sebuah titik tolak pemikiran yang kebenarannya diterima oleh penyelidik.
Penelitian ini mempunyai anggapan dasar sebagai berikut:
1.

Semua siswa kelas VIII semester ganjil SMP Muhammadiyah 1 Palembang tahun
pelajaran 2016/2017 memperoleh materi yang sama dan sesuai dengan kurikulum
tingkat satuan pendidikan.

2.

Model pembelajaran CIRC memiliki potensi yang besar untuk

memberi

pengalaman yang menekankan keterlibatan siswa secara optimal.
3.

7.

Kemampuan komunikasi matematis siswa bervariasi.

Hipotesis
Dari arti katanya, hipotesis berasal dari penggalan kata “hipo” yang artinya “di

bawah” dan “tesis” yang artinya “kebenaran”. Secara keseluruhan “hipotesis” berarti
“dibawah kebenaran”, kebenaran yang masih berada dibawah (belum tentu benar) dan
baru dapat diangkat menjadi suatu kebenaran jika memang disertai dengan bukti-bukti.
(Arikunto, 2013:45). Sebagai jawaban sementara terhadap masalah dalam penelitian ini
yang kebenarannya harus dibuktikan, maka peneliti merumuskan hipotesis pada
penelitian ini adalah “Ada pengaruh yang signifikan model pembelajaran CIRC
(Cooperative, Integrated, Reading, and Composition) terhadap kemampuan komunikasi
matematis siswa kelas VIII SMP Muhammadiyah 1 Palembang”.

26

8.

Kriteria Pengujian Hipotesis
Kriteria pengujian hipotesis dalam penelitian ini adalah

t hitung μ2 )

: Ada pengaruh yang signifikan model pembelajaran CIRC
(Cooperative,
kemampuan

Integrated,
komunikasi

Reading,
matematis

and

Composition)

siswa

kelas

terhadap

VIII

SMP

Muhammadiyah 1 Palembang.
Keterangan :
μ1

:

Rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa dengan menggunakan

metode pembelajaran CIRC (Cooperative, Integrated, Reading, and
Composition).
μ2

:

Rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa dengan menggunakan

pembelajaran konvensional.
9.

Prosedur Penelitian

27

9.1

Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang bentuk apa saja yang ditetapkan

oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut,
kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010:2). Variabel adalah objek penelitian
atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Arikunto, 2014 : 161).
Variabel pada penelitian ini terdiri atas:
1. X1 = Kemampuan komunikasi matematis yang diajarkan dengan model CIRC.
2. X2 = Kemampuan komunikasi matematis yang diajarkan dengan model
konvensional.

9.2

Definisi Operasional Variabel
Adapun definisi operasional istilah berdasarkan pengertian variabel di atas :

1.

Pembelajaran CIRC (Cooperative, Integreted, Reading and Composition)
Pembelajaran kooperatif tipe CIRC merupakan sebuah program pemahaman

membaca dan menulis pada tingkat dasar, menengah, dan atas. CIRC terdiri dari tiga
unsur penting, yaitu : kegiatan-kegiatan dasar terkait, pengajaran langsung memahami
bacaan, dan seni berbahasa dan menulis terpadu (Slavin, 2016:200). Kessler (dikutip
Halimah, 2014: 27) juga berpendapat

bahwa model CIRC merupakan gabungan

kegiatan membaca dan menulis yang menggunakan pembelajaran baru dalam
pemahaman bacaan dengan menulis. Keberhasilan metode CIRC sangat bergantung
pada proses pembelajaran yang dilaksanakan.
Berdasarkan beberapa definisi diatas, dapat dipahami bahwa model pembelajaran
CIRC menekankan pada kemampuan membaca dan menulis untuk memahami bacaan

28

dan mengintepretasikannya melalui tulisan. Penekanan pembelajarannya terletak pada
kemampuan membaca, kemampuan memahami bacaan dan kemampuan menulis.
2. Kemampuan komunikasi matematis merupakan kemampuan mengungkapkan
pemahaman matematika, ide-ide dan gagasan para siswa baik kepada teman maupun
guru baik secara verbal, gambar, tabel, grafik dan simbol. Penelitian kemampuan
komunikasi matematis siswa dilihat dari tiap-tiap tahapan dalam pemecahan
masalah, yakni :
a.

Membuat/menjelaskan gambar dari suatu situasi atau permasalahan matematis

b.

Menjelaskan situasi dan relasi suatu masalah matematika dengan bahasa sendiri

c.

Menggunaskan bahasa dan simbol-simbol matematika untuk mengekspresikan
gagasan-gagasan matematis.

3.

Pembelajaran Konvensional
Model pembelajaran konvensional yang digunakan dalam penelitian ini
merupakan pembelajaran yang biasa digunakan guru dalam menyampaikan materi
dengan metode ekspositori. Pembelajaran ekspositori merupakan bentuk dari
pendekatan pembelajaran yang berorentasi kepada pendidik (Teacher center
approach). Pelaksanaan metode ini dimulai dengan berbicara di awal pelajaran,
menerangkan materi dan contoh soal serta waktu-waktu tertentu saja. Peserta didik
tidak hanya mendengarkan penjelasan guru tetapi mengerjakan soal sendiri, saling
bertanya, dan mengerjakan bersama teman atau disuruh membuatnya di papan tulis.
Guru dapat memeriksa pekerjaan peserta didik secara individual, menjelaskan lagi
kepada peserta didik secara individual atau klasikal. Peserta didik mengerjakan
latihan sendiri/ dapat bertanya temanya atau diminta guru untuk mengerjakan di

29

papan tulis. Meskipun dalam hal terpusatnya kegiatan pembelajaran masih kepada
guru, tetapi dominasi guru sudah banyak berkurang (Suyitno dalam Kartika,
20011:27).

9.3 Populasi dan Sampel
9.3.1 Populasi
Menurut Saebani (2008:165), populasi adalah keseluruhan sampel.
Sedangkan menurut Sugiyono (2014:117), populasi adalah wilayah generalisasi
yang terdiri atas : objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas
VIII di SMP Muhammadiyah 1 Palembang tahun ajaran 2016/2017.

9.3.2 Sampel
Menurut Saebani (2008:165), sampel adalah bagian kecil dari populasi.
Menurut Sugiyono (2014:118), sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik
yang dimiliki oleh populasi. Berdasarkan definisi diatas penentuan sampel dalam
penelitian ini menggunakan teknik acak (random) yaitu simple random sampling
(sampling random sederhana). Maka diambil dua kelas dari lima kelas yang ada,

30

dimana satu kelas sebagai kelas eksperimen dan satu kelas lainnya sebagai kelas
kontrol.

9.4

Metode Penelitian
Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh penelitian dalam

mengumpulkan data penelitiannya

(Arikunto, 2014:203). Metode yang digunakan

dalam penelitian ini metode eksperimen.
Metode eksperimen adalah suatu cara untuk mencari sebab akibat antara faktorfaktor yang sengaja ditimbulkan peneliti dengan mengeliminasi atau mengurangi faktorfaktor yang bisa mengganggu dan metode ini dilakukan untuk melihat akibat dari
perlakuan (Arikunto, 2013:207). Eksperimen yang digunakan adalah eksperimen
dengan dua kelompok yang masing-masing dipilih secara random (R). Jenis eksperimen
yang dipakai adalah metode eksperimen model posstest – only control design yaitu
suatu metode yang terdapat dua kelompok yang masing-masing dipilih secara sampel
acak (Random sampling) yaitu kelompok kelas eksperimen diberi perlakuan (X atau
pembelajaran CIRC) dan kelompok kelas kontrol yang diajarkan metode ekspositori.
Kemudian dua kelompok tersebut diberi tes (0) untuk mengetahui hasil belajar akhir
antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Secara umum dapat digambarkan seperti berikut :
E

X

C

Arikunto (2013:212)

O1
O2

Keterangan :
R

: Kelompok kelas eksperimen

31

R

: Kelompok kelas kontrol

X

: Perlakuan kelas yang menggunakan Pembelajaran CIRC

O1

: Pengukuran nilai setelah diberi perlakuan menggunakan Pembelajaran CIRC

O2

:

Pengukuran nilai setelah diberi perlakuan menggunakan pembelajaran
Konvensional

9.5

Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes. Tes

adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk
mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki
oleh individu atau kelompok (Arikunto, 2014:193).
Tes dilaksanakan pada akhir pembelajaran (posttest). Setiap soal dibuat dengan
mengacu pada indikator penilaian kemampuan komunikasi matematis dan sesuai
dengan indikator pembelajaran yaitu siswa dapat membuat/menjelaskan gambar dari
suatu situasi atau permasalahan matematis, menjelaskan situasi dan relasi suatu masalah
matematika dengan bahasa sendiri, menggunakan bahasa dan simbol-simbol
matematika untuk mengekspresikan gagasan-gagasan matematis. Tes dilaksanakan di
kelas eksperimen dan kelas kontrol. Soal yang diberikan dalam bentuk essay sebanyak 5
soal. Dalam penelitian ini, indikator yang digunakan terlihat pada Tabel I dibawah ini.
Kriteria penskoran menggunakan pedoman penskoran Holistic Scoring Rubics, yang
diadopsi dari Cai, Lane, dan Jacabcsin, sebagai berikut:
TABEL I

32

Pedoman Penskoran Kemampuan Komunikasi Matematis
Skor
0
1

Menulis

Menggambar

Matematis
Tidak ada jawaban, kalaupun ada hanya memperlihatkan tidak memahami
konsep sehingga informasi yang diberikan tidak berarti apa-apa.
Ada penjelasan tapi
Hanya sedikit dari
Hanya sedikit dari
salah.
gambar yang dilukis
model matematika
benar.
yang dibuat benar.

2

Penjelasan secara
matematis masuk akal
namun hanya sebagian
yang benar

3

Penjelasan secara
matematis masuk akal
dan
benar, meskipun tidak
tersusun secara logis atau
terdapat kesalahan
bahasa

4

Penjelasan konsep, ide
atau
persoalan dengan katakata
sendiri dalam bentuk
penulisan kalimat secara
matematis masuk akal
dan
jelas serta tersusun secara
logis.
Skor maksimal = 4
Skor Maksimal= 3

9.6

Ekspresi

Melukiskan
diagram, gambar,
atau tabel namun
kurang lengkap dan
benar
Melukiskan
diagram, gambar,
atau tabel secara
lengkap dan benar

Membuat model
matematika dengan
benar, namun salah
mendapatkan solusi
Membuat model
matematika dengan
benar kemudian
melakukan
perhitungan
atau mendapatkan
solusi secara benar
dan
lengkap
-

Skor Maksimal= 3
(Diadaptasi dari Ansari, 2003)

Teknik Uji Coba Instrument
Instrumen penelitian merupakan alat bantu bagi peneliti dalam mengumpulkan

data. Kualitas instrumen akan menentukan kualitas data yang terkumpul. Untuk

33

mendapatkan data yang sesuai dengan penelitian maka dilakukan teknik uji coba
instrumen sebagai berikut :
9.6.1

Uji Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan

atau kesahihan suatu instrumen (Arikunto, 2014:211), sebuah instrumen
dikatakana valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat
mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Rumus korelasi yang
dapat digunakan adalah dengan rumus korelasi Product Moment dengan angka
kasar, yaitu:
XY
X
Y
∑¿
¿
¿
¿
X
∑ ¿2
¿
Y
∑ ¿2
¿
N ∑ Y 2−¿
X 2−¿ . ¿
N∑¿
¿
∑ ¿¿
∑ ¿−¿
N¿
r xy =¿

(Arikunto, 2014:213)

Dimana :
r xy
N

: Koefisien korelasi antara variabel X dan Y
: Banayaknya responden

∑X

: Jumlah skor item

34

∑Y

: Jumlah skor

∑X

∑ XY

: Jumlah hasil kali skor X dan Y

∑ X2

: Jumlah kuadrat dari skor X

∑Y2

: Jumlah kuadrat dari skor Y

skor total

Kemudian harga r xy dibandingkan dengan harga r xy Product Moment.
Jika r xy > r tabel berarti valid, jika r xy <

9.6.2

r tabel

berarti tidak valid.

Uji Reliabilitas
Reliabilitas

berhubungan

dengan

kepercayaan.

Menurut Arikunto

(2014:221), Reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa suatu
instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data
karena instrumen tersebut sudah baik. Adapun perhitungan reliabilitas instrumen,
dapat digunakan rumus alpha sebagai berikut :

( ) (
n
n−1

r 11 =

σb 2

1−
σ2t

)

(Arikunto, 2014:239)

Dimana :
2

σ

2

=

( X)
∑ X − ∑N
N
2

(Arikunto, 2014:239)

Keterangan :
r 11

= Reliabilitas yang dicari

n

= Banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya butir soal

∑ σ 2i
2

σt

= Jumlah varians skor tiap-tiap item
= Varians total

35

N

= Varians total

Kriteria data pengujian reliabel, dikonsultasikan dengan r product-moment,

jika

9.6.3

r hitung >r tabel dengan α=0,05 dengan derajat kebebasan (dk = n – 2).

Tingkat Kesukaran
Menurut (Arikunto, 2012:222) soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu

mudah atau tidak terlalu sukar. Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya
suatu soal disebut indeks kesukaran. Indeks kesukaran diberi simbol P (p besar)
singkatan dari ”proporsi”. Rumus untuk mencari tingkat kesukaran soal essay
adalah :

P=

B
JS

(Arikunto, 2012:223)

Dimana :
P = Indeks Kesukaran
B = Banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar
JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes
Menurut

Arikunto

dalam

Hamzah

(2014:246),

diklasifikasikan sebagai berikut:

TABEL II
Klarifikasi Interpretasi Taraf Kesukaran

36

Indeks

kesukaran

9.6.4

Nilai Dp
P = 0,00

Intrepretasi
Sangat sukar

0,00 < P ≤ 0,30

Sukar

0,30 < P ≤ 0,70

Sedang

0,70 < P ≤ 1,00

Mudah

P = 1,00

Sangat Mudah

Daya Pembeda
Arikunto (2012:226) mengatakan bahwa ”Daya pembeda soal adalah

kemampuan sesuatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai
(berkemampuan tinggi) dengan siswa yang bodoh (berkemampuan rendah)”.
Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminan,
disingkat D.
Rumus untuk mengetahui indeks diskriminan adalah:

D=

B A BB
− =P A −PB
J A JB

(Arikunto, 2012:

228)
Ket:
D = Indeks diskriminasi
J A = Banyaknya peserta kelompok atas
JB

= Banyaknya peserta kelompok bawah

B A = Banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan benar
BB

= Banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar

37

PA

= Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar

PB

= Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

Dengan klasifikasi sebagai berikut:
TABEL III
Klasifikasi Daya Pembeda

9.7

Diskriminasi

Interpretasi

0,00 – 0,20

Jelek

0,21 – 0,40

Cukup

0,41 – 0,70

Baik

0,71 – 1,00

Sangat baik

Teknik Analisis Data
Setelah semua data yang terkumpul, kemudian menentukan

t hitung . Namun

sebelum menggunakan uji-t terlebih dahulu dilakukan uji normalitas.
9.7.1 Uji Normalitas
Uji statistik uji – t dapat digunakan jika data tersebut berdistribusi normal.
Maka perlu dilakukan uji normalitas agar diketahui data tersebut berdistribusi
normal atau tidak. Langkah-langkah menguji kenormalan data adalah sebagai
berikut :
1.

Mencari Nilai Rata-rata Distribusi Frekuensi

x=

∑ f i x1
∑ fi

(Sudjana, 2005:70)

Keterangan:

x

= Nilai Rata-rata

38

xi

= Kelas Data

fi

= Frekuensi kelas data

2.

Mencari Modus

Mo=b+ P

(

b1
b 1 +b2

)

(Sudjana, 2005:77)

Keterangan:
b
= Batas bawah kelas modus (kelas yang memiliki frekuensi terbesar)
P
= Panjang kelas modus
b1
= Frekuensi kelas modus dikurangi frekuensi sebelum kelas modus
b2
= Frekuensi kelas modus ditambah frekuensi sesudah kelas modus
3.

Mencari Simpangan Baku

S=



n ∑ f 1 x 2−( ∑ f 1 x 1 )2
1

n(n−1)

(Sudjana, 2005:95)

Keterangan:
S
= Simpangan Baku
n
= Jumlah data
4.

Menguji normalitas data menggunakan rumus kemencengan kurva

rumus koefisien kemiringan pearson :

Km=

( x− M 0 )
S

(Sudjana,

2005:109)
Keterangan:
Km

x

= Kemiringan
= Rata-rata nilai

M0

= Modus

S

= Simpangan baku

39

Data berdistribusi normal apabila Km terletak antara -1 dan +1 dalam selang

(−1