Pengaruh Kebiasaan Penggunaan Gawai terh

Pengaruh Kebiasaan Penggunaan Gawai terhadap Kualitas Membaca:
Studi Kasus
Zahroh Nuriah (zahrohnuriah@yahoo.com), FIBUI
Fierenziana Getruida Junus (fierenziana@gmail.com), Unhas dan FIBUI
Totok Suhardiyanto (suhardiyanto@gmail.com), FIBUI

Abstrak
Kehadiran gawai (gadget) pada akhir abad lalu telah mengubah berbagai aspek budaya masyarakat.
Anak-anak tidak perlu ke luar rumah untuk bermain karena berbagai permainan telah tersedia di
dalam satu gawai. Berbagai media cetak telah terbit daring (online) sehingga cukup dibaca melalui
satu gawai. Bahkan berbagai buku pelajaran sekolah pun telah tersedia daring sehingga juga cukup
diakses melalui satu gawai. Bahkan Kementerian Pendidikan Nasional berencana penggunaan media
gawai sebagai pengganti buku pelajaran yang dicetak dengan media kertas, juga pelaksanaan ujian
berbasis gawai. Wacana tersebut telah menginspirasi penelitian ini.
Dalam penelitian ini ditelisik perbedaan kemahiran membaca anak berdasarkan media yang
digunakan, yaitu media cetak dan digital. Salah satu variabel yang diperhatikan adalah kebiasaan
penggunaan gawai. Di samping itu, juga diperhatikan variabel sikap orang tua terhadap gawai yang
mempengaruhi realisasi variabel kebiasaan. Penelitian ini dilakukan di SDIT Smart School ALHaamidiyah, Jagakarsa, Pasar Minggu, dengan responden siswa kelas 5. Teks yang diberikan adalah
teks naratif dan teks ekspositoris dengan menggunakan media cetak berbasis kertas dan media digital
berbasis gawai.
Kata Kunci: kemahiran membaca, membaca pada kertas, membaca pada gawai, kebiasaan

Abstract
The advent of widespread digital gadget use in general and growing number of the e-book
availability, in particular, have changed various aspects in our society. Children do not need to go play
outside because many interesting games at the moment are ready for use on the web in their gadgets.
Many newspapers and magazines are now also available online for potential readers, both free or not.
With regard to schoolbooks, we can as well find and download them over the internet. Moreover, the
Ministry of National Education has planned to replace printed textbooks by downloadable electronic
textbooks and printed final exams by electronic forms. This research was triggered by the need to
analyze the effects of the government plan on digital textbook implementation.
This research studies differences between reading from a paper and from a screen in terms of
skills, behaviors, and outcomes. One of the variables is the digital gadget practice. Parent attitudes
toward electronic gadget use are also included in this research to reveal the parental influence on
children digital uses. This research was conducted at SDIT Smart School Al-Haamidiyah, Jagakarsa,
Pasar Minggu, Jakarta. The subjects are the 5th grade students who were assigned to read expository
and narrative texts, both in printed or in digital forms.
Keywords: reading skills, reading from paper, reading from screen, digital practice

Pengantar
Sejak kehadiran komputer dan telepon genggam pada akhir abad kedua puluh, budaya dan kehidupan
masyarakat banyak mengalami perubahan. Berbagai kegiatan dalam berbagai aspek kehidupan sangat

bergantung pada teknologi, termasuk dunia pendidikan. Pusat Kajian Komunikasi (PUSKAKOM) UI
menyatakan bahwa setiap tahunnya, pengguna internet di Indonesia terus mengalami peningkatan.
Pada tahun 2014, angka pengguna internet mencapai 88,1 juta, atau 34,9% dari total 252,4 juta
1

penduduk. Mereka menggunakan internet melalui berbagai gawai. Sebagian besar (85%)
menggunakan telepon genggam, sedangkan sisanya menggunakan laptop, PC, dan juga tablet. Ratarata penggunaan gawai adalah 1-3 jam per hari dengan berbagai alasan pemakaian, salah satunya
adalah sebagai sumber informasi harian dan juga sarana pendidikan. Mayoritas pengguna internet
(49%) berusia 18-25 tahun. Makin tua usia pemakai, makin turun pula persentase jumlah
penggunanya: usia 26-35 33,8 %, usia 36-45 14,6%, usia 46-55 2,4%, dan 56-65 0,2%. Usia SD tidak
ada dalam kategorisasi itu, tetapi disebutkan bahwa 5% pengguna merupakan murid SD, SMP, dan
SMA ataupun yang sederajat. Data tersebut mengimplikasikan penggunaan gawai yang semakin
meningkat di Indonesia.
Prensky (2001a dan b) membedakan generasi pelajar pada awal abad 21 sebagai generasi
digital jati (digital native) dengan generasi tua sebagai generasi imigran digital (digital immigrant).
Generasi digital jati memahami bahasa digital yang berbeda dengan generasi imigran. Dalam kedua
tulisannya, Prensky (2001a dan b) mengusulkan agar cara mendidik anak-anak generasi digital jati
diubah sesuai dengan kondisi mereka. Menurutnya, generasi digital jati memiliki cara belajar yang
berbeda karena sejak dini kebiasaan keseharian mereka dekat dengan digitalisasi, sehingga tercipta
sistem otak yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Tapi apakah benar demikian? Apakah anakanak lebih terampil membaca dengan menggunakan peranti digital dibandingkan dengan kertas?

Apakah anak-anak lebih terampil membaca dengan menggunakan peranti digital dibandingkan
dengan orang dewasa? Permasalahan itulah yang menjadi dasar kegiatan penelitian1 yang masih
berjalan ini, yaitu membandingkan kegiatan membaca anak sebagai generasi digital jati dan orang
dewasa sebagai generasi imigran digital. Namun, makalah ini hanya difokuskan pada kemahiran
membaca anak terkait kebiasaan dan sikap orang tua terhadap gawai. Fokus permasalahan itu dapat
diperinci lagi ke dalam butir-butir pertanyaan berikut:
1. Bagaimana perbedaan skor dan waktu membaca berdasarkan media yang berbeda (kertas
dan gawai)?
2. Apakah preferensi terhadap media berpengaruh terhadap kualitas dan kecepatan
membaca?
3. Adakah pengaruh intensitas kebiasaan penggunaan gawai terhadap kemahiran membaca?
4. Adakah pengaruh sikap orang tua terhadap gawai atas intensitas kebiasaan penggunaan
gawai anak?
Kirsch (1993: 2-3) menggolongkan kemahiran membaca ke dalam tiga jenis, yaitu (1)
kemahiran membaca teks (prose literacy), misalnya memahami pesan dalam sebuah cerita pendek;
(2) kemahiran membaca dokumen (document literacy), misalnya, memahami tabel atau peta
perjalanan; (3) kemahiran membaca kuantitatif (quantitative literacy), yakni kemampuan untuk
melakukan penghitungan dengan menggunakan simbol angka, misalnya menghitung uang. Dari ketiga
jenis kemahiran dasar membaca yang disebutkan oleh Kirsch tersebut, kemahiran membaca yang
menjadi perhatian dalam penelitian ini hanyalah kemahiran membaca teks saja. Sementara itu, jenis

teks yang dipilih adalah jenis teks naratif dan ekspositoris. Seperti yang dipaparkan oleh Yusuf
(2008), literasi membaca berkaitan erat dengan alasan mengapa kita melakukan kegiatan membaca.
Pada umumnya, anak-anak usia 10 tahun melakukan kegiatan membaca untuk belajar dan juga
membaca untuk kesenangan. Kegiatan membaca dengan tujuan pertama pada umumnya terkait
dengan bentuk teks ekspositoris, sedangkan membaca dengan tujuan kesenangan terkait dengan
bentuk teks naratif. Meskipun demikian, dalam penelitian ini, variabel genre atau jenis teks tidak
diperhatikan. Teks hanya dibedakan berdasarkan media penggunaannya.

1

Penelitian ini merupakan penelitian Hibah Riset Awal yang didanai oleh DRPM Universitas Indonesia.

2

Metode
Dalam penelitian ini, dilakukan kajian pada 32 orang siswa SD kelas 5 di SDIT Smart School AlHamidiyah, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Siswa SD kelas 5 dipilih sebagai responden karena dianggap
sudah tidak memiliki kendala berarti dalam hal membaca. Sementara itu, SDIT Smart School AlHamidiyah di Jakarta Selatan dipilih karena dianggap sebagai sekolah kalangan menengah ke atas
dengan asumsi bahwa para siswanya sudah terbiasa menggunakan gawai.
Penelitian ini bersifat empiris. Data dikumpulkan melalui eksperimen yang dilaksanakan
melalui beberapa tahap. Tahap pertama adalah penyiapan materi eksperimen berupa penyusunan

kuesioner untuk orang tua, serta dua paket teks yang dibaca oleh responden beserta enam pertanyaan
mengenai teks tersebut: tiga soal pilihan berganda dan tiga soal isian. Satu paket teks terdiri atas dua
teks naratif dan dua teks ekspositoris. Teks naratif didasarkan pada blog anak (Rivai 2014), sementara
teks ekspositoris diambil dari buku pelajaran kelas 5 SD yang diunduh dari situs BSE (Buku Sekolah
Elektronik) milik Kementrian Pendidikan Nasional (Sulistyowati, S.Pd dan Sukarno, S.Pd 2009a,
2009b; Wiwik Winarti, Joko Winarto, dan Widha Sunarno 2009a, 2009b). Beberapa bagian teks-teks
tersebut diubah guna penyeimbangan bobot tanpa mengubah isi alur utamanya. Kedua teks tersebut
dibaca oleh responden melalui media yang berbeda, yaitu kertas dan gawai. Satu paket diberikan pada
satu kelompok, sementara satu paket lainnya diberikan kepada kelompok lainnya. Teks yang dipilih
disesuaikan sedemikian rupa sehingga bobotnya seimbang.
Tahap kedua adalah pengambilan data. Tiap partisipan membaca 4 teks, satu teks naratif dan
satu teks ekspositoris berbasis kertas, serta satu teks naratif dan satu teks ekspositoris berbasis gawai.
Untuk penyajian teks berbasis gawai, digunakan perangkat keras berupa tablet iPad 2 dan 3 dengan
menggunakan
peranti
lunak
berbasis
web
yang
ditawarkan

oleh
Classmarker
(http://www.classmarker.com/). Data yang diperoleh bukan hanya berupa skor, tetapi juga waktu yang
digunakan untuk membaca dan menjawab pertanyaan.
Tahap terakhir adalah tahap analisis. Data skor dan waktu membaca diolah sebagai data primer
yang ditunjang dengan data sekunder berupa kuesioner yang diisi oleh para orang tua responden, juga
hasil observasi dan wawancara dengan responden mengenai preferensi mereka atas media membaca.
Pengolahan data dilakukan dengan bantuan peranti lunak.
Hasil dan Pembahasan
Kuesioner yang diisi oleh orang tua memberikan gambaran sikap mereka terhadap penggunaan gawai
secara umum. Terdapat 12 orang dari total 32 orang tua siswa (37,5%) yang beranggapan bahwa
gawai bersifat positif, 16 orang (50%) yang beranggapan netral, 2 orang (6,25 %) yang beranggapan
negatif, dan 2 orang lainnya (6,25%) yang memilih abstain. Mengenai penggunaan gawai oleh anakanak, hanya 7 orang (21,875%) saja yang menganggapnya positif; sisanya 18 orang (56,25 %)
bersikap netral dan 5 orang (15,625) beranggapan negatif (lihat Tabel 1).
Tabel 1: Sikap Orang Tua terhadap Pemakaian Gawai
Sikap

Pemakaian
Gawai


Pemakaian Gawai
o/ Anak
positif

netral

Pemakaian Gawai
u/ Membaca

negatif

positif

Pemakaian Gawai
o/ Anak u/ Membaca

netral

negatif


positif

netral

negatif

Positif

12

6

2

4

12

0


0

8

1

3

Netral

16

1

1

14

11


4

1

11

4

1

Negatif

2

0

0

2


2

0

0

1

0

1

Abstain

2

0

2

0

2

0

0

2

0

0

3

Gambar 1: Grafik Sikap Orang Tua terhadap Pemakaian Gawai

Yang menarik dari hasil tersebut adalah bahwa sebagian kecil orang tua yang menganggap
gawai positif pun menganggap penggunaan gawai oleh anak bersifat negatif, termasuk untuk kegiatan
membaca. Sementara itu, para orang tua yang bersikap netral terhadap penggunaan gawai secara
umum, sebagian besarnya (14 orang atau 88%) menganggap penggunaan gawai oleh anak-anak
bersifat negatif, hanya 1 orang saja yang menganggap penggunaan gawai oleh anak-anak bersifat
positif. Namun, sebagian besar dari mereka (11 orang atau 69%) menganggap penggunaan gawai
untuk membaca, juga oleh anak-anak, bersifat positif. Bahkan 2 orang yang secara umum
menganggap penggunaan gawai bersifat negatif, bersikap positif terhadap penggunaan gawai untuk
membaca, juga oleh anak-anak. Sebagian besar orang tua (27 orang atau 81,25%) memang
menganggap penggunaan gawai untuk membaca bersifat positif (perhatikan grafik 1). Jumlah
persentase orang tua yang menganggap positif penggunaan gawai untuk membaca oleh anak-anak,
menurun menjadi 68,75% (22 orang). Namun, jumlah anak yang menggunakan gawai untuk membaca
20 orang saja (62,5%), sementara yang menggunakan gawai untuk bermain lebih tinggi, yaitu 24 anak
atau 75%.
Dari data yang didapat, sikap orang tua tidak berbanding lurus dengan izin yang diberikan.
Walaupun hanya 7 orang yang menganggap penggunaan gawai oleh anak bersifat positif, hampir
semua orang tua memberi izin kepada anaknya untuk menggunakan gawai. Hanya satu orang saja
yang konsisten tidak mengizinkan anaknya menggunakan gawai. Sikap para orang tua juga tidak
selaras dengan durasi penggunaan gawai (lihat tabel 2). Pengertian durasi penggunaan gawai di sini
adalah lama waktu dalam hitungan jam yang dihabiskan per minggu untuk menggunakan gawai. Dari
uji korelasi secara statistik, tidak ada korelasi di antara sikap para orang tua dan durasi pemakaian
gawai (lihat tabel 3), karena nilai signifikansi mencapai 0,477 dan berada di atas p=0,05.
Tabel 2: Pengaruh sikap orang tua terhadap gawai atas kebiasaan penggunaan gawai anak

Waktu Pemakaian

Total

< 1 jam
1-3 jam
4-7 jam
8-12 jam
> 12 jam

Pandangan Gawai Umum
Positif
Netral
Negatif
Abstain
0
3
0
0
4
5
0
0
5
3
2
1
2
1
0
0
1
3
0
1
12
15
2
2

Total
3
9
11
3
5
31
4

Tabel 3: Korelasi sikap orang tua terhadap gawai atas kebiasaan penggunaan gawai anak

Value Approx. Sig.
Nominal by Nominal Contingency Coefficient
.522
.477
N of Valid Cases
31
Terkait dengan kebiasaan, Prensky (2011) menyatakan bahwa beberapa studi menunjukkan
adanya sifat plastis pada otak manusia yang menyebabkan otak dapat mengalami perubahan seiring
dengan perubahan lingkungan. Pernyataan Prensky itu sejalan dengan de Bono (1988) yang
menyatakan bahwa kecerdasan seseorang dapat ditingkatkan. Itu berarti bahwa kemampuan berpikir
seseorang tidak hanya bersifat biologis atau herediter saja, tetapi juga dapat diperoleh dengan jalan
latihan atau pembiasaan. Hal yang sama diutarakan oleh Yap (dalam Darmiyati Zuchdi, 2008), yaitu
bahwa kemampuan membaca seseorang sangat ditentukan oleh kuantitas waktu membacanya. Jadi,
makin banyak waktu yang digunakan seseorang untuk membaca, makin tinggi kemahiran
membacanya. Meskipun demikian, perhitungan statistik dengan tes Chi-Square menunjukkan tidak
adanya korelasi antara durasi penggunaan gawai dan kemahiran membaca anak dengan teks digital,
baik korelasi positif ataupun negatif (lihat Tabel 4 dan 6). Kebiasaan penggunaan gawai tidak
memperbaiki ataupun merusak kemahiran membaca, baik membaca berbasis peranti digital ataupun
berbasis kertas. Anak yang memiliki intensitas rendah dalam menggunakan gawai dapat memiliki
nilai yang cukup tinggi, begitu pula sebaliknya (perhatikan Tabel 5 dan 7). Jadi, dari hasil ini, variabel
kebiasaan menggunakan gawai tidak mempunyai pengaruh apa pun terhadap kemahiran membaca
dengan peranti digital.
Tabel 4: Korelasi durasi penggunaan gawai dan kemahiran membaca digital anak

Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases

Value

df

Asymp. Sig. (2-sided)

102,958a
81.961

104
104

.510
.946

.038

1

.846

31

a. 135 cells (100,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,10.

Tabel 5: Durasi penggunaan gawai dan kemahiran membaca digital anak

Nilai
Digital

< 1 jam
3,50
0
5,00
0
6,00
0
7,00
0
7,50
0
7,60
0
7,90
0
9,70
0
9,90
0
10,30
0
10,50
2

Waktu Pemakaian
Total
1-3 jam 4-7 jam 8-12 jam > 12 jam
0
1
0
0
1
1
0
0
0
1
1
0
1
0
2
0
0
0
1
1
1
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
1
0
1
1
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
0
1
3
5

10,60
10,70
10,80
11,00
11,50
11,60
12,00
12,10
12,40
12,50
13,30
14,00
15,00
15,50
15,60
15,80
Total

0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
3

1
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
1
9

1
0
1
1
1
0
1
0
1
0
0
0
1
0
0
0
11

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
0
0
0
3

0
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
1
0
0
5

2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
31

Tabel 6: Korelasi durasi penggunaan gawai dan kemahiran membaca anak pada kertas

Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases

Value

df

Asymp. Sig. (2-sided)

32,209a
32.538

36
36

.650
.634

.023

1

.881

31

a. 50 cells (100,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,10.

Tabel 7: Durasi penggunaan gawai dan kemahiran membaca anak pada kertas

Nilai
Kertas

Total

6,00
10,00
11,00
12,00
13,00
14,00
15,00
16,00
17,00
18,00

< 1 jam
0
0
0
0
3
0
0
0
0
0
3

Waktu Pemakaian
Total
1-3 jam 4-7 jam 8-12 jam > 12 jam
1
1
0
0
2
1
0
0
0
1
0
0
1
1
2
1
1
0
1
3
1
1
1
1
7
2
4
1
1
8
1
1
0
0
2
2
0
0
1
3
0
1
0
0
1
0
2
0
0
2
9
11
3
5
31
6

Menurut Lamb dan Arnold (dalam Rahim, 2008 :16), ada 4 faktor yang memengaruhi
kemampuan membaca anak, yaitu (1) faktor fisiologis, yang mencakup kesehatan fisik dan
neurologis; (2) intelektual yang mencakup cara berpikir; (3) lingkungan yang meliputi latar belakang
dan pengalaman serta sosial ekonomi; (4) faktor psikologis yang mencakup minat dan motivasi.
Namun, seperti halnya kebiasaan, dalam penelitian ini juga tidak ditemukan korelasi antara preferensi
penggunaan media dan kualitas ataupun kecepatan membaca, baik dengan media kertas ataupun
gawai (lihat Tabel 8).
Tabel 8: Korelasi preferensi media terhadap kemahiran membaca

Nilai Konvensional Pearson Correlation
Sig. (1-tailed)
N
Nilai Digital
Pearson Correlation
Sig. (1-tailed)
N
Preferensi
Pearson Correlation
Sig. (1-tailed)
N

Nilai
Konvensional Nilai Digital Preferensi
1
,041
,075
,412
,342
32
32
32
,041
1
-,204
,412
,131
32
32
32
,075
-,204
1
,342
,131
32
32
32

Satu-satunya variabel yang memiliki nilai signifikan adalah perbedaan skor membaca pada
media digital dan kertas. Hasil uji t terhadap data menunjukkan bahwa perbedaan skor membaca pada
kertas dan peranti digital cukup signifikan dan bukan kebetulan belaka. Nilai signifikansinya di bawah
0,05 (lihat Tabel 9).
Tabel 9: Korelasi skor membaca berbasis kertas dan berbasis gawai

Pair 1 Nilai Konvensional Nilai Digital

Mean

Std.
Deviation

Std. Error
Mean

2,82188

4,00747

,70843

t

df

3,983 31

Sig. (2tailed)

,000

Jabr (2013) menyatakan bahwa banyak penelitian menyimpulkan bahwa membaca pada gawai lebih
lambat dan tidak seakurat membaca pada kertas. Namun, banyak juga penelitian yang menunjukkan
sebaliknya. Penelitian lainnya menunjukkan bahwa kualitas membaca dengan kertas dan dengan
gawai tidak memiliki perbedaan. Perbedaan hanyalah muncul pada cara pembaca mengingat
informasi saja.
Tabel 10: Rerata skor dan waktu membaca berbasis kertas serta berbasis gawai

N
Nilai Kertas
Nilai Digital
Waktu Kertas
Waktu Digital
Valid N
(listwise)

32
32
32
32

Minimum Maximum
6,00
18,00
3,50
15,80
5,50
18,00
3,00
13,50

Mean
Std. Deviation
13,4063
2,69838
10,5844
3,07509
10,0469
2,87750
7,0000
2,30007

32

Jika melihat hasil hitungan statistik deskriptif pada Tabel 10, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
7

skor membaca dengan menggunakan media kertas lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan
gawai. Rerata skor kertas 13,4063 dari total 18 poin, sementara skor digital hanya 10,5844 saja.
Meskipun demikian, membaca dengan tablet (digital) lebih cepat daripada membaca dengan kertas.
Membaca digital rata-rata dilakukan dalam waktu 7 menit, sementara membaca dengan kertas lebih
dari 10 menit (lihat Tabel 10).
Simpulan
Hasil eksperimen ini menunjukkan bahwa orang tua pada umumnya menganggap penggunaan gawai
oleh anak bersifat negatif, tetapi gawai dipandang positif jika digunakan untuk membaca. Namun
sikap mereka tidak berpengaruh atas intensitas kebiasaan penggunaan gawai oleh anak. Kebiasaan
menggunakan gawai juga tidak berkorelasi dengan kualitas kemahiran membaca dengan gawai, begitu
pula dengan preferensi. Hal tersebut kemungkinan besar disebabkan oleh durasi penggunaan gawai
oleh anak-anak yang masih cukup rendah, rata-rata hanya 7 jam per minggu, sementara mereka
setidaknya menghabiskan 30 jam di sekolah bergaul dengan kertas, sehingga dapat diasumsikan
durasi interaksi dengan kertas lebih besar. Oleh karena itu terdapat perbedaan yang signifikan antara
kualitas membaca dengan kertas dan dengan gawai. Namun, yang cukup menarik adalah mereka lebih
cepat membaca dengan menggunakan gawai daripada dengan menggunakan kertas.
Dari hasil penelitian ini, jika melihat kriteria atau karakteristik yang dikemukakan Prensky
(2011), dapat disimpulkan bahwa para responden belum dapat dikategorikan ke dalam pengguna
digital jati. Interaksi dengan digital masih rendah, hasil membaca digital pun masih di bawah kertas.
Namun, hal itu dapat saja disebabkan oleh masa pemerolehan kemahiran digital yang baru dimulai.
Oleh karena itu, dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mengungkapkan variabel-variabel lainnya.
Daftar Acuan
De Bono, Edward. (1988). Pelajaran Berpikir de Bono. Jakarta: Erlangga.
Jabr, Ferris. (2013). “The Reading Brain in the Digital Age: The Science of Paper versus Screens”,
Scientific
American.
[http://www.scientificamerican.com/article.cfm?id=reading-paperscreens].
Prensky, M. (2001a). Digital Natives, Digital Immigrants. The Horizon 9: 5, hal. 1–6.
[http://marcprensky.com/articles-in-publications/,diunduh 1 November 2015]
Prensky, M. (2001b). “Digital Natives, Digital Immigrants, Part II: Do They Really Think
Differently?”. The Horizon 9: No. 6. NCB University Press. [http://marcprensky.com/articlesin-publications/, diunduh 1 November 2015]
Prensky, M. (2011). “From Digital Native to Digital Wisdom: Introduction”, dalam From Digital
Native to Digital Wisdom: Hopefull Essays for 21st Century Education. California: Corwin.
[http://www.wisdompage.com/Prensky01.html, diunduh 3 November 2015]
Puskakom UI. (2014). Profil Pengguna Internet Indonesia. Jakarta: Asosiasi Penyedia Jasa Internet
Indonesia [http://puskakomui.or.id/publikasi/rilis-pers, diunduh 7 November 2015]
Rahim, Farida. (2005). Pengajaran Membaca di Sekolah. Jakarta:Bumi Aksara.
Rivai, M. (2014). Dongeng binatang. [http://dongengterbaru.blogspot.co.id/].
Sulistyowati dan Sukarno (2009a).“Gaya” dalam Ilmu Pengetahuan Alam untuk Sekolah Dasar/MI:
Kelas 5. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Sulistyowati dan Sukarno (2009b). “Pesawat Sederhana” dalam Ilmu Pengetahuan Alam untuk
Sekolah Dasar/MI: Kelas 5. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional
Wiwik Winarti, Joko Winarto, dan Widha Sunarno. (2009a). “Sifat Bahan dan Manfaatnya” dalam
Ilmu Pengetahuan Alam untuk Sekolah Dasar/MI: Kelas 5. Jakarta: Pusat Perbukuan
Departemen Pendidikan Nasional
Wiwik Winarti, Joko Winarto, dan Widha Sunarno. (2009b). “Perubahan Sifat Benda” dalam Ilmu
Pengetahuan Alam untuk Sekolah Dasar/MI: Kelas 5. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen
Pendidikan Nasional
8

Yusuf,
S.
(2008,
November
2).
Literasi
Membaca
dalam
PIRLS
2006.
[http://forumliterasi.blogspot.co.id/ diunduh 21 oktober 2015].
Zuchdi, Darmiyati. (2008). Strategi Meningkatkan Kemampuan Membaca: Peningkatan
Komprehensi. Yogyakarta: UNY Pres.

9