PPD 07 PPD 07 | Berbagi itu Indah

BAB VII
PERKEMBANGAN SOSIAL DAN BAHASA

TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari perkembangan sosial dan bahasa, mahasiswa mampu:
1. menjelaskan aspek perkembangan sosial remaja;
2. menjelaskan perkembangan dan karakteristik bahasa;
3. menjelaskan kemampuan bahasa remaja dan implikasinya dalam pendidikan.

PEMBAHASAN
A. Perkembangan Sosial Remaja
Membicarakan perkembangan sosial remaja tidaklah cukup hanya
membicarakan nilai-nilai dan sikap-sikap sosial remaja. Melainkan perlu pula
dibahas lingkungan sosial yang yang melengkapi hidup remaja beserta tuntutantuntutan yang terkandung di dalamnya. Untuk membahas lingkungan sosial remaja
tersebut akan dibicarakan: (1) Arti kelompok bagi remaja, (2) Tugas-tugas
perkembangan remaja, (3) Sosialisasi remaja, (4) Hambatan-hambatan sosial
remaja. Sudah tentu yang menjadi fokus pembicaraan adalah: (5) Sikap-sikap sosial
remaja. Butir-butir di atas berturut-turut akan dibicarakan dalam uraian berikut ini.

1. Arti Kelompok Bagi Remaja
Ada ungkapan yang mengatakan "No man is an island" yang maksudnya

kurang lebih bahwa tiada seorang manusiapun yang mampu hidup sendiri tanpa
kehadiran orang lain. Demikian juga bagi kehidupan remaja tiada mungkin ia dapat
sendirian, terlepas dari kelompok di mana dia berada. Remaja membutuhkan
kelompok sosial (sudah tentu yang sehat) untuk perkembangan hidupnya yang sehat

157

dan normal. Corak kelompok sosial remaja akan mempengaruhi hidupnya dan juga
sebaliknya yaitu remaja dapat mempengaruhi kelompok sosial di mana dia berada.
Tegasnya kelompok sosial remaja bersifat mempengaruhi dan dapat dipengaruhi
oleh kehadiran seorang remaja di dalamnya.
Adapun peranan kelompok sosial remaja secara garis besar dapat diuraikan
dalam butir berikut ini:
Pertama, kelompok sosial adalah suatu wahana di mana dibentuk sikapsikap sosial remaja. Tidak dapat dibayangkan bagaimana remaja dapat (misalnya)
memiliki rasa tanggungjawab sosial yang tinggi tanpa ada kelompok yang
"membentuk" sikap sosial yang demikian itu. Tidak cukup sikap sosial tersebut
(bertanggungjawab) hanya dengan menceramahi remaja dengan sikap sosial yang
dimaksud.
Kedua, tugas-tugas perkembangan remaja--sebagaimana akan diuraikan
nanti--baru dapat dipenuhi remaja kalau ada kelompok sosial tempat remaja

tersebut mengadakan gladi diri untuk memenuhi tugas-tugas perkembangannya.
Adanya tugas perkembangan karena adanya kelompok sosial yang menuntut kearah
itu. Baru kemudian remaja "dituntut" untuk memenuhinya.
Ketiga, dengan adanya kelompok sosial remaja yang hetero-seksual (yang
sehat) dimungkinkan remaja dapat mengenal dan berperilaku yang lebih beradaptasi
kepada lain jenisnya. Berlaku sopan dan melindungi wanita (oleh remaja pria)
hanya dapat dipelajari dalam kelompok sosial remaja yang sehat tersebut. Sekali
lagi, tidak dapat diperoleh remaja dengan membaca buku, atau mendengarkan
ceramah tentang tata cara sopan santun hubungan pria dan wanita.
2. Tugas-Tugas Perkembangan Sosial Remaja
Mendasarkan pada pendapat Hurlock (1990: 109-210) dan diadakan
modifikasi diperlukannya oleh penulis berikut ini dikemu-kakan tugas-tugas
perkembangan remaja:

158

Pertama, remaja dituntut untuk mampu berperilaku yang sesuai dengan
gender (jenis kelamin) yang telah menjadi takdirnya. Pada umumnya remaja pria
tidak banyak mengalami kesulitan berperan sebagai pria tersebut. Hal ini
dimungkinkan karena kondisi pisik dan psikis peria (remaja) mendukung ke arah

itu, di samping (barangkali) budaya kontemporer hingga dewasa masih "dikuasai"
pria, sehingga remaja pria dapat banyak, wanita sedikit banyak mengalami kesulitan
untuk berperan yang sesuai dengan gendernya, yang disebabkan bukan oleh kondisi
pisik maupun psikis yang tidak mendukung, melainkan disebabkan oleh banyaknya
tuntutan peran wanita yang rumit dan membatasi ditambah lagi oleh situasi sosialkemasyarakatan yang menghendaki peningkatan emansipasi peran wanita di
masyarakat ke arah yang sederajat dengan laki-laki. Khusus untuk hal yang terakhir
(emansipasi peran wanita) berakibat yang tidak menguntungkan dalam belajar peran
yang dikehendaki untuk remaja wanita; dia menjadi bingung! Di satu sisi oleh nilainilai tradisional dia dikehendaki berlaku lembut, penuh sopan santun. Di sisi lain
oleh tuntutan emansipasi dia dikehendaki berlaku seperti laki-laki misalnya: keras,
tegas, dan kompetitif.
Kedua, remaja dituntut untuk mampu mandiri atau bertanggungjawab baik
secara emosional maupun secara ekonomis, remaja adalah bukan anak-anak lagi
dan remajapun pada umumnya tidak mau dianggap sebagai anak-anak lagi. Dia
ingin mandiri, memperoleh hak untuk mengatur hidupnya sendiri; dia ingin bebas.
Kebebasan secara emosional tidak sulit untuk dicapai bila remaja telah lama
menanti-nantikan untuk itu. Hal ini dimungkinkan kalau lingkungan keluarga
menerima baik peran remaja semakin besar dalam menentukan jalan hidupnya.
Tidaklah demikian

(maksudnya remaja tidak segera memperoleh kebebasan


emosionalnya) bila lingkungan keluarga serba membatasi. Adapun kebebasan
ekonomi pada umumnya bisa diperoleh remaja kalau ia telah bekerja untuk
mendapatkan nafkahnya sendiri. Demikian juga kebebasan ekonomi tidak segera
diperoleh bila remaja untuk bekerja tersebut memerlukan masa latihan jabatan

159

tersebut cukup panjang. Selama masa latihan tersebut remaja tertunda dalam
memperoleh kebebasan ekonominya.
Ketiga, remaja dituntut untuk memiliki keterampilan intelektual dan konsep
dalam perilaku sosial (disingkat dengan "Keterampilan Sosial"). Misalnya remaja
dituntut untuk dapat mempraktikkan kerjasama dengan orang lain dan memahami
pentingnya hal itu bagi kehidupan sosial yang sehat. Pembentukan keterampilan
sosial ini semestinya adalah tugas keluarga dan sekolah, akan tetapi dalam
praktiknya tidaklah serius dilaksanakan berhubung keluarga "sibuk" mencari nafkah
dan sekolah disibukkan oleh tugas-tugas kurikulernya. Akibatnya banyak dijumpai
tingkah laku remaja yang kurang menunjukkan budi pekerti yang tinggi. Akibat
yang paling parah berupa munculnya kasus perkelahian antara remaja sekolah.
Sudah tentu baik pihak keluarga maupun sekolah perlu berbenah diri untuk

membentuk sikap sosial remaja yang beradab (berbudi pekerti).
3. Sosialisasi Remaja
Perkembangan sosial remaja menghendaki remaja untuk mau membaurkan
diri di dalam suatu kelompok remaja tertentu. Bila remaja mau dengan suka rela
"terjun" dalam suatu kelompok remaja tertentu maka terjadilah sosialisasi remaja.
Ada remaja yang mudah melaksanakan sosialisasi ini, akan tetapi tak jarang
dijumpai remaja yang mengalami kemudahan dalam proses sosialisasinya pada
umumnya berasal dari keluarga/orangtua yang banyak mangadakan proses-proses
sosialisasi di berbagai kelompok sosial di masyarakat. Anak calon (remaja)
mengimitasi perilaku sosial orangtuanya. Sebaliknya mereka yang mengalami
kesulitan dalam proses sosialisasinya (malu-malu atau kaku dalam bergabung
dengan kelompok-kelompok remaja) pada umumnya berasal dari orangtua yang
sedikit banyak bersikap seklusif (menyendiri) terhadap berbagai bentuk pergaulan
di masyarakat. Cara yang seklusif inilah yang ditiru anak (calon remaja) dalam
berintegrasi dengan masyarakat. Sering dikatakan "anak/remaja pemalu berasal
dari keluarga yang pemalu pula".

160

Adapun keberhasilan sosialisasi remaja diukur dari keaktifan remaja yang

bersangkutan

di

dalam

suatu

kelompok

remaja

tertentu

(Soesilo

Windradini,1995:13). Remaja yang aktif di suatu kelompok remaja tertentu berarti
dia berhasil dalam sosialisasinya di kelompok tersebut remaja ini dengan mudah
menginternalisasi nilai-nilai, norma-norma, sikap-sikap, tradisi-tradisi pokoknya
hal-hal yang berkaitan dengan perilaku kelompok. Sangat boleh jadi remaja yang

sukses dalam sosialisasinya ini dapat berperan sebagai pimpinan kelompok.
Sebaliknya remaja yang tidak sukses dalam proses sosialisasinya hanya berperan
"dipinggiran" di dalam kegiatan kelompok. Sering dikatakan remaja seperti ini
"masuk tidak menggenapi, keluar tidak terasa". Remaja seperti ini perlu
mendapatkan pertolongan yang khusus yang berupa bimbingan pribadi-sosial.
Proses sosialisasi dalam hidup remaja adalah suatu kondisi yang cukup
genting bagi remaja yang bersangkutan. Bila remaja berhasil dalam sosialisasinya
tumbuhlah dia sebagai pribadi yang untung dalam hidup sosialnya. Tiada masalah
baginya untuk bergaul dengan orang lain. Akan tetapi bila remaja gagal dalam
bersosialisasi tersebut jadilah dia sebagai remaja yang mengalami kesulitan dalam
pergaulan sosialnya: pemalu, penyendiri; tidak/kurang percaya diri, bahkan
mungkin bersifat sombong dan keras kepala. Maka dapatlah dipahami kalau proses
sosialisasi remaja adalah sesuatu yang cukup genting bagi hidup remaja.
Permasalahannya sekurangnya adalah hal-hal apakah yang mengakibatkan proses
sosialisasi remaja?
4. Hambatan-Hambatan Sosialisasi Remaja
Hambatan-hambatan dalam sosialisasi ini penyebabnya dapat diketemukan
di dalam diri remaja itu sendiri, pada orangtuanya, maupun pada watak kelompok
tempat remaja ingin bersosialisasi. Sebagian telah disinggung yaitu latar belakang
keluarga yang menyebabkan keberhasilan atau ketidakberhasilan remaja dalam

melaksanakan proses sosialisasi. Soesilo Windradini (1995: 14) merinci penyebab

161

terhambatnya sosialisasi (dipergunakan istilah transisi sosial) dalam enam kategori
sebagai berikut:
Pertama, dasar pengalaman remaja yang kurang baik. Pola asuh yang
diterima anak di keluarga kurang mendukung tumbuhnya rasa kurang percaya diri
remaja. Misalnya remaja tiada diberi kebebasan untuk mengatur hal-hal dalam
hidupnya yang sebenarnya dia telah mampu untuk itu (menerima teman, berkunjung
ke rumah sanak saudara, ikut perkumpulan karang taruna di kampung dll.).
Kedua, tidak adanya bimbingan. Bimbingan dari orangtua dalam
bersosialisasi (sekalipun tidak bersifat otoriter) masih diperlukan remaja. Akan
tetapi orangtua beranggapan lain yaitu bahwa anak dengan sendirinya dapat
bersosialisasi tersebut khususnya kalau remaja menghadapi kesulitan (dalam
bersosialisasi tersebut) maka dalam hal-hal ini bimbingan lebih-lebih diperlukan
oleh remaja.
Ketiga, tidak ada orang model untuk dicontoh. Dalam lingkungan remaja
(di keluarga atau di luar keluarga) seringkali remaja tidak menjumpai tokoh (model)
yang bagus untuk diteladani dalam pergaulan sosial. Akibatnya anak tidak belajar

dalam bersosialisasi.
Keempat, tidak ada kesempatan untuk mengadakan hubungan sosial karena
kesulitan sosial ekonomi (miskin) seorang tidak berkesempatan untuk bergabung
dengan suatu kelompok remaja tertentu. Akibatnya tidak terbentuk keterampilan
remaja dalam bergaul dengan banyak kalangan di masyarakat.
Kelima, tidak ada motivasi. Remaja, karena kegagalan-kegagalan
bersosialisasi di masa lalu menjadi malas untuk bersosialisasi pada kesempatankesempatan mendatang, sehingga kemampuan sosialisasinya makin memburuk.
Keenam, kelompok-kelompok sosial yang baru dan berbeda normanya.
Masing-masing kelompok remaja dapat berbeda-beda norma yang berlaku
didalamnya. Remaja masjid tuntutan normanya akan berbeda dengan remaja klub

162

disko atau tari-tarian/musik. Remaja dalam kelompok masjid akan canggung kalau
dia berada di remaja kelompok klub disko tersebut.
5. Sikap-Sikap Sosial Remaja
Kelompok remaja (yang sehat) merupakan wacana yang amat berharga bagi
proses sosialisasi remaja sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Akan tetapi
sekalipun demikian di dalam kehidupan kelompok remaja akan dijumpai variasi
sikap-sikap remaja sebagai akibat dari watak kelompok dan interaksi sosial antar

warga kelompok remaja.
Soesilo Windradini (1995: 16-17) mengemukakan lima sikap sosial remaja
dalam kelompoknya yaitu:
Pertama, kompetisi (persaingan). Didalam suatu kelompok remaja
(misalnya di kelas-kelas sekolah) bila diciptakan iklim kompetisi, sangat boleh jadi
terjadilah kompetisi yang menyangkut berbagai aspek hidup remaja misalnya:
prestasi belajar, berpakaian, kekayaan (orangtua). Telah mulai disadari di kalangan
para pendidik bahwa budaya kompetisi lebih banyak mudharatnya daripada
manfaatnya. Hanya mereka yang mencapai prestasi di puncang yang diuntungkan
dengan budaya ini. Sedangkan mayoritas remaja merasa kecewa dengan perolehan
prestasi atau kondisi dirinya.
Kedua, komformitas (berbuat sama dengan yang lain). Kecenderungan ke
arah konformitas ini lebih banyak terlibat pada kelompok-kelompok remaja yang
kurang terorganisir seperti pada "gang" remaja. Bisa terjadi seorang remaja berbuat
kenakalan oleh hanya karena dorongan konformitas ini.
Ketiga, menonjolkan diri atau menarik perhatian. Pada kelompok yang
mengusahakan pencapaian suatu prestasi sifat menonjolkan diri para anggotanya
(remaja) tampak dengan jelas. Para anggota kelompok berusaha membuktikan
bahwa dirinya adalah asset yang berharga bagi kelompok berhubung prestasiprestasinya yang pantas dihargai.


163

Keempat, menentang kekuasaan otoritas atau orangtua. Remaja sebelum
mencapai tahap perkembangan akhir remaja (dewasa awal) tak jarang
memperlihatkan sikap menentang figur-figur kekuasaan di masyarakat/pejabat dan
tak ketinggalan pada orang tuannya. Penentangan remaja ini seringkali dilandasi
hanya sekedar ingin berbeda dengan para otoritas tersebut.
Kelima, kesadaran sosial. Sekalipun masih berbuat kesalahan-kesalahan
pada remaja telah tumbuh kesadaran berbuat baik/berguru bagi kehidupan bersama,
berbangsa dan bernegara. Sikap seperti ini semakin mantap kalau remaja sudah
mencapai tahap perkembangan remaja akhir (dewasa awal).

B. Perkembangan Bahasa
1. Pengertian Perkembangan Bahasa
Sebagaimana fungsinya bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan
seseorang dalam pergaulannya atau komunikasinya dengan orang lain. Bahasa
merupakan alat/sarana bergaul. Oleh karena itu penggunaan bahasa menjadi efektif
sejak seseorang memerlukan berkomunikasi dengan orang lain. Sejak bayi mulai
bisa berkomunikasi dengan orang lain, sejak itu pula bahasa diperlukan. Sejalan
dengan perkembangan hubungan sosial, maka perkembangan bahasa seorang (bayianak) dimulai dengan mereba (suara atau bunyi tanpa arti) dan diikuti dengan
bahasa satu suku kata, dua suku kata, menyusun kalimat sederhana dan seterusnya
melakukan sosialisasi dengan menggunakan bahasa yang kompleks sesuai dengan
tingkat perilaku sosial.
Perkembangan bahasa terkait dengan perkembangan kognitif, yang berarti
faktor intelek/kognisi sangat berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan
berbahasa. Bayi yang tingkat intelektualnya belum berkembang dan masih sangat
sederhana. Semakin bayi itu tumbuh dan berkembang serta mulai mampu
memahami lingkungan, maka bahasa mulai berkembang dari tingkat yang sangat

164

sederhana sampai tingkat bahasa yang komplek. Perkembangan bahasa dipengaruhi
oleh lingkungan, karena bahasa pada dasarnya merupakan hasil belajar dari
lingkungan. Bayi belajar bahasa sebagaimana halnya belajar hal yang lain, "meniru
dan mengulang" hasil yang telah didapatkan merupakan hasil belajar bahasa awal.
Bayi bersuara, "mmmmmm", ibunya tersenyum, mengulang menirukan dengan
memperjelas dan memberi arti suara itu menjadi "maem-maem". Bayi belajar
menambah kata-kata dengan meniru bunyi-bunyi yang didengarnya. Manusia
dewasa (terutama ibunya) di sekelilingnya membetulkan dan memperjelas. Belajar
bahasa yang sebenarnya baru dilakukan oleh anak mulai usia 6-7 tahun, di saat anak
mulai masuk sekolah. Jadi perkembangan bahasa adalah meningkatnya kemampuan
penguasaan alat berkomunikasi, baik secara lisan, tulis, maupun menggunakan
tanda-tanda atau isyarat. Mampu dan mengusai alat komunikasi di sini diartikan
sebagai upaya seseorang untuk dapat memahami dan difahami orang lain.
Ada dua tipe perkembangan bahasa anak, yaitu sebagai berikut:
1.

Egocentric Speech, yaitu anak berbicara kepada dirinya sendiri (monolog).

2.

Sociolized Speech, yang terjadi ketika berlangsung kontak antar anak
dengan temannya atau dengan lingkungannya. Perkembangan ini dibagi ke
dalam lima bentuk: (a) adapted information, di sini terjadi saling tukar gagasan
atau adanya tujuan bersama yang dicari, (b) critism, yang menyangkut penilaian
anak terhadap ucapan atau tingkah laku orang lain, (c) command (perintah),
request (permintaan) dan threat (ancaman), (d) questions (pertanyaan), dan (e)
answers (jawaban).
2. Karakteristik Perkembangan Bahasa Remaja
Bahasa remaja adalah bahasa yang telah berkembang. Ia telah banyak

belajar dari lingkungan, dan dengan demikian bahasa remaja terbentuk oleh kondisi
lingkungan. Lingkungan remaja mencakup pergaulan teman sebaya dan lingkungan
sekolah. Pola bahasa yang dimiliki adalah bahasa yang berkembang di dalam
keluarga atau bahasa ibu.

165

Perkembangan bahasa remaja dilengkapi dan diperkaya oleh lingkungan
masyarakat di mana mereka tinggal. Hal ini berarti proses pembentukan kepribadian
yang dihasilkan dari pergaulan dengan masyarakat sekitar akan memberi ciri khas
dalam perilaku berbahasa. Bersamaan dengan kehidupannya di dalam masyarakat
luas, remaja mengikuti proses belajar di sekolah. Sebagaimana diketahui, di
lembaga pendidikan diberikan rangsangan yang terarah sesuai dengan kaidahkaidah yang benar. Proses pendidikan bukan memperluas dan memperdalam
wawasan ilmu pengetahuan semata, melainkan juga secara terencana merekayasa
perkembangan sistem budaya, termasuk perilaku berbahasa. Pengaruh pergaulan di
masyarakat (teman sebaya) terkandung cukup menonjol, sehingga bahasa remaja
menjadi lebih diwarnai oleh pola bahasa pergaulan yang berkembang di dalam
kelompok sebaya. Dari kelompok sebaya berkembang bahasa sandi, bahasa
kelompok yang bentuknya amat khusus, seperti istilah "baceman" dikalangan
pelajar yang dimaksudkan adalah bocoran soal ulangan atau tes. Bahasa "prokem"
tercipta secara khusus untuk kepentingan khusus pula.
Pengaruh lingkungan yang berbeda antara keluarga, masyarakat, dan
sekolah dalam perkembangan bahasa, akan menyebabkan perbedaan antara remaja
yang satu dengan remaja lainnya. Hal ini ditunjukkan oleh pemilihan dan
penggunaan kosakata sesuai dengan tingkat sosial keluarganya. Keluarga dari
lapisan masyarakat berpendidikan rendah atau buta huruf, akan banyak
menggunakan bahasa pasar, bahasa sembarangan, dengan istilah-istilah yang
"kasar". Masyarakat terdidik yang umumnya memiliki status sosial ekonomi lebih
baik, akan menggunakan istilah-istilah lebih selektif dan umumnya anak remajanya
juga berbahasa secara lebih baik.
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Bahasa
Berbahasa terkait erat dengan kondisi pergaulan. Oleh sebab itu
perkembangannya dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya adalah:

166

a. Umur anak
Manusia bertambah umur akan semakin matang pertumbuhan fisiknya,
bertambah pengalaman, dan meningkat kebutuhannya. Bahasa seseorang akan
berkembang sejalan dengan pertambahan pengalaman dan kebutuhannya. Faktor
fisik akan ikut mempengaruhi sehubungan semakin sempurnanya pertumbuhan
organ bicara, kerja otot-otot untuk melakukan gerakan-gerakan dan isyarat. Pada
masa remaja perkembangan biologis yang menunjang kemampuan berbahasa telah
mencapai tingkat kesempurnaan, dibarengi oleh perkembangan tingkat intelektual
remaja sehingga mampu menunjukkan cara berkomunikasi dengan baik.
b. Kondisi lingkungan
Lingkungan tempat anak tumbuhkembang memberi dukungan yang cukup
besar dalam berbahasa. Perkembangan bahasa di lingkungan perkotaan akan
berbeda dengan di lingkungan pedesaan. Begitu pula perkembangan bahasa di
daerah pantai, pegunungan, dan daerah-daerah terpencil menunjukkan perbedaan.
Sebagaimana diuraikan di atas bahwa bahasa pada dasarnya dipelajari dari
lingkungan. Lingkungan yang dimaksud termasuk lingkungan pergaulan yang
berbentuk kelompok-kelompok, seperti kelompok bermain, kelompok kerja, dan
kelompok sosial yang lain.
c. Kecerdasan
Untuk meniru lingkungan tentang bunyi atau suara, gerakan, dan mengenal
tanda-tanda, memerlukan kemampuan motorik yang baik. Kemampuan motorik
seseorang berhubungan positif dengan kemampuan intelektual atau tingkat berfikir.
Ketepatan meniru, memperoduksi perbendaharaan kata-kata yang diingat,
kemampuan menyusun kalimat dengan baik dan memahami atau menangkap
maksud suatu pernyataan pihak lain, amat dipengaruhi oleh kerja pikir atau
kecerdasan seorang remaja.

167

Perkembangan bahasa anak dapat dilihat dari tingkat inteligensinya. Anak
yang perkembangan bahasanya cepat, pada umumnya memiliki inteligensi normal
atau di atas normal. Namun begitu, tidak semua anak yang mengalami kelambatan
perkembangan bahasanya pada usia awal, dikategorikan sebagai anak yang bodoh
(Lindgren, dalam E. Hurlock, 1991). Selanjutnya, Hurlock mengemukakan hasil
studi mengenai anak yang mengalami kelambatan mental, yaitu bahwa sepertiga di
antara mereka yang dapat berbicara secara normal dan anak yang berada pada
tingkat intelektual yang paling rendah, mereka sangat miskin dalam bahasanya.
d. Status sosial ekonomi keluarga
Keluarga yang berstatus sosial ekonomi baik, akan mampu menyediakan
situasi yang baik bagi perkembangan bahasa anak-anak, anggota keluarganya.
Rangsangan untuk dapat ditiru oleh anak-anak dari anggota keluarga yang berstatus
sosial tinggi berbeda dengan keluarga yang berstatus sosial rendah. Hal ini akan
lebih tampak perbedaan perkembangan bahasa bagi anak yang hidup di dalam
keluarga terdidik dan tidak terdidik. Dengan kata lain pendidikan keluarga
berpengaruh pula terhadap perkembangan bahasa.
Beberapa studi tentang hubungan antara perkembangan bahasa dengan
status sosial keluarga menunjukkan bahwa anak yang berasal dari keluarga miskin
mengalami kelambatan dalam perkembangan bahasanya dibandingkan dengan anak
yang berasal dari keluarga yang baik. Kondisi ini terjadi mungkin disebabkan oleh
perbedaan kecerdasan atau kesempatan belajar (keluarga miskin diduga kurang
memperhatikan perkembangan bahasa anaknya), atau kedua-duanya (Hetzer &
Reindorf dalam E. Hurlock,1991).
Hubungan ini dimaknai sebagai proses pengalaman berinteraksi dan
berkomunikasi dengan lingkungan keluarga, terutama dengan orangtua yang
mengajar, melatih, dan memberikan contoh berbahasa kepada anak. Hubungan
kasih yang sehat antara orangtua dengan anak (penuh perhatian dan kasih sayang
dari orangtuannya) memfasilitasi perkembangan bahasa anak, sedangkan hubungan

168

yang tidak sehat mengakibatkan anak akan mengalami kesulitan atau kelambatan
dalam perkembangan bahasanya. Hubungan yag tidak sehat itu bisa berupa sikap
orangtua yang keras/kasar, kurang kasih sayang atau kurang perhatian untuk
memberikan latihan dan contoh dalam berbahasa yang baik kepada anak, maka
perkembangan bahasa anak cenderung akan mengalami stagnasi atau kelainan,
seperti: gagap dalam berbicara, tidak jelas dalam mengungkapkan kata-kata, merasa
takut untuk mengungkapkan pendapat, dan berkata yang kasar atau tidak sopan.
e. Kondisi fisik/kesehatan
Kondisi fisik di sini dimaksudkan kondisi kesehatan anak. Seseorang yang
cacat akan terganggu kesehatannya untuk berkomunikasi seperti bisu, tuli, gagap,
organ suara yang tidak sempurna akan mengganggu perkembangannya dalam
berbahasa.
Kesehatan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi perkembangan
bahasa anak, terutama pada usia awal kehidupannya. Apabila anak pada usia dua
tahun pertama, anak mengalami sakit terus-menerus, maka anak tersebut cenderung
akan mengalami kelambatan atau kesulitan dalam perkembangan bahasanya. Oleh
karena itu, untuk memelihara pekembangan bahasa anak secara normal, orangtua
perlu memperhatikan kondisi kesehatan anak. Upaya yang dapat ditempuh dengan
cara memberi ASI, makanan bergizi, memelihara kebersihan tubuh anak atau secara
reguler memeriksakan anak ke dokter atau ke puskesmas.
4. Pengaruh Kemampuan Berbahasa Terhadap Kemampuan Berfikir
Kemampuan berbahasa dan kemampuan berfikir saling berpengaruh satu
sama lain. Kemampuan berfikir berpengaruh terhadap kemampuan berbahasa dan
sebaliknya kemampuan berbahasa berpengaruh terhadap kemampuan berfikir.
Seseorang yang rendah kemampuan berpikirnya, akan mengalami kesulitan dalam
menyusun kalimat yang baik, logis, dan sistematis. Hal ini akan berakibat sulitnya
berkomunikasi.

169

Bersosialisasi berarti melakukan hubungan dengan yang lain. Seseorang
menyampaikan ide dan gagasannya dengan berbahasa dan menangkap ide dan
gagasan orang lain melalui bahasa. Menyampaikan dan mengambil makna ide dan
gagasan itu merupakan proses berfikir yang abstrak. Ketidaktepatan menangkap arti
bahasa akan berakibat ketidaktepatan dan kekaburan persepsi yang diperolehnya.
Akibat lebih lanjut bahwa hasil proses berfikir menjadi tidak tepat benar.
Ketidaktepatan hasil pemrosesan pikir ini diakibatkan kekurangmampuan dalam
bahasa.
5. Perbedaan Individu Dalam Kemampuan dan Perkembangan Bahasa
Menurut Chomsky anak lahir ke dunia pada dasarnya memiliki kapasitas
berbahasa (Woolflok, dkk, 1998). Akan tetapi seperti di bidang lain, faktor
lingkungan akan mengambil peranan yang cukup menonjol mempengaruhi
perkembangan bahasa anak tersebut. Mereka belajar makna kata dan bahasa yang
sesuai dengan apa yang mereka dengar, lihat, dan mereka hayati dalam hidupnya
sehari-hari. Perkembangan bahasa anak terbentuk oleh lingkungan yang berbedabeda.
Di bagian depan telah dijelaskan bahwa kemampuan berfikir anak berbedabeda, sedang bahasa dan berfikir mempunyai korelasi yang tinggi; anak dengan IQ
tinggi akan berkemampuan bahasa yang tinggi. Sebaran nilai IQ menggambarkan
adanya perbedaan individual anak, dan dengan demikian kemampuan mereka dalam
bahasa juga bervariasi sesuai dengan variasi kemampuan mereka berfikir.
Bahasa berkembang dipengaruhi oleh faktor lingkungan, karena kekayaan
lingkungan akan merupakan pendukung bagi perkembangan peristilahan yang
sebagian besar dicapai dengan proses meniru. Dengan demikian remaja yang
berasal dari lingkungan yang berbeda juga akan berbeda pula kemampuan dan
perkembangan bahasanya.

170

6. Upaya Pengembangan Kemampuan Bahasa Remaja dan
Implikasinya Dalam Penyelenggaraan Pendidikan
Kelas atau kelompok belajar pada dasarnya terdiri dari individu yang
bervariasi bahasanya, baik kemampuannya maupun polanya. Menghadapi hal ini
guru harus mengembangkan strategi

belajar mengajar bidang bahasa dengan

memfokuskan pada potensi dan kemampuan anak.
Pertama, anak perlu melakukan pengulangan (menceritakan kembali)
pelajaran yang telah diberikan dengan kata dan bahasa yang disusun oleh siswa
sendiri. Dengan cara ini senantiasa guru dapat melakukan identifikasi tentang pola
dan tingkat kemampuan bahasa siswa-siswanya.
Kedua, berdasar hasil identifikasi itu guru melakukan pengembangan
bahasa siswa dengan menambahkan perbendaharaan bahasa lingkungan yang telah
dipilih secara tepat dan benar oleh guru. Cerita siswa tentang isi pelajaran yang
telah diperkaya itu diperluas untuk langkah-langkah selanjutnya, sehingga para
siswa mampu menyusun cerita lebih komprehensif tentang isi bacaan yang telah
dipelajari dengan menggunakan pola bahasa mereka sendiri.
Perkembangan bahasa yang menggunakan model pengekspresian secara
mandiri, baik lisan maupun tulis, dengan mendasarkan bahan bacaan akan lebih
mengembangkan kemampuan bahasa anak dan membentuk pola bahasa masingmasing. Dalam penggunaan model ini guru harus banyak memberikan rangsangan
dan koreksi dalam bentuk diskusi atau komunikasi bebas. Dalam pada itu sarana
perkembangan bahasa seperti buku, surat kabar, majalah, dan lain-lainnya
hendaknya disediakan di sekolah maupun di rumah.

RANGKUMAN
Membicarakan perkembangan sosial remaja tidaklah cukup hanya
membicarakan nilai-nilai dan sikap-sikap sosial remaja. Melainkan perlu pula

171

dibahas lingkungan sosial yang melengkapi hidup remaja beserta tuntutan-tuntutan
yang terkandung di dalamnya. Untuk membahas lingkungan sosial remaja tersebut
dibicarakan pula: (1) Arti kelompok bagi remaja, (2) Tugas-tugas perkembangan
remaja, (3) Sosialisasi remaja, (4) Hambatan-hambatan sosial remaja. Sudah tentu
yang menjadi fokus pembicaraan adalah: (5) Sikap-sikap sosial remaja.
Sebagaimana fungsinya bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan
seseorang dalam pergaulannya atau komunikasinya dengan orang lain. Bahasa
merupakan alat/sarana bergaul. Oleh karena itu penggunaan bahasa menjadi efektif
sejak seseorang memerlukan berkomunikasi dengan orang lain. Sejak bayi mulai
bisa berkomunikasi dengan orang lain, sejak itu pula bahasa diperlukan. Sejalan
dengan perkembangan hubungan sosial, maka perkembangan bahasa seorang (bayianak) dimulai dengan meraban (suara atau bunyi tanpa arti) dan diikuti dengan
bahasa satu suku kata, dua suku kata, menyusun kalimat sederhana dan seterusnya
melakukan sosialisasi dengan menggunakan bahasa yang kompleks sesuai dengan
tingkat perilaku sosial. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa
adalah: umur, kesehatan/fisik, kecerdasan, sosial ekonomi keluarga, dan
lingkungan.
Perkembangan bahasa aplikasinya dalam pembelajaran, maka guru
seharusnya mengembangkan strategi

belajar mengajar bidang bahasa dengan

memfokuskan pada potensi dan kemampuan anak.
Pertama, anak perlu melakukan pengulangan (menceritakan kembali)
pelajaran yang telah diberikan dengan kata dan bahasa yang disusun oleh siswa
sendiri. Dengan cara ini senantiasa guru dapat melakukan identifikasi tentang pola
dan tingkat kemampuan bahasa siswa-siswanya.
Kedua, berdasar hasil identifikasi itu guru melakukan pengembangan
bahasa siswa dengan menambahkan perbendaharaan bahasa lingkungan yang telah
dipilih secara tepat dan benar oleh guru. Cerita siswa tentang isi pelajaran yang
telah diperkaya itu diperluas untuk langkah-langkah selanjutnya, sehingga para

172

siswa mampu menyusun cerita lebih komprehensif tentang isi bacaan yang telah
dipelajari dengan menggunakan pola bahasa mereka sendiri.
Perkembangan bahasa yang menggunakan model pengekspresian secara
mandiri, baik lisan maupun tulis, dengan mendasarkan bahan bacaan akan lebih
mengembangkan kemampuan bahasa anak dan membentuk pola bahasa masingmasing. Dalam penggunaan model ini guru harus banyak memberikan rangsangan
dan koreksi dalam bentuk diskusi atau komunikasi bebas. Dalam pada itu sarana
perkembangan bahasa seperti buku, surat kabar, majalah, dan lain-lainnya
hendaknya disediakan di sekolah maupun di rumah.

PENDALAMAN
Selesaikan tugas berikut dan laporkan!
1. Jelaskan aspek perkembangan sosial remaja!
2. Temukan aspek sosial manakah di antaranya yang anda pandang kurang
dapat berkembang?
3. Temukan

perbedaan-perbedaan

penggunaan

bahasa

dalam

proses

pembelajaran, jelaskan dengan contoh!

DAFTAR RUJUKAN
Hurlock, Elisabeth B. 1991. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan. Terjemahan oleh Istiwidayanti, dkk. Jakarta: Penerbit
Erlangga.
Mappiare. A. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya : Usaha Nasional.
Monks, FJ, dkk. 1984. Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam Berbagai
Bagiannya. Yogyakarta: UGM Press.
Singgih D.Gunarsa dan Ny. Singgih D.G. 1990. Psikologi Remaja. Jakarta: PT.
BPK Gunung Mulia.

173

Soesilo Windradini dan Suwandi, Iksan. 1995. Perkembangan Peserta Didik.
Malang: FIP IKIP MALANG.
Sunarto dan Hartono, Ny. Agung. 1994. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta:
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Depdikbud.
Suwandi, I, Marthen,P, dan Nur H. 2000. Perkembangan Peserta Didik. Malang:
FIP Uneversitas Negeri Malang.
Woolkfolk. A.E. 1998. Educational Psychology. 7th.ed. Boston: Allyn and Bacon.

174