MAKALAH TENTANG ISPA. pdf (1)
MAKALAH PRAKTIKUM PRESKRIPSI INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT
( ISPA )
KELOMPOK 2 KELAS : FARMASI B Disusun oleh : RIEKA NURUL DWI A. 201510410311053 SALSABILA AZ ZAHRA
201510410311057 DINDA FARIDA
201510410311071 BAIQ RIZKY LESTARI
201510410311075 DIAN PRAWITASARI
201510410311086 M. RAIHAN AROZAK
201510410311087 TRIMIANTI HIDAHYATUN N. 201510410311100
PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
KATA PENGANTAR
Segala Puji bagi Allah SWT karena atas petunjuk dan hidayah-Nya serta dorongan dari semua pihak sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan seksama. Makalah mengenai “INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) ” ini disusun dengan sistematis untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Preskripsi, Program Studi Farmasi, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Malang.
Dengan selesainya makalah ini, maka tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunan laporan ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dan tidak luput dari kekurangan-kekurangan, baik dari segi materi maupun teknis penulisan. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun dari rekan-rekan pembaca sangat dibutuhkan untuk penyempurnaanya. Semoga laporan praktikum ini dapat memberikan manfaat untuk rekan-rekan yang membaca terkait penyakit ISPA.
Malang, 2 Maret 2018
Penyusun
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Infeksi pada saluran napas merupakan penyakit yang umum terjadi pada masyarakat. Infeksi saluran napas berdasarkan wilayah infeksinya terbagi menjadi infeksi saluran napas atas dan infeksi saluran napas bawah. Infeksi saluran napas atas meliputi rhinitis, sinusitis, faringitis, laringitis, epiglotitis, tonsilitis, otitis. Sedangkan infeksi saluran napas bawah meliputi infeksi pada bronkhus, alveoli seperti bronkhitis, bronkhiolitis, pneumonia. Infeksi saluran napas atas bila tidak diatasi dengan baik dapat berkembang menyebabkan infeksi saluran nafas bawah. Infeksi saluran nafas atas yang paling banyak terjadi serta perlunya penanganan dengan baik karena dampak komplikasinya yang membahayakan adalah otitis, sinusitis, dan faringitis.
Secara umum penyebab dari infeksi saluran napas adalah berbagai mikroorganisme, namun yang terbanyak akibat infeksi virus dan bakteri. Infeksi saluran napas dapat terjadi sepanjang tahun, meskipun beberapa infeksi lebih mudah terjadi pada musim hujan. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran infeksi saluran napas antara lain faktor lingkungan, perilaku masyarakat yang kurang baik terhadap kesehatan diri maupun publik, serta rendahnya gizi. Faktor lingkungan meliputi belum terpenuhinya sanitasi dasar seperti air bersih, jamban, pengelolaan sampah, limbah, pemukiman sehat hingga pencemaran air dan udara.Perilaku masyarakat yang kurang baik tercermin dari belum terbiasanya cuci tangan, membuang sampah dan meludah di sembarang tempat. Kesadaran untuk mengisolasi diri dengan cara menutup mulut dan hidung pada saat bersin ataupun menggunakan masker pada saat mengalami flu supaya tidak menulari orang lain masih rendah.
Pengetahuan dan pemahaman tentang infeksi ini menjadi penting di samping karena penyebarannya sangat luas yaitu melanda bayi, anak-anak dan dewasa, komplikasinya yang membahayakan serta menyebabkan Pengetahuan dan pemahaman tentang infeksi ini menjadi penting di samping karena penyebarannya sangat luas yaitu melanda bayi, anak-anak dan dewasa, komplikasinya yang membahayakan serta menyebabkan
Ditinjau dari prevalensinya, infeksi ini menempati urutan pertama pada tahun 1999 dan menjadi kedua pada tahun 2000 dari 10 Penyakit Terbanyak Rawat Jalan.Sedangkan berdasarkan hasil Survey Kesehatan Nasional tahun 2001 diketahui bahwa Infeksi Pernapasan (pneumonia) menjadi penyebab kematian Balita tertinggi (22,8%) dan penyebab kematian Bayi kedua setelah gangguan perinatal. Prevalensi tertinggi dijumpai pada bayi usia 6-11 bulan. Tidak hanya pada balita, infeksi pernapasan menjadi penyebab kematian umum terbanyak kedua dengan proporsi 12,7%. Tingginya prevalensi infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) serta dampak yang ditimbulkannya membawa akibat pada tingginya konsumsi obat bebas (seperti anti influenza, obat batuk, multivitamin) dan antibiotika. Dalam kenyataan antibiotika banyak diresepkan untuk mengatasi infeksi ini. Peresepan antibiotika yang berlebihan tersebut terdapat pada infeksi saluran napas khususnya infeksi saluran napas atas akut, meskipun sebagian besar penyebab dari penyakit ini adalah virus. Salah satu penyebabnya adalah ekspektasi yang berlebihan para klinisi terhadap antibiotika terutama untuk mencegah infeksi sekunder yang disebabkan oleh bakteri, yang sebetulnya tidak bisa dicegah. Dampak dari semua ini adalah meningkatnya resistensi bakteri maupun peningkatan efek samping yang tidak diinginkan. Permasalahan-permasalahan di atas membutuhkan keterpaduan semua profesi kesehatan untuk mengatasinya. Apoteker dengan pelayanan kefarmasiannya dapat berperan serta mengatasi permasalahan tersebut antara lain dengan mengidentifikasi, memecahkan Problem Terapi Obat (PTO), memberikan konseling obat, promosi penggunaan obat yang rasional baik tentang obat bebas maupun antibiotika.Dengan memahami lebih baik tentang patofisiologi, farmakoterapi infeksi saluran napas, diharapkan peran Apoteker dapat dilaksanakan lebih baik lagi.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)?
2. Bagaimana Epidemiologi dari penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA ) ?
3. Bagaimana patofisiologis dari penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA ) ?
4. Apa saja klasifikasi dari penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA ) ?
5. Bagaimana etiologi dari penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA ) ?
6. Apa saja tanda dan gejala yang ditimbulkan dari penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA ) ?
7. Bagaimana cara mendiagnosis penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA ) ?
8. Apa saja komplikasi yang ditimbulkan dari penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA ) ?
9. Apa saja pengobatan yang dapat dilakukan pada penderita penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA ) ?
10. Apa saja pencegahan yang dapat dilakukan pada penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA ) ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan tentang pengertian Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA )
2. Mengetahui Epidemiologi dari penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA )
3. Mengetahui patofisiologis dari penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA )
4. Mengetahui klasifikasi dari penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA )
5. Menjelaskan tentang etiologi dari penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA )
6. Mengetahui tanda dan gejala yang ditimbulkan dari penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA )
7. Mengetahui cara mendiagnosis penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA )
8. Mengetahui komplikasi yang ditimbulkan dari penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA )
9. Mengetahui pengobatan yang dapat dilakukan pada penderita penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA )
10. Mengetahui pencegahan yang dapat dilakukan pada penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA )
1.4 Manfaat Penulisan
1. Untuk memberikan informasi berupa pengetahuan kepada pembaca dan masyarakat mengenai bahaya yang ditimbulkan dari penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA).
2. Untuk memberikan informasi tentang penanganan dan pencegahan penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA ) secara farmakologis maupun non farmakologis.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA )
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah infeksi saluran pernafasan akut yang menyerang tenggorokan, hidung dan paru-paru yang berlangsung kurang lebih 14 hari, ISPA mengenai struktur saluran di atas laring, tetapi kebanyakan penyakit ini mengenai bagian saluran atas dan bawah secara stimulan atau berurutan (Muttaqin, 2008). ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran pernafasan mulai dari hidung hingga alveoli termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (Nelson, 2003). Jadi disimpulkan bahwa ISPA adalah suatu tanda dan gejala akut akibat infeksi yang terjadi disetiap bagian saluran pernafasan atau struktur yang berhubungan dengan pernafasan yang berlangsung tidak lebih dari 14 hari.
2.2 Epidemiologi dari Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA )
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyebab kematian tersering pada anak di negara sedang berkembang. Infeksi Saluran Pernafasan Akut ini menyebabkan empat dari 15 juta perkiraan kematian pada anak berusia dibawah lima tahun pada setiap tahunnya, dan sebanyak dua per tiga kematian tersebut adalah bayi (khususnya bayi muda usia kurang dari dua bulan) (WHO, 2003).
ISPA adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus, bakteri maupun riketsia. Bakteri-bakteri yang paling sering terlibat adalah Streptococcus grup
A, Pneumococcus-pneumococcus, H.influenza yang terutama dijumpai pada anak-anak kecil. Virus influensa merupakan penyebab tersering dari penyakit saluran pernafasan pada anak-anak dan dewasa. Pada usia lima tahun atau lebih, 90 % anak-anak telah mengalami infeksi oleh virus influensa. Pada bayi dan anak-anak virus tersebut bertanggungjawab atas terjadinya penyakit (Nelson, 1995).
ISPA merupakan penyakit yang penting untuk diketahui oleh ibu-ibu, karena merupakan penyakit yang tingkat kejadiannya sangat tinggi. Menurut survei kesehatan rumah tangga Indonesia pada tahun 1992 dan tahun 1995, persentase kematian bayi akibat ISPA masing-masing adalah 36,4 % dan 29,5 %. Angka kematian bayi akibat ISPA adalah 3 per 100 balita (Anonim, 1995).
Anak-anak akan mendapatkan 3 – 6 kali infeksi / tahun, tetapi beberapa orang mendapatkan serangan dalam jumlah yang lebih besar lagi terutama selama masa tahun ke-2 sampai ke-3 kehidupan mereka. Rata-rata setiap anak akan menderita ISPA sebanyak 3 kali di daerah pedesaan dan kira-kira 6 kali di daerah perkotaan per tahun. Di perkotaan kemungkinan kejadian ISPA lebih tinggi dibanding daerah pedesaan karena berkaitan dengan perbedaan kebersihan udara di kedua daerah tersebut. Demikian pula anak-anak dengan status gizi yang jelek (kurang gizi) akan lebih mudah menderita ISPA atau ISPA nya menjadi lebih berat dibandingkan anak dengan status gizi yang baik (Dwi prahasta dkk, 1988).
Ada banyak salah informasi berkenaan dengan infeksi saluran pernafasan akut sehingga menimbulkan beberapa masalah penting, pertama sebagian besar ISPA tidak diperhatikan, akibatnya penderita mendapatkan pengobatan yang tidak diperlukan dan dengan antibiotik menambah biaya pengobatan, kedua sering terlupakan bahwa faringitis, tonsilitis akut adalah infeksi saluran pernafasan akut paling penting dan harus diobati dengan antibiotik yang memadai, dan yang ketiga dokter sering tidak memperhatikan kenyataan bahwa tidak mungkin membedakan secara meyakinkan antara ISPA karena virus atau karena bakteri atas dasar klinis saja. Untuk membedakan kedua penyebab tersebut diperlukan uji diagnostik sederhana seperti biakan tenggorok. Uji diagnostik diperlukan untuk menanggulangi suatu bakteri yang secara keliru dinyatakan sebagai penyebab infeksi (Shulman dkk, 1994).
Penatalaksanaan infeksi saluran pernafasan akan berhasil dengan baik apabila diagnosis penyakit ditegakkan lebih dalam sehingga pengobatan dapat Penatalaksanaan infeksi saluran pernafasan akan berhasil dengan baik apabila diagnosis penyakit ditegakkan lebih dalam sehingga pengobatan dapat
Antibiotika merupakan obat anti infeksi yang secara drastis telah menurunkan morbiditas dan mortalitas berbagai penyakit infeksi, sehingga penggunaannya meningkat tajam. Hasil survei menunjukkan bahwa kira-kira 30% dari seluruh penderita yang dirawat di rumah sakit memperoleh satu atau lebih terapi antibiotik, dan berbagai penyakit infeksi yang fatal telah berhasil diobati. Sejalan dengan itu antibiotika menjadi obat yang paling sering disalahgunakan, sehingga akan meningkatkan resiko efek samping obat, resistensi dan biaya (Sastramihardja S dan Herry S, 1997).
Antibiotika bertujuan untuk mencegah dan mengobati penyakit- penyakit infeksi. Pemberian pada kondisi yang bukan disebabkan oleh infeksi banyak ditemukan dalam praktek sehari-hari, baik di pusat kesehatan primer (puskesmas) rumah sakit maupun praktek swasta. Ketidaktepatan diagnosis pemilihan antibiotik, indikasi, dosis, cara pemberian, frekwensi dan lama pemberian menjadi penyebab tidak akuratnya pengobatan infeksi dengan antibiotika (Nelson, 1995).
Penyakit infeksi saluran pernafasan akut perlu mendapat perhatian, demikian pula dengan penggunaan antibiotika untuk pengobatannya, karena beberapa penelitian menunjukkan bahwa antibiotik sering diberikan pada pasien. Pemberian antibiotik yang tidak memenuhi dosis regimen dapat meningkatkan resistensi antibiotik. Jika resistensi antibiotik tidak terdeteksi dan tetap bersifat patogen maka akan terjadi penyakit yang merupakan ulangan dan menjadi sulit disembuhkan (Anonim, 2003).
2.3 Patofisiologi Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA )
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring.Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan (Kending dan Chernick, 1983).
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering (Jeliffe, 1974). Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas, sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi normal. Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk (Kending and Chernick, 1983). Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk. Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri- bakteri patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti streptococcus pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut (Kending dan Chernick, 1983).
Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak nafas dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan anak (Tyrell, 1980). Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa menyebar ke saluran nafas bawah (Tyrell, 1980).
Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang saluran nafas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri (Shann, 1985). Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek imunologis saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran nafas yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun saluran nafas yang terdiri dari folikel dan Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang saluran nafas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri (Shann, 1985). Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek imunologis saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran nafas yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun saluran nafas yang terdiri dari folikel dan
a. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum menunjukkan reaksi apa-apa.
b. Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya memang sudah rendah.
c. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit.Timbul gejala demam dan batuk.
d. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh sempurna, sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal akibat pneumonia.
2.4 Klasifikasi Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA )
Klasifikasi penyakit ISPA dibedakan untuk golongan umur di bawah 2 bulan dan untuk golongan umur 2 bulan-5 tahun (Muttaqin, 2008):
a. Golongan Umur Kurang 2 Bulan
1) Pneumonia Berat Bila disertai salah satu tanda tarikan kuat di dinding pada bagian bawah atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan umur kurang 2 bulan yaitu 6x per menit atau lebih.
2) Bukan Pneumonia (batuk pilek biasa) Bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau napas cepat.
Tanda bahaya untuk golongan umur kurang 2 bulan, yaitu:
1. Kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun sampai kurang dari ½ volume yang biasa diminum)
2. Kejang
3. Kesadaran menurun
4. Stridor
5. Wheezing
6. Demam / dingin.
b. Golongan Umur 2 Bulan-5 Tahun
1) Pneumonia Berat Bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan di dinding dada bagian bawah ke dalam pada waktu anak menarik nafas (pada saat diperiksa anak harus dalam keadaan tenang, tidak menangis atau meronta).
2) Pneumonia Sedang Bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah:
a. Untuk usia 2 bulan-12 bulan = 50 kali per menit atau lebih
b. Untuk usia 1-4 tahun = 40 kali per menit atau lebih.
3) Bukan Pneumonia Bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat.
Tanda bahaya untuk golongan umur 2 bulan-5 tahun yaitu:
1. Tidak bisa minum
2. Kejang
3. Kesadaran menurun
4. Stridor
5. Gizi buruk
Klasifikasi ISPA menurut Depkes RI (2002) adalah :
1. ISPA ringan Seseorang yang menderita ISPA ringan apabila ditemukan gejala batuk, pilek dan sesak.
2. ISPA sedang ISPA sedang apabila timbul gejala sesak nafas, suhu tubuh lebih dari 390
C dan bila bernafas mengeluarkan suara seperti mengorok.
3. ISPA berat Gejala meliputi: kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak teraba,nafsu makan menurun, bibir dan ujung nadi membiru (sianosis) dan gelisah.
2.5 Etiologi Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA )
Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptokokus, Stafilokokus, Pneumokokus, Hemofillus, Bordetelia dan Korinebakterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus dan lain-lain (Suhandayani, 2007).
ISPA disebabkan oleh bakteri atau virus yang masuk kesaluran nafas. Salah satu penyebab ISPA yang lain adalah asap pembakaran bahan bakar kayu yang biasanya digunakan untuk memasak. Asap bahan bakar kayu ini banyak menyerang lingkungan masyarakat, karena masyarakat terutama ibu- ibu rumah tangga selalu melakukan aktifitas memasak tiap hari menggunakan bahan bakar kayu, gas maupun minyak. Timbulnya asap tersebut tanpa disadarinya telah mereka hirup sehari-hari, sehingga banyak masyarakat mengeluh batuk, sesak nafas dan sulit untuk bernafas. Polusi dari bahan bakar kayu tersebut mengandung zat-zat seperti Dry basis, Ash, Carbon, Hidrogen, Sulfur, Nitrogen dan Oxygen yang sangat berbahaya bagi kesehatan (Depkes RI, 2002). Faktor resiko timbulnya ISPA menurut Dharmage (2009) : Faktor Demografi yang terdiri dari 3 aspek yaitu :
1) Jenis kelamin Bila dibandingkan antara orang laki-laki dan perempuan, laki lakilah yang banyak terserang penyakit ISPA karena mayoritas orang laki-laki merupakan perokok dan sering berkendaraan, sehingga mereka sering terkena polusi udara.
2) Usia Anak balita dan ibu rumah tangga yang lebih banyak terserang penyakit ISPA. Hal ini disebabkan karena banyaknmya ibu rumah tangga yang memasak sambil menggendong anaknya.
3) Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam kesehatan, karena lemahnya manajemen kasus oleh petugas kesehatan serta pengetahuan yang kurang di masyarakat akan gejala 3) Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam kesehatan, karena lemahnya manajemen kasus oleh petugas kesehatan serta pengetahuan yang kurang di masyarakat akan gejala
2.6 Tanda dan Gejala Klinis dari Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA )
ISPA merupakan proses inflamasi yang terjadi pada setiap bagian saluran pernafasan atas maupun bawah, yang meliputi infiltrat peradangan dan edema mukosa, kongestif vaskuler, bertambahnya sekresi mukus serta perubahan struktur fungsi siliare (Muttaqin, 2008). Tanda dan gejala ISPA banyak bervariasi antara lain demam, pusing, malaise (lemas), anoreksia (tidak nafsu makan), vomitus (muntah), photophobia (takut cahaya), gelisah, batuk, keluar sekret, stridor (suara nafas), dyspnea (kesakitan bernafas), retraksi suprasternal (adanya tarikan dada), hipoksia (kurang oksigen), dan dapat berlanjut pada gagal nafas apabila tidak mendapat pertolongan dan mengakibatkan kematian. (Nelson, 2003). Sedangkan tanda gejala ISPA menurut Depkes RI (2002) adalah :
a. Gejala dari ISPA Ringan Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:
1. Batuk
2. Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misal pada waktu berbicara atau menangis).
3. Pilek, yaitu mengeluarkan lender atau ingus dari hidung.
4. Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370 C atau jika dahi anak diraba.
b. Gejala dari ISPA Sedang Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala dari ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:
1. Pernafasan lebih dari 50 kali per menit pada anak yang berumur kurang dari satu tahun atau lebih dari 40 kali per menit pada anak yang berumur satu tahun atau lebih. Cara menghitung pernafasan ialah 1. Pernafasan lebih dari 50 kali per menit pada anak yang berumur kurang dari satu tahun atau lebih dari 40 kali per menit pada anak yang berumur satu tahun atau lebih. Cara menghitung pernafasan ialah
2. Suhu lebih dari 39º C (diukur dengan termometer).
3. Tenggorokan berwarna merah.
4. Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak.
5. Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.
6. Pernafasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur).
7. Pernafasan berbunyi menciut-ciut.
c. Gejala dari ISPA Berat Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejala-gejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:
1. Bibir atau kulit membiru.
2. Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu bernafas.
3. Anak tidak sadar atau kesadaran menurun.
4. Pernafasan berbunyi seperti orang mengorok dan anak tampak gelisah.
5. Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernafas.
6. Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba.
7. Tenggorokan berwarna merah.
2.7 Diagnosis Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA )
Diagnosis ISPA umumnya ditegakkan melalui anamnesa (wawancara seputar riwayat penyakit dan gejala), pemeriksaan fisik, dan apabila diperlukan, pemeriksaan laboratorium. Pada pemeriksaan fisik, suara napas anda akan diperiksa untuk mengetahui apakah ada penumpukan cairan atau terjadinya peradangan pada paru-paru. Hidung dan tenggorokan juga akan diperiksa. Pemeriksaan tambahan yang mungkin dilakukan adalah prosedur pulse oxymetry. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memeriksa seberapa banyak oksigen yang masuk ke paru-paru, dan biasanya dilakukan pada pasien yang mengalami kesulitan bernafas.
Selain itu, dokter mungkin akan menyarankan untuk melakukan pengambilan sampel dahak untuk diperiksa di laboratorium. Pemeriksaan ini Selain itu, dokter mungkin akan menyarankan untuk melakukan pengambilan sampel dahak untuk diperiksa di laboratorium. Pemeriksaan ini
Penentuan klasifikasi pneumonia berat dan pneumonia sekaligus merupakan penegakan diagnosis, sedangkan penentuan klasifikasi bukan pneumonia dianggap sebagai penegakan diagnosis. Jika seorang baliita keadaan penyakitnya termasuk dalam klasifikasi bukan pneumonia maka diagnosis penyakitnya adalah: batuk pilek biasa. Diagnosis pneumonia pada balita didasarkan pada adanya batuk atau kesukaran bernafas disertai peningkatan frekuensi nafas (nafas cepat) sesuai umur, adanya nafas cepat ini ditentukan dengan cara menghitung frekuensi pernafasan. Batas nafas cepat adalah frekuensi pernafasan sebanyak 50 kali permenit atau lebih pada anak usia 2 bulan kurang dari 1 tahun dan 40 kali permenit atau lebih pada anak usia 1 tahun kurang dari 5 tahun. Pada anak usia kurang dari 2 bulan tidak dikenal dosis pneumonia.
Diagnosis pneumonia berat didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernafas disertai nafas sesak atau penarikan dinding dada sebelah bawah kedalam. pada anak usia 2 bulan sampai 5 tahun. Untuk kelompok umur kurang dari 2 bulan diagnosis pneumonia berat ditandai dengan adanya nafas cepat, yaitu frekuensi pernafasan sebanyak 60 kali permenit atau lebih, atau adanya penarikan yang kuat pada dinding dada sebelah bawah ke dalam. Untuk tatalaksana penderita di Rumah sakit atau sarana kesehatan rujukan bagikelompok umur 2 bulan sampai 5 tahun. Dikenal pada diagnosis pneumonia sangat berat yaitu gejala batuk atau kesukaran bernafas yang disertai adanya gejala sianosis sentral dan tidak dapat minum.
2.8 Komplikasi Penyakit ISPA
Penyakit ini sebenarnya merupakan self limited disease, yang sembuh sendiri 5 sampai 6 hari, jika tidak terjadi invasi kuman lain. Tetapi penyakit ISPA yang tidak mendapatkan pengobatan dan perawatan yang baik dapat menimbulkan komplikasi seperti: sinusitis paranasal, penutupan tuba Penyakit ini sebenarnya merupakan self limited disease, yang sembuh sendiri 5 sampai 6 hari, jika tidak terjadi invasi kuman lain. Tetapi penyakit ISPA yang tidak mendapatkan pengobatan dan perawatan yang baik dapat menimbulkan komplikasi seperti: sinusitis paranasal, penutupan tuba
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah sinusitis, faringitis, infeksi telinga tengah, infeksi saluran tuba eustachii, hingga bronkhitis dan pneumonia (radang paru).
Infeksi saluran pernapasan parah dan menyebabkan dehidrasi yang signifikan, kesulitan bernafas dengan oksigenasi buruk ( hipoksia ), kebingungan yang signifikan, kelesuan, dan pembengkakan napas pendek pada paru-paru kronis dan penyakit jantung ( chronic obstructive pulmonary disease atau COPD, gagal jantung kongestif ).
ISPA Parah Akan Mendapatkan Komplikasi Seperti :
a. Radang dalam selaput lendir
Sinusitis adalah kondisi peradangan akut dari satu atau lebih sinus paranasal. Infeksi memainkan peran penting dalam penderitaan ini. Sinusitis sering terjadi akibat infeksi pada situs lain dari saluran pernafasan karena sinus paranasal bersebelahan dengan, dan berkomunikasi dengan, saluran pernapasan bagian atas.
b. Otitis
Infeksi telinga adalah peristiwa umum yang ditemui dalam praktik medis, terutama pada anak kecil. Otitis externa adalah infeksi yang melibatkan kanal pendengaran eksternal sementara otitis media menunjukkan radang pada telinga tengah.
c. Faringitis
Faringitis adalah radang faring yang melibatkan jaringan limfoid faring posterior dan lateral faring. Etiologi dapat berupa infeksi bakteri, virus dan jamur serta etiologi non-infeksi seperti merokok. Sebagian besar kasus disebabkan oleh infeksi virus dan menyertai flu biasa atau influenza.
d. Epiglotitis dan Laryngotracheitis
Peradangan pada jalan nafas atas diklasifikasikan sebagai epiglotitis atau laringotracheitis (croup) berdasarkan lokasi, manifestasi klinis, dan patogen infeksi. Beberapa kasus epiglotitis pada orang dewasa mungkin Peradangan pada jalan nafas atas diklasifikasikan sebagai epiglotitis atau laringotracheitis (croup) berdasarkan lokasi, manifestasi klinis, dan patogen infeksi. Beberapa kasus epiglotitis pada orang dewasa mungkin
e. Bronchitis dan Bronchiolitis
Bronkitis dan bronkiolitis melibatkan peradangan pada pohon bronkus. Bronkitis biasanya didahului oleh infeksi saluran pernafasan bagian atas atau merupakan bagian dari sindrom klinis pada penyakit seperti influenza, rubeola, rubella, pertusis, demam berdarah dan demam tifoid. Bronkitis kronis dengan batuk terus-menerus dan produksi sputum tampaknya disebabkan oleh kombinasi faktor lingkungan, seperti merokok, dan infeksi bakteri dengan patogen seperti H influenzae dan S pneumoniae.
f. Pneumonia
Pneumonia adalah radang parenkim paru. Konsolidasi jaringan paru-paru dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan fisik dan rontgen dada. Dari sudut pandang anatomis, pneumonia lobar menunjukkan proses alveolar yang melibatkan seluruh lobus paru-paru sementara bronkopneumonia menggambarkan proses alveolar yang terjadi dalam distribusi yang tidak rata tanpa mengisi seluruh lobus. Waspadai bahaya penyakit ISPA, segera lakukan pengobatan penyakit
ISPA untuk mencegah penyakit lebih parah dan mendapatkan komplikasi berbahaya, karena harus Anda ketahui ISPA termasuk penyakit yang mematikan. ( Baca juga Tanaman Obat Penyakit ISPA )
2.9 Pengobatan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA )
a. Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral, oksigen dan sebagainya.
b. Pneumonia : diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kotrimoksasol keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.
c. Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila c. Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila
A. Terapi Farmakologi Obat – Obat yang biasanya digunakan untuk Penyakit ISPA
1. Antibiotik
a. PENICILIN
Penicilin merupakan derifat β-laktam tertua yang memiliki aksi bakterisidal dengan mekanisme kerja menghambat sintesis dinding sel bakteri. Masalah resistensi akibat penicilinase mendorong lahirnya terobosan dengan ditemukannya derivat penicilin seperti methicilin, fenoksimetil penicilin yang dapat diberikan oral, karboksipenicilin yang memiliki aksi terhadap Pseudomonas sp. Namun hanya Fenoksimetilpenicilin yang dijumpai di Indonesia yang lebih dikenal dengan
V. Spektrum aktivitas dari fenoksimetilpenicilin meliputi terhadap Streptococcus pyogenes, Streptococcus pneumoniae serta aksi yang kurang kuat terhadap Enterococcus faecalis. Aktivitas terhadap bakteri Gram negative sama sekali tidak dimiliki. Antibiotika ini diabsorbsi sekitar 60-73%, didistribusikan hingga ke cairan ASI sehingga waspada pemberian pada ibu menyusui. Antibiotika ini memiliki waktu paruh 30 menit, namun memanjang pada pasien dengan gagal ginjal berat maupun terminal, sehingga interval pemberian 250 mg setiap 6 jam.
nama
Penicilin
Nama Indikasi Dosis Kontraindik Efek samping Perhatian obat
asi
Amoxic Pengobatan Dewa Hipersensiti SSP: Pusing; Kehamilan: ilin
Kategori B.
hidung, tenggoroka n, GU dan kulit, saluran pernapasan bagian bawah, dan infeksi gonore akut tanpa komplikasi yang disebabkan oleh strain organisme spesifik yang rentan
dan Anak- anak
8 jam. Anak-
anak BB <
40 kg = 45 mg / kg / hari dalam dosis terbag
i q 12 jam atau
40 mg / kg / hari
terhadap penisilin, sefalosporin ,
atau imipenem. Tidak digunakan untuk mengobati pneumonia berat, empiema, bakteremia, perikarditis, meningitis, dan artritis purulen atau septik selama tahap akut.
insomnia; hiperaktif reversibel DERM: Urticaria; makulopapular sampai dermatitis eksfoliatif; erupsi vesikular; eritema multiforme; ruam kulit EUL: Mata gatal; glossitis; stomatitis; mulut atau lidah yang sakit atau kering; lidah
hitam
"berbulu"; Sensasi rasa tidak normal; laringospasme; edema laringeal GI:
Gastritis; anoreksia; mual; muntah;
sakit perut atau kram; kesusahan epigastrik; diare atau
diare
berdarah; pendarahan dubur;
perut
kembung; enterocolitis;
Laktasi: Ekskresi dalam ASI. Hipersensiti vitas: Reaksi berkisar dari ringan hingga mengancam kehidupan. Gunakan hati-hati pada pasien sensitif sefalosporin karena kemungkina n alergenitas silang. Infeksi streptokokus : Min 10 hari diperlukan untuk pengobatan yang efektif. Superinfeksi :
Dapat mengakibatk an pertumbuhan berlebih Dapat mengakibatk an pertumbuhan berlebih
terbag
GU:
Nefritis jamur
proteinuria, hematuria, gips hyaline, pyuria); nefropati; vaginitis HEMA: Anemia; anemia hemolitik; trombositopenia; purpura thrombocytopeni c;
eosinofilia; leukopenia; granulocytopenia; neutropenia; depresi sumsum tulang; agranulositosis; mengurangi hemoglobin atau hematokrit; pendarahan yang berkepanjangan dan
waktu
protrombin; bertambah atau menurun jumlah protrombin; bertambah atau menurun jumlah
alkaline phosphatase dan hypernatremia; mengurangi potasium serum, albumin, protein total, dan asam urat.
LAIN: Hipertermia.
Ampicil Pengobatan Dewa Hipersensiti KARDIOVASK Kehamilan: in
infeksi
Kategori B. saluran
Tromboflebitis di Laktasi: pernapasan, anak- penisilin,
dan
terhadap
tempat suntikan. Ekskresi GI, dan GU anak sefalosporin SSP:
Pusing; dalam ASI. dan
Hipersensiti jaringan
BB atau
kelelahan;
vitas: Reaksi lunak,
mini imipenem.
insomnia;
berkisar dari meningitis
mal
Bentuk oral hiperaktif
40 kg tidak
reversibel;
ringan
neurotoksisitas sampai yang endokarditis IM
bakteri dan IV / digunakan
mengancam enterokok,
untuk
(misalnya,
jiwa. septikemia samp pneumonia
mengobati
kelesuan,
iritabilitas
Gunakan Gunakan
pada pasien yang
halusinasi,
6 jam. bakteremia, kejang, kejang). sensitif disebabkan Anak perikarditis, DERMATOLOG sefalosporin oleh
Urtikaria; karena mikroorgani kg IV dan artritis makulopapular
< 40 meningitis, I:
kemungkina sme yang / IM purulen atau sampai dermatitis n alergenitas rentan.
25 septik
eksfoliatif; erupsi silang.
samp selama
vesikular; eritema Superinfeksi
ai 50 tahap akut.
multiforme; ruam : Dapat
mg /
kulit EUL: Mata mengakibatk
laringospasme; pertumbuhan
denga
edema laringeal berlebih
GI: Diare; kolitis organisme
dosis
pseudomembran. bakteri atau
terbag
GU:
Nefritis jamur
i rata
interstisial
nonsusceptib
q 6 (misalnya
ai 8 proteinuria,
ginjal:
jam.
hematuria, gips Gunakan
Dewa
hyaline, pyuria); dengan hati-
sa
nefropati;
hati dengan
dan
peningkatan BUN interval
anak-
dan
kreatinin; dosis yang
Penurunan Hgb,
PO
Hct, RBC, WBC,
neutrofil,
mg q
limfosit, limfosit,
20 kg
basofil, eosinofil,
ALT, AST, dan
dan protein total. q 6 LAIN: Sakit di
samp
tempat suntikan; ai 8 hipertermia
jam
b. CEFALOSPORIN
Merupakan derivat β-laktam yang memiliki spektrum aktivitas bervariasi tergantung generasinya. Cefotaksim pada generasi tiga memiliki aktivitas yang paling luas di antara generasinya yaitu mencakup pula Pseudominas aeruginosa, B. Fragilis meskipun lemah. Cefalosporin yang memiliki aktivitas yang kuat terhadap Pseudominas aeruginosa adalah ceftazidime setara dengan cephalosporin generasi keempat, namun aksinya terhadap bakteri
Gram positif lemah, sehingga sebaiknya agen ini disimpan untuk mengatasi infeksi nosokomial yang melibatkan pseudomonas. Spektrum aktivitas generasi keempat sangat kuat terhadap bakteri Gram positif maupun negatif, bahkan terhadap Pseudominas aeruginosa sekalipun, namun tidak terhadap B. fragilis. Mekanisme kerja golongan cefalosporin sama seperti β-laktam lain yaitu berikatan dengan penicilin protein binding (PBP) yang terletak di dalam maupun permukaan membran sel sehingga dinding sel bakteri tidak terbentuk yang berdampak pada kematian bakteri.
Perhatian obat
Nama Indikasi
Dosis
Kontraindik Efek
asi
samping
Cefotaks Pengobatan DEWAS Hipersensiti SSP: sakit Kehamilan: im
infeksi
Kategori B. saluran
A: IV / vitas
kepala;
Laktasi: pernapasan
cefalosporin kelelahan; Ekskresi bagian
Sampai
paresthesia; dalam ASI. bawah
12 g /
kebingungan Anak-anak: termasuk
hari
; kegugupan; sefalosporin pneumonia, dosis
dalam
GI: dapat saluran
arik.
menumpuk kemih,
terbagi
Mual;
pada struktur
(dari 4 muntah;
neonatus. kulit
jam
diare;
dan untuk anoreksia; Hipersensitiv kulit, tulang septicem
sakit perut itas: Reaksi dan
atau kram; berkisar dari persendian; sampai
kembung; sampai yang bakteriemia untuk
pengobatan 12 jam
mengancam / septikemia, infeksi
kolitis,
termasuk jiwa. Berikan infeksi SSP, tanpa
obat dengan infeksi
kolitis
komplik
pseudomemb hati-hati
intra- abdomen dan infeksi ginekologi termasuk penyakit radang panggul, endometritis dan selapis pelvis karena strain mikroorgani sme spesifik yang rentan; profilaksis perioperatif
asi) biasanya selama 7-10 hari.
ANAK 1 bulan-12 tahun:
IV / IM 50-180 mg / kg / hari dalam 4-
6 dosis terbagi.
Bayi 1-4 minggu:
IV 50 mg / kg q 8 jam. Neonatu s
ran. GU: Pyuria; disfungsi ginjal; peningkatan sementara pada BUN dan kreatinin; disuria; nefritis interstisial reversibel; hematuria; nefropati beracun. HEMA: Eosinofilia; neutropenia; limfositosis; leukositosis; trombositope nia; penurunan fungsi trombosit; anemia; anemia aplastik; pendarahan. HEPA: Disfungsi
pada pasien sensitif penis karena kemungkinan reaktivitas silang. Kolitis pseudomemb ran: Harus dipertimbang kan
pada pasien yang diare. Gangguan ginjal
dan hati: Gunakan obat dengan hati-hati pada pasien dengan gangguan ginjal
dan hati. Penyesuaian dosis berdasarkan fungsi ginjal dan
hati mungkin diperlukan. Superinfeksi: hati mungkin diperlukan. Superinfeksi:
jamur
LAIN:
berlebih dari Hipersensitiv mikroorganis itas,
me yang termasuk
tidak mudah
sindrom
terserap. Stevens-
Johnson, eritema multiforme, pruritus, demam, nekrolisis epidermal toksik; pertumbuhan berlebih; serum seperti sakit reaksi (misalnya, ruam kulit, polyarthritis, artralgia, demam); flebitis, tromboflebiti s dan nyeri pada tempat Johnson, eritema multiforme, pruritus, demam, nekrolisis epidermal toksik; pertumbuhan berlebih; serum seperti sakit reaksi (misalnya, ruam kulit, polyarthritis, artralgia, demam); flebitis, tromboflebiti s dan nyeri pada tempat
c. MAKROLIDA
Eritromisina merupakan prototipe golongan ini sejak ditemukan pertama kali th 1952. Komponen lain golongan makrolida merupakan derivat sintetik darieritromisin yang struktur tambahannya bervariasi antara 14-16 cincin lakton. Derivat makrolida tersebut terdiri dari spiramysin, midekamisin, roksitromisin, azitromisin dan klaritromisin. Aktivitas antimikroba golongan makrolida secara umum meliputi Gram positif coccus seperti Staphylococcus aureus, coagulase-negatif
staphylococci, streptococci β-hemolitik dan Streptococcus spp. lain,enterococci, H. Influenzae, Neisseria spp, Bordetella spp,
Corynebacterium spp, Chlamydia, Mycoplasma, Rickettsia dan Legionella spp. Azitromisin memiliki aktivitas yang lebih poten terhadap Gram negatif, volume distribusi yang lebih luas serta waktu paruh yang lebih panjang. Klaritromisin memiliki fitur farmakokinetika yang meningkat (waktu paruh plasma lebih panjang, penetrasi ke jaringan lebih besar) serta peningkatan aktivitas terhadap
H. Influenzae, Legionella pneumophila.36 Sedangkan roksitromisin memiliki aktivitas setara dengan eritromisin, namun profil farmakokinetiknya mengalami peningkatan sehingga lebih dipilih untuk infeksi saluran pernapasan. Hampir semua komponen baru golongan makrolida memiliki tolerabilitas, profil keamanan lebih baik dibandingkan dengan eritromisin. Lebih jauh lagi derivat baru tersebut bisa diberikan satu atau dua kali sehari, sehingga dapat meningkatkan kepatuhan pasien.
Nama Indikasi
Kontraindi Efek samping Perhatian obat
Dosis
kasi
Eritromis Penggunaa DEWAS Hipersensit DERM: Ruam; Kehamilan: n oral / A:
PO ivitas
photosensitivita Kategori B.
in intravena: 250-500
s; eritema dan Laktasi: Pengobata mg basa eritromisin pengelupasan
terhadap
Ekskresi n infeksi (400-800 atau
(penggunaan dalam ASI. saluran
GI: Terapi pernapasan ethylsucci macrolida; Diare;
mual; jerawat: , kulit dan nate) q 6 penyakit
sakit Efek iritasi struktur
Muntah
jam atau hati yang perut / kram. kumulatif kulit, dan 500 mg q sudah ada GU: Vaginitis. dapat penyakit
terjadi. menular
12 jam sebelumny HEPA:
a (dengan Hepatotoksisita Kerusakan seksual
atau 333
(terutama hati: akibat
mg q 8 garam
dengan garam Gunakan organisme 15-20 mg keratitis
jam. IV kering);
kering). LAIN: obat yang
atau dengan rentan;
/ kg / hari; herpes
Iritasi
vena hati-hati. pengobata
sampai 4 simpleks
flebitis
Disfungsi n pertusis, pada
g / hari epitel;
dengan
pemberian IV. hepatik, difteri,
eritrasma, yang
atau tanpa amebiasis
mata;
ikterus, intestinal,
sangat
vaccinia
telah konjungtiv ANAK:
parah.
atau
terjadi. itis
varicella
Hepatitis penyakit
PO
30 (pengguna
kolestasis bayi dan mg / kg / oftalmik).
sampai 50 an
telah legiuner;
hari
terjadi.
pencegaha dalam Hipersensit n serangan dosis
ivitas: demam
Reaksi rematik;
terbagi.
serius,
pencegaha termasuk n
anafilaksis, anafilaksis,
terjadi. Pengobata
Ophthalmic n
otitis salep: media akut
Dapat (dikombin
memperlam asikan
bat dengan
penyembuh sulfisoksaz
an epitel ol).
kornea. Penggunaa
Ototoksisit n
mata: as: Dapat Pengobata
terjadi, n infeksi
terutama okuler
pada pasien dangkal
dengan karena
insufisiensi strain
ginjal atau organisme
hati dan yang
pasien rentan.
lanjut usia Penggunaa
dan dengan n topikal:
pemberian Profilaksis
dosis besar. infeksi
Kolitis pada luka
Pseudome ringan,
mbran: luka, luka
Pertimbang bakar dan
kan lecet kulit;
kemungkin Pengobata
an pada n
akne pasien yang akne pasien yang
berkemban n
g. label:
tanpa
Superinfeks Pengobata
i: n Neisseria
Penggunaa gonorrhoea
n antibiotik
e pada yang kehamilan;
berkepanja pengobata
ngan dapat n
diare mengakibat yang
kan disebabkan
pertumbuha oleh
n berlebih Campylob
bakteri atau acter
jamur jejuni;
mikroorgan sebagai
isme alternatif
nonsuscepti penicillin
ble. pada
infeksi tertentu.
Azithro DEWASA: Otitis Hipersensit KARDIOVAS Kehamilan: mycin
Pengobata Media
Kategori B. n infeksi Akut
ivitas
KULAR:
Palpitasi; sakit Laktasi: saluran
terhadap
azitromisin dada.
SSP: Belum
sakit ditentukan.
anak 6 >:
, penyakit eritromisin kepala; vertigo; Efek
PO 30 mg
paru
atau sifat
tidur; jantung: tidur; jantung:
kelelahan. Kejadian kronik
kg antibiotik
diberikan makrolida. DERMATOLO kardiovask (PPOK),
Ruam; ular serius pneumonia dosis
sebagai
GI:
fotosensitivitas. telah terjadi yang
Diare; dengan didapat
tunggal
GI:
atau 10 mual; muntah; antibiotik oleh
perut; macrolide masyarakat sekali
mg / kg
sakit
dispepsia; perut lainnya, , kompleks sehari
kembung; terutama Mycobacte selama 3
GU: bila rium
melena
diberikan avium,
hari atau
Vaginitis;
monilia; nefritis bersamaan penyakit
10 mg /
HEPATIK: dengan radang
kg
antihistami panggul,
sebagai
ikterus
kolestasis. n tertentu struktur
dosis
(misalnya, kulit dan pada hari
tunggal
LAIN:
Angioedema; terfenadine kulit, dan pertama
anafilaksis ). Gonore / penyakit
Tidak seksual
melebihi
efektif yang
500 mg /
untuk disebabkan diikuti
hari)
pengobatan oleh
infeksi ini. organisme mg / kg
dengan 5
Kerusakan yang
fungsi hati / rentan.
pada hari
dengan ANAK:
(tidak
hati-hati. Pengobata 250 mg /
melebihi
Pneumonia: n
otitis hari). Hanya otitis hari). Hanya
untuk disebabkan Dewasa:
bakteri
pneumonia oleh
yang organisme mg
PO 500
didapat yang
masyarakat rentan;
sebagai
ringan. pneumonia tunggal
dosis
Kolitis yang
pseudome didapat
pada hari
mbran: masyarakat kemudian
pertama,
Dapat ,
menjadi pengobata hari pada
250 mg /
faktor pada n faringitis hari
2 pasien yang / tonsilitis sampai 5.
mengalami yang
diare. disebabkan oleh Streptococ cus pyogenes pada pasien yang tidak dapat mengguna kan terapi lini pertama.
Klaritro Indikasi
Sinusitis
Hipersensit KARDIOVAS Kehamilan: Hipersensit KARDIOVAS Kehamilan:
i atipikal diseminata yang disebabkan oleh strain mikroorga nisme spesifik yang rentan. Pencegaha n penyakit Mycobacte rium avium complex disebarluas kan pada pasien dengan infeksi
maksilaris akut DEWAS A:
PO Diperpanj ang- lepaskan dua tablet 500 mg q
24 jam selama 14 hari.
Eksaserba si
akut bronkitis kronis
DEWAS A:
PO Diperpanj ang- lepaskan dua tablet 500 mg q
24 jam selama 7 hari.
ivitas terhadap eritromisin atau antibiotik makrolida. Pasien yang menerima terfenadine yang memiliki kelainan jantung yang sudah ada sebelumny
a atau gangguan elektrolit.
KULAR: Aritmia ventrikel. SSP: sakit
kepala;
pusing; insomnia; mimpi buruk; vertigo DERMATOLO GI:
Ruam.
EENT Gangguan pendengaran; tinnitus; indera penciuman yang tidak
normal
GI:
Diare; mual; muntah; rasa
tidak
normal; dispepsia; sakit perut
/ ketidaknyamana n;
glossitis; stomatitis; moniliasis oral; muntah.
GU: Peningkatan BUN. HEMATOLOG
I: Peningkatan PT. HEPATIK:
Kategori C. Laktasi: Belum ditentukan. Obat lain dari golongan ini diekskresik an dalam ASI. ANAK: Keselamata n
dan khasiat pada anak <6
mo tidak terbentuk. ANAK: Diindikasik an
untuk digunakan pada anak- anak hanya untuk infeksi mikobakter i; keamanan pada anak- anak <20
HIV lanjut.
mo tidak Klaritromi
Hepatitis;
didirikan sin dalam
penyakit
Kolitis kombinasi
kuning.
URTICARIA; Pseudome dengan
hipersensitivitas mbran: omeprazol
anafilaksis; Pertimbang diindikasik
kan an untuk
Sindrom
kemungkin pengobata
Stevens-
an pada n
Johnson
pasien pasien yang
dengan diare ulkus
berkemban duodenum
g. Kelainan aktif yang
Ginjal atau terkait
Hepatik: dengan
Gunakan infeksi
dengan Helicobact
hati-hati er pylori.
dan ANAK:
sesuaikan Otitis
dosis pada media
pasien akut.
dengan gangguan ginjal berat. Tidak ada penyesuaia n
dosis yang diperlukan jika pasien mengalami dosis yang diperlukan jika pasien mengalami
2. Golongan Obat Antitusif
a. Kodein Kodein merupakan obat antitusif golongan narkotik yang bekerja pada SSP. Kodein sejak lama digunakan sebagai „gold standard‟
pembanding obat-obatan antitusif baru yang bekerja pada SSP. Kodein kemungkinan merupakan obat yang paling sering diresepkan sebagai antitusif karena dapat memberikan efek analgesik dan antitusif yang baik pada pemberian secara peroral (Chung, 2003).