Psikologi sosial pentingnya pemb (1)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena atas limpahan berkah dan
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan Makalah Psikologi Sosial ini tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Sosial.
Kemudian kami ucapkan terima kasih selaku dosen mata kuliah Psikologi Sosial yang
telah banyak membimbing kami sekaligus teman-teman . Dan tak lupa kami juga
mengucapkan terimakasih terhadap setiap dukungan dari semua pihak sehingga makalah ini
dapat selesai tepat pada waktunya.
Kami sadar dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu
kami sangat mengharapkan kepada pembaca untuk memberikan kritik dan sarannya yang
dapat membangun kami dan laporan kami. Sehingga kami dapat lebih baik lagi dalam
penyusunan makalah kami berikutnya.

lhokseumawe, November 2016

Penyusun,

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................................ii

BAB IPENDAHULUAN........................................................................................................1
A. Latar Belakang...................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................................1
C. Tujuan................................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................2
A.
B.
C.

Pengaruh Kebudayaan terhadap Kepribadian...................................................................2
Pengaruh Sosial terhadap Kepribadian.............................................................................6
Sosialisasi sebagai Proses dan Hasil …………………………………………………...11

BAB III PENUTUP…………………………………………………………………………18
A. Kesimpulan……………………………………………………………………………….18
B. Saran……………………………………………………………………………………...18
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………19

BAB I


PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Psikologi sosial adalah salah satu cabang ilmu yang berfokus pada tingkah-tingkah
laku sosial individu dalam situasi sosial. Tingkah laku sosial individu tersebut ternyata dapat
dipelajari, baik oleh ahli-ahli bidang psikologi, antropologi, sosiologi , maupun ahli-ahli
psikologi sosial. Oleh karena itu, usah untuk mempelajari tingkah laku sosial individu dalam
situasi sosial diberikan istilah yang berbeda-beda oleh para ahli tersebut.
Ahli-ahli sosiologi memberikan istilah sosialisasi adalah suatu proses dimana
seseorang individu mempelajari fungsi sebagai anggota kelompok dan bertingkah laku sesuai
dengan keharusan dan aturan kelompok yang lain. Ahli antropologi menggunakan istilah
alkulturasi adalah suatu proses dimana seseorang individu dilahirkan pada sesuatu
kebudayaan dan pindah ke kebudayaan lain yang dapat bertingkah laku pada masyarakat
yang kedua.
Ahli psikologi sosial menggunakan istilah belajar sosial adalah suatu proses di mana
seorang individu mempelajari peranannya dan peran individu lain di dalam situasi sosial dan
bertingkah laku sesuai dengan peranannya sendiri. Perbedaan tinjauan ahli-ahli sosiologi, ahli
antropologi, dan ahli-ahli sosial terhadap belajar sosial karena perbedaan sasaran. Ahli-ahli
psikologi

sosial


beranggapan

sasaran

belajar

sosial

adalah

prosesnya,

ahli-ahli

antropologi/sosiologi beranggapan sasaran belajar sosial adalah prosesnya dan hasilnya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh kebudayaan terhadap kepribadian?
2. Bagaimana pengaruh sosial terhadap kepribadian?
3. Bagaimana sosialisasi sebagai proses dan hasil?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengaruh kebudayaan terhadap kepribadian.
2. Untuk mengetahui pengaruh sosial terhadap kepribadian.
3. Untuk mengetahui sosialisai sebagai proses dan hasil.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengaruh Kebudayaan terhadap Kepribadian

Menurut para ahli Psikologi Sosial, individu menciptakan kebudayaan masyarakat di
mana individu berada, dan kebudayaan sangat mempengaruhi kepribadian individu sebagai
suatu masyarakat pendukung kebudayaan tersebut.
1. Pengertian kebudayaan
a.

Ralp Linton : kebudayaan adalah sebagai keseluruhan jumlah pola tingkah laku, sikap dan

nilai yang dibagikan dan dipindahkan oleh anggota masyarakat pemberi kebudayaan tersebut.
b. A. L. Krocber : kebudayaan adalah kumpulan reaksi motorik kebiasaan, cara-cara, ide-ide
c.


dan nilai serta tingkah laku yang dipelajari dan diturunkan oleh mereka.
David Krech dan Richard Crutchfield membatasi kebudayaan sebagai sekumpulan
keyakinan, nilai, norma dan batasan-batasan di mana ahli antropologi menemukan guna

d.

menerangkan tingkah-tingkah laku umum yang dapat diamati.
Taylor secara singkat menyebut kebudayaan sebagai totalitas dari keseluruhan yang

mencakup moral, keyakinan, hukum, kesenian, kebiasaan dan keahlian lain individu.
e. Koentjaraningrat : kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya
manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan
belajar.
2. Hubungan Kebudayaan dengan Kepribadian
Kebudayaan adalah karakter suatu masyarakat bukan karakter individual yang merupakan
hasil dari semua yang dipelajari dalam kehidupan sosial yang diwariskan dari generasi ke
generasi berikutnya.
Kepribadian merupakan ciri watak yang diperlihatkan sejak lahir yang menjadi pembeda
antara individu satu dengan individu lainnya.

Kebudayaan secara langsung dapat mempengaruhi kepribadian individu, karena individu
itu tinggal di lingkungan masyarakat yang memiliki kebudayaan. Tingkah laku atau tindakan
manusia itu tata, dikendalikan pola-pola sistem nilai dan norma dalam masyarakat yang
membentuk sebuah kebudayaan. Sebaliknya, kebudayaan turut memberikan sumbangan pada
pembentukan kepribadian.
Kebudayaan mempunyai pengaruh yang besar terhadap perilaku dan kepribadian
seseorang terutama bagian-bagian kebudayaan yang secara langsung mempengaruhi seorang
individu. Karena itu hubungan kebudayaan dan kepribadian sangat erat, hal ini nampak dari
para ahli yaitu;


Herskovits : budaya langsung mempengaruhi perilaku dan kepribadian individu yang berada
dan tinggal dalam lingkungan masyarakat yang memiliki kebudayaan tersebut.



Ralph Linton dan Kardinar : Linton mengemukakan pendapat bahwa berdasarkan konsepsi
psikologis kepribadian dipengaruhi adat istiadat pengasuhan anak. Pengaruh ini baru nampak
saat sudah menginjak dewasa.




Koentjaraningrat : mengemukakan bahwa suatu kebudayaan sering memancarkan watak
khas tertentu yang tampak dari luar. Watak tersebut yang terlihat oleh orang asing. Watak ini
dapat dilihat pada gaya tingkah laku masyarakat, kebiasaan maupun hasil karya benda
mereka.

3. Tipe Kebudayaan yang Mempengaruhi Bentuk Kepribadian
Dalam menelaah pengaruh kebudayaan terhadap kepribadian, sebaiknya dibatasi pada
bagian kebudayaan yang secara langsung mempengaruhi kepribadian. Berikut tipe-tipe
kebudayaan khusus yang nyata mempengaruhi bentuk kepribadian yakni:
a. Kebudayaan-kebudayaan khusus atas dasar faktor kedaerahan.
Di sini dijumpai kepribadian yang saling berbeda antara individu-individu yang merupakan
anggota suatu masyarakat tertentu, karena masing-masing tinggal di daerah yang tidak sama
dan dengan kebudayaan-kebudayaan khusus yang tidak sama pula. Contoh adat-istiadat
melamar mempelai di Minangkabau berbeda dengan adat-istiadat melamar mempelai di
Jawa.
b. Cara hidup di kota dan di desa yang berbeda (urban dan rural ways of life).
Contoh perbedaan antara anak yang dibesarkan di kota dengan seorang anak yang dibesarkan
di desa. Anak kota terlihat lebih berani untuk menonjolkan diri di antara teman-temannya dan

sikapnya lebih terbuka untuk menyesuaikan diri dengan perubahan sosial dan kebudayaan
tertentu. Sedangkan seorang anak yang dibesarkan di desa lebih mempunyai sikap percaya
diri sendiri dan lebih banyak mempunyai sikap menilai (sense of value).
c. Kebudayaan khusus kelas sosial.
Di dalam setiap masyarakat akan dijumpai lapisan sosial karena setiap masyarakat
mempunyai sikap menghargai yang tertentu pula.
d. Kebudayaan khusus atas dasar agama.

Agama juga mempunyai pengaruh besar di dalam membentuk kepribadian seorang individu.
Bahkan adanya berbagai madzhab di dalam satu agama pun melahirkan kepribadian yang
berbeda-beda pula di kalangan umatnya.
e. Kebudayaan berdasarkan profesi.
Pekerjaan atau keahlian juga memberi pengaruh besar pada kepribadian seseorang.
Kepribadian seorang dokter, misalnya, berbeda dengan kepribadian seorang pengacara, dan
itu semua berpengaruh pada suasana kekeluargaan dan cara-cara mereka bergaul.
Kebudayaan selalu diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya dengan
mengalami perubahan yang pada umumnya secara lambat. Kebudayaan tersebut pasti
memiliki pengaruh pada pembentukan kepribadian individu sejak kecil sampai tua.
Kebudayaan itu pun menjadi bekal dan alat untuk bertingkah laku individu di mana ia berada
sehingga individu tersebut dapat mempertahankan hidup dan berkembang dalam kehidupan.

Individu yang memiliki kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan masyarakat di mana ia
berada, maka ia akan mempelajari dan memasukan aspek-aspek kebudayaan masyarakat yang
berbeda ke dalam kepribadiannya sehingga ia dapat hidup dalam kebudayaan masyarakat
yang berbeda tersebut.
Dalam hubungan ini aspek kebudayaan lama yang dimiliki akan tetap hidup dalam
kepribadiannya dalam keadaan terpendam, sehingga bila kembali hidup dalam masyarakat
lama, ia tetap dapat bertingkah laku sesuai kebudayaan lama tersebut.
B. Pengaruh Sosial Terhadap Kepribadian
Selain kebudayaan yang mempengaruhi kepribadian, ada faktor-faktor sosial yang juga
berpengaruh terhadap kepribadian dan tingkah laku sosial individu. Faktor-faktor sosial ini
bersifat bagian dari aspek kebudayaan dalam individu, yang berpengaruh secara aktif dan
menentukan kepribadian dan tingkah laku sosial individu.
Faktor-faktor sosial yang dimaksud adalah rumah, sekolah, masyarakat, sosio-ekonomi,
dan status kesukuan. Faktor sosial yang terakhir yakni status kesukuan di Indonesia tidak
tampak jelas pengaruhnya, namun di luar negeri faktor status kesukuan benar-benar
berpengaruh terhadap pembentukan kepribadian seperti di Amerika Serika dan negara-negara
Eropa lain.
C. Sosialisasi sebagai Proses dan Hasil

Dalam kehidupan, setiap individu tidak terlepas dari situasi/lingkungan sosial, menurut

Sherif situasi sosial adalah situasi dimana situasi memberi rangsangan kepada individu untuk
bertingkah laku. Situasi sosial tersebut dapat dibedakan menjadi 2 golongan:
a.

Direct sosial situation, yakni situasi sosial yang tercipta karena hubungan antarindividu.

Misal, situasi kelompok belajar.
b. Sosial symbol, sikap sosial yang tercipta karena hubungan kebudayaan. Misal, situasi di
perpustakaan, museum.
1. Sosialisasi Sebagai Suatu Proses
Dalam situasi sosial, setiap individu harus menciptakan tingkah laku sosial (sosial behavior).
Menurut David L. Watsen, tingkah laku sosial berhubungan dengan tingkah laku yang
didasarkan penguasaan dan pengendalian lapangan atau objek. Tingkah laku sosial tersebut
mempunyai hubungan dengan individu lain yang ada dalam situasi sosial yang dihadapi
secara bersama-sama. Steven Penrod mengungkapkan dalam setiap situasi sosial maka
masing-masing individu mempunyai pengetahuan umum tentang interaksi manusia adalah
tepat/benar. Proses belajar berlangsung saat individu terlibat dalam interaksi sosial bersama
dengan individu lain.
1) Teori belajar sosial tiruan dari Miller dan Dollard.
Teori ini menerangkan setiap belajar sosial dari individu melalui tahap-tahap:

a) Imitating action/meniru tingkah laku
Yang dimaksud adalah tingkah laku untuk meniru tingkah laku individu lain. Dalam
hubungan ini Woodwarth dan Marquis menerangkan lebih lanjut bahwa bila ada sesuatu
perangsang maka ada empat hal yang menyebabkan seseorang individu bereaksi. Keempat
hal itu adalah:
(1) Ciri-ciri permanen individu
(2) Keadaan sementara seseorang pada saat itu
(3) Tujuan dalam kegiatan
(4) Stimulus itu sendiri
b) Perceiving the situation/menanggapi situasi
Merupakan proses kegiatan individu untuk menerima dan memberi arti terhadap situasi yang
dihadapi individu tersebut. Situasi dapat dibedakan :
(1) Situasi sosial dan bukan sosial
(2) Situasi psikis dan fisik
c) Making the new response/pembuat reaksi baru

Adalah tingkah laku seseorang dalam situasi sebagai tanggapannya atas situasi itu, di bawah
kondisi yang diberikan. Dalam pemberian respon yang benar, maka setiap individu harus
melalui:
(1) Trial and error (mencoba dan gagal) dalam meniru tingkah laku
(2) Conditioning and insight (pengertian dan berpikir) dalam yang harus dipenuhi setiap
individu
(3) Reasioning and insight (alasan dan berpikir) dalam mencontoh tingkah laku
(4) Reinforcing the response/memperkuat reaksi
d) Learning new respond
1) Teori proses pengganti dari Bendure dan Walters
Inti dari teori ini adalah tingkah laku tiruan merupakan suatu bentuk assosiasi/hubungan suatu
rangsang dengan rangsang lain dimana penguat dapat meningkatkan tingkah laku tersebut.
Menurut Bandura dan Walters ada 3 bentuk tingkah laku tercipta, yaitu:
a) Efek modeling
Yaitu tingkah laku tercipta sama dengan model tingkah laku yang dikhayalkan.
b) Efek penghambat dan penghambus hambatan
Yaitu tingkah laku yang sama dengan model tingkah laku khayalan dihambat pemunculan
atau dihilangkan sehingga individu tercipta tingkah laku baru.
c) Efek kemudahan
Yaitu tingkah laku yang pernah dipelajari dan dilakukan si penerima dengan mengamati
tingkah laku perangsang. Hal ini dilakukan apabila individu lain berasal dari kebudayaan
masyarakat lain.
2) Teori belajar sosial dengan penguat sosial
Teori ini dapat diterapkan pada individu yang mempunyai kedudukan sosial sama.
a) Teori tingkah laku sosial dasar dari George C. Homans
Prinsip teori ini dalah penggunaan prinsip ekonomi artinya dalam hubungan sosial kedua
belah pihak berupaya memperoleh keuntungan. Ciri-ciri teori ini adalah:
(1) Bersifat sosial, yakni ada aksi dan reaksi antara dua/lebih individu
(2) Tiap-tiap aksi harus ada reaksi dimana reaksi memperoleh ganjaran bila positif dan
memperoleh hukuman bila negatif
(3) Ada tingkah laku nyata dari individu
2. Belajar Sebagai Suatu Hasil
Isi warisan sosial sebagai hasil dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Falkways dan usages
W. G. Sumner membatasi Falkways adalah cara bertingkah laku yang ditemukan dan
diterima dalam masyarakat. Lebih spesifik dikemukakan oleh S. Stanfeld Sargent bahwa
Falkways dan usages adalah bentuk-bentuk tingkah laku yang dibenarkan untuk situasi
khusus. Perbedaan Falkways dan usages adalah falkways berupa tingkah laku yang berupa
kebiasaan, sedang usages adalah tingkah laku yang merupakan kebiasaan tetapi menyangkut
ucapan.

Falkways dan usages dengan tolok ukur tingkah laku yang berlaku di masyarakat yang harus
dipahami setiap individu karena Falkways dan usages merupakan cara bertingkah laku yang
tersembunyi namun merupakan acuan tiap individu untuk melakukan tindakan.
Kingsley Davis menyebutkan Falkways dan usages adalah standar tingkah laku yang
dipandang sebagai kewajiban yang relatif tahan lama, pemaksaan melalui kontrol sosial
secara optimal dan pada dasarnya tidak direncanakan dan berupa cara-cara tersembunyi.
Walaupun Falkways dan usages tidak mempunyai sanksi hukum, akan teetapi Falkways dan
usages telah mempunyai sanksi bagi pelanggarnya, yakni sanksi ringan berupa menjadi
pembicaraan orang dan sanksi berat akan diisolasi dari kehidupan masyaraakat karena ia
dianggap aneh (strange).
Oleh karena itu, sanksi dari Falkways dan usages menyebabkan munculnya tingkah laku
pura-pura bagi individu yang tidak melakukan Falkways dan usages.
Falkways dan usages merupakan tingkah laku yang selalu diulang-ulang dalam kehidupan
sehari-hari sehingga Falkways dan usages dapat tumbuh menjadi kebiasaan atau
habit/custom.
Falkways dan usages dapat berubah juga menjadi hukum, artinya kegiatan yang harus
dilakukan dengan disertai hukum bagi pelanggarnya.
b. Convention
S. Stanfeld Sergent menyebutkan bahwa Conventions adalah aturan yang mengatur tingkah
laku sosial yang lebih penting. Kingsley Davis menambahkan bahwa conventions seperti
Falkways dan usages, namun secara prinsip conventions are morale matter of conventions in
sosial relations. (conventions merupakan suatu penyedap dalam hubungan sosial).
Conventions lebih difokuskan/ditekankan daripada Falkways dan usages, oleh karena
conventions merupakan prosedur yang telah distandarisasikan dalam interaksi sosial dan
dapat memberi kepuasan pada individu-individu yang terlibat dalam interaksi sosial.
Conventions berkaitan lebih erat dengan aspek kebudayaan masyarakat dibantu dengan
Falkways dan usages. Oleh karena itu, si pelanggar sering melakukan tingkah laku berpurapura.
c. Mores dan Taboos
Menurut Mac. Iver dan Charles H. Page, Mores sebagai sesuatu untuk menyatakan standard
kelompok, perasaan kelompok, apakah layak benar dan mendorong pada keadaan sehat.
Mores berbeda dengan falkways, sebab mores jauh lebih luas, baik arti maupun maknanya
dibanding falkways. Menurut Iver dan Page apabila falkways menambah konsep kelompok
kesejahteraan, standar benar atau salah, ia dimasukkan ke dalam mores. Jadi mores
merupakan ukuran atau standar untuk mencapai kesejahteraan dan merupakan sistem norma
masyarakat. Oleh karena itu, mores adalah tingkah laku yang harus dikerjakan individu di
dalam masyarakat terutama dalam hubungan interaksi sosial antarindividu.

Mores bersumber pada moral, sehingga pelanggaran terhadap mores sangat berat sanksinya
karena berupa sansi moral.
Mores tampak sangat keras dan mengisi tata cara interaksi sosial antarindividu serta tidak
membutuhkan adanya kepuasan bagi individu yang melakukan karena memang mores harus
dikerjakan setiap individu.
Sedangkan taboos menurut Kingsley Davis: are mores expressed in negative form. (taboos
adalah mores yang diyatakan dalam bentuk negatif). Taboos dapat dinyatakan sebagai tingkah
laku yang tidak boleh dikerjakan oleh individu. Tingkah laku yang dimaksud adalah semua
tingkah laku yang kebalikan dari mores.
Sesungguhnya, taboos pun bersumber dari moral dan dengan demikian sanksi terhadap
pelanggar dari taboos adalah sanksi moral. Jadi mores dan taboos merupakan dua hal dari
satu segi yakni segi tingkah laku. Mores merupakan tingkah laku yang harus dikerjakan,
sedang taboos adalah tingkah laku yang dilarang.
Dengan adanya mores dan taboos, maka individu sering pula melakukan tingkah laku purapura agar terhindar dari sanksi pelanggaran. Yang penting dalam melakukan tingkah laku
pura-pura, individu dapat menjelaskan alasan-alasannya yang mengarah demi terciptanya
kesejahteraan dan keselamatan.
d. Institutional Role
Menurut S. Stanfeld Sargent, Institutional role adalah pola-pola tingkah laku sosial individu
yang diharapkan dalam masyarakat.
Institutional Role dari suatu masyarakat harus dipelajari oleh individu yang berada dalam
masyarakat yang bersangkutan. Hal ini penting karena setiap masyarakat menuntut menuntut
peran dari warga masyarakat agar masyarakat tersebutmenjadi maju dan berada dalam
kondisi yang mendatangkan kesejahteraan tiap individu.
Institutional role (peran yang diharapkan masyarakat yang telah melembaga) sangat
tergantung pada beberapa hal:
1) Latar belakang pendidikan dan pengalaman individu.
2) Latar belakang pekerjaan
3) Tempat tinggal individu sebelumnya
4) Penguasaan atas norma-norma sosial masyarakat oleh individu
5) Tanggapan dan penerimaan masyarakat kepada individu.
Sebagaimana salah satu aspek-aspek dari warisan sosial, institutional role direfleksikan di
dalam tingkah laku sosial oleh setiap anggota masyarakat sebagai suatu model yang harus
dipelajari pula oleh anggota masyarakat tersebut dan diperkuat pelaksanaannya melalui
pemberian penghargaan dan hukuman bagi pelaksanaannya.
Terdapat perbedaan tinjauan terhadap belajar sosial yang dilakukan individu dalam rangka
pembentukan kepribadian untuk diwujudkan dalam bentuk tingkah laku sosial. Ahli sosiologi

dan antropologi lebih tertarik pada hasil dari proses belajar sosial itu walaupun dengan istilah
yang berbeda.
Sedangkan ahli psikologi menekankan pada proses belajar sosial yang terjadi sehingga para
ahli menggunakan istilah learning yang berarti: belajar adalah sebagai aspek dasar dari
keselamatan tingkah laaku dan dasar untuk memahami tingkah laku.
Para ahli psikologi sosial tertarik pada belajar sosial, baik belajar sosial sebagai proses
maupun belajar sosial sebagai hasil. Oleh karena itu, digunakan istilah Sosial Learning, yang
menurut Neal Miller dan John Dollard, sebagai suatu proses di mana seseorang belajar
peranannya dan peranan orang lain di dalam hubungan sosial. Dalam batasan ini terungkap
bahwa proses belajar sosial menuntut seseorang mengalami kegiatan dalam belajar dan
sekaligus merefleksikan hasil belajar dalam interaksi sosial.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut para ahli Psikologi Sosial, individu menciptakan kebudayaan masyarakat di
mana individu berada, dan kebudayaan sangat mempengaruhi kepribadian individu sebagai
suatu masyarakat pendukung kebudayaan tersebut.
Selain kebudayaan yang mempengaruhi kepribadian, ada faktor-faktor sosial yang
juga berpengaruh terhadap kepribadian dan tingkah laku sosial individu. Faktor-faktor sosial
ini bersifat bagian dari aspek kebudayaan dalam individu, yang berpengaruh secara aktif dan
menentukan kepribadian dan tingkah laku sosial individu.
Dalam batasan ini terungkap bahwa proses belajar sosial menuntut seseorang
mengalami kegiatan dalam belajar dan sekaligus merefleksikan hasil belajar dalam interaksi
sosial.
B. Saran
Setelah mempelajari kemampuan sosialisasi, pengaruh, proses dan hasilnya, maka
sebagai seorang mahasiswa ilmu pendidikan seharusnya mampu memahami dan kelak
mampu menerapkannya. Seorang mahasiswa harus sadar dan peka terhadap masalah-masalah
yang dihadapi terutama dalam kehidupan sosial yang langsung berhubungan dengan
masyarakat. Sehingga, mahasiswa mampu berpikir tentang alternatif-alternatif dalam

memecahkan masalah di kehidupan modern ini. Untuk itu, apabila dalam penulisan dan
penyusunan makalah ini terdapat kekurangan dan kelebihan, kritik dan saran dari pembaca
kami butuhkan, agar pada penulisan makalah selanjutnya kami bisa lebih baik lagi. Karena,
sebagai manusia biasa kami juga tak luput dari kesalahan dan jauh dari kesempurnaan.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. 1988. Psikologi Sosial. Surabaya: PT. Bina Ilmu.
Santoso, Slamet. 2009. Teori-Teori Psikologi Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama.
Sarwono, Sarlito Wirawan. 2006. Teori Psikologi Sosial. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
http://jurnal.ugm.ac.id/jurnal-humaniora/article/view/802/644
http://eprints.uny.ac.id/8599/2/BAB%201%20-%2007413241022.pdf.