BAB II Perkembangan Bahasa alay. doc

BAB II
Perkembangan Bahasa
A. Pengertian Perkembangan bahasa
Sesuai dengan fungsinya, bahasa merupakan alat komunikasi yang
digunakan oleh seorang dalam pergaulannya atau hubungannya denga
orang lain. Bahasa merupakan alat bergaul. Oleh karena itu,penggunaan
bahasa menjadi efektif sejak seorang individu memerlukan berkomunikasi
dengan orang lain. Sejak seorang bayi mulai berkomunikasi dengan orang
lain, sejak itu pula bahasa diperlukan. Sejalan dengan perkembangan
hubungan sosial, maka perkembangan bahasa seseorang (bayi-anak)
dimulai dengan meraba (suara atau bunyi tanpa arti) dan diikuti dengan
bahasa satu suku kata, dua suku kata, menyusun kalimat sederhana, dan
seterusnya melakukan sosialisasi dengan menggunakan bahasa yang
kompleks sesuai dengan tingkat perilaku sosial.
Perkembangan bahasa terkait dengan perkembangan kognitif, yang
berarti faktor intelek/kognisi sangat berpengaruh terhadap perkembangan
kemampuan berbahasa. Bayi, tingkat intelektualnya belum berkembang
dan masih sangat sederhana menuju ke bahasa yang kompleks.
Perkembangan bahasa dipengaruhi oleh lingkungan, karena bahasa pada
dasarnya merupakan hasil belajar dari lingkungan. Anak (bayi) belajar
bahasa seperti halnya belajar hal yang lain, “meniru” dan “mengulang”

hasil yang telah didapatkan merupakan cara belajar bahasa awal. Bayi
bersuara, “mmm mmm”, ibunya tersenyum dan mengulang menirukan
dengan memperjelas arti suara itu menjadi “maem-maem”. Bayi belajar
menambah

kata-kata

dengan

menirukan

bunyi-bunyi

yang

didengarkannya. Manusia dewasa (terutama ibunya) di sekelilingnya
membetulkan dan memperjelas. Belajar bahasa yang sebenarya baru
dilakukan oleh anak berusia 6-7 tahun, di saat anak mulai bersekolah. Jadi,
perkembangan bahasa adalah meningkatnya kemampuan penguasaan alat
berkomunikasi, baik alat komunikasi dengan cara lisan, tertulis, maupun


menggunakan tanda-tanda dan isyarat. Mampu dan menguasai alat
komunikasi di sini diartikan sebagai upaya seseorang untuk dapat
memahami dan dipahami orang lain.
B. Perkembangan Bahasa
Semua manusia yang normal dapat menguasai bahasa, sebab sejak
lahir manusia telah memiliki kemampuan dan kesiapan untuk mempelajari
bahasa dengan sendirinya. Hal ini terlihat bahwa manusia tidak
memerlukan banyak usaha untuk mampu berbicara. Orang yang dalam
jangka waktu cukup lama terus-menurus mendengar pengucapan suatu
bahasa, biasanya ia akan mampu mengucapkan bahasa tersebut tanpa
instruksi khusus atau direncanakan.Bahkan banyak peniliti mengenai
penguasaan bahasa meyakini bahwa anak-anak dari bebagai konteks sosial
yang luas mampu menguasai bahasa ibu mereka tanpa terlebih dahulu
diajarkan secara khusus dan tanpa penguatan yang jelas (Rice, 1993 dalam
Santrock 1995). Kemampuan dan kesiapan belajar bahasa pada manusia
ini segera mengalami perkembangan setelah kelahirannya. Bahkan
menurut Havighurst (1984), kemampuan menguasai bahasa, dalam dengan
orang lain melalui penggunaan suara-suara yang berarti dan berhubungan
salah satu tugas perkembangan yang harus dicapai pada masa bayi. Hal ini

adalah karena urat urat saraf dan otot-otot alat bicara sudah berkembang
baik sejak lahir. Oleh karena itu, jauh sebelum bayi bisa berbicara, dia
telah mampu meniru secara selektif nada pembicaraan tertentu. Bahkan
bayi yang baru lahir dapat mensinkronkan gerakan tubuhnya dengan nada
pembicaraan orang dewasa (Hetherington & Parke 1979). Sejak akhir
bulan pertama, bayi dapat membedakan suara manusia dengan suara-suara
lainnya, dan pada usia 2 bulan mereka merespon secara berbeda terhadap
suara yang berasal dari ibunya dan dari wanita lain yang belum
dikenalnya. Penelitian juga bahwa bayi, seperti halnya orang dewasa,
sudah dapat membedakan antara huruf mati atau huruf konsonan, seperti

“pah” dan “bah”. Kemampuan ini muncul dalam diri bayi kira-kira usia 1
bulan (Eimas, 1975).
Jadi, sesungguhnya bayi sudah menunjukan kemampuan khusus
berbahasa, termasuk menyeleksi perhatian, membedakan suara,meniru
aspek-aspek pembicaraan, mengsinkronkan gerakan dengan nada suara
lebih khusus lagi kemampuan memahami fonem. Bayi yang berusia 1
bulan, dapat denngan mudah membedakan antara bunyi yang sama dengan
fonem y6ang berbeda, dan anak-anak dengan cepat dapat mempelajari
fonem yang berbeda, dan relevan dengan bahasanya. Namun, dibutuhkan

waktu bertahun-tahun bagi ana untuk mempelajari bagaimana fonem dapat
digabung untuik membentuk kata (Atkinson, et all, 1991).
Disamping

memiliki

kemampuan

berbahasa

yang

dapat

berkembang dengan cepat, bayi sejak lahir juga aktif memproduksi bunyi
sekalipun bukan bahasa. Seorang yang bangun tengah malam karena
tangisan bayi usia 3 minggu, menunjukan bahwa bayi itu tidak diam atau
pasif. Produksi pada tahun pertama kehidupan engikuti suatu urutan rapi.
Kaplan & Kaplan (1971) mengidentifikasi empat tahap produksi bunyi
pada bayi, yaitu: (1) tangisan, yang dimulai dari kelahiran; (2) suara-suara

lain dan mendengkur, yang dimulai pada akhir bulan pertama; (3) ocehan,
yang dimulai pada pertengahan tahun pertama; dan (4) suara yang vvtelah
dipolakan pada usia menjelang 1 tahun.
Suara pertama yang diucapkan oleh seorang bayi yang baru lahir
adalah adalah tangisan. Menagis adalah salah satu cara pertama bagi bayi
berbicara dengan dunia luar. Melalui tangisan, bayi memberitahukan
kebutuhannya kepada oranng lain, seperti untuk menghilangkan rasa lapar,
pedih, lelah, dan keadaan tubuh yang tidak menyenangkan lainnya. Agar
“pembicaraan” tersebut mudah dipahami oleh orang lain, alam
menyediakan perbedaan kualitas suara tangis, sehingga pada minggu
ketiga atau keempat dapat diketahui apa maksud tangisan bayi melallui
nada, intensitas, dan gerakan-gerakan badan yang menyertainya.

Selama bulan-bulan pertama kehidupannya, bayi juga banyak
mengeluarkan

suara-suara

sederhana,


seperti:

merengek,menjerit,

kmenguap, bersin, mengeluh, batuk, bunyi mengarau, menggeram, dan
sebagainya. Kemudian, pada usia kira-kira 1 hingga 6 bulan bayi mulai
memperhatikan suatu minat terhadap suara, bermain dengan air liur, dan
merespon suara. Pada usia 6 bulan, bayi mulai mengoceh, mengelurkan
suara seperti “gogoo” dan “gaga.” Ocehan ini berbeda-beda sesuai dengan
situasi, seperti ocehan di dalam tempat tidur kecil, ocehan ketika melihat
mobil, atau ketika duduk dipangkuan ibunya (Hetherington & Parke,
1971)
Pada pertengahan 2 tahun pertama perbendaharaan kata yang
diterima bayi mulai berkembang dan meningkat secara dramatis pada
tahun ke dua, dari 12 kata yang dipahami pada ulang tahun pertama hingga
dierkirakan 300 kata atau lebih pada ulang tahun kedua. Pada usia kirakira 9 hingga 12 bulan bayi mulai memahami pelajaran seperti “daah”
ketika kita mengucapkan selamat tinggal. Pada saat anak-anak berusia 18
hingga 24 bulan, mereka biasanya mengucapkan pertanyaan yang terdiri
dari dua kata. Selama tahap kedua kata ini, mereka dengan cepat
memahami pentingnya mengekspresikan konsep dan pern yang akan

dimainkan oleh bahasa dalam berkomunikasi dengan orang lain.
C. Perolehan Bahasa pada Anak
Setidaknya terdapat 3 teori utama yang menjelaskan tentang
perolehan dan perkembangan bahasa pada anak-anak, yaitu Model
Behaviorist, Model Lingusitik dan Model Kognitif. Penjelasan tiap-tiap
model diuraikan sebagai berikut ini :
1. Model Behaviorist.
Inti pandangan model ini adalah : Language is a function of reinforcement.
Orang tua dan guru mengajar anak berbicara dengan memberikan
reinforcement (penguatan) sebagai prinsip pendekatan behaviorist
terhadap tingkah laku verbal. Dengan pemberian reinforcement ini anak
belajar memberi nama pada benda-benda secara tepat, sehingga anak

mengetahui arti kata-kata. Hal ini dapat terjadi karena setiap kali anak
berbuat suatu kesalahan, akan segera dikoreksi oleh guru dan juga orang
tuanya atau masyarakat verbal lainnya, melalui reinforcement yang
selektif. Penguasaan gramatika juga terjadi dengan cara yang sama, tetapi
bagaimana anak dapat tahu arti kata-kata? Menurut teori ini anak-anak
mula-mula merupakan tabula rasa. Kata-kata yang didengarnya disimpan
di dalam ingatan melalui asosiasi. Kemudian, dalam observasinya seharihari terhadap lingkungan, ia melihat adanya suatu hubungan antara entry

(kombinasi antara objek dengan person) dengan suatu aksi tertentu. Lamalama terjadi asosiasi yang kuat antara keduanya dan asosiasi tersebut
disimpannya dalam ingatan (memory). Makin banyak asosiasi yang terjadi
dan disimpan dalam ingatannya. 2. Model Lingustik
Tokoh utama model ini adalah Chomsky. Menurut Chomsky, anakanak dilahirkan sudah dilengkapi dengan kemampuan untuk berbahasa.
Melalui kontak dengan lingkungan sosial, kemampuan bahasa tersebut
akan tampak dalam perilaku berbahasa.
Dari sudut pandang ini, bahasa adalah suatu kemampuan yang khas
yang dimiliki manusia. Selain itu, Chomsky dan kawan-kawan
menganggap bahwa perolehan bahasa tidak dengan cara induksi seperti
yang dijelaskan oleh mazhab empiris, melainkan karena manusia secara
biologis

memang

sudah

diprogramkan

(pre-programmed)


untuk

memperoleh bahasa. Hampir semua anak memformulasikan data-data
bahasa yang diperoleh melalui hipotetis testing dan lambat laun anak
menguasai teori tentang gramatik.
Lebih lanjut, menurut Chomsky seorang anak bukanlah suatu
tabula rasa, melainkan telah mempunyai faculty of language (faculty
adalah kemampuan untuk berkembang atau untuk belajar). Faculty ini
adalah khas manusia sedangkan binatang tidak memiliki faculty tersebut.
Faculty ini berdiri sendiri, tidak bergantung pada faculty yang lain, seperti
berpikir, pengamatan, dan sebagainya. Faculty ini semata-mata berupa
faktor linguistik dan berbeda dengan bantuk-bentuk berpikir yang primitif

seperti pada hewan. Selanjutnya, dikatakan apabila seorang anak memiliki
faculty of language, maka semua anak di dunia ini akan mengembangkan
tipe-tipe bahasa yang sama, yang berarti ada suatu ciri universal dalam
segala macam bahasa. faculty of language ini telah mengandung pelbagai
aturan tata bahasa, sehingga anak tidak mengalami kesukaran dalam
belajar bahasa. Faktor linguistik bawaan ini oleh Chomsky disebut innate
mechanisme. Bahwa anak-anak mempunyai innate mechanisme dibuktikan

dari cara mereka menyusun kalimat-kalimat dengan aturan-aturannya
sendiri, yang mustahil didapatkannya dari luar (orang tua, guru dan
masyarakat) karena kalimat-kalimat yang didengarnya tidak demikian
bentuknya. Lagi pula input bahasa yang didapatnya relatif masih sedikit
untuk diinduksikan dari pada aturan gramatika. Dalam kenyataan seharihari tata bahasa itu hanya terlihat struktur luarnya (surface structure) saja,
sedangkan struktur dalam atau (deep structure ) masih merupakan tanda
tanya. Struktur dalam inilah yang dicoba oleh Chomsky untuk diuraikan.
3. Model Kognitif
Kelompok ini diwakili oleh Piaget, Bruner, dan Vigotsky (Mar’at,
2001:86). Model ke tiga ini adalah pandangan terbaru mengenai perolehan
bahasa pada anak. Pandangannya disebut dengan model proses (process
model) atau analisis strategi (strategy analysis). Inti dari pendekatan baru
ini adalah suatu model kognitif untuk bahasa, yang mencoba menjelaskan
bagaimana

bahasa

itu

diproses


secara

kognitif

dan

bagaimana

manifestasinya dalam tingkah laku. Model ini berusaha menghubungkan
segi performance dengan segi competence, hal mana belum diungkapkan
hubungannya oleh kedua pendekatan yang terdahulu. Para ahli dan praktisi
di dunia pendidikan khususnya dewasa ini lebih menyukai model ketiga
ini, yaitu yang memandang bahasa dari sudut prosesnya (in process terms).
Hubungan antara bahasa dan perkembangan kognitif ditinjau dari
perspektif psikoliguistik dewasa ini diterangkan sebagai berikut:

Bahwa anak-anak dapat belajar bahasa memang berkat adanya halhal yang innate, akan tetapi hal-hal yang innate ini bukanlah a set of ideas
seperti yang diungkapkan oleh aliran rasionalis (Chomskysm), melainkan
berupa kapasitas kogntif dan kapasitas untuk belajar. Kedua kapasitas itu
lebih general dan predetermining sifatnya, tidak sederhana seperti yang
diungkapkan oleh aliran empiris (Skinnerism). Kemampuan umum
(general) berarti bahwa anak-anak menemukan pola-pola linguistik seperti
halnya mereka menemukan pola-pola persepsi dalam dunia penginderaan.
Kedua proses ini merupakan bagian dari perkembangan kognitif umum.
Jadi, dikatakan bahwa seorang individu itu berkembang, baik linguistik
maupun perseptual adalah hasil dari prosedur dan kesimpulan kognitif
yang bersifat innate. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa apa yang
disebut Chomsky sebagai suatu universalitas bahasa tidak lain dari hasil
proses-proses kognitif yang diasumsikan universal sifatnya. Dengan
demikian,

transformasi

yang

dibicarakan

oleh

Transformational

Generative Grammar (TGG) dari Chomsky sebenarnya adalah suatu
operasi kognitif yang bukan hanya direfleksikan dalam bahasa, akan tetapi
juga dalam persepsi visual. Contohnya : bahwa orang dapat membedakan
antara kata benda dengan kata kerja dalam suatu bahasa merupakan hasil
dari strategi kognitif dalam membedakan antara objek dan hubungan
antara objek. Perkembangan Kognitif dan Bahasa Anak SD.
D. Aspek-aspek Berbahasa Anak
Setidaknya terdapat empat aspek dalam berbahasa (Marat, 2001),
keempat aspek tersebut dipaparkan sebagai berikut :
1. Kemampuan menggunakan bahasa untuk meyakinkan orang lain agar
mau melakukan sesuatu. Aspek ini seperti yang dimiliki oleh para
pemimpin, dan politikus.
2. Potensi yang membantu mengingat atau menghafal, yaitu adanya
kapasitas untuk menggunakan alat bantu mengingat informasi, memberi
jarak dan suatu urutan menjadi aturan permainan, atau dari suatu perintah

menjadi prosedur menggerakan sesuatu, misalnya mesin. 3. Penjelasan,
yaitu menjelaskan secara oral, membuat syair, mengumpulkan pepatah,
atau peribahasa, dan penjelasan singkat kemudian meningkat sampai pada
menggunakan kata-kata untuk menyusun sebuah tulisan.
4. Berbahasa untuk menjelaskan bahasa itu sendiri, kemampuan
menggunakan

bahasa

untuk

merefleksi

bahasa

itu

sendiri,

dan

menggunakan analisa metalinguistik. Ini tampak pada anak saat ia
bertanya, “maksudmu yang mana, yang merah atau yang abu-abu?”, ini
dikatakan oleh anak dalam rangka mengarahkan anak lain untuk kembali
merefleksi apa yang sudah dikatakan. Aspek bahasa lainnya adalah
semantic (arti kata) dan pragmatis (memandang sesuai kegunaannya),
yaitu dapat memanfaatkan dengan baik mekanisme pemrosesan informasi
secara lebih luas, dikaitkan dengan organ bicara.
E. Faktor-faktor Mempengaruhi Perkembangan Bahasa
Berbahasa terkait erat dengan kondisi pergaulan. Oleh sebab itu
perkembangannya dipengaruhi oleh beberpa faktor. Faktor-faktor itu
adalah :
1. Umur anak
Manusia bertambah umur akan semakin matang pertumbuhan
fisiknya, bertambah pengalamn, dan meningkat kebutuhannya. Bahasa
seseorang akan berkembang sejalan dengan pertambahan pengalaman
dan kebutuhannya. Faktor fisik akan ikut mempengaruhi sehubungan
semakin sempurnanya pertumbuhan orang bicara, kerja otot-otot untuk
melakukan

gerakan-gerakan

dan

isyarat.

Pada

masa

remaja

perkembangan biologis yang menunjang kemampuan berbahasa telah
mencapai tingkat kesempurnaan, dengan dibarengi oleh perkembangan
tingkat intelektual anak akan mampu menunjukan cara berkomunikasi
dengan baik.

2. Kondisi Lingkungan
Lingkungan tempat anak tumbuh dan berkembang member andil
yang cukup besar dalam berbahasa. Perkembangan bahasa di lingkungan
perkotaan akan berbeda dengan di lingkungan pedesaan. Begitu pula
perkembangan bahasa di daerah pantai, pegunungan, dan daerah-daerah
terpencil dan di kelompok sosial yang lain.
3. Kecerdasan Anak
Untuk meniru lingkungan bunyi atau suara, gerakan, dan mengenal
tanda-tanda, memerlukan kemampuan motorik seseorang berkorelasi
positif dengan kemampuan intelektual ata tingkat berpikir. Ketepatan
meniru, memproduksi perbendaharaan kata-kata yang diingat, kemampuan
menyusun kalimat dengan baik, dan memahami atau menangkap maksud
suatu pernyataan pihak lain, amat dipengaruhi oleh kerja piker atau
kecerdasan seseorang anak.
4. Status Sosial Ekonomi Keluarga
Keluarga yang berstatus sosisal ekonomi baik, akan mampu
menyediakan situasi yang baik bagi perkembangan bahasa anak-anak dan
anggota keluarganya. Rangsangan untuk dapat ditiru oleh anak-anak dari
anggota keluarga yang berstatus sosial tinggi berbeda dengan keluarga
yang

berstatus

rendah.

Hal

ini

akan

lebih

tampak

perbedaan

perkembangan bahasa bagi anak yang hidup di dalam keluarga terdidik
dan tidak terdidik. Dengan kata lain pendidikan keluarga berpengaruh pula
terhadap perkembangan bahasa.
5. Kondisi Fisik
Kondisi fisik di sini dimaksudkan kondisi kesehatan anak. Seseorang
yang cacat yang terganggu kemampuannya untuk berkomunikasi seperti

bisu, tuli, gagap, atau orang suara suara tidak sempurna akan mengganggu
perkembangannya dalam berbahasa.
6. Pengaruh Kemampuan Berbahasa terhadap Kemampuan Berpikir
Kemapuan berbahasa dan kemampuan berpikir saling berpengaruh
satu sama lain. Bahwa kemampuan berpikir saling terhadap kemampuan
berbahasa dan sebaliknya, kemampuan berbahasa berbahasa berpengaruh
terhadap kemampuan berpikir. Seseorang yang rendah kemampuan
berpikirnya akan mengalami kesulitan dalam menyusun kalimat yang
baik, logis, dan sistematis. Hal ini akan berakibat sulitnya berkomunikasi.
Bersosialisasi berarti melakukan konteks dengan yang lain. Seseorang
menyampaikan ide dan gagasannya dengan berbahasa dan menangkap ide dan
gagasan orang lain melalui bahasa. Menyampaikan dan mengambil makna ide
dan gagasan itu merupakan proses berpikir yang abstrak. Ketidaktepatan
menangkap arti bahasa akan berakibat ketidak tepatan dan kekaburan persepsi
yang diperolehnya. Akibat lebih lanjut adalah bahwa hasil proses berpikir
menjadi tidak tepat benar. Ketidaktepatan hasil pemrosesan piker ini
diakibatkan kekurang mampuan dalam bahasa.
F. Unsur-unsur Bahasa
Sebagai suatu alat komunikasi, bahasa memiliki seperangkat sistem
yang satu sama lain saling mempengaruhi yaitu : fonologi, morfologi,
sintaksis, semantik dan pragmatik. Fonologi merupakan salah satu bagian dari
tata bahasa yang mempelajari bunyi-bunyi bahasa pada umumnya. Fonologi
mempelajari fungsi dari sistem pembeda bunyi dalam suatu bahasa, mencoba
menetapkan aturan-aturan untuk menentukan dan membedakan fonem satu
dengan yang lain dan bagaimana ia dapat berfungsi di dalam sistematika
bahasa, sehingga komunikasi dapat menjadi lebih efektif (Mara’at, 2001:60).

Fonem adalah suatu bunyi terkecil yang dapat membedakan arti.
Fonem-fonem dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu fonem-fonem
segmental dan fonem-fonem supraegmental. Fonem segmental dapat dibagi
dalam fonem vokal dan fonem konsonan, sedangkan fonem suprasegmental
terdiri dari nada, tekanan dan panjang jeda. Contoh : fonem /p/ dan /g/ dalam
kata payung dan gayung atau piring dan giring. Di sini terlihat bahwa /p/
dan /g/ dalam lingkungan yang sama dapat membentuk dua kata yang berbeda
(payung dan gayung atau piring dan giring) dengan arti yang berbeda pula.
Oleh karena itu, /p/ dan /g/ disebut fonem karena merupakan suatu satuan
bunyi terkecil yang membentuk arti.
Jadi secara konkret, dalam fonologi dipelajari bagaimana bunyi itu
disusun menjadi kata, bagaimana bunyi disusun menjadi kata, bagaimana
aturannya bila ingin menggabungkan bunyi menjadi kata dan dimana memberi
tekanan dan intonasi pada waktu membunyikan kata-kata, agar makna dapat
lebih mudah ditangkap oleh lawan bicaranya. Seorang anak yang baru belajar
bahasa, harus belajar membedakan bunyi-bunyi dan pola-pola intonasi yang
menghasilkan makna berbeda-beda. Morfologi ialah ilmu yang membicarakan
morfem serta bagaimana morfem itu dibentuk menjadi kata (Mar’at, 2001:61).
Morfem adalah bentuk linguistik yang paling kecil, misalnya tidur, jalan, ber-,
ke-, -an, panas dan sebagainya. Morfologi dapat juga diuraikan sebagai
struktur gramatik dari suatu kata. Selanjutnya menurut Yus Badudu (Mar’at,
2001:61) dijelaskan bahwa morfem dalam bahasa Indonesia dibedakan atas 4
golongan sebagai berikut :
1. Morfem yang dapat berdiri sendiri sebagai kata, yaitu morfem bebas seperti
batu, telur, lima dan pergi.
2. Morfem yang tidak pernah berdiri sendiri, tetapi selalu terikat pada morfem
lain yang disebut imbuhan (afiks), disebut morfem terikat morfologis,
misalnya :me-, pe-an, ke-an, per- dan sebagainya.

3. Morfem yang tidak pernah berdiri sendiri, tetapi selalu terikat dengan
morfem yang lain dalam suatu frase, klausa, atau kalimat, disebut morfem
terikat sintaksis, contohnya: (belia) pada muda belia, atau (siur) pada simpang
siur. Kata sambung (konjungsi) termasuk juga morfem terikat sintaksis,
seperti : terapi, karena, sehingga; juga kata depan (preposisi) seperti : di, ke,
dari, dan untuk.
4. Morfem yang unik, selalu terikat baik secara morfologis maupun sintaksis,
tetapi bukan termasuk imbuhan. Contohnya : Juang pada berjuang, semangat
juang Temu pada pertemuan, penemuan, bertemu Tawa pada tertawa, tertawatawa. Sintaksis adalah bagian dari tata bahasa yang mempelajari dasar-dasar
dan proses-proses pembentukan kalimat dalam suatu bahasa (Mar’at,
2001:63). Untuk mempelajari kalimat diperlukan kata-kata. Ada beberapa
kategori kata (menurut tata bahasa tradisional) sebagai berikut : 1. Kata benda
atau nomina 2. Kata kerja atau verba 3. Kata sifat atau ajectiva 4. Kata ganti
atau pronomina 5. Kata bilangan atau numeralia 6. Kata keterangan atau
adverbia 7. Kata sambung atau conjungtio 8. Kata depan atau prepositio 9.
Kata sandang atau articula 10. Kata seru atau interjection Penggolongan oleh
ahli-ahli linguistik yang berdasarkan struktur morfologinya, di kelompokkan
ke dalam 4 jenis kata, yaitu sebagai berikut : 1.Kata benda atau nomina
substantiva 2. Kata kerja atau verba 3. Kata tugas atau function words 4. Kata
sifat atau ajectiva.
Kadang-kadang nampak perbedaan dalam penggolongan kategori pada
berbagai bahasa. Antara bahasa Indonesia dengan bahasa Barat juga terlihat
perbedaan karena keduanya berasal dari rumpun yang berbeda. Meskipun
masing-masing bahasa mempunyai struktur gramatik yang berbeda, namun
pada umumnya semua bahasa tentu memiliki kategori kata kerja dan kategori
kata benda, yang berbeda secara jelas antara keduanya.

Kedua ketegori ini adalah suatu kategori yang universal, artinya bahwa
kata benda selalu menunjuk tentang sesuatu yang kita bicarakan dan kata kerja
menunjuk tentang apa yang sedang terjadi dengan sesuatu tersebut.
Setelah mengetahui kategori kata-kata, maka kita dapat menyusun
kata-kata menjadi suatu struktur kalimat menurut aturan-aturan tertentu.
Semantik ialah studi mengenai arti suatu perkataan atau kalimat. Ada
bermacam-macam teori tentang semantik, yang berbeda-beda dalam
pendekatan permasalahannya. Dari teori yang banyak itu dapat digolongkan
menjadi dua kelompok besar, yaitu : 1. Teori Referensi, yaitu teori yang
mempelajari kaitan antara kata dengan objeknya/bendanya yang dirujuk (that
it’s refers). Contohnya : perkataan”sepatu” akan merujuk pada suatu sepatu
apa saja yang ada di dunia. Menurut teori ini hubungan antara kata dengan
objeknya disebut hubungan referensi, artinya kata merujuk pada kata benda.
2. Teori Pengertian (Sense), yaitu teori yang mempelajari hubungan
antara kata dengan konsepnya. Contohnya : kata”sepatu” tadi menimbulkan
suatu konsep tentang sepatu, yaitu suatu benda yang dipakai sebagai alas kaki.
Jadi, orang tidak melihat bendanya dulu untuk mengetahui seperti apa sepatu
itu. Perkembangan Kognitif dan Bahasa Anak SD Pragmatik adalah
penggunaan bahasa untuk mengekspresikan intention dan agar seseorang
mengerjakan sesuatu. Pragmatik meliputi aturan-aturan berbahasa yang baik
bila sedang
berada di dalam suatu pertemuan atau dalam saat santai/bermain-main. Juga
ketika sedang diundang makan malam bersama-sama orang lain.
G. Upaya pengembangan kemampuan bahasa dan implikasinya
Kelas atau kelompok belajar terdiri dari siswa siswi yang bervariasi
bahasanya, baik kemampuannya maupun polanya, menghadapi hal ini guru
harus mengembangkan strategi belajar mengajar bidang bahasa dengan
memfokuskan pada potensi dan kemampuan anak

Pertama, anak perlu melakukan pengulangan (menceritakan kembali)
pelajaran yang telah diberikan dengan kata dan bahasa yang disusun oleh
murid-murid sendiri. Dengan cara ini senantiasa guru dapat melakukan
identifikasi tetang pola dan tingkat kememampuan bahasa murid-muridnya.
kedua, berdasarkan hasil identifikasi itu guru melakukan pengembangan
bahasa murid dengan menambahkan perbendaharaan bahas lingkungan yang
telah dipilih secara tepat dan benar oleh guru. Cerita murid tentang isi
pelajaran yang telah di perkaya itu diperluas untuk langkah-langkah
selanjutnya, sehingga para murid mampu menyusun cerita lebih kompherensif
tentang isi bacaan yang telah dipelajari dengan menggunakan pola bahasa
mereka sendiri.
Perkembangan bahasa yang menggunakan model pengekspresian
secara mandiri, baik lisan maupun tertulis, dengan mendasarkan pada bahan
bacaan akan lebih mengembangkan kemampuan bahasa anak dan membentuk
pola bahasa masing-masing. Dalam penggunaan model ini guru harus banyak
memberikan rangsangan dan koreksi dalam bentuk diskusi atau komunikasi
bebas dalam pada itu sarana perkembangan bahasa seperti buku-buku, surat
kabar, majalah, dan lain-lain hendaknya disediakan di sekolah maupun di
rumah.
H. Kemampuan Komunikasi anak usia SD
Kemampuan komunikasi anak usia SD hasil penelitian owens
(1984:47) menunjukan bahwa kemampuan komunikasi anak usia SD adalah
sebagai berikut.
NO
1

USIA ANAK
6 tahun

a. Memiliki kosa kata
yang

dapat

dikomunikasikan
b. Mampu menyerap

20000-24000 kata
c. Mampu

membuat

kalimat

meskipun

masih

dalam

bentuk

kalimat

pendek
d. Pada taraf tertentu
sudah

mampu

mengucapkan
2

8 tahun

kalimat lengkap
a. Mampu bercakapcakap

dengan

menggunakan kosa
kata

yang

dimilikinya
b. Mampu
mengemukakan ide
dan

pikirannya

meskipun
3

10 tahun

masih

sering verbalisme.
a. Mampu berbicara
dalam waktu yang
relative lama
b. Mampu memahami

4

12 tahun

pembicaraan
a. Mampu menyerap
50.000 kata
b. Mampu berbahasa
seperti

orang

dewasa.