pengertian manusia menurut al quran 4.do
RESUME AGAMA
DISUSUN OLEH :
DINA BELLA FRANSISKA
NIM : 1615401037
POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG
PRODI DIII KEBIDANAN
TAHUN 2016
RESUME AGAMA
1. PENGERTIAN MANUSIA DALAM AL-QUR’AN
Manusia merupakan makhluk Allah yang paling tinggi derajatnya dibanding makhluk
lain. Itu terbukti, Di dalam kitab suci Alquran sebagai kitab penghulu dari segala kitab, di
dalamnya, Allah SWT menggunakan beberapa istilah yang pada dasarnya ayat Al-Quran
tersebut menjelaskan tentang apa saja konsep manusia, bahkan istilah-istilah itu
disebutkan lebih dari satu kali. Istilah-istilah manusia dalam Alquran memiliki arti yang
berbeda-beda. Berikut 5 istilah 'manusia' dalam Alquran, Sebaaimana dihimpun oleh
coretan binder hijau dari berbagai sumber :
a. Al Basyr, Istilah ini menunjukkan makna bahwa manusia adalah anak keturunan Nabi
Adam as dan makhluk fisik yang juga membutuhkan makan serta minum. Kata
'basyar' sendiri disebutkan sebanyak 36 kali dalam bentuk tunggal dan hanya sekali
dalam bentuk 'mutsanna' atau 'jama'. Sebagai makhluk yang bersifat fisik, manusia
tidak jauh berbeda dengan makhluk biologis lainnya. Kehidupan manusia terikat
dengan kaidah prinsip kehidupan biologis seperti berkembang biak.
b. Al Insan, memiliki arti melihat, mengetahui, dan minta izin. Istilah ini menunjukkan
bahwa manusia memiliki kemampuan menalar dan berpikir dibanding dengan
makhluk lainnya. Manusia dapat mengambil pelajaran dari apa yang dilihatnya,
mengetahui yang benar dan yang salah, serta dapat meminta izin ketika menggunakan
sesuatu yang bukan miliknya. Manusia dalam istilah ini merupakan makhluk yang
dapat dididik, memiliki potensi yang dapat digunakan untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan.
c. Al Nas, menunjukkan fungsi manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup
sendiri. Manusia harus menjaga hubungan baik dengan manusia lainnya. Dari awal
terciptanya, seorang manusia berawal dari sepasang laki-laki dan wanita. Ini
menunjukkan bahwa manusia harus hidup bersaudara dan saling membantu.
d. Bani Adam. Manusia dalam istilah ini memiliki arti keturunan Adam. Istilah ini
digunakan untuk menyebut manusia bila dilihat dari asal keturunannya. Istilah 'Bani
Adam' disebutkan sebanyak 7 kali dalam 7 ayat Alquran. Penggunaan kata 'Bani
Adam' menunjuk pada arti manusia secara umum. Terdapat tiga aspek yang perlu
dikaji bila melihat manusia dengan istilah ini. Pertama, berbudaya sesuai dengan
ketentuan Allah, misalnya dengan berpakaian yang menutup aurat. Kedua, saling
mengingatkan dengan manusia lain agar tidak terjerumus dalam perbuatan dosa.
Ketiga, memanfaatkan semua yang ada di alam untuk beribadah.
e. Al Ins, meiliki arti tidak liar atau tidak biadab. Istilah Al Ins berkebalikan dengan
istilah al jins atau jin yang bersifat metafisik dan liar. Jin hidup bebas di alam yang
tidak dapat dirasakan dengan panca indra. Berbeda dengan manusia yang disebut
menggunakan istilah al ins. manusia adalah makhluk yang tidak liar, artinya jelas dan
dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Kata Al Ins disebutkan sebanyak 18
kali dalam Alquran, masing-masing dalam 17 ayat dan 9 surat.
2. PROSES KEJADIAN MANUSIA DALAM AL’QUAN
Al-Qur’an Al-Karim menjelaskan bahwa manusia diciptakan dari saripati tanah.
Terdapat banyak ayat yang menjelaskan tentang hal ini, di antaranya adalah Surat AlMu’minun 12-14, Al-Hajj:5, Ar-Ruum:20, Al-an’am:2, Al-A’raaf:, As-Sajdah: 7.
Perhatikan ayat-ayat Al Qur-an berikut yang menjelaskan tentang hal tersebut :
َـن ثُ ّم َخلَ ْقنـ َـا النّ ْطفـ َـةَ َعلَقـ َـةً فَ َخلَ ْقنـ َـا ال َعلَقـ َـة
ُ ْسـانَ ِمن
َ َو لَقَ ْد َخلَقـْنَا ْا ِل ْن
ٍ سلَلَ ٍة ِمنْ ِطيـْ ٍن ثُ ّم َج َع ْلنَـاهُ نُ ْطفَـةً فِى قَـ َرا ٍر َم ِك ْيــ
َ ُسـن
َالخالِقِيـْن
ْ ضغـَةً فَ َخلَ ْقنـَا ا ْل ُم
ْ ُم
َ س ْونَا ْال ِعظَا َم لَ ْح ًمـا ثُ ّم أَ ْنشَـأْنـَاهُ َخ ْلقـًا آخـ َ َر فَتَبـَا َر َك اُ أَ ْح
َ ض َغـةَ ِعظَا ًما فَ َك
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal dari
tanah). Lalu Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang
kokoh (rahim). Lalu air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu
Kami jadikan segumpal daging, lalu segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang,
lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Lalu Kami jadikan dia makhluk
yang berbentuk lain. Maka Mahasuci Allah, Pencipta Yang Paling Baik ” (QS AlMu`minun:12-14)
ضـ َغ ٍة ُم َخلّقَـ ٍة َو َغ ْيـ ِر
ْ ب ثُ ّم ِمنْ نُ ْطفَ ٍة ثُ ّم ِمنْ َعلَقَ ٍة ثُ ّم ِمنْ ُم
ُ ّيَا أَ ّي َها الن
ٍ ث فَإِنّا َخلَ ْقنَا ُك ْم ِمنْ تُ َرا
ِ ب ِمنَ ا ْلبَ ْع
ٍ اس إِنْ ُك ْنتُ ْم فِي َر ْي
ش ّد ُك ْم َو ِم ْن ُك ْم َمنْ يُتَ َوفّى َو ِم ْن ُك ْم
ُ َس ًمًى ثُ ّم نُ ْخ ِر ُج ُك ْم ِط ْفل ثُ ّم لِتَ ْبلُ ُغوا أ
ْ ُم َخلّقَ ٍة لِنُبَيِنَ لَ ُك ْم َونُقِ ّر فِي
َ ارر َح ِام َما نَشَا ُء إِلَى أَ َج ٍل ُم
ْض هَا ِم َدةً فَإ ِ َذا أَ ْن َز ْلنَا َعلَ ْي َها ا ْل َما َء ا ْهتَ ّزتْ َو َربَتْ َوأَ ْنبَتَت
ش ْيئًا َوتَ َر
َ َمنْ يُ َر ّد إِلَى أَ ْر َذ ِل ا ْل ُع ُم ِر لِ َك ْيل يَ ْعلَ َم ِمنْ بَ ْع ِد ِع ْل ٍم
ْ
َ ارر
يج
ْ ِمنْ ُك ِل
ٍ ج بَ ِه
ٍ زَو
“Hai manusia, jika kamu dalam keraguan kebangkitan kubur maka sesungguhnya Kami
telah menjadikan kamu dari tanah kemudian setetes mani kemudian segumpal darah
kemudian segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna. Kami
jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki
sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi,
kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampai kepada kedewasaan, dan di antara
kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya
sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatu pun yang dahulunya telah
diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah kami air diatasnya
, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan bermacam tumbuhan yang indah
(QS.Al Hajj:5)
Tahapan-tahapan yang dipahami sain, yaitu terjadi pertemuan spermatozoa (laki-laki)
dengan ovum (wanita). Sel telur (ovum) dibuahi spermatozoa sehingga terbentuk zygote
yang kemudian berkembang menjadi embrio dan janin manusia. Pada suatu tahap proses
pembentukan manusia tersebut, Allah meniupkan ruh sebagaimana firmanNya:
ْ َصا َر َوار ْفئِ َدةَ قَلِيل َما ت
َش ُكرُون
ّ س ّواهُ َونَفَ َخ فِي ِه ِمنْ ُرو ِح ِه َو َج َع َل لَ ُك ُم ال
َ س ْم َع َوار ْب
َ ثُ ّم
“Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh)nya ruh
(ciptaan)Nya, dan Dia menjadikan bagimu pendengaran, penglihatan, dan hati; (tetapi)
kamu sedikitu sekali bersyukur” (As Sajadah:9)
Hadits Rasulullah SAW. yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim menjelaskan lebih rinci
lagi, yaitu :
“ Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan kejadiannya dalam perut ibunya 40 hari
sebagai nutfah, kemudian sebagai ‘alaqah (segumpal darah) seperti itu pula (40 hari),
lalu sebagai mudghah (segumpal daging) seperti itu, kemudian diutus Malaikat
kepadanya, lalu Malaikat itu meniupkan ruh ke dalam tubuhnya”
Pada tahapan selanjutnya, janin setelah menjalani masa dalam kandungan selama 9 bulan
10 hari kemudian lahir sebagai seorang bayi yang berkembang menjadi seorang balita,
kanak-kanak, remaja, dewasa, tua-renta dan kemudian kembali kepada Allah.
3. TUJUAN DAN FUNGSI PENCIPTAAN MANUSIA DENGAN MAHLUK LAIN
Setiap penciptaan pasti memiliki tujuan. Robot deprogram untuk mematuhi setiap
perintah pembuatnya, begitu juga manusia yang diciptakan untuk beribadah mematuhi
setiap perintah-Nya dan menjahui semua larangan-Nya.
Seperti firman Allah dalam Al-Quran surat Adz Dzaariat ayat 56.
ْ ِ ـتﺍُ ْﻟ ِج ّن َوٱ
ُ َومـَﺎ َﺨﻟَ ْق
ۥون
َ ﻹ
ِ ﻨﺲ ﺇِﻵَ ﻟِڍـ َ ْﻌﺐۥد
“Dan tidak Ku-ciptakan jin dan manusia melainka untuk menyembah kepada-Ku.”
Misi penciptaan manusia adalah untuk penyembahan kepada sang pencipta, Allah
SWT. Pengertian penghambaan kepada Allah tidak boleh diartikan secara sempit dengan
hanya membayangkan aspek ritual yang tercermin dalam sholat saja. Penyembahan
berarti ketundukan manusia kepada hukum-hukum Allah dalam menjalankan kehidupan
di muka bumi ini, baik yang menyangkut hubungan vertical maupun horizontal.
Penyembahan manusia kepada Allah lebih mencerminkan kebutuhan manusia
terhadap terwujudnya sebuah kehidupan dengan tatanan yang baik dan adil. Oleh karena
itu penyembahan tersebut harus dilakukan secara sukarela tanpa paksaan, hanya karena
Allah (penyembahan yang sempurna dari seorang manusia akan menjadikan dirinya
sebagai khalifah di muka bumi). Keseimbangan alam dapat terjaga dengan hukum-hukum
alam yang kokoh. Keseimbangan pada kehidupan manusia dapat terjaga dengan tegaknya
hukum. Hukum kemanusiaan yang telah Allah tekankan. Kekacauan kehidupan manusia
tidak sekedar akan menghancurkan tatanan kehidupan kemanusiaan mereka sendiri, tetapi
juga dapat menghancurkan bagian-bagian alam semesta yang lain.
ََومـَآٲَرْ َسـﻠـْﻨـٰكَ ٳِﻻّ َرﺤْ َﻤﺔً ﻠّﻠ َﻌ ٰـﻠ ِﻤﻴن
“Dan tidaklah kami mengutus kamu melainkan untuk menjadikan rahmat bagi semesta
alam” (Al-Anbiya 107)
Maka jalaslah kesatuan manusia dan alam semesta ini dapat terjaga dengan baik jika
manusia dapat menjalankan fungsi kekhalifahannya dimuka bumi ini. Manusia dibekali
akal selain naluri yang membedakan dengan hewan. Dan akal pula yang sering kali
membuat manusia memiliki agenda sendiri ketika melakukan penciptaan, bahkan tak
jarang bertentangan dengan misi penciptaan dirinya. Islam merupakan sistem hidup yang
tidak memisahkan antara kehidupan dunia dan akhirat. Apa yang kita lakukan di dunia
menjadi rujukan dimana kelak Allah SWT akan menempatkan kita, surge atau neraka.
Para seniman, budayawan muslim, serta para ulama yang dimotori oleh Djamaludin
Malik menyatakan, bahwa yang disebut dengan kebudayaan, kesenian Islam ialah
manivestasi dari rasa, cipta dan karsa manusia muslim dalam mengabdi kepada Allah
untuk kehidupan umat manusia.
Manusia
sebagai
mahkluk
ciptaan
Allah
memiliki
kebutuhan
untuk
mengaktualisasikan diri. Sastra juga dapat dipandang sebagai bentuk komunikasi antar
manusia dengan manusia, dan manusia dengan sang pencipta. Komunikasi merupakan
proses yang dilakukan suatu system untuk mempengaruhi sistem yang lain melalui
pengaturan sinyal-sinyal disampaikan. Memperoleh nilai dan menggerakkan tindakan
adalah tujuan akhir dari seni sastra. Seperti apa karya yang baik itu? Karya yang baik
adalah karya yang mampu menggerakkan orang untuk melakukan perubahan menuju arah
kebaikan. Pemahaman ini sejalan dengan tujuan pencipta manusia sebagai khalifah di
muka bumi (Joni Ariadinata, aku bisa nulis cerpen, hal.34). Albert camus dalam bukunya
Mite Sisifus mengatakan bahwa sastra tidak boleh memihak apapun, kecuali dirinya
sendiri. Pernyataan ini jelas bertentangan sekali dengan apa yang disampaikan Seno
Gumiro Ajidaima dalam esainya kehidupan sastra dalam pikiran yang mengatakan, ketika
jurnalisme dibungkam, sastra harus bicara. Karena jika jurnalisme bicara dengan fakta,
sastra bicara dengan kebenaran. Sastra tentu saja harus berfihak pada kebenaran dan
keadilan, pada nilai-nilai Islam tanpa harus kehilangan nilai estetikanya (Helfi Tiana,
2001)
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat “sesungguhnya Aku hendak
menciptakan khalifah di muka bumi ini”. Mengapa engkau hendak menjadikan (khalifah)
di bumi ini itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah,
padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?.
Tuhan berfirman “ sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui” (AlBaqoroh 130). Manusia diciptakan akan Allah untuk menjadi khalifah di muka bumi ini.
Manusia bertugas menyuburkan bumi dengan menjalankan syariat. Untuk menjalankan
tugasnya, manusia dilengkapi dengan perangakat yang sempurna. Perngakat itu
dianugerahkan Allah secara bertahap, agar menusia dapat memiliki waktu untuk
mengembangaka potensi itu.
Pada saat lahir manusia, belum bisa melihat dan juga berbahasa seperti sekarang.
Mereka baru bisa mendengar. Setelah itu diberikanlah penglihatan, kemudian ia
mengembangkan organ-oragan geraknya agar dapat berdiri dan berjalan, ia mendapatkan
informasi berupa suara, warna, rasa, bau dan tekstur, mulailah memiliki kemampuan
berbahasa. Dia mulai dapat mempelajari hidup. Aqalnya semakin berkembang. Saat
akalnya berkembang inilah seharusnya manusia diajarkan tentang Allah dan syariat yang
dibebankan padanya. Sebab pada masa ini, nafsu dan emosi manusia belum sempurna,
sehingga akal masih mendominasi fikiranya. Akal adalah elemen hati yang patuh kepada
Allah. Emosi dan keinginannya belum sempurna. Dia baru memiliki keinginan makan,
minum, perasaan sayang yang tulus, perasaan marah, sedih, senang,dsb. Jika pada masa
ini manusia diberi informasi dan pelatihan yang cukup tentang Allah, syariat, akhlak
mulia, tugas manusia, insya Allah manusia tersebut akan mudah menjalankan tugastugasnya sebagai khalifah di muka bumi ini. Maka sangat penting nuntuk
mengembangkan akal secara maksimal pada tahap-tahap awal.
Setelah kedewasaan akal dan emosi berkembang, mulailah nafsu dan tubuhnya mulai
menjadi sempurna. Ia mulai memahami dan mengalami apa yang disebut syahwat
terhadap lawan jenis. Mulai saat itulah ia harus berdiri menjalankan tugasnya sebagai
khalifah. Tetapi ada satu hal yang mungkin dilupakan manusia, yaitu kedewasaan ruh.
Dan ternyata tidak semua manusia berkembang dengan pesat diwaktu dini dalam hal ini.
Mungkin hanya ruh pada nabi dan rosul saja yang berkembang pesat. Ruhnya disaan
masih bayi. Sedangkan yang lain berumur tujuh tahun barulah berkembang pesat dan ada
pula yang ruhnya malah makin kedil tidak berkembang. Ruh inilah yang didalamnya
terdapat potensi pengenalan kepada Allah yang telah menciptakan segalanya. Ruh inilah
yang akan mencintai Allah. Dan itulah tujuan manusia diciptakan agar mengenal Allah.
Dengan mengenal Allah, ibadah dan perjalanan kita tidak salah alamat, dengan syariat
Allah, ibadah dan perjalanan kita tidak salah cara.
Allah mengajarkan manusia untuk menyembahNya agar manusia tidak menyembah
selain-Nya. Sebab nenyembah dan mencintai yang selain Dia akan menyebabkan manusia
menjadi resah gelisah dan gundah gulana.
Seharusnya kita sadar bahwa kita hanyal suatu ciptaan. Allah menciptakan kita bukan
sekedar iseng. Allah menciptakan kita untuk suatu yang besar,untuk menjadi khalifah di
bumi. Tetapi kita sering meipakan Allah disebabkan kta terlalu asyik dengan pekerjaan
kita. Dan tidaklah kita ciptakan langit dan bumi dan segalanya yang ada diantara
keduanya dengan bermain-main (QS. Al-Anbia’: 16). Maka biarlah mereka tenggelam
(dalam kesesatan) dan bermain-main sampai mereka menemui hari yang dijanjikan
kepada mereka (Az-Zukhruf: 83). Sesunggunya kami telah mengemukakan amanat pada
langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan
mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia.
Sesunguhnya manusia itu amat dzalim dan amat bodoh (QS. Al-Absab:72).
Tujuan penciptaan manusia
Tujuan penciptaan manusia adalah untuk penyembahan Allah. Pengertian
penyembahan kepada Allah tidak boleh diartikan secara sempit, dengan hanya
membayangkan aspek ritual yang tercermin salam solat saja. Penyembahan berarti
ketundukan manusia pada hukum Allah dalam menjalankan kehidupan di muka bumi,
baik ibadah ritual yang menyangkut hubungan vertical (manusia dengan Tuhan) maupun
ibadah sosial yang menyangkut horizontal ( manusia dengan alam semesta dan manusia).
Penyembahan manusia pada Allah lebih mencerminkan kebutuhan manusia terhadap
terwujudnya sebuah kehidupan dengan tatanan yang adil dan baik. Oleh karena itu
penyembahan harus dilakukan secara sukarela, karena Allah tidak membutuhkan
sedikitpun pada manusia termasuk pada ritual-ritual penyembahannya. Dalam hal ini
Allah berfirman:
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyambah-Ku.
Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka dan aku tidak menghendaki
supaya mereka member aku makan. Sesungguhnya Allah, Dialah maha pemberi Rezeki
yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh. (az-Zaariyaat, 51:56-58).
Dan mereka telah di perintahkan kecuali supaya mereka menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus dan supaya
mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat dan degnan dekimikian itulah agama
yang lurus. (Bayinnah, 98:5)
Penyembahan yang sempurna dari seseorang manusia akan menjadikan dirinya sebagai
khalifah Allah di muka bumi dalam mengelola kehidupan alam semesta. Keseimbangan
alam dapat terjaga dengan hukum-hukum alam yang kokoh. Keseimbangan pada
kehidupan manusia tidak sekedar akan menghancurkan bagian-bagian alam semesta yang
lain, inilah tujuan penciptaan manusia di tengah-tengah alam.
Fungsi dan peranan manusia dalam islam
Berpedoman kepada QS Al Baqoroh 30-36, maka peran yang dilakukan adalah sebagai
pelaku ajaran Allah dan sekaligus pelopor dalam membudayakan ajaran Allah. Untuk
menjadi pelaku ajaran Allah, apalagi menjadi pelopor pembudayaan ajaran Allah,
seseorang dituntut memulai dari diri dan keluarganya, baru setelah itu kepada orang lain.
Peran yang hendaknya dilakukan seorang khalifah sebagaimana yang telah ditetapkan
Allah, diantaranya adalah :
a. Belajar (surat An naml : 15-16 dan Al Mukmin :54) ; Belajar yang dinyatakan pada
ayat pertama surat al Alaq adalah mempelajari ilmu Allah yaitu Al Qur’an.
b. Mengajarkan ilmu (al Baqoroh : 31-39) ; Khalifah yang telah diajarkan ilmu Allah
maka wajib untuk mengajarkannya kepada manusia lain.Yang dimaksud dengan ilmu
Allah adalah Al Quran dan juga Al Bayan
c. Membudayakan ilmu (al Mukmin : 35 ) ; Ilmu yang telah diketahui bukan hanya
untuk disampaikan kepada orang lain melainkan dipergunakan untuk dirinya sendiri
dahulu agar membudaya. Seperti apa yang telah dicontohkan oleh Nabi SAW.
Di dalam Al Qur’an disebutkan fungsi dan peranan yang diberikan Allah kepada
manusia.
Menjadi abdi Allah. Secara sederhana hal ini berarti hanya bersedia mengabdi kepada
Allah dan tidak mau mengabdi kepada selain Allah termasuk tidak mengabdi kepada
nafsu dan syahwat. Yang dimaksud dengan abdi adalah makhluk yang mau
melaksanakan apapun perintah Allah meski terdapat resiko besar di dalam perintah
Allah. Abdi juga tidak akan pernah membangkang terhadap Allah. Hal ini tercantum
dalam QS Az Dzariyat : 56“Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka menyembahKu”
Menjadi saksi Allah. Sebelum lahir ke dunia ini, manusia bersaksi kepada Allah
bahwa hanya Dialah Tuhannya.Yang demikian dilakukan agar mereka tidak ingkar di
hari akhir nanti. Sehingga manusia sesuai fitrahnya adalah beriman kepada Allah tapi
orang tuanya yang menjadikan manusia sebagai Nasrani atau beragama selain Islam.
Hal ini tercantum dalam QS Al A’raf : 172
“Dan (ingatlah), keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil
kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):”Bukankah Aku ini Tuhanmu?”.
Mereka menjawab:”Betul (Engkau Tuhan Kami),kami menjadi saksi”.(Kami lakukan
yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan:”Sesungguhnya kami
(Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini(keesaan Tuhan)”
Khalifah Allah sebenarnya adalah perwakilan Allah untuk berbuat sesuai dengan misi
yang telah ditentukan Allah sebelum manusia dilahirkan yaitu untuk memakmurkan
bumi. Khalifah yang dimaksud Allah bukanlah suatu jabatan sebagai Raja atau
Presiden tetapi yang dimaksud sebagai kholifah di sini adalah seorang pemimpin
Islam yang mampu memakmurkan alam dengan syariah-syariah yang telah diajarkan
Rosulullah kepada umat manusia. Dan manusia yang beriman sejatilah yang mampu
memikul tanggung jawab ini. Karena kholifah adalah wali Allah yang mempusakai
dunia ini.
4. SIFAT-SIFAT MANUSIA MENURUT ISLAM
a. Selalu berangan-angan. Firman Allah : …..dan kamu ragu-ragu serta ditipu oleh
angan-angan kosong sehingga datanglah ketetapan Allah;dan kamu telah ditipu
terhadap Allah oleh (syaitan) yang amat penipu.(Al hadid : 14)
b. Berlaku Tidak adil/curang. Firman Allah : Dan Syu’aib berkata: “Hai kaumku,
cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan
manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka
bumi dengan membuat kerusakan.(Hud : 85)
c. Tidak pernah merasa puas. Firman Allah : Maka kamu minum seperti unta yang
sangat haus minum (Al waqiah : 55)
d. Suka berdebat. Firman Allah : Yang demikian itu adalah karena Allah telah
menurunkan Al Kitab dengan membawa kebenaran; dan sesungguhnya orang-orang
yang berselisih tentang (kebenaran) Al Kitab itu, benar-benar dalam penyimpangan
yang jauh (dari kebenaran).(Albaqarah: 176)
e. Suka membuat kerusakan Firman Allah : Kemudian jika mereka berpaling (dari
kebenaran), maka sesunguhnya Allah Maha Mengetahui orang-orang yang berbuat
kerusakan. (Ali Imran:64)
f. Suka meremehkan. Firman Allah : Maka apakah kamu menganggap remeh saja AlQuran ini? (alwaqiah : 81)
g. Hitung-hitung rezeki. Firman Allah : Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat
Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benarbenar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(An Nahl:18)
h. Mencampur aduk yang hak dan batil . Firman Allah : Hai Ahli Kitab, mengapa
kamu mencampur adukkan yang haq dengan yang bathil, dan menyembunyikan
kebenaran, padahal kamu mengetahuinya?(Ali Imran 71)
i. Suka mengejek dan berolok-olok: Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?”(Attaubah : 65)
j. Suka mengambil hak orang lain. Firman Allah Hai orang-orang yang beriman,
sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib
Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka
menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. (Ataubah:34)
k. Berlebih-lebihan
hingga melampaui batas. Firman Allah :
Ketahuilah!
Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, (Al Alaq:6)
5. PERSAMAAN DAN PERBEDAAN MANUSIA DENGAN MAHLUK LAIN
Manusia dan makhluk lainnya itu memiliki persamaan dan juga perbedaan. Salah
satunya adalah manusia dan makhluk lain memiliki tujuan yang sama dalam hal
penciptaan yaitu untuk beribadah kepada Allah. Sedangkan dalam hal raga dan ruh
manusia memiliki perbedaan. Raga manusia termasuk ke dalam derajat terendah diantara
makhluk lainnya sedangkan ruh manusia termasuk ke dalam derajat tertinggi.
Hikmah yang terkandung dalam hal ini adalah manusia mengemban beban amanat
pengetahuan tentang Allah sebab tidak sesuatupun di dunia ini yang memiliki kekuatan
yang mampu mengemban beban amanat ini. Manusia mempunyai kekuatan ini melalui
esensi sifat-sifat ruh yang diberikan Allah. Tidak ada satupun di dunia ruh yang
menyamai kekuatan ruh ini, baik itu malaikat maupun jin.
1) Quraish Shihab:Membumikan Al Quran : 28)
2) QS. Ar Rum 30
Berikut ini persamaan dan perbedaan manusia dengan makhluk lainnya :
1. Persamaan
-
Semua makhluk termasuk manusia adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah
SWT.
-
Tujuan penciptaannya adalah hanya untuk beribadah kepada Allah.
-
Semua makhluk akan kembali kepada Allah.
-
Dan tiap-tiap makhluk ada di dalam penjagaan dan pengawasan Allah.
2. Perbedaan
-
Manusia memiliki hati nurani dan juga nafsu tapi makhluk lain hanya memiliki
salah satunya saja.
-
Derajat manusia sejati adalah lebih tinggi dari makhluk yang lain.
-
Manusia tercipta dari tanah sebagai jasad dan nur sebagai hati. Sedangkan
makhluk lain tidak ada yang tercipta dari tanah dan nur.
-
Bentuk ibadah manusia telah diatur di dalam Al Qur’an.
-
Manusia diberi kebebasan untuk memilih jalan kehidupannya.
6. EKSITENSI DAN MARTABAT MANUSIA
Tujuan Penciptaan Manusia
Setiap penciptaan sesuatu, pastilah punya tujuan. Seperti sama-sama telah kita ketahui,
tiada sesuatupun diciptakan-Nya tanpa tujuan (QS. 3:191). Lalu apakah tujuan penciptaan
kita (manusia) di bumi ini oleh Allah Ta’ala? Hal ini sangat penting sekali kita ketahui
apabila kita ingin berjalan di muka bumi ini sesuai dengan apa kehendak sang pencipta.
Dalam Al Qur’an disebutkan bahwa tujuan penciptaan manusia ada 3 (tiga) yaitu:
Menjadi ABDI ALLAH (QS 51:56)
Menjadi abdi Allah secara sederhana berarti ‘hanya bersedia mengabdi kepada Allah
Ta’ala’. Tidak mau mengabdi kepada selain dari Allah Ta’ala, termasuk di dalamnya
mengabdi kepada hawa nafsu dan syahwat kita sendiri. Melepaskan diri dari perbudakan
hawa nafsu dan syahwat merupakan bagian dari tahapan pertaubatan yang harus
dilakukan.
Contohnya seperti makna tersirat dari kisah Nabi Musa, ketika Musa A.S membebaskan
Bani Israil (juga bermakna batin nafs muthmainnah) dari perbudakaan Fir’aun (makna
batin: hawa nafsu dan syahwat), menuju tanah suci yang dijanjikan (makna batin: qalbun
salim).
Menjadi SAKSI ALLAH (QS 7:172)
Sebelum lahir ke dunia ini nafs manusia berjanji (saksi; asyhadu, syahid, syuhada) kepada
Allah Ta’ala di alam Alastu, mempersaksikan bahwa hanya Allah-lah Rabb-nya (Q.S.
7:172). Yang demikian dilakukan agar mereka tidak ingkar di hari akhir nanti.
Pada saat ini pula Allah Ta’ala telah menentukan kepadanya empat perkara , yaitu: (1)
Ajal, (2) Rezeki, (3) Amal, serta (4) Keberuntungan dan Musibah (Hadits riwayat
Muslim). Dari hadits ini, berbeda dengan anggapan umum, kita lihat bahwa jodoh tidak
masuk ke dalam yang ditentukan saat itu.
Di sini pula kita sering tergelincir memaknai ’syuhada’. Kata ’syuhada’, akar katanya
sama dengan kata pada syahadat kita ‘Asyhadu’, artinya bersaksi, mempersaksikan
dengan sepenuh kepercayaan, dengan sepenuh keyakinan (mengenai Tuhannya). Kata
’syuhada’ tidak semata-mata berarti orang yang mati di medan perang. Kata
’syuhada’ berarti ‘orang yang telah mempersaksikan’.
Di zaman Rasulullah, mereka yang gugur ketika berniat mengorbankan jiwa mereka
untuk Allah melalui jalan yang tersedia dan dibutuhkan ummat pada masa itu
(berperang), yang pengorbanannya diterima oleh Allah, dianugerahi sebuah ‘penyaksian
(akan kebenaran)’ melalui gugurnya mereka di medan perang. Maka, belum tentu setiap
orang yang gugur di medan perang adalah ’syuhada’. Juga hal ini berimplikasi bahwa
banyak cara lain menjadi seorang ’syuhada’ selain melalui peperangan.
Menjadi KHALIFAH ALLAH (QS 2:30)
Khalifah Allah sebenarnya adalah perwakilan Allah untuk memakmurkan bumi. Banyak
yang salah mengira bahwa menjadi khalifah berarti ‘menguasai’. Adam A.S
bukanlah manusia pertama, tetapi ia adalah khalifah pertama. Sebelumnya terdapat
manusia-manusia yang tidak bertugas sebagai khalifah, seperti Pitecanthropus,
Meganthropus, Paleo Javanicus, dsb. Lihatlah penggunaan kata: ‘Khalifah’ bukan ‘Insan’
di ayat tersebut.
Untuk bertugas sebagai khalifah, bukan berarti harus selalu dibentuknya sebuah sistem
pemerintah berlabelkan Islam. Sebenarnya tiap individu dapat berperan sebagai khalifah
Allah di muka bumi ini secara individual, karena sesungguhnya seorang manusia baru
berfungsi sebagai khalifah, adalah ketika ia berkarya di bumi ini berdasarkan misi untuk
berbuat yang Allah telah tentukan kepadanya di alam Alastu.
Masing-masing orang punya “Misi Suci” yang berbeda-beda, yang telah Allah tugaskan
kepadanya. Berdasarkan misi suci inilah “untuk apa” seseorang diciptakan dan “menurut
apa dimudahkan kepadanya”.
Dalam hadits Rasulullah SAW disebutkan:
Seseorang bertanya kepada Rasulullah SAW, “Ya Rasulullah, sudahkah dikenal para
penduduk neraka dan penduduk surga?” Jawab Rasulullah: “Sudah.” Lalu ia kembali
bertanya: “Kalau begitu untuk apa manusia beramal ?” Rasulullah SAW menjawab:
“Mereka beramal untuk apa dia diciptakan dan menurut apa yang dimudahkan
kepadanya”. (Hadits Riwayat Bukhari).
Kebanyakan manusia tidak mengetahui untuk apa dia dicipta di dunia ini. Sehingga masuk akal- apabila ia tidak dapat menjadi wakil serta penjelmaan citra Allah di muka
bumi sebagai khalifah (pemakmur bumi).
Ketika seorang berkarya di bumi ini sesuai dengan Misi Hidup nya, maka secara langsung
ia telah berkarya sesuai dengan apa yang Allah kehendaki padanya. Maka secara
langsung pula ia telah menjadi Abdi Allah (QS 51:56) secara hakiki.
Fungsi dan Peranan yang diberikan Allah pada Manusia
Tanggung Jawab Manusia sebagai Hamba dan Khalifah Allah
a. Tanggung Jawab Manusia sebagai Hamba Allah
Sebagai hamba Allah maka manusia harus menuruti kemauan Allah, yang tidak boleh
membangkang pada-Nya. Jika kita membangkang maka kita akan terkena
konsekwensi yang sangat berat. Kita adalah budak Allah, karenanya setiap perilaku
kita harus direstui oleh-Nya, harus menyenangkan-Nya, harus mengagungkan-Nya.
Kita ini memang budak dihadapan Allah, namun dengan inilah kita menjadi mulia,
kita menjadi mempunyai harga diri, kita menjadi mempunyai jiwa, kita menjadi
mempunyai hati, kita menjadi mempunyai harapan cerah yang akan diberikan Tuhan
kita, karena ketaatan kita itu. Dengan kedudukan ini, maka Manusia mempunyai dua
tugas, pertama, ia harus beribadah kepada Allah baik dalam pengertian sempit
maupun luas. Beribadah dalam arti sempit artinya mengerjakan Ibadah secara ritual
saja, seperti, Sholat, puasa, haji, dan sebagainya. Sedangkan ibadah dalam arti luas
adalah melaksanakan semua aktifitas baik dalam hubungan dengan secara vertikal
kepada Allah SWT maupun bermuamalah dengan sesama manusia untuk memperoleh
keridoan Allah sesuai dengan ketentuan-ketentuan Allah SWT dan Hadist. Dan
tentunya dari makna ibadah dalam arti luas ini akan terpancarkan pribadi seorang
muslim sejati dimana seorang muslim yang mengerjakan kelima rukun Islam maka
akan bisa memberikan warna yang baik dalam bermuamalah dengan sesama manusia
dan banyak memberikan manfaat selama bermuamalah itu. Disamping itu segala
aktifitas yang kita lakukan baik itu aktifitas ibadah maupun aktifitas keseharian kita
dimanapun berada di rumah, di kampus di jalan dan dimanapun haruslah hanya
dengan niat yang baik dan lillahi ta'ala, tanpa ada motivasi lain selain ALLAH,
sebagai misal beribadah dan bersedekah hanya ingin dipuji oleh orang dengan sebutan
“alim dan dermawan”; ingin mendapatkan pujian dari orang lain; ingin mendapatkan
kemudahan dan fasilitas dari atasan selama bekerja dan studi dengan menghalalkan
segala cara dan lain sebagainya. Sekali lagi jika segala aktifitas bedasarkan niatnya
karena Allah, dan dilakukan dengan peraturan yang Allah turunkan maka hal ini
disebut sebagai ibadah yang sesungguhnya. Di dalam Adz Dzariyat 56: "Dan Aku
tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku." Kita
beribadah kepada Allah bukan berarti Allah butuh kepada kita, Allah sama sekali
tidak membutuhkan kita. Bagi Allah walaupun semua orang di dunia ini menyembahNya, melakukan sujud pada-Nya, taat pada-Nya, tidaklah hal tersebut semakin
menyebabkan meningkatnya kekuasaan Allah. Demikian juga sebaliknya jika semua
orang menentang Allah, maka hal ini tak akan mengurangi sedikitpun kekuasaan
Allah. Jadi sebenarnya yang membutuhkan Allah ini adalah kita, yang tergantung
kepada Allah ini adalah kita, yang seharusnya mengemis minta belas kasihan Allah
ini adalah kita. Yang seharusnya menjadi hamba yang baik ini adalah kita. Allah
memerintahkan supaya kita beribadah ini sebenarnya adalah untuk kepentingan kita
sendiri, sebagai tanda terimakasih kepada-Nya, atas nikmat yang diberikan-Nya, agar
kita menjadi orang yang bertaqwa, Allah SWT berfirman: “Hai manusia, sembahlah
Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu
bertakwa” [2 : 21] Dan satu hal penting yang harus dicatat adalah bahwa beribadah
hanyalah kepada Allah saja, menggantungkan hidup ini hanyalah kepada-Nya saja.
Dunia ini adalah instrumen semata, yang akan berperan sebagai bahan ujian dari-Nya.
b. Tanggung Jawab Manusia sebagai Khalifah Allah
Tugas kedua manusia adalah sebagai Kalifatullahi, kalifah Allah. Segala sesuatu
yang ada di dunia ini telah ditaklukkan Allah bagi manusia, Hewan, tumbuhan,
binatang, bumi dengan segala apa yang terpendam di dalamnya. Allah memberikan
gambaran tentang diberikannya tugas khalifah ketika berdialog dengan malaikat,
dalam
Q.S
2:30:
Ingatlah
ketika
Tuhanmu
berfirman
kepada
para
Malaikat:'Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.'
Mereka berkata: 'Mengapa Engkau hendak menjadikan [khalifah] di bumi itu orang
yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?' Tuhan
berfirman: 'Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.' Jika tugas
manusia adalah sebagai seorang pemimpin, tentu ia harus dapat membangun dunia ini
dengan sinergis, dapat melakukan perbaikan-perbaikan, baik antara dirinya dengan
alam, maupun antar sesama itu sendiri.
Tanpa kepekaan dan pengasahan diri sejak awal serta menggali pengalaman sebagai
seorang pemimpin yang sesugguhnya maka akan sangat jauhlah diri kita dengan
sebutan “Kalifah di muka bumi”, ini seperti halnya “sipunguk merindukan bulan”,
tanpa berbuat sesuatu namun mengharapkan sesuatu yang besar. Seorang pemimpin
dengan kekuasaan yang diberikan kepadanya, kemampuan untuk mengolah dan
mengeksplorasi alam, maka sebenarnya ia tak boleh semena-mena terhadap.
Akan tetapi jika fungsi kekalifahan di bumi yang diberikan Allah dapat dimanfaatkan
dengan sebaik-baiknya, maka begitu besar keberuntungan yang akan diperolehnya,
sebagaimana yang dilakukan nabi Saleh kepada umatnya "Dan kepada Tsamud [Kami
utus] saudara mereka Shaleh. Shaeh berkata: 'Hai kaumku, sembahlah Allah, sekalikali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi
[tanah] dan menjadikan kamu pemakmurnya , karena itu mohonlah ampunan-Nya,
kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat [rahmat-Nya]
lagi memperkenankan [do'a hamba-Nya].' [11:61] Maka hendaknya kita berhati-hati,
akan amanah yang telah diberikan Allah kepada kita, karena sebenarnya setiap kita
adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya
masing-masing di sisi Allah
Pedoman Dan Bekal Manusia.
Untuk pedoman hidup manusia Allah SWT menurunkan Al Qur'an agar supaya
manusia bisa mengemban amanah yang diberikan oleh Allah SWT, disamping itu
juga kita juga wajib untuk melaksanakan pedoman hidup dan cara beribadah dan
bermuamalah berdasarkan Sunnah Rasullullah SAW, serta ijtihad para ulama dan
tabiin yang berdasarkan pada Al Quran dan Al Hadist. Bekal manusia yang dapat
digunakan untuk memahami ayat-ayatNya. Allah menganugerahkan mata, telinga,
akal dan hati. Dan nantinya mata, telinga, dan hati akan dimintai pertanggung
jawaban Allah. Untuk apa selama ini digunakan. Inna sam'a wal abshoro wal fu'ada
kullu ulaaaika 'anhu mas'uula, (sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati,
tiap-tiap dari mereka akan dimintai pertangunggjawabannya).
Allah telah memberikan banyak hal kepada kita, pedoman yang berupa Al Quran,
demikian pula Allah telah memberikan bagi kita bekal berupa mata, telinga, dan hati
yang bisa digunakan untuk mencerna ayat-ayat Allah dan petunjuk Rasulullah SAW.
Karenanya sangatlah adil jika kemudian Allah menuntut tanggungjawab kita sebagai
manusia. Selama di dunia ini, apa saja yang telah kita lakukan. Al Qur'an yang kita
punya, kita gunakan untuk apa saja, apakah memang telah kita gunakan sebagai
pedoman dalam keseluruhan aspek kehidupan, ataukah kita abaikan begitu saja.
Demikian pula petunjuk yang diberikan Rasul, apakah kita taati, ataukah selama ini
kita hanya menggunakan Sunnah Nabi dan al Qur'an sebagai pembenar-pembenar saja
dari apa yang ada pada pikiran kita. Karenanya Allah menegaskan, bahwa
pertanggungjawaban manusia itu akan diminta. Akan tetapi manusia banyak yang
mengira bahwa hidup ini dibiarkan begitu saja, atau barangkali ia tahu akan tetapi
tidak menyadarinya, karena tertutupi penglihatannya dengan fatamorgana dunia.
Karenanya tidaklah salah jika Allah dengan pertanyaan retorisnya mengatakan :
'Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja [tanpa pertanggung
jawaban]?' [75:36].
'Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua, tentang apa yang
telah mereka kerjakan dahulu.' [15:92-93]. Dan ayat yang lain: 'Tiap-tiap diri
bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya,' [74:38].
Dalam surat Al zalzalah yang menceritakan hari kiamat Allah memberikan gambaran
bahwa di hari itu, manusia akan keluar dari kuburnya dalam berbagai macam keadaan
sesuai dengan amalan yang telah mereka kerjakan, "Pada hari itu manusia ke luar
dari kuburnya dalam keadaan bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada
mereka [balasan] pekerjaan mereka" [99:6]. ''Barangsiapa yang mengerjakan
kebaikan seberat biji zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)-Nya. Dan
barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat biji zarrah pun, niscaya dia akan
melihat (balasan)-Nya pula.'' (99:7-8)
Dari ayat di atas dapat kita ambil hikmah bahwa betapa Allah SWT telah
mengajarkan kepada manusia agar bersikap peka, meski terhadap hal yang teramat
kecil sekalipun. Memang, sesungguhnya Islam sangat menekankan agar kita
memperhatikan hal-hal kecil bahkan detail dalam hidup kita. Saudaraku, kepekaan
memang sudah selayaknya terasah dalam setiap gerak langkah hidup kita. Nah, jika
demikian menanamkan semangat bahwa sesuatu yang kita lakukan selalu saja ada
pertanggungjawabannya, dan setiap lintasan pikiran yang ada di hati kita juga
diketahui oleh Allah SWT, maka barangkali harus selalu kita camkan, agar kita
berhati - hati dalam berbuat dan bertingkah laku serta kita luruskan segala niat kita
untuk menggapai Ridho Allah SWT semata.. Dan dihari kiamat itu Allah akan
memasang timbangan yang akan menimbang amal dan dosa manusia dengan seadiladilnya, tanpa kezaliman sedikitpun. Meski sedikit sebuah amal, maka ia akan
tertimbang juga, demikian pula meski sedikit dosa yang terpercik akan ada nilai yang
diperhitungkan pula. Tak kan ada yang dirugikan dalam penimbangan itu. Semuanya
tergantung dari manusia,dan semuanya tergantung pada sikap kita selama di dunia.
"Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah
dirugikan seseorang barang sedikitpun. Dan jika [amalan itu] hanya seberat biji
sawipun pasti Kami mendatangkan [pahala]nya. Dan cukuplah Kami sebagai
pembuat perhitungan."
Ketika manusia disidang di akhirat kelak, tak kan dapatlah ia mengelak, sebagaimana
persidangan-persidangan yang ada di dunia. Jika persidangan yang ada di dunia amat
ditentukan oleh saksi yang terkadang sulit didapatkannya, kredibilitas kejujuran
seorang hakim, dll, akan tetapi di akhirat yang menjadi saksi adalah anggota tubuh
manusia itu sendiri. Jadi tak akan ada lagi alasan, ketika tangan, kaki, mata, telinga
dan semua anggota badannya menjadi saksi dan membeberkan setiap perbuatannya
selama di dunia. Jadi jika demikian, artinya tak akan ada lagi bagi kita tempat berlari
kecuali kembali kepada Allah dengan terus meningkatkan maraqabatullah, perasaan
untuk selalu diawasi Allah.
DISUSUN OLEH :
DINA BELLA FRANSISKA
NIM : 1615401037
POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG
PRODI DIII KEBIDANAN
TAHUN 2016
RESUME AGAMA
1. PENGERTIAN MANUSIA DALAM AL-QUR’AN
Manusia merupakan makhluk Allah yang paling tinggi derajatnya dibanding makhluk
lain. Itu terbukti, Di dalam kitab suci Alquran sebagai kitab penghulu dari segala kitab, di
dalamnya, Allah SWT menggunakan beberapa istilah yang pada dasarnya ayat Al-Quran
tersebut menjelaskan tentang apa saja konsep manusia, bahkan istilah-istilah itu
disebutkan lebih dari satu kali. Istilah-istilah manusia dalam Alquran memiliki arti yang
berbeda-beda. Berikut 5 istilah 'manusia' dalam Alquran, Sebaaimana dihimpun oleh
coretan binder hijau dari berbagai sumber :
a. Al Basyr, Istilah ini menunjukkan makna bahwa manusia adalah anak keturunan Nabi
Adam as dan makhluk fisik yang juga membutuhkan makan serta minum. Kata
'basyar' sendiri disebutkan sebanyak 36 kali dalam bentuk tunggal dan hanya sekali
dalam bentuk 'mutsanna' atau 'jama'. Sebagai makhluk yang bersifat fisik, manusia
tidak jauh berbeda dengan makhluk biologis lainnya. Kehidupan manusia terikat
dengan kaidah prinsip kehidupan biologis seperti berkembang biak.
b. Al Insan, memiliki arti melihat, mengetahui, dan minta izin. Istilah ini menunjukkan
bahwa manusia memiliki kemampuan menalar dan berpikir dibanding dengan
makhluk lainnya. Manusia dapat mengambil pelajaran dari apa yang dilihatnya,
mengetahui yang benar dan yang salah, serta dapat meminta izin ketika menggunakan
sesuatu yang bukan miliknya. Manusia dalam istilah ini merupakan makhluk yang
dapat dididik, memiliki potensi yang dapat digunakan untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan.
c. Al Nas, menunjukkan fungsi manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup
sendiri. Manusia harus menjaga hubungan baik dengan manusia lainnya. Dari awal
terciptanya, seorang manusia berawal dari sepasang laki-laki dan wanita. Ini
menunjukkan bahwa manusia harus hidup bersaudara dan saling membantu.
d. Bani Adam. Manusia dalam istilah ini memiliki arti keturunan Adam. Istilah ini
digunakan untuk menyebut manusia bila dilihat dari asal keturunannya. Istilah 'Bani
Adam' disebutkan sebanyak 7 kali dalam 7 ayat Alquran. Penggunaan kata 'Bani
Adam' menunjuk pada arti manusia secara umum. Terdapat tiga aspek yang perlu
dikaji bila melihat manusia dengan istilah ini. Pertama, berbudaya sesuai dengan
ketentuan Allah, misalnya dengan berpakaian yang menutup aurat. Kedua, saling
mengingatkan dengan manusia lain agar tidak terjerumus dalam perbuatan dosa.
Ketiga, memanfaatkan semua yang ada di alam untuk beribadah.
e. Al Ins, meiliki arti tidak liar atau tidak biadab. Istilah Al Ins berkebalikan dengan
istilah al jins atau jin yang bersifat metafisik dan liar. Jin hidup bebas di alam yang
tidak dapat dirasakan dengan panca indra. Berbeda dengan manusia yang disebut
menggunakan istilah al ins. manusia adalah makhluk yang tidak liar, artinya jelas dan
dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Kata Al Ins disebutkan sebanyak 18
kali dalam Alquran, masing-masing dalam 17 ayat dan 9 surat.
2. PROSES KEJADIAN MANUSIA DALAM AL’QUAN
Al-Qur’an Al-Karim menjelaskan bahwa manusia diciptakan dari saripati tanah.
Terdapat banyak ayat yang menjelaskan tentang hal ini, di antaranya adalah Surat AlMu’minun 12-14, Al-Hajj:5, Ar-Ruum:20, Al-an’am:2, Al-A’raaf:, As-Sajdah: 7.
Perhatikan ayat-ayat Al Qur-an berikut yang menjelaskan tentang hal tersebut :
َـن ثُ ّم َخلَ ْقنـ َـا النّ ْطفـ َـةَ َعلَقـ َـةً فَ َخلَ ْقنـ َـا ال َعلَقـ َـة
ُ ْسـانَ ِمن
َ َو لَقَ ْد َخلَقـْنَا ْا ِل ْن
ٍ سلَلَ ٍة ِمنْ ِطيـْ ٍن ثُ ّم َج َع ْلنَـاهُ نُ ْطفَـةً فِى قَـ َرا ٍر َم ِك ْيــ
َ ُسـن
َالخالِقِيـْن
ْ ضغـَةً فَ َخلَ ْقنـَا ا ْل ُم
ْ ُم
َ س ْونَا ْال ِعظَا َم لَ ْح ًمـا ثُ ّم أَ ْنشَـأْنـَاهُ َخ ْلقـًا آخـ َ َر فَتَبـَا َر َك اُ أَ ْح
َ ض َغـةَ ِعظَا ًما فَ َك
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal dari
tanah). Lalu Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang
kokoh (rahim). Lalu air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu
Kami jadikan segumpal daging, lalu segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang,
lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Lalu Kami jadikan dia makhluk
yang berbentuk lain. Maka Mahasuci Allah, Pencipta Yang Paling Baik ” (QS AlMu`minun:12-14)
ضـ َغ ٍة ُم َخلّقَـ ٍة َو َغ ْيـ ِر
ْ ب ثُ ّم ِمنْ نُ ْطفَ ٍة ثُ ّم ِمنْ َعلَقَ ٍة ثُ ّم ِمنْ ُم
ُ ّيَا أَ ّي َها الن
ٍ ث فَإِنّا َخلَ ْقنَا ُك ْم ِمنْ تُ َرا
ِ ب ِمنَ ا ْلبَ ْع
ٍ اس إِنْ ُك ْنتُ ْم فِي َر ْي
ش ّد ُك ْم َو ِم ْن ُك ْم َمنْ يُتَ َوفّى َو ِم ْن ُك ْم
ُ َس ًمًى ثُ ّم نُ ْخ ِر ُج ُك ْم ِط ْفل ثُ ّم لِتَ ْبلُ ُغوا أ
ْ ُم َخلّقَ ٍة لِنُبَيِنَ لَ ُك ْم َونُقِ ّر فِي
َ ارر َح ِام َما نَشَا ُء إِلَى أَ َج ٍل ُم
ْض هَا ِم َدةً فَإ ِ َذا أَ ْن َز ْلنَا َعلَ ْي َها ا ْل َما َء ا ْهتَ ّزتْ َو َربَتْ َوأَ ْنبَتَت
ش ْيئًا َوتَ َر
َ َمنْ يُ َر ّد إِلَى أَ ْر َذ ِل ا ْل ُع ُم ِر لِ َك ْيل يَ ْعلَ َم ِمنْ بَ ْع ِد ِع ْل ٍم
ْ
َ ارر
يج
ْ ِمنْ ُك ِل
ٍ ج بَ ِه
ٍ زَو
“Hai manusia, jika kamu dalam keraguan kebangkitan kubur maka sesungguhnya Kami
telah menjadikan kamu dari tanah kemudian setetes mani kemudian segumpal darah
kemudian segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna. Kami
jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki
sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi,
kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampai kepada kedewasaan, dan di antara
kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya
sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatu pun yang dahulunya telah
diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah kami air diatasnya
, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan bermacam tumbuhan yang indah
(QS.Al Hajj:5)
Tahapan-tahapan yang dipahami sain, yaitu terjadi pertemuan spermatozoa (laki-laki)
dengan ovum (wanita). Sel telur (ovum) dibuahi spermatozoa sehingga terbentuk zygote
yang kemudian berkembang menjadi embrio dan janin manusia. Pada suatu tahap proses
pembentukan manusia tersebut, Allah meniupkan ruh sebagaimana firmanNya:
ْ َصا َر َوار ْفئِ َدةَ قَلِيل َما ت
َش ُكرُون
ّ س ّواهُ َونَفَ َخ فِي ِه ِمنْ ُرو ِح ِه َو َج َع َل لَ ُك ُم ال
َ س ْم َع َوار ْب
َ ثُ ّم
“Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh)nya ruh
(ciptaan)Nya, dan Dia menjadikan bagimu pendengaran, penglihatan, dan hati; (tetapi)
kamu sedikitu sekali bersyukur” (As Sajadah:9)
Hadits Rasulullah SAW. yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim menjelaskan lebih rinci
lagi, yaitu :
“ Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan kejadiannya dalam perut ibunya 40 hari
sebagai nutfah, kemudian sebagai ‘alaqah (segumpal darah) seperti itu pula (40 hari),
lalu sebagai mudghah (segumpal daging) seperti itu, kemudian diutus Malaikat
kepadanya, lalu Malaikat itu meniupkan ruh ke dalam tubuhnya”
Pada tahapan selanjutnya, janin setelah menjalani masa dalam kandungan selama 9 bulan
10 hari kemudian lahir sebagai seorang bayi yang berkembang menjadi seorang balita,
kanak-kanak, remaja, dewasa, tua-renta dan kemudian kembali kepada Allah.
3. TUJUAN DAN FUNGSI PENCIPTAAN MANUSIA DENGAN MAHLUK LAIN
Setiap penciptaan pasti memiliki tujuan. Robot deprogram untuk mematuhi setiap
perintah pembuatnya, begitu juga manusia yang diciptakan untuk beribadah mematuhi
setiap perintah-Nya dan menjahui semua larangan-Nya.
Seperti firman Allah dalam Al-Quran surat Adz Dzaariat ayat 56.
ْ ِ ـتﺍُ ْﻟ ِج ّن َوٱ
ُ َومـَﺎ َﺨﻟَ ْق
ۥون
َ ﻹ
ِ ﻨﺲ ﺇِﻵَ ﻟِڍـ َ ْﻌﺐۥد
“Dan tidak Ku-ciptakan jin dan manusia melainka untuk menyembah kepada-Ku.”
Misi penciptaan manusia adalah untuk penyembahan kepada sang pencipta, Allah
SWT. Pengertian penghambaan kepada Allah tidak boleh diartikan secara sempit dengan
hanya membayangkan aspek ritual yang tercermin dalam sholat saja. Penyembahan
berarti ketundukan manusia kepada hukum-hukum Allah dalam menjalankan kehidupan
di muka bumi ini, baik yang menyangkut hubungan vertical maupun horizontal.
Penyembahan manusia kepada Allah lebih mencerminkan kebutuhan manusia
terhadap terwujudnya sebuah kehidupan dengan tatanan yang baik dan adil. Oleh karena
itu penyembahan tersebut harus dilakukan secara sukarela tanpa paksaan, hanya karena
Allah (penyembahan yang sempurna dari seorang manusia akan menjadikan dirinya
sebagai khalifah di muka bumi). Keseimbangan alam dapat terjaga dengan hukum-hukum
alam yang kokoh. Keseimbangan pada kehidupan manusia dapat terjaga dengan tegaknya
hukum. Hukum kemanusiaan yang telah Allah tekankan. Kekacauan kehidupan manusia
tidak sekedar akan menghancurkan tatanan kehidupan kemanusiaan mereka sendiri, tetapi
juga dapat menghancurkan bagian-bagian alam semesta yang lain.
ََومـَآٲَرْ َسـﻠـْﻨـٰكَ ٳِﻻّ َرﺤْ َﻤﺔً ﻠّﻠ َﻌ ٰـﻠ ِﻤﻴن
“Dan tidaklah kami mengutus kamu melainkan untuk menjadikan rahmat bagi semesta
alam” (Al-Anbiya 107)
Maka jalaslah kesatuan manusia dan alam semesta ini dapat terjaga dengan baik jika
manusia dapat menjalankan fungsi kekhalifahannya dimuka bumi ini. Manusia dibekali
akal selain naluri yang membedakan dengan hewan. Dan akal pula yang sering kali
membuat manusia memiliki agenda sendiri ketika melakukan penciptaan, bahkan tak
jarang bertentangan dengan misi penciptaan dirinya. Islam merupakan sistem hidup yang
tidak memisahkan antara kehidupan dunia dan akhirat. Apa yang kita lakukan di dunia
menjadi rujukan dimana kelak Allah SWT akan menempatkan kita, surge atau neraka.
Para seniman, budayawan muslim, serta para ulama yang dimotori oleh Djamaludin
Malik menyatakan, bahwa yang disebut dengan kebudayaan, kesenian Islam ialah
manivestasi dari rasa, cipta dan karsa manusia muslim dalam mengabdi kepada Allah
untuk kehidupan umat manusia.
Manusia
sebagai
mahkluk
ciptaan
Allah
memiliki
kebutuhan
untuk
mengaktualisasikan diri. Sastra juga dapat dipandang sebagai bentuk komunikasi antar
manusia dengan manusia, dan manusia dengan sang pencipta. Komunikasi merupakan
proses yang dilakukan suatu system untuk mempengaruhi sistem yang lain melalui
pengaturan sinyal-sinyal disampaikan. Memperoleh nilai dan menggerakkan tindakan
adalah tujuan akhir dari seni sastra. Seperti apa karya yang baik itu? Karya yang baik
adalah karya yang mampu menggerakkan orang untuk melakukan perubahan menuju arah
kebaikan. Pemahaman ini sejalan dengan tujuan pencipta manusia sebagai khalifah di
muka bumi (Joni Ariadinata, aku bisa nulis cerpen, hal.34). Albert camus dalam bukunya
Mite Sisifus mengatakan bahwa sastra tidak boleh memihak apapun, kecuali dirinya
sendiri. Pernyataan ini jelas bertentangan sekali dengan apa yang disampaikan Seno
Gumiro Ajidaima dalam esainya kehidupan sastra dalam pikiran yang mengatakan, ketika
jurnalisme dibungkam, sastra harus bicara. Karena jika jurnalisme bicara dengan fakta,
sastra bicara dengan kebenaran. Sastra tentu saja harus berfihak pada kebenaran dan
keadilan, pada nilai-nilai Islam tanpa harus kehilangan nilai estetikanya (Helfi Tiana,
2001)
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat “sesungguhnya Aku hendak
menciptakan khalifah di muka bumi ini”. Mengapa engkau hendak menjadikan (khalifah)
di bumi ini itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah,
padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?.
Tuhan berfirman “ sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui” (AlBaqoroh 130). Manusia diciptakan akan Allah untuk menjadi khalifah di muka bumi ini.
Manusia bertugas menyuburkan bumi dengan menjalankan syariat. Untuk menjalankan
tugasnya, manusia dilengkapi dengan perangakat yang sempurna. Perngakat itu
dianugerahkan Allah secara bertahap, agar menusia dapat memiliki waktu untuk
mengembangaka potensi itu.
Pada saat lahir manusia, belum bisa melihat dan juga berbahasa seperti sekarang.
Mereka baru bisa mendengar. Setelah itu diberikanlah penglihatan, kemudian ia
mengembangkan organ-oragan geraknya agar dapat berdiri dan berjalan, ia mendapatkan
informasi berupa suara, warna, rasa, bau dan tekstur, mulailah memiliki kemampuan
berbahasa. Dia mulai dapat mempelajari hidup. Aqalnya semakin berkembang. Saat
akalnya berkembang inilah seharusnya manusia diajarkan tentang Allah dan syariat yang
dibebankan padanya. Sebab pada masa ini, nafsu dan emosi manusia belum sempurna,
sehingga akal masih mendominasi fikiranya. Akal adalah elemen hati yang patuh kepada
Allah. Emosi dan keinginannya belum sempurna. Dia baru memiliki keinginan makan,
minum, perasaan sayang yang tulus, perasaan marah, sedih, senang,dsb. Jika pada masa
ini manusia diberi informasi dan pelatihan yang cukup tentang Allah, syariat, akhlak
mulia, tugas manusia, insya Allah manusia tersebut akan mudah menjalankan tugastugasnya sebagai khalifah di muka bumi ini. Maka sangat penting nuntuk
mengembangkan akal secara maksimal pada tahap-tahap awal.
Setelah kedewasaan akal dan emosi berkembang, mulailah nafsu dan tubuhnya mulai
menjadi sempurna. Ia mulai memahami dan mengalami apa yang disebut syahwat
terhadap lawan jenis. Mulai saat itulah ia harus berdiri menjalankan tugasnya sebagai
khalifah. Tetapi ada satu hal yang mungkin dilupakan manusia, yaitu kedewasaan ruh.
Dan ternyata tidak semua manusia berkembang dengan pesat diwaktu dini dalam hal ini.
Mungkin hanya ruh pada nabi dan rosul saja yang berkembang pesat. Ruhnya disaan
masih bayi. Sedangkan yang lain berumur tujuh tahun barulah berkembang pesat dan ada
pula yang ruhnya malah makin kedil tidak berkembang. Ruh inilah yang didalamnya
terdapat potensi pengenalan kepada Allah yang telah menciptakan segalanya. Ruh inilah
yang akan mencintai Allah. Dan itulah tujuan manusia diciptakan agar mengenal Allah.
Dengan mengenal Allah, ibadah dan perjalanan kita tidak salah alamat, dengan syariat
Allah, ibadah dan perjalanan kita tidak salah cara.
Allah mengajarkan manusia untuk menyembahNya agar manusia tidak menyembah
selain-Nya. Sebab nenyembah dan mencintai yang selain Dia akan menyebabkan manusia
menjadi resah gelisah dan gundah gulana.
Seharusnya kita sadar bahwa kita hanyal suatu ciptaan. Allah menciptakan kita bukan
sekedar iseng. Allah menciptakan kita untuk suatu yang besar,untuk menjadi khalifah di
bumi. Tetapi kita sering meipakan Allah disebabkan kta terlalu asyik dengan pekerjaan
kita. Dan tidaklah kita ciptakan langit dan bumi dan segalanya yang ada diantara
keduanya dengan bermain-main (QS. Al-Anbia’: 16). Maka biarlah mereka tenggelam
(dalam kesesatan) dan bermain-main sampai mereka menemui hari yang dijanjikan
kepada mereka (Az-Zukhruf: 83). Sesunggunya kami telah mengemukakan amanat pada
langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan
mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia.
Sesunguhnya manusia itu amat dzalim dan amat bodoh (QS. Al-Absab:72).
Tujuan penciptaan manusia
Tujuan penciptaan manusia adalah untuk penyembahan Allah. Pengertian
penyembahan kepada Allah tidak boleh diartikan secara sempit, dengan hanya
membayangkan aspek ritual yang tercermin salam solat saja. Penyembahan berarti
ketundukan manusia pada hukum Allah dalam menjalankan kehidupan di muka bumi,
baik ibadah ritual yang menyangkut hubungan vertical (manusia dengan Tuhan) maupun
ibadah sosial yang menyangkut horizontal ( manusia dengan alam semesta dan manusia).
Penyembahan manusia pada Allah lebih mencerminkan kebutuhan manusia terhadap
terwujudnya sebuah kehidupan dengan tatanan yang adil dan baik. Oleh karena itu
penyembahan harus dilakukan secara sukarela, karena Allah tidak membutuhkan
sedikitpun pada manusia termasuk pada ritual-ritual penyembahannya. Dalam hal ini
Allah berfirman:
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyambah-Ku.
Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka dan aku tidak menghendaki
supaya mereka member aku makan. Sesungguhnya Allah, Dialah maha pemberi Rezeki
yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh. (az-Zaariyaat, 51:56-58).
Dan mereka telah di perintahkan kecuali supaya mereka menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus dan supaya
mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat dan degnan dekimikian itulah agama
yang lurus. (Bayinnah, 98:5)
Penyembahan yang sempurna dari seseorang manusia akan menjadikan dirinya sebagai
khalifah Allah di muka bumi dalam mengelola kehidupan alam semesta. Keseimbangan
alam dapat terjaga dengan hukum-hukum alam yang kokoh. Keseimbangan pada
kehidupan manusia tidak sekedar akan menghancurkan bagian-bagian alam semesta yang
lain, inilah tujuan penciptaan manusia di tengah-tengah alam.
Fungsi dan peranan manusia dalam islam
Berpedoman kepada QS Al Baqoroh 30-36, maka peran yang dilakukan adalah sebagai
pelaku ajaran Allah dan sekaligus pelopor dalam membudayakan ajaran Allah. Untuk
menjadi pelaku ajaran Allah, apalagi menjadi pelopor pembudayaan ajaran Allah,
seseorang dituntut memulai dari diri dan keluarganya, baru setelah itu kepada orang lain.
Peran yang hendaknya dilakukan seorang khalifah sebagaimana yang telah ditetapkan
Allah, diantaranya adalah :
a. Belajar (surat An naml : 15-16 dan Al Mukmin :54) ; Belajar yang dinyatakan pada
ayat pertama surat al Alaq adalah mempelajari ilmu Allah yaitu Al Qur’an.
b. Mengajarkan ilmu (al Baqoroh : 31-39) ; Khalifah yang telah diajarkan ilmu Allah
maka wajib untuk mengajarkannya kepada manusia lain.Yang dimaksud dengan ilmu
Allah adalah Al Quran dan juga Al Bayan
c. Membudayakan ilmu (al Mukmin : 35 ) ; Ilmu yang telah diketahui bukan hanya
untuk disampaikan kepada orang lain melainkan dipergunakan untuk dirinya sendiri
dahulu agar membudaya. Seperti apa yang telah dicontohkan oleh Nabi SAW.
Di dalam Al Qur’an disebutkan fungsi dan peranan yang diberikan Allah kepada
manusia.
Menjadi abdi Allah. Secara sederhana hal ini berarti hanya bersedia mengabdi kepada
Allah dan tidak mau mengabdi kepada selain Allah termasuk tidak mengabdi kepada
nafsu dan syahwat. Yang dimaksud dengan abdi adalah makhluk yang mau
melaksanakan apapun perintah Allah meski terdapat resiko besar di dalam perintah
Allah. Abdi juga tidak akan pernah membangkang terhadap Allah. Hal ini tercantum
dalam QS Az Dzariyat : 56“Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka menyembahKu”
Menjadi saksi Allah. Sebelum lahir ke dunia ini, manusia bersaksi kepada Allah
bahwa hanya Dialah Tuhannya.Yang demikian dilakukan agar mereka tidak ingkar di
hari akhir nanti. Sehingga manusia sesuai fitrahnya adalah beriman kepada Allah tapi
orang tuanya yang menjadikan manusia sebagai Nasrani atau beragama selain Islam.
Hal ini tercantum dalam QS Al A’raf : 172
“Dan (ingatlah), keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil
kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):”Bukankah Aku ini Tuhanmu?”.
Mereka menjawab:”Betul (Engkau Tuhan Kami),kami menjadi saksi”.(Kami lakukan
yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan:”Sesungguhnya kami
(Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini(keesaan Tuhan)”
Khalifah Allah sebenarnya adalah perwakilan Allah untuk berbuat sesuai dengan misi
yang telah ditentukan Allah sebelum manusia dilahirkan yaitu untuk memakmurkan
bumi. Khalifah yang dimaksud Allah bukanlah suatu jabatan sebagai Raja atau
Presiden tetapi yang dimaksud sebagai kholifah di sini adalah seorang pemimpin
Islam yang mampu memakmurkan alam dengan syariah-syariah yang telah diajarkan
Rosulullah kepada umat manusia. Dan manusia yang beriman sejatilah yang mampu
memikul tanggung jawab ini. Karena kholifah adalah wali Allah yang mempusakai
dunia ini.
4. SIFAT-SIFAT MANUSIA MENURUT ISLAM
a. Selalu berangan-angan. Firman Allah : …..dan kamu ragu-ragu serta ditipu oleh
angan-angan kosong sehingga datanglah ketetapan Allah;dan kamu telah ditipu
terhadap Allah oleh (syaitan) yang amat penipu.(Al hadid : 14)
b. Berlaku Tidak adil/curang. Firman Allah : Dan Syu’aib berkata: “Hai kaumku,
cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan
manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka
bumi dengan membuat kerusakan.(Hud : 85)
c. Tidak pernah merasa puas. Firman Allah : Maka kamu minum seperti unta yang
sangat haus minum (Al waqiah : 55)
d. Suka berdebat. Firman Allah : Yang demikian itu adalah karena Allah telah
menurunkan Al Kitab dengan membawa kebenaran; dan sesungguhnya orang-orang
yang berselisih tentang (kebenaran) Al Kitab itu, benar-benar dalam penyimpangan
yang jauh (dari kebenaran).(Albaqarah: 176)
e. Suka membuat kerusakan Firman Allah : Kemudian jika mereka berpaling (dari
kebenaran), maka sesunguhnya Allah Maha Mengetahui orang-orang yang berbuat
kerusakan. (Ali Imran:64)
f. Suka meremehkan. Firman Allah : Maka apakah kamu menganggap remeh saja AlQuran ini? (alwaqiah : 81)
g. Hitung-hitung rezeki. Firman Allah : Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat
Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benarbenar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(An Nahl:18)
h. Mencampur aduk yang hak dan batil . Firman Allah : Hai Ahli Kitab, mengapa
kamu mencampur adukkan yang haq dengan yang bathil, dan menyembunyikan
kebenaran, padahal kamu mengetahuinya?(Ali Imran 71)
i. Suka mengejek dan berolok-olok: Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?”(Attaubah : 65)
j. Suka mengambil hak orang lain. Firman Allah Hai orang-orang yang beriman,
sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib
Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka
menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. (Ataubah:34)
k. Berlebih-lebihan
hingga melampaui batas. Firman Allah :
Ketahuilah!
Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, (Al Alaq:6)
5. PERSAMAAN DAN PERBEDAAN MANUSIA DENGAN MAHLUK LAIN
Manusia dan makhluk lainnya itu memiliki persamaan dan juga perbedaan. Salah
satunya adalah manusia dan makhluk lain memiliki tujuan yang sama dalam hal
penciptaan yaitu untuk beribadah kepada Allah. Sedangkan dalam hal raga dan ruh
manusia memiliki perbedaan. Raga manusia termasuk ke dalam derajat terendah diantara
makhluk lainnya sedangkan ruh manusia termasuk ke dalam derajat tertinggi.
Hikmah yang terkandung dalam hal ini adalah manusia mengemban beban amanat
pengetahuan tentang Allah sebab tidak sesuatupun di dunia ini yang memiliki kekuatan
yang mampu mengemban beban amanat ini. Manusia mempunyai kekuatan ini melalui
esensi sifat-sifat ruh yang diberikan Allah. Tidak ada satupun di dunia ruh yang
menyamai kekuatan ruh ini, baik itu malaikat maupun jin.
1) Quraish Shihab:Membumikan Al Quran : 28)
2) QS. Ar Rum 30
Berikut ini persamaan dan perbedaan manusia dengan makhluk lainnya :
1. Persamaan
-
Semua makhluk termasuk manusia adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah
SWT.
-
Tujuan penciptaannya adalah hanya untuk beribadah kepada Allah.
-
Semua makhluk akan kembali kepada Allah.
-
Dan tiap-tiap makhluk ada di dalam penjagaan dan pengawasan Allah.
2. Perbedaan
-
Manusia memiliki hati nurani dan juga nafsu tapi makhluk lain hanya memiliki
salah satunya saja.
-
Derajat manusia sejati adalah lebih tinggi dari makhluk yang lain.
-
Manusia tercipta dari tanah sebagai jasad dan nur sebagai hati. Sedangkan
makhluk lain tidak ada yang tercipta dari tanah dan nur.
-
Bentuk ibadah manusia telah diatur di dalam Al Qur’an.
-
Manusia diberi kebebasan untuk memilih jalan kehidupannya.
6. EKSITENSI DAN MARTABAT MANUSIA
Tujuan Penciptaan Manusia
Setiap penciptaan sesuatu, pastilah punya tujuan. Seperti sama-sama telah kita ketahui,
tiada sesuatupun diciptakan-Nya tanpa tujuan (QS. 3:191). Lalu apakah tujuan penciptaan
kita (manusia) di bumi ini oleh Allah Ta’ala? Hal ini sangat penting sekali kita ketahui
apabila kita ingin berjalan di muka bumi ini sesuai dengan apa kehendak sang pencipta.
Dalam Al Qur’an disebutkan bahwa tujuan penciptaan manusia ada 3 (tiga) yaitu:
Menjadi ABDI ALLAH (QS 51:56)
Menjadi abdi Allah secara sederhana berarti ‘hanya bersedia mengabdi kepada Allah
Ta’ala’. Tidak mau mengabdi kepada selain dari Allah Ta’ala, termasuk di dalamnya
mengabdi kepada hawa nafsu dan syahwat kita sendiri. Melepaskan diri dari perbudakan
hawa nafsu dan syahwat merupakan bagian dari tahapan pertaubatan yang harus
dilakukan.
Contohnya seperti makna tersirat dari kisah Nabi Musa, ketika Musa A.S membebaskan
Bani Israil (juga bermakna batin nafs muthmainnah) dari perbudakaan Fir’aun (makna
batin: hawa nafsu dan syahwat), menuju tanah suci yang dijanjikan (makna batin: qalbun
salim).
Menjadi SAKSI ALLAH (QS 7:172)
Sebelum lahir ke dunia ini nafs manusia berjanji (saksi; asyhadu, syahid, syuhada) kepada
Allah Ta’ala di alam Alastu, mempersaksikan bahwa hanya Allah-lah Rabb-nya (Q.S.
7:172). Yang demikian dilakukan agar mereka tidak ingkar di hari akhir nanti.
Pada saat ini pula Allah Ta’ala telah menentukan kepadanya empat perkara , yaitu: (1)
Ajal, (2) Rezeki, (3) Amal, serta (4) Keberuntungan dan Musibah (Hadits riwayat
Muslim). Dari hadits ini, berbeda dengan anggapan umum, kita lihat bahwa jodoh tidak
masuk ke dalam yang ditentukan saat itu.
Di sini pula kita sering tergelincir memaknai ’syuhada’. Kata ’syuhada’, akar katanya
sama dengan kata pada syahadat kita ‘Asyhadu’, artinya bersaksi, mempersaksikan
dengan sepenuh kepercayaan, dengan sepenuh keyakinan (mengenai Tuhannya). Kata
’syuhada’ tidak semata-mata berarti orang yang mati di medan perang. Kata
’syuhada’ berarti ‘orang yang telah mempersaksikan’.
Di zaman Rasulullah, mereka yang gugur ketika berniat mengorbankan jiwa mereka
untuk Allah melalui jalan yang tersedia dan dibutuhkan ummat pada masa itu
(berperang), yang pengorbanannya diterima oleh Allah, dianugerahi sebuah ‘penyaksian
(akan kebenaran)’ melalui gugurnya mereka di medan perang. Maka, belum tentu setiap
orang yang gugur di medan perang adalah ’syuhada’. Juga hal ini berimplikasi bahwa
banyak cara lain menjadi seorang ’syuhada’ selain melalui peperangan.
Menjadi KHALIFAH ALLAH (QS 2:30)
Khalifah Allah sebenarnya adalah perwakilan Allah untuk memakmurkan bumi. Banyak
yang salah mengira bahwa menjadi khalifah berarti ‘menguasai’. Adam A.S
bukanlah manusia pertama, tetapi ia adalah khalifah pertama. Sebelumnya terdapat
manusia-manusia yang tidak bertugas sebagai khalifah, seperti Pitecanthropus,
Meganthropus, Paleo Javanicus, dsb. Lihatlah penggunaan kata: ‘Khalifah’ bukan ‘Insan’
di ayat tersebut.
Untuk bertugas sebagai khalifah, bukan berarti harus selalu dibentuknya sebuah sistem
pemerintah berlabelkan Islam. Sebenarnya tiap individu dapat berperan sebagai khalifah
Allah di muka bumi ini secara individual, karena sesungguhnya seorang manusia baru
berfungsi sebagai khalifah, adalah ketika ia berkarya di bumi ini berdasarkan misi untuk
berbuat yang Allah telah tentukan kepadanya di alam Alastu.
Masing-masing orang punya “Misi Suci” yang berbeda-beda, yang telah Allah tugaskan
kepadanya. Berdasarkan misi suci inilah “untuk apa” seseorang diciptakan dan “menurut
apa dimudahkan kepadanya”.
Dalam hadits Rasulullah SAW disebutkan:
Seseorang bertanya kepada Rasulullah SAW, “Ya Rasulullah, sudahkah dikenal para
penduduk neraka dan penduduk surga?” Jawab Rasulullah: “Sudah.” Lalu ia kembali
bertanya: “Kalau begitu untuk apa manusia beramal ?” Rasulullah SAW menjawab:
“Mereka beramal untuk apa dia diciptakan dan menurut apa yang dimudahkan
kepadanya”. (Hadits Riwayat Bukhari).
Kebanyakan manusia tidak mengetahui untuk apa dia dicipta di dunia ini. Sehingga masuk akal- apabila ia tidak dapat menjadi wakil serta penjelmaan citra Allah di muka
bumi sebagai khalifah (pemakmur bumi).
Ketika seorang berkarya di bumi ini sesuai dengan Misi Hidup nya, maka secara langsung
ia telah berkarya sesuai dengan apa yang Allah kehendaki padanya. Maka secara
langsung pula ia telah menjadi Abdi Allah (QS 51:56) secara hakiki.
Fungsi dan Peranan yang diberikan Allah pada Manusia
Tanggung Jawab Manusia sebagai Hamba dan Khalifah Allah
a. Tanggung Jawab Manusia sebagai Hamba Allah
Sebagai hamba Allah maka manusia harus menuruti kemauan Allah, yang tidak boleh
membangkang pada-Nya. Jika kita membangkang maka kita akan terkena
konsekwensi yang sangat berat. Kita adalah budak Allah, karenanya setiap perilaku
kita harus direstui oleh-Nya, harus menyenangkan-Nya, harus mengagungkan-Nya.
Kita ini memang budak dihadapan Allah, namun dengan inilah kita menjadi mulia,
kita menjadi mempunyai harga diri, kita menjadi mempunyai jiwa, kita menjadi
mempunyai hati, kita menjadi mempunyai harapan cerah yang akan diberikan Tuhan
kita, karena ketaatan kita itu. Dengan kedudukan ini, maka Manusia mempunyai dua
tugas, pertama, ia harus beribadah kepada Allah baik dalam pengertian sempit
maupun luas. Beribadah dalam arti sempit artinya mengerjakan Ibadah secara ritual
saja, seperti, Sholat, puasa, haji, dan sebagainya. Sedangkan ibadah dalam arti luas
adalah melaksanakan semua aktifitas baik dalam hubungan dengan secara vertikal
kepada Allah SWT maupun bermuamalah dengan sesama manusia untuk memperoleh
keridoan Allah sesuai dengan ketentuan-ketentuan Allah SWT dan Hadist. Dan
tentunya dari makna ibadah dalam arti luas ini akan terpancarkan pribadi seorang
muslim sejati dimana seorang muslim yang mengerjakan kelima rukun Islam maka
akan bisa memberikan warna yang baik dalam bermuamalah dengan sesama manusia
dan banyak memberikan manfaat selama bermuamalah itu. Disamping itu segala
aktifitas yang kita lakukan baik itu aktifitas ibadah maupun aktifitas keseharian kita
dimanapun berada di rumah, di kampus di jalan dan dimanapun haruslah hanya
dengan niat yang baik dan lillahi ta'ala, tanpa ada motivasi lain selain ALLAH,
sebagai misal beribadah dan bersedekah hanya ingin dipuji oleh orang dengan sebutan
“alim dan dermawan”; ingin mendapatkan pujian dari orang lain; ingin mendapatkan
kemudahan dan fasilitas dari atasan selama bekerja dan studi dengan menghalalkan
segala cara dan lain sebagainya. Sekali lagi jika segala aktifitas bedasarkan niatnya
karena Allah, dan dilakukan dengan peraturan yang Allah turunkan maka hal ini
disebut sebagai ibadah yang sesungguhnya. Di dalam Adz Dzariyat 56: "Dan Aku
tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku." Kita
beribadah kepada Allah bukan berarti Allah butuh kepada kita, Allah sama sekali
tidak membutuhkan kita. Bagi Allah walaupun semua orang di dunia ini menyembahNya, melakukan sujud pada-Nya, taat pada-Nya, tidaklah hal tersebut semakin
menyebabkan meningkatnya kekuasaan Allah. Demikian juga sebaliknya jika semua
orang menentang Allah, maka hal ini tak akan mengurangi sedikitpun kekuasaan
Allah. Jadi sebenarnya yang membutuhkan Allah ini adalah kita, yang tergantung
kepada Allah ini adalah kita, yang seharusnya mengemis minta belas kasihan Allah
ini adalah kita. Yang seharusnya menjadi hamba yang baik ini adalah kita. Allah
memerintahkan supaya kita beribadah ini sebenarnya adalah untuk kepentingan kita
sendiri, sebagai tanda terimakasih kepada-Nya, atas nikmat yang diberikan-Nya, agar
kita menjadi orang yang bertaqwa, Allah SWT berfirman: “Hai manusia, sembahlah
Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu
bertakwa” [2 : 21] Dan satu hal penting yang harus dicatat adalah bahwa beribadah
hanyalah kepada Allah saja, menggantungkan hidup ini hanyalah kepada-Nya saja.
Dunia ini adalah instrumen semata, yang akan berperan sebagai bahan ujian dari-Nya.
b. Tanggung Jawab Manusia sebagai Khalifah Allah
Tugas kedua manusia adalah sebagai Kalifatullahi, kalifah Allah. Segala sesuatu
yang ada di dunia ini telah ditaklukkan Allah bagi manusia, Hewan, tumbuhan,
binatang, bumi dengan segala apa yang terpendam di dalamnya. Allah memberikan
gambaran tentang diberikannya tugas khalifah ketika berdialog dengan malaikat,
dalam
Q.S
2:30:
Ingatlah
ketika
Tuhanmu
berfirman
kepada
para
Malaikat:'Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.'
Mereka berkata: 'Mengapa Engkau hendak menjadikan [khalifah] di bumi itu orang
yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?' Tuhan
berfirman: 'Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.' Jika tugas
manusia adalah sebagai seorang pemimpin, tentu ia harus dapat membangun dunia ini
dengan sinergis, dapat melakukan perbaikan-perbaikan, baik antara dirinya dengan
alam, maupun antar sesama itu sendiri.
Tanpa kepekaan dan pengasahan diri sejak awal serta menggali pengalaman sebagai
seorang pemimpin yang sesugguhnya maka akan sangat jauhlah diri kita dengan
sebutan “Kalifah di muka bumi”, ini seperti halnya “sipunguk merindukan bulan”,
tanpa berbuat sesuatu namun mengharapkan sesuatu yang besar. Seorang pemimpin
dengan kekuasaan yang diberikan kepadanya, kemampuan untuk mengolah dan
mengeksplorasi alam, maka sebenarnya ia tak boleh semena-mena terhadap.
Akan tetapi jika fungsi kekalifahan di bumi yang diberikan Allah dapat dimanfaatkan
dengan sebaik-baiknya, maka begitu besar keberuntungan yang akan diperolehnya,
sebagaimana yang dilakukan nabi Saleh kepada umatnya "Dan kepada Tsamud [Kami
utus] saudara mereka Shaleh. Shaeh berkata: 'Hai kaumku, sembahlah Allah, sekalikali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi
[tanah] dan menjadikan kamu pemakmurnya , karena itu mohonlah ampunan-Nya,
kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku amat dekat [rahmat-Nya]
lagi memperkenankan [do'a hamba-Nya].' [11:61] Maka hendaknya kita berhati-hati,
akan amanah yang telah diberikan Allah kepada kita, karena sebenarnya setiap kita
adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya
masing-masing di sisi Allah
Pedoman Dan Bekal Manusia.
Untuk pedoman hidup manusia Allah SWT menurunkan Al Qur'an agar supaya
manusia bisa mengemban amanah yang diberikan oleh Allah SWT, disamping itu
juga kita juga wajib untuk melaksanakan pedoman hidup dan cara beribadah dan
bermuamalah berdasarkan Sunnah Rasullullah SAW, serta ijtihad para ulama dan
tabiin yang berdasarkan pada Al Quran dan Al Hadist. Bekal manusia yang dapat
digunakan untuk memahami ayat-ayatNya. Allah menganugerahkan mata, telinga,
akal dan hati. Dan nantinya mata, telinga, dan hati akan dimintai pertanggung
jawaban Allah. Untuk apa selama ini digunakan. Inna sam'a wal abshoro wal fu'ada
kullu ulaaaika 'anhu mas'uula, (sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati,
tiap-tiap dari mereka akan dimintai pertangunggjawabannya).
Allah telah memberikan banyak hal kepada kita, pedoman yang berupa Al Quran,
demikian pula Allah telah memberikan bagi kita bekal berupa mata, telinga, dan hati
yang bisa digunakan untuk mencerna ayat-ayat Allah dan petunjuk Rasulullah SAW.
Karenanya sangatlah adil jika kemudian Allah menuntut tanggungjawab kita sebagai
manusia. Selama di dunia ini, apa saja yang telah kita lakukan. Al Qur'an yang kita
punya, kita gunakan untuk apa saja, apakah memang telah kita gunakan sebagai
pedoman dalam keseluruhan aspek kehidupan, ataukah kita abaikan begitu saja.
Demikian pula petunjuk yang diberikan Rasul, apakah kita taati, ataukah selama ini
kita hanya menggunakan Sunnah Nabi dan al Qur'an sebagai pembenar-pembenar saja
dari apa yang ada pada pikiran kita. Karenanya Allah menegaskan, bahwa
pertanggungjawaban manusia itu akan diminta. Akan tetapi manusia banyak yang
mengira bahwa hidup ini dibiarkan begitu saja, atau barangkali ia tahu akan tetapi
tidak menyadarinya, karena tertutupi penglihatannya dengan fatamorgana dunia.
Karenanya tidaklah salah jika Allah dengan pertanyaan retorisnya mengatakan :
'Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja [tanpa pertanggung
jawaban]?' [75:36].
'Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua, tentang apa yang
telah mereka kerjakan dahulu.' [15:92-93]. Dan ayat yang lain: 'Tiap-tiap diri
bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya,' [74:38].
Dalam surat Al zalzalah yang menceritakan hari kiamat Allah memberikan gambaran
bahwa di hari itu, manusia akan keluar dari kuburnya dalam berbagai macam keadaan
sesuai dengan amalan yang telah mereka kerjakan, "Pada hari itu manusia ke luar
dari kuburnya dalam keadaan bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada
mereka [balasan] pekerjaan mereka" [99:6]. ''Barangsiapa yang mengerjakan
kebaikan seberat biji zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)-Nya. Dan
barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat biji zarrah pun, niscaya dia akan
melihat (balasan)-Nya pula.'' (99:7-8)
Dari ayat di atas dapat kita ambil hikmah bahwa betapa Allah SWT telah
mengajarkan kepada manusia agar bersikap peka, meski terhadap hal yang teramat
kecil sekalipun. Memang, sesungguhnya Islam sangat menekankan agar kita
memperhatikan hal-hal kecil bahkan detail dalam hidup kita. Saudaraku, kepekaan
memang sudah selayaknya terasah dalam setiap gerak langkah hidup kita. Nah, jika
demikian menanamkan semangat bahwa sesuatu yang kita lakukan selalu saja ada
pertanggungjawabannya, dan setiap lintasan pikiran yang ada di hati kita juga
diketahui oleh Allah SWT, maka barangkali harus selalu kita camkan, agar kita
berhati - hati dalam berbuat dan bertingkah laku serta kita luruskan segala niat kita
untuk menggapai Ridho Allah SWT semata.. Dan dihari kiamat itu Allah akan
memasang timbangan yang akan menimbang amal dan dosa manusia dengan seadiladilnya, tanpa kezaliman sedikitpun. Meski sedikit sebuah amal, maka ia akan
tertimbang juga, demikian pula meski sedikit dosa yang terpercik akan ada nilai yang
diperhitungkan pula. Tak kan ada yang dirugikan dalam penimbangan itu. Semuanya
tergantung dari manusia,dan semuanya tergantung pada sikap kita selama di dunia.
"Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah
dirugikan seseorang barang sedikitpun. Dan jika [amalan itu] hanya seberat biji
sawipun pasti Kami mendatangkan [pahala]nya. Dan cukuplah Kami sebagai
pembuat perhitungan."
Ketika manusia disidang di akhirat kelak, tak kan dapatlah ia mengelak, sebagaimana
persidangan-persidangan yang ada di dunia. Jika persidangan yang ada di dunia amat
ditentukan oleh saksi yang terkadang sulit didapatkannya, kredibilitas kejujuran
seorang hakim, dll, akan tetapi di akhirat yang menjadi saksi adalah anggota tubuh
manusia itu sendiri. Jadi tak akan ada lagi alasan, ketika tangan, kaki, mata, telinga
dan semua anggota badannya menjadi saksi dan membeberkan setiap perbuatannya
selama di dunia. Jadi jika demikian, artinya tak akan ada lagi bagi kita tempat berlari
kecuali kembali kepada Allah dengan terus meningkatkan maraqabatullah, perasaan
untuk selalu diawasi Allah.