MAKALAH FILSAFAT SEMESTER 2 UNIDA.docx

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Qui apeur de la philosophie?
Siapa takut filsafat?
--Jacques Derrida
Ya, siapa takut filsafat? Pertanyaan Filsuf Perancis tersebut memang cukup menjadi
alasan mengapa kita tak mesti takut mempelajari filsafat. Filsafat kata Derrida adalah hak semua
orang, karena filsafat adalah puisi. Filsafat layaknya karya sastra mesti dipelajari bahkan oleh
murid sekolah.
Filsafat itu bertanya. Dan, kita selalu bertanya. Apapun yang ada di hadapan kita selalu
kita pertanyakan. Namun kita, kata Franz Magnis-Suseno adalah makhluk yang tak pernah
sampai. Mangapa? setidaknya, kata Franz ada dua kenyataan pada manusia yang tampaknya
berlawanan dan membuatnya selalu ingin mengetahui lebih jauh. 1
Pertama, karena hanya dengan tahu manusia dapat bertindak. Ia bertindak karena segala
macam alasan, diantaranya yang paling dasar adalah bahwa ia terdorong memenuhi kebutuhankebutuhannya, jadi apa yang dirasakan dibutuhkannya: ya makan dan minum dan lain-lain
kebutuhan jasmani, tetapi juga kebutuhan akan manusia lainnya. Untuk itu ia harus tahu,
misalanya tahu dari mana memperoleh makanan atau di mana ibunya.
Kedua, yang khas bagi manusia adalah bahwa ia selalu mau tahu lebih jauh. Itu karena
sifat manusia yang kedua: manusia berwawasan tak terbatas. Pengetahuan manusia selalu
terbatas. Tetapi wawasannya tidak terbatas. Maka tak pernah ada pengetahuan yang dapat

memenuhi cakrawala perhatiannya. Karena itu manusia bertanya terus.
Gambaran cukup jelas tentang karakter manusia ini bisa kita lihat dari testimoni AlGhazali (1058-1111 M) yang fenomenal,
Sejak muda hingga saat ini, ketika usiaku menjelang limapuluh tahun, kuarungi ombak
lautan yang dalam ini, kutemukan berbagai rahasia aliran semua kelompok. Aku tidak
meninggalkan kelompok batiniah kecuali telah kutelaah kebatiniahannya. Aku tidak
meninggalkan kelompok zhahiri kecuali telah kukuasai kezhahiriahannya. Tidak
kutinggalkan kelompok filosof kecuali setelah aku menguasai hakikat filsafatnya. Tidak
kutinggalkan kelompok teologis, kecuali kau telah benar-benar mengkaji puncak teologis
dan perdebatannya, tidak kutinggalkan kelompok sufi kecuali aku telah menelusuri
kesufiannya, tidak juga kelompok zindik kecuali aku telah meneliti sebab-sebab di balik
keberanian dan kezindikannya.

1

Franz Magnis-Suseno, Menalar Tuhan, 2006, Jakarta, Penerbit Knaisius, hal. 17

1

Rasa penasaran untuk mengetahui hakikat semua persoalan di atasa selalu menghantuiku
sejak aku masih muda. Tampaknya, hal itu merupakan instink dan fitrah dari Allah swt

yang disimpan dalam benakku, bukan karena kemauan dan keinginanku. 2
Uraian Al-Gazali tersebut memberi gambaran bahwa manusia senantiasa bertanya.
Karena memang manusia memiliki perangkat yang memadai: akal. Kata akal adalah translasi dari
bahasa Arab aqala. Di lain kesempatan Al-Gazali memuji akal.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertiana filsafat adalah; 1) pengetahuan dan
penyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya; 2)
teori yang mendasari alam pikiran atau suatu kegiatan; 3) ilmu yang berintikan logika, estetika,
metafisika, dan epistemology; 4) falsafah.3
Jadi filsafat adalah penyelidikan dengan akal budi. Dengan kemampuan logika kita. Dan
karena itu salah satu definisi filsafat adalah usaha memahami dan mengerti dunia dalam hal
makna dan nilai-nilainya.4
Nicolaus Driyarkara mendeskripsikan filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang mengenai
segala sesuatu dengan memandang sebab-sebab yang terdalam, tercapai dengan budi murni
(philosophy is the science which by the natural light of reason studies the first causes or highest
principles of all things). Selanjutnya Driyarkara menyimpulkan bahwa;
 Objek filsafat: segala sesuatu yang ada;
 Sudut pandangnya: sebab-sebab yang terdalam;
 Sifat-sifat filsafat: sifat-sifat ilmu;
 Jalannya filsafat dalam usaha mencari jawaban-jawaban: dengan berdasarkan
kekuatan pikiran manusia, tak berdasarkan wahyu Tuhan atau pertolongan istimewa

dari agama/Tuhan.5
Kemudian dengan menggunakan silogisme ala Aristoteles, Driyarkara menyimpulkan:
1). Dorongan untuk mengerti timbul dari kodrat manusia.
2). Filsafat timbul dari dorongan untuk mengerti ini.
3). Jadi filsafat timbul dari kodrat manusia.6
2

Muhammad Iqbal, 100 Tokoh Islam Terhebat dalam Sejarah, Jakarta, Intimedia dan Ladang
Pustaka, hal. 113 lihat juga Yusuf Qardhawi, Kebudayaan Islam Ekslusif atu Inklusif, 2001,
Solo, Era Intermedia hal. 157-160
3
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2007,
Jakarta, Balai Pustaka, hal. 317
4
Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM, Filsafat Ilmu, 1996, Yogyakarta, Universitas Gajah Mada, hal.
1
5
A Sudiarja dkk, Karya Lengkap Driyarkara… hal. 997
6
A Sudiarja dkk, Karya Lengkap Driyarkara… hal. 1007


2

Namun demikian, meskipun kodrat manusia kata Driyarkara condong akan filsafat, atau
karena memang manusia mempunyai akal yang memadai, perlu diingat bahwa akal itu tetap
mempunyai keterbatasan. Baik kita ikuti penjelasan Prof. Nasrun bahwa filsafat sejati harus
berdasarkan agama. Harus berdasar wahyu. Karena ada sesuatu yang beyond logic yang tidak
mampu ditangkap rasio kita.7
B. Permasalahan
Dalam makalah ini kami mengangkat 3 (tiga) permasalahn utama, yaitu;
1. Bagaimana asal mula perkembangan filsafat Yunani?
2. Bagaimana periodisasi filsafat Yunani? dan,
3. Bagaimana pemikiran filsafat 3 (tiga) filsuf besar Yunani; Socrates, Plato, dan Aristoteles?
C. Tujuan Makalah
1. Memahami sejarah kelahiran Filsafat Yunani;
2. Memahami periodisasi filsafat Yunani; dan
3. Memahami pemikiran tiga tokoh filsafat besar Yunani; Plato, Socrates, dan Aristoteles.

7


Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, 2014, Jakarta, Rajawali Press, hal. 18

3

BAB II
PEMBAHASAN
A. Lahirnya Filsafat Yunani
Bangsa Yunanai adalah bangsa yang ulung dalam berpikir. Pikirannnya realistis, penuh
dengan pengakuan keadaan nyata; peraturan dan keseimbangan adalah sifat-sifatyang senantiasa
dipertahankan. Pikiran Yunani selalu mencari kesatuan dalam kebanyakan (ketunggalan dalam
kemajemukan), yang umum dalam yang khusus, yang kekal dalam yang berubah-ubah. 8 Faktor di
atas itulah yang mendorong berkembangnya filsafat di Yunani.
Asmoro Achmadi meringkas ada tiga faktor yang mendorong lahirnya filsafat Yunani.
1. Bangsa Yunani kaya akan mitos (dongeng), di mana mitos dianggap sebagai awal dari upaya
orang untuk mengetahui atau mengerti. Mitos-mitos tersebut kemudian disusun secara
sistematis yang untuk sementara kelihatan rasional sehingga muncul mitos selektif dan
rasional, seperti syair karya Homerus, Orperus, dan lain-lain.
2. Karya sastra Yunani yang dapat dianggap sebagai pendorong kelahiran filsafat Yunani, karya
Homerus mempunyai kedudukan yang sangat penting untuk pedoman hidup orang-orang
Yunani yang di dalamnya mengandung nilai-nilai edukatif.

3. Pengaruh ilmu-ilmu pengetahuan yang berasal dari Babylonia (Mesir) di lembah Sungai Nil.
Kemudian mereka kembangkan secara teoretis dan kreatif.
Dengan adanya ketiga faktor tersebut, kedudukan mitos digeser oleh logos (akal),
sehingga setelah pergeseran tersebut filsafat lahir. Dan pengertian filsafat waktu itu masih
berwujud ilmu pengetahuan yang masih global, sehingga nantinya satu demi satu berkembang
dan memisahkan diri menjadi ilmu pengetahuan yang mandiri. 9
B. Periodisasi Filsafat Yunani
Filsafat Yunani terbagi menjadi dua periode yakni Yunani Kuno dan Yunani Klasik. 10
1. Periode Yunani Kuno
Periode Yunani Kuno lazim disebut dengan periode filsafat alam. Hal ini dikarenakan
saat itu banyak bermunculan ahli pikir alam. Yang tentu perhatian dan pemikirannya masih
seputar alam sekitar yang ada di sekeliling mereka.
Para pemikir filsafat Yunani yang pertama berasal dari Miletos, sebuah kota perantauan
Yunani yang terletak di pesisir Asia Kecil. Mereka kagum terhadap alam yang penuh dengan
nuansa dan ritme. Mereka berusaha mencari jawab atas misteri yang ada di balik semua itu.
8

A Sudiarja dkk, Karya Lengkap Driyarkara..hal. 1084
Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, 2014, Jakarta, Rajawali Press, hal. 31
10

Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, … hal. 32
9

4

Para pemikir yang tergolong kelompok ini antara lain Thales (625-545 SM),
Anaximandros (640-546 SM), Pythagoras (±572-497 SM), Xenophanes (570-? SM), Heraclitos
(535-475 SM), Parmenides (540-475 SM), Zeno (±490-430 SM), Empedocles (490-435 SM),
Anaxagoras (±499-420 SM), serta Democritos (460-370 SM).
2. Periode Yunani Klasik
Pada periode Yunani klasik perkembangan filsafat makin pesat. Ditandai dengan minat
oarng yang makin besar. Di kota-kota berdiri berbagai perguruan yang pada tahap berikutnya
melahirkan berbagai aliran filsafat.
Aliran yang mengawali priode Yunani klasik ini adalah aliran Sofisme. Kata Sofisme
merujuk pada kata sophos yang artinya serdik pandai. Keberadaan sofime ini dengan keahliannya
dalam bidang-bidang bahasa, politik, retorika, dan terutama memaparkan tentang kosmos dan
kehidupan manusia membawa perubahan budaya dan peradaban Athena.
Salah satu tokoh sofisme adalah Gorgias (480-380 SM). Diantara pemikirannya adalah
pandangan tentang norma. Menurutnya norma yang sifatnya umum tidak ada. Yang ada adalah
norma yang individualistis (subjektivisme). Sebagian orang mengangap kaum sofis telah merusak

filsafat. Menimbulkan berbagai kontra. Salahsatunya Socrates. Sebagai pemikir Socrates enggan
disebut Sofis (=cerdik pandai; bijaksana). Socrates lebih senang menyebut dirinya philosophia
yang artinya pecinta kebijaksanaan.
Ungkapan Socrates itulah yang abadi hingga sekarang, karena dari akar kata philosophia
itulah orang mengenal berbagai ajaran Yunani. Bahkan hingga kini berabad-abad telah berlalu
ajaran kaum philosohia tetap menjadi kurikulum di dunia akademik. Dengan kata lain bisa kita
katakana kaum sofis ikut berperan melahirkan tiga filsuf besar Yunani: Socrates, Plato, dan
Aristoteles.
C. Filosof Besar Yunani
1. Socrates
Socrates (470-399 SM) barangkali adalah tokoh paling penuh teka-teki dalam seluruh
sejarah filsafat. Dia tidak pernah menulis sebaris kalimat pun. Namun, ia merupakan salah
seorang filosof yang mempunyai pengaruh paling besar terhadap pemikiran Eropa, dan itu
sama sekali bukan karena cara kematiannya yang dramatis. 11 Itulah kalimat yang
digambarkan oleh Jostein Gaarder tentang sosok Socrates.
Socrates memang misterius. Tak banyak diketahui. Buruk rupa. Perutnya gendut,
matanya menonjol, dan hidungnya pendek serta besar. Tapi ia rujukan filsafat yang tak bisa
11

Jostein Gaarder, Dunia Sophie sebuah Novel Filsafat, 2016, Jakarta, Mizan, hal. 115


5

kita menemukan padanannya. Begitu kata Gaarder. Semua informasi tentangnya diperoleh
dari tulisan muridnya, utamanya Plato.12
Socrates lahir tahun 470 SM di Athena. Ayahnya adalah seorang pemahat patung
sedangkan ibunya melakukan pekerjaan bidan. Dengan budi pekertinya yang halus lagi
tinggi, dengan tabiatnya yang tidak mencari keuntungan, dengan cita-citanya tentang moral
yang luhur, dengan hidupnya yang lurus murni, ia sangat dihormati dalam masyarakat pada
zaman itu.13
Berbeda dengan kaum sophis yang mengajarkan kebijaksanaan untuk mendapatkan uang,
Socrates sama sekali tak memungut bayaran. Bahkan dirinya lebih menyebut dirinya
philosophia. Seorang yang cinta kebijaksanaan. Seorang pecinta kebijaksanaan yang menebar
ilmu tanpa menggurui. Tanpa minta upah.
Namun akhir hayatnya tragis. Socrates dihukukum mati. Socrates dianggap tidak
menghormati dewa-dewa serta berpengaruh buruk bagi kaum muda. Pengadilan Rakyat
Athena yang berjumlah limaratus orang mayoritas menganggapnya bersalah. Ia dihukum mati
dengan minum racun.14
Meskipun tak mewariskan tulisan, pikiran-pikiran Socrates banyak mewarnai pemikiran
filsafat Eropa hingga menyebar ke segala penjuru.

a. Seni Berdiskusi
Hakikat seni Socrates adalah fakta bahwa ia tidak ingin menggurui orang.
Sebaliknya justru ia member kesan sebagai orang yang ingin belajar dari orang-orang
yang diajaknya berbicara.15 Dalam dialogos tersebut Socrates menggunakan cara yang
disebut eironeia, pura-pura tidak menegerti.16
Karena “tidak tahu apa-apa” Socrates terus bertanya dengan cara-cara jitu,
dengan menerobos yang kongkret pikiran kea rah yang abstrak. Yang sudah dimengerti
dijadikan pangkalan untuk mencapai yang belum dimengerti. Dengan jalan itu lambat
laun Socrates membangun pengertian. Quote terkenal dari Socrates adalah hanya satu
yang aku tahu, yaitu aku tidak tahu apa-apa. Socrates sendiri menamakan metodenya
maieutika, teknik kebidanan. Menurut pendapatnya, jiwa manusia itu mengandung

12
13
14
15
16

Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, 2014, Jakarta, Rajawali Press, hal. 49
A Sudiarja dkk, Karya Lengkap Driyarkara, 2006, Jakarta, Gremedia, hal. 1035

A Sudiarja dkk, Karya Lengkap Driyarkara… hal. 1136
Jostein Gaarder, Dunia Sophie… hal. 118
A Sudiarja dkk, Karya Lengkap Driyarkara… hal. 1139

6

kebenaran yang harus dilahirkan. Maka dengan teknik kebidanan tersebut Socrates
menolong jiwa dalam bersalin intelektual.
b. Kebenaran Umum
Ajaran meragukan sesuatu. Ajaran yang menganggap kebenaran relatif telah
menggoyangkan teori-teori sains yang telah mapan, mengguncangkan keyakinan agama.
Ini menyebabkan kebingungan dan kekacauan dalam kehidupan. Socrates bangkit. Ia
meyakinkan orang-orang bahwa tidak semua kebenaran relatif. Ada kebenaran umum
yang bisa dipegang semua orang.
Menurut Socrates kebenaran umum itu ada, yaitu definisi itu sendiri.Sebagai
contoh, apakah kursi itu? Orang bisa periksa semua kursi. Semua kursi di dunia ini kalau
perlu. Misal kita temukan kursi di sekolah terdiri dari tempat duduk dan sandaran,
berkaki empat terbuat dari kayu jati. Ada lagi kursi di kantor, memiliki tempat duduk dan
sandaran, berkaki empat terbuat dari logam. Jadi kursi itu memiliki tempat duduk dan
sandaran. Sedangkan ciri lain, missal terbuat dari apa, tidak ditemukan pada semua kursi.
Maka semua orang akan sepakat bahwa tempat duduk yang ada sandarannya
adalah kursi. Contoh tersebut adalah kebenaran yang obyektif, umum, tidak subyektif,
relatif. Cara berfikir Socrates untuk mencapai definisi tersebut adalah induksi. Induksi
yang dimaksud Socrates adalah memperbandingkan secara kritis. Ia mencari persamaan
dan diuju dengan saksi dan lawan saksi, tesis dan anti tesis.
c. Tentang Manusia
Jiwa manusia itu ruh. Telah ada sebelum ada kita. Tanpa kita ketahui. Jiwa
manusia, bagi Socrates adalah realitas yang lebih tinggi, yang sifat-sifatnya berlainan
dengan sifat-sifat badan.Jiwalah yang memberi hidup badan, karena itu ia luput dari
maut.17 Jadi Socrates berkeyakinan jiwa itu tidak mati. Ketika mati, yang mati adalah
jasadnya saja. Saat hendak dieksekusi mati Socrates bertutur,
Kematian mungkin sama dengan tidur tanpa mimpi—yang jelas baik—atu
mungkin berpindahnnya jiwa ke alam lain. Dan adakah yang memberatkan
manusia jika ia diberi kesempatan untuk berbincang dengan Orpheus, Musaeus,
Hesiodus, dan Homerus? Maka sekiranya hal ini benar, biarlah aku mati
berulang kali. Di dunia lain itu mereka tak akan menghukum mati sesorang
karena suka bertanya: tentu tidak. Sebab kecuali sudah lebih berbahagia
daripada kita saat ini, mereka yang di dunia lain itu abadi, sekiranya apa yang
sering dikisahkan itu benar.
17

Sudiarja dkk, Karya Lengkap Driyarkara… hal. 1140

7

d. Tentang Tuhan
Socrates mempercayai adanya Tuhan. Adanya alam

ini mesti ada sumber

asalnya. Sebagaimana ia mempercayai keabadian roh, ia juga mempercayai adanya
Sesuatu yang abadi di balik alam fana ini.
Mengenai hal ini Plato menuliskan dialog Socrates dengan Aristodium, seseorang
yang mengingkari adanya Tuhan,
Socrates

: Coba sebutkan adakah orang-orang yang menarik bagimu karena
kemahiran dan keindahan perbuatannya?

Aristodium

: Tentang syair kagum dengan Homerus, tentang gambar kagum pada
Zokses.

Socrates

: Tukang-tukang mana yang menarik kekagumanmu?

Aristodium

: Dewi Yupiter adalah yang pantas sekali dikagumi yang membuat
barang-barang yang mempunyai akal yang hidup, apabila alam yang ada
ini terjadi secara kebetulan saja.

Socrates

: Tetapi alam wujud manakah yang pantas engkau pandang terjadi secara
kebetulan saja, atau terjadi oleh sebab pengetahuan

Aristodium

: Alam yang terjadi oleh sebab pengetahuan.

Socrates

: Begitu yang tak bisa engkau lihat, jiwa engkau yang menguasai seluruh
anggota engkau. Dapatkah engkau menyatakan bahwa segala perbuatan
engkau terbit tanpa akal, tanpa pengetahuan, tetapi semuanya dengan
kebetulan saja?

Plato juga menuliskan dialog Socrates dengan Alkibiades;
Socrates

: Aku memiliki satu penjaga (epithropos)

Alkibiades

: Siapakah dia, Socrates?

Socrates

: Tuhan (Qeos), wahai Alkibiades.

Di lain kesempatan Socrates pernah mengatakan, inilah juga yang menjadi faktor
penyebab mengapa aku dibawa ke muka pengadilan. Orang Athena mengatakan aku sesat
karena aku tidak mempercayai dewa-dewa yang sukar diterima kebenarannya itu. 18
e. Tentang Politik
Dilapangan politik, Socrates mempunyai pendirian yang pada zaman sekarang
barangkali tampak tidak simpatik. Ia menolak demokrasi. Menurut Socrates

18

Muhammad Alexander, Luqmanul Hakim adalah Socrates Berkulit Hitam, 2013, Selangor:
PTS Islamika

8

pemerintahan hanya harus diserahkan kepada orang-orang yang betul-betul mempunyai
tentang mengemudi Negara.19
2. Plato
Plato (427-347 SM) adalah nama panggilan. Ia di panggil demikian karena memiliki dahi
dan bahu yang lebar (plato = yang berbentuk lebar). Nama aslinya adalah Aristokles. Ia
adalah bangsawan yang dikenal selain sebagai filsuf dan ahli pikir yang relijius, juga sebagai
penyair dan seniman yang inspirasinya bertaraf tinggi. 20
Plato adalah murid dan pengagum Socrates, tidak heran pemikirannya sangat di
pengaruhi gurunya tersebut. Namun berbeda dengan Socrates yang tidak mewariskan buku,
Plato sangat produktif menulis. Karangannya yang terakhir, Nomoi (undang-undang) bahkan
belum rampung ditlis saat ia meninggal. Dan kalau kita cermati, ada tiga ciri dalam filsafat
Plato; 1) ia termasuk Socratik, 2) hampir semua karyanya berbentuk dialog, dan 3) ia selalu
menampilkam mite-mite yang adduniawi dalam karyanya. 21
Plato adalah Filsuf yang sangat berpengaruh di Eropa hingga abad modern. Bahkan
Alfred Whitehead mengatakan bahwa semua filsafat Barat adalah catatan kaki dari filsafat
Plato (all western philosophy is but a series of footnotes to Plato). 22
a. Dunia Idea
Plato berkeyakinan bahwa ada realitas di balik dunia materi. Plato menyebutnya
dunia ide. Ide dalam pandangan Plato adalah citra pokok dan perdana realitas (eidos =
gambar atau citra). Jadi ide di sini tidak boleh disamakan begitu saja dengan kata “ide”
dalam bahasa Indonesia yang berarti gagasan. 23
Di dunia ide tersimpan pola-pola yang kekal dan abadi di balik berbagai
fenomena yang kita temui di alam. Jadi ada dua realitas. Penjelasan Gaarder cukup
popular untuk kita simak.
Satu wilayah adalah dunia indra, yang mengenainya kita hanya dapat
mempunyai pengetahuan yang tidak tepat atau tidak sempurna dengan
menggunakan lima indra kita. Di dunia indra ini, segala sesuatu berubah dan
tidak ada yang permanen. Dalam dunia indra ini tidak ada sesuatu yang selalu
ada, yang ada hanyalah segala sesuatu yang datang dan pergi.
19

Sudiarja dkk, Karya Lengkap Driyarkara… hal. 1141
Sudiarja dkk, Karya Lengkap Driyarkara… hal. 1146
21
Simon Petrus L. Tjahjadi, Petualangan Intelektual Konfrontasi dengan Filsuf dari Zaman
Yunani Hingga Zaman Modern, 2004. Yogyakarta, Kanisius, hal. 47
22
K Bertens, Sejarah Filsafat Yunani, 1999, Yogyakarta, Kanisius, hal. 30
23
Simon Petrus L. Tjahjadi, Petualangan Intelektual… hal. 48
20

9

Wilayah yang lain adalah dunia ide, yang mengenainya kita dapat memiliki
pengetahuan sejati dengan menggunakan akal kita. Dunia ide ini tidak dapat
ditangkap dengan indra, tetapi ide (atau bentuk-bentuk) itu kekal dan abadi.24
Jadi menurut Plato pengetahuan sejati kita hanyalah pengetahuan berdasarkan
indera dan akal semata.
b. Jiwa Manusia
Plato percaya bahwa jiwa telah ada sebelum dia mendiami tubuh kita. Tubuh itu
bagian dari dunia indera. Dunia indera itu hanyalah bayang-bayang. Dunia yang tidak
sempurna. Karenanya menurut Plato, jiwa selalu rindu akan dunia yang kekal. Jiwa selalu
rindu untuk terbang pulang dengan sayap-sayap cinta ke dunia ide, dunia yang kekal itu.
Ini karena Plato percaya bahwa semua fenomena alam itu hanyalah bayangbayang dari bentuk atau ide yang kekal. Tapi kebanyakan orang, kata Plato sudah puas
dengan kehidupan di tengah-tengah bayang-bayang. Mereka mengira hanya bayangbayang itulah yang ada.
c. Tuhan
Menurut Plato, alam ini ada karena diadakan oleh Demiourgos (yang membuat,
yang menciptakan). Lalu timbullah soal Demiourgos. Siapakah Demiourgos tersebut?
Tuhankah? Banyak ahli yang memaparkan bahwa Demiourgos sam dengan ide kebaikan,
sama dengan Tuhan. Van Litsenburg menerangkan bahwa Demiourgos itu hanya
menggambarkan satu aspek dari Tuhan. Demiourgos hanya menggambarkan Tuhan
sebagai Pencipta dan Penyelenggara alam raya sebagi Persona. Dengan demikian ajaran
Plato ini belum menggambarkan konsep tentang Tuhan yang Maha Esa dengan pikiran
yang jelas dan selsai.25
Akan tetapi dalam Kongres Filsafat yang ke-10 di Amsterdam pada tahun 1948
dinyatakan bahwa meskipun Plato tidak pernah mempergunakan istilah Tuhan untuk
menunjuk dunia ide-ide, namun dengan alasan yang benar orang dapat mempertahankan
monoteisme filsafat Plato.26

d. Negara

24
25
26

Jostein Gaarder, Dunia Sophie… hal. 153
Sudiarja dkk, Karya Lengkap Driyarkara… hal. 1158
Sudiarja dkk, Karya Lengkap Driyarkara… hal. 1155

10

Menurut Plato, manusia dalam hidupnya mempunyai tujuan hidup yang baik, dan
hidup yang baik dapat dicapai dalam polis. Dalam Negara. Karena memang dalam
kodratnya manusia adalah makhluk social. Makhluk social tidak mungkin hidup
sendirian. Ia butuh orang lain. Dan tentu juga butuh Negara.
Dan menurut Plato, dalam Negara yang baik harus ada tiga golongan. Pertama
golongan penjaga, yaitu filsuf. Mereka menjaga kehidupan dan ketentraman jiwa. Kedua
pembantu atau prajurit. Mereka menjaga stabilitas dan keamanan Negara. Dan ketiga
golongan pekerja atau petani yang menanggung beban ekonomi.
Hal Tersebut diilustrasikan dari tubuh manusia,27
Tubuh
Kepala
Dada
Perut

Jiwa
Akal
Kehendak
Nafsu

Sifat
Kebijaksanaan
Keberanian
Kesopanan

Negara
Pemimpin
Pelengkap
Pekerja

3. Aristoteles
Aristoteles (384-322 SM) lahir di Stageira, Yunani Utara. Ayahnya adalah dokter pribadi
Raja Macedonia. Saat usianya 18 tahun ia dikirim ke Athena untuk belajar kepada Plato.
Selama 20 tahun ia belajar dengan Plato. Setelah Plato meninggal Aristoteles mendirikan
sekolah di (Assos) Asia Kecil. Pada tahun 342 ia kembali ke istana Raja Philippos di
Macedonia untuk menjadi pendidik Pangeran Iskandar Agung (Alexander the Great). Setelah
Iskandar naik tahta, Aristoteles kembali dan mendirikan sekolah di Athena. 28
Di perguruannya tersebut, Aristoteles menjadi guru besar. Kelak perguruannya disebut
Peripatetika. Ya, karena Aristoteles memberikan pengajarannya dalam gymnasion yang
terletak kuil dewa Apollo Lukeios. Kuliah itu diberikan dengan berjalan bersama-sama di
serambai-serambi yang memang dimaksud sebagai ruangan untuk berjalan bersama-sama.
Serambi semacam itu dalam bahasa Yunanai disebut Peripatos.29
Tulisan karya Aristoteles banyak sekali. Ada yang membaginya ke dalam delapan bagian;
logika, filsafat alam, psikologi, biologi, metafisika, etika, politik dan ekonomi, serta retorika
dan poetika.30
a. Logika

27
28
29
30

Jostein Gaarder, Dunia Sophie… hal. 157
Harun Hadiwijono, Seri Sejarah Filsafat Barat, 2010, Yogyakarta, Kanisius, hal. 45
A Sudiarja dkk, Karya Lengkap Driyarkara… hal. 1168
Harun Hadiwijono, Seri Sejarah Filsafat Barat … hal. 45

11

Menurut Aristoteles Logika merupakan Kunci segala pengetahuan. Logika tidak
masul wilayah filsafat, melainkan persiapan atau propedeutika. Istilah logika tidak
digunakan oleh Aritoteles, ia menggunakan istilah analytika artinya ajaran tentang
pemecahan.31
Bidang logika inilah salah satu pencaoaian Aristoteles paling signifikan. Plato
memang telah mengerti bahwa pengetahuan harus ditemukan dengan dialektika
(argumentasi percakapan yang berasal dari bentuk tanya jawab ), tetapi Aristoteleslah
yang melakukan formalisasi dan meningkatkanmetode tersebut melalui silogisme
(syllogismus) yang ditemukannya. Menurut Aristoteles sologisme menunujukan bahwa
ketika suatu hal tertentu dinyatakan, maka tentunya dapat ditunjukan tentang sesuatu
yang lain yang akan mengikutinya. Misalnya jika kita menyatakan dua hal berikut:
 Semua manusia adalah makhluk hidup
 Semua orang Yunani adalah manusia.
 Kesimpulannya, semua orang Yunani adalah makhluk hidup.32
Dengan silogisme kita bisa ambil contoh lainnya:
 Semua manusia akan mati.
 Adul adalah manusia.
 Kesimpulanya, Adul akan mati.
b. Metafisika
Terma metafisika bukanlah dari Aristoteles. Yang disebut metafisika olehnya
disebut filsafat pertama atau theologia.

33

Secara harfiah metfisika berarti sesuatu yang

ada di belakang benda fisik. Sesuatu yang di luar fisik. Artinya sesuatu yang gaib.
Sebagaimana telah diketahui bahwa Plato telah mempunyai konsep, bahwa
“ada” dua bentuka yang ada, yaitu bentuk yang bisa diamati yang senantiasa berubahubah, dan yang tidak berubah. Hubungan antara kedua bentuk ada itu adalah bahwa
yang tampak adalah pengungkapan dari yang tidak tampak.
Namun Aristoteles tidak setuju dengan Plato.”Ada” yang olehnya disebut ousia,
dalam arti yang sebenarnya hanya dimiliki oleh benda-benda yang kongkrit, meja, kursi,
rumah, dan lain-lain. Di luar benda-benda yang kongkrit dan di sampingnya tiada sesuatu
yang berada.”Ada” yang bersifat umum, yang mengungkapkan jenis sesuatu terdapat di
dalam benda-benda yang kongkrit dan bersama-sama dengan benda yang kongkrit itu.
31
32
33

A Sudiarja dkk, Karya Lengkap Driyarkara… hal. 1174
Paul Strathern, 90 Menit Bersama Aristoteles, 2001, Jakarta, Erlangga, hal. 29
A Sudiarja dkk, Karya Lengkap Driyarkara… hal. 1177

12

Dapat dikatakan bahwa pengertian-pengertian yang umum (manusia, binatang,
dan lain-lain) hanya mengungkapkan yang dimiliki bersama oleh sekelompok benda.
Pengertian umum hanya sebutan saja, bukan benda, sekalipun hal yang dimaksud
dengan benda itu hal yang gaib, seperti yang diajarkan oleh Plato. Yang benar-benar
berada hanya benda-benda kongkrit yang bermacam-macam itu. Umpamanya manusia
yang bermacam-macam itu. “Manusia” atau “Sang Manusia” adalah pengertian umum,
dan kenyataannnya tidak ada. “Manusia” secara umum hanya ada dalam pikiran saja.34
Untuk mempermudah pikiran Aristoteles mengenai metafisika baik kiranya kita
ikuti ulasan Gaarder dalam Dunia Sophie berikut.
Aristoteles mengemukakan bahwa tidak ada sesuatu pun di dalam
kesadaran yang belum pernah di alami oleh indra. Plato sebelumnya mengatakan
bahwa tidak ada sesuatu pun di dunia ala mini yang sebelumnya tidak ada di
dunia ide. Aristoteles berpendapat bahwa dengan begitu Plato “menggandakan
jumlah benda-benda”. Dia menjelaskan seekor kuda dengan mengacu pada kuda
“ide”. Tapi penjelasan macam apa itu, Sophie? Pertanyaanku adalah, dari mana
datangnya kuda “ide” itu? Mungkinkah nantinya akan ada kuda ketiga, Karena
kuda “ide” itu hanyalah tiruan darinya?
Aristoteles berpendapat bahwa seluruh pemikiran dan gagasan kita
masuk ke dalam kesadaran kita melalui apa yang pernah kita dengar dan lihat.
Namun, kita juga mempunyai kekuatan akal bawaan. Kita tidak mempunyai ide
bawaan, seperti yang diyakini Plato, tapi kita mempunyai kemampuan bawaan
untuk mengorganisasikan seluruh kesan indrawi ke dalam kategori-kategori dan
kelompok-kelompok. Dengan cara inilah konsep seperti “batu”, “tanaman”,
“binatang”, dan “manusia” timbul. Dan timbul pula konsep seperti “kuda”,
“lobster”, dan “kenari”.
Aristoteles tidak menyangkal bahwa manusia mempunyai akal bawaan.
Sebaliknya justru akal itulah, menurut Aristoteles, yang merupakan ciri khas
yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Tapi akal kita sama sekali
kosong sampai kita mengalami sesuatu. Jadi manusia tidak mempunyai “ide-ide”
bawaan.35
Aristoteles juga mengenalkan tentang sebab terakhir. Aristoteles berkeyakinan
ada sebab-sebab yang berbeda di alam. Kita ambil contoh, mengapa hujan turun? Pertama
sebab materialnya adalah bahwa uap (awan) ada di sana pada saat yang tepat ketika
udara mendingin. Kedua sebab efisien, bahwa uap mendingin, dan ketiga sebab formal
adalah bahwa “bentuk”, atau sifat air adalah jatuh ke bumi. Aristoteles tidak berhenti di
sana. Ia akan menambahkan bahwa hujan turun karena tanaman dan binatang

34
35

Harun Hadiwijono, Seri Sejarah Filsafat Barat … hal. 48
Jostein Gaarder, Dunia Sophie… hal. 181

13

membutuhkan air agar dapat tumbuh dan berkembang. Ini dinamakannya sebab terakhir.
Aristoteles yakin bahwa ada tujuan di balik segala sesuatu di alam ini.
Perlu kita kutip pernyataan Aristoteles dalam karyanya, Physika,
Dengan demikian, gerakan merupakan sesuatu yang abadi. Sehingga, bila ada
penggerak utama, maka penggerak itu tentu juga abadi…dan dalam hal ini sudah
cukuplah untuk mengandaikan adanya satu penggerak, yakni yang pertama
kalinya menggerakkan segala sesuatu yang tak bergerak. Dan penggerak yang
abadi ini tentulah akan menjadi prinsip gerakan bagi segala sesuatu yang lain. 36
Aristoteles mengingatkan bahwa pasti ada Tuhan yang memulai semua gerakan
di dunia alam ini. Aristoteles membayangkan gerakan bintang-bintang dan palnet-planet
yang memandu seluruh gerakan di atas Bumi. Tapi ada sesuatu yang menyebabkan
benda-benda angkasa bergerak. Aristoteles menamakan ini penggerak pertama atau
“Tuhan”. “Penggerak Pertama” itu sendiri tidak bergerak (unmoved mover), tapi ia
merupakan sebab formal dari gerakan benda-benda angkasa, dan karenanya juga semua
gerakan di alam ini.37
Namun menurut Nicolaus Driyarkara, salah satu pemikir filsafat Indonesia,
filsafat Aristoteles belumlah sampai. Ya, awalnya Aristoteles mempunyai konsepsi yang
sangat mendekati Tuhan. Akan tetapi pada akhirnya, pikirannya membelok ke arah
pandangan bahwa yang disebut Dewata yang tertinggi itu hanya prinsip alam yang
sekali-kali tidak mengatasi alam itu. Dengan demikian filsafat Aristoteles kehilangan
sifat transendensi, sifat meninggi atau melayang ke Ada yang kekal dan abadi.38
Konsep Aristoteles tentang Tuhan

didasarkan pada latar belakang ilmu

pengetahuan, tidak didasarkan pada religi tertentu. Bagi Aristoteles Tuhan sebagai
substansi yang bersifat internal terpisah dari dunia kongkrit, tidak bersifat mater, tidak
memiliki potensi. Tuhan adalah aktus murni yang hanya memikirkan dirinya sendiri,
tidak memiliki perhatian pada alam. Tuhan bukan personal yang menjawab doa-doa dan
keinginan manusia. Apab ila kita mencinatinya jangan harap kembali. Sebagai aktus
murni, aktivitas tuhan tidak lain kecuali melalui berfikir: is thinking is thinking on
thinking. Tuhan adalah pemikir yang sedang berpikir di atas pemikiran. 39
Karen Armstrong menggambarkan Tuhan Aristoteles adalah Tuhan yang tidak
banyak terkait dengan agama. Tuhan ini tidak menciptakan dunia, karena
tindakan itu akan mengakibatkan perubahan dan aktivitas temporal yang tidak
sepantasnya. Meskipun segala sesuatu merindukannya, tuhan ini tetap tidak
36

Paul Strathern, 90 Menit Bersama Aristoteles.. hal. 61
Jostein Gaarder, Dunia Sophie… hal. 191
38
A Sudiarja dkk, Karya Lengkap Driyarkara… hal. 1194
39
Amroeni Drajat, Suhrawardi, Kritik Falsafah Peripatetik, 2005, Yogyakarta: LKiS Yogyakarta
hal. 98
37

14

peduli pada eksistensi alam semesta, karena dia tidak dapat berkontemplasi
tentang sesuatu yang lebih rendah dari dirinya. Dia jelas tidak mengarahkan atau
membimbing dunia dan tidak dapat membawa perubahan dalam kehidupan kita,
dengan cara apapun. Adalah pertanyaan tak terjawab, apakah tuhan mengetahui
keberadaan kosmos ini, yang telah beremanasi darinya sebagai akibat niscaya
dari keberadaannya.40
c. Etika
Jika Aristoteles ditanya apa yang diperlukan manusia untuk mencapai kehidupan
yang baik? Jawabanya: Manusia dapat mencapai kebahagiaan dengan memanfaatkan
seluruh kemampuan dan kecakpannya. Selanjutnya Aristoteles berpendapat ada tiga
bentuk kebahagiaan. Bentuk pertama hidup senang dan nikmat. Bentuk kedua adalah
menjadi warga Negara yang bebas dan bertanggungjawab. Dan bentuk yang ketiga adalah
menjadi ahli pikir dan filosof.
Aristoteles menekankan agar ketiga kriteria tersebut harus ada pada saat yang
sama agar kita hidup bahagia. Aristoteles sangat menolak ketidakseimbangan. Jadi bisa
kita katakan menurut Aristoteles orang yang hanya mengisi perutnya saja sama tidak
tidak seimbangnya dengan orang yang hanya mengisi kepalanya saja.
Hal yang sama berlaku dalam hubungan antar manusia. Aristoteles mendukung
“jalan tengah”. Kita tidak boleh bersikap pengecut dan tidak pula gegabah, tetapi berani.
Kita juga harus ambil jalan tengah antar kikir dan boros. Dari sini kita pahami etika
Yunani bahwa hanya dengan menjaga keseimbangan dan kesederhanaan sajalah kita
mencapai hidup bahagia.41
d. Politik
Menurut Aristoteles pada dasarnya manusia adalah hewan politik. Ingat istilah zoon
politicoon. Dan menurutnya bentuk tertinggi persahabatan manusia hanya dapat
ditemukan dalam Negara.
Aristoteles mengemukakan tiga bentuk konstitusi yang baik; .
1) Monarki atau Kerajaan
Monarki berarti hanya ada satu kepala Negara. Agar bentuk konstitusi ini berjalan
dengan baik, ia tidak boleh melenceng menjadi tirani. Tirani terjadi jika kepala
Negara mengatur jalannya pemerinyahan hanya untuk kepentingan dirinya sendiri.
2) Aristokrasi
40

Karen Armstrong, Sejarah Tuhan, Kisah Pencarian 4.000 tahun Pencarian tuhan dalam
Agama-agama Manusia, 2011, Jakarta, Mizan Media Utama, hal. 77
41
Jostein Gaarder, Dunia Sophie… hal. 192

15

Dalam aristokrasi ada sekelompok besar atau kecil pemimpin. Bentuk konstitusi ini
hendaknya jangan melenceng menjadi oligarki. Yakni Negara hanya dikendalikan
oleh beberapa orang untuk kepentingan mereka.
3) Polity
Polity berarti demokrasi. Menurut Aristoteles dalam iklim demokratis semua manusia
itu setara. Penguasa digilir tidak berdasrkan kekuatan militer atau garis darah biru,
tetapi dipilih dari orang-orang terbaik yang ada dalam masyarakat.

16