TUGAS AKHIR - Tingkat Keberhasilan Program Sapu Lidi sebagai Program Penataan Perumahan Permukiman Masyarakat Miskin Kota Pekalongan

TINGKAT KEBERHASILAN PROGRAM SAPU LIDI SEBAGAI PROGRAM PENATAAN PERUMAHAN PERMUKIMAN MASYARAKAT MISKIN KOTA PEKALONGAN

Diajukan Sebagai Syarat untuk Mencapai Jenjang Strata-1 Perencanaan Wilayah dan Kota

Oleh : Aryani Setyowati

I 0607029

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA JURUSAN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2011

commit to user

PROGRAM PENATAAN PERUMAHAN PERMUKIMAN MASYARAKAT MISKIN KOTA PEKALONGAN

Aryani Setyowati NIM. I 0607029

Abstrak

Program Sapu Lidi Kota Pekalongan merupakan program Pemerintah Kota Pekalongan sebagai program rumah aman bagi warga miskin di Kota Pekalongan melalui pembangunan rumah inti tumbuh, memugar rumah, dan menata lingkungan permukiman dengan menggunakan pendekatan Tribina, yaitu Bina Lingkungan, Bina Sosial, dan Bina Manusia.

Rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah : Tingkat keberhasilan capaian dari hasil implementasi program Sapu Lidi Kota Pekalongan sebagai program penataan perumahan permukiman masyarakat miskin Kota Pekalongan. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu mengevaluasi tingkat keberhasilan program Sapu Lidi dalam upaya pengentasan kemiskinan dengan cara penataan perumahan permukiman masyarakat miskin Kota Pekalongan.

Penelitian ini bersifat kualitatif dengan metode yang digunakan adalah deskriptif. Metode ini digunakan untuk memberikan gambaran sehingga dapat diketahui implementasi program Sapu Lidi di Kota Pekalongan. Tingkat keberhasilan program Sapu Lidi menggunakan 5 variabel, yaitu Efektifitas, Efisiensi, Kecukupan, Responsitas, dan Ketepatan yang kemudian masing-masing variabel dianalisis. Variabel efektifitas menggunakan analisis kualitatif, variabel efesiensi menggunakan analisis kualitatif, variabel kecukupan menggunakan analisis kualitatif dan kuantitatif, variabel responsitas menggunakan analisis kualitatif dan kuantitaif, dan variabel ketepatan menggunakan analisis kualitatif. Setelah itu dilakukan analisis tingkat keberhasilan program Sapu Lidi Kota Pekalongan berdasarkan hasil analisis dari masing-masing variabel dengan indikator dan tolak ukur yang ditentukan.

Berdasarkan hasil analisis tingkat keberhasilan program Sapu Lidi di Kota Pekalongan dapat disimpulkan bahwa bahwa Tingkat Keberhasilan Program Sapu Lidi sebagai Program Penataan Perumahan Permukiman Masyarakat Miskin Kota Pekalongan tidak efektif karena program tersebut memberikan kontribusi yang kecil terhadap penanganan RTLH Kota Pekalongan walapun terkait mekanisme dan peran pemerintah dalam pemberian bantuan belum memperlihatkan secara jelas alur, proses dan keterlibatan pemerintah didalamnya sehingga implementasi kurang efisien.

commit to user

Keberhasilan Program Sapu Lidi ada di lokasi BEDAH KAMPUNG, dimana di lokasi tersebut implementasi program berhasil dalam aspek fisik, sosial, dan ekonomi. Selain itu, di lokasi tersebut, masyarakat mendapatkan manfaat bahkan multiplier effect dari hasil implementasi program dan tidak menimbulkan banyak masalah terkait tahapan implementasi program.

Abstract

The Sapu Lidi program is a program from the Government as a safe house program for the poor in Pekalongan through the construction of core houses grow, restoring the house, and arrange the settlements by using the "TRIBINA" approach of Community Development, Social Development and Human Development.

The formulation of the issues raised in this study is The success rate of achievement from the implementation of SAPU LIDI program as a program which structuring settlements housing poor in Pekalongan City. The purpose of this study is to evaluate the success rate of SAPU LIDI program in an effort to alleviate poverty by structuring settlements housing poor Pekalongan City.

The study is qualitative and used descriptive method. This method was used to illustrated the implementation of the SAPU LIDI program so that it could be seen in the City of Pekalongan. The success rate of SAPU LIDI program was using five variables, namely Effectiveness, Efficiency, Adequacy, Responsitas, and accuracy are then analyzed each variable. The variable effectiveness using qualitative analysis, the variable efficiency of using qualitative analysis, the variable adequacy of using qualitative and quantitative analysis, the variable responsitas using qualitative and quantitative analysis, and variable precision using qualitative analysis. After it carried out the analysis of the SAPU LIDI's program success rate Pekalongan based on the results of analysis of each variable to the indicators and benchmarks are determined.

Based on the results of the analysis of the SAPU LIDI's program success rate in Pekalongan can be concluded that the The success rate SAPU LIDI's Program as the Program Planning Housing the Poor Settlements Pekalongan not effective because the program a small contribution towards handling RTLH Pekalongan related mechanisms and despite the government's role in relief groove has not been demonstrated clearly, process and government involvement in it so the implementation was less efficient.

commit to user

Tabel 5.8 Analisis Ketepatan atau Kesesuaian Kelompok Sasaran atau Target Group Pelaksanaan Implementasi Program ....................... 138

Tabel 5.9

Sintesa Tingkat Keberhasilan Program Sapu Lidi Kota Pekalongan ..................................................................................... 139

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Pemilihan Batasan Wilayah Penelitian ........................................ 8 Gambar 1.2.

Kerangka Pikir Penelitian .......................................................... 12 Gambar 2.1.

Model Community Development Secara Komprehensif ........... 19 Gambar 2.2.

Skema Alur Penyelenggaraan Perumahan Swadaya .................. 28 Gambar 2.3

Skema Alur Pelaksanaan Program Sapu LIdi ............................ 38 Gambar 2.4

Pola Penanggulan Kemiskinan ................................................... 39 Gambar 2.5

Skema Pola Pembiayaan Mikro ................................................. 40 Gambar 3.1

Kerangka Analisis Penelitian ..................................................... 62 Gambar 4.1

Peta Administrasi Kota Pekalongan ........................................... 72 Gambar 4.2

Peta Sebaran Lokasi ................................................................... 73 Gambar 4.7

Struktur Organisasi Program Sapu Lidi Kota Pekalongan ......... 80 Gambar 4.8

Mekanisme Bantuan Implementasi Program ............................. 83 Gambar 4.9

Diagram Kondisi Rumah Sebelum Pelaksanaan Program ......... 85

Gambar 4.10 Kondisi Bangunan Rusunawa Slamaran .................................... 88 Gambar 4.11 Kondisi Bangunan Rumah di Griya Swadaya Asri .................... 89 Gambar 4.12 Kondisi Bangunan Rumah di Bumirejo Damai

Residence ................................................................................... 89

Gambar 4.13 Kondisi Bangunan Rumah Bedah Kampung ............................. 90 Gambar 4.14 Kondisi Jalan di Rusunawa Slamaran ........................................ 91 Gambar 4.15 Kondisi Jalan di Griya Swdaya Asri .......................................... 91 Gambar 4.16 Kondisi Jalan di Bumirejo Damai Residence ............................ 92 Gambar 4.17 Kondisi Jalan di Bedah Kampung .............................................. 92 Gambar 4.18 Diagram Persepsi Masyarakat terkait Aspek Fisik

Implementasi Program ............................................................. 100 Gambar 4.19 Diagram Persepsi Masyarakat terkait Aspek Ekonomu Implementasi Program ............................................. 103 Gambar 4.20 Diagram Persepsi Masyarakat terkait Aspek Sosial Implementasi Program ............................................................. 104 Gambar 4.21 Diagram Kesesuaian Harapan Masyarakat terkait Implementasi Program ............................................................. 106

Gambar 4.22 Diagram Presentase Kesesuaian Harapan Masyarakat terkait

Implementasi Program ............................................................. 107 Gambar 4.23 Diagram Persepsi Masyarakat terkait Manfaat Implementasi Program ............................................................. 110 Gambar 4.24 Diagram Persepsi Masyarakat terkait Permasalahan dalam Implementasi Program ............................................................. 111

commit to user

DAFTAR REFRENSI .......................................................................................... 146 LAMPIRAN ......................................................................................................... 148 DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................. 159

commit to user

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

1. Kemiskinan sebagai Permasalahan Suatu Kota

Kemiskinan merupakan persoalan yang maha kompleks dan kronis bagi segala lapisan masyarakat. Pengertian kemiskinan menurut Gunawan Sumodiningrat dkk (1999: 1) adalah sebuah konsep ilmiah yang lahir sebagai dampak ikutan dari pembangunan dalam kehidupan. Kemiskinan dipandang sebagai bagian dari masalah dalam pembangunan, yang keberadaannya ditandai dengan adanya pengangguran, keterbelakangan, yang kemudian meningkat menjadi ketimpangan.

Kemiskinan pada dasarnya tidak bisa didefinisikan dengan sangat sederhana karena menyangkut berbagai aspek yang tidak hanya berhubungan dengan kemampuan memenuhi kebutuhan material, tetapi juga sangat berkaitan dengan dimensi kehidupan manusia yang lain. Menurut Bank Dunia (2003), terdapat beberapa penyebab dasar dari kemiskinan adalah sebagai berikut : 1). Kegagalan kepemilikan terutama tanah dan modal; 2). Terbatasnya ketersediaan bahan kebutuhan dasar, sarana dan

prasarana; 3). Kebijakan pembangunan yang bias perkotaan dan bias sektor; 4). Adanya perbedaan kesempatan di antara anggota masyarakat dan

sistem yang kurang mendukung; 5). Adanya perbedaan sumber daya manusia dan perbedaan antara sektor

ekonomi (ekonomi tradisional versus ekonomi modern); 6). Rendahnya produktivitas dan tingkat pembentukan modal dalam masyarakat; 7). Budaya hidup yang dikaitkan dengan kemampuan seseorang

mengelola sumber daya alam dan lingkunganya;

commit to user

8). Tidak adanya tata pemerintahan yang bersih dan baik (good governance); 9). Pengelolaan sumber daya alam yang berlebihan dan tidak berwawasan lingkungan. Setiap kota di Indonesia pasti memiliki permasalahan kemiskinan

sebagai akibat dari pembangunan di kota tersebut. Seperti halnya di Kota Pekalongan yang juga memiliki masalah kemiskinan. Kota Pekalongan sebelumnya dikenal sebagai salah satu kantong kemiskinan di Indonesia. Hal itu ditandai dengan banyaknya rumah tidak layak huni, seperti yang tercatat di Bapermas Kota Pekalongan yaitu tidak berjendela, tidak memiliki sarana mandi, cuci, dan kakus (MCK) di 286 titik kawasan kumuh Kota Pekalongan dan angka kemiskinan kota yang besar yaitu 33,45% pada tahun 2005.

Adanya tingkat kemiskinan pada suatu perkotaan menunjukkan sejauh mana kota tersebut memberikan perhatian yang lebih pada masyarakat miskinnya. Kemiskinan pada suatu kota mengambarkan sejauh mana kota tersebut maju dalam mengelola pembangunan kotanya, maka dari itu berbagai kota yang ada di Indonesia berlomba – lomba mengatasi problema kemiskinan yang ada di kotanya dengan cara atau kebijakan masing – masing. Menurut Tjiptoherijanto, 1996 : 71, ada beberapa alasan penting mengapa kemiskinan perlu mendapat perhatian untuk ditanggulangi, yaitu :

1. Kemiskinan merupakan kondisi yang kurang beruntung bagi kaum miskin, akses terhadap perubahan politik dan institusional sangat

terbatas.

2. Kemiskinan merupakan kondisi yang cenderung menjerumuskan orang miskin ke dalam tindak kriminalitas.

3. Bagi para pembuat kebijaksanaan, kemiskinan itu sendiri juga mencerminkan kegagalan kebijaksanaan pembangunan yang telah diambil pada masa lampau.

commit to user

Kemiskinan merupakan salah satu penyebab timbulnya kawasan permukiman kumuh di perkotaan. Pemukiman kumuh adalah pemukiman yang tidak layak huni karena tidak memenuhi persyaratan untuk hunian baik secara teknis maupun non teknis. Suatu pemukiman kumuh dapat dikatakan sebagai pengejawantahan dari kemiskinan, karena pada umumnya di pemukiman kumuhlah masyarakat miskin tinggal dan banyak dijumpai di kawasan perkotaan.

Adanya masalah kemiskinan yang kemudian menimbulkan permasalahan perumahan permukiman yaitu permukiman kumuh mendorong pihak yang berwenang untuk mengeluarkan suatu kebijakan untuk penangannya. Adapaun kebijakan atau peraturan yang diambil oleh Pemerintah KotaPekalongan untuk mengatasi masalah kemiskinan di kotanya, yaitu dengan mengeluarkan Perda No. 11 Tahun 2008 Tentang Percepatan Pembangunan Keluarga Sejahtera Berbasis Masyarakat dengan Visi : Keluarga Miskin menjadi sejahtera, mampu dan mandiri. Adapun Misi sebagai berikut :  Mewujudkan keluarga miskin bersekolah  Mewujudkan keluarga miskin sehat  Mewujudkan keluarga miskin berusaha  Membangun Sarana dan prasarana lingkungan  Menguatkan kapasitas kelembagaan masyarakat

Adapun Visi Penanggulangan Kemiskinan Kota Pekalongan, yaitu ”Melalui Pemberdayakan Masyarakat dengan memampukan dan

memandirikan masyarakat sehingga dapat tercapai :  Rumah Layak Huni 100%  Keluarga Berkualitas  UMK (Usaha Mikro Kecil) menjadi UMKM (Usaha Mikro Kecil

Menengah)  Lingkungan yang sehat

 Menurunkan Angka Kemiskinan

commit to user

penanganan permasalahan perumahan permukiman Kota Pekalongan, yaitu

Visi perumahan permukiman Kota Pekalongan adalah : “Memampukan dan memandirikan masyarakat dengan membangun

rumah inti tumbuh, memugar rumah, dan menata lingkungan permukiman “

Sedangkan Misi perumahan permukiman Kota Pekalongan :

1. Menjawab tuntutan strategis pembangunan yang sesuai dengan tantangan perkembangan dan permasalahan perumahan, sebagaimana

digariskan dalam RUTRK.

2. Menetapkan program prioritas dan strategis yang berkaitan dengan perumahan.

3. Pengurangan kemiskinan, pengembangan ekonomi lokal dan peningkatan pelayanan publik.

3. Program Sapu Lidi Kota Pekalongan

Program penanganan kemiskinan yang ada di Kota Pekalongan, dikenal dengan Sapu Lidi. Program Sapu Lidi merupakan program rumah aman bagi warga miskin di Kota Pekalongan melalui pembangunan rumah inti tumbuh, memugar rumah, dan menata lingkungan permukiman. Menurut informasi yang didapat dari Bapermas Kota Pekalongan, strategi sapu lidi ini awal kali ditempuh pada Tahun 2006 dengan pertimbangan bahwa selama ini banyak program dari pusat yang berasal dari berbagai departemen tidak terkoordinasi dan campur aduk program – program itu juga dijalankan dengan beragam sistem sehingga menyulitkan pelaksanaan di lapangan. Selain itu, program peningkatan kualitas rumah (pemugaran) dari pusat juga belum diikuti oleh program peningkatan kualitas prasarana dan sarana umum di lingkungan komunitas miskin. Dana yang digunakan untuk Program Sapu lidi tersebut dengan menggumpulkan dana dari

commit to user

berasal mulai dari :  APBD Kota Pekalongan  Swadaya masyarakat,  APBN Pusat,  APBD Provinsi Jawa Tengah,  pihak swasta / BUMN dan potensi-potensi sah yang lain.

Pelaksanaan program dilakukan dengan berbagai tahapan, yaitu langkah pertama yang dilakukan dengan mendata jumlah warga miskin. Pencarian data terkait data warga miskin, pemkot menggerakan perangkat terbawah secara berjenjang,mulai Kelurahan, LPM,PKK dan Kecamatan. Gerakan inipun cepat dilakukan. Pada Tahun 2005 diperoleh data Jumlah KK Miskin di Kota Pekalongan sebanyak 22.913 KK (36.54% dari jumlah KK di Kota Pekalongan). Saat itu rumah yang berkategori miskin langsung ditempel stiker yang bertuliskan "KK miskin". Dan setiap rumah yang ditempeli stiker tersebut diberi kepemilikan kartu KK miskin. Setelah itu, dilakukan pendekatan dengan model Community-based Development, memberikan hak dan kesempatan seluas – luasnya bagi masyarakat untuk berperan serta (prakasa masyarakat). Disamping Pendekatan Tribina (Bina Manusia,Bina Linkungan, Dan Bina Usaha). Kegitan tersebut dibarengi dengan menerapkan strategi membangun kesadaran kritis masyarakat, bahwa mereka mampu dan berdaya.

Disamping mengembangkan penguatan Lembaga Keuangan Mikro seperti BMT, Koperasi dan BKM yang memberikan stimulan kredit lunak kepada MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah) dengan tujuan untuk peningkatan kualitas papan dan meningkatkan peran lembaga institusi masyarakat LPM (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat ) sekaligus untuk memupuk rasa kegotong royongan di tingkat akar rumput. Langkah itu dibarengi dengan melibatkan perempuan melalui lembaga PKK dalam perencanaan sampai pasca pemugaran rumah sekaligus pemeliharaan

commit to user

memiliki (sense of ownership).

4. Perlunya Evaluasi Program Sapu Lidi Kota Pekalongan

Evaluasi program sebagaimana dimaknai oleh Suharsimi Arikunto dan Abdul Jabar (2004 ; 14) adalah proses penetapan secara sistematis tentang nilai, tujuan, efektivitas atau kecocokan sesuatu sesuai dengan kriteria dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Proses penetapan keputusan itu didasarkan atas perbandingan secara hati-hati terhadap data yang diobservasi dengan menggunakan standard tertentu yang telah di bakukan.

Adanya permasalahan kemiskinan yang masih terdapat di Kota Pekalongan, maka pemkot mengambil langkah untuk menyelesaikan permasalahan kemiskinan yang ada di Kota Pekalongan. Langkah yang diambil Pemerintah Kota Pekalongan yaitu dengan penerapan program Sapu Lidi untuk penanggulangan kemiskinan yang dimulai dengan perbaikan kondisi rumah masyarakat miskin dan lingkungannya. Hal ini disebabkan, kondisi rumah merupakan salah satu dari indikator kemiskinan. Sehingga program Sapu Lidi menempuh jalur perbaikan dan peningkatan kualitas hunian masyarakat miskin untuk menanggulangi kemiskinannya tersebut.

Implementasi dari program Sapu Lidi Kota Pekalongan perlu dilakukan suatu evaluasi untuk mengetahui seberapa besar tingkat keberhasilan program tersebut dalam penanganan kemiskinan di Kota Pekalongan. Sebagaimana menurut Isaac dan Michael (1984), sebuah program harus diakhiri dengan evaluasi. Hal ini dikarenakan kita akan melihat apakah program tersebut berhasil menjalankan fungsi sebagaimana yang telah ditetapkan sebelumnya.

Evaluasi program Sapu Lidi sebagai program penataan perumahan permukiman masyarakat miskin Kota Pekalongan dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan program tersebut. Tingkat keberhasilan dari program didapatkan dengan adanya suatu indikator yang digunakan

commit to user

indikator dianalisis sehingga dapat diketahui tingkat keberhasilan dari implementasi program Sapu Lidi di Kota Pekalongan.

B. RUMUSAN MASALAH

Bagaimanakah tingkat keberhasilan program Sapu Lidi sebagai program penataan perumahan permukiman masyarakat miskin Kota Pekalongan?

C. TUJUAN DAN SASARAN PENELITIAN

1. Tujuan

Untuk mengevaluasi tingkat keberhasilan program Sapu Lidi sebagai program penataan perumahan permukiman masyarakat miskin dalam upaya pengentasan kemiskinan Kota Pekalongan.

2. Sasaran

Untuk mencapai tujuan tersebut, maka sasaran yang ingin dicapai dalam penelitian ini, adalah :

a. Mengetahui kontribusi program Sapu Lidi dilihat dari misi kota terkait bidang perumahan permukiman.

b. Mengidentifikasi pencapaian kinerja program Sapu Lidi yang disesuaikan dengan misi/target program.

c. Mengetahui kesesuaian antara mekanisme dan implementasi pengajuan dan pencairan bantuan program.

d. Mengidentifikasi kesesuaian peran, tugas, dan kewenangan pihak yang terkait dalam implementasi program.

e. Mengidentifikasi dampak, manfaat dan multiplayer effect dari implementasi program bagi masyarakat miskin Kota Pekalongan.

f. Menganalisis tingkat keberhasilan program Sapu Lidi Kota Pekalongan dalam pengentasan kemiskinan.

commit to user

1. Batasan Wilayah

Lingkup wilayah penelitian dalam Tingkat Keberhasilan Program Sapu Lidi sebagai Program Penataan Perumahan Permukiman Masyarakat Miskin Kota Pekalongan terdapat di 4 lokasi, dimana ke 4 lokasi tersebut merupakan lokasi implementasi program. Pengambilan keseluruhan lokasi implementasi dimaksudkan untuk penggambaran implementasi program secara umum. Adapun lingkup wilayah dalam penelitian ini adalah :

a. Rusunawa di Kelurahan Krapyak lor

b. Griya Swadaya Asri di Kelurahan Kandang Panjang

c. KPRS Bumi Rejo di Kelurahan Bumi Rejo

d. Bedah Kampung di Kelurahan Panjang Baru

Gambar 1.1 Pemilihan Batasan Wilayah Penelitian

Program Sapu Lidi

Kecamatan Pekalongan Utara

Kecamatan Pekalongan Barat

Rusunawa Slamaran

Kel. Krapyak lor

Griya Swadaya

Asri

Kel. Kandang

Panjang

Bedah Kampung

Kel. Panjang

Baru

Bumirejo Damai R

Kelurahan Bumi Rejo

Batasan Wilayah Penelitian

commit to user

dimaksudkan agar dapat menggambarkan secara utuh terkait implementasi program tersebut sehingga dapat mengetahui secara jelas seberapa besar tingkat keberhasilan program Sapu Lidi sebagai program penataan perumahan permukiman masyarakat miskin Kota Pekalongan. Selain itu, juga dari 4 lokasi implementasi program penanganan penataan perumahan permukiman berbeda anatara 1 lokasi dengan lokasi lainnya, yaitu dalam bentuk Rusunawa, Rumah Inti Tumbuh, Bedah Kampung, dan Perumahan KPRS.

2. Batasan Materi

Penelitian ini dibatasi pada implementasi program Sapu Lidi dalam penataan perumahan permukiman bagi masyarakat miskin Kota Pekalongan. Pembahasan dilakukan terkait dari proses implementasi program dan hasil yang didapat dari program tersebut. Selain itu, pembahasan dilakukan terkait variabel ataupun indikator dari penelitian ini yaitu efektifitas dengan pembatasan materi terkait kontribusi dari hasil implementasi program, efisiensi terkait mekanisme bantuan dan kesesuaian peran panitia pelaksana implementasi program, kecukupan terkait kondisi aspek fisik,sosial, dan ekonomi berdasarkan target implementasi program, responsivitas terkait penilaian masyarakat, dan ketepatan terkait sasaran dari implementasi program.

Pembahasan dari variabel – variabel tersebut digunakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan program Sapu Lidi sebagai program penataan perumahan permukiman masyarakat miskin Kota Pekalongan.

E. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat yang diharapkan dan didapatkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :  Bagi Pemerintah Kota, diharapkan dapat menjadi bahan masukan yang bermanfaat bagi Pemerintah Kota Pekalongan untuk menentukan kebijakan

commit to user

masyarakat miskin.  Bagi masyarakat setempat, hasil evaluasi dari program dapat menyadarkan

mengenai pentingnya manfaat program Sapu Lidi.  Bagi disiplin Ilmu Perencanaan Wilayah Kota, produk studi dapat

digunakan sebagai masukan dan tambahan literatur terhadap konsep dan teori mengenai penelitian evaluasi dan khususnya terkait program pengentasan kemiskinan.

F. METODE PENELITIAN

Menurut Gulo (2002:19), penelitian yang didasarkan pada pertanyaan dasar Bagaimana merupakan tipe penelitian deskriptif. Sesuai dengan perumusan masalah “Bagaimanakah tingkat keberhasilan program Sapu Lidi

sebagai program penataan perumahan permukiman masyarakat miskin Kota Pekalongan”, maka penelitian ini termasuk dalam penelitian deskriptif.

Penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data – data untuk dianalisis dan diinterpretasikan (Narbuko, 2004:44)

Detail dari metodologi penelitian lebih lengkapnya akan dibahas dalam Bab 3, yaitu terkait kebutuhan data, teknik sampling, taknik pengumpulan data, metode analisis, indikator penelitian evaluasi, dan metode sintesi

commit to user

Penelitian ini memiliki berbagai macam pembahasan yang terbagi tiap bab. Pembahasan pertama terkait latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan sasaran, batasan penelitian, dan metodologi. Kemudian dilakukan pembahasan terkait teori – teori yang digunakan dalam penelitian sebagai dasar acuan pemahaman akan materi penelitian yang dibahas atau diangkat dan juga dapat merumuskan variabel-variabel penelitian yang akan digunakan. Setelah landasan teori yang digunakan dalam penelitian telah diketemukan dan juga variabel penelitian telah dirumuskan, lalu akan dibahas terkait metode atau cara yang digunakan mendapatkan data yang digunakan untuk mendukung kegiatan penelitian yang dilakukan. Selain itu, juga dibahas terkait cara yang digunakan untuk menganalisis sampai dengan cara yang digunakan dalam penelitian memperoleh kesimpulan atau hasil akhir dari penelitian tersebut. Pembahasan selanjutnya terkait gambaran fakta dan data yang diambil dan digunakan dalam penelitian yang sesuai dengan topik penelitian serta berisi penjelasan realisasi pelaksanaan program Sapu Lidi Kota Pekalongan. Setelah data di kompilasi, kemudian dianalisis agar dapat menjawab tujuan penelitian dengan menggunakan pendekatan analisis evaluatif dengan metode deskriptif serta statistik deskriptif dengan menggunakan indikator yang telah ditentukan. Pembahasan yang terakhir dilakukan yaitu terkait hasil penelitian setelah dianalisis dan disintesiskan. Selain itu, juga membahas saran dan usulan terkait perbaikan pemecahan terhadap masalah.

commit to user

Gambar 1.2 Kerangka Pikir Peneletian

LATAR BELAKANG

VARIABEL& ANALISIS

Efektifitas

Analisis Kualitatif dan Kuantitaif

RUMUSAN MASALAH

PROSES ANALISIS

Program Penataan Perumahan Permukiman bagi Warga Miskin Kota Pekalongan

Analisis tingkat keberhasilan program Sapu Lidi Kota Pekalongan

Tingkat keberhasilan program Sapu Lidi sebagai program penataan perumahan permukiman

masyarakat miskin Kota Pekalongan

Kesimpulan dan Rekomendasi

Ketepatan

Kebijakan Perumahan Permukiman Kota Pekalongan

Permasalahan Perumahan Permukiman Kota Pekalongan

Konsep umum kemiskinan

Kondisi kemiskinan di Kota Pekalongan

Analisis Kualitatif dan

Kuantitatif

Analisis Kualitatif

Analisis Kualitatif dan

Kuantitatif

Analisis Kualitatif dan Kuantitaif

Research Questions Bagaimanakah tingkat keberhasilan Program Sapu Lidi sebagai program penataan

perumahan permukiman masyarakat miskin Kota Pekalongan

commit to user

LANDASAN PUSTAKA

A. KEMISKINAN

1. Definisi Kemiskinan

Kemiskinan dapat dikatakan hampir menjadi “kenyataan abadi” yang sudah ada dari dulu dan setiap kota pasti memiliki permasalahan

kemiskinan, seiring dengan proses pembangunan di kota tersebut. Kemiskinan selalu mendapatkan tempat yang cukup penting dalam pembahasan pembangunan karena adanya kemiskinan berarti hasil dari pembangunan tidak berhasil atau kurang sesuai. Pengertian kemiskinan menurut Gunawan Sumodiningrat dkk (1999: 1) adalah sebuah konsep ilmiah yang lahir sebagai dampak ikutan dari pembangunan dalam kehidupan. Kemiskinan dipandang sebagai bagian dari masalah dalam pembangunan, yang keberadaannya ditandai dengan adanya pengangguran, keterbelakangan, yang kemudian meningkat menjadi ketimpangan.

Masyarakat miskin umumnya lemah dalam kemampuan berusaha dan terbatas aksesnya kepada kegiatan ekonomi, sehingga tertinggal jauh dari masyarakat lainnya yang memiliki potensi lebih tinggi. Masalah kemiskinan muncul karena adanya sekelompok anggota masyarakat yang secara struktural tidak mempunyai peluang dan kemampuan yang memadai untuk mencapai tingkat kehidupan yang layak. Akibatnya mereka harus mengakui keunggulan kelompok masyarakat lainnya dalam persaingan mencari nafkah dan kepemilikan aset produktif, sehingga semakin lama menjadi semakin tertinggal. Dalam prosesnya, gejala tersebut memunculkan persoalan ketimpangan distribusi pendapatan.

commit to user

Pada tingkatan yang lebih implementatif, dalam Undang – Undang No. 5 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas), disebutkan empat strategi penanggulangan kemiskinan, yaitu :

1. Penciptaan kesempatan (create opportunity) melalui pemulihan ekonomi makro, pembangunan yang baik, dan peningkatan pelayanan umum.

empowerment ) dengan

meningkatkan akses terhadap sumber daya ekonomi dan politik.

3. Peningkatan kemampuan (increasing capacity) melaui pendidikan dan perumahan.

4. Perlindungan sosial (social protection) untuk mereka yang memiliki cacat fisik, fakir miskin, kelompok masyarakat yang terisolir, serta terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), dan korban konflik sosial.

Adanya paradigma baru dalam penanggulangan kemiskinan yang dilakukan upaya pemberdayaan masyarakat melalui sasaran kelompok masyarakat tidak individual lagi dan setiap upaya pemberdayaan baik yang dilakukan pemerintah, dunia usaha maupun kelompok peduli masyarakat miskin seharusnya dipandang sebagai pancingan dan pemacu untuk menggerakkan ekonomi rakyat. Menurut Sumodiningrat, 1997:7, upaya penanggulangan kemiskinan memenuhi lima hal pokok sebagai berikut :

a. Bantuan dana sebagai modal usaha.

b. Pembangunan prasarana sebagai pendukung pengembangan kegiatan sosial ekonomi masyarakat.

c. Penyediaan sarana untuk memperlancar pemasaran hasil produksi barang dan jasa masyarakat.

d. Pelatihan bagi aparat dan masyarakat.

e. Penguatan kelembagaan sosial ekonomi masyarakat

commit to user

1. Pengertian Perumahan Permukiman

Sesuai dengan Undang-Undang nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman, yang dimaksud dengan : a) “rumah” adalah bangunan gedung yang yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga,cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya,

b) “perumahan” adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana,sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni, dan c)

“permukiman” adalah bangian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan.

Permukiman didalam kehidupan masyarakat merupakan suatu kebutuhan dasar dan setiap komunitas masyarakat berhak melakukan self- community evaluation karena mereka stakeholder didalam lingkungannya. Menurut Santoso (2000:41) bagi masyarakat berpenghasilan rendah menilai (evaluation) permukiman / perumahan sebagai kebutuhan dasar dan sekaligus suatu sumberdaya modal yang berguna untuk meningkatkan kehidupan dan penghidupan mereka. Bagi masyarakat berpenghasilan rendah rumah harus memenuhi syarat sebagai berikut :

1. Dekat dengan tempat kerja atau berlokasi di tempat yang berpeluang dalam mendapatkan pekerjaan, minimalkan pekerjaan di sektor

informal.

2. Kualitas fisik hunian dan lingkungan tidak penting sejauh mereka

masih mungkin menyelenggarakan kehidupan mereka.

3. Hak-hak penguasaan atas tanah dan bangunan khususnya hak milik tidak penting. Yang penting mereka tidak diusir atau digusur. Ini sesuai dengan cara berpikir mereka adalah sebuah fasilitas.

commit to user

Penanganan perumahan permukiman dalam suatu wilayah harus memiliki tujuan, maka menurut Turner (1980) terdapat tujuan pembangunan suatu perumahan permukiman yang perlu diperhatikan, yaitu berkaitan dengan :

1. Menciptakan Pembangunan Baru Pembangunan baru yang dimaksud yaitu dengan pembangunan

perumahan permukiman di lokasi atau lahan yang kosong atau baru, dimana pembangunan baru dalam suatu wilayah dapat mengembangkan atau memekarkan kegiatan perumahan permukiman yang terpusat pada suatu daerah. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pembangunan baru, yaitu :

a. Menciptakan dasar ekonomi, lapangan kerja melalui mikro kredit

dengan bunga rendah untuk usaha kecil

b. Program perumahan harus sesuai dengan kebutuhan komunitas

c. Program pengembangan sosial yang memastikan efisien distribusi dari fasilitas sosial, pembangunan baru yang menarik maupun

untuk kesenangan dan kenyamanan.

d. Menciptakan program investasi baik yang dilakukan developer

swasta maupun pemerintah

e. Memberi peluang munculnya penciptaan lapangan kerja baru di

dekatnya.

f. Menciptakan lingkungan fisik yang lebih menarik

2. Menciptakan Komunitas Baru Pembangunan perumahan permukiman selain untuk menciptakan pembangunan baru, juga untuk menciptakan komunitas baru. Menciptakan komunitas baru terbentuk apabila pembangunan rumah dilakukan ditempat yang berbeda dengan lokasi rumah yang dihuni sebelumnya, sehingga bertemu dengan lingkungan yang baru (Komunitas Baru). Komunitas baru yang direncanakan harus dibantu

commit to user

tadinya tinggal di pusat kota. Menciptakan komunitas baru dilakukan baik pada peningkatan kualitas permukiman pada komunitas existing maupun pada area baru. Komunitas – komunitas baru tersebut akan membentuk suatu tipe komunitas sebagai berikut :

a. Komunitas yang secara ekonomi terjadi keseimbangan antara komunitas baru di dalam metropolitan area sebagai alternative

daripada terjadi urban sprawl

b. Komunitas yang terjadi pada pemekaran kota-kota kecil untuk menjadi pust pertumbuhan baru

c. Komunitas pada kota baru berdekatan dengan kota lain yang berdempetan dengan kota existing

d. Komunias dalam kota mandiri jauh dari pusat kota

3. Community Based Housing Development

Community Development (Pembangunan Masyarakat) diartikan sebagai aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat, dimana mereka mampu mengidentifikasikan kebutuhan dan masalah secara bersama. Ada yang mengartikan pula bahwa pembangunan masyarakat adalah kegiatan yang terencana untuk menciptakan kondisi – kondisi bagi kemajuan sosial ekonomi masyarakat dengan meningkatkan partisipasi masyarakat.

Model community development yang komprehensif sangat diperlukan bagi masyarakat setempat atau sekitar, dan pemerintah daerah yang berkepentingan dalam perumusan program – program pembangunan masyarakat untuk meningkatkan perekonomian masyarakat, yang meliputi banyak bidang dan sektor. Berbagai komponen yang harus dipertimbangkan dan diperhitungkan dalam penyusunan model Community Development yang komprehensif, sekurang – kurangnya terdiri dari :

1. Paradigma Pembangunan yang Diterapkan. Peran pemerintah bukan sebagai provider (penyedia), tetapi sebagai enabler (fasilitator)

commit to user

2. Azas Pembangunan Masyarakat, yaitu Azas Pembangunan Integral, Azas Kekuatan Sendiri, dan Azas Permufakatan bersama – sama, yang dewasa ini lebih dikenal sebagai azas “kemandirian lokal”

3. Prinsip Pembangunan Masyarakat, yaitu : Transparansi, Partisipatif, Dapat dinikmati masyarakat luas, Akuntabilitas, dan Sustainable

4. Pendekatan yang diterapkan bukan “top down”, tetapi “bottom up”. Kegiatan pembangunan harus didasarkan pada kekuatan atau

kemampuan masyarakat itu sendiri.

5. Strategi Pembangunan Masyarakat yang Partisipatif adalah relevan untuk masa sekarang dan masa yang akan datang.

6. Kebijakan Pembangunan Masyarakat : pengembangan atau penguatan kelembagaan, peningkatan investasi dan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM), peningkatan kapasitas masyarakat dalam pengelolaan sumber daya, peningkatan kemampuan organisasi pemerintah dan lembaga – lembaga masyarakat, penciptaan iklim sosial ekonomi yang kondusif.

7. Perencanaan Pembangunan Partisipatif memberikan manfaat kepada : anggota masyarakat mampu mengidentifikasi bidang atau sektor yang perlu dilakukan perbaikan, anggota masyarakat dapat berperan serta dalam perencanaan pembangunan masa depan, masyarakat dapat menghimpun sumber daya dan sumber dana dari kalangan masyarakat sendiri.

8. Unsur – unsur community development meliputi : Masyarakat, Pemerintah Daerah, dan Pelaku Pembangunan

9. Harmoni bermakna antara keserasian dan tata tertib, menjadi ikatan batin yang mempersatukan tekad untuk mencapai keberhasilan pembangunan masyarakat. Komponen – komponen Model Community Development yang

komprehensif dapat dliihat dalam gambar seperti berikut :

commit to user

Gambar 2.1 Model Community Development Secara Komprehensif

Sumber : Rahardjo adisasmita

4. Tahapan Pelaksanaan Pembangunan Perumahan Swadaya secara Berkelompok (Organisasi)

Pemenuhan kebutuhan perumahan bagi MBR dapat diselenggarakan melalui pembangunan perumahan swadaya yang dilakukan secara berkelompok. Berkelompok dapat diartikan sebagai upaya membangun kekuatan atau modal sosial (social capital) guna mengakses ke berbagai sumber daya yang ada.

Berikut tahapan pembangunan perumahan swadaya secara berkelompok, menurut Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. 8/PERMEN/M/2007 :

1. Tahap Persiapan di Tingkat Pemerintah Pusat dan Daerah (Perumusan Kebijakan)

Perencanaan Pembangunan

Sasaran dan Tujuan

Azas Prinsip

MODEL COMMUNITY

DEVELOPMENT

Paradigma Pembangunan

commit to user

2. Tahap Persiapan di Tingkat MBR (Pengorganisasian MBR), terdiri dari beberapa langkah, yaitu sebagai berikut :

a. Identifikasi MBR yang membutuhkan rumah

b. Sosialisasi Mekanisme Penyelenggaraan Perumahan Swadaya

c. Penyepakatan Keikutsertaan dalam Penyelenggaraan Perumahan Swadaya Berkelompok

d. Rembug Persiapan Pembentukan Organisasi

e. Pembentukan dan Penyusunan Kelengkapan Organisasi

f. Pemupukan Tabungan Perumahan Swadaya Berkelompok

3. Tahap Pemetaan dan Perencanaan, terdapat beberapa langkah tahapan pelaksanaan yaitu sebagai berikut :

a. Identifikasi Permasalahan Pengembangan Perumahan Swadaya Berkelompok

b. Identifikasi Kebutuhan dan Potensi Pengembangan Perumahan Swadaya Berkelompok

c. Identifikasi Mitra Potensial dalam Pengembangan Perumahan Swadaya Berkelompok

d. Penyusunan Rencana Tindak (Action Plan)

e. Rintisan Penyelenggaraan Pembangunan Perumahan Swadaya Berkelompok

f. Penyusunan Proposal Penyelenggaraan Perumahan Swadaya Berkelompok

g. Pengajuan Proposal

4. Tahap Perijinan dan Pelaksanaan Pembangunan

5. Tahap Pemanfaatan dan Pengelolaan.

Tahapan pelaksanaan pembangunan perumahan swadaya berkelompok dapat dilihat secara jelas dalam skema berikut ini.

Identifikasi MBR yg

Identifikasi

Perizinan dan

Perumusan Kebijakan Tk.

membutuhkan Rumah

Masalah/Potensi

Persiapan

Pusat

Layak Huni

Sosialisasi Kebijakan

Sosialisasi Mekanisme

Penyelenggaraan

Penyusunan

Perumusan Kebijakan

Perumahan Swadaya

Rencana Tindak

Pelaksanaan

Tk. Provinsi

Pembangunan

Rumah

Rembug warga persiapan

Penyusunan

Sosialisasi Kebijakan Provinsi

Pembentukan Organisasi

Proposal

Pemanfaatan dan Penyusunan

Pemilihan dan Penetapan

Perumusan Kebijakan

Pengajuan

Mekanisme

Kader Komunitas

Tk. Kab/Kota

Sosialisasi Kebijakan

Kelengkapan Organisasi

Pengembangan Data Base Kebutuhan Perumahan

Pemupukan Tabungan

Swadaya

Gambar 2.2 Skema Alur Penyelenggaraan Perumahan Swadaya

28

commit to user

Program peningkatan kualitas perumahan dan permukiman yang selama ini menjadi perhatian pemerintah adalah kawasan perumahan dan permukiman yang termasuk kategori kawasan kumuh, yang ditandai antara lain dengan kondisi prasarana dan sarana yang tidak memadai baik secara kualitas dan kuantitas, kondisi sosial eonomi masyarakat yang rendah, kondisi sosial budaya masyarakat, dan kondisi lingkungan yang rawan bencana, penyakit dan keamanan (Dirjen Cipta Karya, 1999).

Menurut Direktorat Jenderal Cipta Karya, lokasi kawasan perumahan yang layak adalah :

a. Tidak terganggu oleh polusi (air, udara, suara)

b. Tersedia air bersih

c. Memiliki kemungkinan untuk perkembangan pembangunannya

d. Mempunyai aksesibilitas yang baik

e. Mudah dan aman mencapai tempat kerja

f. Tidak berada dibawah permukaan air setempat

g. Mempunyai kemiringan rata-rata Komponen lingkungan perumahan berkaitan dengan upaya perbaikan lingkungan perumahan untuk meningkatkan kualitas lingkungan menurut Dirjen Cipta Karya, antara lain :

a. Jalan lingkungan

b. Jalan setapak

c. Sistem drainase

d. Penyediaan air bersih

e. Pengumpulan dan pembuangan sampah

f. Fasilitas penyehatan lingkugan (MCK)

commit to user

Permukiman untuk Penanggulangan Kemiskinan

Menurut Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan, 2005 Pemenuhan hak perumahan bertujuan untuk memenuhi hak masyarakat miskin atas tempat tinggal atau perumahan yang layak dan lingkungan permukiman yang sehat, dengan kebijakan :

a. Menyediakan rumah yang layak dan sehat yang terjangkau bagi masyarakat miskin,

b. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengembangan dan penyediaan rumah yang layak dan sehat,

c. Meningkatkan perlindungan terhadap lingkungan permukiman dan permukiman rakyat. Berdasarkan hal tersebut, salah satu cara dalam menanggulangi kemiskinan yaitu dengan pemenuhan hak akan rumah yang layak. Apabila pemenuhan kebutuhan akan rumah layak huni bagi masyarakat miskin terpenuhi maka secara tidak langsung hal tersebut mampu menanggulangi kemiskinan dalam suatu kota.

C. PERUMAHAN PERMUKIMAN KOTA PEKALONGAN

Penanganan Perumahan Kota Pekalongan berupaya memberdayakan masyarakat (Community Empowerment) antara lain dengan memampukan dan memandirikan masyarakat melalui intervensi berbagai program pembangunan agar kondisi kehidupan masyarakat mencapai kemampuan yang diharapkan. Salah satu upaya intervensi pemerintah antara lain dengan memberikan motivasi, fasilitasi, dan stimulan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat guna terwujudnya daya cipta, karya, dan prakarsa masyarakat untuk membangun rumah inti tumbuh, memugar rumah, dan menata lingkungan.

1. Kebijakan Perumahan dan Permukiman Kota Pekalongan

Tujuan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kota Pekalongan 2005-2010 adalah :

commit to user

“Meningkatkan kualitas rumah tinggal, lingkungan permukiman, dan ketersediaan infrastruktur air bersih bagi masyarakat miskin “ Adapun Visi Penanggulangan Kemiskinan Kota Pekalongan, yaitu

”Melalui Pemberdayakan Masyarakat dengan memampukan dan memandirikan masyarakat sehingga dapat tercapai :

 Rumah Layak Huni 100%  Keluarga Berkualitas  UMK (Usaha Mikro Kecil) menjadi UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah)  Lingkungan yang sehat  Menurunkan Angka Kemiskinan Serta Visi perumahan permukiman Kota Pekalongan adalah :

“Memampukan dan memandirikan masyarakat dengan membangun rumah inti tumbuh, memugar rumah, dan menata lingkungan permukiman “

Sedangkan Misi perumahan permukiman Kota Pekalongan :

1. Menjawab tuntutan strategis pembangunan yang sesuai dengan tantangan perkembangan dan permasalahan perumahan, sebagaimana digariskan dalam RUTRK.

2. Menetapkan program prioritas dan strategis yang berkaitan dengan perumahan.

3. Pengurangan kemiskinan, pengembangan ekonomi lokal dan peningkatan pelayanan publik.

2. Permasalahan Perumahan Permukiman dan Lingkungan Kota Pekalongan

Adapun permasalahan yang terjadi terkait perumahan permukiman dan lingkungan di Kota Pekalongan, yaitu :  Tingkat Kemiskinan

 Sebelum Reformasi : 21.111 KK (31,6%) dari jumlah KK se-Kota Pekalongan

commit to user

Pekalongan  Kawasan Kumuh 286 Titik

 Rumah Tidak Layak Huni :

 Type C

: 5.068

 Type C+

: 7.308

 Mengandalkan kekuatan PAD Pemda kota Pekalongan, maka prediksi

21 tahun kemudian Kota Pekalongan baru bebas Rumah Tidak Layak Huni dan Kawasan Kumuh  Banyaknya Program dari Pusat dari berbagai Departemen yang tidak terkoordinasi dan bermacam-macam sistem sehingga menyulitkan pelaksanaan di lapangan di tingkat akar rumput

 Kurangnya kemampuan KK Miskin dalam mengakses Sumber Daya untuk keluar dari kemiskinan KK Miskin Produktif adalah KK miskin

yang mempunyai Usaha Mikro Kecil / berpenghasilan rendah mayoritas bekerja pada sektor informal.

 Kurangnya kesadaran KK miskin untuk keluar dari kemiskinan.  PNS Golongan rendah ( I dan II ) sejumlah ± 800 yang belum

mempunyai rumah ± 465 ( 58,12% ) dan 8.000 Buruh yang terdaftar di SPN / Jamsostek ± 2.985 ( 37,35% ) KK belum mempunyai rumah.

D. PROGRAM SAPU LIDI KOTA PEKALONGAN

1. Pengertian Program Sapu Lidi

Program penanganan kemiskinan yang ada di Kota Pekalongan, dikenal dengan “Sapu Lidi”. Program Sapu Lidi merupakan program rumah aman

bagi warga miskin di Kota Pekalongan melalui pembangunan rumah inti tumbuh, memugar rumah, dan menata lingkungan permukiman. Sistem sapu lidi tersebut menggumpulkan dana dari berbagai pihak/ anggaran yang ada, dukungan dana yang digunakan berasal dari APBD Kota Pekalongan,

commit to user

swasta / BUMN dan potensi-potensi sah yang lain. Strategi sapu lidi ini awal kali ditempuh pada Tahun 2006 dengan pertimbangan bahwa selama ini banyak program dari pusat yang berasal dari berbagai departemen tidak terkoordinasi dan campur aduk program – program itu juga dijalankan dengan beragam sistem sehingga menyulitkan pelaksanaan di lapangan. Selain itu, program peningkatan kualitas rumah (pemugaran) dari pusat juga belum diikuti oleh program peningkatan kualitas prasarana dan sarana umum di lingkungan komunitas miskin.

2. Kebijakan dan Strategi Pelaksanaan Program Sapu Lidi

a. Penanggulangan Kemiskinan dimulai dari Peningkatan Kualitas Papan dan Lingkungan dengan Membangun Keterpaduan Program Untuk Percepatan Kota Pekalongan Bebas Rumah Tidak Layak Huni dan Bebas Kawasan Kumuh Tahun 2010

Penanggulangan kemiskinan melalui pendekatan cluster rumah keluarga miskin dengan memberikan pelayanan sosial dengan Memadukan dan mensinergikan dana penanggulangan kemiskinan

dengan sistem “Sapu Lidi” (Sumber dana dari Pusat, APBD Provinsi dan APBD Kota pekalongan) melalui Tribina :

Tabel 2.1 Usaha – usaha Tribina Program Sapu Lidi Aspek

Program

Program Aksi

Keluaran Kegiatan

Bina Lingkungan

Bebas Rumah tidak

Layak

Huni

 Pemugaran Rumah Type C

atau Type C+ bagi KK miskin atau MBR (Sinergi pembiayaan

Bapermasdes Prov. Jateng dan Pendampingan APBD Kota Pekalongan berupa : plesterisasi, jamban, dan sumur gali)

 Pembangunan Rumah Inti

Tumbuh bagi PNS gol. Rendah dan Buruh (Sinergi pembiayaan

dengan

Menpera)

 Terealisasinya Kota Pekalongan Bebas Rumah Tidak Layak Huni dilengkapi dengan fasilitas dasar rumah sebanyak 5.068 pada tahun 2008

 Terbangunnya 100 RIT bagi PNS gol. Rendah dan Buruh  Terbangunnya

perumahan Bumirejo Damai  Terbangunnya 3 twinblok

Rusunawa

commit to user

Aspek Program

Program Aksi

Keluaran Kegiatan

 Pembangunan perumahan Bumirejo Damai bagi TNI

atau Polri dan PNS (kerjasama

dengan

Menpera)  Pembagunan

Rusunawa

(kerjasama dengan DPU Cipta Karya Pusat)

Peningkatan kualitas lingkungan (Bebas Kawasan Kumuh)

 Pengadaan MCK sinergi

pembiayaan dari APBN menpera dan Negara Donor

 Pembangunan

atau

perbaikan jalan dan saluran di lingkungan MBR (sinergi pembiayaan dari APBN Menpera, DKP, DPU Pusat dan

APBD

Kota

Pekalongan)  Penyadaan sarana air bersih

 MCK 7 unit dari dana APBD Kota Pekalongan, MCK 6 unit dari APBN Menpera dan MCK

5 unit dari Negara Donor  Titik

kawasan kumuh terselesaikan 110 dari target 286 Tahun 2010

Penghijauan dan penangan sampah

di

kluster kemiskinan

persampahan di BLK atau kluster kemiskinan

 Kerjasama dengan Dep.

kemiskinan  Kerjasama

dengan

Puslitbang Perkim untuk penanganan sampah di kluster kemiskinan

 Penghijauan di kluster kemiskinan

yang padat penduduk, tahapan dari 370 lokasi BLK atau disesuaikan dengan anggaran yang ada

 Sampel penanganan sampah di

47 kelurahan

Sertifikasi Tanah

Bagi

MBR

 Sertifikasi tanah (Prona)

secara massal untuk MBR kerjasama dengan BPN Pusat

 Tahun 2007 proses realisasi sertifikasi 2.127  Tahun 2008 target sertifikasi

1.660

Bina Manusia

Pendidikan dan Pelatihan

 Pendidikan usia

wajib

belajar 9 Tahun bagi anak keluarga miskin yang tidak sekolah melalui Kejar Paket

 Pendidikan Kejar Paket B  Pelatihan Anak usia 16 – 21

 278 anak meneruskan sekolah melalui Kejar Paket A (14 kelompok)

& mendapat tambahan gizi susu selama 3 bulan