TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PERTIMBANGAN HAKIM PADA PUTUSAN PENGADILAN NEGERI JOMBANG NOMOR 23/PID.B/2016/PN.JBG TENTANG PENGGELAPAN DALAM JABATAN.

TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PERTIMBANGAN
HAKIM PADA PUTUSAN PENGADILAN NEGERI JOMBANG NOMOR
23/PID.B/2016/PN.JBG TENTANG PENGGELAPAN DALAM JABATAN

SKRIPSI
Oleh
ABDUL MAJID
NIM : C03212001

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
JURUSAN HUKUM PUBLIK ISLAM
PRODI HUKUM PIDANA ISLAM
SURABAYA
2016

TINJAUAN HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PUTUSAN
PENGADILAN NEGERI JOMBANG NOMOR
23/PID.B/2016/PN.JBG TENTANG PENGGELAPAN DALAM
JABATAN


SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Strata Satu
Ilmu Syari’ah dan Hukum

Oleh:
Abdul Majid
NIM. C03212001

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syari’ah dan Hukum
Jurusan Hukum Publik Islam
Prodi Hukum Pidana Islam
Surabaya
2016

i

i


i

i

i

ABSTRAK
Skripsi yang berjudul “Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Putusan

Pengadilan Negeri Jombang Nomor 23/Pid.B/2016/Pn.Jbg Tentang Penggelapan
Dalam Jabatan” Skripsi ini merupakan hasil dari penelitian kepustakaan untuk
menjawab dua pertanyaan, yaitu bagaimana pertimbangan hakim pada putusan
Pengadilan Negeri Jombang No.23/Pid.B/2016/PN.JBG tentang penggelapan
dalam jabatan dan bagaimana tinjaun hukum pidana Islam terhadap
pertimbangan hakim dalam putusan Pengadilan Negeri Jombang
No.23/Pid.B/2016/PN.JBG tentang penggelapan dalam jabatan.
Sedangkan untuk menganalisis hasil penelitian menggunakan teknik
deskriptif analisis verifikatif, yaitu dengan cara memaparkan data dengan jelas
dalam hal ini data terkait dengan putusan Pengadilan Negeri Jombang

No.23/Pid.B/2016/PN.JBG tentang penggelapan jabatan, kemudian dianalisis dan
diverifikasi dengan konsep hukum pidana Islam.
Kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis dapat diketahui
bahwa Hakim menjatuhkan hukuman telah mempertimbangkan pidana kepada
terdakwa sudah sesuai dengan kadar kesalahan dan sudah mencerminkan dengan
rasa keadilan masyarakat mengingat pasal 374 KUHP, yang tertuang dalam amar
putusan perkara Nomor 23/PID.B/2016/PN.JBG tentang penggelapan dalam
jabatan dengan menjatuhkan pidana penjara selama 1 (satu) tahun 4 (empat)
bulan. Hal ini dalam pandangan hukum pidana Islam termasuk jarimah ta’z>ir,
Penerapan hukuman ta’zi>r pada tindak pidana penggelapan dalam jabatan pada
putusan Pengadilan Negeri Jombang dirasa sesuai jika diterapkan dalam konteks
pidana islam, karena ta’zi>r merupakan hukuman yang dijatuhkan serta besar
kecilnya ditentukan oleh ulil amri.
Sejalan dengan kesimpulan di atas, maka hakim sebagai penguasa dalam
penjatuhan hukuman yang diberikan kepada pelaku tindak pidana penggelapan
dalam jabatan yang dilakukan oleh terpidana ketentuan-ketentuan yang menjadi
dasar pertimbangan hakim dalam memutus suatu perkara hendaknya tidak
memperhatikan dari segi yuridis saja, akan tetapi dari aspek sosiologis juga harus
menjadi dasar pertimbangan hakim. serta hakim dalam menangani suatu perkara
harus bersifat aktif dalam melihat fakta hukum yang muncul dalam persidangan.

Hal ini harus dilakukan agar hakim dalam memutus suatu perkara dapat
memberikan efek jera bagi pelaku, mengingat bahwa perbuatan ini menyangkut
kemaslahatan umum agar dapat terciptanya masyarakat yang aman, tentram, dan
sejahtera.

vii

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ............................................................................................

i

PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................................

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................................... iii

PENGESAHAN ................................................................................................. iv
MOTTO ..............................................................................................................

v

PERSEMBAHAN ............................................................................................... vi
ABSTRAK .......................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
DAFTAR ISI .......................................................................................................

x

DAFTAR TRANSLITERASI ............................................................................ xii
BAB I

PENDAHULUAN .........................................................................

1

A. Latar Belakang Masalah..............................................................


1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ...............................................

8

C. Rumusan Masalah .......................................................................

9

D. Kajian Pustaka............................................................................. 10
E. Tujuan Penelitian ........................................................................ 13
F. Kegunaan Hasil Penelitian .......................................................... 14
G. Definisi Operasional .................................................................... 14
H. Metode Penelitian ....................................................................... 16
I. Sistematika Pembahasan ............................................................. 20
BAB II KONSEP HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP TINDAK
PIDANA PENGGELAPAN DALAM JABATAN .......................... 23
A. Konsep Jari>mah ........................................................................... 23

B. Konsep Jarimah Ta’zi>r ................................................................ 28
C. Tindak Pidana Penggelapan dalam Jabatan menurut KUHP ..... 44

x

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB III DESKRIPSI PERKARA TENTANG PENGGELAPAN DALAM
JABATAN

PERKARA

NOMOR

23/PID.B/2016/PN.JBG

PUTUSAN PENGADILAN NEGERI JOMBANG ......................... 48
A. Gambaran Umum Pengadilan Negeri Jombang .......................... 48
B. Deskriptif Kasus tentang Penggelapan dalam Jabatan Perkara
Nomor 23/PID.B/2016/PN.JBG Putusan Pengadilan Negeri

Jombang ...................................................................................... 48
C. Pertimbangan Hukum Hakim ..................................................... 62
BAB IV ANALISIS

HUKUM

PIDANA

ISLAM

TERHADAP

PERTIMBANGAN HAKIM PADA PUTUSAN PENGADILAN
NEGERI

JOMBANG

NOMOR

23/PID.B/2016/PN.JBG


TENTANG PENGGELAPAN DALAM JABATAN .................... 69
A. Analisis Pertimbangan Hakim pada Putusan Pengadilan Negeri
Jombang No.23/Pid.B/2016/PN.JBG tentang Penggelapan
dalam Jabatan.............................................................................. 69
B. Analisis Hukum Pidana Islam terhadap Pertimbangan Hakim
dalam

Putusan

Pengadilan

No.23/Pid.B/2016/PN.JBG

tentang

Negeri
Penggelapan

Jombang

dalam

Jabatan ........................................................................................ 76
BAB V

PENUTUP .................................................................................... 80
A. Kesimpulan .................................................................................. 80
B. Saran ............................................................................................ 82

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 83
LAMPIRAN ............................................................................................... 84

xi

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II
KONSEP HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP TINDAK PIDANA
PENGGELAPAN DALAM JABATAN


A. Konsep Jari>mah
1. Definisi
Menurut bahasa kata jari>mah berasal dari kata “jarama” kemudian
menjadi bentuk masdar “jara>matan” yang artinya: perbuatan dosa,
perbuatan salah atau kejahatan. Pelakunya dinamakan dengan “ja>rim”,
dan yang dikenai perbuatan itu adalah “mu’jrom ‘alaihi”, di sisi lain

jari>mah mengandung pengertian sebagai perbuatan yang buruk, jelek, atau
dosa. Jadi, pengertian jari>mah secara harfiah sama halnya dengan
pengertian jina>yah yakni perbuatan yang diharamkan dengan kata lain
tindakan yang dilarang atau dicegah oleh syara’ (hukum Islam), dan
apabila

dilakukan

perbuatan

tersebut

mempunyai

konsekuensi

membahayakan agama, jiwa, akal, kehormatan, dan harta benda. Dalam
banyak kesempatan fuqaha seringkali menggunakan kata jina>yah dengan
maksud jari>mah. Kata jina>yah merupakan bentuk verbal noun (masdar)
dari kata jana. Secara etimologi jana> berarti berbuat dosa atau salah,
sedangkan jina>yah diartikan perbuatan dosa atau perbuatan salah. Kata

jana> juga berarti “memetik buah dari pohonnya”. Orang yang berbuat
jahat disebut ja>ni> dan orang yang dikenai perbuatan disebut mujna> ‘alaih.
Kata jina>yah dalam istilah hukum sering disebut dengan delik atau tindak
pidana.1

Jari>mah (tindak pidana) didefinisikan oleh Imam Ahmad sebagai
berikut :

‫حدَثنا ي يد قا أخبرنا يحيى عن مح َ د بن يحيى بن حبَا عن رافع بن خديج قا‬

َ ‫سمعت رسو‬
َ ‫َ صلَى‬
‫َ عليه سلَم يقو َ قطع في ث ر َ كثر‬
1

Marsum, Fiqh Jinayat (Hukum Pidana Islam), (Yogyakarta: BAG. Penerbitan FH UII, 1991), 2.

23

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

Telah menceritakan kepada kami Yazid berkata; telah mengabarkan
kepada kami Yahya dari Muhammad bin Yahya bin Habban dari Rafi'
bin Khadij berkata; saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: "Tidak
ada potong tangan dalam kasus pencurian buah dan lemak kurma".
(HR Ahmad).2
Dari definisi di atas, jelaslah bahwa Imam al-Mawardi memasukkan

qis{ha>sh dan diya>t ke dalam tindak pidana hudu>d, sekalipun para ulama
yang lain membedakannya, diantara ulama dewasa ini yang sependapat
dengan pendapat Imam al-Mawardi adalah ‘Abd al-‘Aziz’ Amir. Ia
beralasan bahwa qis{hayah, yaitu ta’zi>r
yang berarti hukuman terhadap pelaku yang tidak ditentukan secara tegas
bentuk sanksinya di dalam nash. Hukuman ini dijatuhkan untuk
memberikan pelajaran terhadap terpidana agar ia tidak mengulangi
kejahatan yang pernah dilakukan.4

2. Unsur-Unsur Jari>mah

Jari>mah itu memiliki unsur umum dan unsur khusus. Unsur umum
jari>mah adalah unsur-unsur yang terdapat pada setiap jenis jarimah adalah unsur-unsur yang hanya terdapat
pada jenis jari>mah tertentu dan tidak terdapat pada jenis jari>mah yang
Ahmad Muhammad Yusuf, Ensiklopedi Tematis ayat al-Quran dan Hadits, (KH. Achmad
Sunarto), Jilid VII, (Jakarta: Widya Cahaya, 2009), 203.
3
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, (Moh. Nabhan Husein), Jilid IV, (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1993),
85.
4
Jaih Mubarok, Kaidah-Kaidah Fiqh Jinayah (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004). 47.
2

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

25

lain. Unsur umum jari>mah itu, seperti telah dikemukakan diatas, terdiri
atas: unsur formal (al-rukn al-syar’i>), yakni telah ada aturannya; (al-rukn

al-ma>di>), yakni telah ada perbuatannya; dan (al-rukn al-adabi>), yakni ada
pelakunya. Setiap jari>mah hanya dapat dihukum, jika memenuhi ketiga
unsur (umum) di atas5.
Unsur khusus jari>mah adalah unsur yang terdapat pada sesuatu

jari{>}mah, namun tidak terdapat pada jari>mah lain. Sebagai contoh,
mengambil harta orang lain secara diam-diam dari tempatnya dalam

jari>mah pencurian, atau menghilangkan nyawa manusia oleh manusia
lainnya dalam jari>mah pembunuhan.6

3. Bentuk-bentuk Jarimah itu dapat dibagi menjadi beberapa macam dan jenis sesuai
dengan aspek yang ditonjolkan. Pada umumnya, para ulama membagi

Jari>mah berdasarkan aspek berat dan ringannya hukuman serta ditegaskan
atau tidaknya oleh al-Quran atau al-Hadist. Atas dasar ini, mereka
membaginya menjadi tiga macam, yaitu:7
1.

Jari>mah hudumah qis{har.

A. Djazuli, Fiqh Jinayah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996). 24.
Ibid., 63.
7
Ibid., 77.
5

6

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

Jari>mah h{udu>d, lebih lanjut, meliputi: perzinaan, qadzaf (menuduh
zina), minum khamr (meminum minuman keras), pencurian, perampokan,
pemberontakan, dan murtad.

Jari>mah qis}ha>sh/diya>t, meliputi: pembunuhan sengaja, pembunuhan
semi sengaja, pembunuhan karena kesalahan, pelukan sengaja, dan
pelukan semi sengaja dan pembunuhan karena kesalahan. Alasannya alQuran hanya mengenal kedua jenis jari>mah tersebut. Jari>mah ta’zi>r
terbagi menjadi tiga bagian :
1.

Jari>mah hudu>d atau qis}ha>sh/diya>t yang subhat atau tidak memenuhi
syarat, namun sudah merupakan maksiat. Misalnya, percobaan
pencurian, percobaan pembunuhan, pencurian dikalangan keluarga,
dan pencurian aliran listrik.

2.

Jari>mah-jari>mah yang ditentukan oleh al-Quran dan al-Hadist, namun
tidak ditentukan sanksinya. Misalnya, penghinaan, saksi palsu, tidak
melaksanakan amanah, dan menghina agama.

3.

Jari>mah-jari>mah yang ditentukan oleh ulil amri untuk kemaslahatan
umum. Dalam hal ini, nilai ajaran Islam dijadikan pertimbangan
penentuan kemaslahatan umum. Persyaratan kemaslahatan ini secara
terinci diuraikan dalam bidang studi ushul fiqh. Misalnya,
pelanggaran atas peraturan lalu lintas.8

Jari>mah dapat ditinjau berdasarkan niat pelakunya. Dari aspek ini,
jari>mah dibagi menjadi dua, yaitu: jari>mah yang disengaja (al-jari>mah al8

A. Djazuli, Fiqh Jinayah, (Upaya Menanggulangi dalam Islam), (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 1997), 13.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

27

masqhudah) dan Jari>mah karena kesalahan (al-jari>mah ghayr almaqshudah jari>mahal-khatha’).9
Jari>mah juga dapat dilihat dari segi mengerjakannya, yaitu dengan
cara berbuat atau melakukan tindak pidana. Jari>mah jenis ini disebut
dengan jari>mah i>jabi>yah (delict comisionis). Contohnya mencuri
membunuh, merampok, dan sebagainya. Dalam jari>mah jenis ini
seseorang melakukan maksiat, karena melakukan hal-hal yang dilarang.

Jari>mah jenis lainnya adalah dengan cara tidak melakukan hal-hal yang
diperintahkan, seperti tidak melaksanakan amanah, tidak membayar zakat
bagi orang yang telah wajib membayarnya, dan tidak melaksanakan
shalat. Jari>mah jenis ini disebut dengan jari>mah salabiyah (delict

ommisionis). Dari aspek ini, terdapat juga jari>mah bentuk ketiga, yaitu
yang disebut sebagai jari>mah ijabiyah taqa’u bi thariq al-salab (delict

commisionis per ommisionem commisa). Jari>mah bentuk ketiga ini
sebagaimana dicontohkan oleh mazhab Maliki, Syafi’i, dan Hambali,
adalah seseorang menahan tawanan dan tidak memberinya makanan dan
minuman hingga meninggal, dan hal ini dimaksudkannya untuk
membunuhnya. Orang yang menahan itu dikategorikan sebagai pembunuh
sengaja. Sama halnya dengan kasus seorang ibu yang tidak memberi air
susu kepada anaknya dengan maksud untuk membunuhnya.10
Pembagian jari>mah yang juga penting adalah bertolak dari aspek
korban kejahatan. Sehubungan dengan ini, dibedakan apakah korbannya
9

Ibid.,14.
Ibid., 35.

10

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

28

itu masyarakat atau perorangan. Jika yang menjadi korban masyarakat,
maka para ulama menyebutnya sebagai hak Allah atau hak jamaah;
sedangkan, jika yang menjadi korbannya perorangan, disebut sebagai hak
adami atau haqq al-afra>d.

B. Konsep Jarimah Ta’zi>r
1. Definisi
Kata ta’zi>r merupakan bentuk masdar dari kata “azara” yang artinya
menolak. Sedangkan menurut istilah adalah pencegahan dan pengajaran
terhadap tindak pidana yang tidak ada ketentuannya dalam had, kifarat
maupun qis}ha>sh.11

Ta’zi>r merupakan salah satu bentuk hukuman yang diancam kepada
pelaku tindak kejahatan yang dijelaskan dalam fiqh jinayat. Ia merupakan
hukuman ketiga setelah hukuman qisas-diyat dan hukuman hudud. Makna

ta’zi>r juga bisa diartikan mengagungkan dan membantu, seperti yang
difirmankan Allah SWT:

‫لت منواباللَ ورسول وتع ر هوتوقر هوتسبحوهب ر ً أصيا‬
Artinya: “.Supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan RasulNya, menguatkan (agama)Nya, membesarkan-Nya. dan bertasbih
kepada-Nya di waktu pagi dan petang.” (Q.S. Al-Fath ayat 9).12
Maksud

dari

kata

tu’azziru>hu

dalam

ayat

ini

adalah

mengagungkannya dan menolongnya. Adapun yang dimaksud dengan

Marsum, Fiqh Jinayat, (Hukum Pidana Islam),... 139.
Depertemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: PT.
Intermasa, 1994), 49.

11
12

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

29

ta’zi>r mnurut terminologi fikih Islam adalah tindakan edukatif terhadap
pelaku perbuatan dosa yang tidak ada sanksi h}ad dan kafarat atau dengan
kata lain, ta’zi>r adalah hukuman yang bersifat edukatif yang ditentukan
oleh hakim atas pelaku tindak pidana atau pelaku perbuatan maksiat yang
hukumannya belum ada. Mengingat persyaratan dilaksanakannya
hukuman masih belum terpenuhi dalam tindakan-tindakan tersebut.13
Dalam uraian yang lalu telah dijelaskan bahwa dilihat dari hak yang
dilanggar, Jari>mah ta’zi>r dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
a. Jari>mah ta’zi>r yang menyinggung hak Allah.
b. Jari>mah ta’zi>r yang menyinggung hak individu.14
Dari segi sifatnya, Jari>mah ta’zi>r dapat dibagi menjadi tiga bagian,
yaitu:
a. Ta’zi>r karena melakukan perbuatan maksiat.
b. Ta’zi>r karena melakukan perbuatan yang membahayakan kepentingan
umum.
c. Ta’zi>r karena melakukan pelanggaran.15
Disamping itu, dilihat dari segi dasar hukum (penetapannya), ta’zi>r
juga dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut:
a.

Jari>mah ta’zi>r yang berasal dari Jari>mah-Jari>mah hudu>d dan qis}ha>sh,
tetapi syarat-syaratnya tidak terpenuhi, atau ada syubhat, seperti
pencurian yang tidak mencapai nishab, atau oleh keluarga sendiri.

Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, (Bandung: PT Alma’arif, 2004), 159.
Marsum, Jarimah Ta’zir Perbuatan Dosa dalam Hukum Pidana Islam, (Yogyakarta: Fakultas
Hukum UII, 1988). 34.
15
Ibid.
13

14

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

30

b.

Jari>mah ta’zi>r yang jenisnya disebutkan dalam nas syara’ tetapi
hukumannya belum ditetapkan, seperti riba, suap, dan mengurangi
takaran dan timbangan.

c.

Jari>mah ta’zi>r yang baik jenis maupun sanksinya belum ditentukan
oleh syara’.16
Jenis ketiganya ini sepenuhnya diserahkan kepada ulil amri, seperti

pelanggaran disiplin pegawai pemerintah. Abdul Aziz Amir membagi

Jari>mah ta’zi>r secara rinci dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
a.

Jari>mah ta’zi>r yang berkaitan dengan pembunuhan
Pembunuhan diancam dengan hukuman mati. Apabila hukuman
mati (qis}ha>sh) dimaafkan maka hukumannya diganti dengan diat.
Apabila hukuman diat dimaafkan juga maka ulil amri berhak
menjatuhkan hukuman ta’zi>r apabila hal iti dipandang lebih maslahat.

b.

Jari>mah ta’zi>r yang berkaitan dengan pelukaan
Menurut Imam Malik, hukuman ta’zi>r dapat digabungkan dengan

qis}ha>sh dalam Jari>mah pelukaan, karena qis}ha>sh merupakan hak
adami, sedangkan ta’zi>r sebagai imbalan atas hak masyarakat.
Disamping itu ta’zi>r juga dapat dikenakan terhadap Jari>mah pelukaan
apabila qis}ha>sh nya dimaafkan atau tidak bisa dilaksanakan karena
suatu sebab yang dibenarkan oleh syara’.
c.

Jari>mah ta’zi>r yang berkaitan dengan kejahatan terhadap kehormatan
dan kerusakan akhlak.17

16

Ibid., 35.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

31

Jari>mah ta’zi>r macam yang ketiga ini berkaitan dengan Jari>mah
zina, menuduh zina, dan penghinaan. Diantara kasus perzinaan yang
diancam dengan ta’zi>r adalah perzinaan yang tidak memenuhi syarat
untuk dikenakan hukuman had, atau terdapat syubhat dalam
pelakunya, perbuatannya, atau tempat (objeknya).
d.

Jari>mah ta’zi>r yang berkaitan dengan harta
Jari>mah yang berkaitan dengan harta adalah Jari>mah pencurian
dan perampokan. Apabila kedua Jari>mah tersebut syarat-syaratnya
telah dipenuhi maka pelaku dikenakan hukuman had. Akan tetapi,
apabila syarat untuk dikenakannya hukuman had tidak terpenuhi
maka pelaku tidak dikenakan hukuman had, melainkan hukuman

ta’zi>r.
e.

Jari>mah ta’zi>r yang berkaitan dengan kemaslahatan individu
Jari>mah ta’zi>r yang termasuk dalam kelompok ini, antara lain
seperti saksi palsu, berbohong (tidak memberikan keterangan yang
benar) di depan sidang pengadilan, menyakiti hewan, melanggar hak
privasi orang lain (misalnya masuk rumah orang lain tanpa izin).

f.

Jari>mah ta’zi>r yang berkaitan dengan keamanan umum
Jari>mah ta’zi>r yang termasuk dalam kelompok ini adalah:
1) Jari>mah yang mengganggu keamanan negara.
2) Suap

17

Ibid.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

32

3) Tindakan melampaui batas dari pegawai atau pejabat yang lalai
dalam menjalankan kewajiban.
4) Pelayanan yang buruk dari aparatur pemerintah terhadap
masyarakat.
5) Melawan petugas pemerintah dan membangkang terhadap
peraturan, seperti melawan petugas pajak, penghinaan terhadap
pengadilan, dan menganiaya polisi.
6) Melepaskan

narapidana

dan

menyembunyikan

buronan

(penjahat).
7) Pemalsuan tanda tangan dan stempel.
8) Kejahatan yang berkaitan dengan ekonomi, seperti penimbunan
bahan-bahan pokok, mengurangi timbangan dan takaran, dan
menaikkan harga dengan semena-mena.18

2. Macam-macam Ta’zi>r
Dalam hukum Islam, hukuman ta’zi>r yang terbagi menjadi beberapa
macam-macam diantaranya:
a.

Hukuman Mati
Pada dasarnya, hukuman ta’zi>r menurut hukum Islam bertujuan
untuk mendidik. Hukuman ta’zi>r diperbolehkan jika ketika diterapkan
biasanya akan aman dari akibatnya yang buruk. Artinya, ta’zi>r tidak
sampai merusak/membinasakan. Karena itu, tidak boleh ada hukuman

18

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), 255.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

33

mati (qalt) atau pemotongan anggota badan (qalt) dalam hukuman
ta’zi>r . Sebagian besar fuqoha memberikan pengecualian dari aturan
umum tersebut yaitu memperbolehkan penjatuhan hukuman mati
sebagai hukuman ta’zi>r manakala kemaslahatan umum menghendaki
demikian atau kerusakan yang diakibatkan oleh pelaku tidak bisa
ditolak kecuali dengan jalan membunuhnya, seperti menjatuhkan
hukuman mati kepada mata-mata, penyeru bid’ah (pembuat fitnah)
dan residivis yang berbahaya.
Karena hukuman mati merupakan suatu pengecualian dari aturan
hukuman ta’zi>r, hukuman tersebut tidak boleh diperluas atau
diserahkan seluruhnya kepada hakim seperti halnya hukumanhukuman ta’zi>r

yang lain. Hal ini karena penguasa harus

menentukan macam tindak pidana yang boleh dijatuhi hukuman mati.
Para fukaha telah berijtihad dalam menentukan tindak pidana-tindak
pidana tersebut. Mereka menetapkn bahwa hukuman mati tidak boleh
dijatuhkan kecuali apabila kebutuhan menuntut diterapkannya
demikian, yakni manakala pelaku terus mengulangi tindak pidananya
dan

tidak

ada

harapan

untuk

memperbaikinya

atau

bila

membunuhnya adalah suatu kebutuhan untuk mencegah kerusakan
dan memelihara kemaslahatan masyarakat darinya.19
Ulama Hanafiyah secara umum membolehkan hukuman mati
sebagai ta’zi>r
19

dengan menamakan hukuman ini sebagai hukuman

Ahmad Wardi Muslih, Hukum Pidana Islam…. 249.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

34

politik (siyasah). Sebagian Ulama Hanabilah, khususnya Ibnu
Taimiyah dan muridnya, Ibnu Qayyim, dan sebagian kecil ulama
Malikiyah, mengadopsi pendapat ini, kebanyakan tindak pidana yang
diperbolehkan oleh ulama Hanafiyah untuk dijatuhi hukuman mati,
baik sebagai hukuman ta’zi>r maupun hukuman politik, oleh ulama
madhab yang lain dianggap sebagai hukuman h{udu>d atau qis}ha>sh.
Karena itu, apa yang dianggap sebagai suatu kelonggaran dalam
madhab Hanafi, itu tidak lain merupakan kelonggarang yang jelas.
Misalnya, Ulama’ Hanafiyah memperbolehkan penjatuhan hukuman
mati sebagai hukuman ta’zi>r terhadap tindak pidana pembunuhan dan
tindak pidana homo seksual.
b.

Hukuman Dera (Jild)
Hukuman dera merupakan salah satu hukuman pokok dalam
hukum Islam dan juga merupakan hukuman yang ditetapkan untuk
tindak pidana hudud dan ta’zi>r. Hukuman ini bahkan merupakan
hukuman yang diutamakan bagi tindak pidana ta’zi>r

yang

berbahaya.20 Sebab-sebab pengutamaan hukuman hukuman tersebut
adalah beberapa hal berikut ini.
1) Lebih banyak berhasil dalam memberantas para pelaku
berbahaya yang biasa melakukan tindak pidana.
2) Hukuman dera mempunyai dua batas, yaitu batas tertinggi dan
batas terendah. Hakim bisa memilih jumplah dera yang terletak
20

A. Djazuli, Fiqh Jinayah… , 196.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

35

antara keduanya yang sesuai dengan tindak pidana dan keadaan
diri pelaku sekaligus.
3) Dari segi pembiayaan pelaksanaannya, hukuman dera tidak
merepotkan keuangan negara dan tidak pula menghentikan daya
usaha pelaku ataupun penyebabnya keluarganya terlantar
sebagaimana yang diakibatkan oleh hukuan kurungan. Ini karena
hukuman dera dilaksanakan seketika dan sesudah itu pelaku bisa
langsung bebas.
4) Hukuman dera dapat menghindarkan pelaku dari akibat-akibat
buruk penjara, seperti rusaknya akhlak, kesehatan, dan terbiasa
menganggur bermalas-malasan.
c.

Batas Tertinggi (Maksimal) Hukuman Dera.
Para fukaha berbeda pendapat dalam menetapkan batas tertinggi
hukuman dera dala tindak pidana ta’zi>r. Menurut pendapat yang
populer dalam mazhab maliki, penentuan batas tertinggi diserahkan
kepada

penguasa

karena

hukuman

ta’zi>r

didasarkan

pada

kemaslahatan masyarakat dan atas dasar berat ringannya tindak
pidana sehingga penguasa dapat melakukan ijtihad. Berdasarkan hal
ini, Imam Malik membolehkan penjatuhan hukuman dera tidak lebih
dari seratus kali. Sementara itu, Imam Abu Hanifah dan Muhammad
berpendapat bahwa batas tertinggi hukuman dera dalam tindak
pidana ta’zi>r adalah 39 kali, sedangkan menurut Abu Yusuf, sebanyak
75 kali. Dasar pembatasan ini adalah hadis Nabi SAW, “Barang siapa

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

36

mencapai hukuman hudud, ia termasuk orang-orang yang melampaui
batas”.21
Perbedaan di antara fukoha tersebut terjadi karena menurut Abu
Hanifah dan Muhammad, lafal hudud dalam hadist tersebut ialah
hudud (batas tertinggi) bagi siapapun, sedangkan empat puluh dera
merupakan batas tertinggi bagi bagi seorang hamba yang melakukan
tindak pidana qasaf. Bila jumplah tersebut dikurangi satu, akan
menjadi batas tertinggi hukuman ta’zi>r, taitu 39 kali. Adapun
menurut Abu Yusuf, lafal hudud adalah batas tertinggi bagi orangorang merdeka dan sedikit-sedikitnya adalah delapan puluh kali dera.
Karena itu, apabila dilakukan analogi, seharusnya batas tertinggi
hukuman dera adalah 79 kali dera. Akan tetapi, Abu Yusuf
mengikuti tindakan Ali Bin Abi Thalib yang menjadikan batas
tertinggi tindak pidana ta’zi>r sebanyak 75 kali dera. Artinya, batas
terendah untuk orang merdeka (delapan puluh kali dera) dikurangi
lima.
Dalam mazhab Syafi’i terdaapat tiga pendapat. Pendapat
pertama sesuai dengan pendapat Abu Hanifah dan Muhammad.
Pendapat kedua sesuai dengan pendapat Abu Yusuf. Adapun
pendapat ketiga mengatakan bahwa hukuman dera dalam tindak
pidana ta’zi>r boleh lebih dari 75 kali, akan tetapi tidak boleh lebih
dari seratus kali, dengan syarat ta’zi>r tersebut hampir sejenis dengan
21

Ibid.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

37

tindak pidana hudud (yang dijatuhi hukuman hudud). Contohnya,
tindak pidana bermain-main dengan perempuan (bercumbu) dijatuhi
hukuman dera yang kurang dari hukuman hudud tindak pidana zina
walaupun boleh lebih dari hukuman hudud tindak pidana qasaf.
Dalam mazhab hambali ada lima pendapat. Tiga diantaranya
sama dengan pendaapat mazhab syafi’i. Pendapat yang ke empat
mengatakan bahwa hukuman dera tidak boleh menyyamai hukuman
yang dijatuhkan terhadap tindak pidana lain yang sejenis, tetapi boleh
melebihi

hukuman

tindak

pidana

lain

yang

tidak

sejenis

dengannnya.22
d.

Hukuman Kawalan (Penjara Kurungan)
Ada dua macam hukuman kawalan dalam hukum Islam, yaitu
yaitu hukuman kawalan terbatas (waktunya) dan hukuman kawalan
tidak terbatas.
1) Hukuman kawalan terbatas. Hukum Islam menetapkan hukuman
kawalan terbatas untuk untuk pidana ta’zi>r biasa dan juga pidana
ringan/biasa. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa
para fuqoha lebih mengutamakan hukuman dera dari pada
hukuman lain atas pidana yang sangat berbahaya atau pelaku
sangat berbahaya yang tidak hanya dapat diberantas dengsn
hukuman dera. Batas terendah hukuman ini ialah satu hari,
sedangkan batas tertinggi tidak ada kesepakatan para fuqaha.

22

Ibid.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

38

Sebaian ulama berpendapat bahwa batas tertinggi tidak lebih dari
enam bulan, sebagian lain berpendapat bahwa batas tertinggi
diserahkan penguasa.
2) Hukuman kawalan (kurungan) tidak terbatas. Hukuman tidak
terbatas ini adalah orang yang berbahaya, yang terbiasa
melakukan tindak pidana (mu’tadul irjam), orang yang biasa
melakukan tindak pidana pembunuhan, penganiayaan, dan
pencurian, atau orang yang tindak pidananya tidak dicegah
dengan hukuman biasa, terhukum terus dikurung sampai ia
menampakkan tobat dan baik pribadinnya atau sampai ia mati.
e.

Hukuman pengasingan (at – Tagri>b wal-Ib’a>d)
Hukuman pengasingan merupakan salah satu jenis hukuman
ta’zi>r. Untuk jariman-jarimah selain zina, hukuman ini diterapkan
apabila perbuatan pelaku dapat menjalar atau merugikan orang lain.
Hukuman pengasingan ini tidak boleh diperpanjang waktunya. Sebab
tidak ada nash yang menerangkan batas maksimal bagi sanksi
pengasingan.

Meski

demikian,

tatkala

menjatuhkan

sanksi

pengasingan bagi pezina (laki-laki dan perempuan) yang statusnya

ghairu muhshan, syara’ telah menetapkan satu tahun lamanya. Dan
meskipun nafiy bukanlah had yang wajib (dalam kasus zina), akan
tetapi imam boleh menyandarkan pengasingan kepada jilid, meskipun
syara’ tidak menjadikannya lebih dari 1 tahun.23
23

Ibid., 198.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

39

Selain itu tidak ada nash yang melarang penjatuhan

sanksi

pengasingan lebih dari waktu tersebut. Namun dengan syarat
batas waktu tersebut tidak dianggap mukim (menetap) menurut
kebiasaan.
Pengasingan hanya terjadi di dalam batas Daulah Islamiyah saja.
Jadi, pengasingan tidak boleh dilakukan di luar batas Daulah
Islamiyah. Jika itu terjadi berarti telah keluar dari negeri Islam
menuju negeri kufur. Lebih baik, negara menetapkan tempat tertentu
untuk pengasingan. Dengan demikian, pengasingan yang paling tepat
untuk dijadikan sanksi haruslah berupa pengusiran, yang bisa
mengucilkan seseorang, supaya pengusiran tersebut benar-benar
menyakitkan terpidana, sehingga sanksi tersebut bisa berfungsi
sebagai pencegah.

f.

Hukuman Pemboikotan (Al-Hijri)
Pemboikotan,

yaitu

seorang

penguasa

menginstruksikan

masyarakat untuk tidak berbicara dengan seseorang dalam batas
waktu tertentu. Ini dilakukan berdasarkan dalil pada peristiwa yang
menimpa tiga orang sahabat yang tidak turut berperang. Ketika
mengetahui hal itu, Rasulullah saw melarang kaum Muslim untuk
berbicara dengan mereka. Ini merupakan sanksi bagi mereka. Umar
pun pernah menghukum Shabigh dengan menjilidnya, mengusirnya,

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

40

dan memerintahkan masyarakat untuk tidak berbicara dengannya.
Namun demikian, sanksi ini diberlakukan jika sanksi tersebut bisa
menjadi pencegah, yakni bagi mereka yang memiliki perasaan.24
g.

Hukuman Salib
Sanksi ini berlaku dalam satu kondisi, yaitu jika sanksi bagi
pelaku kejahatan adalah hukuman mati. Terhadapnya boleh dijatuhi
hukuman salib. Ia (terhukum) tidak dilarang untuk makan, minum,
wudu, dan salat dengan isyarat. Masa penyaliban ini tidak boleh lebih
dari tuga hari. Di antara sumber hukumnya adalah sunnah fi’liyah,
dimana Nabi pernah menjatuhkanhukuman salib sebagai ta’zi>r yang
dilakukan di suatu pegunungan Abu Nab.

h.

Hukuman Denda (Ghuramah)
Hukuman denda bisa merupakan hukuman pokok yang berdiri
sendiri dan dapat pula digabungkan dengan hukuman pokok lainnya.
Penjatuhan hukuman denda bersama-sama dengan hukuman yang lain
bukan merupakan hal yang dilarang bagi seorang hakim yang
mengadili perkara jarimah ta’zi>r, karena hakim diberi kebebasan yang
penuh

dalam

masalah

ini.

Dalam

hal

ini

hakim

dapat

mempertimbangkan berbagai aspek, baik yang berkaitan dengan
jarimah, pelaku, situasi, maupun kondisi tempat dan waktunya.
Syariat Islam tidak menetapkan batas terendah atau tertinggi
dari hukuman denda. Hal ini sepenuhnya diserahkan kepada hakim
24

Ibid.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

41

dengan mempertimbangkan berat ringannya jarimah yang dilakukan
oleh pelaku. Apabila seorang qodli telah menetapkan sanksi tertentu,
maka ia tidak boleh membatalkan ketetapannya. Dalam kondisi
semacam ini, yakni dalam kondisi pelaku dosa tidak mampu
membayar ghuramah (ganti rugi), yang lebih tepat adalah denda
harus diambil dari harta yang ada padanya, itupun jika ada. Namun
jika ternyata tidak ada, maka ditunggu sampai ia memiliki harta,
baru kemudian ghuramah (ganti rugi) tersebut diserahkan kepada
negara.
i.

Hukuman-hukuman yang lain
Ancaman merupakan salah satu hukuman ta’zi>r, dengan syarat
akan membawa hasil dan bukan ancaman kosong. Contohnya seperti
ancaman akan dijilid atau dipenjara, atau dijatuhi hukuman yang
lebih berat, apabila pelaku mengulangi perbuatannya. Termasuk
juga ancaman apabila hakim menjatuhkan keputusannya, kemudian
pelaksanaannya ditunda sampai waktu tertentu. Selain ancaman,
teguran, dan peringatan, juga merupakan hukuman ta’zi>r yang dapat
dijatuhkan oleh hakim, apabila dipandang perlu. Disamping
hukuman-hukuman yang telah disebutkan, terdapat hukumanhukuman ta’zi>r yang lain. Hukuman-hukuman tersebut adalah sebagai
berikut.
1) Peringatan keras.
2) Dihadirkan di hadapan sidang.
3) Nasihat.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

42

4)
5)
6)
7)

Celaan.
Pengucilan.
Pemecatan.
Pengumuman kesalahan secara terbuka.25
Hukuman-hukuman ta’zi>r yang telah disebutkan di atas

merupakan hukuman-hukuman yang paling penting, yang mungkin
diterapkan untuk semua jenis jarimah ta’zi>r. Akan tetapi, di samping
itu masih ada hukuman- hukuman lain yang sifatnya spesifik dan
tidak bisa diterapkan pada setiap jarimah ta’zi>r . Di antara hukuman
tersebut adalah pemecatan dari jabatan atau pekerjaan, pencabutan
hak-hak tertentu, perampasan alat-alat yang digunakan untuk
melakukan jarimah, penayangan gambar penjahat di muka umum dan
lain-lain.26
j.

Hukum peringatan (al-wa’su) Hukuman yang lebih ringan darinya.
Dalam hukum Islam, hukuman peringatan termasuk kategori
hukuman ta’zi>r. Hakim boleh hanya menghukum pelaku dengan
hukuman peringatan bila hukuman ini cukup membawa hasil, yakni
memperbaiki pribadi pelaku dan mencegahnya untuk mengulangi
perbuatannya (berefek jera). Dalam hukum Islam, masih ada
hukuman ta’zi>r yang lebih ringan dari peringatan, yaitu disiarkannya
nama pelaku pidana atau dihadapkannya pelaku ke muka pengadilan
sebagai bentuk hukuman ta’zi>r.

k.
25
26

Hukuman Pengucilan.

Ahmad WardiMuslich, Hukum Pidana Islam...,268.
Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Pidana Islam,(Jakarta: Sinar Grafika,
2005), 63.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

43

Diantara hukuman ta’zi>r dalam hukum Islam adalah hukuman
pengucilan (hajr) sebagai hukuman yang dijatuhkan kepada istri.
Dalam sejarah, Rasulullah pernah menjatuhkan hukuman pengucilan
terhadap tiga orang yang tidak ikut serta dalam perang tabuk, yaitu
ka’ab bin malik, miratah bin Rubai’ih al-amiri dan hilal bin umaiyah.
Ketiganya di kucilkan lima puluh hari dan tidak di ajak bicara sampai
akhirnya turun wahyu.

3. Unsur-Unsur
Unsur-unsur dijatuhkannya hukuman ta’zi>r bagi pelaku Jari>mah,
antara lain:
a.

Nas

al-Qur’an

dan

hadis

yang

melarang

perbuatan

dan

mengancamkan hukuman terhadapnya, dan unsur ini biasanya disebut
sebagai unsur formil (rukun syara’).
b. Adanya tingkah laku yang membentuk Jari>mah, baik berupa
perbuatan-perbuatan nyata ataupun sikaptidak berbuat. Dan unsur ini
biasanya disebut sebagai unsur materil.
c.

Pelaku adalah orang mukallaf, yaitu orang yang dimintai pertanggung
jawabannya atas perbuatan Jari>mah tersebut. Dan unsur ini biasanya
disebut unsur moril.27

C. Tindak Pidana Penggelapan dalam Jabatan Menurut KUHP

27

A. Djazuli, Fiqh Jinayat..., 161.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

44

1.

Penggelapan
Penggelapan jabatan adalah penyalahgunaan wewenang karena jabatan

atau kedudukannya yakni yang bersangkutan melakukan perbuatan yang
bertentangan

dengan

hak

dan

kewajibannya.28

Tindak

pidana

menyalahgunakan wewenang, jabatan atau amanah tersebut adalah tindak
pidana yang dilakukan oleh seseorang yang memiliki jabatan atau
kedudukan. Seseorang tersebut menyalahgunakan kewenangan, kesempatan,
atau sarana yang ada padanya, karena jabatan atau kedudukan tersebut
bertujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
Oleh karena itu dalam hal ini tindak pidana penggelapan diatur dalam
pasal 372 dan 374 KUHP, yaitu :
Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang
sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi
yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena
penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana
denda paling banyak sembilan ratus rupiah.29
Unsur- unsur dari pasal tersebut yaitu :
a.

Unsur “Barang siapa”, adalah menunjuk kepada pelaku tindak pidana,
dimana

Pelaku

ini

adalah

subyek

hukum

yang

dapat

mempertanggungjawabkan perbuatannya baik jasmani maupun rohani.
b.

Unsur “Dengan Sengaja”, bahwa kesengajaan yang dimaksud haruslah
meliputi seluruh unsur subjektif dari pasal ini.

Nur Basuki Minarno, Penyalahgunaan Wewenang dan Tindak Pidana Korupsi dalam
Pengelolaan Keuangan Daerah, 38.
29
Pasal 372 KUHP, R. Soesilo, (Bogor: Politeia, 1991)
28

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

45

c.

Unsur “Memiliki secara melawan hukum (Zich Wederrechtelijk

Toeeigenen)”, adalah menunjukkan sifatnya yang melawan hukum dari
perbuatan yang telah dilakukan oleh pelaku, dimana menurut Profesor
Strijd Met datgene berarti bertentangan dengan kepatutan di dalam
pergaulan masyarakat.
d.

Unsur “Suatu Benda”, adalah bahwa perbuatan menguasai bagi dirinya
sendiri secara melawan hukum itu harus ditujukan kepada “benda-benda
yang berwujud dan bergerak”

e.

Unsur “Yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain”, adalah tidak
setiap benda berwujud dan bergerak yang dapat dijadikan objek dari
kejahatan penggelapan, oleh karena itu benda tersebut harus memenuhi
syarat dimiliki oleh orang lain dari si pelaku itu sendiri.

f.

Unsur “yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan”, adalah
sesuatu benda itu dapat berada dibawah kekuasaan seseorang tidaklah
selalu karena kejahatan, misalnya karena adanya perjanjian sewamenyewa, pinjam-meminjam, dan sebagainya.
Pasal 374 KUHP: Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang

penguasaannya terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau
karena pencarian atau karena mendapat upah untuk itu, diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
Unsur- unsur dari pasal tersebut sama dengan Pasal 372 Kitab Undangundang Hukum Pidana namun ditambahkan dengan unsur yang memberatkan
yaitu :
a.

“Hubungan kerja pribadinya”. Bahwa, unsur dikarenakan hubungan kerja
pribadinya adalah terdapat hubungan misalnya antara seorang majikan
dengan seorang buruh, seorang karyawan atau seorang pelayan.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

46

b.

“Mata

pencahariannya”.

Bahwa,

unsur

dikarenakan

mata

pencahariannya, adalah apabila seseorang itu melakukan sesuatu
perbuatan bagi orang lain secara terbatas dan tertentu.
c.

“Mendapat imbalan jasa”. Bahwa, unsur dikarenakan mendapat imbalan
jasa, apabila seseorang itu melakukan sesuatu perbuatan tertentu bagi
orang lain, dan untuk mana ia telah mendapat upah.

2.

Pencurian

Disebutkan dalam Pasal 362 KUHP bahwa :
“Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau
sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara
melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara
paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus
rupiah”.30
Pencurian mempunyai beberapa unsur yaitu:
a. Unsur objektif, terdiri dari: Perbuatan mengambil, Objeknya suatu benda,
unsur keadaan yang menyertai/melekat pada benda, yaitu benda tersebut
sebagian atau seluruhnya milik orang lain.
b. Unsur-unsur subjektif, terdiri dari: Adanya maksud, Yang ditujukan untuk
memiliki, Dengan melawan hukum
Suatu perbuatan atau peristiwa, baru dapat dikualifisir sebagai
pencurian apabila terdapat semua unsur tersebut diatas.31 Dari adanya unsur
perbuatan yang dilarang mengambil ini menunjukkan bahwa pencurian
adalah berupa tindak pidana formil. Mengambil adalah suatu tingkah laku
positif/perbuatan materiil, yang dilakukan dengan gerakan-gerakan otot yang

30
31

Pasal 362 KUHP, R. Soesilo, (Bogor: Politeia, 1991)
Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Harta Benda, (Bayu Media, Malang, 2003), 5

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

47

disengaja yang pada umumnya dengan menggunakan jari-jari dan tangan
yang kemudian diarahakan pada suatu benda, menyentuhnya, memegangnya,
dan mengangkatnya lalu membawa dan memindahkannya ketempat lain atau
kedalam kekuasaannya.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB III
DESKRIPSI PERKARA TENTANG PENGGELAPAN DALAM JABATAN
PERKARA NOMOR 23/PID.B/2016/PN.JBG PUTUSAN PENGADILAN
NEGERI JOMBANG

A.

Gambaran Umum Pengadilan Negeri Jombang
Pengadilan Negeri Jombang sudah ada sejak jaman Hindia Belanda
yang pada waktu itu bernama Landraad berkantor disebelah Timur Alonalon Mojokerto dan berdekatan dengan kantor Kabupaten Mojokerto yang
daerah wilayah hukumnya meliputi Kota, Kabupaten Mojokerto dan
Kabupaten Jombang.
Selanjutnya pada tahun 1954 diadakan pemisahan daerah hukum
dimana untuk Kabupaten Jombang telah didirikan Pengadilan Negeri
Jombang dan Pengadilan Negeri Mojokerto tetap meliputi daerah Kota dan
Kabupaten Mojokerto. Tahun 1970 Kantor Pengadilan Negeri Jombang
secara resmi pindah dari Kantor lama ke Kantor baru di Jalan KH Wahid
Hasyim No. 135 Jombang sampai sekarang.1

B.

Deskriptif Kasus tentang Penggelapan dalam Jabatan Perkara Nomor
23/PID.B/2016/PN.JBG Putusan Pengadilan Negeri Jombang
Bahwa terdakwa Adi Sudarto, pada sekitar tanggal 10 Juli 2015
sampai dengan tanggal 27 Oktober 2015 atau setidak-tidaknya pada suatu

1

http://pn-jombang.go.id/main/

48

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

49

waktu dalam tahun 2015, bertempat di kantor penjualan PT Sinar Sosro
Jombang yang beralamat di Jl. Raya Balong Besuk No 9-11 Ds. Ceweng
Kec. Diwek Kabupaten Jombang atau setidak-tidaknya pada suatu tempat
yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Jombang
yang berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini dengan sengaja dan
melawan hukum memiliki barang sesuatu yang sesebagian milik orang lain,
dan barang tersebut ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, yang
dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan
karena ada hubungan kerja atau karena pencarian atau karena mendapat
upah untuk itu, yang dilakukan oleh terdakwa bahwa pada waktu dan
tempat tersebut di atas. awalnya terdakwa Adi Sudarto yang bekerja pada
PT Sinar Sosro berdasarkan Surat keputusan Promosi tetap karyawan
nomor: 117/PR/PERS-KPWJT/SS/07/12 tanggal 3 Juli 2012, yang
mempunyai tugas meliputi penjualan tunai, penjualan kredit, melakukan
penagihan penjualan kredit dan menerima pembayaran dari pelanggan.
Kemudian menyerahkan uang pembayaran atau tagihan penjualan
kredit dari para pelanggan kepada PT Sinar Sosro, kemudian dalam
melaksanakan tugasnya tersebut, pada sekitar tanggal 10 Juli 2015 sampai
dengan tanggal 27 Oktober 2015, terdakwa menerima pemesanan produk
PT Sinar Sosro dari para pelanggan yang menjadi tanggung jawab
terdakwa, dan pembayarannya dilakukan dengan secara kredit, selanjutnya
terdakwa melakukan penagihan kepada para pelanggan yang melakukan
pembelian secara kredit tersebut, dan kemudian pelanggan tersebut

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

50

membayar pembelian produk PT Sinar Sosro tersebut dengan cara
menyerahkan sejumlah uang pembayaran kepada PT Sinar Sosro melalui
terdakwa yang mana hal tersebut adalah merupakan tugas terdakwa,
dimana para pelanggan yang telah menyerahkan uang kepada terdakwa
tersebut, yakni:2
N0

2

NAMA

ALAMAT

NOMINAL

1

Smun 2

Jombang

2.628.000

2

Smun 2

Jombang

1.452.500

3

Bakso Mama 1

Jombang

2.250.000

4

Bakso Mama 1

Jombang

2.250.000

5

Smu 3

Jombang

1.328.000

6

Askan

Wisnu Wardana Jombang

8.600.000

7

Askan

Wisnu Wardana Jombang

4.275.000

8

Askan

Wisnu Wardana Jombang

4.085.000

9

Askan

Wisnu Wardana Jombang

1.275.000

10

Askan

Wisnu Wardana Jombang

2.125.000

11

Askan

Wisnu Wardana Jombang

3.400.000

12

Askan

Wisnu Wardana Jombang

2.822.500

13

Askan

Wisnu Wardana Jombang

3.570.000

14

Askan

Wisnu Wardana Jombang

4..275.000

15

Mama Ii

Jombang

2.250.000

16

Mama Ii

Jombang

2.250.000

17

Teratai

Tamtama Jombang

2.125.000

18

Teratai

Tamtama Jombang

2.125.000

19

Teratai

Tamtama Jombang

1.825.000

20

Teratai

Tamtama Jombang

2.987.500

21

Teratai

Tamtama Jombang

1.275.000

Direktori Putusan Mahkamah Agung No: 23/PID.B/2016/PN.JBG.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

51

22

Agus

Tunggorono

5.400.000

23

Agus

Tunggorono

3.625.000

24

Agus

Tunggorono

3.920.000

25

Agus

Tunggorono

2.550.000

26

Agus

Tunggorono

5.146.000

27

Agus

Tunggorono

3.825.000

28

Agus

Tunggorono

3.250.000

29

Agus

Tunggorono

2.207.500

30

Agus

Tunggorono

5.285.000

31

Agus

Tunggorono

3.012.500

32

Nur

Megaluh

4.595.000

33

Nur

Megaluh

1.350.000

34

Nur

Megaluh

1.270.000

35

Nur

Megaluh

1.560.000

36

Nur

Megaluh

1.710.000

37

Nur

Megaluh

2.115.000

38

Nur

Megaluh

1.706.000

39

Nur

Megaluh

2.325.000

40

Nur

Megaluh

1.915.000

41

Nur

Megaluh

3.585.000

42

Nur

Megaluh

1.270.000

43

Nur

Megaluh

2.095.000

44

Vika

Stikip Patimura Jombang

1.780.000

45

Sri

Kedungtimongo Megaluh

2.150.000

Jumlah

126.820.500

Selanjutnya terdakwa juga melakukan pemesanan produk PT Sinar
Sosro dengan menggunakan nama pelanggan yang tidak sebenarnya yakni
pelanggan tersebut tidak melakukan pemesanan barang atau produk PT

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

52

Sinar Sosro, melainkan terdakwa membuat faktur dengan menggunakan
nama pelanggan ters