Pendekatan Sosial Humaniora Dalam Studi (2)

Pendekatan Sosial Humaniora Dalam Studi Islam
Oleh: Fadli Makhrus
No Ujian: 35
Mahasiswa Institut Agama Islam Negeri Metro

Pada dasarnya manusia memiliki perbedaan antara satu orang dengan yang lainya, hal
ini bisa kita lihat dari perbedaan ras, suku, dan budaya yang ada di satu daerah dengan daerah
lain yang dimana setiap daerah pasti memiliki sebuah ciri khas tersendiri. Budaya yang
berbeda ini menunjukan adanya perbedaan kebiasaan-kebiasaan dan prilaku seseorang.
Perbedaan-perbedaan antara ras, suku, dan budaya ini terkadang menimbulkan sebuah
perbedaan pendapat dan keyakinan sehingga malah terjadi peperangan, kekerasan, dan
kekejaman. 1 Padahal dalam pandangan agama perbedaan seharusnya menjadi sebuah tolak
ukur agar manusia lebih berfikir kreatif, dan inovatif, sehingga dapat mendorong seseorang
untuk menjadikan manusia yang seutuhnya.
Penggunaan pendekatan humaniora dalam studi Islam bisa mengantisipasi terjadinya
sebuah peperangan, kerusakan, dan kekerjaman, karna dalam pendekatan humaniora pada
dasarnya untuk menyiapkan manusia berpikir luwes, lincah dengan segala visi dan persepsi
untuk perkembangan dan penyesuaian. Islam tidak hanya berada dalam tempat ibadah seperti
masjid, rumah, dan kampung saja, melainkan Islam juga ada didalam diskotik, bar, dan
tempat-tempat hiburan lainnya.
Setelah kita ketahui bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan kepada semua umat

manusia diberbagai aspek sendi kehidupan termasuk bagaimana membentuk manusia
memiliki sifat berbudidaya dan menjadi manusia seutuhnya atau sering disebut pendekatan
sosial humaniora.
Pendekatan adalah sebuah cara pandang atau sebuah paradigma yang ada di dalam
suatu bidang ilmu yang berguna untuk memahami agama.2
Sosiologi adalah sebuah ilmu yang dimana didalamnya mempelajari tentang berbagai
aspek di dalam kehidupan

bermasyarakat dan ilmu ini juga menyelidiki keterkaitan-

keterkaitan antara manusia-manusia yang menguasai hidupnya. Sosiologi mempelajari sifatsifat dan apa makna hidup bersama di dalam masyarakat, cara yang terbentuk, tumbuh, dan
1 H. Anwar Saleh Daulay, “Pendidikan Humaniora untuk Mengembangkan Wawasan Kemanusiaan dan
Kebangsaan,” Jurnal Ilmu Pendidikan 9, no. 1 (2016): 12.
2 Ida Zahara Adibah, “Pendekatan Sosiologis Dalam Studi Islam,” INSPIRASI: Jurnal Kajian dan
Penelitian Pendidikan Islam 1, no. 1 (2017): 4.

1

juga berubahnya perserikatan yang ada di dalam kehidupan itu pula yang membentuk
kepercayaannya, dan keyakinan yang dimana dapat memberikan sifat tersendiri terhadap cara

hidup bersama itu dalam tiap persekutuan hidup manusia.3
Humaniora berasal dari bahasa latin kuno humanus yang memiliki makna manusiawi,
berbudaya, dan halus. Adapun di dalam bahasa Inggris, sepadan dengan istilah the
humanities, yang memiliki makna nilai kita sebagai homo humanus (manusia berbudaya).
Encyclopaedia of Britanica mengartikan bahwa the humanities adalah sebagai jenis
pengetahuan yang dimana ilmu ini memiliki keterikatan dengan nilai-nilai pada diri manusia
dan penggambaran ekspresi-ekspresi dari jiwa seseorang. Ada juga sebagian orang yang
mengatakan bahwa humaniora adalah sebuah seperangkat sikap dan juga perilaku moral
anatara manusia satu dengan lainya 4
Hassan Shadilly mengatakan bahwa humaniora adalah sebuah ilmu pengetahuan yang
memiliki sebuah tujuan untuk membuat manusia lebih manusiawi, adapun yang dimaksud
manusiawi disini adalah agar manusia tersebut lebih berbudaya.5
Humaniora memiliki tujuan yaitu untuk memajukan manusia sehingga mencapai
kemanusiaan yang seutuhnya. Pandangan humanitas bisa mengajarkan kita bahwa adanya
"kesatuan dan kesamaan" di antara manusia yang satu dengan yang lainya. Semua manusia
pada dasarnya diciptakan oleh Allah Swt sama, tidak ada perbedaan antara majikan dan
buruh, kaya dan miskin, laki-Iaki dan perempuan. Semua manusia adalah saudara, karena
mereka harus saling mencintai antara manusia yang satu dengan yang lainya. Pendidikan
humaniora pada sastra klasik Latin dan Yunani dan kesenian dianggap sebagai ilmu
pengetahuan yang mendalami tentang kemanusia yang seutuhnya. Pada masa itu seni

dianggap sebagai wadah pembentukan manusia yang memiliki pernikir jernih, berbahasa
bersih, berbicara fasih, menguasai logika dan kaidah, bahasa, dan dapat menikmati bahasa
dan seninya.
Humaniora memiliki tujuan untuk mencipakan manusia yang mempunyai pola berpikir
luwes, lincah dengan segala visi dan persepsi guna perkembangan dan penyesuaian yang
terjadi disetiap zamanya. Artinya pemikirannya dalm humaniora adalah pemikiran dengan
tata cara bahasa yang berkembang dari dalam dan mampu beradaptasi dengan lingkungan dan
3 Mukhlishi Mukhlishi, “Paradigma Pendekatan Ilmu Sosial-Humaniora dalam Kewarganegaraan dan
Keberagamaan,” Jurnal Keislaman Terateks 1, no. 1 (2016): 67.
4 M. Lutfi Mustofa, “Pendidikan Humaniora Pesantren (Analisis Sosiologis Kebijaksanaan Hidup Kiai),”
el-hikmah, 2013, 78.
5 A. Daliman, “Pendidikan Humaniora dalam Rangka Pembaharuan SIstem Pendidikan Nasioanal,”
Jurnal Ilmiah Pendidikan: Lembaga Pengembangan dan penjaminan Mutu Pendidikan UNY, t.t., 2–3.

2

tuntutan zaman yang semakin maju dan berkembang. Kalaupun menghargai perlu adanya
sebuah spesialisasi Iptek, humaniora tidak akan membolehkan konsepnya dikotak-kotakkan,
dipersempit, dan juga dikeringkan menjadi bidang tertentu, tapi tetap terbuka dengan segisegi hidup yang akan selalu berkembang.6
Ilmu humaniora ini sangat luas yaitu meliputi ilmu bahasa, ke sasteraan, pendidikan,

sejarah, ilmu hukum, filsafat, arkeologi, seni, dan ilmu-ilmu sosial yang dimana semua ilmuilmu ini didalamnya mengandung isi yang humanistik. Pada proses pengembangannya, ilmuilmu rumpun pertama cukup mandiri karena dari masing-masing ilmu ini tidak begitu
mempengaruhi baik pokok persoalan ataupun pen dekatannya. Tidak demikian halnya dengan
ilmu-ilmu pada dua rumpun lainnya, yaitu ilmu sosial dan ilmu humaniora. Keduanya saling
berebut pokok persoalan, bahkan terkadang ada pendekatan dari satu ilmu ke ilmu tertentu di
ambil atau diserap oleh ilmu lainnya.
Model dan praktik keilmuan di atas sudah tidak aneh lagi dikalangan orang yang
berpendidikan, bila di lihat dari subject pokok persoalan sendiri, yaitu manusia beserta
dinamika perilakunya. Manusia memiliki perkembangan akal, daya, dan karsa dengan cepat,
lalu semuanya praktikan kedalam berbagai praktik kebudayaan material dan non-material.
Proses seperti ini yang kemudian memungkinkan munculnya ide-ide berbagai tafsir atas
perilaku seseorang dan mempunyai pengaruhnya terhadap gejala interaksi relasi sosial umum
yang ada di masyarakat. Oleh karena itu, jika kita menyebut humaniora sebagai rumpun ilmu
sesungguhnya humaniora memberikan peluang bagi masuk nya segala sesuatu ilmu-ilmu
yang berkaitan dengan manusia dan juga perilaku nya ke dalam subject matter-nya, tidak
terkecuali pokok per soalan yang ada pada ilmu sosial.
Walaupun pada awal nya, humanities ini hanya berkaitan dengan masalah nilai, seperti
yang sudah dijelaskan diatas yaitu manusia yang berbudaya. Pertanyaannya, bagaimana cara
membatasi humaniora ini dengan ilmu sosial, padahal yang kita ketahui nilai dan ekspresi
kemanusiaan ini akan selalu ada dan melekat pada berbagai ranah kajian ilmu sosial lainnya.
Artinya, kajiannya ilmu sosial sangat berdekatan dengan ranah ilmu humaniora, Margareth

Mead mengatakan bahwa yang menjadikan nya sebagai salah satu dari ilmuan humanities
adalah bahwa antropologi itu sangat erat dengan kajian humaniora, misalnya saja tingkah
laku manusia sebagai anggota kelompok sosial, mempelajari kesenian, folklore, tradisi lisan,
dan berbagai perangkat yang ada di dalam humaniora dan ilmu lainya.

6 Daulay, “Pendidikan Humaniora untuk Mengembangkan Wawasan Kemanusiaan dan Kebangsaan,”
12–13.

3

Ruang lingkup antropologi memiliki beberapa kesamaan dengan humaniora, maka
kedua ilmu inipun seolah sangat dekat dengan pengertian budaya, baik dalam praktik atau
juga sebagai suatu bahan kajian.
Kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta “budhayah”, yang berasal dari jamak
“budhi” yang memiliki arti akal. Sementara itu, budaya juga merupakan sebuah
perkembangan majemuk dari asal kata “budi daya” yang memiliki arti daya dari budi. Jadi
perbedaannya, budaya merupakan daya dari budi yang berupa cipta, karsa, dan rasa.
Adapun kebudayaan memiliki arti yaitu hasil dari cipta, karsa, dan rasa, dalam per
kembangannya, istilah budaya dan kebudayaan itu mempunyai arti yang sama anatara satu
dengan lainya, terlebih jika dilihat dari dimensi wujud ada tiga kesamaan kesamaan, seperti

yang disebut oleh Koentjaraningrat, yaitu Petama, wujud ide, gagasan, nilai-nilai, norma, dan
peraturan sistem budaya. Kedua, wujud aktivitas ber pola manusia dalam masyarakat sistem
sosial wujud. Ketiga, benda hasil karya manusia kebudayaan fisik.
Umumnya ketiga wujud di atas sudah dirangkum ke dalam beberapa unsur, misalnya
saja seperti sistem religi dan upacara keagamaan, sistem pengetahuan, bahasa, dll. Ketiga
wujud dan perincian unsure-unsurnya tersebuat adalah ruang lingkup dari kajian humaniora
itu sendiri. Artinya, baik humaniora atau ilmu sosial dan budaya semuanya sama-sama
bertujuan untuk menjadikan manusia yang berbudaya dan menghasilkan dinamika gejala
sosial sebagai subject matternya. Karena kemiripan ini, humaniora dan ilmu sosial sering
sekali disandingkan secara bersamaan menjadi ilmu sosial kemanusiaan. Dalam khazanah
intelektual Islam, ilmu sosial kemanusiaan seperti itu seringkali diartikan sebagai ilmu adab.
Kata ‘adab’ ini menunjukkan sebuah makna “peradaban atau kebudayaan”, di mana
fenomena insani menjadi titik tolak setiap kajiannya.7
Pendekatan sosial humaniora lebih mengutamakan pendidikan nilai-nilai pada diri
seseorang. Nilai-nilai yang menjadi dasar adalah nilai moral dimana nilai tersebut menjadi
dasar bagi manusia dalam membudayakan diri dan alam lingkungan. Adapun bidang yang
menjadi sumber bahan pendidikan humaniora adalah bidang-bidang studi kebudayaan, sebab
pada hakekatnya kebudayaan merupakan kristalisasi pengembangan nilai-nilai manusiawi.
Studi Islam adalah ilmu yang meliputi kajian Al Quran, Al Hadis, kalam, akhlaq, fiqh,
dakwah, pendidikan, dan tasawuf. Kemudian, ilmu filsafat ataupun politik yang sekarang ini

sedang marak untuk mendalami wilayah Islamic studies.
7 M. Alie Humaedi, “Pemikiran Islam dalam Jejak Kajian Humaniora,” Al-Tahrir: Jurnal Pemikiran
Islam 12, no. 2 (2016): 388–400.

4

Nabi Muhammad Saw dan sahabat ketika masih hidup menyebarkan studi Islam adalah
melalui Masjid. Ahmad Amin mengatakan bahwa pusat-pusat tokoh Islam kontemporer
adalah terletak di Makkah dan Madinah. Sedangkan di Chicago, studi Islam dilakukan di
Chicago Universiti, disana menyajikan berbagai sejarahnya Islam, seperti bagaimana cara
menterjemahkan buku-buku bahasa Arab, dan bagaimana kajian Islam dipantau maupun
diawasi.8
Jalaluddin Rakhmat mengatakan bahwasanya agama ini dapat diteliti dengan
menggunakan berbagai paradigma realitas keagamaan yang bisa diungkapkan kebenaran
kebenaran yang sesuai dengan kerangka paradigmanya. Oleh sebab itu, agama itu merupakan
sebuah hidayah Allah dan juga sebagai kewajiban manusia, karena sebagai fitrah yang sudah
diberikan Allah Swt kepadanya.
Jika dalam memechkan masalah menggunakan pendekatan yang berbeda pastinya akan
memperoleh hasil yang berbeda juga, akan tetapi hal itu tidak akan dipermasalahkan apabila
selama masih sesuai dengan standar ilmiah yang tentunya bisa dipertanggung jawabkan dan

dikritisi secara empiris. Dalam studi Islam ini terdapat 3 epistimologi dalam pendekatan
sosial antara lain bayani, irfani dan burhani yang dimana nantinya masing-masing dapat
menghasilkan sebuah studi Islam yang berbeda.9
Berdasarkan uraian di atas, berkenaan dengan studi Islam memandang bahwa
pendekatan sosial humaniora ini dilakukan untuk pembangunan manusia yang seutuhnya,
karena manusia yang seutuhnya adalah sebuah jawaban terhadap pemasalahan krisis moral
pada saat ini. Nabi Muhammad Saw juga telah mengajarkan kepada umatnya untuk
menyebarkan studi islam melalui Masjid, dan juga dengan mengikuti perkembangan saat ini
kita bisa menyebarkan studi Islam ini dari mana pun dengan berkembangnya teknologi yang
sudah ada.

8 Dedi Wahyudi Rahayu Fitri As, “Islam Dan Dialog Antar Kebudayaan (Studi Dinamika Islam Di
Dunia Barat),” FIKRI: Jurnal Kajian Agama, Sosial dan Budaya 1, no. 2 (2017): 270.
9 Adibah, “Pendekatan Sosiologis Dalam Studi Islam,” 4.

5

DAFTAR PUSTAKA

A. Daliman. “Pendidikan Humaniora dalam Rangka Pembaharuan SIstem Pendidikan

Nasioanal.” Jurnal Ilmiah Pendidikan: Lembaga Pengembangan dan penjaminan Mutu
Pendidikan UNY, t.t.
Adibah, Ida Zahara. “Pendekatan Sosiologis Dalam Studi Islam.” INSPIRASI: Jurnal
Kajian dan Penelitian Pendidikan Islam 1, no. 1 (2017): 1–20.
As, Dedi Wahyudi Rahayu Fitri. “Islam Dan Dialog Antar Kebudayaan (Studi
Dinamika Islam Di Dunia Barat).” FIKRI: Jurnal Kajian Agama, Sosial dan Budaya 1, no. 2
(2017): 267–290.
Daulay, H. Anwar Saleh. “Pendidikan Humaniora untuk Mengembangkan Wawasan
Kemanusiaan dan Kebangsaan.” Jurnal Ilmu Pendidikan 9, no. 1 (2016).
Humaedi, M. Alie. “Pemikiran Islam dalam Jejak Kajian Humaniora.” Al-Tahrir:
Jurnal Pemikiran Islam 12, no. 2 (2016): 397–415.
Mukhlishi, Mukhlishi. “Paradigma Pendekatan Ilmu Sosial-Humaniora dalam
Kewarganegaraan dan Keberagamaan.” Jurnal Keislaman Terateks 1, no. 1 (2016): 65–85.
Mustofa,

M.

Lutfi.

“Pendidikan


Humaniora

Kebijaksanaan Hidup Kiai).” el-hikmah, 2013.

6

Pesantren

(Analisis

Sosiologis