Transformasi Filsafat Pendidikan terhada. docx

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam perkembangan pendidikan filosofis selalu dikaitkan dengan proses
kependidikan sebagai salah satu pendekatan yang digunakan. Filsafat dipilih karena
konsepsinya yang mencari hakikat dari sesuatu. Pembahasan filsafat secara umum dan
filsafat pendidikan secara khusus telah menyumbangkan pemikiran secara luas dan
hakiki sebagai konsekuensi logis untuk suatu induk dari seluruh disiplin ilmu.
Dalam konteks pendidikan saat ini, jati diri kebudayaan dan nilai-nlai luhur bangsa
mulai luntur dan hilang dari para penduduknya. Sebagai akibat dari pergerakan dan
pertumbuhan teknologi dan kebudayaan asing yang cepat masuk ke dalam tatanan
kehidupan berbangsa. Sedangkan dapat diakatakan bangsa kita belum siap dalam
menerimanya, itu terlihat dari beberapa indikasi yakni, dekandensi moral, dari tingkat
pejabat elit hingga orang-orang yang terdidik.
Pendidikan sebagai tempat penyemaian nilai-nilai luhur bangsa mengalami
permasalahan dalam memformulasikan bagaimana cara yang tepat untuk menanamkan
nilai budaya tersebut. Filsafat pendidikan sebagai disiplin ilmu yang mengkaji
permasalahan di bidang pendidikan telah memberikan gagasan dan idenya dalam hal
transformasi nilai budaya masyarakat. Berdasarkan permasalahan tersebut diatas, dan
karena pentinganya pengetahuan tentang ini maka penulis akan menyajikan penjelasan
tentang Transformasi Filsafat Pendidikan terhadap Penanaman Nilai-Nilai Budaya

Masyarakat.
B. Rumusan masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan kajian tentang transformasi ?
2. Apakah yang dimaksud dengan kajian filsafat pendidikan ?
3. Apakah yang dimaksud dengan kajian nilai ?
4. Apakah yang dimaksud dengan kajian tentang kebudayaan ?
5. Bagaimana proses transformasi filsafat pendidikan terhadap penanaman nilai-nilai
budaya masyarakat ?

1

C. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui apakah yang dimaksud dengan kajian tentang transformasi.
2. Untuk mengetahui apakah yang dimaksud dengan kajian tentang filsafat pendidikan.
3. Untuk mengetahui apakah yang dimaksud dengan kajian tentang nilai.
4. Untuk mengetahui apakah yang dimaksud dengan kajian tentang kebudayaan.
5. Untuk mengetahui apakah bagaimana proses transformasi filsafat pendidikan
terhadap penanaman nilai-nilai budaya masyarakat?
D. Manfaat Penulisan
Untuk Penulis

Sebagai media untuk menganalisa dan berpikir kritis terhadap pola interaksi dan
komunikasi yang dilakukan guru khususnya dalam interaksinya denga sesama guru dan
kepala sekolah.
Untuk Praktisi Pendidikan
Sebagai sarana untuk lebih mengkaji permasalahan ini, karena masih kurangnnya
literatur sumber yang mengkaji permasalahan ini. Padahal ini merupakan pengetahuan
yang penting untuk diketahui calon guru dan guru. Sehingga semoga tulisan ini dapat
dijadikan awal untuk mengkaji lebih dalam.
Untuk pembaca
Sebagai sumber pengetahuan tentang peran guru dalam hubungnnya dengan sesama
guru dan kepala sekolah.

2

BAB II
KAJIAN TEORI
A. Kajian Tentang Transformasi
Transformasi secara arti adalah perubahan rupa (bentuk, sifat, fungsi, dsb).
Nilai yang kita transformasikan tersebut mencakup nilai-nilai religi, nilai kebudayaan,
nilai


sains/teknologi,

nilai

seni,

dan

nilai

keterampilan.

Nilai–nilai

yang

ditransformasikan tersebut dalam rangka mempertahankan mengembangkan bahkan
kalau perlu mengubah kebudayaan yang dimiliki masyarakat. Maka disini pendidikan
akan berlangsung dalam kehidupannya. Agar proses transformasi tersebut berjalan

lancar ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam melaksanakan proses pendidikan
adalah sebagai berikut :
1. Adanya hubungan edukatif yang baik antara pendidik dan terdidik. Hubungan
edukatif ini dapat diartikan sebagai suatu hubungan yang diliputi kasih sayang
sehingga terjadi hubungan yang didasarkan atas kewibawaan.
2. Adanya metode pendidikan yang sesuai.
3. Adanya sarana dan perlengkapan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan.
4. Suasana yang memadai, sehingga proses transformasi tersebut berjalan sukses, serta
dalam suasana yang menyenangkan.1
B. Kajian Filsafat Pendidikan
1. Pengertian filsafat
Filsafat berasal dari bahasa Yunani philosophia dari kata-kata philosophia ini
kemudian

banyak

diperoleh

pengertian-pengertian


filsafat,

baik

dari

segi

pengertiannya secara harfiah atau etimologi maupun dari segi kandunganya.
Menurut Prof. Dr. Harun Nasution filsafat berasal dari kata Yunani yang
tersusun dari dua kata philein dalam arti cinta dan sophos dalam arti hikmah. Dari
pengertian secara etimologi itu, ia memberikan definisi filsafat sebagai berikut:
Pengetahuan tentang hikmah, pengetahuan tentang prinsip-prinsip atau dasar-dasar,
mencari kebenaran, dan membahas dasar-dasar dari apa yang dibahas.
Dengan demikian ia berpendapat bahwa intisari filsafat ialah berpikir menurut
tata tertib (logika) dengan bebas (tidak terikat pada teradisi, dogma serta agama)
1 Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung: Alfabeta.2012. h. 45

3


dan dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai dasar-dasar persoalnnya. Disajikan
pula beberapa pendapat filosof dalam mendefinisikan pengertian filsafat adalah
sebagai berikut :
a. Plato, mengatakan bahwa filsafat tidak lain daripada pengetahuan tentang segala
yang ada.
b. Aristoteles, berpendapat bahwa kewajiban filsafat ialah menyelidiki sebab dan
asas segala benda. Dengan demikian filsafat bersifat ilmu yang umum sekali.
c. Ibnu Sina memberikan pendapatnya tentang filsafat yakni membagi filsafat
menjadi dua bagian, yaitu teori dan praktek, yang keduanya berhubungan dengan
agama, dimana dasarnya terdapat dalam syariat Tuhan, yang penjelasan dan
kelengkapannya diperoleh dengan tenaga akal manusia.2
2. Analisa Filsafat dan Masalah Kependidikan
Pendidikan merupakan usaha dari manusia dewasa yang telah sadar akan
kemanusiannya dalam membimbing, melatih, mengajar dan menanamkan nilai-nilai
serta dasar-dasar pandangan hidup kepada genarasi muda, agar nantinya menjadi
manusia, sesuai dengan sifat hakikat dan ciri-ciri kemanusiannya.
Dengan pengertian pendidikan yang luas, berarti bahwa masalah kependidikan
pun mempunyai ruang lingkup yang luas pula, yang menyangkut seluruh aspek hidup
dan kehidupan manusia. Sebagai contoh akan dikemukakan beberapa masalah
kependidikan


yang

memerlukan

analisa

filsafat

dalam

memahami

dan

memecahkannya, antara lain :
a. Masalah kependidikan yang pertama dan mendasar adalah tentang apakah hakikat
pendidikan itu.
b. Apakah sebenarnya tujuan pendidikan itu.
c. Apakah isi kurikulum yang relevan dengan pendidikan yang ideal.

d. Bagaimana metode yang efektif untuk mencapai tujuan pendidikan yang ideal.
e. Problema-problema tersebut, merupakan bagian dari contoh-contoh problematika
pendidikan, yang dalam pemecahannya memerlukan usaha-usaha pemikiran yang
mendalam dan sistematis atau analisa filsafat.
2 Prasetya. Filsafat Pendidikan untuk IAIN, STAIN, PTAIS, Bandung : CV. Pustaka Setia. 2000. h.
7-12

4

Dalam memecahkan masalah-masalah tersebut, analisa filsafat menggunakan
berbagai macam pendekatan yang sesuai dengan permasalahannya.
3. Pendidikan dan Filsafat Pendidikan
Pendidikan memang suatu usaha yang sulit dan rumit, dan memakan waktu
yang cukup banyak dan lama, terutama sekali di masa modern dewasa ini.
Pendidikan menghendaki berbagai macam teori dan pemikiran dari ahli
pendidik dan ahli filsafat, guna melancarkan jalan dan memudahkan cara-cara bagi
para guru dan pendidik dalam menyampaikan ilmu pengetahuan dan pengajaran
kepada para siswa dan anak didik.
Dalam beberapa hal filsafat pendidikan itu dapat disingkat dalam formula. Dan
formula ini kemudian dijadikam semacam semboyan atau selogan. Tetapi semboyansemboyan itu disalah tafsirkan. Biasanya hal itu terjadi kalau kesalahan terjadi dalam

bidang pendidikan, yang terlihat pada hasil dari teori pendidikan itu, yang didasarkan
pada semboyan tersebut. Misalnya adalah kata-kata hikmah dalam bidang pendidikan
seperti : “ Semua pengetahuan itu adalah ingatan”, “Pendidikan itu harus mengajar
kita hidup dekat dengan alam”, “Kita belajar dengan berbuat”. Alangkah banyaknya
hal-hal yang telah diperbuat berdasarkan selogan-selogan tersebut. Dia merupakan
ide singkat yang kadang-kadang merupakan hasil perasaan dari bahasan filasfat yang
panjang lebar.
Salah satu tugas kita mempelajari filsafat pendidikan antara lain untuk
menyelamatkan formula-formula dan pikiran-pikiran yang mengandung unsur
pendidikan itu, yang terungkap dan tercetus sebagai selogan dan semboyan. Kita akan
berusaha memberikan daya hidup dan arti yang berhasil dan berdaya guna sebagai
pusat pegangan dalam himpunan ide yang membentuk filsafat pendidikan.
4. Pengertian Filsafat Pendidikan
Filsafat pendidikan dalam bentuknya yang murni telah berkembag dengan
menghasilkan berbagai alternatif jawaban terhadap berbagai macam pertanyaan
filosofis yang diajukan dalam problema hidup dan kehidupan manusia dalam bidang
pendidikan yang jawabannya telah melekat dalam masing-masing jenis, sistem dan
aliran-aliran filsafat tersebut. Dalam artian luas dapat dikatakan bahwa filsafat

5


pendidikan ialah pemikiran-pemikiran filsafat tentang pendidikan. Dalam hal ini para
pakar pendidikan mengemukakan pendapat mereka antara lain :
a. Prof. Dr. Hasan Langgulung dalam bahasanya “ Filsafat pendidikan adalah
sejumlah prinsip, kepercayaan, konsep, dan asumsi dan premis yang ada hubungan
erat dengan praktik pendidikan yang ditentukan dalam bentuk yang saling
melengkapi”.
b. Prof. Dr. Jamali Sahrodi, M.Ag dalam bukunya mengatakan filsafat pendidikan
adalah aktivitas pemikiran teratur yang menjadikan filsafat sebagai media untuk
menyusun

proses

pendidikan,

menyelaraskan,

mengharmnisasikan

dan


menerangkan nilai-nilai serta tujuan yang ingin dicapai.3
Dan sebagai ilmu yang merupakan jawaban terhadap problema-problema
dalam lapangan pendidikan, maka filsafat pendidikan dalam kegiatannya secara
normatif tertumpu dan berfungsi untuk :
1) Merumuskan dasar-dasar dan tujuan pendidikan, konsep pendidikan dan
hakikat manusia, dan isi moral pendidikan.
2) Merumuskan teori, bentuk dan sistem pendidikan yang meliputi :
3) Kepemimpinan, politik, pendidikan, pola-pola akulturasi dan peranan
pendidikan dalam pembangunan bangsa dan negara.
4) Merumuskan hubungan antara agama, filsafat, filsafat pendidikan, toeri
pendidikan dan kebudayaan.
Jadi jelaslah bahwa rumusan tadi telah merangkum bidang-bidang ilmu
yaitu filsafat pendidikan dan ilmu pendidikan dan hubungan antara keduanya
yang saling melengkapi antara satu terhadap yang lainnya. Pendidikan dengan
pendekatan kebudayaan telah memengaruhi munculnya aliran filsafat esensialis
dan perenialis dalam pendidikan.
Yaitu sebuah aliran yang melihat bahwa di dalam masyarakat telah
terdapat nilai budaya yang dinilai unggul, teruji, dan bertahan lama. Nilai-nilai
budaya tersebut akan ditransformasikan kepada peserta didik melalui kegiatan
pendidikan sehingga identitas suatu bangsa dan kelangsungan hidupnya dapat
terjamin.
3 Jamali Sahrodi. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung : CV Arfino Raya. 2011. h. 57

6

5. Aliran filsafat pendidikan
a. Pendidikan menurut Aliran Esensialisme
Aliran esensialisme merupakan aliaran pendidikan yang didasarkan pada
nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban manusia. Aliran
esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang
memiliki kejelasan dan tahan lama, yang memberikan kesetabilan dan nilai-nilai
terpilih yang mempunyai tata yang jelas. Mengenai belajar aliran esensialisme
berpegang pada aliran idealisme yang mengatakan, pada taraf permulaan
seseorang belajar memahami akunya sendiri, kemudian keluar untuk memahami
dunia yang objektif.
Tentang kurikulum, aliran esensialisme berpangkal pada landasan ideal dan
organisasi yang kuat. Herman Harrel Horne, tokoh aliran esensialisme ini,
berpendapat bahwa kurikulum hendaknya bersendikan atas fundamental tunggal,
yaitu watak manusia yang ideal dan ciri-ciri masyarakat ideal. Kegiatan dalam
pendidikan perlu disesuaikan dan ditujukan kepada yang serba baik. Atas
ketentuan ini, kegiatan atau keaktifan anak didik tidak terkekang dan sejalan
dengan fundamen-fundamen yang telah ditentukan. Tujuan umum aliran
esensialisme adalah membentuk pribadi yang bahagia dunia akhirat.
b. Pendidikan menurut Kaum Perenialis
Kaum perenialis menilai, zaman modern ini banyak bermunculan krisis di
berbagai bidang kehidupan manusia, terutama dalam bidang pendidikan. Untuk
mengatasi masalah krisis ini, kaum perenialis mengusulkan agar kembali kepada
kebudayaan masa lampau yang dianggap cukup ideal dan teruji ketangguhannya.
Untuk itu, pendidikan harus lebih banyak mengarahkan perhatiannyya pada
kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh.
Selanjutnya perenialis memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau
proses mengembalikan keadaan sekarang. Perenialis memberikan sumbangan yang
berpengaruh baik teori maupun praktik bagi kebudayaan dan pendidikan zaman
sekarang. Hasil kajian para ahli menegaskan bahwa aliran perenialis ini bersumber
pada pemikiran Aristoteles dan St. Tomas Aquinas.

7

C. Kajian tentang Nilai
1. Pengertian Nilai
Definisi nilai diungkapkan K. Bertens dalam bukunya Mukhtar Hadi mencoba
menerangkanya sebagai berikut. Dalam hari, kita pahami nilai itu sebagai yang punya
konotasi positif, sesuatu yang baik, sesuatu yang berharga, sesuatu yang memiliki
arti. Nilai adalah sesuatu yang ingin kita wujudkan atau perjuangkan, sesuatu yang
kita setujui dan kita sukai, yang menarik dan punya arti. Seorang filusuf JermanAmerika, Hans Jonas, melukiskan nilai itu sebagai the addressee of ayes, sesuatu
yang kita iyakan. Sebaliknya sesuatu yang tidak kita iyakan, kita jauhi, dan ingin kita
hindari adalah lawan dari nilai, dan oleh sebab itu maka kita sebut non-nilai. Namun
kalau tetap harus diusahakan pengungkapan pengertiannya secara eksplisit, maka
nilai itu dapat dimengerti sebagai konsepsi yang dihayati seseorang mengenai apa
yang penting atau kurang penting. Apa yang lebih baik dan yang lebih benar. Sifat
khas suatu nilai adalah setiap nilai sepertinya punya daya yang dapat menggerakan
kehendak seseorang untuk mewujudkannya. Nilai estetis, misalnya selalu
menggerakan dan mendesak kehendak seseorang untuk mewujudkannya dalam
sebuah lukisan, syair dan nyayian yang bagus.
2. Karakteristik sebuah nilai
Sistem nilai yang difomulasikan dalam pandangan hidup itu diupayakan agar
dapat

diwujudkan

dalam

kehidupan.

Upaya

yang

paling

efektif

untuk

mewujudkannya adalah melalui pendidikan dan dimasukan sebagai tujuan
pendidikan.4 Dalam pendekatan filsafat, keyakinan dengan nilai, yaitu sesuatu yang
dianggap benar, serta perlu dipertahankan dan diperjuangkan, komponen dari sebuah
sistem nilai. Sistem yang berisi pedoman berperilaku bagi orang-orang yang
menganut keyakinan tersebut. Kemudian diyakini bahwa pendidikan merupakan
upaya yang dinilai paling efektif dalam menanamkan nilai-nilai kepada generasi
mudanya. Di sini tampak, bahwa manusia ditempatkan sebagai objek dan sekaligus
subyek pendidikan.5Diri manusia memiliki sistem nilai tertentu. sistem nilai ini
merupakan sesuatu yang dianggap bermakna bagi dirinya. Sistem ini dibentuk
4 Jalaluddin.Filsafat Pendidikan Islam Telaah Sejarah Dan Pemikirannya. Jakarta. Kalam Mulia. 2011. h.
113
5 Jalaludin, Ibid., h. 119

8

melalui belajar dan proses sosialisasi. Perangkat sistem nilai ini dipengaruhi oleh
keluarga temna, institusi pendidikan dan masyarakat.
Pengaruh sistem nilai terhadap kehidupan individu, karena nilai sebagai realitas
yang abstrak dirasakan sebagai daya dorong atau prinsip yang menjadi pedoman
hidup. Dalam realitasnya nilai memiliki pengaruh dalam mengatur pola tingkah laku,
pola berpikir dan pola bersikap.Dalam pandangan Syed Muhammada Naguib alAttas pendidikan adalah suatu proses penanaman sesuatu ke dalam diri manusia.
Hasan Langgulung menilai pendidikan dari dua sudut pandang, yakni diartikan
sebagai pengembangan potensi individu. Sedangkan dari segi sosial, pendidikan
dimaknakan sebagai pewarisan nilai-nilai budaya oleh generasi tua kepada generasi
muda, agar supaya nilai-nilai tersebut dapat terpelihara dan terlestarikan.
D. Kajian Tentang Kebudayaan
1. Pengertian Kebudayaan
A.L Kroeber dan Clyde Kluckhohn dalam bukunya Cultural A Critical Review
of Concept and Definition, telah mengumpulkan kurang lebih 161 definisi tentang
kebudayaan.
a. Menurut Taylor kebudayaan adalah keseluruhan kompleks yang mencakup ilmu
pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat istiadat, dan berbagai
kemampuan serta kebiasaan yang diterima manusia sebagai anggota masyarakat.
b. Menurut Park dan Burgess kebudayaan suatu masyarakat adalah sejumlah total
dan organisasi dari warisan sosial yang diterima sebagai sesuatu yang bermakna
yang dipengaruhi oleh watak dan sejarah hidup suatu bangsa.
c. Menurut Linton kebudayaan suatu masyarakat adalah suatu pandangan hidup dari
sekumpulan ide-ide dan kebiasaan-kebiasaan yang mereka pelajari dan miliki
kemudian diwariskan dari satu generasi ke generasi lain.
Dengan demikian, sungguh pun definisi kebudayaan itu amat beragam, namun
pada hakikatnya dapat diartikan sebagai semua produk aktivitas intelektual manusia
untuk memperoleh kesejahteraan dan kebahagian hidup duniawi.6 Dalam konteks
kebudayaan Islam dari beberapa definisi diatas tentang kebudayaan dan wujudnya
6 Abuddin Nata. Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner. Jakarta : PT.
Raja Grafindo Persada. Cet II. 2010. h. 273-276

9

maka kebudayaan Isalm dapat didefinisikan dengan uraian, kebudayaan Islam adalah
cara berpikir dan cara merasa Islami, yang menyatakan (termanifestasi) dalam seluruh
segi kehidupan sekelompok manusia, yang membentuk kesatuan sosial dalam suatu
ruang dan waktu.
Dapat juga dikatakan bahwa kebudayaan Islam merupakan manifestasi akal dan
rasa manusia muslim yang tidak bertentangan dengan esensi ajaran Alquran dan
Hadist. Jadi proses pendidikan (aktualisasi potensi dasar manusia) berperan sebagai
proses pembentukan kebudayaan, di mana manusia memperoleh nilai-nilai dan unsurunsur kebudayaan, baik melalui pendidikan formal maupun informal atau nonformal.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa kebudayaan Islam tidak diperoleh sejak
lahir, tetapi diperoleh melalui belajar dengan memanfaatkan potensi dasar manusia
yang dibimbing dengan suatu pedoman kitab suci dan sunnah.7
2. Hubungan Kebudayaan dengan Pendidikan
Perkembangan kebudayaan, merupakan bagian dari persoalan yang harus
diketahui dan diantisipasi serta dijadikan salah satu bahan pertimbangan oleh para
pengambil kebijakan, perancang dan praktisi pendidikan. Visi, misi, arah tujuan,
kurikulum, proses belajar mengajar, pendidik dan tenaga kependidikan, kualitas
lulusan, pengelolaan, sarana prasarana, keuangan, lingkungan, dan evaluasi
pendidikan yang dirancang dan dilaksanakan harus memprtimbangkan faktor
kebudayaan sebagaimana tersebut diatas. Pendidikan yang berbasis pada kebudayaan
akan diuraikan sebagai berikut.

3. Makna Pendidikan Kaitannya dengan Kebudayaan
Pendidikan merupakan rangkaian membimbing dan mengarahkan potensi hidup
manusia berupa kemampuan-kemampuan dasar, sehingga terjadilah perubahan dalam
kehidupan pribadinya sebagai makhluk individu dan sosial, serta hubungannya
dengan alam sekitar tempat dia hidup. Untuk mengetahui kaitan antara makna
pendidikan dan kebudayaan, terlebih dahulu diperlukan pemahaman mengenai
kebudayaan itu sendiri, paling tidak dari segi pengertian.

7 Abd Haris, Kivah Ahya Putra. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Amzah. 2012. h. 61

10

Kebudayaan yang berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan, dan
mengembangkan. Dari pengertian diatas dapat dirumuskan bahwa pendidikan adalah
perangkat kegiatan yang paling banyak berpengaruh terhadap perilaku manusia.
Sebab kajian mengenai manusia dalam pendidikan merupakan suatu kaharusan
filosofis, artinya manusia adalah inti utama dari proses pendidikan. Hal ini dapat
dipahami dari kenyataan, bahwa pendidikan berkepentingan membantu dan
mengarahkan manusia untuk mengembangkan segenap potensi dan hakikat
kemanusiannya.
Di samping itu, pendidikan memberikan kontribusi terhadap cipta, rasa, dan
karsa manusia sebagai cikal bakal lahirnya kebudayaan, dan kebudayaan tersebut
hanya mungkin diperoleh lewat belajar, bukan diwariskan secara generatif (biologis),
intinya pendidikan adalah sebagai media transmisi kebudayaan.8 Hubunngan filsafat
dengan pendidikan lebih lanjut tidaklah sepihak, yakni hanya filsafat saja yang
memberikan sumbangan bagi pendidikan, sementara pendidikan hanya menerima
sumbangan. Hubungan antara filsafat dengan pendidikan sesungguhnya bersifat
mutual contribution (sama-sama memberikan sumbangan).
Hubungan tersebut dapat dijelaskan dengan mengatakan bahwa dari satu segi
bangunan pendidikan harus didasarkan pada hasil pemikiran filsafat tentang berbagai
hal. Namun pada sisi lain, pendidikan juga menjadi kendaraan bagi terjadinya proses
internalisasi dan sosialisasi nilai-nilai filsafat dalam kehidupan masyarakat.
Pendidikan dapat mengambil peran atau suatu cara mekanisme dalam menanamkan
atau mewariskan nilai-nilai filsafat itu sendiri. Pendidikan sebagai suatu lembaga
yang berfungsi menanamkan dan mewariskan sistem-sistem dan norma tingkah laku
yang didasarkan pada dasar-dasar filsafat yang dijunjung oleh lembaga pendidikan
dan pendidikan dalam suatu masyarakat.9
E. Transformasi Filsafat Pendidikan Terhadap Penanaman Nilai-Nilai Budaya
Masyarakat
Pandangan hidup yang merupakan jati diri berisi nilai-nilai yang dianggap sebagai
suatu yang secara ideal adalah benar. Dan nilai kebenaran itu sendiri berbeda antara

8 Jamali Sahrodi.Ibid. . h. 122-124
9 Abudin Nata. Ibid. h. 102

11

masyarakat atau bangsa yang satu dengan lainnya. Nilai – nilai kebenaran yang idealis
ini disebut sebagai filsafat hidup yang dijadikan dasar dalam penyusunan sistem
pendidikan. Selain itu, nilai-nilai tersebut juga sekaligus dijadikan tujuan yang akan
dicapai dalam pelaksanaan sistem pendidikan dimaksud. Dengan demikian, antara rantai
hubungan itu terlihat pada perincian sebagai berikut :
1. Setiap masyarakat atau bangsa memiliki sistem nilai ideal yang dipandang sebagai
suatu yang benar.
2. Nilai-nilai tersebut perlu dipertahankan sebagai suatu pandangan hidup atau filsafat
hidup mereka.
3. Agar nilai-nilai tersebut dapat dipelihara secara lestari, perlu diwariskan kepada
generasi muda.
4. Usaha pelestarian melalui pewarisan ini efektifnya melalui pendidikan.
5. Untuk menyelaraskan pendidikan yang diselenggarakan dengan muatan yang
terkandung dalam nilai-nilai yang menjadi pandangan hidup tersebut, maka secara
sistematis program pendidikan harus menempatkan nilai-nilai tadi sebagai landasan
dasar muatan dan tujuan yang akan dicapai.10
Pembentukan dan pewarisan kebudayaan dari satu generasi ke generasi berikutnya
merupakan suatu proses transformasi dan dalam proses transformasi itulah pendidikan
berfungsi. Jadi proses pendidikan adalah proses transformasi kebudayaan. Salah satu
fungsi yang mendasar dari pendidikan adalah untuk pengembangan kebudayaan. Filsafat
pendidikan memiliki peran yang strategis sebagai landasan pendidikan tersebut. Oleh
karena itu dapat diambil suatu alur konsepsi pemikiran sebagai berikut :
Bagan Peranan Filsafat Pendidikan dalam Transformasi Nilai Budaya
Filsafat
Pendidikan

Proses
Pendidikan

Transformasi
Nilai budaya
masyarakat

Dalam konteks bagan tersebut dapat diambil suatu konsepsi bahwa filsafat
pendidikan dengan kajian filosofisnya dalam segala permasalahan pendidikan telah
memberikan sumbangsih yang besar sebagai peletak dasar pemikiran tentang
10 Jalaluddin, Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan Manusia, Filsafat, dan Pendidikan, Jakarta. PT Raja
Grafindo
Persada. 2012. h. 188-189

12

pendidikan. Filsafat pendidikan memberikan konsekuensi logis sebagai suatu disiplin
ilmu yang bercirikan hasil pemikran untuk terus membantu proses kependidikan dengan
berbagai kompleksitasnya.
Ketika pendidikan telah tertata dengan baik secara filosofis maka akan terjadi
proses pendidikan yang berkualitas. Pada tahap selanjutnya ketika proses pendidikan
tersebut berjalan dengan baik, maka proses transformasi nilai kebudayaan telah
dilakukan oleh pendidikan tersebut. Karena dalam pendidikan kegiatan transformasi
nilai-nilai budaya masyarakat akan dapat dilakukan dengan efktif dan efisien.
Variabel utama dalam transformasi kebudayaan, yaitu :
a. Unsur-unsur yang ditransformasikan
Unsur-unsur transformasi kebudayaan adalah nilai-nilai budaya, adat-istiadat
masyarakat, pandangan mengenai hidup serta berbagai konsep hidup lainnya yang
ada di dalam masyarakat pelbagai kebiasaan sosial yang digunakan dalam interaksi
atau pergaulan para anggota masyarakat tersebut; pelbagai sikap dan peranan yang
diperlukan di dalam dunia pergaulan dan akhirnya pelbagai tingkah-laku lainnya
termasuk proses fisiologi, refleks dan gerak atau reaksi-reaksi tertentu dan
penyesuaian fisik termasuk gizi dan tatamakanan untuk dapat bertahan hidup.
Unsur-unsur

itulah

yang

merupakan

ikhtiar

kebudayaan

yang

memungkinkan berkembangnya peradaban manusia. Dalam konteks ini, maka
pendidikan tidak hanya merupakan pengalihan pengetahuan dan keterampilan
(transfer of knowledge and skliss), tetapi juga meliputi pengalihan nilai-nilai
budaya dan norma-norma sosial (transmission of cultural values and social
norms). Kiranya dapat dikatakan bahwa tiap masyarakat sebagai pengemban
budaya (culture bearer) berkepentingan untuk memelihara keterjalinan antara
berbagai upaya pendidikan dengan usaha pengembangan kebudayaan.
Kesinambungan hidup bermasyarakat turut dipengaruhi oleh berlangsungnya
pengalihan nilai budaya dan norma sosial dari satu generasi ke generasi
berikutnya. Kesinambungan ini dimungkinkan oleh orientasi pada nilai budaya
yang sama serta konformisme perilaku berdasarkan sosial yang berlaku.
Demikianlah pendidikan bermakna sebagai proses pembudayaan dan seiring

13

bersama itu berkembanglah sejarah peradaban manusia. Seluruh spektrum
kebudayaan : sistem kepercayaan, bahasa, seni, sejarah, dan ilmu-ilmu dan nilainilai yang terkandung di dalamnya hanya bisa dialihkan (ditransformasikan) dari
satu generasi ke generasi lain melalui pendidikan dalam arti luas. Maka pendidikan
sebagai prakarsa yang meliputi proses pengalihan pengetahuan dan keterampilan
serentak dengan proses pengalihan nilai-nilai budaya. Proses itu sekaligus
menjamin terpeliharanya jalinan antar generasi dalam suatu masyarakat.
Orientasi pada nilai-nilai budaya pada gilirannya menjelmakan perilaku
manusia sebagai anggota masyarakat dengan peradabannya yang khas. Sejauh
mana masyarakat itu berorientasi pada nilai-nilai budayanya, menentukan
tangguh-rapuhnya ketahanan budaya (cultural resilience) masyarakat yang
bersangkutan, yang terutama terukur melalui apa yang terjadi dalam pelbagai
pertemuan antar budaya (cultural encounters). Hal ini nyata melalui sejarah timbul
tenggelamnnya pelbagai ranah budaya dan peradaban manusia sepanjang zaman.
Maka dapat dipahami jika pendidikan juga ditujukan pada peneguhan ketahanan
budaya.
Di samping itu juga fungsi pendidikan berkaitan erat dengan proses
reliogiositas (keagamaan) sebagai salah satu unsur budaya. Pendidikan sebagai
budaya haruslah dapat membuat peserta didik mengembangkan kata hati (suara
hati) dan perasaannya untuk taat terhadap ajaran-ajaran agama yang dipeluknya.
Bukan hanya pemahaman dan perasaan yang harus dikembangkan, melainkan juga
tindakan atas perilaku seharihari yang cocok (etika dan moralitas) dengan ajaran
agama perlu dibina. Untuk mencapai tujuan itulah pengalihan nilai budaya dan
norma sosial dilakukan melalui perkenalan dengan pelbagai sumber belajar yang
relevan.
b. Proses tranformasi
Proses transformasi meliputi proses-proses imitasi, identifikasi dan
sosialisasi. Imitasi adalah meniru tingkah-laku dari sekitar. Pertama-tama tentunya
imitasi di dalam lingkungan keluarga dan semakin lama semakin meluas terhadap
masyarakat lokal. Yang diimitsi adalah unsur-unsur yang telah dikemukakan di

14

atas. Transmisi unsurunsur tidak dapat berjalan dengan sendirinya. Manusia adalah
aktor dalam memanipulasi kebudayaan. Oleh sebab itu, unsur-unsur tersebut harus
diidentifikasi. Proses indentifikasi itu berjalan sepanjang hayat sesuai dengan
tingkat kemampuan manusia itu sendiri. Selanjutnya nilai-nilai unsur-unsur itu
disosialisasikan artinya harus diwujudkan dalam kehidupan nyata di dalam
lingkungan yang semakin lama semakin meluas.
Nilai-nilai yang dimiliki oleh seseorang harus mendapatkan pengakuan
lingkungan sekitarnya. Ketiga proses transformasi tersebut berkaitan erat dengan
cara mentransformasikan. Dalam hal ini ada dua cara, yaitu ‘peran serta’ dan
bimbingan. Cara ‘peran serta’ antara lain melalui perbandingan, ikut serta dalam
kegiatan-kegiatan sehari-hari. Sedangkan bentuk bimbingan dapat berupa
instruksi, persuasi, rangsangan dan hukuman. Dalam proses transformasi
kebudayaan tersebut di atas pendidikan berfungsi untuk mengembangkan
kepribadian yang kreatif dan dapat memilih nilai-nilai budaya dari pelbagai
lingkungan. Sudah dinyatakan bahwa hakekat dan inti sari dari kebudayaan adalah
manusia. Unsur hakiki dari manusia adalah kepribadian.
Peranan pendidikan di dalam kebudayaan dapat dilihat dengan nyata di
dalam perkembangan kepribadian manusia. Tanpa kepribadian manusia tidak ada
kebudayaan, meskipun kebudayaan bukanlah sekadar jumlah dari kepribadiankepribadian. Di dalam pengembangan kepribadian diperlukan kebudayaan dan
seterusnya kebudayaan akan dapat berkembang melalui kepribadian-kepribadian
tersebut. Hal ini menunjukkan kepada bahwa pendidikan bukan semata-mata
transmisi kebudayan secara pasif tetapi pelu mengembangkan kepribadian yang
kreatif.
c. Cara transformasi
Kepribadian berhubungan erat dengan tingkah-laku manusia. Kebudayaan
sebenarnya adalah istilah sosiologis untuk tingkah-laku yang bisa dipelajari.
Dengan demikian tingkah-laku manusia bukanlah diditurunkan seperti tingkahlaku binatang tetapi harus dipelajari kembali berulangulang dari orang dewasa
dalam suatu genersi. Di sini dapat terlihat dengan jelas pentingnya peranan dan

15

fungsi pendidikan dalam pembentukan kepribadian manusia. Jadi proses
pendidikan bukan terjadi secara pasif atau culture determined.
Proses tersebut memungkinkan terjadinya perkembangan budaya melalui
kemampuankemampuan kreatif yang memungkinkan terjadi inovasi dan
penemuan-penemuan budaya lainnya, serta asimilasi, akulturasi dan seterusnya.
tetapi melalui proses interaktif antara pendidik. Di samping itu juga peranan
lembaga-lembaga pendidikan haruslah mengkondisikan pengenalan, pemeliharaan
dan pengembangan keseluruhan budya. Dalam hal ini peranan dan fungsi
lembaga-lembaga pendidikan.
Di dalam lembaga lembaga pendidikan (formal, non-formal, informal)
terjadi interaksi budaya sekaligus proses pemeliharaan dan pengembangan
kebudayaan. Di samping itu juga di dalam lembaga-lembaga pendidikan mesti
mengembangkan sikap penghargaan terhadap budaya nasional dan daerah
sekaligus juga daya kristis dan analitis terhadap budaya luar. Terutama dalam
lembaga-lembaga

formal

(sekolah-sekolah

dan

perguruan

tinggi)

perlu

dikembangkan nilai-nilai budaya secara intensif, inovatif dan ekstensif.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan materi diatas penulis menyimpulkan sebagai berikut :
1. Filsafat pendidikan merupakan salah satu cabang filsafat yang mengkaji dan
menganalisis secara hakiki tentang segala hakikat dan masalah kependidikan.
2. Proses transformasi nilai kebudayaan masyarakat dilakukan melalui proses
kependidikan yang dilaksanakan di lembaga formal maupun non formal. Sebagai
16

upaya untuk terus menyemaikan dan melestarikan kebudayaan dan kpribadian
bangsa.
3. Dalam konteks ini peranan filsafat pendidikan digunakan sebagai fondasi dasar dalam
pelaksanaan proses pendidikan. Ketika pendidikan tersebut sudah mantap dengan
landasan filosofisnya, maka proses tranformasi nilai budaya akan optimal
dilaksanakan.
B. Saran
Berdasarkan pembahasan materi diatas penulis menyarankan sebagai berikut :
Dalam proses pendidikan yang menjadi objek kajiannya manusia, yang memiliki
karakteristiknya masing-masing. Oleh karena itu, pasti akan mengalami kesuliatan dan
permasalahan yang kompleks. Saran yang ingin disampaikan adalah lebih ditekankan
tingkatkan pemahaman terhadap landasan filosofis pendidikan. Sehingga ketika terjadi
masalah dalam proses transformasi nilai budaya masyarakat, dapat diselesaikan dengan
bijaksana dan terarah.

17