KONSEP MENGENAI ANUGERAH YANG BERSYARAT.

Daftar isi
Daftar isi ................................................................................................................................. i
Bab I .......................................................................................................................................1
Pendahuluan ........................................................................................................................... 1
Bab II ...................................................................................................................................... 3
Isi ............................................................................................................................................ 3
Latar belakang dalam Perjanjian Lama .................................................................................. 3
Masa antar perjanjian ............................................................................................................. 5
Tulisan-tulisan Yahudi atau Yunani ........................................................................................ 6
Bab III .....................................................................................................................................7
Eksegesis teks .........................................................................................................................7
Bab IV ....................................................................................................................................12
Teologi ....................................................................................................................................12
Bab V ......................................................................................................................................13
Kesimpulan .............................................................................................................................13
Bab VI ....................................................................................................................................14
Relevansi/ Eksposisi bagi gereja masa kini ............................................................................
14
Daftar Pustaka ........................................................................................................................
15


STT Berea | 1

Bab I
Pendahuluan
Berbicara mengenai anugerah, semua orang percaya dan bahkan mungkin orangorang yang belum percaya dapat mengatakan bahwa “anugerah” merupakan sesuatu yang
diperoleh secara cuma-cuma. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata ini diartikan
sebagai pemberian atau ganjaran dari pihak atas (orang lain yang mempunya kekuasaan atau
orang besar) kepada pihak bawah (orang yang mempunyai kedudukan sangat terendah) 1.
Kata ini juga dapat diartikan sebagai Karunia dari Tuhan. Kamus bahasa Inggris Salim’s
Ninth New Collegiate Dictionary menguraikan kata “grace” sebagai “unmerited divine
assistance given man for his regeneration or sanctification” (pertolongan ilahi yang tidak
didasarkan atas kualitas atau kebaikan yang diberikan kepada manusia untuk kelahiran
kembali dan pengudusan) 2. Jarang terjadi bahwa sebuah kamus sekuler seperti ini
memberikan definisi yang cukup baik terhadap istilah Kristen, khususnya dalam hal ikut
menegaskan bahwa anugerah berhubungan dengan karya Allah yang dikerjakan tanpa campur
tangan manusia dan tidak berdasarkan kualitas apa pun yang ada pada manusia.
Dengan pengertian tersebut di atas maka pemahaman mengenai pemberian yang
cuma-cuma itu benar, dan memang itu adalah fakta dan pengertian yang sesungguhnya
mengenai anugerah. Fakta dan kebenaran mengungkapkan bahwa kehidupan Kristen dimulai
dan dilanjutkan dalam anugerah. Tanpa anugerah kekristenan menjadi kehilangan makna dan

relevansi. Karena itu tidak ada yang lebih berarti dalam iman Kristen yang sehat selain
pengertian orang percaya yang benar, tepat dan menyeluruh mengenai konsep anugerah.
Namun dalam Alkitab bukan hanya terdapat anugerah sebagai pemberian yang cuma-cuma
atau anugerah yang tidak bersyarat saja tetapi dalam beberapa bagian menunjukan bahwa
1 Tim Redaksi, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka, 2001), 59.
2 Peter Salim, Salim’s Ninth Collegiate Englsh-Indonesia Dictionary (Jakarta: Modern English Press,
2000), 637.

STT Berea | 2

seolah-olah anugerah itu bersyarat, terutama dalam teks Matius 10:34-39 membuat setiap
orang yang membaca akan bertanya apa maksudnya teks ini, dimana penulis mengatakan
bahwa Yesus datang untuk membuat pemisahan bagi dunia dan gambaran yang digunakan
adalah pedang yaitu sebagai simbol bahwa bukan memisahkan secara baik-baik tetapi
dipisahkan melalui peperangan. Karena pemahaman semua orang mengatakan bahwa Yesus
adalah Raja Damai yang datang dan memberikan kasih karunia kepada semua orang, namun
teks tersebut tidak menunjukan Yesus sebagai Raja Damai, bahkan teks tersebut seperti
menunjukan bahwa anugerh itu bukan pemberian yang cuma-cuma namun anugerah itu
bersyarat. Bukankah “anugerah” mempererat hubungan keluarga? Bukankah “anugerah” akan
membuat orang lain hidup damai dan sejahtera? Bahkan di dalam Matius 6:14-15, Yesus

mengungkapkan dengan penuh ancaman bahwa “jikalau kamu tidak mengampuni maka
Bapakmu juga tidak akan mengampuni kamu”. Ini merupakan sebuah pernyataan yang jelasjelas menunjukan bahwa “anugerah” bukanlah sesuatu yang cuma-cuma namun “anugerah”
merupakan pemberian yang bersyarat. Dalam teks yang Alkitab bagian yang lain juga
mengatakan bahwa untuk mengikut Yesus atau untuk memperoleh “anugerah” maka harus
menyangkal diri, memikul salib dan mengikut Dia. Pemahaman seperti ini tidak banyak
orang yang dapat menerimannya oleh karena itu dalam penulisan paper ini penulis akan
membawa pembaca agar memahami apakah “anugerah” memang bersyarat? mengapa
“anugerah” dikatakan bersyarat, bagaimana konsep tentang “anugerah” yang bersyarat di
dalam Perjanjian Lama, juga konsep ini dalam tulisan-tulisan Yahudi atau Yunani.

STT Berea | 3

Bab II
ISI
Latar belakang dalam Perjanjian Lama
Di dalam Perjanjian Lama kata “anugerah” atau “kasih karunia” dipergunakan dalam
pengertian “perkenanan” atau “kebaikan”. Misalnya, Kejadian 6:8 mencatat: “Tetapi Nuh
mendapat kasih karunia (diperkenan) di mata Tuhan”. Kitab Ester 2:17 bahkan
mempergunakan dua istilah dari bahasa Ibrani: “ . . . ia (Ester) beroleh sayang (Ibr. Hen) dan
kasih (Ibr. Hesed) baginda. . . .” Walaupun cukup banyak pemakaian dua istilah tersebut

dalam pengertian manusia (raja) yang berkenan seperti kasus Ester, tetapi yang dominan
dalam PL tetap dalam konteks Tuhan yang memberikan perkenanan (mis. Ams. 12:2 “Orang
baik dikenan Tuhan”).
Menurut J.H Bavinck, penggunaan kata “anugerah” khususnya “hen” berkonotasi
“membungkuk, merendahkan diri”, yang artinya memberikan perhatian dari yang lebih kuat
datang menolong yang lebih lemah. Demikian pula istilah hesed yang dipakai 245 kali dalam
PL bila dikaitkan dengan pribadi Allah dapat berarti adanya tindakan dari yang lebih tinggi
kepada yang lebih rendah 3. Karena itu, menurut R. Laird Harris, kata hesed sebaiknya
diterjemahkan “loyal love,” “mercy,” atau mungkin juga “lovingkindness” (dalam King
James Version), yang lebih menekankan peranan Tuhan dalam rangka merealisasikan
perjanjian terhadap umat-Nya 4. Kata tersebut menunjukkan melimpahnya kasih setia Allah
dalam mencurahkan berkat yang didasarkan atas perjanjian dengan umat-Nya (Kel. 15:13:
“Dengan kasih setia-Mu (hesed-Mu) Engkau menuntun umat yang telah Kautebus . . .”; Kel.
33:12-13, 17, 19; Yun. 4:2: “ . . . sebab aku tahu, bahwa Engkaulah Allah yang pengasih dan
penyayang, yang panjang sabar dan berlimpah kasih setia (hesed)”.

3 J.H Bavinck, Sejarah Kerajaan Allah 2 Perjanjian Baru (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993), 400.
4 R. Laird Harris, History of Old Testament Times (London, A & C Black, 1949), 109.

STT Berea | 4


Demikian juga “anugerah” itu dicurahkan kepada individu tertentu, bukan hanya
sekelompok umat saja. Ketika Yakub dalam suasana hati yang takut untuk berjumpa dengan
Esau, ia menghadap Tuhan sambil berdoa: “Ya Allah nenekku Abraham dan Allah ayahku
Ishak, ya Tuhan . . . sekali-kali aku tidak layak untuk menerima segala kasih (hesed) dan
kesetiaan yang Engkau tunjukkan kepada hamba-Mu ini . . . (Kej. 32:9-10). Konsep Yakub
mengenai ketidaklayakkannya adalah sesuatu yang menarik, karena itulah sesungguhnya efek
yang langsung dari sang penerima “anugerah”, yakni pengenalan akan kerendahan dan
ketidakpantasannya menerima kasih yang sedemikian agung dari pribadi yang lebih tinggi.
Hal yang sama terjadi pada Yusuf seperti yang tertulis dalam Kejadian 39:21: “Tetapi Tuhan
menyertai Yusuf dan melimpahkan kasih setia-Nya (hesed-Nya) kepadanya dan membuat
Yusuf kesayangan bagi kepala penjara itu.” Kalimat tersebut seolah-olah memiliki konotasi
adanya emosi yang mendalam dari pihak sang pemberi, dalam hal ini Allah sendiri, kepada
seseorang yang dikasihi-Nya. Hal ini memperlihatkan bahwa Ia adalah Allah yang setia pada
janji-Nya, teguh dan tahan uji melalui waktu yang panjang.
Banyak ayat dan bagian Alkitab dalam Perjanjian Lama menunjukan bahwa
“anugerah” itu tidak bersyarat namun jika dilihat secara teliti akan terlihat bahwa anugerah
dalam Perjanjian Lama, ada sebagian yang spertinya bersyarat. Contoh: Peristiwa Abraham,
Allah menyuruh Abraham untuk meninggalkan Urkasdim ke tanah yang diperintahkan oleh
Allah Kepadanya seperti yang tertulis di dalam Kej 12:1-3: “ ...Pergilah dari negerimu dan

dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan
kepadamu; Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau
serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat...”. Kata Aku akan
membuat engkau, itu yang menunjukan “anugerah” yang bersyarat. Dalam artian bahwa
jikalau saat itu Abraham tidak pergi maka “anugerah” tersebut tidak akan datang kepadanya.
Ini bukan berbicara mengenai respon namun jika diperhatikan dengan teliti maka akan

STT Berea | 5

dipahami bahwa Tuhan akan memberikan “anugerah” jikalau orang itu melakukan perintahNya.
Masa antar perjanjian
Catatan sejarah dalam Perjanjian Lama berakhir pada masa Nehemia dan Ezra.
Selama 400 tahun antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, dan pada masa ini tidak ada
nubuatan dari Tuhan sehingga disebut dengan masa kegelapan5. Pada zaman ini orang
menganggap segala sesuatu menjadi sulit bahkan mereka menganggap bahwa Allah tidak lagi
mengasihi mereka, kalau saja Allah masih mengasihi mereka maka Allah akan bernubuat
melalui nabi-Nya untuk menegur kesalahan mereka bahkan mereka mengatakan bahwa kasih
karunia Tuhan sudah tidak ada lagi bagi mereka. Mereka mengatakan demikian karena pada
masa 400 tahun mereka (umat Israel) jatuh berkali-kali ketangan beberapa kekuasaan besar
seperti: Babilonia, Media-Persia, Yunani, Yunani-Mesir, Siria dan Romawi6. Ketika terjadi

seperti itu maka mereka semakin memiliki keyakinan bahwa “anugerah” memang sudah tidak
ada lagi. Mereka hanya meyakini bahwa Tuhan akan menghukum orang yang jahat dan akan
membela orang yang saleh, dengan pemahaman yang demikian membuat mereka akhirnya
menanti-nantikan kedatangan Tuhan. Dengan berjalannya waktu disaat penantian yang
panjang itu mereka menggunakan berbagai cara dan mencoba untuk mendatangkan Tuhan
dari kaum-kaum mereka dengan cara yang mereka sendiri seperi mengasingkan diri, lebih
banyak lagi mempelajari Taurat karena mereka berusaha untuk menjadikan diri mereka saleh
sehingga mereka tidak akan dihukum pada saat kedatangan Mesias sang Raja Damai itu.
Sehingga dapat dikatakan bahwa selama masa 400 tahun itu konsep mereka tentang
“anugerah” adalah bersyarat. Dengan menggunakan konsep yang mereka yakini di atas
bahwa “Tuhan akan menghukum orang-orang yang jahat dan membela orang-orang yang
saleh” oleh karena itu mereka berusaha untuk mendatangkan “anugerah” itu.
5 Pontas Pardede, Masa Antar Perjanjian Lama Perjanjian Baru (Surakarta: Intheos, 1992), 1-3.
6 Berdasarkan penjelasan dosen Teologi PB di kelas dalam pertemuan kedua.

STT Berea | 6

Tulisan-tulisan Yahudi atau Yunani
Tulisan-tulisan Yahudi adalah naskah yang dituliskan untuk menjaga agar orang
Yahudi tetap setia menjaga keparcayaannya dan prakter keagamaan nenek moyang mereka

dan supaya orang-orang kafir dapat diyakinkan akan kebodohan politeisme dan
penyembahahan berhala mereka7. Berdasarkan tulisan-tulisan ini mereka menganggap
bahwa Tuhan adalah pribadi yang transenden yang sama sekali terpisah dari dunia yang
material dan Tuhan sendiri tidak pernah secara langsung menciptakannya. Dalam penciptaan
itu Tuhan memakai kuasa perantara yang disebut Logos, manusia adalah sebagian dari dunia
yang material, tetapi karena dia memiliki akal maka manusia merupakan bagian daripada
Logos, karena itu tubuh adalah penjara bagi rohnya8. Para penulis naskah-naskah ini
memiliki pemahaman tentang “anugerah” sebagai pembebasan dari tubuh penjara itu untuk
melepaskan roh itu kembali kepada sumber aslinya oleh pengetahuan yang benar. Konsep
tentang “anugerah” benar-benar salah diartikan disini, mereka seperti sudah memiliki
kebiasaan dan pemahaman yang kuat bahwa tidak mungkin “anugerah” atau “kasih karenia”
itu ada selagi tubuh ini masih ada, selagi roh masih terpenjara di dalam tubuh.

7 John Murray, Literatur Yudaisme Alexandria (Jakarta: Serambi, 1998), 57.
8 Michael. O Wise, Naskah Laut Mati (Jakarta: Serambi, 2008),69.

STT Berea | 7

Bab III
Eksegesis teks

Kata “anugerah” secara eksplisit memang tidak dituliskan oleh penulis dalam Matius
10:34-39, namun bisa dilihat secara implisit bahwa di dalam teks tersebut terdapat “anugerah
yang bersyarat” karena di dalam teks ini Yesus mengatakan secara terbuka mengenai
tuntukan kekristenan yang sangat tinggi dan yang menunjukan bahwa anugerah itu perlu
pengorbanan yaitu memisahkan antara anak dengan orang tua, menantu dengan mertua,
bahkan menjadikan mereka menjadi musuh sekalipun mereka tinggal di dalam rumah yang
sama.
Jikalau dilihat “anugerah” sebagai yang tidak bersyarat maka seharusnya Yesus
datang dengan membawa damai bukan peperangan. Kata damai dalam bahasa Yunani adalah
εἰρήνην atau εἰρήνη , εἰρήνη, ης, ἡ

9

Kata ini diartikan sebagai peace, harmony,

tranquillity dalam bahasa inggris yang artinya perdamaian, khusunya dalam teks ini
digunakan kalimat “to work for world peace” (bekerja untuk perdamaian dunia). Sebelum
kenyataan damai sempurna itu terwujud sepenuhnya, akibat langsung dari pemberitaan Yesus
dapat merupakan pertentangan keluarga seorang murid dapat terpisah dan dapat juga
keterasingan itu menjadi harga keterikatan pada Yesus (Mat 10:34-39)10. Kata ini digunakan

dalam Perjanjian Lama (‫לוום‬
‫ ) שש ל‬yaitu shalom, digunakan sebagai ucapan salam antara
sahabat. Juga suatu sebutan untuk keadaan tanpa permusuhan antara bangsa-bangsa (1Raj
5:12). Damai adalah karunia Allah (Yes 54:10). Apabila nabi-nabi berteriak: “damai-damai”,
padahal tidak ada damai, mereka menipu dan mereka akan dihukum (Yer 6:14-15). Damai
sempurna adalah damai masa mesianik (Yes 9:7).

9 George V. Wigram and Ralph D. Winter, The Word Study Concordance (Wheaton Illnois U.S.A :
Tyndale House Publisers, 1972)
10 Geofferey W. Bromiley, Teological Dictionary Of the New Testament Vol II (Michigan:
WM.B.Eerdmans Publishing Company, 1995), 400-408.

STT Berea | 8

Dalam Perjanjian Baru damai tidak hanya berarti hubungan rukun antara bangsabangsa (Luk 14:32), tetapi juga keadaan yang harus ada dalam jemaat-jemaat Kristen (Rom
14:19) dan dalam berhubungan dengan orang di luar jemaat (Ibr 12:14). Kematian Kristus
menciptakan damai antara Allah dan umat manusia (Kol 1:20) dan di antara orang Yahudi dan
orang-orang bukan Yahudi (Ef 2:14).
Dengan melihat pengertian kata “damai” dan penggunaannya baik dalam Perjanjian
Lama maupun dalam Perjanjian Baru maka dengan sangat berlawawnan jikalau Yesus

mengatakan bahwa Dia datang untuk membawa “damai” seperti yang tercatat dalam teks
Matius 10:34-39, Raja Damai itu sendiri tidak membawa “damai” melainkan membawa
pemisahan. Disinilah dapat dilihat dengan sangat jelas bahwa “anugerah” bukan hanya
pemberian saja namun “anugerah” adalah sesuatu yang diberikan dengan persyaratan, bahwa
untuk menerima “anugerah” Tuhan maka harus rela untuk berpisah dengan keluarga, saudara
dan dengan orang-orang yang terdekat. Padahal pengertian dari “anugerah” itu sendiri adalah
pemberian yang cuma-cuma namun teks Matius 10:34-39 tidak menunjukan pemberian yang
cuma-cuma namun menunjukan pengertian yang menuntut balasan. Jikalau seseorang ingin
mendapatkan anugerah maka orang tersebut harus rela meninggalkan segala yang berharga di
dalam hidupnya. Seolah-olah “anugerah” dilukiskan dengan kebencian dan kebencian iytu
bukan dengan orang lain yang sangat mudah untuk membenci namun tuntutannya adalah
dengan orang-orang terdekat yaitu keluarga 11.
Dalam bagian yang lain juga terdapat teks-teks yang menyiratkan bahwa “anugerah”
merupakan pemberian yang bersyarat. Dalam Matius 6:14-15 Firman Tuhan mengatakan
bahwa : “Karena jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan
mengampuni kamu juga. Tetapi jikalau kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak
akan mengampuni kesalahanmu”. Bagian ayat 14 disampaikan dalam bentuk janji. Jikalau
kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga.
11 George Eldon Ladd, Teologi Perjanjian Baru Jilid 1 (Bandung: Kalam Hidup, 2014), 172-173.

STT Berea | 9

Bukan seolah-olah ini satu-satunya persyaratan yang diperlukan, tetapi juga harus ada
pertobatan, iman, dan ketaatan baru. Sama seperti bentuk-bentuk kemurahan hati lainnya
haruslah dilakukan dalam kebenaran, kemurahan hati yang ini pun juga harus didasari oleh
hal-hal tadi, yang membuktikan ketulusan tindakan orang yang melakukannya. Orang yang
mengalah kepada saudaranya menunjukkan bahwa ia bertobat terhadap Allah. Kata kesalahan
di sini dimaksudkan sebagai pelanggaran, kesalahan dengan jalan melukai, pelanggaran
terhadap tubuh, harta benda, atau nama baik. Kata pelanggaran adalah istilah penghalus untuk
kata menyakiti, membuat tersandung, membuat tergelincir, menjatuhkan. Perhatikanlah, bila
seseorang mau mengampuni orang lain, maka bukti yang baik yang bisa diperlihatkan, dan
yang juga bisa membantu dalam mengampuni, adalah bila seseorang mau menyebut sakit
derita yang dilakukan terhadap orang yang mengalaminya itu dengan sebutan yang lebih
lembut, yang memaafkan. Jangan menyebutnya sebagai pengkhianatan, melainkan
pelanggaran. Jangan pula menyebutnya luka yang disengaja, tetapi suatu kelalaian ringan,
mungkin itu hanyalah suatu kekhilafan saja 12. Oleh sebab itu, lakukanlah itu dengan sebaikbaiknya. Haruslah mengampuni, sama seperti ada harapan diampuni, disinilah letak
“anugerah” yang bersyarat.
Sedangkan dalam ayat yang ke 15 disampaikan dalam bentuk ancaman. Tetapi jikalau
kamu tidak mengampuni orang yang telah menyakitimu, itu merupakan pertanda buruk
bahwa orang yang tidak mengampuni tidak memiliki persyaratan yang lain itu dan sama
sekali tidak layak menerima pengampunan. Oleh sebab itu, Allah, yang dipanggil Bapa, dan
yang sebagai seorang Bapa menawarkan anugerah-Nya dengan persyaratan yang pantas, juga
tidak akan mengampuni kesalahan orang yang tidak mau mengampuni. Jika kemurahan hati
yang lain dikerjakan dengan sungguh-sungguh, namun dalam hal mengampuni tidak bisa
dilakukannya, maka jangan berharap akan mendapat penghiburan melalui pengampunan13.
12 W. F Howard, Award Consept (Michigan: Zondervan Publishing House Grand Rapid, 2013), 16.
13 Ibid ; 21.

STT Berea | 10

Gambaran yang digunakan oleh Yesus adalah pedang. Kata pedang dalam bahasa
Yunani adalah μάχαιραν 14 yang berarti senjata, tajam, seringkali bermata dua,
membinasakan, dibawa dengan sarungnya. Namun khusus dalam teks ini (Matius 10:34-39)
kata tersebut diartikan dalam bentuk metafora yaitu sebagai firman Allah, satu-satunya
senjata ampuh untuk mengalahkan dosa dan kuasa jahat, juga sebagai lambang penggunaan
kekerasan untuk tujuan tertentu, bisa juga berarti perkataan atau peristiwa yang menimbulkan
kepedihan, ratapan atau kebinasaan 15. Jikalau Yesus datang sebagai pembawa damai maka
gambaran yang digunakan tidak harus pedang, karena gamabaran ini sangat tidak tepat.
C.H. Dodd, dalam bukunya ada sebuah pernyataan tentang gambaran pedang seperti
ini : “Came not to send peace, but a sword strife, discord, conflict, deadly opposition between
eternally hostile principles, penetrating into and rending asunder the dearest ties”.16 Dia
mengatakan bahwa ayat ini memang menunjukan bahwa Yesus tidak datang untuk membawa
damai. Dapat diartikan bahwa untuk mengikut Yesus atau untuk memperoleh “anugerah”
maka perlu yang namanya berkorban. Mengikut Yesus identik dengan memperoleh
“anugerah”, “anugerah” yang dimaksudkan adalah pemberian yang cuma-cuma. Namun jika
dilihat dalam bagian ini sangat-sangat menunjukan bahwa “anugerah” adalah sesuatu yang
membutuhkan tanggung jawab manusia dalam hal ini syarat. Untuk mengikut Yesus maka
harus terpisah dengan keluarga, orang-orang terdekat dan juga apa yang ada dalam kehidupan
setiap orang percaya.
Dengan menggunakan kata memisahkan maka secara harafiah orang akan berpikir
bahwa Yesus datang untuk membawa perpecahan karena arti harafiah yaitu dibelah menjadi
dua. Memang Injil Kristus sering kali mengakibatkan perpecahan bahkan di kalangan
14 George V. Wigram and Ralph D. Winter, The Word Study Concordance (Wheaton Illnois U.S.A :
Tyndale House Publisers, 1972)
15 Geofferey W. Bromiley, Teological Dictionary Of the New Testament Vol IV (Michigan:
WM.B.Eerdmans Publishing Company, 1995), 331.
16 C.H. Dodd, Words Which are Each Other Interfering ((Michigan: Zondervan Publishing House Grand
Rapid, 1971), 151.

STT Berea | 11

keluarga, karena ada sikap memberontak di dalam diri orang berdosa yang tidak mau
bertobat. Bagaimanapun hancurnya hati seorang murid atas terjadinya perpecahan ini, dia
tidak boleh membiarkan berbagai emosi alamiahnya memperlemah keterikatannya kepada
Kristus. Akan tiba saatnya dia harus mengambil keputusan. Barang siapa mempertahankan
nyawanya pengertiannya adalah orang yang ketika dianiaya atau ketika dipisahkan dengan
kesenangannya mempertahankan nyawanya dengan menyangkal Kristus akhirnya akan
kehilangan nyawa itu untuk selama-lamanya, tetapi orang yang kehilangan nyawanya karena
pengabdian kepada Kristus akan menyelamatkan jiwanya untuk selama-lamanya artinya
bahwa orang yang siap dengan proses ini dalam artian siap dipisahkan dengan siapapun akan
mendapatkan “anugerah” dari Tuhan. Pemahaman tersebut menunjukan bahwa jikalau
seseorang percaya kepada Tuhan maka hidupnya akan dipisahkan dengan kesenangan dunia,
karena kebenaran tidak akan bersatu dengan ketidak benaran. Percaya kepada Yesus adalah
tindakan bersayarat dalam artian meninggalkan kehidupan yang lama kepada kehidupan yang
baru. Percaya saja itu sudah merupakan syarat apalagi bertindak untuk mengikuti ajaran-Nya.

Bab IV
Teologi

STT Berea | 12

1. Allah memberikan “anugerah” bukan tanpa tindakan. Allah menciptakan seseorang
dengan ketentuan tertentu dan dalam standar yang diberikan oleh Allah. “Anugerah”
diberikan kepada manusia dengan sebuah syarat bahwa manusia harus menerimanya.
Allah dengan sendirinya menjaga “anugerah” tersebut namun itu bukan semata-mata
pemberian Allah tanpa tanggung jawab dari manusia untuk menjaganya. Jikalau tidak
dijaga maka “anugerah” itu akan hilang dari manusia. Dengan mengatakan percaya
saja itu sudah masuk di dalam syarat yang ditentukan oleh Tuhan. Setiap orang yang
menerima “anugerah” tersebut harus memisahkan diri dari dosa. Apabila kebenaran
itu dilimpahkan oleh Allah, maka kepada siapakah Allah melimpahkan-Nya?
Kebenaran ini diwujudkan melalui prinsip yang praktis yaitu iman, yang objeknya
adalah Kristus. Kebenaran ini dicurahkan kepada semua orang yang percaya. Yang
diperlukan adalah percaya dan hanya percaya. Kasih karunia Allah sedang bekerja di
dalam anak-anak-Nya untuk menghasilkan di dalam mereka baik keinginan maupun
kuasa untuk melakukan kehendak-Nya. Akan tetapi, pekerjaan Allah bukan berarti
paksaan atau kasih karunia yang mendesak. Pekerjaan kasih karunia kepada manusia
selalu bergantung pada kesetiaan dan tanggung jawab manusia. “Anugerah” Allah dan
keselamatan terarah dari masa lalu, kini dan masa yang akan datang dalam kehidupan
orang Kristen.
2. Dalam Perjanjian Baru (Yunani) kata kerja menyelamatkan bagi orang Kristen
diterjemahklan dalam tiga bentuk. Pertama, Orang Kristen adalah orang yang sudah
diselamatkan. Yesus mengatakan kepada perempuan yang berdosa “imanmu telah
menyelamatkan engkau” (Luk 7:50), penyelamatan berdiri sebagai suatu fakta yang
sudah dipenuhi melalui iman (Ef. 2:8). Ketika orang-orang menaruh percaya kepada
Yesus Kristus, mereka telah diselamatkan (Kis. 16:31). Maksudnya adalah mereka
telah dilepaskan dari kegelapan kepada terang, dan telah ditebus dari dosa,

STT Berea | 13

dibenarkan, dan mengalami rekonsiliasi dengan Allah. Pada saat mereka datang dalam
iman kepada Kristus, hal itu menjadi bukti awal dari pengalaman mereka
diselamatkan. Kedua, Orang Kristen kini sedang diselamatkan. Keselamatan adalah
suatu pengalaman yang dinamis. Roh Kudus terus-menerus bekerja dalam hati orangorang percaya dan memberi mereka kekuatan (Ef. 3:16). Mereka mengalami lebih dan
lebih lagi kasih Allah dan bertumbuh dalam iman dan pengetahuan. Paulus berbicara
tentang keselamatan sebagai suatu realitas yang berjalan bagi orang-orang yang
percaya: “kepada semua yang hilang”, salib adalah kebodohan, tetapi “bagi kita yang
telah diselamatkan” itu merupakan kuasa Allah. ( 1 Kor. 1:18; 2 Kor. 2:15). Dia
menekankan bahwa aspek keselamatan yang berjalan itu dikerjakan oleh orang-orang
percaya sendiri dengan takut dan gentar ( Flp. 2:12-13). “Anugerah” atau
Keselamatan adalah hadiah yang menjadi milik orang-orang percaya tetapi tidak
sepenuhnya diberikan kepada mereka. Kepenuhan keselamatan manusia direalisasikan
pada masa yang akan datang, ketika Kristus datang kembali ( Ibr. 9:28; 2 Tim. 4:18).
Penggunaan “keselamatan kita” begitu dekat pada saat manusia percaya (Rm. 13:11).
Melalui iman dalam Kristus, Allah memelihara manusia dengan kuasa-Nya untuk
“keselamatan kita siap dinyatakan pada masa yang akan datang” (1 Pet. 1:5). Ketiga,
Orang Kristen akan diselamatkan. Hadiah kehidupan orang Kristen adalah suatu
pengharapan yang penuh akan keselamatan di masa yang akan datang. Manusia
sebagai orang Kristen dapat dengan yakin mendeklarasikan bahwa mereka telah
diselamatkan, telah dilepaskan dari kematian kepada hidup. Tetapi sebagaimana Allah
terus-menerus bekerja dalam mereka, dan mereka juga mengerjakan keselamatan bagi
mereka sendiri, semua orang percaya menantikan waktu terakhir dimana secara
lengkap mereka diselamatkan dari semua dosa dan kejahatan diubah sesuai dengan

STT Berea | 14

kehendak Kristus dengan tranformasi tubuh. Iman Kristen adalah “jalan” keselamatan
atau “anugerah” itu sendiri.
3. Tidak ada perbedaan di antara orang Yahudi dan orang bukan Yahudi kalau
menyangkut dosa. Karena semua orang telah berbuat dosa. Dosa yang dimaksudkan
di sini mengacu kepada keterlibatan semua orang-orang Yahudi dan bukan Yahudi
dalam melakukan pelanggaran17. Bentuk keterangan waktunya merangkum semua
pelanggaran pribadi menjadi suatu keseluruhan kolektif. Dosa akan membuat orang
kehilangan “anugerah” yang sudah diberikan Tuhan kepadanya. Dosa bukan hanya
berbicara mengenai sesuatu yang kelihatan saja namun tidak mengampuni saja sudah
termasuk dosa. Sebenarnya dari dosalah muncul keselamatan. Alkitab dari Kejadian
pasal tiga sampai Wahyu pasal 20 berulang kali membahas tentang kenyataan
keberdosaan manusia dan intervensi Allah dalam menyediakan keselamatan atau
“anugerah”. Sekalipun Allah membenci dosa namun Dia mengasihi manusia yang
berdosa sehingga Dia menawarkan “anugerah” bagi manusia melalui diri Yesus
Kristus sehingga bagi barang siapa yang percaya kepada-Nya akan memperoleh hidup
yang kekal. Ini berarti seseorang mulai melangkah masuk di dalam syarat yang
ditentukan oleh Tuhan untuk dikerjakan olehnya. Keselamatan kepada manusia datang
sebagai karunia dari kasih karunia Allah, tetapi hanya dapat diterima oleh tanggapan
manusia melalui iman. Iman kepada Yesus Kristus adalah satu-satunya syarat yang
diminta Allah untuk keselamatan. Iman bukan saja suatu pengakuan tentang Kristus,
tetapi juga suatu tindakan yang terbit dari hati orang percaya yang ingin mengikut
Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Iman berarti percaya dengan sungguhsungguh kepada Kristus yang tersalib dan bangkit sebagai Tuhan dan Juruselamat
pribadi bagi manusia. Hal ini meliputi percaya dengan sepenuh hati, menyerahkan
seluruh kehendak dan mengabdikan diri secara mutlak kepada Yesus Kristus
17 Walter M. Dunnett, Pengantar Perjanjian Baru (Malang: Gandum Mas, 1980), 68-69.

STT Berea | 15

sebagaimana Dia dinyatakan dalam Perjanjian Baru. Iman meliputi pertobatan, yaitu
berbalik dari dosa dengan penyesalan yang mendalam dan berbalik kepada Allah
melalui Kristus. Iman yang menyelamatkan selalu merupakan iman yang membawa
pertobatan. Iman termasuk ketaatan kepada Yesus Kristus dan Firman-Nya sebagai
suatu cara hidup yang diilhamkan oleh iman manusia, oleh rasa syukurnya kepada
Allah dan oleh karya Roh Kudus yang membaharui. Itulah ketaatan yang bersumber
dari iman. Oleh karena itu, iman dan ketaatan tidak bisa dipisahkan. Iman yang
menyelamatkan tanpa penyerahan diri kepada pengudusan tidaklah sah dan tidak
mungkin. Iman meliputi pengabdian pribadi yang sepenuh hati dan ikatan kepada
Yesus Kristus yang terungkap dalam kepercayaan, kasih, rasa syukur, dan kesetiaan.
Iman dalam pengertian ultima tidak dapat dibedakan secara jelas dengan kasih. Iman
menjadi suatu tindakan pribadi dari pengorbanan dan penyerahan diri yang diarahkan
kepada Kristus.
4. Manusia tidak berhak untuk menentukan nasipnya sendiri dengan tidak mengampuni
sesamanya, ini merupakan tindakan mengambil keputusan atas dirinya sendiri.
Sedangkan Allah menuntut agar menusia masuk ke dalam srayat yang dibuat oleh
Tuhan dengan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Semua orang menunjukkan
keterlibatan mereka di dalam tindakan Adam meninggalkan kebenaran dan telah
kehilangan kemuliaan Allah. Kehilangan berarti kekurangan atau ketiadaan.
Kemuliaan Allah mencakup segala kemegahan dan kecemerlangan Allah-manifestasi
keberadaan Allah yang memancar ke luar. Kemegahan dan keagungan juga
merupakan bagian dari kemuliaan Allah. Keagungan mencakup kuasa. Kemegahan
mencakup kedudukan yang unggul dan ditinggikan-yang dimiliki oleh Oknum
tertinggi tersebut. Sekalipun demikian kemuliaan Allah bukan, hanya untuk dilihat
oleh orang yang percaya tetapi juga diterima dan dijadikan bagian dari setiap orang
yang percaya dan merupakan tujuan hidup mereka. Kemuliaan Allah bukan hanya
STT Berea | 16

dianggap milik Allah oleh sejumlah besar orang percaya di surga karena kemenanganNya atas tetapi kemuliaan itu juga merupakan ciri khas dari Kota Kudus, tempat
tinggal abadi Allah dan umat-Nya. Manusia senantiasa kekurangan kemuliaan Allah
sebab perbuatan dosa yang terus-menerus akan mengaburkan segala sesuatu yang
tercakup dalam kemuliaan Allah.
5. Memperoleh “anugerah” berarti masuk dalam persyaratan yang ditentukan oleh Allah.
Persyaratan yang diberikan oleh Allah itu bukan sesuatu yang mutlak namun juga
bukan sesuatu yang dapat diabaikan. Oleh karena itu perlu kesungguhan di dalam
mengerjakan segala sesuatu, bukan hanya rutinitas semata namun motivasi atau sikap
hati yang perlu ditekankan.

Bab V
Kesimpulan
“Anugerah” merupakan pemberian yang cuma-cuma namun membutuhkan tanggung
jawab manusia di dalamnya untuk menjaga “anugerah” tersebut agar tidak dapat hilang dari
STT Berea | 17

orang yang sudah menerimanya. “Anugerah” selalu identik dengan percaya kepada Yesus
maka akan memperoleh “anugerah”. Kata percaya sendiri sudah merupakan sebuah tindakan
sehingga orang yang mau menerima keselamatan atau “anugerah” harus masuk ke dalam
syarat yang ditentukan oleh Tuhan.
Dalam kedua teks yang digunakan dalam pembahasan, Yesus tidak mengajarkan
kepada orang-orang percaya untuk memusuhi keluarga atau orang di sekeliling mereka untuk
disebut layak mengikut Dia atau layak menerima “anugerah” Tuhan. Namun Yesus
mengajarkan bahwa setiap orang percaya harus menempatkan Allah sebagai yang terutama
dalam kehidupan mereka. Jika Allah sudah di posisi yang utama maka semua yang lain, baik
orang tua, istri/suami, keluarga, atau sahabat harus ditempatkan sesudah Dia.
Yesus juga mengajarkan bahwa setiap orang harus mengambil keputusan secara
pribadi. Keputusan percaya Yesus tidak bisa kolektif. Maka dalam satu keluarga bisa terjadi
perpecahan antara yang percaya dan yang menolak. Ingat pengajaran Yesus ini menyangkut
situasi darurat ketika penganiayaan terhadap Kristen menjadi-jadi. Orang yang bimbang dan
mendua hati atau menghitung untung rugi, tidak layak di hadapan Allah. Hanya orang yang
berani menyerahkan hidup pada Allah yang akan beroleh hidup.
Untuk memperoleh “anugerah” dibutuhkan tindakan dari manusia. Jadi “anugerah”
bukan merupakan pemberian yang cuma-cuma, namun anugerah adalah pemberian yang
bersyarat. Syarat yang dimaksudkan bukanlah sesuatu yang besar namun hanya
membutuhkan tanggung jawab dari manusia untuk menjaga anugerah tersebut.

Bab VI
Relevansi/ Eksposisi bagi gereja masa kini
Jikalau manusia semakin hari menjadi semakin mandiri dan semakin jahat, apakah ia
akan terus dapat menghayati makna dan pengertian yang tepat tentang “anugerah” seperti

STT Berea | 18

yang dimaksudkan dalam Alkitab? Sebagai orang beriman, apalagi pelayan Tuhan, perlu
menyadari bahwa yang menjadikan kekristenan berbeda dengan agama lain adalah:
1.

Kepercayaan tentang “anugerah”. Kehidupan Kristen dimulai dan dilanjutkan dalam
“anugerah”.

2. Tanpa “anugerah” kekristenan menjadi kehilangan makna dan relevansi.
3. Tidak ada yang lebih berarti dalam iman Kristen yang sehat selain pengertian orang
percaya yang benar, tepat dan menyeluruh mengenai konsep “anugerah”.
4. Mengikut Yesus pasti ada konsekuensinya. Ada orang-orang yang mengikut Yesus
dan tantangan yang paling besar adalah keluarga, dalam pengakuan sebagai anak
atau membiarkannya mengikuti pilihannya, bukan pilihan mudah.
5. Memilih untuk mengikut Tuhan tidak akan menjadi sia-sia sekalipun tanggungannya
sangat berat.
6. Iman kepada Kristus memisahkan orang percaya dari orang berdosa dan dunia.
7. Pemberitaan Firman Allah dan kebenarannya akan mendatangkan perlawanan,
perpecahan, dan penganiayaan.
8. Kehidupan yang dijalani sesuai dengan standar kebenaran yang ditetapkan Kristus
akan mendatangkan ejekan dari orang lain.
9.

Mempertahankan iman terhadap ajaran yang sesat akan mendatangkan perpecahan.

10. Ajaran Kristus mengenai damai dan kesatuan harus senantiasadiperhadapkan dengan
kebenaran bahwa Ia datang “bukan untuk membawadamai, melainkan pedang.

Daftar Pustaka
Bavinck, J.H. Sejarah Kerajaan Allah 2 Perjanjian Baru. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993.
Bromiley, Geofferey W. Teological Dictionary Of the New Testament Vol II. Michigan:
WM.B.Eerdmans Publishing Company, 1995.
Dodd, C.H. Words Which are Each Other Interfering. Michigan: Zondervan Publishing
STT Berea | 19

House Grand Rapid, 1971.
Dunnett, Walter M. Pengantar Perjanjian Baru. Malang: Gandum Mas, 1980.
Harris, R. Laird. History of Old Testament Times. London, A & C Black, 1949.
Howard, W. F. Award Consept. Michigan: Zondervan Publishing House Grand Rapid, 2013.
Ladd, George Eldon. Teologi Perjanjian Baru Jilid 1. Bandung: Kalam Hidup, 2014.
Murray, John Literatur Yudaisme Alexandria. Jakarta: Serambi, 1998.
Pardede Pontas, Masa Antar Perjanjian Lama Perjanjian Baru. Surakarta: Intheos, 1992.
Redaksi, Tim. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka, 2001.
Salim, Peter. Salim’s Ninth Collegiate Englsh-Indonesia Dictionary. Jakarta: Modern English
Press, 2000.
Wigram George V. and Ralph D. Winter, The Word Study Concordance. Wheaton Illnois
U.S.A : Tyndale House Publisers, 1972.
Wise, Michael. O. Naskah Laut Mati. Jakarta: Serambi, 2008.

STT Berea | 20