Buku Laporan Pendahuluan Rencana Induk P

LAPORAN PENDAHULUAN RENCANA INDUK PELABUHAN ACEH

Mei, 2013

DINAS PERHUBUNGAN KOMUNIKASI, INFORMASI DAN TELEMATIKAN ACEH

BAB 1 PENDAHULUAN

Bab I Pendahuluan berisi mengenai tentang latar belakang, maksud, tujuan dan ruang lingkup pekerjaan yang akan dikerjakan oleh konsultan pelaksana

BAB 2 GAMBARAN UMUM WILAYAH

Bab II Gambaran Umum Wilayah Studi yang menguraikan tentang 4 hal pokok. Satu (1) mengenai kondisi fisik dan lingkungan geografi yang menguraikan tentang topografi, geologi dan jenis tanah, iklim dan hidrologi, kondisi social ekonomi. Kedua (2) mengenai kondisi

social ekonomi, yang menguraikan tentang demografi kependudukan, struktur ekonomi, pertumbuhan ekonomi. Ketiga (3) Mengenai transportasi, yang menguraikan tentang transportasi darat, jaringan jalan, terminal angkutan umum, pelabuhan angkutan sungai dan perairan (ASDP), system transportasi laut yang menguraikan tentang lokasi pelabuhan laut dan rute pelabuhan laut. Sistem transportasi udara, yang menguraikan tentang lokasi Bandar udara, kelas Bandar udara, rute penerbangan bandar udara. Keempat (4) mengenai tinjauan kebijakan dan rencana yang ada di wilayah Aceh

BAB 3 METODOLOGI & PENDEKATAN

Bab III Metodologi dan Pendekatan berisi tentang metode dan pendekatan pekerjaan yang akan dilakukan oleh konsultan pelaksana

BAB 4 RENCANA KERJA

Bab IV Rencana kerja yang menguraikan tentang tahapan pekerjaan, system pelaporan yang akan dilaksanakan, dan jadwal pelaksanaan pekerjaan

BAB 5 ORGANISASI PELAKSANA

Bab IV Rencana kerja yang menguraikan tentang tahapan pekerjaan, system pelaporan yang akan dilaksanakan, dan jadwal pelaksanaan pekerjaan

LAMPIRAN

Lampiran yang berisi mengenai form survey data sekunder maupun primer. Form data sekunder, Daftar Pelabuhan Aceh,

Form Survei Asal Tujuan penumpang (on-board) FSK-1. Survei Perhitungan Jumlah Penumpang Kapal Laut (On Board), Survei Asal Tujuan Barang Kapal Laut (On Board), Form Wawancara Dan Isian Data Untuk Pengelola Pelabuhan - FORM SP-1, Data Lain Yang Diminta Dari Pengelola Pelabuhan (Copy Data)- Lampiran Form SP-1, Form Survei Wawancara Pengelola Pelabuhan, Form Wawancara Dan Isian Data Untuk Perusahaan Pelayaran - FORM SP-2, Data Yang Diminta Dari Perusahaan

Pelayaran (Copy Data)-Lampiran Form SP-2, Form Survei Wawancara Pengelola Pelabuhan.

COVER UTAMA, SENGAJA DIKOSONGKAN

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Dahsyat, Buku Laporan Pendahuluan Rencana Induk Pelabuhan Aceh dapat selesai sesuai jadwal.

Sesuai dengan amanat undang-undang no 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, ps 172 dan ps 173 bahwa adalah kewenangan dari pemerintahan Aceh untuk mengelola insfrastruktur ekonomi Aceh termasuk didalamnya adalah pelabuhan laut. Permendagri no 8 tahun 2009 tentang pedoman pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah-urusan wajib bidang perhubungan. Juga merupakan amanat dari rancangan qanun RTRW Aceh 2012-2032 ps 19 dan ps

20 bagian ketiga dalam sistem jaringan transportasi dan pelabuhan laut yang dikelompokkan kedalam zona kerja berdasarkan letak geografis dan rencana pengembangan kawasan strategis Aceh. Maka disusunlah Rencana Induk Pelabuhan Aceh 2013-2033.

Buku Rencana Induk Pelabuhan Aceh akan menjadi pedoman (guide book) dalam mengembangkan pelabuhan-pelabuhan di Aceh. Hal ini penting untuk mengarahkan pembangunan sesuai amanat undang-undang dan qanun Aceh, demi kemakmuran rakyat Aceh.

Buku Laporan Pendahuluan Rencana Induk Pelabuhan Aceh ini terdiri atas 5 bab dan 1 lampiran. Bab 1 berisi pendahuluan, Bab 2 mengenai gambaran wilayah, Bab 3 mengenai metodologi dan pendekatan, Bab 4 mengenai rencana kerja dan Bab 5 mengenai organisasi pelaksanaan pekerjaan serta lampiran berisi mengenai form kebutuhan data sekunder dan primer.

Buku Laporan Pendahuluan Rencana Induk Pelabuhan Aceh ini akan mendapat masukan, saran, rekomendasi dari berbagai pemangku kepentingan di Aceh pada pemaparan rencana kerja konsultan di Kantor Dinas Perhubungan, Komunikasi, Informasi dan Telematika Aceh.

Semoga buku laporan ini bermanfaat, salam, dan terima kasih.

Banda Aceh, Mei 2013

Konsultan Pelaksana Aceh

COVER BAB 1, SENGAJA DIKOSONGKAN

BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Keberadaan pelabuhan-pelabuhan di Aceh memiliki peran sangat strategis dalam mendukung perekonomian. Pelabuhan merupakan salah satu simpul jaringan transportasi yang mengandalkan kemampuan sarana kapal yang memiliki daya angkut logistik dalam jumlah besar. Kondisi topologi Aceh sendiri yang dikelilingi oleh lautan menjadikan Aceh sangat berketergantungan pada transportasi laut untuk mengakses wilayah lainnya terutama luar negeri.

Pengembangan pelabuhan di Aceh dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh berpedoman pada suatu tatanan kepelabuhanan yang secara hirarkhi dan terorganisasi dalam beberapa zona pengembangan transportasi. Zona transportasi ini terbagi atas empat wilayah: Zona Pusat, Zona Utara-Timur, Zona Barat-Selatan dan Zona Tenggara Selatan. Setiap zona diarahkan menjadikan Pelabuhan sebagai titik simpul jaringan yang akan menjembatani ke simpul transportasi di luar Aceh (skala regional, nasional dan internasional).

Dalam kenyataannya, potensi pendayagunaan pelabuhan di Aceh belum termaksimalkan. Persoalan mendasar yang terjadi adalah keberadaan pengembangan jaringan transportasi laut yang belum terencana dan terpadu yang didukung dengan pengembangan moda transportasi lainnya. Demikian juga pengembangan wilayah seharusnya juga ikut didukung oleh keberadaan pelabuhan-pelabuhan besar yang ada di Aceh. Sehingga keberadaan efektifitas keberadaan pelabuhan-pelabuhan ini masih berjalan terpisah dengan pembangunan wilayah.

Persoalan lainnya adalah pembangunan sistem jaringan transportasi terpadu. Efektivitas sistem jaringan transportasi Aceh masih jauh dari hasil yang diharapkan. Keberadaan pelabuhan- pelabuhan di Aceh saat ini masih terkesan terpisah dengan moda jaringan transportasi lainnya. Pembangunan yang dilaksanakan masih dijalankan secara terpisah diakibatkan berbagai persoalan kelembagaan dan kewenangannya, pendanaan dan visi yang berbeda-beda di tiap daerah.

Mendasari persoalan diatas, Dinas Perhubungan, Komunikasi, Informasi dan Telamatika Aceh bermaksud untuk menyiapkan suatu pedoman yang dapat menjadi arah pengembahan pelabuhan Aceh sampai dengan tahun 2033.

I.2 Maksud Dan Tujuan

Maksud dari pelaksanaan pekerjaan ini adalah tersusunnya Rencana Induk Pelabuhan Aceh tahun 2013-2033 yang menjadi pedoman perencanaan pembangunan dan pengembangan Pelabuhan Aceh, sehingga pelaksanaan kegiatan pengembangan transportasi laut dapat dilakukan secara terstruktur, menyeluruh dan tuntas, dan terpadu dengan moda transportasi lainnnya.

Tujuannya adalah sebagai acuan normatif penyelenggaraan/operasional pelayanan pelabuhan Aceh sebagai bagian dari Rencana Induk Pelabuhan Nasional .

I.3 Ruang Lingkup Pekerjaan

I.3.1 Ruang Lingkup Pekerjaan

Adapun beberapa lingkup pekerjaan penyusunan Rencana Induk Pelabuhan Aceh ini adalah :

a. Melakukan persiapan pelaksanaan pekerjaan;

b. Melakukan peninjauan lapangan;

c. Mengumpulkan data yang diperlukan;

d. Melakukan analisa data dan studi;

e. Mengevaluasi peraturan dan perundang-undangan yang berlaku terkait pelayanan pelabuhan, pelayaran dan keimigrasian dan peraturan terkait lainnya;

f. Melakukan pengkajian tentang;

1. Kebutuhan akan ruang dan lahan

2. Perkembangan ekonomi daerah hinterland pelabuhan

3. Perkembangan industri yang terkait pada pelabuhan

4. Arus dan komposisi barang yang ada dan diperkirakan

5. Jenis dan ukuran kapal

6. Hubungan dengan transportasi darat dan perairan dengan wilayah hinterland-nya

7. Akses dari dan menuju laut/dermaga

8. Potensi pengembangan fisik

9. Aspek nautis dan hidraulik

10. Keamanan/keselamatan dan dampak lingkungan

11. Analisis ekonomi dan finansial

12. Fasilitas dan struktur yang ada

g. Menetapkan target pengembangan Pelabuhan dan fasilitas pendukung lainnya yang tesusun secara terpadu; dan

h. Menyusun Buku Rencana Induk Pelabuhan aceh . Hasil yang diharapkan dari Konsultan adalah tersusunnya Buku/Dokumen Rencana Induk Pelabuhan Aceh yang sesuai dengan Rencana umum Tata Ruang Aceh (RTRW) Aceh.

I.3.1 Ruang Lingkup Wilayah

Adapun ruang lingkup wilayah yang menjadi batasan perencanaan pekerjaan Rencana Induk Pelabuhan Aceh ini adalah Provinsi Aceh, yang memiliki 23 Kab/Kota. (Lihat Gambar Wilayah Administrasi)

I.4 Sistematika Laporan Pendahuluan

Buku Laporan Pendahuluan ini terdiri atas lima (5) bab, yang diawali dengan Bab I Pendahuluan yang menguraikan tentang latar belakang, maksud, tujuan dan ruang lingkup pekerjaan yang akan dikerjakan oleh konsultan pelaksana.

Bab II Gambaran Umum Wilayah Studi yang menguraikan tentang 4 hal pokok. Satu (1) mengenai kondisi fisik dan lingkungan geografi yang menguraikan tentang topografi, geologi dan jenis Bab II Gambaran Umum Wilayah Studi yang menguraikan tentang 4 hal pokok. Satu (1) mengenai kondisi fisik dan lingkungan geografi yang menguraikan tentang topografi, geologi dan jenis

Bab III Metodologi dan Pendekatan yang menguraikan tentang metode dan pendekatan pekerjaan yang akan dilakukan. (tambahkan setelah melihat tulisan pak Lutfi)

Bab IV Rencana kerja yang menguraikan tentang tahapan pekerjaan, system pelaporan yang akan dilaksanakan, dan jadwal pelaksanaan pekerjaan.

Bab V Organisasi pelaksana pekerjaan yang menguraikan tentang kebutuhan tenaga ahli, tugas dan tanggungjawab tenaga ahli, struktur organisasi tim tenaga ahli, jadwal penugasan personil.

Lampiran yang berisi mengenai form survey data sekunder maupun primer. Form data sekunder, Daftar Pelabuhan Aceh, Form Survei Asal Tujuan penumpang (on-board) FSK-1. Survei Perhitungan Jumlah Penumpang Kapal Laut (On Board), Survei Asal Tujuan Barang Kapal Laut (On Board), Form Wawancara Dan Isian Data Untuk Pengelola Pelabuhan - FORM SP-1, Data Lain Yang Diminta Dari Pengelola Pelabuhan (Copy Data)- Lampiran Form SP-1, Form Survei Wawancara Pengelola Pelabuhan, Form Wawancara Dan Isian Data Untuk Perusahaan Pelayaran - FORM SP-2, Data Yang Diminta Dari Perusahaan Pelayaran (Copy Data)-Lampiran Form SP-2, Form Survei Wawancara Pengelola Pelabuhan.

Gambar 1 Peta Administrasi Wilayah Pemerintah Aceh

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN UNTUK COVER BAB 2

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN

II.1 Ruang Administrasi Aceh

Wilayah Aceh terletak di ujung utara Pulau Sumatera dan sekaligus merupakan wilayah paling barat di Indonesia.

Selaras dengan penetapan dalam UU No. 26 Tahun 2007 dan PP No.26 Tahun 2008, bahwa ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya; maka ruang wilayah Aceh dalam konteks RTRWA (Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh) meliputi: wilayah daratan, wilayah laut, wilayah udara, dan dalam bumi.

Berdasarkan Peta Rupa Bumi Indonesia skala 1 : 50.000, wilayah daratan Aceh secara geografis terle tak pada 020 00’ 00” – 060 00’ 00” LU dan 950 00’ 00” – 980 30’ 00” BT. Dengan batas- batas wilayah adalah:

 sebelah utara : Selat Malaka dan Laut Andaman/Teluk Benggala;  sebelah timur : Selat Malaka dan Provinsi Sumatera Utara;  sebelah selatan : Provinsi Sumatera Utara dan Samudera Hindia;  sebelah barat : Samudera Hindia.

Luas wilayah daratan Aceh adalah 56.758,8482 Km2 atau 5.675.840,82 Ha, yang meliputi daratan utama di Pulau Sumatera, pulau-pulau besar dan pulau-pulau kecil.

Berdasarkan penetapan UU 32/2004 Pasal 18 ayat (4), maka selain wilayah daratan yang akan menjadi lingkup wilayah perencanaan RTRW Aceh juga tercakup wilayah laut kewenangan pengelolaan (WLK) Provinsi Aceh sejauh 12 (dua belas) mil-laut dari garis pangkal ke arah laut lepas. Wilayah laut kewenangan tersebut terdapat atau terletak di Samudera Hindia, Laut Andaman, dan Selatan Malaka, dengan luas Berdasarkan PP no 37 tahun 2008 yang merupakan refisi PP no 38 tahun 2002 tentang titik-titik garis pangkal kepulauan Indonesia luas laut kewenangan Aceh Adalah 74.798,02 km2 atau 7.478.801,59 Ha bila ditambah dengan kawasan gugusan karang melati seluas 14.249,86 km2 atau 1.424.986,18 Ha, luas laut kewenangan Aceh menjadi 89.047,88 km2 atau 8.904.787,77 Ha.

Wilayah udara Aceh adalah ruang udara yang yang terletak di atas wilayah darat dan wilayah laut tersebut, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Wilayah dalam bumi Aceh adalah ruang dalam bumi yang terletak di bawah wilayah darat dan wilayah laut tersebut, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

II.1.1 Pembagian Wilayah Administrasi

Wilayah Aceh sebagai provinsi secara administrasi pemerintahan terbagi atas 23 (dua puluh tiga) wilayah kabupaten/kota, seperti yang ditunjukkan pada Tabel I.2.1. Sesuai dengan penetapan Wilayah Aceh sebagai provinsi secara administrasi pemerintahan terbagi atas 23 (dua puluh tiga) wilayah kabupaten/kota, seperti yang ditunjukkan pada Tabel I.2.1. Sesuai dengan penetapan

Tabel 1 Pembagian Administrasi Pemerintah Aceh

Gambar 2 Peta Pembagian Administrasi Wilayah Aceh

II.1.2 Kependudukan, Sosial Budaya

II.1.2.1 Jumlah dan Sebaran Penduduk

Jumlah penduduk Aceh pada akhir 2011 adalah 4.597.308 jiwa, Perkembangan jumlah penduduk beserta sebarannya menurut masing-masing kabupetan/kota ditunjukkan pada Tabel dibawah ini.

Tabel 2 Perkembangan Jumlah Penduduk Aceh

NO KAB/KOTA

82344 80674 82521 2 Aceh Singkil

102505 102509 104856 3 Aceh Selatan

215315 202251 206881 4 Aceh Tenggara

177024 179010 183108 5 Aceh Timur

340728 360475 368728 6 Aceh Tengah

189298 175527 179546 7 Aceh Barat

158499 173558 177532 8 Aceh Besar

359032 389288 398201 11 Aceh Utara

532537 529751 541878 12 Aceh Barat Daya

124813 126036 128922 13 Gayo Lues

75165 79560 81382 14 Aceh Tamiang

241734 251914 257681 15 Nagan Raya

125425 139663 142861 16 Aceh Jaya

82904 76782 78540 17 Bener Meriah

114464 122277 125076 18 Pidie Jaya

135345 132956 136000 19 Banda Aceh

4363477 4494410 4597308 Catatan/Notes: * Hasil Sensus Penduduk 2010/Results of population census 2010 Sumber : Aceh dalam angka 2005, 2006, 2007, 2008, 2009 dan Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh Source : BPS-Statistics of Aceh Province

Kabupaten/kota pada tahun 2008 dengan jumlah penduduk terbesar adalah Kabupaten Aceh Utara (541.878 jiwa) dan jumlah penduduk terkecil adalah Kota Sabang (31.355 jiwa). Bila sebaran penduduk dilihat menurut masing-masing bagian wilayah Aceh, dapat ditunjukkan sebagai berikut:

 di pesisir timur, mulai dari Pidie sampai Aceh Tamiang, jumlah penduduk adalah 2.417.712 jiwa atau 52.59% dari penduduk Aceh;  di sekitar Banda Aceh, yang meliputi Banda Aceh, Aceh Besar, dan Sabang, jumlah penduduk adalah 619.381 jiwa atau 13.47% dari penduduk Aceh;  di pesisir barat, mulai dari Aceh Jaya sampai Subulussalam/Aceh Singkil dan Simeulue, jumlah penduduk adalah 991.103 jiwa atau 21.56% dari jumlah penduduk Aceh;  di bagian tengah (pegunungan/dataran tinggi), yang meliputi Aceh Tengah, Bener Meriah, Gayo Lues, dan Aceh Tenggara, jumlah penduduk adalah 569.112 jiwa atau 12.38% dari penduduk Aceh.

Sebaran penduduk seperti dikemukakan di atas menunjukkan adanya kesenjangan jumlah penduduk di antara bagian-bagian wilayah tersebut.

II.1.2.2 Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur

Pada tabel 3 ditunjukkan komposisi penduduk Aceh menurut jenis kelamin, pada tahun 1980, 1990, dan 2008 sampai 2011. Dari tahun 1980 sampai 2003 jumlah penduduk laki-laki lebih besar daripada perempuan, sementara sejak 2004 sampai 208 jumlah penduduk perempuan lebih besar daripada laki-laki. Perubahan komposisi penduduk menurut jenis kelamin ini terkait dengan jatuhnya korban jiwa pada bencana gempa dan tsunami pada 26 Desember 2004. Sedangkan pada tahun 2010-2011, laki-laki lebih besar dari perempuan.

Tabel 3 Komposisi Penduduk Menurut Umur Tahun 2007-2011

NO TAHUN LAKI - LAKI PEREMPUAN JUMLAH

Catatan/Notes: * Hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS)/Result of int population survey Sumber : Aceh dalam angka 2009 dan Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh Source : BPS-Statistics of Aceh Province

II.1.2.4 Prediksi Jumlah Penduduk Menurut RTRW Aceh 2030

Berdasarkan kajian terhadap perkembangan jumlah penduduk sejak tahun 1980 sampai 2008, dan khususnya karakter perkembangan 2005 – 2008 yaitu setelah bencana tsunami melanda Aceh, serta karakter perkembangan wilayah yang diharapkan, maka diprediksikan jumlah penduduk pada akhir tahun perencanaan, yaitu tahun 2029. Prediksi penduduk ini dikemukakan menurut 2 skenario pertumbuhan penduduk, yaitu skenario optimis dan skenario moderat. Pada skenario optimis diprediksikan jumlah penduduk Aceh tahun 2029 adalah 7.359.847 jiwa atau dibulatkan 7.360.000 jiwa. Sementara pada skenario moderat diprediksikan jumlah penduduk Aceh tahun 2029 adalah 6.529.806 jiwa atau dibulatkan 6.530.000 jiwa.

Tabel 4 Prediksi Jumlah Penduduk Aceh Tahun 2029 (Skenario 1 Optimis)

II.1.2.5 Penduduk Menurut Keragaman Etnis/Suku

Pada tabel dibawah ini dikemukakan tentang keragaman suku/etnis dan bahasa daerah yang dipakai sehari-hari menurut masing-masing kabupaten/kota di Aceh.

Pada wilayah pesisir utara dan timur dari Banda Aceh sampai Langsa/Aceh Timur dan pesisir barat dari Aceh Jaya sampai Aceh Barat Daya suku asli yang dominan adalah suku Aceh dengan bahasa Aceh. Pada wilayah pesisir timur yang berbatasan dengan Sumatera Utara terdapat suku Tamiang dengan Bahasa Tamiang.

Pada wilayah bagian tengah terdapat suku asli Gayo dengan bahasa Gayo (Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Gayo Lues), dan suku asli Alas dengan bahasa Alas (Aceh Tenggara).

Pada wilayah pesisir barat bagian selatan terdapat suku Singkil dengan bahasa Julu, Aneuk Jamee, Pak-Pak, Halaban, Nias (Aceh Singkil, Subulussalam), suku Aneuk Jamee dan Kluet dengan bahasa Aceh, Aneuk Jamee, Kluet (Aceh Selatan). Dan di Pulau Simeulue terdapat suku Simeulue dengan bahasa Devayan, Aneuk Jamee, Sigulai, Leko.

Tabel 5 Keragaman Suku/Etnis dan Bahasa di Aceh

Selain penduduk asli di atas, penduduk Aceh juga berasal dari pendatang, yang bervariasi: Jawa, Melayu, Batak, Karo, Mandailing, Minang, Nias, dan Cina, yang tersebar di kabupaten dan kota di Aceh.

II.2 Kondisi fisik dan lingkungan

II.2.1 Konfigurasi wilayah

Wilayah daratan Aceh terdiri atas daratan utama (mainland) di Pulau Sumatera beserta 119 pulau (sumber: RUTR Wilayah Pesisir Aceh, data dari Departemen Dalam Negeri menyebutkan total ada 663 pulau, dengan rincian: 205 pulau telah bernama, dan 458 pulau belum bernama). Di antara pulau-pulau tersebut, paling tidak ada 9 pulau yang berpenghuni, yaitu: Pulau Simeulue (Kab. Simeulue), Pulau Tuangku, Pulau Ujungbatu, Pulau Balai, Pulau Nibong (di Kepulauan Banyak Kab. Aceh Singkil), Pulau Weh (Kota Sabang), serta Pulau Breueh, Pulau Nasi, Pulau Bunta (di Pulo Aceh Kab. Aceh Besar). Selain pulau-pulau tersebut, pulau-pulau lainnya relatif merupakan pulau- pulau kecil. Dengan konfigurasi demikian dan terletak di tepi perairan laut, maka selain daratan di pulau utama (mainland) Pulau Sumatera dan pulau-pulau besar dan kecil, juga ada wilayah laut kewenangan Aceh yaitu sejauh 12 mil-laut dari garis pantai dan/atau garis pangkal menurut pulau- pulau terluar.

II.2.2 Ketinggian/Elevasi

Di pesisir timur, bagian wilayah dengan ketinggian < 500 meter di atas permukaan laut (dpl) relatif lebih ”merata” lebarnya dari garis pantai, sementara di pesisir barat menunjukkan kondisi yang relatif lebih lebar di sekitar Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Singkil, dan Subulussalam; sementara yang relatif sangat sempit di sekitar Aceh Besar, Aceh Jaya, Aceh Selatan, dan Aceh Barat Daya. Ketinggian di atas 3.000 m dpl terdapat di kompleks Gunung Leuser.

II.2.3 Kemiringan Lereng

Kemiringan lereng dominan ditampilkan pada Gambar 1.2.6 dengan kelompok kelerengan < 40%, 40% - 60%, dan > 60%. Selaras dengan sebaran ketinggian/elevasi pada Gambar 1.2.6, sebaran kemiringan lereng < 40% relatif selaras dengan ketinggian < 500 m dpl. Kemiringan lereng dominan 40% - 60 % dan > 60 % terdapat sejak dari kaki sampai ke puncak-puncak pegunungan. Sesuai dengan karakter kemiringan lahan tersebut, ada hasil kajian RePPPRoT 1998 mengenai arahan penetapan bagian wilayah dengan dominan fungsi lindung dan dominan fungsi budidaya. Dominasi fungsi lindung diindikasikan sekitar 56,28 %, dan dominasi fungsi budidaya sekitar 43,72 % dari luas wilayah Aceh.

Gambar 3 Peta Elevasi Aceh

II.2.4 Fisiografi Wilayah Aceh

Kondisi fisiografi wilayah Aceh di daratan Pulau Sumatera (mainland) dapat dikelompokkan atas empat kelompok utama, yaitu : dataran rendah, pegunungan bagian utara, pegunungan bagian tengah, dan pegunungan bagian selatan.

Dataran rendah di bagian barat terdapat terletak sejak dari sekitar muara Sungai Alas/Singkil, muara Krueng Tripa, sampai muara Krueng Teunom. Dataran ini berhampiran atau diapit oleh barisan pegunungan berlereng terjal yang merupakan tempat mengalirnya sungai-sungai yang relatif pendek dan deras ke bagian lembah yang datar di pesisir. Fisiografi yang demikian disertai dengan curah hujan yang tinggi menyebabkan bagian muara sungai tidak mampu menampung volume air, sehingga selalu tergenang dan membentuk kawasan berawa-rawa. Dataran rendah di bagian timur wilayah mempunyai alur yang cukup lebar, mulai dari perbatasan Aceh dan Provinsi Sumatera Utara yang selanjutnya menyempit di sekitar pesisir Peudada sampai di kaki Gunung Seulawah. Dataran rendah di bagian utara, merupakan lembah sungai Krueng Aceh yang terletak di Kabupaten Aceh Besar dan Kota Banda Aceh.

Pegunungan bagian utara terletak di Kabupaten Aceh Besar, Pidie, Aceh Jaya, dan Aceh Barat. Pegunungan bagian utara ini merupakan bukit-bukit yang saling terpisah, yang antara lain terdiri atas Kompleks Gunung Seulawah (1.762 m), Kompleks Gunung Ulu Masen (2.390 m), dan Komplek Gunung Peut Sagoe (2.780 m). Selain itu, terdapat patahan turun lembah Krueng Aceh yang diduga belum sepenuhnya stabil, sehingga sewaktu-waktu potensial terjadi getaran di permukaan bumi (gempa). Pada bagian wilayah ini terdapat dataran tinggi, yaitu Dataran Tinggi Tangse (dan Geumpang).

Pegunungan bagian tengah terletak di Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Nagan Raya. Pegunungan bagian tengah ini mempunyai lereng yang sangat curam sehingga sulit dilalui, yang ditandai oleh keberadaan antara lain Kompleks Gunung Geureudong/Burni Telong (2.556 m) dan Kompleks Gunung Ucap Malu (3.187 m). Pada pegunungan bagian tengah ini terdapat dataran tinggi, yaitu Dataran Tinggi Gayo, dan terdapat danau yaitu Danau Laut Tawar.

Pegunungan bagian selatan terletak di Kabupaten Gayo Lues, Aceh Tenggara, Aceh Barat Daya, dan Aceh Selatan. Pegunungan bagian selatan ini terdiri dari tiga baris pegunungan sejajar. Jajaran paling selatan dengan dengan pegunungan paling tinggi adalah Gunung Leuser (3.466 m) yang merupakan gunung tertinggi di Aceh. Jajaran di tengah relatif lebih rendah, sementara jajaran di utara kembali naik lebih tinggi. Pada jajaran di tengah tersebut terdapat dataran tinggi, yang dikenal dengan Dataran Tinggi Alas; dan mengalir Sungai Alas, yang seperti halnya dengan Krueng Aceh, mengalir di atas patahan turun (slank).

II.2.5 Klimatologi

Berdasarkan klasifikasi iklim menurut Schmidt Fergusson wilayah Aceh termasuk pada tipe iklim tropis. Berdasarkan pantauan dari 3 stasiun klimatologi yaitu stasiun Blang Bintang (Aceh Besar), Sabang, dan Meulaboh (Aceh Barat), musim hujan terjadi pada bulan Agustus sampai Januari dan musim kemarau pada bulan Februari sampai Juli.

Dari ketiga stasiun klimatologi tersebut, gambaran kondisi iklim wilayah Aceh adalah sebagai berikut :

a. Stasiun Blang Bintang : curah hujan rata-rata 1.250 – 2.000 mm/tahun, dengan hari hujan rata- rata 13 hari/bulan, suhu udara rata-rata berkisar 25 – 28 oC, kelembaban nisbi rata-rata 69 – 90 %, serta kecepatan angin 2,0 – 4,0 knot.

b. Stasiun Sabang : curah hujan rata-rata 2.000 – 2.500 mm/tahun, dengan hari hujan rata-rata 7 hari/bulan, suhu udara rata-rata berkisar 26 – 27,5 oC, kelembaban nisbi rata-rata 73 – 86 %, serta kecepatan angin 3,0 – 11,0 knot.

c. Stasiun Meulaboh : curah hujan rata-rata 2.500 – 3.500 mm/tahun, dengan hari hujan rata-rata

17 hari/bulan, suhu udara rata-rata berkisar 21 – 31 oC, kelembaban nisbi rata-rata 69 – 96 %, serta kecepatan angin 5,0 – 7,0 knot.

II.2.6 Jenis Tanah

Jenis tanah yang diidentifikasikan di wilayah Aceh, yaitu dari pembacaan Peta Penyebaran Jenis Tanah menurut Pusat Penelitian Tanah Bogor ada 12 jenis tanah yang terdapat di Aceh, yaitu : (1) Organosol dan Glei Humus, (2) Aluvial, (3) Hidromorf Kelabu, (4) Regosol, (5) Podsolik Merah Kuning (PMK), (6) Renzina, (7) Andosol, (8) Litosol, (9) Komplek PMK dan Litosol, (10) Komplek PMK, Latosol, dan Litosol, (11) Komplek Podsolik Coklat, Podsol, dan Litosol, (12) Komplek Renzina dan Litosol. Dari pembacaan pada peta sebaran jenis tanah dapat diindikasikan sebaran jenis tanah tersebut seperti berikut ini.

Jenis tanah organosol dan glei humus dominan tersebar di pesisir barat, yang relatif luas, yaitu di Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Selatan bagian selatan, Aceh Singkil, dan Subulussalam; dan di pesisir timur, yang relatif sempit dan memanjang mengikuti garis pantai, yaitu di Aceh Timur, Aceh Utara, Bireuen, dan Pidie Jaya.

Jenis tanah aluvial yang terletak di pesisir yaitu di Aceh Besar, Pidie, Aceh Utara sampai Aceh Timur dan Aceh Tamiang; sementara di dataran tinggi terdapat pada tepi alur sungai Lawe Alas di Aceh Tenggara. Selain itu di pulau-pulau terdapat di Simeulue, Kepulauan Banyak, dan Pulau Breueh. Jenis tanah hidromorf kelabu terdapat memanjang dan setempat di Aceh Utara sampai Aceh Timur dan Aceh Tamiang. Jenis tanah regosol relatif sangat sedikit, yaitu di pesisir Aceh Besar yang menerus ke Pidie, dan setempat-setempat di sekitar Gunung Leuser dan di Aceh Tenggara.

Jenis tanah podsolik merah kuning (PMK) terdapat hampir di semua kabupaten/kota baik di pesisir maupun di dataran tinggi/pegunungan. Jenis tanah PMK yang terdapat di pesisir berhadapan langsung dengan garis pantai antara lain terdapat di Aceh Jaya, Aceh Barat Daya sampai Aceh Selatan; pada lini di belakang pesisir tersebut terdapat di Aceh Barat, Nagan Raya, Subulussalam, memanjang sejak dari Pidie sampai ke Aceh Tamiang. Sementara di dataran tinggi terdapat di Aceh Tengah, Bener Meriah, Gayo Lues, dan Aceh Tenggara. Selain itu terdapat sedikit di Pulau Simeulue bagian barat.

Jenis tanah renzina sangat sedikit dan hampir tidak teridientifikasi pada peta. Jenis tanah andosol terdapat di sekitar punggungan gunung-gunung utama yaitu di G. Seulawah, G. Peut Sagoe, G. Geureudong, dan G. Leuser. Jenis tanah litosol berhampiran dengan andosol dan di pegunungan Jenis tanah renzina sangat sedikit dan hampir tidak teridientifikasi pada peta. Jenis tanah andosol terdapat di sekitar punggungan gunung-gunung utama yaitu di G. Seulawah, G. Peut Sagoe, G. Geureudong, dan G. Leuser. Jenis tanah litosol berhampiran dengan andosol dan di pegunungan

Komplek PMK dan litosol dengan sebaran sedikit di pegunungan perbatasan Pidie – Aceh Jaya – Aceh Besar, dan sebaran yang agak dominan di Pulau Simeulue dan Kepulauan Banyak. Komplek PMK, latosol, litosol, tersebar di dataran tinggi/pegunungan, sejak dari Aceh Besar, Aceh Jaya dan Pidie teus ke arah selatan/tenggara hingga ke Aceh Tenggara dan Aceh Tamiang. Komplek podsolik coklat, podsol, dan litosol, juga terdapat di dataran tinggi/pegunungan yaitu sejak dari Pidie, Aceh Tengah, Gayo Lues, dan Aceh Tenggara. Komplek renzina dan litosol tersebar pada lereng pegunungan setempat, terdapat di Aceh Besar, Aceh Jaya, Aceh Barat dan Nagan Raya, Aceh Selatan, dan memanjang dari Aceh Timur sampai Aceh Tamiang.

II.2.7 Sistem Lahan

Pada Gambar 1.2.8 ditunjukkan sistem lahan (land system) di wilayah Aceh, yaitu sebanyak sekitar

60 sistem lahan. Dari sebaran sistem lahan tersebut, dapat diindikasikan kecenderungan sistem lahan yang menonjol pada masing-masing bagian wilayah di Aceh.

Bagian wilayah pegunungan tengah

Pada bagian wilayah pegunungan tengah ini sangat menonjol sistem lahan BPD (Bukit Pandan) dengan karakteristik utamanya antara lain peka gerakan tanah/longsor, lereng >60%, sistem drainase dendritik, dan curah hujan yang tinggi. Sistem lahan BPD ini sangat dominan di dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL), dan juga terdapat di Kawasan Ekosistem Ulu Masen. Selain sistem lahan BPD tersebut, di bagian wilayah pegunungan tengah ini juga terdapat sistem lahan lainnya seperti: PDH (Pendreh) dan TWI (Telawi), yang keduanya mempunyai lereng >60%. Selain itu terdapat juga sistem lahan BYN (Bukit Ayun) dan GGD (Gunung Gedang), seperti pada pegunungan perbatasan Aceh Besar dan Aceh Jaya.

Bagian wilayah pesisir timur

Pada bagian wilayah pesisir timur ini sangat menonjol sistem lahan KHY (Kahayan), yang terdapat terutama di lembah Krueng Aceh (Banda Aceh dan sekitarnya), pesisir Kabupaten Pidie, Pidie Jaya, Bireuen, Aceh Utara, Aceh Timur, dan Aceh Tamiang. Selain itu setempat-setempat terdapat sistem lahan: MPT (Maput), AMI (Alur Menani), dan MBI (Muara Beliti).

Bagian wilayah pesisir barat

Pada bagian wilayah pesisir barat ini, di kawasan yang berupa rawa tedapat sistem lahan MDW (Mendawai) yaitu di Rawa Singkil, dan sistem lahan BBK (Benjah Bekasik) yaitu di Rawa Tripa. Selain itu setempat-setempat terdapat sistem lahan PTG (Putting), MPT (Maput), dan TNJ (Tanjung).

Selain itu, khusus yang terletak di sekitar gunung-gunung utama di Aceh, dengan sistem lahan yang menonjol adalah sebagai berikut:

 Di kompleks Gunung Seulawah, yang menonjol adalah sistem lahan SBB (Sibual-buali) dengan kawasan di kaki sebelah utaranya adalah sistem lahan BPP (Batang Pelepat) dengan karakter dominan lereng >60%;

 Di kompleks Gunung Peut Sago, yang menonjol adalah sistem lahan BBG (Bukit Balang) dengan kawasan di sekitarnya dengan sistem lahan PDH (Pendreh) dengan karakter dominan lereng >60%;

 Di kompleks Gunung Geureudong, yang menonjol adalah sistem lahan TGM (Tanggamus) dengan kawasan sekitarnya dengan sistem lahan TLU (Talamau).

II.2.8 Geologi, Hidrogeologi dan Cekungan Air Tanah

Pada Gambar 1.2.9 ditunjukkan peta geologi, dan pada Gambar 1.2.10 ditunjukkan peta hidrogeologi wilayah Aceh. Dari peta geologi dapat dilihat bahwa sebagian terbesar wilayah Aceh terdiri atas batuan tersier dan quarter. Pada bagian-bagian tertentu, khususnya di punggungan pegunungan terdapat batuan yang lebih tua, berupa singkapan.

Sejalan dengan itu pada peta hidrogeologi dapat diidentifikasikan jenis litologi batuan (lithological rock types) serta potensi dan prospek air tanah (groundwater potential and prospects). Berturut-turut relatif dari kompleks punggungan hingga ke pesisir atau pantai dapat diidentifikasikan jenis litologi batuan sebagai berikut:

 batuan beku atau malihan (igneous or metamorphic rocks) terletak pada kompleks

pegunungan mulai dari puncak atau punggungan; dengan potensi air tanah sangat rendah;  sedimen padu - tak terbedakan (consolidated sediment – undifferentiated) terletak di bagian bawah/hilir batuan beku di atas namun masih pada kompleks pegunungan hingga ke kaki pegunungan, dan juga terdapat di Pulau Simeulue; dengan potensi air tanah yang juga sangat rendah;

 batu gamping atau dolomit (limestones or dolomites), yang terletak setempat-setempat, yaitu di pegunungan di bagian barat laut Aceh Besar (sekitar Peukan Bada dan Lhok Nga), di Aceh Jaya, di Gayo Lues dan Aceh Timur; dengan potensi air tanah yang juga sangat rendah;

 hasil gunung api – lava, lahar, tufa, breksi (volcanic products – lava, lahar, tuff, breccia) terutama terdapat di sekitar gunung berapi, terutama yang teridentifikasi terdapat di sekitar

G. Geureudong, G. Seulawah, dan G. Peut Sagoe; dengan potensi air tanah rendah;  sedimen lepas atau setengah padu – kerikil, pasir, lanau, lempung (loose or semi-consolidated sediment (gravel, sand, silt, clay) yang terdapat di bagian paling bawah/hilir yaitu di pesisir, baik di pesisir timur maupun pesisir barat dan di cekungan Krueng Aceh; dengan potensi air tanah sedang sampai tinggi.

Pada Gambar tersebut juga ditunjukkan adanya indikasi sesar/patahan yang relatif memanjang mengikuti pola pegunungan yang ada di wilayah Aceh (relatif berarah barat laut – tenggara).

Terkait dengan aspek hidrogeologi di atas, selanjutnya dikemukakan juga mengenai cekungan air tanah (CAT) yang ada di wilayah Aceh. Dengan mengacu kepada Atlas Cekungan Air Tanah Indonesia yang diterbitkan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral tahun 2009, pada halaman lembar Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dapat diidentifikasikan ada 14 (empat belas) Cekungan Air Tanah (CAT) di wilayah Aceh

Gambar 4 Peta Geologi Wilayah Aceh

II.2.9 Geologi, Hidrogeologi dan Cekungan Air Tanah

Di wilayah Aceh terdapat 408 Daerah Aliran Sungai (DAS) besar sampai kecil. Untuk pengelolaan sungai sebagai sumber daya air ditetapkan 11 Wilayah Sungai (WS) yang terdapat di Aceh, berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.11A/PRT/M/2006, seperti ditunjukkan pada Tabel I.2.16 dan Gambar 1.2.12.

Ada 4 klasifikasi WS yang ada di Aceh, yaitu:

1. WS Lintas Provinsi: (A2-1) WS Lawe Alas-Singkil, yang dikelola Pemerintah Pusat;

2. WS Strategis Nasional: (A3-1) WS Meureudu-Baro, (A3-2) WS Jambo Aye, (A3-3) WS Woyla- Seunagan, (A3-4) WS Tripa-Bateue, yang juga dikelola oleh Pemerintah Pusat;

3. WS Lintas Kabupaten/Kota: (B-1) WS Krueng Aceh, (B-2) WS Pase-Peusangan, (B-3) WS Tamiang-Langsa, (B-4) WS Teunom-Lambesoi, (B-5) WS Krueng Baru-Kluet, yang dikelola oleh Pemerintah Aceh;

4. WS Dalam Kabupaten/Kota: (C-1) WS Pulau Simeulue, yang dikelola oleh Pemerintah Kabupaten Simeulue.

Pada beberapa muara sungai, endapan sedimen yang terjadi telah menyebabkan hambatan aliran banjir dan mengganggu lalu-lintas kapal/perahu nelayan, yaitu di muara: Krueng Aceh (Banda Aceh/Aceh Besar), Krueng Baro dan Krueng Ulim (Pidie), Krueng Peudada (Bireuen), Krueng Idi (Aceh Timur), Krueng Langsa (Langsa), Krueng Tamiang (Aceh Tamiang), Krueng Teunom (Aceh

Jaya), Krueng Meureubo (Aceh Barat), Krueng Seunagan dan Krueng Tripa (Nagan Raya), Lawe Alas – Krueng Singkil (Gayo Lues, Aceh Tenggara, Subulussalam, dan Aceh Singkil).

Tabel 6 Wilayah Sungai di Aceh

II.3 Kondisi Keanekaragaman Hayati

Biodiversity atau keanekaragaman hayati tersebut meliputi fauna (satwa) dan flora (tumbuhan). Sebaran tersebut menunjukkan bahwa keanekaragaman hayati yang tinggi terdapat di bagian wilayah pegunungan tengah (khususnya pada lereng dan kaki pegunungan), dan di pesisir yaitu di bagian wilayah dengan ekosistem rawa di pesisir barat, seperti di rawa Singkil/Trumon dan rawa Tripa. Dihubungkan dengan wilayah administrasi, maka hampir semua kabupaten terkena dengan kawasan keanekaragaman hayati tinggi tersebut.

Sebaran keanekaragaman hayati tersebut merupakan salah satu faktor penting dalam penetapan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) yang terletak sebagian terbesar di Aceh dan sebagian lagi di Provinsi Sumatera Utara. Sehubungan dengan keanekaragaman hayati tersebut juga diinformasikan tentang sebaran jenis fauna yang merupakan spesies “payung” (umbrella species) dalam ekosistem tersebut, yaitu gajah, harimau, orangutan, dan badak seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.2.14 serta masing-masing untuk habitat gajah pada Gambar 1.2.15 untuk habitat harimau pada Gambar 1.2.16 habitat orangutan pada Gambar 1.2.17 dan habitat badak pada Gambar 1.2.18..

Di samping sebaran “spesies payung” tersebut, wilayah Aceh juga memiliki kawasan keanekaragaman hayati penting lainnya, yaitu: “Ecofloristic” seperti ditunjukkan pada Gambar

1.2.19 Kawasan Penting Burung (Important Bird Areas/IBA) dan Kawasan Kunci Keaneka-ragaman Hayati (Key Biodiversity Areas/KBA) seperti ditunjukkan pada Gambar 1.2.20 Berdasarkan data dari For TRUST (Forum Tata Ruang Sumatera), bila dilakukan tumpang tindih (super impose) seluruh data keanekaragaman hayati tersebut, maka akan diperoleh kawasan keanekaragaman hayati di Aceh yang perlu dilindungi, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.2.13 di depan.

Sehubungan dengan sebaran keanekaragaman hayati di wilayah Aceh, maka di luar Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) yang telah ditetapkan juga terdapat kawasan ekosistem lainnya yang telah dikaji yang akan mengakomodasi keanekaragaman hayati ini di bagian wilayah lainnya yaitu di Kawasan Ekosistem Ulu Masen. Pada Gambar 1.2.21 ditunjukkan Kawasan Ekosistem Leuser dan Kawasan Ekosistem Ulu Masen di Aceh.

Gambar 5 Peta Kawasan Leuser dan Ekosistem Ulu Masen

II.4 Kondisi Pertambangan

Potensi pertambangan di wilayah Aceh mencakup semua bahan tambang, yaitu: mineral dan batubara (minerba), minyak dan gas bumi (migas), panas bumi, dan air tanah. Dari data potensi pertambangan yang ada, yang telah teridentifikasi; yang dengan klasifikasi dahulu atau sebelumnya dikenal dengan bahan tambang strategis (golongan A), bahan tambang vital (golongan B), dan bahan tambang golongan C, dapt dikemukakan potensi bahan tambang Potensi pertambangan di wilayah Aceh mencakup semua bahan tambang, yaitu: mineral dan batubara (minerba), minyak dan gas bumi (migas), panas bumi, dan air tanah. Dari data potensi pertambangan yang ada, yang telah teridentifikasi; yang dengan klasifikasi dahulu atau sebelumnya dikenal dengan bahan tambang strategis (golongan A), bahan tambang vital (golongan B), dan bahan tambang golongan C, dapt dikemukakan potensi bahan tambang

Selanjutnya secara khusus untuk jenis mineral logam dan mineral bukan logam digambarkan sebarannya seperti pada Gambar 1.2.22 dan Gambar 1.2.23.

Secara khusus untuk bahan tambang berupa air tanah, potensi dan sebarannya telah dijelaskan pada pembahasan hidrogeologi khususnya mengenai cekungan air tanah di depan.

Dari pembacaan pada tabel-tabel dan gambar-gambar tersebut, dari sudut pandang tata ruang dapat diindikasikan bahwa bahan-bahan tambang yang potensial terdapat baik pada atau di bawah permukaan kawasan budidaya dan kawasan lindung.

Tabel 7 Potensi Bahan Tambang di Aceh, diluar Bahan Galian

Tabel 8 Lokasi Bahan Tambang diluar galian

Gambar 6 Peta Sebaran Potensi Mineral Bukan Logam

II.5 Kondisi Pesisir, Laut dan Pulau-Pulau Kecil

Dengan memperhitungkan panjang garis pantai pada pulau utama dan pulau-pulau yang relatif besar, maka Aceh mempunyai garis pantai lebih kurang sepanjang 2.422 km, yang terdiri atas garis pantai di pulau induk (mainland) Sumatera 1.660 km, di Pulau Weh/Sabang 62 km, dan di Pulau Simeulue 700 km.

Berdasarkan penetapan UU 32/2004 Pasal 18 ayat (4), maka selain wilayah daratan yang akan menjadi lingkup wilayah perencanaan RTRW Aceh juga tercakup wilayah laut kewenangan pengelolaan (WLK) Aceh sejauh 12 (dua belas) mil-laut dari garis pantai terluar ke arah laut lepas. Dengan demikian maka wilayah laut kewenangan tersebut terdapat atau terletak di Samudera Hindia, Laut Andaman, dan Selat Malaka. Adalah 74.798,02 km2 atau 7.478.801,59 Ha bila ditambah dengan kawasan gugusan karang melati seluas 14.249,86 km2 atau 1.424.986,18 Ha, luas laut kewenangan Aceh menjadi 89.047,88 km2 atau 8.904.787,77 Ha.

Selain daratan utama (mainland) Pulau Sumatera, wilayah Aceh juga mencakup pulau-pulau besar dan kecil, yaitu sejumlah 119 pulau (sumber: RUTRW Pesisir Prov. NAD, 2007. Data dari Departemen Dalam Negeri menyebutkan di Aceh terdapat pulau sejumlah 663 pulau, dengan rincian: 205 pulau telah bernama, dan 458 pulau belum bernama) . Di antara pulau-pulau tersebut, teridentifikasi paling tidak ada 9 pulau yang berpenghuni atau didiami penduduk, yaitu: Pulau

Simeulue (Kab. Simeulue), Pulau Tuangku, Pulau Ujungbatu, Pulau Balai (di Kepulauan Banyak Kab. Aceh Singkil), Pulau Weh (Kota Sabang), Pulau Breueh, Pulau Nasi, Pulau Bunta (di Pulo Aceh Kab. Aceh Besar). Pulau-pulau lainnya relatif merupakan pulau-pulau kecil. Gugus pulau-pulau kecil dengan jumlah pulau-pulau kecil yang relatif banyak adalah di perairan Kepulauan Banyak Kabupaten Aceh Singkil, yang terdiri atas 99 pulau.

II.6 Kondisi Pariwisata

Sektor pariwisata di Aceh akan merupakan salah satu sektor yang dapat dijadikan andalan di masa datang. Jenis pariwisata di Aceh sangat bervariasi yaitu meliputi wisata alam, wisata bahari, wisata budaya, wisata ekologi, wisata kota, dan wisata minat khusus.

Untuk memudahkan dalam identifikasi distribusi objek-objek wisata yang ada, maka dibuat cluster yang berdasarkan pada 4 faktor yang dianggap penting, faktor itu adalah (i) faktor letak geografis yaitu kedekatan satu wilayah dengan wilayah yang lainnya, (ii) faktor jarak yaitu jarak dari satu wilayah dengan wilayah yang lainnya, (iii) faktor aksesibilitas yaitu tingkat kemudahan pencapaian baik jalur transportasi maupun angkutan, dan (iv) faktor pelayanan kota yaitu pelayan suatu kota terhadap kebutuhan dari pada penduduknya.

Tabel 9 Lokasi Pengembangan Pariwisata Aceh

ARAHAN CLUSTER

OBJEK WISATA UNGGULAN

PENGEMBANGAN

Cluster Banda Aceh - Mesjid Raya Baiturrahman, bekas- Diarahkan menjadi Sabang

bekas tsunami, Kherkhof, Pantai ODTW Alam dan Gapang, Taman Laut Pulau Rubiah, Budaya dan Pantai Iboih

Cluster Aceh Besar - Pidie Pantai Pelabuhan Malahayati, Diarahkan menjadi Pantai Ujung Batee, dan Pantai ODTW Alam Mantak Tari, Pantai Lampuuk Lhoknga.

Cluster Bireuen – Aceh Museum

dan Diarahkan menjadi Utara – Lhokseumawe

Maslikussaleh,

Makam Malikussaleh

ODTW Budaya dan Minat Khusus

Cluster Aceh Timur – Monumen Islam Pertama Asia Diarahkan menjadi Langsa – Aceh Tamiang

Tenggara (Monisa), dan Pantai ODTW Alam dan

Budaya Cluster Aceh Tengah - Taman Nasional Gunung Leuser,

Kuala Langsa

Diarahkan menjadi Bener Meriah – Gayo Danau Laut Tawar

ODTW Alam Lues – Aceh Tenggara Cluster Aceh Jaya – Aceh Pantai Putih Cemara Indah, Pantai Diarahkan

menjadi Barat – Nagan Raya – Lhok Geulumpang, dan Pantai ODTW Alam Aceh Barat Daya

Lagana.

Cluster Aceh Singkil – Pantai Pulau Sarok, Desa Wisata Diarahkan menjadi Aceh Selatan

Kuala Baru, dan Taman Laut Pulau ODTW Alam, Budaya Pelambak Besar

dan Minat Khusus. Cluster

Simeulue – Pantai Lasikin, Pulau Bengkaru Diarahkan menjadi Kepulauan Banyak

(tempat penyu hijau, penyu ODTW Alam belimbing, penyu sisik).

II.7 Kondisi Ekonomi

II.7.1 Kondisi Ekonomi Aceh

II.7.1.1 Struktur Ekonomi Aceh

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Aceh menurut lapangan usaha atas dasar harga berlaku tahun 2009 sampai 2011 ditunjukkan pada tabel dibawah Angka PDRB tahun 2009 adalah Rp. 32.219.086.32 milyar dan tahun 2007 adalah Rp. 34.779.702.73milyar. Angka PDRB tersebut termasuk lapangan usaha yang terkait dengan minyak & gas bumi (migas), yaitu pertambangan migas dan industri migas. Sementara untuk angka PDRB tanpa migas pada tahun 2009 adalah Rp. 27.574.794.89 milyar dan tahun 2011 adalah Rp. 30.801.676.45 milyar.

Selanjutnya dikemukakan distribusi porsi (menurut persentase) dari masing-masing lapangan usaha dalam PDRB Aceh dengan migas, dan pada Tabel 12 dikemukakan distribusi tersebut tanpa migas.

Berdasarkan Tabel 11 berturut-turut dari lapangan usaha yang paling besar persentase porsinya dapat dikemukakan catatan penting sebagai berikut ini.

1. Pertanian (26.88 %)

Porsi lapangan usaha pertanian ini meningkat dari 26.18 % pada tahun 2009 menjadi 26.88% pada tahun 2011. Ada pergeseran porsi dari sub lapangan usaha yaitu pada tahun 2009 berturut-turut adalah pertanian tanaman pangan, peternakan, perkebunan, kehutanan, kemudian perikanan menjadi pada tahun 2011 berturut-turut adalah pertanian tanaman pangan, perkebunan, perikanan, peternakan, kemudian kehutanan. Dengan demikian dalam lapangan usaha pertanian ini ada peningkatan yang lebih pesat pada kegiatan perkebunan dan perikanan.

2. Pertambangan & Penggalian (7.51 %)

Porsi lapangan usaha pertambangan & penggalian ini menurun dari 8.68% pada tahun 2009 menjadi 7.51% pada tahun 2011. Dalam lapangan usaha ini kontribusi sangat dominan dari pertambangan migas, yang memang menurun produksinya.

3. Perdagangan, Hotel & Restoran (20.30 %)

Porsi lapangan usaha perdagangan, hotel & restoran meningkat dari 19.29% pada tahun 2009 menjadi 20.30% pada tahun 2011. Bila pada tahun 2009 lapangan usaha ini menduduki urutan ke-2 kontribusinya, maka pada tahun 2011 tetap menduduki urutan ke-3. Kontribusi sub lapangan usaha yang terbesar adalah dari perdagangan besar dan eceran. Dengan demikian untuk total PDRB ada kecenderungan peningkatan kegiatan perdagangan hotel dan restoran.

4. Industri (10.23 %)

Porsi lapangan usaha industri ini menurun tajam dari 11,78% pada tahun 2009 menjadi 10,23% pada tahun 2009. Bila pada tahun 2009 lapangan usaha ini menduduki urutan ke-4 kontribusinya, maka pada tahun 2011 masih menduduki urutan ke-4. Konstribusi sub lapangan usaha yang dominan adalah industri migas, khususnya gas alam cair.

5. Jasa-Jasa (18.1 %)

Porsi lapangan usaha jasa-jasa ini meningkat dari 17.9% pada tahun 2009 menjadi 18.1% pada tahun 2011. Konstribusi jasa pemerintahan umum (16.96%) sangat dominan jika dibandingkan dengan jasa swasta (1.14%).

6. Pengangkutan & Komunikasi (7,55 %)

Porsi lapangan usaha ini meningkat signifikan, yaitu dari 7.08% pada tahun 2009 menjadi 7,55% pada tahun 2011. Kontribusi pengangkutan (6.25%) sangat dominan jika dibandingkan dengan komunikasi (1.30%). Pada sub lapangan usaha pengangkutan ini angkutan jalan raya masih sangat dominan (5.54%) diikuti di bawahnya adalah angkutan udara (0.34%) dan angkutan laut (0,32%). Dengan semakin membaiknya kondisi ekonomi ke depan lapangan usaha pengangkutan & komunikasi ini diindikasikan akan semakin besar porsinya.

7. Konstruksi (7,55 %)

Porsi lapangan usaha konstruksi ini meningkat dari 6.92% pada tahun 2009 menjadi 7,55% pada tahun 2011. Indikasi kenaikan ini membuktikan bahwa gerakan pembangunan di Aceh semakin baik dan pembangunan sarana dan prasarana di seluruh Aceh semakin baik.

8. Keuangan, Real Estate & Jasa Perusahaan (1.90 %)

Porsi lapangan usaha ini meningkat dari 1,83% pada tahun 2009 menjadi 1,90% pada tahun 2011. Sub lapangan usaha real estate (0,58%) dan bank (0,1.17%) adalah yang menonjol dalam lapangan usaha ini.

9. Listrik, Gas & Air Bersih (0,38 %)

Porsi lapangan usaha ini sebesar 0,32 % pada tahun 2009 dan naik menjadi 0.37% pada 2010. Ada dan meningkat kembali pada tahun 2011 sebesar 0.38%.

Tabel 10 PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000, Tahun 2009 - 2011 (Juta Rupiah)

No. Lapangan Usaha

a. Tanaman Bahan Makanan

3618517.57 3869060.79 b. Tanaman Perkebunan

1748506.75 1828590.83 c. Peternakan dan Hasil-hasilnya

1499048.84 1579118.65 d. Kehutanan

546695.57 e. Perikanan

2 PERTAMBANGAN & PENGGALIAN

2176996.88 2155037.41 b. Pertambangan Bukan Migas

a. Minyak dan Gas Bumi

0 0 0 c. Penggalian

3 INDUSTRI PENGOLAHAN

3491324.15 3557636.65 a. Industri Migas

1851822.45 1822988.86 - Pengilangan Minyak Bumi

0 0 0 - Gas Alam Cair

1851822.45 1822988.86 b. Industri Bukan Migas

1639501.71 1734647.79 - Makanan, Minuman dan Tembakau

603079.27 - Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki

6523.11 - Barang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya

538.77 - Kertas dan Barang Cetakan

15991.61 - Pupuk, Kimia dan Barang dari Karet

1030555.56 - Semen dan Barang Galian bukan Logam

50929.21 - Logam Dasar Besi dan Baja

11444.38 - Alat Angkutan, Mesin dan Peralatannya

9405.77 - Barang lainnya

4 LISTRIK, GAS & AIR BERSIH

126854.29 b. Gas Kota

a. Listrik

0 0 0 c. Air Bersih

6 PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN

6609054.88 7059809.11 a. Perdagangan Besar dan Eceran

6373943.98 6806626.46 b. Hotel

22093.69 c. Restoran

7 PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI

2430513.05 2624174.17 a. Pengangkutan

2010426.28 2172995.05 - Angkutan Rel

0 0 0 - Angkutan Jalan Raya

1774120.58 1926772.72 - Angkutan Laut

112345.57 - Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan

2364.77 - Angkutan Udara

116930.97 - Jasa Penunjang Angkutan

14581.03 b. Komunikasi