teori dan pendekatan di dalam organisasi

“ORGANISASI DAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL
REZIM DAN INSTITUSI”

Disusun oleh:



Adinda Amalia
Bachrul Ilmi

(145120400111007)
(145120401111052)








Della Sefira Dwi Amelia P.

Ekky Wahyu Ramadhan
Rosa Dwi Kirana
Kinta Ayuning Lintang
Edo Pratama Darmawan
Yuni Kurnia

(145120407111007)
(145120400111060)
(145120400111025)
(145120401111026)
(145120407111034)
(145120401111014)



ORGANISASI DAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL B.HI.3

 HUBUNGAN INTERNASIONAL
 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
 UNIVERSITAS BRAWIJAYA

 2015

 BAB I
 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Organisasi Internasional seakan menjadi kebutuhan atau
keharusan bagi negara-negara yang ada di dunia saat ini. Hal tersebut terjadi
karena negara tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, terlebih pada era
globalisasi pada saat ini. Dalam Organisasi Internasional, terdapat dua
pendekatan yang membantu kita untuk melihat bagaimana Organisasi
Internasional dipahami. Kedua pendekatan ini dapat menjadi acuan dalam
memandang Organisasi Internasional dalam studinya.

Pendekatan pertama adalah pendekatan institusionalisme dan
yang kedua adalah pendekatan rezim. Kedua pendekatan ini akan menjelaskan
bagaimana cara pandang untuk melihat Organisasi Internasional. Pendekatan
institusionalisme memandang dari dalam institusi organisasi tersebut (faktorfaktor dan komponen internal). Sedangkan pendekatan rezim, melihat
organisasi internasional tidak hanya dari dalam, melainkan melihat adanya
faktor, aktor dan komponen lain (dari luar) yang terlibat dalam Organisasi

Internasional.

Untuk mengetahui dan memahami organisasi Internasional
melalui beberapa pendekatan yang sudah dijelaskan tadi, kami mencoba
menguraikan beberapa poin dalam rumusan masalah yang akan kami sajikan
ke dalam makalah ini.







1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dari pendekatan institusional dalam OAI?
2. Apakah yang dimaksud dari neo-fungsionalisme?
3. Apakah yang dimaksud dari neo-institusionalisme?

4. Apa dan Bagaimana maksud dari analisa rezim dalam OAI?
1.3 Tujuan

1. Untuk menjelaskan maksud dari pendekatan institusional dalam OAI
2. Untuk menjelaskan maksud dari neo-fungsionalisme
3. Untuk menjelaskan maksud dari neo-institusionalisme
4. Untuk menjelaskan maksud dari analisa rezim dalam OAI






BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pendekatan Institusional dalam Organisasi Internasional


Teori

pendekatan


institusional

sendiri

bisa

diartikan

sebagai

pendekatan analisis formal institusi yang dimana mengamati proses
penyaluran aspirasi landasan kepentingan dan alur kerja suatu organisasiorganisasi internasional dalam merumuskan suatu kebijakan. Teori pendekatan
institusional sudah dikenal lebih awal dibandingkan teori pendekatan rezim,
yaitu sekitar tahun 1950-1960. Teori pendekatan institusional berporos pada
fokus struktur formal , jenis , sistem birokrasi dan kekuatan dari sebuah
organisasi internasional. Pendekatan institusional mengupas seluk beluk suatu
organisasi dengan cara menganalisa charter atau traktat awal yang dimiliki
suatu organisasi tersebut, dengan maksud pengguna teori ini dapat betul-betul
memahami mulai dari bagaimana proses pembentukan, persyaratan dan
prosedural suatu aktor untuk dapat bergabung , struktur birokrasi organisasi ,

pembiayaan , proses keluar masuk anggota sampai dengan mekanisme
penutupan ketika suatu organisasi telah menyelesaikan tugas dan amanat yang
telah disepakati.


Analisis kelembagaan formal merupakan titik awal yang penting untuk

penelitian kelembagaan dalam organisasi internasional. Dalam membahas
pentingnya hal-hal seperti struktur voting untuk pertanyaan kekuasaan relatif
dalam organisasi internasional, misalnya, memahami politik dewan keamanan
PBB tanpa memahami mekanisme hak veto dari lima anggota tetap. Demikian
pula, orang tidak dapat memahami pola pinjaman dari IMF dan World Bank
tanpa mengetahui tentang posisi suara yang kuat dari Amerika Serikat dan
sekutu-sekutunya. Organisasi internasional yang bekerja pada kebulatan suara
atau konsensus dasar, seperti konvensi untuk (CCAMLR), menghasilkan pola

yang berbeda dari kerjasama daripada mereka yang bekerja atas dasar suara
mayoritas.



Memahami struktur birokrasi dari OI juga sama penting dalam

memahami apa yang organisasi dapat dan tidak dapat dilakukan. Ini
melibatkan melihat ukuran , komposisi, dan komponen struktur yang
diberikan organisasi. Masalah ukuran adalah salah satu relatif mudah. Sebuah
birokrasi dengan seribu karyawan akan beroperasi secara berbeda sebagai
contoh, IMF, dengan staf sekitar 2.700 orang, bisa melacak, penelitian,
menerbitkan laporan ekstensif, dan membuat kebijakan terhadap ekonomi
lebih dari seratus negara serempak1. Bisa dikatakan sebuah organisasi dengan
sekretariat yang kuat dapat mempengaruhi suatu pembuatan kebijakan.
Dengan demikian kita dapat menarik kesimpulan bahwa pendekatan
institusional mementingkan apa yang terjadi di dalam organisasi internasional.


2.2 Neofungsionalisme dalam Organisasi Internasional


Pendekatan institusional dalam organisasi internasional, yang

telah dibahas sebelumnya, hanya berbicara tentang apa yang terjadi dalam

organisasi itu sendiri seperti adanya struktur, hirarki birokrasi, dan
sebagainya. Memang melalui pendekatan ini kita dapat memahami apa
sebenarnya organisasi internasional itu dan bagaimana proses yang terjadi
dalam organisasi tersebut. Namun, pendekatan ini dianggap terlalu statis
karena hanya menggambarkan apa yang terjadi dalam organisasi intenasional
pada masa tertentu dan tidak menjelaskan apakah organisasi internasional
dapat berubah dan bagaimana proses perubahannya 2. Seiring berjalannya
waktu, organisasi internasional pada kenyataannya mengalami perubahan
fungsi yang disebabkan karena fungsi tersebut sudah tidak sesuai dengan
perkembangan isu yang ada. Organisasi internasional yang fungsinya sudah
1 J. Samuel Barkin, International Organization: Theories and Institutions, (New York: Palgrave
Macmillan, 2006), hlm. 28
2 J. Samuel Barkin, International Organization: Theories and Institutions, (New York: Palgrave
Macmillan, 2006), hlm. 32

tidak sesuai akan berusaha untuk berkembang lagi dengan mengatur ulang
peraturan-peraturan dalam organisasi tersebut agar dapat sesuai dengan isu-isu
yang ada. Seperti misalnya, European Coal and Steel Community (ECSC)
yang dulunya berfungsi untuk mengatur kerjasama batu bara dan baja diantara
negara-negara Eropa kini berkembang menjadi European Union atau Uni

Eropa yang memiliki fungsi lebih luas untuk mengatur kerjasama negaranegara Eropa dalam hal apapun yang dapat memengaruhi setiap hal dalam
kehidupan negara anggotanya3.

Pendekatan institusional yang tidak mampu menjelaskan
bahwa organisasi internasional dapat mengalami perubahan memunculkan
pandangan lain yang lebih berfokus pada perubahan fungsi dalam organisasi
internasional, yaitu pendekatan fungsionalisme yang muncul pada tahun 1950an4. Isu-isu atau masalah yang dihadapi oleh negara maupun organisasi
internasional

selalu

permasalahannya

mengalami

semakin

perkembangan

meluas. Hal


ini

sehingga

menyebabkan

cakupan
organisasi

internasional harus menyesuaikan fungsi dan peranannya dalam isu global.
Penyesuaian ini mengakibatkan fungsi organisasi internasional menjadi lebih
meluas dan tidak hanya untuk membahas masalah yang spesifik saja. Selain
itu, pendekatan fungsionalisme ini juga berfokus pada permintaan secara
teknis dari lingkungan internasional. Semakin banyak permintaan teknis maka
semakin banyak pula organisasi internasional yang berusaha mengembangkan
fungsi dan peranannya untuk memenuhi permintaan tersebut.

Dalam pendekatan fungsionalisme, kerjasama internasional
masih dianggap karena adanya permintaan teknis belaka. Namun, pada tahun

1960-an muncul sebuah pandangan bahwa kerjasama antar negara tersebut
sudah tidak lagi disebabkan karena permintaan teknis saja tetapi karena
adanya

unsur

politik

yang

lebih

mendominasi.

Pendekatan

yang

memertimbangkan adanya unsur politik ini adalah neofungsionalisme.
Neofungsionalisme
3 Ibid.
4 Ibid.

merupakan

cabang

dari

fungsionalisme.

Neofungsionalisme membicarakan unsur politik dalam berkembangnya
sebuah organisasi internasional sebaik fungsionalisme membicarakan adanya
permintaan teknis yang memengaruhi perubahan fungsi dalam organisasi
internasional. Pendekatan ini lebih menganalisis perkembangan pola ataupun
struktur dalam organisasi internasional yang sudah ada demi memenuhi
permintaan global daripada membuat sebuah organisasi yang baru 5.
Neofungsionalisme yang dipelopori oleh Ernst Haas ini juga menjelaskan
terjadinya integrasi negara-negara di Eropa menjadi sebuah organisasi
supranasional, yaitu Uni Eropa. Pada awalnya, negara-negara di Eropa Barat
seperti Prancis, Jerman Barat, Italia, Belanda, Belgia dan Luksemburg
awalnya bekerjasama dalam batu bara dan baja hingga membentuk European
Coal dan Steel Community (ECSC) 6. Selanjutnya, negara-negara tersebut juga
membentuk European Economic Community (EEC) dan European Atomic
Energy Community (Euratom). Munculnya komunitas-komunitas diantara
negara Eropa yang memiliki fungsinya masing-masing ini adalah cara untuk
membangun sebuah kawasan Eropa menjadi satu kesatuan yang membentuk
entitas politik yang bernama Uni Eropa7. Jadi, komunitas atau organisasi di
Eropa yang awalnya hanya berfungsi dalam perekonomian berkembang
menjadi suatu organisasi supranasional yang mengintegrasikan negara-negara
di Eropa secara ekonomi dan politik. Hal ini emnunjukkan bahwa
perkembangan organisasi di Eropa berawal dari permintaan secara praktis
dalam bidang ekonomi berkembang menjadi organisasi yang memiliki unsur
politik didalamnya.

Aktor-aktor politik dalam neofungsionalisme dapat berasal dari
negara dan organisasi internasional. Hal ini menyebabkan munculnya
anggapan bahwa neofungsionalisme dapat mencakup pendekatan institusional
dan pendekatan rezim dalam organisasi internasional. Dikatakan mencakup
5 Ibid., hlm. 33
6 Clive Archer, International Organizations 4th edition,(London: Routledge, 2015), hlm. 81 diakses
melalui https://books.google.co.id pada 8 Oktober 2015 pukul 20.12 WIB
7 Ibid., hlm. 82

pendekatan institusional ketika aktor utamanya adalah organisasi internasional
dan dikatakan mencakup pendekatan rezim ketika aktor utamanya adalah
negara. Neofungsionalisme memiliki keuntungan yang lebih banyak dari
pendektatan institusional maupun fungsional karena neofungsionalisme dapat
menjelaskan perubahan-perubahan.




2.3 Neoinstitusionalisme dalam Organisasi Internasional


Pendekatan

ini

sebenarnya

memperbaiki

pendekatan-

pendekatan yang sebelumnya, dimana pendekatan neo-fungsionalisme dan
pendekatan institusional terbatas dalam sejauh mana mereka dapat menjaring
poiltik internal dan power dalam politik untuk Organisasi Internasional.
Institusionalisme formal melihat bagaimana OI dirancang secara tertulis.
Meskipun langkah ini cukup penting dalam memahami politik internal OI,
namun langkah ini tidak cukup memadai, karena organisasi tidak selalu
berfokus pada fungsi dalam rancangan dan penataan yang direncanakan.
Sedangkan neofungsionalisme mengakui bahwa OI memilki agenda-setting
power yang cukup signifikan dalam politik internasional, dan OI juga
memiliki sejumlah otonomi dalam memutuskan bagaimana mempengaruhi
agenda tersebut. Namun neofungsionalisme ini terlimitasi oleh asumsinya
yang menyatakan bahwa OI mengatur agenda untuk pemerintahan
internasional lebih lanjut dalam issue-area yang harus mereka tangani dan OI
akan merepresentasikan kepentingan yang lebih luas dari negara yang
menciptakannya.


Kekurangan ini memunculkan respon dari neoinstitusionalisme
(institusionalisme sosiologis), dimana ia lebih melihat pada dinamika aktual
organisasional dalam institusi. Pendekatan ini meminjam dari teori di luar
hubungan internasional untuk melihat perilaku birokrasi dan efek yang lebih
luas dari perilaku tersebut. Jika diaplikasikan dalam OI, hal ini berarti bahwa
pendekatan ini akan memandang pada birokrasi dan peraturan institusi serta
politik dalam organisasi internasional dibanding dokumen institusional
maupun permintaan dalam issue-area. Hal ini bisa dilakukan dalam sejumlah
langkah. Institusionalisme historis menitikberatkan pada cara dimana norma
dan prosedur dalam institusi partikular telah berkembang sepanjang waktu.
Fokusnya adalah bagaimana memahami sejarah institusional sebagai pathdependent, membatasi sampai sejauh mana analis dapat menyamaratakan

seluruh institusi. Institusionalisme fungsional berfokus pada peraturan dan
prosedur dalam organisasi, dan memandang bagaimana peraturan dan
prosedur tersebut membentuk perilaku organisasi dan orang-orang di
dalamnya. Neoinstitusionalisme memandang bahwa birokrasi akan memiliki
komitmen yang besar di tingkat minimum untuk preservasi diri sendiri dan
maksimum bagi pertumbuhan institusional.


2.4 Analisa Rezim dalam Organisasi Internasional


Ketika

analisis

institutional

menjadi

pendekatan

studi

Organisasi International yang dominan pada tahun 1950-1960, analisis rezim
menjadi kajian baru pada tahun 1980-1990. Perbedaan yang sangat mendasar
anatara analisis institusional dengan analisis rezim adalah jika dalam analisis
institusional yang dikaji adalah proses apa yang terjadi dalam sebuah
organisasi internasional, maka analisis rezim mengkaji dari sisi luar organisasi
internasional, yaitu dampak atau pengaruh dari organisasi tersebut kepada
aktor lainnya.


Kunci kedua dari perbedaan pendekatan rezim dan institutional

terletak pada aktor yang terlibat dalam organisasi internasional. Institusional
melihat bahwa Organisasi Internasional adalah aktor utama yang terlibat.
Sedangkan analisis rezim lebih melihat kepada aktor lain yang dipengaruhi
oleh organisasi internasional tersebut.


Rezim memiliki tujuan untuk memahami pengaruh dari proses

pengambilan keputusan yang melahirkan prinsip, norma, peraturan, dan
prosedur pembuatan kebijakan yang terkait dengan harapan Organisasi
Internasional terhadap perilaku negara, dimana sikap patuh para anggota
organsisasi dalam prinsip, norma, dan peraturan tersebut menjadi kajian yang
utama. Menurut Barkin, rezim melihat perilaku negara dan efek norma dan
peraturan dalam perilaku organisasi.



Pada dasarnya Analisis rezim muncul dari sebuah frustasi dengan
keterbatasan analisis kelembagaan. Hal utama dalam keterbatasan ini adalah
ketidakmampuan analisis istitutional untuk mengatasi gambaran yang lebih
besar dari efek organisasi internasional pada pola perilaku dalam hubungan
internasional yang lebih luas. Institusionalism dapat menjelaskan kepada kita
apa yang dilakukan organisasi internasional, tapi tidak dengan perbedaan yang
mereka buat. Analisis rezim memberikan jawaban pada kita darimana
organisasi internasional berasal dan bagaimana efektifnya organisasi
internasional bekerja. Beberapa pelajar teori organisasi internasional
mengatakan bahwa rezim merupakan perkembangan evolusi dari awal
institutionalis formal, melebihi neofunctionalism.




Berikut ini merupakan hasil observasi dari rezim yang

menjelaskan karakteriktinya. Pertama, isu area pada rezim sangat sepesifik.
Kedua, analisis rezim lebih fokus pada prinsip/aturan, norma dalam proses
pembuatan kebijakan. Pada teori rezim ada dua pendekatan rationalis fokus
pada peraturan dan prosedur dan mempertanyakan bagaimana rezim ini bisa
bekerja seefektif mungkin. dan pendekatan reflektivis yang fokus pada prinsip
dan norma, pertanyaanya efek organisasi internasional membuat aktor
internasional memikirkan ide dan menguasai hubungan internasional.


Kemudian, analisa rezim adalah sebuah pendekatan dimana

fokus dari pendekatan tersebut adalah prinsip,norma, peraturan, dan proses
pembuat kebiijakan. Analisa rezim itu sendiri terbagi menjadi dua pendekatan,
yaitu pendekatan rasionalis dan pendekatan reflektivis.


Pendekatan rasionalisme



Pendekatan

rasionalisme

sering

disebut

sebagai

neoliberal

institutionalist. Pada umumnya, pendekatan rasionalisme baik digunakan
untuk menjelaskan kerjasama antar negara yang menangani isu-isu spesifik.
Fokus utama dari pendekatan rasionalis adalah peraturan, prosedur, dan

bagaimana cara supaya sebuah rezim dapat menyelesaikan masalah-masalah
yang harus diselesaikan oleh rezim tersebut. Pendekatan ini terbagi lagi
menjadi dua cabang, yaitu rasionalisme dan transparansi, serta rasionalisme
dan efisiensi.


Rasionalisme dan transparansi berupaya untuk menggunakan

konsep ekonomi dalam studi Organisasi Internasional. Cabang ini melihat
negara sebagaimana pakar ekonomi melihat manusia, yaitu uniter, rasional,
dan mampu menghitung keuntungan untuk memaksimalkan tujuan. Cabang
kedua adalah rasionalisme dan efisiensi. Rasionalisme dan efisiensi melihat
bahwa negara-negara akan menciptakan rezim, dimana sekelompok negara
tersebut setuju dan tunduk pada aturan di dalam rezim tersebut, yang
bertujuan untuk meminimalisir ketidaksempurnaan dari pasar politik
internasional.


Pendekatan reflektivisme



Pendekatan

reflektivisme,

atau

yang

sering

disebut

sebagai

konstruktivisme, biasa digunakan untuk menjelaskan mengenai sistem
internasional. Pendekatan reflektivisme pun terbagi lagi menjadi dua cabang,
yaitu reflektivisme dan legitimasi, serta reflektivisme dan efektivitas.


Reflektivisme dan legitimasi berbicara mengenai dua dampak

dari organisasi internasional, yaitu dampak regulasi dan konstitutif. Berbeda
dengan rasionalisme yang hanya fokus pada dampak regulasi, reflektivisme
fokus kepada kedua dampak. Namun lebih menekankan dampak konstitutif.
Analisa yang menggunakan dampak regulasi, mencoba untuk mencari tahu
kesuksesan dari aturan organisasi internasional untuk menjalankan organisasi
tersebut secara efektif. Sementara analisa yang menggunakan dampak
konstitutif, menanyakan alasan dari aktor-aktor untuk bergabung dalam
organisasi internasional.



Reflektivisme

dan

efektivitas

menentang

pandangan

rasionalisme yang berpendapat bahwa aturan dapat dijadikan ukuran untuk
keefektifan sebuah organisasi internasional. Menurut reflektivisme dan
efektivitas, hal tersebut tidaklah berguna dan tidak sepatutnya digunakan
sebagai satu-satunya

ukuran dalam mengukur efektivitas

organisasi

internasional. Haggard dan Simmons memaparkan jika Rezim Internasional
dibagi menjadi empat pendekatan teoritis. Tiga pendekatan condong pada
state-centered, yaitu struktural, game-theories, dan fungsional. Sedangkan
kognitifis condong pada perilaku aktor8.




Pendekatan teoritis pertama adalah strukturalisme yang

beranggapan besarnya power suatu negara berbanding lurus dengan sistem
Rezim Internasional. Asumsi ini disebut juga teori hegemonic stability.
Dominasi ini masih dibagi dalam dua pandangan, yaitu: malign view, dan
benign system. Dalam malign view, negara hegemon akan cenderung bersikap
koersif dalam sistem tapi membuahkan hasil yang positif karena sejalan
dengan tujuan yang diraih. Sedangkan dalam benign view (menganut
realisme), negara hegemon dianggap sebagai supplier gratis dalam memenuhi
segala kebutuhan sistem (Haggard & Simmons, 1987).



Pendekatan

teoritis

kedua

adalah

game

theory

yang

menjelaskan bagaimana kerjasama antar negara bisa terwujud walaupun dunia
ini anarki. Otoritas suprasional diselamatkan oleh prisoner’s dilemma yang
melanggengkan interdependensi antar negara. (Haggard & Simmons, 1987).


Pendekatan teoritis ketiga yaitu fungsionalisme yang fokus

pola-pola perilaku, institusi, dan power dari suatu rezim. Biasanya
fungsionalisme ini menekankan pada fungsi, alasan terbentuk, dan manfaat
8 Stephan Haggard and Beth A. Simmons, 1987, “Theories of International Regimes”, International
Organization, Vol. 41, No. 3 (Summer, 1987), hal 499-513

rezim. Rezim yang baik yaitu ketika bisa menjalankan sesuai fungsinya yang
normatif. (Haggard & Simmons, 1987).


Pendekatan teoritis yang terakhir adalah kognitifisme yang tidak state
centered. Untuk mengadakan kerjasama yang efektif, harus dilakukan
penyeragaman

ideologi,

pandangan,

kepercayaan,

dan

pengetahuan.

Kekurangannya, kognitifisme tidak menjelaskan bagaimana cara proses
penyamaan bisa dilakukan jika ada ketimpangan power (Haggard &
Simmons, 1987).



BAB III

 PENUTUP


3.1 Kesimpulan


Dari penjelasan yang telah kami uraikan di atas dapat diambil

kesimpulan bahwa organisasi internasional dapat dijelaskan melalui dua
pendekatan. Yang pertama, pendekatan institusionalisme dimana pendekatan
ini diartikan sebagai pendekatan analisis formal institusi yang dimana
mengamati proses penyaluran aspirasi landasan kepentingan dan alur kerja
suatu organisasi-organisasi internasional dalam merumuskan suatu kebijakan
ini berpandangan atau melihat organisasi internasional lebih kedalam atau
faktor-faktor internal. Yang kedua pendekatan rezim mengkaji dari sisi luar
organisasi internasional, yaitu dampak atau pengaruh dari organisasi tersebut
kepada aktor lainnya.


Ketika

analisis

institutional

menjadi

pendekatan

studi

Organisasi International yang dominan pada tahun 1950-1960, analisis rezim
menjadi kajian baru pada tahun 1980-1990. Perbedaan yang sangat mendasar
antara analisis institusional dengan analisis rezim adalah jika dalam analisis
institusional yang dikaji adalah proses apa yang terjadi dalam sebuah

organisasi internasional, maka analisis rezim mengkaji dari sisi luar organisasi
internasional, yaitu dampak atau pengaruh dari organisasi tersebut kepada
aktor lainnya.

 DAFTAR PUSTAKA


Archer, Clive. International Organizations 4th edition. London: Routledge, 2015,
diakses melalui

https://books.google.co.id/books?
id=aRgcBQAAQBAJ&pg=PA85&lpg=PA85&dq=neofunctionalism+Clive+archer&sourc
e=bl&ots=0KsZ5MDB3J&sig=rzx06stwdyeAddFkPVyMLfSQdFw&hl=id&sa=X&redir_e
sc=y#v=onepage&q=neofunctionalism%20Clive%20archer&f=false pada 8 Oktober



2015 pukul 20.12 WIB
Barkin, J. Samuel. International Organization: Theories and Institutions. New York:
Palgrave


Macmillan,2006.

Stephan Haggard and Beth A. Simmons, 1987, “Theories of International



Regimes”, International Organization, Vol. 41, No. 3 (Summer, 1987)


 LAPORAN NOTULEN KELOMPOK 3

1. Kelompok 1 tutor: Adinda Amalia
a. Hayu: Apakah institusional dan rezim berhubungan?

b. Rani : apakah reflektivitas benar-benar sama seperti konstruktivisme atau
hanya bagian dari konstruktivisme?

c. Marisya: Penjelasan strukturalisme menurut haggard bagaimana?

d. Mayland: Bagaimana rezim menjelaskan pola perilaku aktor dalam organisasi
internasional?

e. Kelompok 2, tutor: Yuni Kurnia dan Rosa Kirana

a. Adita
: Apa yg dimaksud menjaring politik internal di dalam

pendekatan institusionalisme?

b. Nyimas
: Apakah pendekatan neoinstitusionalisme juga menjawab

kritik dari neofungsionalisme ?

c. Adelarey
: Apakah di dalam game theory terdapat sebuah simulasi?

Apa hubungan antara prisonner dilema dengan
organisasi- supranasional di dalam sebuah rezim?

d. Astari Arum
: Jelaskan kembali tentang rasionalisme-transparansi,

rasionalisme-efisiensi, malign view, dan benign system!

e. Linda octaviani : Bagaimana contoh malign view dan benign system?

Jelaskan game theory secara detail!

f. Ayu Magda
:Apakah neoinstitusionalisme berkaitan erat dengan rezim?

g. Roderikus: Bagaimana caranya agar OI bisa bertahan lama berdasarkan
pendekatan-pendekatan yg telah dijelaskan?


f. Tutor kelompok 4: Lintang dan Ekky
a. Lailia: Bagaimana maksud dari pendekatan reflektivitas? Apakah rezim
memiliki sanksi?

b. Fiqih: Bagaimana penjelasan dari pendekatan rasionalitas dan reflektivitas?



 Tutor kelompok 5: Edo
a. Dhani: Sejarah institutionalism itu berawal darimana? Bagaimana kirakira kriteria sekretariat yang kuat itu mempengaruhi pembuatan
kebijakan?

b. Febri: Pengoprasional kasus-kasus dari tiap teori pendekatan menurut
barkin (institusionalism, neofungsionalis,neoinstitutionalism, dan regime)

c. Ipik: Organisasi internasional dalam rezim sendiri dipandang sebagai apa?

d. Yeniar: Apa sih karakteristik yang spesifik dalam setiap teori pendekatan
menurut barkin?

e. Della Sefira Tutor kelompok 6:

a. Putri Hani: Apakah rezim dapat berdiri tanpa adanya organisasi
internasional?
b. Nadia: Bagaimana reflektivisme menjelaskan sistem Internasional?

g. Kelompok 7: Bachrul Ilmi
c. Setyas N. Zingga: Apa yang dimaksud dengan fungsi OI dipengaruhi oleh isu
yang berkembang dan menyangkut tentang kebutuhan teknis?
d. Beryl: Siapa yang dimaksud dengan aktor dominan dalam pendekatan rezim?
e. Yola: Apa dampak kebijakan OI terhadap negara anggota dalam pendekatan
institusionalisme?


Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24