kebijakan fiskal dalam islam docx
IMPLEMENTASI ZAKAT SEBAGAI INSTRUMEN FISKAL
DALAM SISTEM EKONOMI ISLAM
Dosen Pengampu : Santi Merlinda,SE.,ME
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Matakuliah Ekonomi Islam
KELAS VII I
KELOMPOK 3 B
ANGGOTA :
ADITYA FAJAR
HIKMAWATI MUCHTAR
AA’SYIAH
NUR ERA HAFIZA
(201310160311472)
(201410160311019)
(201410160311029)
(201410160311033)
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2016
DAFTAR ISI
1
DAFTAR HALAMAN ...............................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHLUAN.............................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
1. FILOSOFI KEBIJAKAN FISKAL .............................................................................. 3
2. PERKEMBANGAN KEBIJAKAN FISKAL DALAM ISLAM ................................. 3
3. MASA PEMERINTAHAN RASULULLAH SAW.....................................................4
4. TRANSFORMASI KELEMBAGAAN PENGELOLA ZAKAT DI INDONESIA ......6
5. PERSPEKTIF REGULASI ORGANISASI PENGELOLAAN ZAKAT......................7
6. POLA PENGELOLAAN ZAKAT DI INDONESIA...................................................11
7. PENDISTRIBUSIAN ZAKAT OLEH BAITUL MAL MALAYSIA..........................26
BAB III PENUTUP
1. KESIMPULAN........................................................................................................... 30
2. SARAN .......................................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA
31
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kebijakan Fiskal (fiscalpolicy) merupakan kebijakan pemerintah yang
berkaitan dengan pengaturan baik penerimaan pendapatan dari berbagai macam
sumber pendapatan sepeti pajak maupun pengeluaran pemerintah yang tertera di
dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) serta
mobilisasi sumber daya dengan tujuan stabilitas ekonomi dan kesejahteraan rakyat.
Ekonomi Islam adalah salah satu yang telah membentuk sistem berdasarkan
Al Qur,an dan Sunnah. Sistem ekonomi islam mengakui pentingnya kepemilikan
sumber daya, motivasi, dan proses pengambilan keputusan. Islam memungkinkan
swasta dan publik kepemilikan, tetapi dalam analisis akhir segala sesuatu adalah milik
Allah Itu kekayaan harus halal, tanpa riba, dan ketika kekayaan di atas yang sudah
nisab, pemilik harus membayar zakat. Motivasi dasar dari sebuah individu Muslim
adalah untuk menjadi sukses di dunia dan akhirat. Islam mengakui pentingnya
keuntungan sebagai tujuan dari pengusaha muslim untuk memberinya insentif untuk
bekerja keras dan menjadi sukses. Dengan demikian, produsen Muslim menghadapi
maksimalisasi keuntungan dibatasi, tidak hanya dengan keterbatasan sumber daya
tetapi juga oleh hukum dan Islam Islam nilai-nilai etika (Yusoff, 2006)1
Zakat adalah istilah Alquran yang menandakan kewajiban yang spesifik
memberikan sebagian dari kekayaan dan harta individu untuk tujuan terutama amal.
Secara harfiah zakat berasal dari akar kata dalam bahasa Arab yang berarti "yang
memurnikan" dan "apa yang membantu perkembangan" (Mannan, 1980) 2. Hal ini
juga membawa konotasi lain dari "peningkatan" dan "kebajikan," serta "memberikan."
Hal ini juga disebutkan dalam Al-Qur'an bersama-sama dengan istilah lain seperti
sedekah yang juga membawa konotasi memberi dan amal.
Berbagai fenomena yang terjadi dari dampak krisis ekonomi, atau lemahnya
taraf hidup “wong cilik” yang jauh dari pemenuhan kebutuhan yang layak,mendorong
munculnya sebuah lembaga keuangan syariah alternatif. Yakni sebuah lembaga yang
1 Yusoff, Mohammed B. FISCAL POLICY IN AN ISLAMIC ECONOMIC AND THE ROLE OF
ZAKAT. IIUM Journal of Economics and Management 14, no. 2 (2006): 117-145 2006 by The
International Islamic University Malaysia
2 Mannan, M.A. Islamic Economics, Theory and Practice, (Delhi, Idarah-I Adabiyat-I Delli, 1980)
tidak saja berorientasi bisnis tetapi juga sosial. Lembaga ini tidak melakukan
pemusatan kekayaan pada sebagaian kecil pemilik modal (pendiri) dengan
penghisapan pada mayoritas orang, akan tetapi lembaga yang kekayaannya
terdistribusi secara merata dan adil. Lembaga ini terlahir dari kesadaran umat yang
ditakdirkan untuk menolong kaum mayoritas, yakni pengusaha kecil/mikro. Selain itu,
lembaga ini juga tidak terjebak pada permainan bisnis untuk keuntungan pribadi,
tetapi membangun kebersamaan untuk mencapai kemakmuran bersama.Tidak terjebak
pada pikiran pragmatis tetapi memiliki konsep idealis yang istiqomah. Lembaga
tersebut adalah Baitul Maal Wa Tamwil (BMT). (Arifin,1999)3
BMT atau baitul maal watamwil merupakan padanan kata dari Balai Usaha
Mandiri Terpadu. Baitul mall berfungsi menampung dan menyalurkan dana berupa
zakat, infaq dan shadaqah (ZIS) dan mentasrufkan sesuai amanah. Sedangkan baitul
tamwil adalah pengembangan usaha-usaha produktif investasi dalam meningkatkan
kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil serta mendorong kegiatan menabung
dalam menunjang ekonomi (Widodo, 1999)4. Sedangkan Lubis mendefinisikan baitul
maal secara harfiah yang berarti rumah harta benda atau kekayaan.Namun demikian,
kata baitul maal bisa diartikan sebagai perbendaharaan (umum atau negara).Baitul
maal dilihat dari istilah fikih adalah suatu lembaga atau badan yang bertugas untuk
mengurusi kekayaan negara terutama keuangan, yang berkenaan dengan soal
pemasukan dan pengelolaan, maupun yang berhubungan dengan masalah pengeluaran
lain. Sedang baitul tamwil berupa rumah penyimpanan harta milik pribadi yang
dikelola oleh suatu lembaga. (Lubis, 1995)5
BAB II
PEMBAHASAN
1. Filosofi Kebijakan Fiskal
3 Zainul Arifin, Memahami Bank Syariah, Lingkup, Peluang, Tantangan dan Prospek (Jakarta:
Alvabet, 1999)
4 Hertanto Widodo dkk, PAS (Panduan Akuntansi Syariah) Panduan Praktis Operasional Baitul
Maal Wat Tamwil (BMT) (Bandung: Mizan, 1999)
5 Ibrahim Lubis, Ekonomi Islam Suatu Pengantar Jilid 2, (Jakarta: Kalam Mulia, 1995)
2
Istilah fiskal merupakan suatu nama yang baru ditemukan pada abad 20, yakni
ketika negara-negara Kapitalis (atas saran Keynes) melakukan campur tangan dalam
perekonomian dengan menggunakan kebijakan anggaran untuk mengatasi depresi
ekonomi (Great Depression) yang melanda negara-negara tersebut pada tahun 1930an. Dalam sistem ekonomi Islam, ternyata substansi fiskal telah dilakukan sejak
berdirinya negara Islam di Madinah di bawah pimpinan Nabi Muhammad saw, jauh
mendahului negara-negara Kapitalis. Dengan demikian tentu saja kebijakan fiskal
Islam berbeda 180 derajat dengan kebijakan fiskal dalam negara kapitalis, seperti dari
aspek hukum pengambilan kebijakan fiskalnya, struktur penerimaan dan pengeluaran
negara, politik ekonomi yang melandasi sistem fiskal, dan lain sebagainya.
2. Perkembangan Kebijakan Fiskal dalam Islam
Lahirnya kebijakan fiskal di dalam dunia Islam dipenngaruhi oleh banyak
faktor. Salah satu factor yang paling dominan adalah karena fiskal merupakan bagian
dari instrumen ekonomi publik. Untuk itu faktor-faktor seperti sosial, budaya dan
politik inklud di dalamnya. Tantangan Rasulullah sangat besar dimana beliau
dihadapkan pada kehidupan yang tidak menentu baik dari kelompok internal maupun
kelompok eksternal. Kelompok internal yang harus diselesaikan oleh Rasulullah yaitu
bagaimana menyatukan antara kaum Anshor dan kaum Muhajirin pasca hijrah dari
mekah ke Madinaha (Yastrib). Sementara tantangan dari kelompok eksternal yaitu
bagaiman Rasul mampu mengimbangi rongrongan dan serbuan dari kaum kafir
Kuraisy. Di sisi lain Rasulullah harus melakukan pembenahan di sektor ekonomi.
Dalam kondisi yang tidak menentu tersebut dimana kondisi alam yang tidak
mendukung ditambah kondisi ekonomi masyarakat yang masih lemah maka salah satu
sumber daya alam yang bisa diandalkan adalah pertanian. Sektor pertanian yang
menjadi satu-satunya harapan tersebut terkelola dengan cara-cara tradisional sehingga
terkesan apa adanya.
Banyaknya problematika yang dihadapi oleh beliau tentunya diperlukan
kejeniusan, ketegaran dan kesabaran sehingga kebijakan yang dibuatnya bersifat
menguntungkan semua pihak. Di dalam sejarah Islam keuangan publik berkembang
bersamaan dengan pengembangan masyarakat Muslim dan pembentukan negara
berkeadilan yang diilhami oleh semangat ajaran Islam. Itu semua dilakukan oleh
Rasulullah Saw pasca hijrah, kemudian diteruskan oleh Khulafaul Rasyidun.
3
3. Masa Pemerintahan Rasulullah SAW
Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa tantangan yang dihadapi oleh
Rasulullah Saw sangat berat. Sebagai seorang perintis sebuah keberadaan negara
Islam tentunya dimulai dari serba nol. Mulai dari tatanan politik, kondisi ekonomi,
sosial maupun budaya semuanya ditata dari awal. Dari kondisi nol tersebut
membutuhkan jiwa seorang pejuang dan jiwa seorang yang ikhlas dalam menata
sebuah rumah tangga pemerintahan, menyatukan kelompok-kelpompok masyarakat
yang sebelumnya terkenal dengan perpecahan yang mana masing-masing kelompok
menonjolkan karakter dan budayanya. Di sisi lain Rasulullah s.a.w. harus
mengendalikan depresi yang dialami oleh kaum muslimin melaui strategi dakwahnya
agar ummat muslim mempunyai keteguhan hati (beriman) dalam berjuang, mentata
perekonomian yang carut marut dengan menyuruh kaum muslimin bekerja tanpa
pamrih dan lain sebagainya.
Upaya Rasulullah s.a.w dalam mencegah terjadinya perpecahan di kalangan
kaum muslimin maka beliau mempersatukan kaum Anhsor (sebagai tuan rumah)
dengan kaum Muhajirin (sebagai kelompok pendatang). Rasulullah menganjurkan
agar kaum Anshor yang memiliki kekayaan dapat membantu saudara-saudaranya dari
kaum Muhajirin. Maka hasil dari upaya tersebut terjadilah akulturasi budaya antara
kaum Anshor dengan kaum Muhajirin sehingga kekuatan kaum Muslim bertambah.
Untuk mengantisipasi kondisi keamanan yang selalu mengancam maka Rasulullah
s.w.a. mengeluarkan kebijakan bahwa daerah Madinah dipimpim oleh beliau sendiri
dengan sebuah sistem pemerintahan ala-Rasul. Dari kepemimpinan beliau maka
lahirlah berbagai macam kreativitas kebijakan yang dapat menguntungkan bagi kaum
muslim. Kebijakan utama beliau adalah membangun masjid sebagai pusat aktivitas
kaum muslimin. Istilah yang populernya penulis sebut dengan istilah Madinah
Muslims Center (MMC). Menurut Sabzwari (Sabwari, 2003: 173-174), terdapat tujuh
kebijakan yang dihasilkan oleh Rasulullah sebagai kepala negara, diantaranya ialah
Membangun masjid utama sebagai tempat untuk mengadakan forum bagi para
pengikutnya.
Muhajirin Mekkah di Madinah.
Meciptakan kedamaian dalam negara.
Mengeluarkan hak dan kewajiban bagi warga negaranya.
Membuat konstitusi negara.
4
Menyusun sistem pertahanan Madinah. Dan
Meletakkan dasar-dasar sistem keuangan negara.
Namun yang paling utama dibangun oleh Rasulullah s.a.w. adalah masjid karena
dengan adanya masjid menandakan perjungan beliau tidak hanya berada pada tataran
duniawi saja akan tetapi berdimensi akhirat. Jika ini ditafsirkan dengan akal (tafsir
bil ra’yi) maka sesungguhnya terdapat sesuatu ajaran yang cukup dalam dimana
Rasulullah s.a.w. meletakkan dasar ideologi perjuangan yang selalu bergandengan
antara kepentingan dunia dengan kepentingan akhirat. Sebagai mediasinya adalah
dibangunlah masjid.
Bersamaan dengan perjuangan agar semua komponen perjuangan seperti politik,
sosial dan budaya mempunyai ideologi dalam gerakannya, maka disisi lain
Rasulullah s.a.w berjuang mereformasi ekonomi yang sebelumnya tanpa ideologi
berubah berideologi dengan beberapa argumentasi beliau sebagai berikut:
1. Kekuasaan tertinggi adalah milik Allah dan Allah adalah pemilik yang
absolud atas semua yang ada (QS:3:26; 15:2; 67:1).
2. Manusia merupakan pemimpin (khalifah) Allah di muka bumi yang wajib
memelihara dan memanfaatkan sumber daya alam tanpa harus merusaknya
(QS:2:30; 7:10).
3. Kekayaan yang dimiliki seseorang tidak boleh ditumpuk terus menerus atau
ditimbun. Argumentasi ini sejalan dengan teori pendapatan yaitu semakin
tinggi produktivitas maka tingkat pendapatan atau kekayaan sebuah negara
semakin meningkat. Untuk itu tidak dibenarkan menimbun harta karena
disamping perekonomian akan mandeg disisi lain akan mendholimi
saudaranya yang lain (QS: 104:1-3).
4. Kekayaan harus berputar (QS: Al-Hasr: 7).
5. Eksploitasi ekonomi dalam segala bentuknya harus dihilangkan.
6. Menghilangkan jurang peredaan antara individu, dalam perekonomian dapat
menghapuskan konflik antar golongan dengan cara membagikan kepemilikan
seseorang setelah kematiannya kepada para ahli warisannya.
Inilah ideologi pertama yang dipaparkan oleh Raulullah yang diilhami oleh
wahyu. Perjuangan dalam tataran ideologi sudah dibenahi, maka rasulullah s.a.w.
melangkah pada tahap berikutnya yaitu dengan mereformasi bidang ekonomi dengan
berbagai macam kebijakan beliau. Seperti diulas panjang di atas bahwa kondisi
5
ekonomi dalam keadaan nol. Kas negara kosong, kondisi gegrafis tidak
menguntungkan dan aktivitas ekonomi berlajan secara tradisional. Melihat kondisi
yang tidak menentu seperti ini maka Rasulullah s.a.w. melakukan upaya-upaya yang
terkenal dengan Kebijakan Fiskal beliau sebagai pemimpin di Madinah yaitu dengan
meletakkan dasar-dasar ekonomi.
4. Transformasi Kelembagaan Pengelola Zakat di Indonesia
a) Pra Kemerdekaan
Pada masa penjajahan Belanda, kondisi ini tetap dipertahankan. Melalui
pengaruh C. Snouck Hurgronje dalam “Politik Islam”, Belanda membatasi
perkembangan Islam karena dianggap membahayakan pemerintahan Belanda.
Masyarakat Indonesia dikenalkan dengan pemahaman bahwa Islam adalah ibadah
ritual yang terpisah dari kehidupan. Pemerintah tidak boleh campur tangan dalam
masalah keagamaan. Tak terkecuali dengan zakat, Belanda juga membuat
kebijakan untuk memperlemah pelaksanaan zakat. Belajar dari pengalaman
tentang masyarakat Aceh, Belanda menganggap zakat adalah diantara faktor yang
menyebabkan kesulitan menduduki Aceh. Masyarakat Aceh menggunakan
sebagian dana zakat untuk membiayai perang dengan Belanda. Pemerintah
Belanda melalui kebijakannya Bijblad Nomor 1892 tahun 1866 dan Bijblad 6200
tahun 1905 melarang petugas keagamaan, pegawai pemerintah, termasuk priyayi
pribumi ikut serta dalam pengumpulan zakat. Kebijakan ini dikeluarkan karena
khawatir dengan perkembangan Islam dan upaya untuk memisahkan agama dari
urusan kehidupan. Kebijakan ini mengubah praktek pengelolaan zakat di
Indonesia saat itu. Kesadaran masyarakat untuk berzakat menjadi menurun dan
sebagian lagi menyerahkan zakat mereka ke individu ulama dengan harapan
mendapat syafaat dari Allah Yang Maha Kuasa. Fenomena ini terus berlangsung
sampai abad ke sembilan belas. Merespon praktek pengamalan zakat yang
tradisional ini, Muhammadiyah mempelopori perubahan pengelolaan zakat
dengan membentuk lembaga amil zakat tersendiri. Lembaga tersebut khusus
mengurusi zakat, infak, sedekah dan wakaf serta menyalurkannya kepada pihak
yang berhak, terutama fakir miskin.
Pada masa pendudukan Jepang, pemerintah mulai ambil bagian dalam
pengelolaan zakat. Hal itu ditandai dengan dibentuknya MIAI (Majlis ‘Islam Ala
Indonesia).
Pada
tahun
1943,
MIAI
membentuk
Baitul
Maal
untuk
6
mengorganisasikan pengelolaan zakat secara terkoordinasi. Badan ini dikepalai
oleh Ketua MIAI sendiri, Windoamiseno dengan anggota komite yang berjumlah
5 orang. . Tetapi kemajuan ini menyebabkan Jepang khawatir akan munculnya
gerakan anti-Jepang. Maka, pada 24 Oktober 1943, Jepang membubarkan MIAI.
b) Orde Lama dan Orde Baru
Pada masa ini, pengelolaan zakat masih dipegang oleh individu, masjid,
lembaga pendidikan yang tidak memiliki aktifitas utama dalam mengelola zakat.
Pemerintah masih memilih tidak campur tangan dengan masalah agama termasuk
zakat. Fase ini berlangsung antara 1968-1991. Pengaruh pemerintahan Belanda
masih dirasakan. Sikap apatisme terhadap pengamalan Islam masih menjadi
kecurigaan dari pemerintah. Setelah tahun 1991, untuk menarik simpati
masyarakat untuk keterpilihan pada periode yang keenam kalinya, pemerintah –
pada masa itu – akhirnya mau mengeluarkan peraturan perundang-undangan
meskipun hanya setingkat Surat Keputusan Bersama No. 29 dan No. 47 Tahun
1991 tentang Pembinaan BAZIS yang diterbitkan oleh Menteri Agama dan
Menteri Dalam Negeri setelah melalui Musyawarah Nasional MUI IV tahun
1990. Tetapi tampaknya, keberpihakan tersebut masih dirasa setengah hati. Hal
ini terlihat dari posisi BAZIS sebagai sebuah lembaga swadaya masyarakat dan
bukan sebagai organisasi pemerintah ataupun semi pemerintah. Fase formalisme
tersebut berlangsung dari tahun 1991 – 1998.
c) Reformasi
Era reformasi tampaknya juga memberi dampak positif terhadap aktifitas
perzakatan di Indonesia. Pemerintah mulai mengakomodasi pengelolaan zakat.
Pemerintah dibawah B.J Habibie dan DPR mengeluarkan regulasi setingkat
undang-undang, yaitu UU No. 38 Tahun 1999. Dengan lahirnya UU tersebut,
zakat sudah tidak lagi dipandang sebagai masalah intern umat Islam, tetapi sudah
menjadi kegiatan pemerintah bidang ekonomi dan sosial. Pada pemerintahan
selanjutnya, keberpihakan ini dilanjutkan dengan lahirnya UU No. 17 tahun 2000
tentang Perpajakan dan Keppres No. No.8 Tahun 2001 tentang pembentukan
BAZNAS. Pada akhir tahun 2001, melalui pemerintahan saat itu, dicanangkan
Gerakan Sadar Zakat Nasional.
5. Perspektif Regulasi Organisasi Pengelolaan Zakat
7
Berdasarkan UU No. 38/1999, OPZ adalah institusi yang bergerak dalam
pengelolaan dana zakat, infak, dan shadaqah. Pengelolaan zakat meliputi kegiatan
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan dana zakat. OPZ dapat berbentuk Badan Amil
Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). BAZ adalah OPZ yang didirikan oleh
pemerintah baik tingkat pusat (BAZNAS), provinsi, kabupaten/kota, dan kecamatan
(BAZDA). Hubungan kerja antar tingkatan tersebut bersifat koordinatif, konsultatif
dan informatif. Sedangkan LAZ adalah OPZ yang dibentuk masyarakat, dikukuhkan,
dibina dan dilindungi oleh pemerintah. Merespon amanah UU No. 38/1999 tersebut,
beberapa pemerintah daerah telah mengeluarkan
Perda yang berkaitan dengan pengelolaan zakat, infak/sedekah, wakaf dan
donasi lainnya yang diakui dalam Islam. Berdasarkan kompilasi yang dilakukan
Amelia Fauzia dalam penelitiannya bersama CSRC UIN Jakarta dan Ford Foundation,
pemerintah daerah yang sudah mengeluarkan Perda tentang zakat dan pengelolaanya
sudah berjumlah 27 daerah. Berikut adalah perda-perda zakat yang dimaksud :
NO
1
Tabel. Perda Zakat di Indonesia
PROVINCE
NO
NAME
Nanggroe Aceh Darussalam
Qanun Province NAD Pengelolaan Zakat
No. 7 2004
2
West Sumatra
Regional regulation of Pengelolaan Zakat
District Pesisir Selatan
No. 31 2003
Regional regulation of Pengelolaan Zakat
3
City Bukit Tinggi No.
4
29 2004
Regional regulation of Pengelolaan Zakat
5
City Solok No. 13 2003
Regional regulation of Pengelolaan Zakat
District Padang Panjang
6
Bangka Belitung
No. 7 2008*
Regional regulation of Pengelolaan ZIS
District Bangka No. 4
7
Banten
2006
Regional regulation of Pengelolaan ZIS
8
Province Banten No. 4
2004
Regional regulation of Pengelolaan Zakat
8
District Serang No. 6
2002
Regional regulation of Pengelolaan ZIS
9
District Tangerang No.
24 2004
Regional regulation of Pengelolaan ZIS
10
City Cilegon No. 4
11
West Java
2001
Decree of West Java Pengelolaan
governor Jabar No. 73 Pengurus
Zakat
BAZ
Jawa
2001
Barat
Regional regulation of Pengelolaan ZIS
12
City Bandung No. 30
2002
Regional regulation of Pengelolaan Zakat
13
District Cianjur No. 7
2004
Regional regulation of Pengelolaan ZIS
14
District Garut No. 1
2003
Regional regulation of Pengelolaan ZIS
15
District Karawang No.
16
East Java
10 2002
Regional regulation of
17
East Kalimantan
District Sidoarjo
Regional regulation of Pengelolaan ZIS
City Bontang
Regional regulation of
18
District
19
West Nusa Tenggara
Kutai
Kartanegara 2008
Regional regulation of Pengelolaan Zakat
District Lombok Timur
20
No. 9 2002
Regional regulation of
District
&
Kabupaten
9
21
South Sulawesi
Bima
Regional regulation of Pengelolaan
District Bulukumba No Profesi,
Zakat
Infaq
&
02 2003
Shadaqah
Regional regulation of Pengelolaan Zakat
22
District Maros No 17
2005
Regional regulation of Pengelolaan Zakat
23
District Barru No 3
2004
Regional regulation of Teknis
24
Pengelolaan
District Takalar No 5 Zakat
2003
Regional regulation of
25
City
Government
26
West Sulawesi
Makassar No 05 2006
Regional regulation of Pengelolaan
27
Central Sulawesi
District Mamuju 2005
Ibadah Maliyah
Decree of Governor Petunjuk
pelaksanaan
Donggala
Zakat
No. Pengelola Zakat
188.45/0241/DEPAG
Sumber: Fauzia, 2011
*direvisi, Kab. Tanah Datar belum ada perda zakat. Pemkot Padang Panjang belum tercantum
Secara substansi, perda-perda tersebut tidak jauh berbeda dengan UU No.
38/1999. Aturan yang dicantumkan dalam perda merincikan hal-hal yang sesuai
dengan kondisi yang ada di daerah bersangkutan. Diantara aturan spesifik yang
berbeda adalah terkait aspek penekanan pada PNS dan sanksi yang diberikan kepada
muzakki yang enggan membayar zakat dan amil yang melakukan penyimpangan.
6. Pola Pengelolaan Zakat Di Indonesia
Dalam Islam, pengelolaan zakat dilakukan oleh negara dan bersifat memaksa
(obligatory system) bagi umat Islam yang hartanya sudah mencapai nisab. Namun di
Indonesia, sejak kemerdekaan, zakat dikelola tanpa keterlibatan pemerintah secara
penuh. Pengelolaan zakat dijalankan oleh individu masyarakat yang dipelopori oleh 2
(dua) lembaga keagamaan yaitu masjid dan pesantren. Pengelolaan dilakukan secara
10
&
sukarela (voluntary system). Mencermati pola pengelolaan zakat saat ini, setidaknya
ada 3 (tiga) model pengelolaan zakat di Indonesia :
Pertama, OPZ yang dibentuk oleh pemerintah atau yang disebut BAZ baik
tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan desa/kelurahan.
Kedua, OPZ yang dibentuk oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN), baik
memiliki yayasan tersendiri atau menjadi UPZ dari BAZNAS. Diantaranya adalah
BAMUIS BNI, LAZ YAUMIL PT Bontang LNG, Baitul Maal Pupuk Kujang,
LAGZIS, BPZIS Bank Mandiri, dan YBM BRI.
Ketiga, OPZ yang didirikan oleh masyarakat atau yang dikenal dengan
Lembaga Amil Zakat (LAZ). Bentuk yang ketiga ini ada yang telah memiliki badan
hukum tersendiri dan disahkan oleh pemerintah, seperti Dompet Dhu’afa, YSDF, RZI,
PKPU, Portal Infaq, Darut Tauhid, Al Azhar Peduli Ummat, PPPA Daarul Qur’an,
dsb; didirikan oleh perusahaan swasta baik berbentuk yayasan atau menjadi UPZ dari
BAZNAS, seperti LAZNAS BSM Ummat, BMM Bank Muamalat, ZIS Indosat, ZIS
PIQ IKPT, dsb dan ada juga yang masih menempel sebagai aktifitas dari pesantren
(lembaga pendidikan), masjid, ormas Islam seperti LAZ NU, LAZ Muhammadiyah
dan Baitul Maal Hidayatullah.
Menurut data Direktorat Urusan Agama Islam Departemen Agama dan Forum
Zakat (FOZ) sebagaimana yang ditulis oleh Ahmad Juwaini, Organisasi Pengelola
Zakat yang ada saat ini berjumlah 38.013 institusi. Di beberapa daerah, BAZNAS
bahkan membentuk Unit Salur Zakat (USZ) khusus untuk mengelola dana zakat
tersebut. Saat ini, tercatat 15 USZ yang menjadi mitra BAZNAS.
Organisasi Pengelola Zakat di Indonesia :
No
1.
2.
Organisasi
BAZNAS
BAZDA Propinsi
BAZDA Kabupaten/Kota
4.
BAZ Kecamatan
5.
BAZ Kelurahan
6.
LAZNAS
7.
LAZ Provinsi
8.
LAZ Kabupaten
9.
UPZ
Jumlah
Sumber : Juwaini, 2011: 33
Jumlah
1
33
434
4.800
24.000
18
16
31
8.680
38.013
11
LAPORAN KEUANGAN BAZNAS
2011-2015
12
PENERIMAAN DANA ZAKAT
PENYALURAN DANA ZAKAT
2011
Rp. 40.387.972.149
2012
Rp. 32.986.949.797
2011
Rp. 32.104.328.858
2013
Rp. 50.741.735.215
2012
Rp. 36.019.079.930
2014
Rp. 69.865.506.671
2013
Rp. 45.068.566.496
2015
Rp. 82.272.643.293
2014
Rp. 64.265.141.159
2015
Rp. 66.766.033.369
Badan Amil Zakat Nasional memiliki beberapa layanan dalam menuju tujuan, yang
mana didalam mencapai tujuan dari badan amil zakat ini, mereka memiliki beberapa layanan
guna mewujudkannya yaitu :
a) Zakat via Payroll System6
Zakat via payroll system adalah sebuah bentuk pelayanan zakat
melalui pemotongan langsung dari gaji seorang karyawan di sebuah
perusahaan. Keutamaan membayar zakat melalui payroll system:
Memudahkan karyawan (penunaian zakat langsung dipotong dari gaji oleh
bagian SDM perusahaan)
6 Situs web resmi pusat.baznas.go.id/
13
Meringankan karyawan (dilakukan setiap bulan secara otomatis)
Tertib (karyawan sebagai wajib zakat terhindar dari lupa)
Menjadi keikhlasan (tidak berhubungan langsung dengan mustahik)
Tepat sasaran dan berdaya guna (penyaluran zakat melalui program
pendistribusian dan pendayagunaan BAZNAS yang berkesinambungan)
Mekanisme pembayaran zakat melalui payroll system:
Manajemen perusahaan memfasilitasi pimpinan dan karyawan untuk
menunaikan zakat dengan cara diperhitungkan langsung dalam daftar gaji.
Karyawan mengisi form kesediaan membayar zakat melalui potong gaji
langsung yang ditujukan kepada bagian SDM atau bagian gaji.
Pembayaran zakat dilakukan langsung dari gaji setiap bulan dan ditransfer
ke rekening BAZNAS oleh bagian keuangan.
Bagian SDM atau bagian gaji menyerahkan data karyawan yang
membayar zakat kepada BAZNAS dalam bentuk file berformat excel.
Karyawan memperoleh kartu NPWZ (Nomor Pokok Wajib Zakat), BSZ
(Bukti Setor Zakat) dan Laporan Donasi atas zakat yang ditunaikan.
b) Zakat Via BizZakat7
BAZNAS memiliki sarana 1 unit Mobil Zakat Keliling, donasi dari Bank
Mega Syariah, yang secara periodik ditempatkan di beberapa lokasi strategis
guna memudahkan muzaki melakukan pembayaran ZIS nya.
c) Zakat Via E-Card
Bermula dari berkembangnya jaringan ATM (Anjungan Tunai Mandiri
/ Automated Teller Machine), saat ini pembayaran apa saja dapat dilakukan via
ATM dan konter yang menyediakan layanan mesin EDC. Kartu ATM pun
semakin populer, hingga bisa digesek di EDC Swipe dan ditambah dengan
pengaman PIN. EDC yang biasa digunakan untuk memproses kartu kredit pun
7 Situs web resmi
pusat.baznas.go.id/
14
didesign untuk mendukung kartu ATM. Banyak sekali konter memiliki mesin
EDC yang dapat memproses kartu ATM atau biasa disebut juga sebagai Kartu
Debit. Kemudian, seiring perkembangan, ATM dengan PIN ini mulai dinilai
kurang praktis karena harus memasukan PIN yang butuh waktu untuk
melakukannya. Disinilah cikal bakal konsep Uang Elektronik atau E-Wallet
itu. Yaitu bagaimana membuat alat pembayaran menggunakan kartu (APMK)
ini lebih praktis tanpa menggunakan PIN.
BAZNAS bekerjasama dengan kalangan perbankan, menyediakan
fasilitas pembayara melaui menu pembayaran zakat di ATM. Di masa depan,
BAZNAS akan menerbitkan kartu Nomor Pokok Wajib Zakat (NPWZ) yang
sekaligus dapat berfungsi sebagai kartu Debit dan ATM, serta E-Wallet. Selain
untuk pembayaran, data muzaki dan data history pembayaran zakat muzaki
dapat diunduh ke dalam kartu elektronik tersebut untuk memudahkan para
muzaki dalam menunaikan kewajiban zakatnya dimana saja dan kapan saja.
Kartu NPWZ BAZNAS
d) Zakat Via Online Payment
Perkembangan teknologi web 2.0 semakin membuat semarak proses
transaksi online melalui portal, web dan blog di internet secara mudah, aman
dan cepat. BAZNAS menyediakan kemudahan layanan pembayaran zakat,
infak shodaqoh dan donasi lain melalui mekanisme online payment atau e-
15
payment dengan bekerjasama dengan pihak perbankan syariah dan
konvensional.
Click dan lakukan transaksi pembayaran anda melalui banner online
perbankan syariah yang telah bekerjasama dengan BAZNAS, dibawah ini.
Para muzaki yang budiman dapat juga melakukan pembayaran ZIS ke
BAZNAS di atm-atm perbankan melalui menu pembayaran zakat, atau
datang langsung ke konter-konter perbankan syariah terdekat.
e) Zakat Layanan Perbankan Syariah
Zakat, sebagai pilar ketiga dari ekonomi syariah, tidak terlepas dari dua
pilar yang lain yaitu sektor rill dan sektor keuangan syariah, termasuk di
dalamnya perbankan syariah. BAZNAS telah memiliki rekening dan
bekerjasama dengan seluruh perbankan syariah dalam proses penghimpunan
zakat nasional.
f) Zakat via Konter
Salah satu upaya BAZNAS untuk memberikan kemudahan bagi
masyarakat untuk membayarkan ZIS di antaranya adalah dengan Konter
Layanan Zakat, Infaq, dan Shodaqoh (ZIS). Tujuan dari pelayanan konter ini
adalah agar para muzaki mendapatkan pelayanan yang lebih dekat dan
eksklusif, tidak hanya untuk membayarkan zakat, akan tetapi untuk
berkonsultasi seputar ZIS serta informasi lengkap mengenai program
BAZNAS.
Kelebihan menunaikan zakat melalui konter Layanan ZIS BAZNAS
adalah:
1. Konsultasi Fiqh Zakat secara langsung
2. Doa pembayaran zakat secara langsung
3. Langsung mendapatkan kartu NPWZ (Nomor Pokok Wajib
Zakat)
4. Langsung mendapatkan bukti Setor Zakat (BSZ) yang dapat
digunakan sebagai bukti agar zakat yang Anda tunaikan
16
dapat diperhitungkan sebagai pengurang penghasilan kena
pajak
5. Informasi lengkap mengenai program BAZNAS
g) Jemput zakat
Program zakat yang proses zakatnya bisa dijemput di ruah penzakat
dengan menggunakan web resmi BAZNAS.
Pendistribusian Zakat Dari BAZNAS8
1.
Program Zakat Community Development
(ZCD)
Program pengembangan komunitas dengan mengintegrasikan aspek sosial
(pendidikan, kesehatan, agama, lingkungan, dan aspek sosial lainnya) dan aspek
ekonomi secara komprehensif yang pendanaan utamanya bersumber dari zakat,
infak, dan sedekah sehingga terwujud masyarakat sejahtera dan mandiri.
Program ZCD meliputi kegiatan pembangunan masyarakat dalam berbagai
aspek kehidupan sehingga terwujud masyarakat yang memiliki keberdayaan dalam
pendidikan, kesehatan, ekonomi dan kehidupan beragama yang disebut dengan
“Caturdaya Masyarakat”. Caturdaya Masyarakat dalam Program ZCD merupakan
unsur utama dan saling terkait satu dengan yang lain. Dengan demikian masyarakat
dapat dikategorikan sebagai masyarakat yang sejahtera dan mandiri apabila telah
memenuhi empat daya tersebut.
8 Situs web resmi
pusat.baznas.go.id/
17
2.
Rumah Sehat BAZNAS
Merupakan program layanan kesehatan bersifat preventif, rehabilitatif,
promotif, karitatif, yang ditujukan gratis untuk mustahik, khususnya fakir
miskin dengan sistim membership. Sasaran Rumah Sehat BAZNAS Kaum
Dhuafa (fakir-miskin, orang-orang terlantar, anak jalanan, dll)
Layanan Kesehatan bagi Dhuafa
“Rumah Sakit tanpa kasir”
GRATIS!!!
Sistem Membership
Konsep & jenis program. Rumah sehat baznas hanya untuk masyarakat
miskin secara GRATIS dengan sistem mem- bership membership untuk semua
anggota Keluarga). Model pelayanan RUMAH SEHAT BAZNAS diberikan
dalam bentuk:
Pelayanan Dalam Ruang
Pelayanan Luar Ruang ( Unit Kesehatan Keliling)
18
3. Rumah Cerdas Anak Bangsa (RCAB)
Rumah Cerdas Anak Bangsa (RCAB) adalah program pendanaan dan
bimbingan bagi siswa dan mahasiswa dalam bidang pendidikan dan pelatihan
sehingga menjadi individu yang mandiri. Program yang dilaksanakan :
a. Rumah Cerdas Primagama
b. Satu Keluarga Satu Sarjana(SKSS)
c. Sekolah Anak Jalanan
d. Beasiswa Dinnar
e. PPSDMS
f. Program Sarana Pintar
4. Rumah Makmur BAZNAS
Baitul Qiradh BAZNAS (BQB) adalah lembaga keuangan mikro
syariah berbadan hukum koperasi yang menyalurkan dana ZIS secara
19
produktif baik melalui pinjaman kebajikan (Al Qardhul Hasan) maupun
melalui pembiayaan dengan pola syariah kepada para mustahik
Merupakan program penyaluran zakat yang ditujukan kepada mualaf
kaderisasi seribu ulama dan berbagai kegiatan dakwah untuk masyarakat
miskin di daerah terpencil dan terluar. Ada tiga bentuk program yaitu Kafalah
Da’i Daerah Terpencil, Bina Mualaf dan Kaderisasi Seribu Ulama (KSU).
KSU menyediakan beasiswa program magister dan doktoral pada
program studi khusus sehingga lahir para ulama yang fakih dalam agama,
berakhlak mulia, dan produktif dalam dakwah serta melahirkan kitab-kitab
rujukan umat.
6.
Program Tanggap Bencana
Program Tanggap Bencana adalah program MERESPON untuk
memberikan bantuan kepada masyarakat yang tertimpa musibah sesaat setelah
terjadi bencana. Program Tanggap bencana meliputi tanggap darurat, evakuasi,
recovery, dan rekontruksi, pelaksanaan kegiatan tanggap darurat bencana
dilakukan makasimal 14 hari. Program Tanggap Bencana dilakukan
bekerjasama dengan instansi pemerintah terkait penanggulangan bencana dan
Jaringan Relawan Indonesia ( JARI ) yang tersebar di 33 propinsi dan berbagai
20
lembaga sosial. Dengan sisitem kemitraan, Program Tanggap Bencana dapat
dilaksanakan sesegera mungkin, setelah terjadinya bencana.
Di BAZNAS ini menerima berbagai jenis zakat yang akan diberikan yaitu :
1) Zakat Peternakan
Zakat Hasil Ternak (salah satu jenis Zakat Maal) meliputi hasil dari peternakan
hewan baik besar (sapi,unta) sedang (kambing,domba) dan kecil (unggas, dll).
Perhitungan zakat untuk masing-masing tipe hewan ternak, baik nisab maupun
kadarnya berbeda-beda dan sifatnya bertingkat. Sedangkan haulnya yakni satu
tahun untuk tiap hewan.
Syarat Umum yaitu :
Sampai Nishab.
Berlalu satu tahun.
Tenaganya tidak dipergunakan untuk produksi.
Digembalakan
Zakat Atas Sapi Nishab & Kadarnya sebagai berikut :
1-29 ekor tidak ada zakat
30-39 ekor seekor anak sapi
40 – 59 ekor seekor sapi satu tahun
60 -69 ekor seekor sapi usia 2 tahun
70 – 79 ekor 2 ekor anak sapi
80- 89 ekor seekor anak sapi & sapi 2 thn
90- 99 ekor 2 ekor sapi 2 tahun
100- 109 ekor 3 ekor anak sapi
110 119 ekor 2 ekor anak sapi & seekor sapi usia 2 tahun
21
Kemudian setiap pertambahan 30 ekor seekor anak sapi dan
pertambahan 40 ekor -> seekor sapi usia 2 tahun.
2) Zakat pertanian
Landasan Hukum
Firman Allah:
“Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak
berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-,macam buahnya,
zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama
(rasanya) Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila berbuah.
Dan tunaikanlah haknya (zakatnya) di hari memetiknya”. (Q S, 6 : 141).
As Sunnah: Dari Jabir, Nabi bersabda:
“Yang diairi oleh sungai dan hujan 10% sedangkan yang diairi dengan
pengairan 5 %”. Hasil ijma’ ulama.
Nishab dan Tarif
Dari Jabir, dari Rasulullah saw ” Tidak wajib bayar zakat pada kurma yang
kurang dari 5 ausuqâ”(HR Muslim).
Dari hadist ini dijelaskan bahwa nishab zakat pertanian adalah 5 ausuq; Ausuq
jamak dari wasaq, 1 wasaq = 60 sha’, sedangkan 1 sha’ = 2,176 kg, maka 5
wasaq adalah 5 x 60 x 2,176 = 652,8 kg. Kadar zakat yang harus dikeluarkan:
jika diairi oleh hujan atau sungai 10 %, dan
jika diairi oleh pengairan 5 %
Zakat pertanian dikeluarkan saat menerima hasil panen.
3) Zakat Emas, Perak, dan Uang
Hadist yang diriwayatkan dari Ali ra, dia berkata, telah bersabda Rasulullah
saw:
“Jika kamu mempunyai 200 dirham dan sudah cukup setahun maka zakatnya
adalah 5 dirham, dan emas hanya dikenakan zakat bila sudah mencapai 20
dinar dan sudah cukup setahun, maka zakatnya adalah ½ dinar setiap
22
bertambah maka dengan hitungan tersebut. Tidak wajib zakat kecuali sampai
cukup masa setahun”. (H.R Abu Daud)
Nishab dan kadar zakat emas, perak dan uang. Nishab emas 20 dinar, 1 dinar
= 4,25 gram, maka nishab emas adalah 20 X 4,25 gram = 85 gram. Nishab
Perak adalah 200 dirham, 1 dirham = 2,975 gram, maka nishab perak adalah
200 X 2,975 gram = 595 gram.
Demikian juga macam jenis harta yang merupakan harta simpanan dan dapat
dikategorikan dalam emas dan perak, seperti uang tunai, tabungan, cek,
saham, surat berharga ataupun bentuk lainnya. Maka nishab dan zakatnya
sama dengan ketentuan emas dan perak. Artinya jika seseorang memiliki
bermacam-macam bentuk harta dan jumlah akumulasinya lebih besar atau
sama dengan nishab (85 gram emas) maka ia telah terkena kewajiban zakat
(2.5%).
4) Zakat Atas Madu
Landasan hukum: Dari Amru bin Syuaib dari kakeknya dari Nabi SAWÂ
berkata: “Sesungguhnya Rasulullah SAW mengambil zakat madu sebesar
1/10″(HR Daruqutni).
Berdasarkan hadits diatas ulama berbeda pendapat:
Jumhur ulama tidak mewajibkan zakat madu dengan alasan tidak ada dalil
yang kuat.
Abu Hanifah dan Ahmad mewajibkan zakat madu dengan dasar keumuman
ayat dan hadits. Nishab dan Tarif Zakat Madu
Imam Abu Hanifah tidak menetapkan nishb madu dan menetapkan
tarifnya 10 %.
Imam Ahmad menentukan nishabnya sebanyak 16 liter Bagdadi.
Sebagian Ulama menganalogikan pada hasil pertanian maka
nishabnya adalah senilai 652,8 kg sedangkan tarifnya 10 % jika
terdapat di tanah yang datar dan 5 % jika berada di pegunungan.
5) Zakat Perniagaan
23
Ketentuan :
Berlalu masanya setahun
Mencapai nishob 85 gr emas
Bebas dari hutang
Kadar zakat yang dikeluarkan adalah 2,5 %
Dapat dibayarkan dengan uang atau barang
Cara Perhitungan
(Modal+Keuntungan+Piutang) - (Hutang+Kerugian) x 2,5%
Contoh:
Bapak Fulan seorang pedagang warung kelontong, ia memiliki aset (modal)
sebanyak Rp 10.000.000,- setiap bulannya ia mendapatkan keuntungan bersih
sebesar Rp 3.000.000,- /bulan. Usaha itu ia mulai pada bulan Januari 2010,
setelah berjalan 1 tahun pada bulan tersebut ia mempunyai piutang yang dapat
dicairkan sebesar Rp 5.000.000,- dan hutang yang harus ia bayar pada bulan
tersebut sebesar Rp 3.00.000,-.
Jawaban:
Zakat dagang dianalogikan kepada zakat emas, nishabnya adalah 85gr emas,
mencapai haul dan dengan tarif 2,5%. Aset atau modal yang dimiliki Rp
10.000.000,-. Keuntungan setiap bulan Rp 5.000.000,- x 12 = 60.000.000,-.
Piutang sejumlah Rp 5.000.000,-. Hutang sejumlah Rp 3.000.000,- .
Penghitungan zakatnya adalah: (Modal + untung + piutang )- (hutang ) x
2,5%= zakat (10.000.000 + 60.000.000 + 3.000.000) – (3.000.000,-) x 2,5% =
Rp 1.750.000 ,-. Jadi zakatnya adalah Rp 1.750.000
6) Zakat Harta Galian
Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw pernah bersabda: [Pada “rikaz”harta
galian, zakatnya seperlima (20%) [HR Bukhori Muslim].
Zakat Rikaz berbeda dengan zakat Barang Tambang.
Zakat Barang Tambang mencakup semua jenis, baik padat maupun
cair.
24
Zakat Rikaz dan Barang Tambang tidak mensyaratkan nishab dan haul.
Tarif Zakat Rikaz 20% dan Zakat Barang Tambang 2,5 % kecuali ada
kemiripan.
Mustahik Zakat Rikaz dan Barang Tambang sama dengan mustahikkin
zakat lainnya.
7) Zakat Profesi
Zakat profesi adalah zakat atas penghasilan yang diperoleh dari pengembangan
potensi diri yang dimiliki seseorang dengan cara yang sesuai syariat, seperti
upah kerja rutin, profesi dokter, pengacara, arsitek, dll.
Dari berbagai pendapat dinyatakan bahwa landasan zakat profesi dianalogikan
kepada zakat hasil pertanian yaitu dibayarkan ketika mendapatkan hasilnya,
demikian juga dengan nishobnya yaitu sebesar 524 kg makanan pokok, dan
dibayarkan dari pendapatan kotor. Sedangkan tarifnya adalah dianalogikan
kepada zakat emas dan perak yaitu sebesar 2,5 %, atas dasar kaidah “Qias
Asysyabah”.
8) Zakat Saham dan Obligasi
Zakat yang wajib dikeluarkan atas kepemilikan surat berharga, termasuk
diantaranya obligasi, reksadana dan saham bursa efek. Periode Haul setelah
dimiliki 1 tahun Nisab sebesar 85 gram emas. Zakat yang dikeluarkan sebesar
2,5 % dari total nilai bruto hal tersebut di atas
Rekening Zakat dan Infak BAZNAS9
N
NAMA BANK
CABANG
O
REKENING
REKENING
ZAKAT
INFAQ
1.
Plaza
070-00 -0185555-5
070 00 0187777 3
2.
Mandiri
Thamrin
700 1325498
700 1334 756
3.
4.
Prapatan
Ciracas
0058 3323 62
0058 3323 62
0058 3323 70
0058 3323 70
5.
Kwitang
6860 1487 55
6860 1485 77
9 Situs web resmi
pusat.baznas.go.id/
25
6.
Jatinegara
011-555510
011-777710
7.
KP
301 007 0753
301 007 0752
8.
Sudirman
Jakarta
2-700-000555
2-700-005777
9.
Jakarta
009 555 5554
009 577 7779
Benhil
Jakarta
098 888 8819
098 888 8819
10.
Benhil
Pondok
971 0064 55
971 0078 77
11.
Indah
Wahid
7017 0007 55
7017 0011 77
12.
Haysim
Melawai
8800255-01-6
8800277-01-0
13.
Kuningan
10000 15559
10000 17779
14.
Harmoni
7011 0011 55
7011 0016 77
15.
Mampang
1000 783214
1000782854
16.
KP
127.80.0001.555
127.80.0001.977
17.
Kuningan
Sudirman
502.01.0011 8.00.9
502.01.0011.9005
18.
KP Cik
990 00 23 828
990 00 47 964
19.
Ditiro
KC Bekasi
006.01.01.00555.5
006.01.01.00777.7
20.
KP
500.100.555.3
500.100.770.0
081 00000 111
0504.01.000239.30.0
081 00000 777
0504.01.000240.30.
(Dollar)
Operasional
Senayan
21.
22
Rekening Ponsel
KC Abdul
Muis
1
7. Pendistribusian zakat oleh Baitul Mal Malaysia10
10 Wahid, Hairunnizam, Abdul Kader.2010.Localization of Malaysian Zakat Distribution Perceptions
of Amil And Zakat Recipients. Journal international Seventh International Conference-The
Tawhidi Epistemology : Zakat and Waqf Economy. Bangi
26
Data dari Baitul Mal Malysia memberikan fakta bahwa didalam pendistribusian zakat
memiliki berbagai masalah, masalah yang menjadi perhatian adalah model lokalisasi
zakat selama masa Nabi yang diterapkan di Malaysia? Sebenarnya, tidak ada referensi
dalam buku-buku fiqh klasik yang menganggap organisasi sebagai pengumpul dan
distributor dari zakat. Ini tampak normal karena tidak ada asosiasi sukarela yang
berwenang atau hukum di era ketika buku-buku klasik yang ditulis. Hal ini hanya di
kalangan penulis kontemporer yang referensi tersebut dapat ditemukan, misalnya,
Qaradawi (1999; p.608) menganggap organisasi alternatif yang baik jika pemerintah
tidak melaksanakan tanggung jawab zakatnya. Dalam prakteknya, baitulmal
bertanggung jawab untuk mengelola masalah-masalah keagamaan yang diuraikan di
bawah yurisdiksi pemerintah negara termasuk pernikahan, waqaf, dan zakat serta sifat
diwariskan. Setiap hal ini dikelola oleh sebuah divisi tersendiri dari Dewan Agama
Islam Negeri (SIRC). Misalnya, zakat dikelola oleh divisi zakat atau Satuan Baitulmal. Divisi ini dibagi lagi menjadi sub-divisi, yang administrasi zakat, pengumpulan
dan distribusi.
Kenyataan, pengumpulan zakat di Malaysia menunjukkan apresiasi di semua
negara setiap tahun. Tabel diatas menunjukkan bahwa pengumpulan zakat telah
meningkat dari RM 450 juta pada tahun 2004 menjadi RM 806.280.000 pada tahun
2007. Hal ini juga menunjukkan apresiasi pengumpulan rata-rata zakat sekitar 20 %
setiap tahun dari 2005 ke 2007. Negara yang telah diprivatisasi pengumpulan zakat
seperti wilayah Kuala Lumpur dan Selangor, pemeran pengumpulan zakat tertinggi di
27
Malaysia. Wilayah Kuala Lumpur telah mengumpulkan sekitar RM 173.820.000
pada tahun 2007, meningkat dari RM 147,59 dan RM 130.140.000 pada tahun 2006
dan 2005 masing-masing. Di sisi lain, Selangor juga menunjukkan kumpulan zakat
yang kuat terutama setelah 2005 ketika negara ini mendominasi dan memimpin
pengumpulan zakat di Malaysia. Misalnya pada tahun 2007, negara ini telah
mengumpulkan
RM
202.190.000,
peningkatan
besar
dibandingkan
dengan
pengumpulan tahun sebelumnya. Selangor telah mengumpulkan zakat sekitar RM
159.840.000, RM 133.120.000 dan RM108.83 juta pada tahun 2006, 2005 dan 2004.
Angka-angka ini menunjukkan kumpulan zakat yang kuat dengan lembaga zakat di
kedua wilayah. Bahkan, situasi ini juga terjadi di negara-negara lain di Malaysia.
Namun kinerja pencairan zakat oleh lembaga zakat tidak cukup baik
dibandingkan dengan pengumpulan zakat. Tabel diatas menunjukkan bahwa rata-rata
26 % dari dana zakat yang tersisa yang tidak dibagikan kepada penerima zakat setiap
tahun atau sekitar RM 145 juta dari dana zakat yang tersisa di lembaga zakat. Isu yang
paling menarik adalah bahwa fenomena negatif ini juga terjadi di wilayah yang
diprivatisasi lembaga zakat seperti Kuala Lumpur dan Sarawak dan juga wilayahwilayah lain yang tidak memprivatisasi pengumpulan zakat mereka atau distribusi
kata, Kelantan dan Perlis. Misalnya di Kuala Lumpur, surplus zakat adalah 30,3 %
pada tahun 2007 dan situasi yang sama terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Hal
yang sama terjadi di wilayah-wilayah lain yang belum diprivatisasi pengumpulan
zakat dan distribusi. Situasi negatif ini memberikan sinyal yang kuat bahwa lembaga
zakat menghadapi masalah besar dalam mendistribusikan zakat. Mengapa masalah ini
terjadi di lembaga zakat terutama di lembaga-lembaga yang telah diprivatisasi
kumpulan zakat dan pendistribusian? Di Malaysia, Selangor, Pulau Pinang dan
Sarawak telah diprivatisasi kumpulan zakat dan pendistribusian. Di sisi lain, Kuala
Lumpur, Negeri Sembilan, Melaka dan Pahang adalah negara yang hanya diprivatisasi
kumpulan zakat mereka dan SIRC diberi tugas untuk mencairkan zakat. Wilayah lain
tidak disebutkan sebelumnya diprivatisasi baik kumpulan zakat atau pencairan zakat.
Para SIRC adalah satu-satunya entitas yang mengelola zakat yang benar-benar.
Muhammad Syukri (2006) mendesak bahwa alasan signifikan untuk masalah
tersebut adalah kesenjangan koneksi terutama dalam hal informasi antara lembaga
zakat dan penerima zakat. Lembaga zakat telah disalahkan karena tidak dapat
mengenali persis penerima zakat. Misalnya Pusat Urus Zakat Pulau Pinang (PUZ)
tidak dapat secara akurat mengenali orang miskin dan miskin yang sebelumnya
28
menerima zakat namun kemungkinan haruslah tidak menerima zakat sekarang karena
status ekonomi mereka telah diangkat dari kemiskinan. Itu terjadi ketika PUZ
menemukan jumlah yang membutuhkan dan orang miskin terus meningkat dari tahun
ke tahun. Misalnya pada tahun 2001, total penerima di daftar ada 9.600 orang, tetapi
meningkat menjadi 9.800 pada bulan Juni 2002 (Muhammad Syukri, 2006;. P 216).
Semua masalah manajemen ini akan menyebabkan masalah lain khususnya
masyarakat muslim tidak puas dengan lembaga zakat. Banyak penelitian
mengungkapkan bahwa pembayar zakat tidak puas dengan manajemen zakat terutama
dalam hal distribusi (Mohd Dahan, 1998;. Sanep et al, 2006;. Hairunnizam et al, 2008
dan Hairunnizam et al 2009.) Dan sekelompok akademisi juga tidak puas dengan
distribusi zakat di Kelantan (Anuar Muhamad, 2008). Namun tidak ada studi yang
berfokus pada penerima zakat dan persepsi mereka terhadap lembaga-lembaga zakat.
Bagi lembaga zakat tidak dapat memecahkan masalah ini segera, itu mungkin akan
menciptakan masalah lain pembayaran oleh pembayar zakat melalui saluran tidak
resmi atau dengan kata lain pembayar zakat membayar zakat langsung ke penerima
zakat (Aidit, 1989; Muhammad Syukri; 2006 ;. Sanep et al, 2006; dan Hairunnizam
et.al 2008). Mayoritas pembayar zakat di Malaysia tidak puas dengan cara lembaga
zakat mendistribusikan zakat. Mereka merasa proses pendistribusian tidak jelas dan
informasi mengenai pendistribusian zakat tidak jelas. Banyak penelitian juga sepakat
bahwa kumpulan akat harus dicairkan segera ke penerima dan harus tidak mengalami
penundaan (Nik Mustapha, 1991) dan tanpa penundaan yang tidak diinginkan (Khaf,
1995a dan Mujaini 1995b).
29
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Zakat adalah poros dan hubungan keuangan negara Islam dan meliputi bidang
moral, sosial dan ekonomi. Di bidang moral, zakat menyapu perasaan
keserakahan dan keserakahan orang kaya. Di sisi lain, di bidang sosial, tindakan
zakat sebagai ukuran unik yang dipercayakan oleh Islam untuk menghapuskan
kemiskinan dari masyarakat dengan membuatnya menjadi kewajiban sosial pada
orang kaya. Selain itu, di bidang ekonomi, zakat mencegah akumulasi kekayaan
di tangan beberapa. Ini merupakan kontribusi wajib umat Islam untuk negara.
2. Saran
Potensi besar zakat di Indonesia yang tidak diiringi dengan pencapaiannya
sampai saat ini juga terkait faktor pola/model pengelolaan zakat disamping faktor
lainnya. Ada beberapa catatan kritis yang bisa dijadikan masukan untuk
mengevaluasi perkembangan institusi zakat dalam rangka peningkatan peran dan
kontribusi zakat dalam perekonomian nasional. Pertama, sistem zakat yang ada
masih bersifat sukarela (voluntary zakat system), terlihat jelas pada pasal 12 ayat
1 UU No. 38 tahun 1999. Sebaiknya sistem zakat diusahakan untuk berada pada
30
posisi wajib (obligatory zakat system), sehingga zakat akan berfungsi dengan
maksimal menjalankan perannya sebagai instrumen ekonomi. Kedua, selama ini
sistem dan mekanisme yang masih dibawah otoritas Kementerian Agama.
Sebaiknya zakat harus berada dalam otoritas ekonomi pemerintah seperti menteri
keuangan atau lembaga keuangan yang ditunjuk oleh pemerintah, sehingga akan
menjadikan zakat sebagai instrumen ekonomi, dengan demikian efektifitasnya
akan lebih terasa ketika zakat benar-benar menjadi alat kebijakan ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA
Hertanto Widodo dkk, PAS (Panduan Akuntansi Syariah) Panduan Praktis Operasional
Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) (Bandung: Mizan, 1999)
Ibrahim Lubis, Ekonomi Islam Suatu Pengantar Jilid 2, (Jakarta: Kalam Mulia, 1995)
M.Dawan Raharjo, Islam dan Transformasi Sosial-Ekonomi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1999),
Maguni, Wahyuddin. 2013.Peran Fungsi Manajemen Dalam Pendistribusian Zakat :
Distribusi Zakat Dari Muzakki Ke Mustahik Pada (Badan Amil Zakat) BAZ. Jurnal
Al-‘Adl Vol 6 No 1 Januari
Mannan, M.A. Islamic Economics, Theory and Practice, (Delhi, Idarah-I Adabiyat-I Delli,
1980)
Muhammad.2002.Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Ekonomi Islam.Jakarta.Salemba
Empat
Purbasari, Indah. Pengelolaan Zakat Oleh Badan dan Lembaga Amil Zakat Di Surabaya dan
Gresik. Jurnal volume 27, nomer 1, Februari 2015, halaman 68-81 Universitas Trunojoyo
Madura
31
Wahid, Hairunnizam, Abdul Kader.2010.Localization of Malaysian Zakat Distribution
Perceptions of Amil And Zakat Recipients. Journal International Seventh International
Conference-The Tawhidi Epistemology : Zakat and Waqf Economy. Bangi
Webside BAZNAS resmi. pusat.baznas.go.id/
Yusoff, Mohammed B. Fiscal Policy In An Islamic Economic And The Role Of Zakat. IIUM
Journal of Economics and Management 14, no. 2 (2006): 117-145 2006 by The
International Islamic University Malaysia
Zainul Arifin, Memahami Bank Syariah, Lingkup, Peluang, Tantangan dan Prospek (Jakarta:
Alvabet, 1999)
32
DALAM SISTEM EKONOMI ISLAM
Dosen Pengampu : Santi Merlinda,SE.,ME
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Matakuliah Ekonomi Islam
KELAS VII I
KELOMPOK 3 B
ANGGOTA :
ADITYA FAJAR
HIKMAWATI MUCHTAR
AA’SYIAH
NUR ERA HAFIZA
(201310160311472)
(201410160311019)
(201410160311029)
(201410160311033)
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2016
DAFTAR ISI
1
DAFTAR HALAMAN ...............................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHLUAN.............................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
1. FILOSOFI KEBIJAKAN FISKAL .............................................................................. 3
2. PERKEMBANGAN KEBIJAKAN FISKAL DALAM ISLAM ................................. 3
3. MASA PEMERINTAHAN RASULULLAH SAW.....................................................4
4. TRANSFORMASI KELEMBAGAAN PENGELOLA ZAKAT DI INDONESIA ......6
5. PERSPEKTIF REGULASI ORGANISASI PENGELOLAAN ZAKAT......................7
6. POLA PENGELOLAAN ZAKAT DI INDONESIA...................................................11
7. PENDISTRIBUSIAN ZAKAT OLEH BAITUL MAL MALAYSIA..........................26
BAB III PENUTUP
1. KESIMPULAN........................................................................................................... 30
2. SARAN .......................................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA
31
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kebijakan Fiskal (fiscalpolicy) merupakan kebijakan pemerintah yang
berkaitan dengan pengaturan baik penerimaan pendapatan dari berbagai macam
sumber pendapatan sepeti pajak maupun pengeluaran pemerintah yang tertera di
dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) serta
mobilisasi sumber daya dengan tujuan stabilitas ekonomi dan kesejahteraan rakyat.
Ekonomi Islam adalah salah satu yang telah membentuk sistem berdasarkan
Al Qur,an dan Sunnah. Sistem ekonomi islam mengakui pentingnya kepemilikan
sumber daya, motivasi, dan proses pengambilan keputusan. Islam memungkinkan
swasta dan publik kepemilikan, tetapi dalam analisis akhir segala sesuatu adalah milik
Allah Itu kekayaan harus halal, tanpa riba, dan ketika kekayaan di atas yang sudah
nisab, pemilik harus membayar zakat. Motivasi dasar dari sebuah individu Muslim
adalah untuk menjadi sukses di dunia dan akhirat. Islam mengakui pentingnya
keuntungan sebagai tujuan dari pengusaha muslim untuk memberinya insentif untuk
bekerja keras dan menjadi sukses. Dengan demikian, produsen Muslim menghadapi
maksimalisasi keuntungan dibatasi, tidak hanya dengan keterbatasan sumber daya
tetapi juga oleh hukum dan Islam Islam nilai-nilai etika (Yusoff, 2006)1
Zakat adalah istilah Alquran yang menandakan kewajiban yang spesifik
memberikan sebagian dari kekayaan dan harta individu untuk tujuan terutama amal.
Secara harfiah zakat berasal dari akar kata dalam bahasa Arab yang berarti "yang
memurnikan" dan "apa yang membantu perkembangan" (Mannan, 1980) 2. Hal ini
juga membawa konotasi lain dari "peningkatan" dan "kebajikan," serta "memberikan."
Hal ini juga disebutkan dalam Al-Qur'an bersama-sama dengan istilah lain seperti
sedekah yang juga membawa konotasi memberi dan amal.
Berbagai fenomena yang terjadi dari dampak krisis ekonomi, atau lemahnya
taraf hidup “wong cilik” yang jauh dari pemenuhan kebutuhan yang layak,mendorong
munculnya sebuah lembaga keuangan syariah alternatif. Yakni sebuah lembaga yang
1 Yusoff, Mohammed B. FISCAL POLICY IN AN ISLAMIC ECONOMIC AND THE ROLE OF
ZAKAT. IIUM Journal of Economics and Management 14, no. 2 (2006): 117-145 2006 by The
International Islamic University Malaysia
2 Mannan, M.A. Islamic Economics, Theory and Practice, (Delhi, Idarah-I Adabiyat-I Delli, 1980)
tidak saja berorientasi bisnis tetapi juga sosial. Lembaga ini tidak melakukan
pemusatan kekayaan pada sebagaian kecil pemilik modal (pendiri) dengan
penghisapan pada mayoritas orang, akan tetapi lembaga yang kekayaannya
terdistribusi secara merata dan adil. Lembaga ini terlahir dari kesadaran umat yang
ditakdirkan untuk menolong kaum mayoritas, yakni pengusaha kecil/mikro. Selain itu,
lembaga ini juga tidak terjebak pada permainan bisnis untuk keuntungan pribadi,
tetapi membangun kebersamaan untuk mencapai kemakmuran bersama.Tidak terjebak
pada pikiran pragmatis tetapi memiliki konsep idealis yang istiqomah. Lembaga
tersebut adalah Baitul Maal Wa Tamwil (BMT). (Arifin,1999)3
BMT atau baitul maal watamwil merupakan padanan kata dari Balai Usaha
Mandiri Terpadu. Baitul mall berfungsi menampung dan menyalurkan dana berupa
zakat, infaq dan shadaqah (ZIS) dan mentasrufkan sesuai amanah. Sedangkan baitul
tamwil adalah pengembangan usaha-usaha produktif investasi dalam meningkatkan
kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil serta mendorong kegiatan menabung
dalam menunjang ekonomi (Widodo, 1999)4. Sedangkan Lubis mendefinisikan baitul
maal secara harfiah yang berarti rumah harta benda atau kekayaan.Namun demikian,
kata baitul maal bisa diartikan sebagai perbendaharaan (umum atau negara).Baitul
maal dilihat dari istilah fikih adalah suatu lembaga atau badan yang bertugas untuk
mengurusi kekayaan negara terutama keuangan, yang berkenaan dengan soal
pemasukan dan pengelolaan, maupun yang berhubungan dengan masalah pengeluaran
lain. Sedang baitul tamwil berupa rumah penyimpanan harta milik pribadi yang
dikelola oleh suatu lembaga. (Lubis, 1995)5
BAB II
PEMBAHASAN
1. Filosofi Kebijakan Fiskal
3 Zainul Arifin, Memahami Bank Syariah, Lingkup, Peluang, Tantangan dan Prospek (Jakarta:
Alvabet, 1999)
4 Hertanto Widodo dkk, PAS (Panduan Akuntansi Syariah) Panduan Praktis Operasional Baitul
Maal Wat Tamwil (BMT) (Bandung: Mizan, 1999)
5 Ibrahim Lubis, Ekonomi Islam Suatu Pengantar Jilid 2, (Jakarta: Kalam Mulia, 1995)
2
Istilah fiskal merupakan suatu nama yang baru ditemukan pada abad 20, yakni
ketika negara-negara Kapitalis (atas saran Keynes) melakukan campur tangan dalam
perekonomian dengan menggunakan kebijakan anggaran untuk mengatasi depresi
ekonomi (Great Depression) yang melanda negara-negara tersebut pada tahun 1930an. Dalam sistem ekonomi Islam, ternyata substansi fiskal telah dilakukan sejak
berdirinya negara Islam di Madinah di bawah pimpinan Nabi Muhammad saw, jauh
mendahului negara-negara Kapitalis. Dengan demikian tentu saja kebijakan fiskal
Islam berbeda 180 derajat dengan kebijakan fiskal dalam negara kapitalis, seperti dari
aspek hukum pengambilan kebijakan fiskalnya, struktur penerimaan dan pengeluaran
negara, politik ekonomi yang melandasi sistem fiskal, dan lain sebagainya.
2. Perkembangan Kebijakan Fiskal dalam Islam
Lahirnya kebijakan fiskal di dalam dunia Islam dipenngaruhi oleh banyak
faktor. Salah satu factor yang paling dominan adalah karena fiskal merupakan bagian
dari instrumen ekonomi publik. Untuk itu faktor-faktor seperti sosial, budaya dan
politik inklud di dalamnya. Tantangan Rasulullah sangat besar dimana beliau
dihadapkan pada kehidupan yang tidak menentu baik dari kelompok internal maupun
kelompok eksternal. Kelompok internal yang harus diselesaikan oleh Rasulullah yaitu
bagaimana menyatukan antara kaum Anshor dan kaum Muhajirin pasca hijrah dari
mekah ke Madinaha (Yastrib). Sementara tantangan dari kelompok eksternal yaitu
bagaiman Rasul mampu mengimbangi rongrongan dan serbuan dari kaum kafir
Kuraisy. Di sisi lain Rasulullah harus melakukan pembenahan di sektor ekonomi.
Dalam kondisi yang tidak menentu tersebut dimana kondisi alam yang tidak
mendukung ditambah kondisi ekonomi masyarakat yang masih lemah maka salah satu
sumber daya alam yang bisa diandalkan adalah pertanian. Sektor pertanian yang
menjadi satu-satunya harapan tersebut terkelola dengan cara-cara tradisional sehingga
terkesan apa adanya.
Banyaknya problematika yang dihadapi oleh beliau tentunya diperlukan
kejeniusan, ketegaran dan kesabaran sehingga kebijakan yang dibuatnya bersifat
menguntungkan semua pihak. Di dalam sejarah Islam keuangan publik berkembang
bersamaan dengan pengembangan masyarakat Muslim dan pembentukan negara
berkeadilan yang diilhami oleh semangat ajaran Islam. Itu semua dilakukan oleh
Rasulullah Saw pasca hijrah, kemudian diteruskan oleh Khulafaul Rasyidun.
3
3. Masa Pemerintahan Rasulullah SAW
Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa tantangan yang dihadapi oleh
Rasulullah Saw sangat berat. Sebagai seorang perintis sebuah keberadaan negara
Islam tentunya dimulai dari serba nol. Mulai dari tatanan politik, kondisi ekonomi,
sosial maupun budaya semuanya ditata dari awal. Dari kondisi nol tersebut
membutuhkan jiwa seorang pejuang dan jiwa seorang yang ikhlas dalam menata
sebuah rumah tangga pemerintahan, menyatukan kelompok-kelpompok masyarakat
yang sebelumnya terkenal dengan perpecahan yang mana masing-masing kelompok
menonjolkan karakter dan budayanya. Di sisi lain Rasulullah s.a.w. harus
mengendalikan depresi yang dialami oleh kaum muslimin melaui strategi dakwahnya
agar ummat muslim mempunyai keteguhan hati (beriman) dalam berjuang, mentata
perekonomian yang carut marut dengan menyuruh kaum muslimin bekerja tanpa
pamrih dan lain sebagainya.
Upaya Rasulullah s.a.w dalam mencegah terjadinya perpecahan di kalangan
kaum muslimin maka beliau mempersatukan kaum Anhsor (sebagai tuan rumah)
dengan kaum Muhajirin (sebagai kelompok pendatang). Rasulullah menganjurkan
agar kaum Anshor yang memiliki kekayaan dapat membantu saudara-saudaranya dari
kaum Muhajirin. Maka hasil dari upaya tersebut terjadilah akulturasi budaya antara
kaum Anshor dengan kaum Muhajirin sehingga kekuatan kaum Muslim bertambah.
Untuk mengantisipasi kondisi keamanan yang selalu mengancam maka Rasulullah
s.w.a. mengeluarkan kebijakan bahwa daerah Madinah dipimpim oleh beliau sendiri
dengan sebuah sistem pemerintahan ala-Rasul. Dari kepemimpinan beliau maka
lahirlah berbagai macam kreativitas kebijakan yang dapat menguntungkan bagi kaum
muslim. Kebijakan utama beliau adalah membangun masjid sebagai pusat aktivitas
kaum muslimin. Istilah yang populernya penulis sebut dengan istilah Madinah
Muslims Center (MMC). Menurut Sabzwari (Sabwari, 2003: 173-174), terdapat tujuh
kebijakan yang dihasilkan oleh Rasulullah sebagai kepala negara, diantaranya ialah
Membangun masjid utama sebagai tempat untuk mengadakan forum bagi para
pengikutnya.
Muhajirin Mekkah di Madinah.
Meciptakan kedamaian dalam negara.
Mengeluarkan hak dan kewajiban bagi warga negaranya.
Membuat konstitusi negara.
4
Menyusun sistem pertahanan Madinah. Dan
Meletakkan dasar-dasar sistem keuangan negara.
Namun yang paling utama dibangun oleh Rasulullah s.a.w. adalah masjid karena
dengan adanya masjid menandakan perjungan beliau tidak hanya berada pada tataran
duniawi saja akan tetapi berdimensi akhirat. Jika ini ditafsirkan dengan akal (tafsir
bil ra’yi) maka sesungguhnya terdapat sesuatu ajaran yang cukup dalam dimana
Rasulullah s.a.w. meletakkan dasar ideologi perjuangan yang selalu bergandengan
antara kepentingan dunia dengan kepentingan akhirat. Sebagai mediasinya adalah
dibangunlah masjid.
Bersamaan dengan perjuangan agar semua komponen perjuangan seperti politik,
sosial dan budaya mempunyai ideologi dalam gerakannya, maka disisi lain
Rasulullah s.a.w berjuang mereformasi ekonomi yang sebelumnya tanpa ideologi
berubah berideologi dengan beberapa argumentasi beliau sebagai berikut:
1. Kekuasaan tertinggi adalah milik Allah dan Allah adalah pemilik yang
absolud atas semua yang ada (QS:3:26; 15:2; 67:1).
2. Manusia merupakan pemimpin (khalifah) Allah di muka bumi yang wajib
memelihara dan memanfaatkan sumber daya alam tanpa harus merusaknya
(QS:2:30; 7:10).
3. Kekayaan yang dimiliki seseorang tidak boleh ditumpuk terus menerus atau
ditimbun. Argumentasi ini sejalan dengan teori pendapatan yaitu semakin
tinggi produktivitas maka tingkat pendapatan atau kekayaan sebuah negara
semakin meningkat. Untuk itu tidak dibenarkan menimbun harta karena
disamping perekonomian akan mandeg disisi lain akan mendholimi
saudaranya yang lain (QS: 104:1-3).
4. Kekayaan harus berputar (QS: Al-Hasr: 7).
5. Eksploitasi ekonomi dalam segala bentuknya harus dihilangkan.
6. Menghilangkan jurang peredaan antara individu, dalam perekonomian dapat
menghapuskan konflik antar golongan dengan cara membagikan kepemilikan
seseorang setelah kematiannya kepada para ahli warisannya.
Inilah ideologi pertama yang dipaparkan oleh Raulullah yang diilhami oleh
wahyu. Perjuangan dalam tataran ideologi sudah dibenahi, maka rasulullah s.a.w.
melangkah pada tahap berikutnya yaitu dengan mereformasi bidang ekonomi dengan
berbagai macam kebijakan beliau. Seperti diulas panjang di atas bahwa kondisi
5
ekonomi dalam keadaan nol. Kas negara kosong, kondisi gegrafis tidak
menguntungkan dan aktivitas ekonomi berlajan secara tradisional. Melihat kondisi
yang tidak menentu seperti ini maka Rasulullah s.a.w. melakukan upaya-upaya yang
terkenal dengan Kebijakan Fiskal beliau sebagai pemimpin di Madinah yaitu dengan
meletakkan dasar-dasar ekonomi.
4. Transformasi Kelembagaan Pengelola Zakat di Indonesia
a) Pra Kemerdekaan
Pada masa penjajahan Belanda, kondisi ini tetap dipertahankan. Melalui
pengaruh C. Snouck Hurgronje dalam “Politik Islam”, Belanda membatasi
perkembangan Islam karena dianggap membahayakan pemerintahan Belanda.
Masyarakat Indonesia dikenalkan dengan pemahaman bahwa Islam adalah ibadah
ritual yang terpisah dari kehidupan. Pemerintah tidak boleh campur tangan dalam
masalah keagamaan. Tak terkecuali dengan zakat, Belanda juga membuat
kebijakan untuk memperlemah pelaksanaan zakat. Belajar dari pengalaman
tentang masyarakat Aceh, Belanda menganggap zakat adalah diantara faktor yang
menyebabkan kesulitan menduduki Aceh. Masyarakat Aceh menggunakan
sebagian dana zakat untuk membiayai perang dengan Belanda. Pemerintah
Belanda melalui kebijakannya Bijblad Nomor 1892 tahun 1866 dan Bijblad 6200
tahun 1905 melarang petugas keagamaan, pegawai pemerintah, termasuk priyayi
pribumi ikut serta dalam pengumpulan zakat. Kebijakan ini dikeluarkan karena
khawatir dengan perkembangan Islam dan upaya untuk memisahkan agama dari
urusan kehidupan. Kebijakan ini mengubah praktek pengelolaan zakat di
Indonesia saat itu. Kesadaran masyarakat untuk berzakat menjadi menurun dan
sebagian lagi menyerahkan zakat mereka ke individu ulama dengan harapan
mendapat syafaat dari Allah Yang Maha Kuasa. Fenomena ini terus berlangsung
sampai abad ke sembilan belas. Merespon praktek pengamalan zakat yang
tradisional ini, Muhammadiyah mempelopori perubahan pengelolaan zakat
dengan membentuk lembaga amil zakat tersendiri. Lembaga tersebut khusus
mengurusi zakat, infak, sedekah dan wakaf serta menyalurkannya kepada pihak
yang berhak, terutama fakir miskin.
Pada masa pendudukan Jepang, pemerintah mulai ambil bagian dalam
pengelolaan zakat. Hal itu ditandai dengan dibentuknya MIAI (Majlis ‘Islam Ala
Indonesia).
Pada
tahun
1943,
MIAI
membentuk
Baitul
Maal
untuk
6
mengorganisasikan pengelolaan zakat secara terkoordinasi. Badan ini dikepalai
oleh Ketua MIAI sendiri, Windoamiseno dengan anggota komite yang berjumlah
5 orang. . Tetapi kemajuan ini menyebabkan Jepang khawatir akan munculnya
gerakan anti-Jepang. Maka, pada 24 Oktober 1943, Jepang membubarkan MIAI.
b) Orde Lama dan Orde Baru
Pada masa ini, pengelolaan zakat masih dipegang oleh individu, masjid,
lembaga pendidikan yang tidak memiliki aktifitas utama dalam mengelola zakat.
Pemerintah masih memilih tidak campur tangan dengan masalah agama termasuk
zakat. Fase ini berlangsung antara 1968-1991. Pengaruh pemerintahan Belanda
masih dirasakan. Sikap apatisme terhadap pengamalan Islam masih menjadi
kecurigaan dari pemerintah. Setelah tahun 1991, untuk menarik simpati
masyarakat untuk keterpilihan pada periode yang keenam kalinya, pemerintah –
pada masa itu – akhirnya mau mengeluarkan peraturan perundang-undangan
meskipun hanya setingkat Surat Keputusan Bersama No. 29 dan No. 47 Tahun
1991 tentang Pembinaan BAZIS yang diterbitkan oleh Menteri Agama dan
Menteri Dalam Negeri setelah melalui Musyawarah Nasional MUI IV tahun
1990. Tetapi tampaknya, keberpihakan tersebut masih dirasa setengah hati. Hal
ini terlihat dari posisi BAZIS sebagai sebuah lembaga swadaya masyarakat dan
bukan sebagai organisasi pemerintah ataupun semi pemerintah. Fase formalisme
tersebut berlangsung dari tahun 1991 – 1998.
c) Reformasi
Era reformasi tampaknya juga memberi dampak positif terhadap aktifitas
perzakatan di Indonesia. Pemerintah mulai mengakomodasi pengelolaan zakat.
Pemerintah dibawah B.J Habibie dan DPR mengeluarkan regulasi setingkat
undang-undang, yaitu UU No. 38 Tahun 1999. Dengan lahirnya UU tersebut,
zakat sudah tidak lagi dipandang sebagai masalah intern umat Islam, tetapi sudah
menjadi kegiatan pemerintah bidang ekonomi dan sosial. Pada pemerintahan
selanjutnya, keberpihakan ini dilanjutkan dengan lahirnya UU No. 17 tahun 2000
tentang Perpajakan dan Keppres No. No.8 Tahun 2001 tentang pembentukan
BAZNAS. Pada akhir tahun 2001, melalui pemerintahan saat itu, dicanangkan
Gerakan Sadar Zakat Nasional.
5. Perspektif Regulasi Organisasi Pengelolaan Zakat
7
Berdasarkan UU No. 38/1999, OPZ adalah institusi yang bergerak dalam
pengelolaan dana zakat, infak, dan shadaqah. Pengelolaan zakat meliputi kegiatan
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan dana zakat. OPZ dapat berbentuk Badan Amil
Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). BAZ adalah OPZ yang didirikan oleh
pemerintah baik tingkat pusat (BAZNAS), provinsi, kabupaten/kota, dan kecamatan
(BAZDA). Hubungan kerja antar tingkatan tersebut bersifat koordinatif, konsultatif
dan informatif. Sedangkan LAZ adalah OPZ yang dibentuk masyarakat, dikukuhkan,
dibina dan dilindungi oleh pemerintah. Merespon amanah UU No. 38/1999 tersebut,
beberapa pemerintah daerah telah mengeluarkan
Perda yang berkaitan dengan pengelolaan zakat, infak/sedekah, wakaf dan
donasi lainnya yang diakui dalam Islam. Berdasarkan kompilasi yang dilakukan
Amelia Fauzia dalam penelitiannya bersama CSRC UIN Jakarta dan Ford Foundation,
pemerintah daerah yang sudah mengeluarkan Perda tentang zakat dan pengelolaanya
sudah berjumlah 27 daerah. Berikut adalah perda-perda zakat yang dimaksud :
NO
1
Tabel. Perda Zakat di Indonesia
PROVINCE
NO
NAME
Nanggroe Aceh Darussalam
Qanun Province NAD Pengelolaan Zakat
No. 7 2004
2
West Sumatra
Regional regulation of Pengelolaan Zakat
District Pesisir Selatan
No. 31 2003
Regional regulation of Pengelolaan Zakat
3
City Bukit Tinggi No.
4
29 2004
Regional regulation of Pengelolaan Zakat
5
City Solok No. 13 2003
Regional regulation of Pengelolaan Zakat
District Padang Panjang
6
Bangka Belitung
No. 7 2008*
Regional regulation of Pengelolaan ZIS
District Bangka No. 4
7
Banten
2006
Regional regulation of Pengelolaan ZIS
8
Province Banten No. 4
2004
Regional regulation of Pengelolaan Zakat
8
District Serang No. 6
2002
Regional regulation of Pengelolaan ZIS
9
District Tangerang No.
24 2004
Regional regulation of Pengelolaan ZIS
10
City Cilegon No. 4
11
West Java
2001
Decree of West Java Pengelolaan
governor Jabar No. 73 Pengurus
Zakat
BAZ
Jawa
2001
Barat
Regional regulation of Pengelolaan ZIS
12
City Bandung No. 30
2002
Regional regulation of Pengelolaan Zakat
13
District Cianjur No. 7
2004
Regional regulation of Pengelolaan ZIS
14
District Garut No. 1
2003
Regional regulation of Pengelolaan ZIS
15
District Karawang No.
16
East Java
10 2002
Regional regulation of
17
East Kalimantan
District Sidoarjo
Regional regulation of Pengelolaan ZIS
City Bontang
Regional regulation of
18
District
19
West Nusa Tenggara
Kutai
Kartanegara 2008
Regional regulation of Pengelolaan Zakat
District Lombok Timur
20
No. 9 2002
Regional regulation of
District
&
Kabupaten
9
21
South Sulawesi
Bima
Regional regulation of Pengelolaan
District Bulukumba No Profesi,
Zakat
Infaq
&
02 2003
Shadaqah
Regional regulation of Pengelolaan Zakat
22
District Maros No 17
2005
Regional regulation of Pengelolaan Zakat
23
District Barru No 3
2004
Regional regulation of Teknis
24
Pengelolaan
District Takalar No 5 Zakat
2003
Regional regulation of
25
City
Government
26
West Sulawesi
Makassar No 05 2006
Regional regulation of Pengelolaan
27
Central Sulawesi
District Mamuju 2005
Ibadah Maliyah
Decree of Governor Petunjuk
pelaksanaan
Donggala
Zakat
No. Pengelola Zakat
188.45/0241/DEPAG
Sumber: Fauzia, 2011
*direvisi, Kab. Tanah Datar belum ada perda zakat. Pemkot Padang Panjang belum tercantum
Secara substansi, perda-perda tersebut tidak jauh berbeda dengan UU No.
38/1999. Aturan yang dicantumkan dalam perda merincikan hal-hal yang sesuai
dengan kondisi yang ada di daerah bersangkutan. Diantara aturan spesifik yang
berbeda adalah terkait aspek penekanan pada PNS dan sanksi yang diberikan kepada
muzakki yang enggan membayar zakat dan amil yang melakukan penyimpangan.
6. Pola Pengelolaan Zakat Di Indonesia
Dalam Islam, pengelolaan zakat dilakukan oleh negara dan bersifat memaksa
(obligatory system) bagi umat Islam yang hartanya sudah mencapai nisab. Namun di
Indonesia, sejak kemerdekaan, zakat dikelola tanpa keterlibatan pemerintah secara
penuh. Pengelolaan zakat dijalankan oleh individu masyarakat yang dipelopori oleh 2
(dua) lembaga keagamaan yaitu masjid dan pesantren. Pengelolaan dilakukan secara
10
&
sukarela (voluntary system). Mencermati pola pengelolaan zakat saat ini, setidaknya
ada 3 (tiga) model pengelolaan zakat di Indonesia :
Pertama, OPZ yang dibentuk oleh pemerintah atau yang disebut BAZ baik
tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan desa/kelurahan.
Kedua, OPZ yang dibentuk oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN), baik
memiliki yayasan tersendiri atau menjadi UPZ dari BAZNAS. Diantaranya adalah
BAMUIS BNI, LAZ YAUMIL PT Bontang LNG, Baitul Maal Pupuk Kujang,
LAGZIS, BPZIS Bank Mandiri, dan YBM BRI.
Ketiga, OPZ yang didirikan oleh masyarakat atau yang dikenal dengan
Lembaga Amil Zakat (LAZ). Bentuk yang ketiga ini ada yang telah memiliki badan
hukum tersendiri dan disahkan oleh pemerintah, seperti Dompet Dhu’afa, YSDF, RZI,
PKPU, Portal Infaq, Darut Tauhid, Al Azhar Peduli Ummat, PPPA Daarul Qur’an,
dsb; didirikan oleh perusahaan swasta baik berbentuk yayasan atau menjadi UPZ dari
BAZNAS, seperti LAZNAS BSM Ummat, BMM Bank Muamalat, ZIS Indosat, ZIS
PIQ IKPT, dsb dan ada juga yang masih menempel sebagai aktifitas dari pesantren
(lembaga pendidikan), masjid, ormas Islam seperti LAZ NU, LAZ Muhammadiyah
dan Baitul Maal Hidayatullah.
Menurut data Direktorat Urusan Agama Islam Departemen Agama dan Forum
Zakat (FOZ) sebagaimana yang ditulis oleh Ahmad Juwaini, Organisasi Pengelola
Zakat yang ada saat ini berjumlah 38.013 institusi. Di beberapa daerah, BAZNAS
bahkan membentuk Unit Salur Zakat (USZ) khusus untuk mengelola dana zakat
tersebut. Saat ini, tercatat 15 USZ yang menjadi mitra BAZNAS.
Organisasi Pengelola Zakat di Indonesia :
No
1.
2.
Organisasi
BAZNAS
BAZDA Propinsi
BAZDA Kabupaten/Kota
4.
BAZ Kecamatan
5.
BAZ Kelurahan
6.
LAZNAS
7.
LAZ Provinsi
8.
LAZ Kabupaten
9.
UPZ
Jumlah
Sumber : Juwaini, 2011: 33
Jumlah
1
33
434
4.800
24.000
18
16
31
8.680
38.013
11
LAPORAN KEUANGAN BAZNAS
2011-2015
12
PENERIMAAN DANA ZAKAT
PENYALURAN DANA ZAKAT
2011
Rp. 40.387.972.149
2012
Rp. 32.986.949.797
2011
Rp. 32.104.328.858
2013
Rp. 50.741.735.215
2012
Rp. 36.019.079.930
2014
Rp. 69.865.506.671
2013
Rp. 45.068.566.496
2015
Rp. 82.272.643.293
2014
Rp. 64.265.141.159
2015
Rp. 66.766.033.369
Badan Amil Zakat Nasional memiliki beberapa layanan dalam menuju tujuan, yang
mana didalam mencapai tujuan dari badan amil zakat ini, mereka memiliki beberapa layanan
guna mewujudkannya yaitu :
a) Zakat via Payroll System6
Zakat via payroll system adalah sebuah bentuk pelayanan zakat
melalui pemotongan langsung dari gaji seorang karyawan di sebuah
perusahaan. Keutamaan membayar zakat melalui payroll system:
Memudahkan karyawan (penunaian zakat langsung dipotong dari gaji oleh
bagian SDM perusahaan)
6 Situs web resmi pusat.baznas.go.id/
13
Meringankan karyawan (dilakukan setiap bulan secara otomatis)
Tertib (karyawan sebagai wajib zakat terhindar dari lupa)
Menjadi keikhlasan (tidak berhubungan langsung dengan mustahik)
Tepat sasaran dan berdaya guna (penyaluran zakat melalui program
pendistribusian dan pendayagunaan BAZNAS yang berkesinambungan)
Mekanisme pembayaran zakat melalui payroll system:
Manajemen perusahaan memfasilitasi pimpinan dan karyawan untuk
menunaikan zakat dengan cara diperhitungkan langsung dalam daftar gaji.
Karyawan mengisi form kesediaan membayar zakat melalui potong gaji
langsung yang ditujukan kepada bagian SDM atau bagian gaji.
Pembayaran zakat dilakukan langsung dari gaji setiap bulan dan ditransfer
ke rekening BAZNAS oleh bagian keuangan.
Bagian SDM atau bagian gaji menyerahkan data karyawan yang
membayar zakat kepada BAZNAS dalam bentuk file berformat excel.
Karyawan memperoleh kartu NPWZ (Nomor Pokok Wajib Zakat), BSZ
(Bukti Setor Zakat) dan Laporan Donasi atas zakat yang ditunaikan.
b) Zakat Via BizZakat7
BAZNAS memiliki sarana 1 unit Mobil Zakat Keliling, donasi dari Bank
Mega Syariah, yang secara periodik ditempatkan di beberapa lokasi strategis
guna memudahkan muzaki melakukan pembayaran ZIS nya.
c) Zakat Via E-Card
Bermula dari berkembangnya jaringan ATM (Anjungan Tunai Mandiri
/ Automated Teller Machine), saat ini pembayaran apa saja dapat dilakukan via
ATM dan konter yang menyediakan layanan mesin EDC. Kartu ATM pun
semakin populer, hingga bisa digesek di EDC Swipe dan ditambah dengan
pengaman PIN. EDC yang biasa digunakan untuk memproses kartu kredit pun
7 Situs web resmi
pusat.baznas.go.id/
14
didesign untuk mendukung kartu ATM. Banyak sekali konter memiliki mesin
EDC yang dapat memproses kartu ATM atau biasa disebut juga sebagai Kartu
Debit. Kemudian, seiring perkembangan, ATM dengan PIN ini mulai dinilai
kurang praktis karena harus memasukan PIN yang butuh waktu untuk
melakukannya. Disinilah cikal bakal konsep Uang Elektronik atau E-Wallet
itu. Yaitu bagaimana membuat alat pembayaran menggunakan kartu (APMK)
ini lebih praktis tanpa menggunakan PIN.
BAZNAS bekerjasama dengan kalangan perbankan, menyediakan
fasilitas pembayara melaui menu pembayaran zakat di ATM. Di masa depan,
BAZNAS akan menerbitkan kartu Nomor Pokok Wajib Zakat (NPWZ) yang
sekaligus dapat berfungsi sebagai kartu Debit dan ATM, serta E-Wallet. Selain
untuk pembayaran, data muzaki dan data history pembayaran zakat muzaki
dapat diunduh ke dalam kartu elektronik tersebut untuk memudahkan para
muzaki dalam menunaikan kewajiban zakatnya dimana saja dan kapan saja.
Kartu NPWZ BAZNAS
d) Zakat Via Online Payment
Perkembangan teknologi web 2.0 semakin membuat semarak proses
transaksi online melalui portal, web dan blog di internet secara mudah, aman
dan cepat. BAZNAS menyediakan kemudahan layanan pembayaran zakat,
infak shodaqoh dan donasi lain melalui mekanisme online payment atau e-
15
payment dengan bekerjasama dengan pihak perbankan syariah dan
konvensional.
Click dan lakukan transaksi pembayaran anda melalui banner online
perbankan syariah yang telah bekerjasama dengan BAZNAS, dibawah ini.
Para muzaki yang budiman dapat juga melakukan pembayaran ZIS ke
BAZNAS di atm-atm perbankan melalui menu pembayaran zakat, atau
datang langsung ke konter-konter perbankan syariah terdekat.
e) Zakat Layanan Perbankan Syariah
Zakat, sebagai pilar ketiga dari ekonomi syariah, tidak terlepas dari dua
pilar yang lain yaitu sektor rill dan sektor keuangan syariah, termasuk di
dalamnya perbankan syariah. BAZNAS telah memiliki rekening dan
bekerjasama dengan seluruh perbankan syariah dalam proses penghimpunan
zakat nasional.
f) Zakat via Konter
Salah satu upaya BAZNAS untuk memberikan kemudahan bagi
masyarakat untuk membayarkan ZIS di antaranya adalah dengan Konter
Layanan Zakat, Infaq, dan Shodaqoh (ZIS). Tujuan dari pelayanan konter ini
adalah agar para muzaki mendapatkan pelayanan yang lebih dekat dan
eksklusif, tidak hanya untuk membayarkan zakat, akan tetapi untuk
berkonsultasi seputar ZIS serta informasi lengkap mengenai program
BAZNAS.
Kelebihan menunaikan zakat melalui konter Layanan ZIS BAZNAS
adalah:
1. Konsultasi Fiqh Zakat secara langsung
2. Doa pembayaran zakat secara langsung
3. Langsung mendapatkan kartu NPWZ (Nomor Pokok Wajib
Zakat)
4. Langsung mendapatkan bukti Setor Zakat (BSZ) yang dapat
digunakan sebagai bukti agar zakat yang Anda tunaikan
16
dapat diperhitungkan sebagai pengurang penghasilan kena
pajak
5. Informasi lengkap mengenai program BAZNAS
g) Jemput zakat
Program zakat yang proses zakatnya bisa dijemput di ruah penzakat
dengan menggunakan web resmi BAZNAS.
Pendistribusian Zakat Dari BAZNAS8
1.
Program Zakat Community Development
(ZCD)
Program pengembangan komunitas dengan mengintegrasikan aspek sosial
(pendidikan, kesehatan, agama, lingkungan, dan aspek sosial lainnya) dan aspek
ekonomi secara komprehensif yang pendanaan utamanya bersumber dari zakat,
infak, dan sedekah sehingga terwujud masyarakat sejahtera dan mandiri.
Program ZCD meliputi kegiatan pembangunan masyarakat dalam berbagai
aspek kehidupan sehingga terwujud masyarakat yang memiliki keberdayaan dalam
pendidikan, kesehatan, ekonomi dan kehidupan beragama yang disebut dengan
“Caturdaya Masyarakat”. Caturdaya Masyarakat dalam Program ZCD merupakan
unsur utama dan saling terkait satu dengan yang lain. Dengan demikian masyarakat
dapat dikategorikan sebagai masyarakat yang sejahtera dan mandiri apabila telah
memenuhi empat daya tersebut.
8 Situs web resmi
pusat.baznas.go.id/
17
2.
Rumah Sehat BAZNAS
Merupakan program layanan kesehatan bersifat preventif, rehabilitatif,
promotif, karitatif, yang ditujukan gratis untuk mustahik, khususnya fakir
miskin dengan sistim membership. Sasaran Rumah Sehat BAZNAS Kaum
Dhuafa (fakir-miskin, orang-orang terlantar, anak jalanan, dll)
Layanan Kesehatan bagi Dhuafa
“Rumah Sakit tanpa kasir”
GRATIS!!!
Sistem Membership
Konsep & jenis program. Rumah sehat baznas hanya untuk masyarakat
miskin secara GRATIS dengan sistem mem- bership membership untuk semua
anggota Keluarga). Model pelayanan RUMAH SEHAT BAZNAS diberikan
dalam bentuk:
Pelayanan Dalam Ruang
Pelayanan Luar Ruang ( Unit Kesehatan Keliling)
18
3. Rumah Cerdas Anak Bangsa (RCAB)
Rumah Cerdas Anak Bangsa (RCAB) adalah program pendanaan dan
bimbingan bagi siswa dan mahasiswa dalam bidang pendidikan dan pelatihan
sehingga menjadi individu yang mandiri. Program yang dilaksanakan :
a. Rumah Cerdas Primagama
b. Satu Keluarga Satu Sarjana(SKSS)
c. Sekolah Anak Jalanan
d. Beasiswa Dinnar
e. PPSDMS
f. Program Sarana Pintar
4. Rumah Makmur BAZNAS
Baitul Qiradh BAZNAS (BQB) adalah lembaga keuangan mikro
syariah berbadan hukum koperasi yang menyalurkan dana ZIS secara
19
produktif baik melalui pinjaman kebajikan (Al Qardhul Hasan) maupun
melalui pembiayaan dengan pola syariah kepada para mustahik
Merupakan program penyaluran zakat yang ditujukan kepada mualaf
kaderisasi seribu ulama dan berbagai kegiatan dakwah untuk masyarakat
miskin di daerah terpencil dan terluar. Ada tiga bentuk program yaitu Kafalah
Da’i Daerah Terpencil, Bina Mualaf dan Kaderisasi Seribu Ulama (KSU).
KSU menyediakan beasiswa program magister dan doktoral pada
program studi khusus sehingga lahir para ulama yang fakih dalam agama,
berakhlak mulia, dan produktif dalam dakwah serta melahirkan kitab-kitab
rujukan umat.
6.
Program Tanggap Bencana
Program Tanggap Bencana adalah program MERESPON untuk
memberikan bantuan kepada masyarakat yang tertimpa musibah sesaat setelah
terjadi bencana. Program Tanggap bencana meliputi tanggap darurat, evakuasi,
recovery, dan rekontruksi, pelaksanaan kegiatan tanggap darurat bencana
dilakukan makasimal 14 hari. Program Tanggap Bencana dilakukan
bekerjasama dengan instansi pemerintah terkait penanggulangan bencana dan
Jaringan Relawan Indonesia ( JARI ) yang tersebar di 33 propinsi dan berbagai
20
lembaga sosial. Dengan sisitem kemitraan, Program Tanggap Bencana dapat
dilaksanakan sesegera mungkin, setelah terjadinya bencana.
Di BAZNAS ini menerima berbagai jenis zakat yang akan diberikan yaitu :
1) Zakat Peternakan
Zakat Hasil Ternak (salah satu jenis Zakat Maal) meliputi hasil dari peternakan
hewan baik besar (sapi,unta) sedang (kambing,domba) dan kecil (unggas, dll).
Perhitungan zakat untuk masing-masing tipe hewan ternak, baik nisab maupun
kadarnya berbeda-beda dan sifatnya bertingkat. Sedangkan haulnya yakni satu
tahun untuk tiap hewan.
Syarat Umum yaitu :
Sampai Nishab.
Berlalu satu tahun.
Tenaganya tidak dipergunakan untuk produksi.
Digembalakan
Zakat Atas Sapi Nishab & Kadarnya sebagai berikut :
1-29 ekor tidak ada zakat
30-39 ekor seekor anak sapi
40 – 59 ekor seekor sapi satu tahun
60 -69 ekor seekor sapi usia 2 tahun
70 – 79 ekor 2 ekor anak sapi
80- 89 ekor seekor anak sapi & sapi 2 thn
90- 99 ekor 2 ekor sapi 2 tahun
100- 109 ekor 3 ekor anak sapi
110 119 ekor 2 ekor anak sapi & seekor sapi usia 2 tahun
21
Kemudian setiap pertambahan 30 ekor seekor anak sapi dan
pertambahan 40 ekor -> seekor sapi usia 2 tahun.
2) Zakat pertanian
Landasan Hukum
Firman Allah:
“Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak
berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-,macam buahnya,
zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama
(rasanya) Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila berbuah.
Dan tunaikanlah haknya (zakatnya) di hari memetiknya”. (Q S, 6 : 141).
As Sunnah: Dari Jabir, Nabi bersabda:
“Yang diairi oleh sungai dan hujan 10% sedangkan yang diairi dengan
pengairan 5 %”. Hasil ijma’ ulama.
Nishab dan Tarif
Dari Jabir, dari Rasulullah saw ” Tidak wajib bayar zakat pada kurma yang
kurang dari 5 ausuqâ”(HR Muslim).
Dari hadist ini dijelaskan bahwa nishab zakat pertanian adalah 5 ausuq; Ausuq
jamak dari wasaq, 1 wasaq = 60 sha’, sedangkan 1 sha’ = 2,176 kg, maka 5
wasaq adalah 5 x 60 x 2,176 = 652,8 kg. Kadar zakat yang harus dikeluarkan:
jika diairi oleh hujan atau sungai 10 %, dan
jika diairi oleh pengairan 5 %
Zakat pertanian dikeluarkan saat menerima hasil panen.
3) Zakat Emas, Perak, dan Uang
Hadist yang diriwayatkan dari Ali ra, dia berkata, telah bersabda Rasulullah
saw:
“Jika kamu mempunyai 200 dirham dan sudah cukup setahun maka zakatnya
adalah 5 dirham, dan emas hanya dikenakan zakat bila sudah mencapai 20
dinar dan sudah cukup setahun, maka zakatnya adalah ½ dinar setiap
22
bertambah maka dengan hitungan tersebut. Tidak wajib zakat kecuali sampai
cukup masa setahun”. (H.R Abu Daud)
Nishab dan kadar zakat emas, perak dan uang. Nishab emas 20 dinar, 1 dinar
= 4,25 gram, maka nishab emas adalah 20 X 4,25 gram = 85 gram. Nishab
Perak adalah 200 dirham, 1 dirham = 2,975 gram, maka nishab perak adalah
200 X 2,975 gram = 595 gram.
Demikian juga macam jenis harta yang merupakan harta simpanan dan dapat
dikategorikan dalam emas dan perak, seperti uang tunai, tabungan, cek,
saham, surat berharga ataupun bentuk lainnya. Maka nishab dan zakatnya
sama dengan ketentuan emas dan perak. Artinya jika seseorang memiliki
bermacam-macam bentuk harta dan jumlah akumulasinya lebih besar atau
sama dengan nishab (85 gram emas) maka ia telah terkena kewajiban zakat
(2.5%).
4) Zakat Atas Madu
Landasan hukum: Dari Amru bin Syuaib dari kakeknya dari Nabi SAWÂ
berkata: “Sesungguhnya Rasulullah SAW mengambil zakat madu sebesar
1/10″(HR Daruqutni).
Berdasarkan hadits diatas ulama berbeda pendapat:
Jumhur ulama tidak mewajibkan zakat madu dengan alasan tidak ada dalil
yang kuat.
Abu Hanifah dan Ahmad mewajibkan zakat madu dengan dasar keumuman
ayat dan hadits. Nishab dan Tarif Zakat Madu
Imam Abu Hanifah tidak menetapkan nishb madu dan menetapkan
tarifnya 10 %.
Imam Ahmad menentukan nishabnya sebanyak 16 liter Bagdadi.
Sebagian Ulama menganalogikan pada hasil pertanian maka
nishabnya adalah senilai 652,8 kg sedangkan tarifnya 10 % jika
terdapat di tanah yang datar dan 5 % jika berada di pegunungan.
5) Zakat Perniagaan
23
Ketentuan :
Berlalu masanya setahun
Mencapai nishob 85 gr emas
Bebas dari hutang
Kadar zakat yang dikeluarkan adalah 2,5 %
Dapat dibayarkan dengan uang atau barang
Cara Perhitungan
(Modal+Keuntungan+Piutang) - (Hutang+Kerugian) x 2,5%
Contoh:
Bapak Fulan seorang pedagang warung kelontong, ia memiliki aset (modal)
sebanyak Rp 10.000.000,- setiap bulannya ia mendapatkan keuntungan bersih
sebesar Rp 3.000.000,- /bulan. Usaha itu ia mulai pada bulan Januari 2010,
setelah berjalan 1 tahun pada bulan tersebut ia mempunyai piutang yang dapat
dicairkan sebesar Rp 5.000.000,- dan hutang yang harus ia bayar pada bulan
tersebut sebesar Rp 3.00.000,-.
Jawaban:
Zakat dagang dianalogikan kepada zakat emas, nishabnya adalah 85gr emas,
mencapai haul dan dengan tarif 2,5%. Aset atau modal yang dimiliki Rp
10.000.000,-. Keuntungan setiap bulan Rp 5.000.000,- x 12 = 60.000.000,-.
Piutang sejumlah Rp 5.000.000,-. Hutang sejumlah Rp 3.000.000,- .
Penghitungan zakatnya adalah: (Modal + untung + piutang )- (hutang ) x
2,5%= zakat (10.000.000 + 60.000.000 + 3.000.000) – (3.000.000,-) x 2,5% =
Rp 1.750.000 ,-. Jadi zakatnya adalah Rp 1.750.000
6) Zakat Harta Galian
Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw pernah bersabda: [Pada “rikaz”harta
galian, zakatnya seperlima (20%) [HR Bukhori Muslim].
Zakat Rikaz berbeda dengan zakat Barang Tambang.
Zakat Barang Tambang mencakup semua jenis, baik padat maupun
cair.
24
Zakat Rikaz dan Barang Tambang tidak mensyaratkan nishab dan haul.
Tarif Zakat Rikaz 20% dan Zakat Barang Tambang 2,5 % kecuali ada
kemiripan.
Mustahik Zakat Rikaz dan Barang Tambang sama dengan mustahikkin
zakat lainnya.
7) Zakat Profesi
Zakat profesi adalah zakat atas penghasilan yang diperoleh dari pengembangan
potensi diri yang dimiliki seseorang dengan cara yang sesuai syariat, seperti
upah kerja rutin, profesi dokter, pengacara, arsitek, dll.
Dari berbagai pendapat dinyatakan bahwa landasan zakat profesi dianalogikan
kepada zakat hasil pertanian yaitu dibayarkan ketika mendapatkan hasilnya,
demikian juga dengan nishobnya yaitu sebesar 524 kg makanan pokok, dan
dibayarkan dari pendapatan kotor. Sedangkan tarifnya adalah dianalogikan
kepada zakat emas dan perak yaitu sebesar 2,5 %, atas dasar kaidah “Qias
Asysyabah”.
8) Zakat Saham dan Obligasi
Zakat yang wajib dikeluarkan atas kepemilikan surat berharga, termasuk
diantaranya obligasi, reksadana dan saham bursa efek. Periode Haul setelah
dimiliki 1 tahun Nisab sebesar 85 gram emas. Zakat yang dikeluarkan sebesar
2,5 % dari total nilai bruto hal tersebut di atas
Rekening Zakat dan Infak BAZNAS9
N
NAMA BANK
CABANG
O
REKENING
REKENING
ZAKAT
INFAQ
1.
Plaza
070-00 -0185555-5
070 00 0187777 3
2.
Mandiri
Thamrin
700 1325498
700 1334 756
3.
4.
Prapatan
Ciracas
0058 3323 62
0058 3323 62
0058 3323 70
0058 3323 70
5.
Kwitang
6860 1487 55
6860 1485 77
9 Situs web resmi
pusat.baznas.go.id/
25
6.
Jatinegara
011-555510
011-777710
7.
KP
301 007 0753
301 007 0752
8.
Sudirman
Jakarta
2-700-000555
2-700-005777
9.
Jakarta
009 555 5554
009 577 7779
Benhil
Jakarta
098 888 8819
098 888 8819
10.
Benhil
Pondok
971 0064 55
971 0078 77
11.
Indah
Wahid
7017 0007 55
7017 0011 77
12.
Haysim
Melawai
8800255-01-6
8800277-01-0
13.
Kuningan
10000 15559
10000 17779
14.
Harmoni
7011 0011 55
7011 0016 77
15.
Mampang
1000 783214
1000782854
16.
KP
127.80.0001.555
127.80.0001.977
17.
Kuningan
Sudirman
502.01.0011 8.00.9
502.01.0011.9005
18.
KP Cik
990 00 23 828
990 00 47 964
19.
Ditiro
KC Bekasi
006.01.01.00555.5
006.01.01.00777.7
20.
KP
500.100.555.3
500.100.770.0
081 00000 111
0504.01.000239.30.0
081 00000 777
0504.01.000240.30.
(Dollar)
Operasional
Senayan
21.
22
Rekening Ponsel
KC Abdul
Muis
1
7. Pendistribusian zakat oleh Baitul Mal Malaysia10
10 Wahid, Hairunnizam, Abdul Kader.2010.Localization of Malaysian Zakat Distribution Perceptions
of Amil And Zakat Recipients. Journal international Seventh International Conference-The
Tawhidi Epistemology : Zakat and Waqf Economy. Bangi
26
Data dari Baitul Mal Malysia memberikan fakta bahwa didalam pendistribusian zakat
memiliki berbagai masalah, masalah yang menjadi perhatian adalah model lokalisasi
zakat selama masa Nabi yang diterapkan di Malaysia? Sebenarnya, tidak ada referensi
dalam buku-buku fiqh klasik yang menganggap organisasi sebagai pengumpul dan
distributor dari zakat. Ini tampak normal karena tidak ada asosiasi sukarela yang
berwenang atau hukum di era ketika buku-buku klasik yang ditulis. Hal ini hanya di
kalangan penulis kontemporer yang referensi tersebut dapat ditemukan, misalnya,
Qaradawi (1999; p.608) menganggap organisasi alternatif yang baik jika pemerintah
tidak melaksanakan tanggung jawab zakatnya. Dalam prakteknya, baitulmal
bertanggung jawab untuk mengelola masalah-masalah keagamaan yang diuraikan di
bawah yurisdiksi pemerintah negara termasuk pernikahan, waqaf, dan zakat serta sifat
diwariskan. Setiap hal ini dikelola oleh sebuah divisi tersendiri dari Dewan Agama
Islam Negeri (SIRC). Misalnya, zakat dikelola oleh divisi zakat atau Satuan Baitulmal. Divisi ini dibagi lagi menjadi sub-divisi, yang administrasi zakat, pengumpulan
dan distribusi.
Kenyataan, pengumpulan zakat di Malaysia menunjukkan apresiasi di semua
negara setiap tahun. Tabel diatas menunjukkan bahwa pengumpulan zakat telah
meningkat dari RM 450 juta pada tahun 2004 menjadi RM 806.280.000 pada tahun
2007. Hal ini juga menunjukkan apresiasi pengumpulan rata-rata zakat sekitar 20 %
setiap tahun dari 2005 ke 2007. Negara yang telah diprivatisasi pengumpulan zakat
seperti wilayah Kuala Lumpur dan Selangor, pemeran pengumpulan zakat tertinggi di
27
Malaysia. Wilayah Kuala Lumpur telah mengumpulkan sekitar RM 173.820.000
pada tahun 2007, meningkat dari RM 147,59 dan RM 130.140.000 pada tahun 2006
dan 2005 masing-masing. Di sisi lain, Selangor juga menunjukkan kumpulan zakat
yang kuat terutama setelah 2005 ketika negara ini mendominasi dan memimpin
pengumpulan zakat di Malaysia. Misalnya pada tahun 2007, negara ini telah
mengumpulkan
RM
202.190.000,
peningkatan
besar
dibandingkan
dengan
pengumpulan tahun sebelumnya. Selangor telah mengumpulkan zakat sekitar RM
159.840.000, RM 133.120.000 dan RM108.83 juta pada tahun 2006, 2005 dan 2004.
Angka-angka ini menunjukkan kumpulan zakat yang kuat dengan lembaga zakat di
kedua wilayah. Bahkan, situasi ini juga terjadi di negara-negara lain di Malaysia.
Namun kinerja pencairan zakat oleh lembaga zakat tidak cukup baik
dibandingkan dengan pengumpulan zakat. Tabel diatas menunjukkan bahwa rata-rata
26 % dari dana zakat yang tersisa yang tidak dibagikan kepada penerima zakat setiap
tahun atau sekitar RM 145 juta dari dana zakat yang tersisa di lembaga zakat. Isu yang
paling menarik adalah bahwa fenomena negatif ini juga terjadi di wilayah yang
diprivatisasi lembaga zakat seperti Kuala Lumpur dan Sarawak dan juga wilayahwilayah lain yang tidak memprivatisasi pengumpulan zakat mereka atau distribusi
kata, Kelantan dan Perlis. Misalnya di Kuala Lumpur, surplus zakat adalah 30,3 %
pada tahun 2007 dan situasi yang sama terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Hal
yang sama terjadi di wilayah-wilayah lain yang belum diprivatisasi pengumpulan
zakat dan distribusi. Situasi negatif ini memberikan sinyal yang kuat bahwa lembaga
zakat menghadapi masalah besar dalam mendistribusikan zakat. Mengapa masalah ini
terjadi di lembaga zakat terutama di lembaga-lembaga yang telah diprivatisasi
kumpulan zakat dan pendistribusian? Di Malaysia, Selangor, Pulau Pinang dan
Sarawak telah diprivatisasi kumpulan zakat dan pendistribusian. Di sisi lain, Kuala
Lumpur, Negeri Sembilan, Melaka dan Pahang adalah negara yang hanya diprivatisasi
kumpulan zakat mereka dan SIRC diberi tugas untuk mencairkan zakat. Wilayah lain
tidak disebutkan sebelumnya diprivatisasi baik kumpulan zakat atau pencairan zakat.
Para SIRC adalah satu-satunya entitas yang mengelola zakat yang benar-benar.
Muhammad Syukri (2006) mendesak bahwa alasan signifikan untuk masalah
tersebut adalah kesenjangan koneksi terutama dalam hal informasi antara lembaga
zakat dan penerima zakat. Lembaga zakat telah disalahkan karena tidak dapat
mengenali persis penerima zakat. Misalnya Pusat Urus Zakat Pulau Pinang (PUZ)
tidak dapat secara akurat mengenali orang miskin dan miskin yang sebelumnya
28
menerima zakat namun kemungkinan haruslah tidak menerima zakat sekarang karena
status ekonomi mereka telah diangkat dari kemiskinan. Itu terjadi ketika PUZ
menemukan jumlah yang membutuhkan dan orang miskin terus meningkat dari tahun
ke tahun. Misalnya pada tahun 2001, total penerima di daftar ada 9.600 orang, tetapi
meningkat menjadi 9.800 pada bulan Juni 2002 (Muhammad Syukri, 2006;. P 216).
Semua masalah manajemen ini akan menyebabkan masalah lain khususnya
masyarakat muslim tidak puas dengan lembaga zakat. Banyak penelitian
mengungkapkan bahwa pembayar zakat tidak puas dengan manajemen zakat terutama
dalam hal distribusi (Mohd Dahan, 1998;. Sanep et al, 2006;. Hairunnizam et al, 2008
dan Hairunnizam et al 2009.) Dan sekelompok akademisi juga tidak puas dengan
distribusi zakat di Kelantan (Anuar Muhamad, 2008). Namun tidak ada studi yang
berfokus pada penerima zakat dan persepsi mereka terhadap lembaga-lembaga zakat.
Bagi lembaga zakat tidak dapat memecahkan masalah ini segera, itu mungkin akan
menciptakan masalah lain pembayaran oleh pembayar zakat melalui saluran tidak
resmi atau dengan kata lain pembayar zakat membayar zakat langsung ke penerima
zakat (Aidit, 1989; Muhammad Syukri; 2006 ;. Sanep et al, 2006; dan Hairunnizam
et.al 2008). Mayoritas pembayar zakat di Malaysia tidak puas dengan cara lembaga
zakat mendistribusikan zakat. Mereka merasa proses pendistribusian tidak jelas dan
informasi mengenai pendistribusian zakat tidak jelas. Banyak penelitian juga sepakat
bahwa kumpulan akat harus dicairkan segera ke penerima dan harus tidak mengalami
penundaan (Nik Mustapha, 1991) dan tanpa penundaan yang tidak diinginkan (Khaf,
1995a dan Mujaini 1995b).
29
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Zakat adalah poros dan hubungan keuangan negara Islam dan meliputi bidang
moral, sosial dan ekonomi. Di bidang moral, zakat menyapu perasaan
keserakahan dan keserakahan orang kaya. Di sisi lain, di bidang sosial, tindakan
zakat sebagai ukuran unik yang dipercayakan oleh Islam untuk menghapuskan
kemiskinan dari masyarakat dengan membuatnya menjadi kewajiban sosial pada
orang kaya. Selain itu, di bidang ekonomi, zakat mencegah akumulasi kekayaan
di tangan beberapa. Ini merupakan kontribusi wajib umat Islam untuk negara.
2. Saran
Potensi besar zakat di Indonesia yang tidak diiringi dengan pencapaiannya
sampai saat ini juga terkait faktor pola/model pengelolaan zakat disamping faktor
lainnya. Ada beberapa catatan kritis yang bisa dijadikan masukan untuk
mengevaluasi perkembangan institusi zakat dalam rangka peningkatan peran dan
kontribusi zakat dalam perekonomian nasional. Pertama, sistem zakat yang ada
masih bersifat sukarela (voluntary zakat system), terlihat jelas pada pasal 12 ayat
1 UU No. 38 tahun 1999. Sebaiknya sistem zakat diusahakan untuk berada pada
30
posisi wajib (obligatory zakat system), sehingga zakat akan berfungsi dengan
maksimal menjalankan perannya sebagai instrumen ekonomi. Kedua, selama ini
sistem dan mekanisme yang masih dibawah otoritas Kementerian Agama.
Sebaiknya zakat harus berada dalam otoritas ekonomi pemerintah seperti menteri
keuangan atau lembaga keuangan yang ditunjuk oleh pemerintah, sehingga akan
menjadikan zakat sebagai instrumen ekonomi, dengan demikian efektifitasnya
akan lebih terasa ketika zakat benar-benar menjadi alat kebijakan ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA
Hertanto Widodo dkk, PAS (Panduan Akuntansi Syariah) Panduan Praktis Operasional
Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) (Bandung: Mizan, 1999)
Ibrahim Lubis, Ekonomi Islam Suatu Pengantar Jilid 2, (Jakarta: Kalam Mulia, 1995)
M.Dawan Raharjo, Islam dan Transformasi Sosial-Ekonomi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1999),
Maguni, Wahyuddin. 2013.Peran Fungsi Manajemen Dalam Pendistribusian Zakat :
Distribusi Zakat Dari Muzakki Ke Mustahik Pada (Badan Amil Zakat) BAZ. Jurnal
Al-‘Adl Vol 6 No 1 Januari
Mannan, M.A. Islamic Economics, Theory and Practice, (Delhi, Idarah-I Adabiyat-I Delli,
1980)
Muhammad.2002.Kebijakan Fiskal dan Moneter dalam Ekonomi Islam.Jakarta.Salemba
Empat
Purbasari, Indah. Pengelolaan Zakat Oleh Badan dan Lembaga Amil Zakat Di Surabaya dan
Gresik. Jurnal volume 27, nomer 1, Februari 2015, halaman 68-81 Universitas Trunojoyo
Madura
31
Wahid, Hairunnizam, Abdul Kader.2010.Localization of Malaysian Zakat Distribution
Perceptions of Amil And Zakat Recipients. Journal International Seventh International
Conference-The Tawhidi Epistemology : Zakat and Waqf Economy. Bangi
Webside BAZNAS resmi. pusat.baznas.go.id/
Yusoff, Mohammed B. Fiscal Policy In An Islamic Economic And The Role Of Zakat. IIUM
Journal of Economics and Management 14, no. 2 (2006): 117-145 2006 by The
International Islamic University Malaysia
Zainul Arifin, Memahami Bank Syariah, Lingkup, Peluang, Tantangan dan Prospek (Jakarta:
Alvabet, 1999)
32