Implementasi manajemen peserta didik Pendidikan Inklusi: studi kasus di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Badrussalam Surabaya.

(1)

IMPLEMENTASI MANAJEMEN PESERTA DIDIK PENDIDIKAN INKLUSI (STUDI KASUS DI MADRASAH IBTIDAIYAH (MI) BADRUSSALAM

SURABAYA)

SKRIPSI

Oleh:

HENDANY PUTRI WIDIASTUTI D03213012

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH & KEGURUAN (FTK) UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

S U R A B A Y A 2017


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Pendidikan Inklusi Studi Kasus di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Badrussalam Surabaya. Dosen Pembimbing, Prof. Dr. H. Abd. Haris, M. Ag dan Dra. Hj. Liliek Channa AW., M. Ag

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan implementasi manajemen peserta didik pendidikan inklusi beserta faktor pendukung dan penghambat yang ada di madrasah inklusi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Metode yang digunakan adalah wawancara, observasi, dan dokumentasi. Subyek penelitian meliputi kepala sekolah, koordinator inklusi, guru pendamping khusus, wali kelas, pembina ekstrakurikuler, dan peserta didik. Hasil penelitian menunjukkan implementasi manajemen peserta didik pendidikan inklusi di madrasah terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pembinaan, pengawasan, dan evaluasi. Pada perencanaan, madrasah menentukan kuota peserta didik yang dapat diterima yaitu 70 peserta didik dengan kuota 4 peserta didik berkebutuhan khusus serta menentukan program kegiatan peserta didik. Pada pengorganisasian, madrasah melaksanakan proses rekrutmen/penerimaan, seleksi, orientasi, dan penempatan peserta didik. Dalam pelaksanaannya, antara peserta didik pada umumnya dengan peserta didik berkebutuhan khusus diberikan perlakuan yang sama hanya saja pada penempatan peserta didik berkebutuhan khusus diberikan tempat duduk paling depan untuk memudahkan pendampingan. Pada pembinaan, antara peserta didik pada umumnya dan peserta didik berkebutuhan khusus juga diberikan pembinaan yang sama ketika berada di dalam kelas, namun untuk anak berkebutuhan khusus diberikan pendampingan yang lebih intensif dibandingkan peserta didik pada umumnya yaitu pendampingan dengan metode individual learning oleh guru pembimbing khusus sehingga disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik. Pada pengawasan, madrasah melakukan pencatatan dan pelaporan peserta didik serta mengatur kehadiran peserta didik, dalam pelaksanaannya antara peserta didik berkebutuhan khusus dan peserta didik pada umumnya diperlakukan sama, hanya saja untuk anak berkebutuhan khusus juga terdapat catatan pribadi berupa hasil identifikasi awal dan assessment ketika peserta didik terdeteksi berpotensi berkebutuhan khusus pada hasil tes psikologi. Pada evaluasi, antara peserta didik pada umumnya dengan peserta didik berkebutuhan khusus diberikan indikator penilaian yang berbeda disesuaikan dengan kemampuan peserta didik berkebutuhan khusus dengan nilai maksimal 70 untuk peserta didik berkebutuhan khusus. Implementasi manajemen peserta didik pendidikan inklusi di madrasah ini tidak lepas dari faktor pendukung dan penghambat. Faktor pendukungnya yaitu banyaknya bantuan baik secara internal maupun eksternal dalam membantu guru pembimbing khusus memberikan pembinaan. Sedangkan faktor penghambatnya adalah adanya pembatasan kuota anak berkebutuhan khusus dikarenakan sulitnya mendapatkan tambahan guru pembimbing khusus yang memiliki riwayat pendidikan luar biasa serta kurangnya sarana prasarana dalam penerimaan siswa baru dan pemberian pembinaan kepada anak berkebutuhan khusus.


(7)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN .. ... ii

LEMBAR PERNYATAAN. ... iii

LEMBAR PERSETUJUAN . ... iv

LEMBAR MOTTO... ... v

LEMBAR PERSEMBAHAN.. ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMBAR. ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN. ... xiv

ABSTRAK.. ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Fokus Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 11

E. Definisi Konseptual ... 12

F. Keaslian Penelitian. ... 15

G. Sistematika Pembahasan. ... 18

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... A. Manajemen Peserta Didik ... 1. Pengertian manajemen peserta didik.. ... 21

2. Tujuan dan fungsi manajemen peserta didik.. ... 26

3. Prinsip-prinsip manajemen peserta didik.. ... 28

4. Ruang lingkup manajemen peserta didik.. ... 30

B. Pendidikan Inklusi ... 1. Pengertian pendidikan inklusi... 31

2. Tujuan pendidikan inklusi.. ... 33

3. Landasan pendidikan inklusi.. ... 34

4. Karakteristik pendidikan inklusi… ... 38


(8)

C. Lokasi Penelitian ... 78

D. Sumber Data dan Informan Penelitian ... 78

E. Cara Pengumpulan Data ... 85

F. Prosedur Analisis dan Interpretasi Data ... 90

G. Keabsahan Data ... 94

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISA HASIL PENELITIAN ... A. Deskripsi Obyek ... 96

B. Penyajian Data ... 100

C. Analisa Data. ... 153

BAB V PENUTUP... A. Kesimpulan. ... 185

B. Saran. ... 188

DAFTAR PUSTAKA.. ... 180


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Peserta didik adalah salah satu komponen dalam pembelajaran, di samping faktor guru, tujuan, dan metode pembelajaran. Dapat dikatakan peserta didik merupakan komponen terpenting. Karena peserta didik merupakan unsur penentu dalam proses pembelajaran yang berperan sebagai subjek sekaligus objek pembelajaran. Begitu juga dengan peserta didik berkebutuhan khusus. Peserta didik berkebutuhan khusus adalah peserta didik yang memiliki potensi kelainan fisik, emosional, mental, sosial, atau memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa. Peserta didik yang dikategorikan berkebutuhan khusus antara lain: tunanetra; tunarungu; tunawicara; tunagrahita; tunadaksa; tunalaras; berkesulitan belajar; lamban belajar; autis; memiliki gangguan motorik; menjadi korban penyalahgunaan narkoba; serta peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa.1 Mereka juga termasuk komponen dalam pembelajaran yang memiliki hak yang sama dengan peserta didik pada umumnya dalam mendapatkan pelayanan pendidikan. Selama ini anak berkebutuhan khusus dipisahkan dari masyarakatnya. Istilah pendidikan ini dikenal dengan sebutan

1 Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi, Direktorat PPK-LK Pendidikan Dasar, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan: Jakarta 2011 dalam www.scribd.com/doc/pedoman-umum-inklusi, diakses pada 9 Desember 2016, Pukul 10.00, 14.


(10)

sistem segregatif (pemisahan) yang menempatkan peserta didik berkebutuhan khusus di Sekolah Luar Biasa (SLB). Akibatnya, anak berkebutuhan khusus cenderung diperlakukan sebagai orang asing dalam masyarakatnya sendiri. Masyarakat cenderung memandangnya sebagai suatu keanehan apabila ada seorang anak berkebutuhan khusus berpartisipasi dalam suatu kegiatan yang sama sekali tidak dirancang khusus bagi dirinya. Jadi, jika kita perhatikan lebih jauh lagi, maka pendekatan ini tentunya mempunyai unsur diskriminasi.

Padahal anak berkebutuhan khusus bukanlah orang yang semata-mata mengalami kekurangan secara fisik saja, tetapi anak berkebutuhan khusus adalah seseorang yang mengalami kekurangan, yang mana kekurangan itu disebabkan oleh lingkungan tempat tinggalnya serta cara pandang masyarakat yang masih membeda-bedakan antara anak yang normal secara fisik dengan anak yang mengalami kekurangan. Namun, kekurangan itu tidak harus dijadikan penyebab untuk tidak mendapat pendidikan secara layak. Oleh karena itu, kemudian muncul model sosial disabilitas. Model sosial disabilitas adalah menciptakan para anak berkebutuhan khusus yang berpendidikan dan berilmu pengetahuan tinggi. Model sosial disabilitas ini menggunakan jenis pendekatan yang berbasis kepada hak asasi manusia. Memperkuat perlindungan hak asasi manusia merupakan salah satu cara untuk mencegah adanya diskriminasi. Disabilitas dengan model sosial memandang bahwa hambatan sistemik, sikap negatif dan eksklusi oleh masyarakat (baik secara sengaja maupun tidak) merupakan faktor yang paling menentukan apakah seseorang disebut sebagai anak berkebutuhan


(11)

3

khusus atau tidak dalam suatu masyarakat. Model ini mengakui bahwa seseorang mungkin mengalami kelainan fisik, sensori, intelektual, atau psikologis yang kadang-kadang dapat mengakibatkan keterbatasan fungsional individu, tetapi hal ini tidak harus mengakibatkan disabilitas, kecuali jika masyarakat tidak dapat menghargai dan menginklusikan semua orang tanpa memandang perbedaan individualnya.2

Ada empat nilai inti hukum yang terpenting pada hak asasi manusia dalam konteks disabilitas. Pertama, martabat dari masing-masing individu itu sendiri tak terhingga nilainya. Kedua, konsep otonomi atau penentuan nasib dari masing-masing individu. Ketiga, adanya kesadaran dengan semua orang betapapun berbedanya orang itu. Keempat, adanya etika dan solidaritas yang menuntut masyarakat untuk menjamin kebebasan anak berkebutuhan khusus dengan dukungan sosial yang tepat. Jadi, dengan adanya pendekatan hak asasi manusia ini maka lahirlah ideologi pendidikan inklusi. Pendidikan inklusi yaitu sistem pendidikan yang harus menerima berbagai macam kultur serta segala perbedaan yang ada pada setiap peserta didik.3 Hal ini berdasarkan bahwa setiap anak berkebutuhan khusus di Indonesia memiliki kesamaan hak dalam berbicara, berpendapat, memperoleh pendidikan, serta kesejahteraan dan kesehatan.4

2 Didi Tarsidi, Model-Model Disabilitas: Medical Model vs Social Model, dalam d-tarsidi.blogspot.co.id, diakses pada 18 Maret 2017 pukul 14.00.

3 Education For All tahun 1990 di Jomtien, Thailand.


(12)

Pasal 31 UUD 1945 menjelaskan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang layak dan mandat konstitusi yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945, khususnya dalam pembukaan pada alenia ke-4 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa tujuan dibentuknya negara Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Untuk menggapai itu semua, tentunya langkah pertama yang harus dilakukan adalah dengan memajukan pendidikan.5 Ini tentunya harus dilakukan mengingat bahwa dengan pendidikan inilah setiap manusia dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan kodrat kemanusiaannya. Pendidikan memberikan peluang kepada bangsa guna melaksanakan amanah konstitusinya itu. Selain itu, hampir setiap negara maju di dunia memulai pembangunannya dengan memajukan pendidikan.6 Oleh karena itu, pendidikan hendaknya harus menyentuh semua peserta didik yang ada di masyarakat tanpa membedakan latar belakang keluarga, kecerdasan, bahasa, suku, etnis, dan kondisi fisik.

Dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, Pasal 5 ayat 1-4 telah menegaskan bahwa:

1. Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.

5 Setia Adi Purwanta, Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi (Yogyakarta: Dria Manunggal, 2006), 1.

6 Riant Nugroho, Pendidikan Indonesia; Harapan, Visi, dan Strategi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), 10.


(13)

5

2. Warga negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/ atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. 3. Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat

adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus. 4. Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa

berhak memperoleh pendidikan khusus.7

Selanjutnya, dalam The Word Education Forum yang diselenggarakan oleh PBB dan dihadiri oleh 155 negara serta puluhan NGO dari seluruh dunia telah dilahirkan deklarasi “Education for All” yang menargetkan bahwa pada tahun 2000 (sekarang diperbaharui menjadi 2015) semua anak di dunia harus mendapatkan kesempatan untuk menyelesaikan pendidikan dasar. Selain itu dalam pernyataan Salamanca, disebutkan bahwa prinsip mendasar dari pendidikan inklusi adalah selama memungkinkan, semua orang seyogyanya belajar secara bersama-sama, dengan tidak memandang kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin ada pada diri mereka, termasuk perbedaan dalam karakteristik fisik maupun kapasitas intelektualnya.8

Sekolah yang mengimplementasikan ideologi pendidikan inklusi harus mengenal dan merespon setiap kebutuhan yang berbeda-beda dari setiap peserta didiknya. Seperti mengakomodasi berbagai macam gaya belajar, serta menjamin diberikannya pendidikan yang berkualitas kepada semua peserta didik. Untuk itu tentunya harus melalui manajemen yang baik, penyusunan kurikulum yang tepat, pengorganisasian yang baik, pemilihan strategi pengajaran yang tepat,

7 UU RI No. 20 tahun 2003. Tentang System Pendidikan Nasional. (Jakarta: Cemerlang, 2003), 109.

8 Ro'fah dan Andayani, Inklusi Pada Pendidikan Tinggi: Best Practices Pembelajaran dan Pelayanan Adaptif Bagi Mahapeserta didik Disabilitas Netra (Yogyakarta: PSLD UIN Suka, 2010), 14-15.


(14)

pemanfaatan sumber daya dengan sebaik-baiknya, dan penggalangan kemitraan dengan masyarakat sekitarnya.

Di Surabaya, telah banyak diterapkan sistem pendidikan inklusi terutama di sekolah reguler seperti Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Akhir (SMA). Sedangkan untuk penerapan pendidikan inklusi di madrasah baru terdapat dua madrasah yang menerapkan pendidikan inklusi yaitu di MTs. Wachid Hasyim Surabaya dan MI Badrussalam Surabaya. Dalam Peraturan Menteri Agama No. 90 Tahun 2013 dijelaskan bahwa madrasah adalah satuan pendidikan formal dalam binaan menteri agama yang menyelenggarakan pendidikan umum dan kejuruan dengan kekhasan agama Islam. Berdasarkan pengertian dari madrasah, tentunya sistem pendidikan inklusi yang diterapkan pada madrasah harus dikemas berdasarkan kekhasan agama Islam sesuai tujuan dari sebuah madrasah itu sendiri. Kekhasan agama Islam tersebut pastinya ditujukan pada setiap peserta didik yang ada di madrasah termasuk untuk anak berkebutuhan khusus yang telah diterima di madrasah. Dengan kekhasan sebuah madrasah tersebut diharapkan setiap peserta didik termasuk peserta didik berkebutuhan khusus mampu berkembang dengan baik sesuai nilai-nilai keagamaan yang lebih intensif diterapkan di madrasah. Hal ini tentunya membutuhkan sistem manajemen yang baik, merombak semua sistem manajemen sebelumnya, karena merubah sistem manajemen madrasah pendidikan reguler menjadi sistem manajemen madrasah pendidikan inklusi bukanlah pekerjaan yang mudah. Sebuah madrasah harus dapat menjawab setiap


(15)

7

tantangan untuk dapat mengembangkan setiap peserta didik berkebutuhan khususnya agar dapat berkembang sesuai kekhasan agama Islam. Ditengah menjamurnya sekolah reguler negeri maupun swasta di Surabaya yang menyelenggarakan pendidikan inklusi, madrasah harus mampu bersaing untuk dapat mengembangkan sistem pendidikan inklusi yang tidak kalah majunya dengan sekolah reguler.

Implementasi pendidikan inklusi di madrasah dengan sistem pendidikan inklusi dimulai dengan cara mengembangkan manajemen yang ada di madrasah menjadi manajemen madrasah pendidikan inklusi. Dalam penyelenggaraan sistem pendidikan inklusi diperlukan adanya pengelolaan manajemen peserta didik yang terorganisir dan terpadu. Karena setiap lembaga pendidikan pasti dituntut memberikan pelayanan pendidikan yang baik dan relevan dengan apa yang dicita-citakan oleh peserta didik. Termasuk dalam mengarahkan, memotivasi, dan mengawasi peserta didik dalam proses belajar dan perkembangannya. Manajemen peserta didik berupaya mengisi kebutuhan akan layanan yang baik tersebut, mulai dari peserta didik mendaftarkan diri ke sekolah sampai peserta didik menyelesaikan studi di sekolah tersebut.9 Adapun yang dimaksud manajemen peserta didik seperti yang dikutip oleh Ali Imron dalam bukunya, Knezevich mengartikan manajemen peserta didik atau pupil personnel

administration adalah suatu layanan yang memusatkan perhatian pada

pengaturan, pengawasan, dan layanan peserta didik di kelas dan di luar kelas


(16)

seperti: pengenalan, pendaftaran, layanan individu seperti pengembangan keseluruhan kemampuan, minat, kebutuhan sampai peserta didik matang di sekolah.10 Pengaturan terhadap peserta didik dilakukan untuk memberikan pelayanan yang sebaik mungkin kepada peserta didik termasuk peserta didik yang berkebutuhan khusus dalam penyelenggaraan pendidikan inklusi sehingga setiap peserta didik mendapatkan pelayanan pendidikan yang layak tanpa adanya unsur diskriminasi. Dan setiap peserta didik yang merupakan anak berkebutuhan khusus yang masuk sebagai peserta didik di madrasah merasa nyaman dalam melaksanakan proses pembelajaran dan dapat mengembangkan potensi dirinya dengan baik dan mandiri.

MI Badrussalam Surabaya merupakan salah satu dari dua madrasah di Surabaya yang telah menerapkan sistem pendidikan inklusi. MI Badrussalam ini menjadi madrasah inklusi sekitar satu setengah tahun yang lalu, yaitu pada pertengahan tahun 2015. Dengan tiga peserta didik ABK yang berada di kelas dua dan empat. Dan sekarang di tahun 2017, telah terdeteksi dua peserta didik baru yang merupakan peserta didik berkebutuhan khusus. MI Badrussalam berubah menjadi madrasah inklusi atas penunjukkan Kementerian Agama melalui Pusat Pengembangan Madrasah atau Madrasah Development Center bekerjasama dengan Kemitraan Pendidikan Australia-Indonesia (Australian AID) yang melakukan sosialisasi program pengembangan model madrasah inklusi. MI Badrussalam ini ditunjuk sebagai madrasah percontohan yang


(17)

9

mengembangkan pendidikan yang peduli pada anak berkebutuhan khusus. Sehingga dapat dikatakan MI Badrussalam adalah madrasah pertama pada tingkatan Madrasah Ibtidaiyah yang menjadi madrasah inklusi di Kota Surabaya. Terkait dengan kondisi ABK yang memiliki berbagai keterbatasan dan kebutuhan belajar, maka dalam implementasi pendidikan inklusi di MI Badrussalam ini tentunya membutuhkan berbagai adaptasi sistem dan dukungan fasilitas yang berbeda dengan sekolah reguler. Setidaknya madrasah ini harus mempersiapkan diri dengan melakukan inovasi dalam manajemen peserta didik agar semua peserta didik dapat mengikuti pembelajaran dengan nyaman. Inovasi yang dilakukan dapat dimulai dari ruang lingkup manajemen peserta didik mulai dari sistem perekrutan hingga evaluasi hasil pembelajaran peserta didik berkebutuhan khusus. Di samping itu, madrasah juga diharapkan bisa memberikan penyadaran kepada semua civitas akademika bahwa peserta didik berkebutuhan khusus juga dapat mengikuti pendidikan di sekolah umum, seperti di madrasah mereka.11

Hal inilah menjadi menarik untuk dibicarakan dan diteliti lebih lanjut oleh peneliti guna ingin mengetahui bagaimana implementasi manajemen peserta didik madrasah inklusi yang dilaksanakan di MI Badrussalam Surabaya ditengah pedoman penyelenggaraan pendidikan inklusi di madrasah yang belum terbentuk utuh sehingga dapat dikategorikan masih merintis sistem pendidikan inklusi di

11 Direktorat Pendidikan Luar Biasa, Kegiatan Belajar Mengajar (Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional), 7.


(18)

madrasah, apakah dalam mengembangkan manajemen peserta didik madrasah inklusi sudah berkembang dengan baik sesuai peraturan pendidikan inklusi atau masih terdapat banyak hambatan dalam mengelola manajemen peserta didik madrasah inklusi ditengah-tengah madrasah lain di kota Surabaya yang belum banyak berinovasi menjadi madrasah inklusi. Dari situlah peneliti tertarik untuk meneliti MI Badrussalam untuk mengetahui bagaimana implementasi manajemen peserta didik pendidikan inklusi yang diterapkan di MI Badrussalam. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti mengambil judul penelitian dengan tema “Implementasi Manajemen Peserta Didik Pendidikan Inklusi (Studi Kasus

di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Badrussalam Surabaya)”.

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan oleh penulis, maka penulis merumuskan masalah ke dalam dua fokus masalah yaitu:

1. Bagaimana implementasi manajemen peserta didik pendidikan inklusi yang ada di MI Badrussalam Surabaya ?

2. Apakah faktor pendukung dan faktor penghambat implementasi manajemen peserta didik pendidikan inklusi yang ada di MI Badrussalam Surabaya?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang dan fokus penelitian yang telah dipaparkan oleh penulis, maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui implementasi manajemen peserta didik pendidikan inklusi yang ada di MI Badrussalam Surabaya.


(19)

11

2. Untuk mengetahui faktor pendukung serta faktor penghambat implementasi manajemen peserta didik pendidikan inklusi yang ada di MI Badrussalam Surabaya.

D. Manfaat Penelitian

Adapun hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, baik secara teoritis maupun praktis. Kegunaan secara praktis dan teoritis penelitian ini sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Dapat menambah ilmu pengetahuan tentang implementasi manajemen peserta didik pendidikan inklusi di madrasah.

2. Manfaat Praktis a. Bagi peneliti

Hasil penelitian ini berguna untuk memperoleh wawasan dan pengalaman baru tentang implementasi manajemen peserta didik dalam mengelola pendidikan inklusi di madrasah.

b. Bagi almamater

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi penelitian yang akan datang untuk mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

c. MI Badrussalam

Dapat memberikan ide atau masukan bagi madrasah dalam mengelola manajemen peserta didik yang berorientasi pada pelayanan pendidikan


(20)

peserta didik inklusi di madrasah sehingga dapat lebih termotivasi lagi dalam mengembangkan manajemen peserta didik pendidikan inklusi yang ada di madrasah agar dapat dijadikan madrasah percontohan bagi madrasah lain yang ingin berinovasi menjadi madrasah inklusi. Selain itu juga dapat dijadikan sebagai alat evaluasi kelebihan dan kekurangan dalam mengimplementasikan manajemen peserta didik pendidikan inklusi guna memperbaiki serta meningkatkan kualitas pelayanan peserta didik agar lebih baik lagi dalam memberikan pelayanan kepada peserta didik.

E. Definisi Konseptual

Dalam penelitian harus diketahui terjemahan istilah atau konsep yang jelas, guna mempermudah pembahasan penulis menegakkan istilah-istilah yang merupakan istilah kunci dalam judul ini. Hal ini dilakukan agar dapat menghilangkan penafsiran-penafsiran yang memungkinkan timbulnya persoalan yang tidak diharapkan. Adapun judul skripsi ini adalah Implementasi Manajemen Peserta Didik Pendidikan Inklusi (Studi Kasus di Madrasah Ibtidaiyah (MI)

Badrussalam Surabaya). Istilah kunci penting yang perlu didefinisikan sebagai

berikut: 1. Implementasi

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian implementasi adalah pelaksanaan, penerapan. Bentuk kata kerjanya adalah mengimplementasikan yang


(21)

13

artinya melaksanakan, menerapkan.12 Dalam implementasi perlu dilakukan suatu perencanaan yang matang agar dapat berjalan dengan lancar. Jadi dapat disimpulkan bahwa implementasi adalah pelaksanaan dari setiap perencanaan yang telah disusun sebelumnya.

2. Manajemen Peserta Didik terdiri dari dua kata yaitu manajemen dan peserta didik. Manajemen merupakan suatu proses yang khas, yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, penggerakan pelaksanaan, dan pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditentukan dengan memanfaatkan sumberdaya manusia dan sumber daya lainnya.13

Sedangkan peserta didik, menurut Suharsimi Arikunto seperti yang telah dikutip oleh Badrudin dalam bukunya, adalah siapa saja yang terdaftar sebagai objek didik di suatu lembaga pendidikan. Menurut Undang-Undang Sistem

Pendidikan Nasional, “peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha

mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran yang tersedia pada

jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu”.14

Jadi dapat disimpulkan bahwa manajemen peserta didik adalah seluruh rangkaian kegiatan yang direncanakan sedemikian rupa oleh sekolah dalam memberikan pelayanan pendidikan pada peserta didik guna membina peserta didik sejak awal masuk hingga lulus dari sekolah sehingga peserta didik dapat berkembang semaksimal mungkin.

12 KBBI Online/Daring diakses pada 23 Maret 2017 pada pukul 13.48.

13 Hikmat, foreword to Manajemen Pendidikan, by Hikmat (Bandung: Pustaka Setia, 2009), 7.


(22)

3. Pendidikan Inklusi

Istilah inklusi berasal dari bahasa Inggris yaitu “inclusion” yang berarti

terbuka. Banyak sekali interpretasi terkait dengan konsep pendidikan inklusi ini, mulai dari yang moderat hingga yang radikal. Pendidikan inklusi diartikan sebagai sistem pendidikan yang harus menerima berbagai macam kultur serta segala perbedaan yang ada pada setiap peserta didik.15 Ada sebagian orang yang mengartikannya sebagai main streaming, namun ada juga yang mengartikan sebagai full inclusion, yang berarti menghapus semua sekolah khusus. Namun yang pasti inklusi merupakan suatu pendidikan bagi peserta didik yang mengalami hambatan agar setiap anak dapat benar-benar terlibat dalam kurikulum, lingkungan, dan interaksi yang ada di sekolah.16

Jadi yang dimaksud penulis dengan judul Implementasi Manajemen Peserta Didik Pendidikan Inklusi (Studi Kasus di Madrasah Ibtidaiyah (MI)

Badrussalam Surabaya) adalah tentang bagaimana pelaksanaan manajemen

peserta didik yang telah diterapkan oleh MI Badrussalam dalam memberikan pelayanan pendidikan pada peserta didik guna membina peserta didik sejak awal masuk hingga lulus dari madrasah dengan menerima peserta didik dari berbagai macam kultur serta segala perbedaan yang ada sehingga peserta didik berkebutuhan khusus dapat berkembang semaksimal mungkin tanpa adanya unsur diskriminasi.

15 Education For All tahun 1990 di Jomtien, Thailand. 16 David J. Smith, Inklusi: Sekolah Ramah…, 45.


(23)

15

F. Keaslian Penelitian

Dari hasil penelusuran kepustakaan, penulis menemukan beberapa hasil penelitian (skripsi) yang memiliki obyek serupa dengan penulis, namun memiliki perspektif fokus yang berbeda. Untuk menunjukkan keaslian penelitian ini maka perlu dipaparkan penelitian terdahulu guna menunjukkan bahwa peneliti tidak melakukan duplikasi dari hasil penelitian terdahulu. Untuk itu, peneliti menjabarkan secara ringkas beberapa hasil penelitian terdahulu.

Seperti penelitian yang dilakukan oleh Hega Raka Ardana pada tahun

2014 dengan judul penelitian “Manajemen Peserta Didik Sekolah Inklusi di

Sekolah Menengah Pertama PGRI Kecamatan Kasihan”.17 Hasil penelitian Hega

Raka Ardana membahas tentang penerapan manajemen peserta didik pada sekolah inklusi SMP PGRI Kecamatan Kasihan dengan empat ruang lingkup yaitu perencanaan, pembinaan, evaluasi, dan mutasi. Sedangkan peneliti menggambarkan ruang lingkup dari manajemen peserta didik juga tetapi dengan rangkaian kegiatan yang lebih luas mulai proses penerimaan peserta didik baru hingga evaluasi peserta didik inklusi. Yang membedakan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan terletak pada jenis serta jenjang lembaga pendidikannya. Untuk penelitian sebelumnya lembaga pendidikannya berupa sekolah umum dengan jenjang pendidikan SMP yang berada dibawah naungan Dinas Pendidikan, sedangkan peneliti akan meneliti lembaga pendidikan madrasah

17 Hega Raka Ardana, Manajemen Peserta Didik Sekolah Inklusi di Sekolah Menengah Pertama PGRI Kecamatan Kasihan, (Skripsi S-1, Jurusan Administrasi Pendidikan Prodi Manajemen Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta, 2014)


(24)

dengan jenjang MI yang berada dibawah naungan Kementerian Agama. Karena disesuaikan oleh program studi peneliti yaitu Manajemen Pendidikan Islam. Yang harusnya meneliti lembaga pendidikan Islam seperti madrasah yang akan diteliti oleh peneliti.

Selain itu juga penelitian yang dilakukan oleh Adriadi pada tahun 2013 dengan judul penelitian “Manajemen Pendidikan Inklusi di MAN Maguwoharjo

Depok Sleman Yogyakarta”.18

Hasil penelitian Adriadi membahas tentang penerapan manajemen inklusi secara keseluruhan di MAN Maguwoharjo. Adriadi menggambarkan pola serta aspek manajemen inklusi yang ada di madrasah secara keseluruhan mulai manajemen peserta didik, sarana dan prasarana, pendidik dan tenaga kependidikan, proses pembelajaran, dan lingkungan masyarakat. Yang membedakan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan terletak pada fokus penelitiannya. Untuk penelitian sebelumnya fokus penelitiannya menyeluruh mengenai seluruh sistem manajemen inklusi yang ada di sekolah, sesuai delapan standar nasional pendidikan, sedangkan peneliti hanya akan meneliti salah satu aspek manajemen saja yaitu manajemen peserta didik. Sedangkan kesamaannya terletak pada jenis lembaga pendidikan yang diteliti yaitu madrasah penyelenggara pendidikan inklusi, namun tetap dengan jenjang yang berbeda, jika Adriadi memilih jenjang MA, peneliti memilih jenjang MI.

18Adriadi, Manajemen Inklusi di MAN Maguwoharjo Depok Sleman Yogyakarta , (Skripsi S-1, Jurusan Kependidikan Islam, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014)


(25)

17

Penelitian selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Abdur Rozek

pada tahun 2016 dengan judul penelitian “Studi Kasus Implementasi Manajemen

Pembelajaran bagi Anak Inklusi di MTs Wachid Hasyim Surabaya”.19

Hasil penelitian Abdul Rozek membahas tentang penerapan manajemen pembelajaran bagi anak inklusi. Dalam hasil penelitian, peneliti menggambarkan bagaimana implementasi manajemen pembelajaran, serta menemukan faktor pendukung serta penghambat penerapan pembelajaran bagi anak inklusi di MTs Wachid Hasyim Surabaya. Yang membedakan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan terletak pada fokus penelitiannya. Untuk penelitian sebelumnya hanya terfokus pada manajemen pembelajaran peserta didik inklusi di madrasah, sedangkan peneliti akan meneliti dengan fokus masalah yang lebih luas dari manajemen peserta didik madrasah inklusi studi kasus di salah satu madrasah di Surabaya. Persamaannya hanya terletak pada jenis lembaga pendidikan yang diteliti yaitu sama-sama di madrasah tetapi dengan jenjang pendidikan yang berbeda.

Sedangkan untuk penelitian yang dilakukan oleh Ery Wati pada tahun 2014 dalam Jurnal Ilmiah Didaktika yang berjudul “Manajemen Pendidikan

Inklusi di Sekolah Dasar Negeri 32 Kota Banda Aceh”.20

Hasil penelitian Ery Wati membahas tentang implementasi manajemen inklusi serta kendala yang dihadapi oleh sekolah dalam penerapan manajemen inklusi di sekolah. Yang

19Abdur Rozek, Studi Kasus Implementasi Manajemen Pembelajaran bagi Anak Inklusi di MTs Wachid Hasyim Surabaya, (Skripsi S-1, Prodi Manajemen Pendidikan Islam, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2016)

20 Ery Wati, Manajemen Pendidikan Inklusi di Sekolah Dasar Negeri 32 Kota Banda Aceh, (Jurnal Ilmiah Didaktika, Magister Administrasi Pendidikan, Program Pasca Sarjana, Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, 2014)


(26)

membedakan dengan penelitian yang akan peneliti lakukan terletak pada jenis lembaga pendidikan serta fokus penelitiannya. Untuk penelitian sebelumnya fokusnya membahas manajemen inklusi secara menyeluruh beserta menemukan kendala yang dihadapi oleh sekolah dalam menerapkan manajemen inklusi, sedangkan peneliti akan meneliti dengan terfokus pada salah satu aspek manajemen saja yaitu manajemen peserta didik madrasah inklusi. Selain itu juga pada jenis lembaga pendidikan, penelitian oleh Ery Wati dilakukan di sekolah umum, sedangkan peneliti akan meneliti madrasah. Untuk persamaannya terletak pada salah satu fokus masalahnya yaitu manajemen peserta didik yang juga tetap dijabarkan di dalam penelitian peneliti sebelumnya meskipun tidak mendetail.

Sehingga dari uraian perbedaan dan persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan dapat disimpulkan bahwa implementasi manajemen peserta didik madrasah inklusi sudah ada pembahasan sebelumnya namun berbeda jenis lembaga pendidikan serta fokus penelitiannya. Maka peneliti mencoba untuk melakukan penelitian ini dengan menitikberatkan pada judul penelitian “Implementasi Manajemen Peserta Didik Pendidikan Inklusi (Studi

Kasus di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Badrussalam Surabaya).”

G. Sistematika Pembahasan

Agar pembahasan skripsi ini mudah dipahami dan dimengerti, maka diperlukan pola pembahasan yang sistematis. Sistematika yang dimaksud adalah keseluruhan pembahasan dari hasil penelitian yang akan dipaparkan dalam 5 bab.


(27)

19

Untuk lebih jelasnya penulisan sistematika pembahasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I akan membahas tentang Pendahuluan; dalam bab pertama ini akan dipaparkan tentang latar belakang penelitian, fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi konseptual, keaslian penelitian, dan sistematika pembahasan.

BAB II akan membahas tentang Kajian Pustaka; dalam bab kedua ini akan dijelaskan tentang tiga pembahasan yaitu pertama mengenai manajemen peserta didik yang meliputi pengertian manajemen peserta didik, tujuan manajemen peserta didik, fungsi manajemen peserta didik, dan prinsip manajemen peserta didik. Yang kedua mengenai pendidikan inklusi yang meliputi pengertian pendidikan inklusi, tujuan pendidikan inklusi, landasan pendidikan inklusi serta karakteristik pendidikan inklusi. Dan yang ketiga yaitu mengenai konseptualisasi dari manajemen peserta didik pada pendidikan inklusi.

BAB III akan membahas tentang Metode Penelitian; pada bab ketiga ini dijelaskan tentang metode penelitian yang digunakan oleh penulis selama malakukan penelitian untuk memperoleh data, metode yang digunakan yaitu metode deskriptif kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif dan pendekatan penelitian kualitatif. Pada bab ini dijelaskan pula lokasi penelitian, sumber data dan informan penelitian, cara pengumpulan data, prosedur analisis dan interpretasi data, serta keabsahan data.


(28)

BAB IV akan membahas tentang Deskripsi Obyek, Penyajian Data dan Analisa Hasil Penelitian; pada bab keempat ini dipaparkan tentang deskripsi obyek secara umum, penyajian data yang berupa deskripsi hasil temuan selama penelitian dan analisis temuan penelitian. Bagian pertama menjelaskan mengenai deskripsi obyek secara umum. Dan pada bagian kedua membahas mengenai hasil penelitian dengan mendeskripsikan hasil temuan serta menganalisis temuan penelitian yang meliputi implementasi manajemen peserta didik pada pendidikan inklusi serta faktor pendukung dan penghambat impementasi manajemen peserta didik inklusi yang ada pada madrasah.

BAB V akan membahas tentang Penutup;bab kelima ini merupakan bab akhir dalam skripsi. Pada bab ini peneliti membuat simpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan serta memberikan saran kepada lembaga yang diteliti terkait kekurangan atau kelebihan yang ditemukan.


(29)

21 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Manajemen Peserta Didik

1. Pengertian manajemen peserta didik

Istilah “manajemen peserta didik” merupakan gabungan dari kata

“manajemen” dan “peserta didik”. Kata manajemen merupakan terjemahan dari

management (Bahasa Inggris), juga berasal dari bahasa Latin, Prancis, dan Italia

yaitu mano, manage/menege dan maneggiare berarti melatih kuda agar dapat melangkah dan menari seperti yang dikehendaki pelatihnya. Sahertian dalam bukunya menjelaskan dalam pengertian manajemen terkandung dua kegiatan, yaitu pikir (mind) dan kegiatan tindak laku (action).1 Harold Koontz dan Cyryl O. Donel mendefinisikan “Manajemen sebagai usaha mencapai suatu tujuan tertentu

melalui kegiatan orang lain”. Sedangkan menurut Hasibuan seperti yang dikutip

oleh Badrudin dalam bukunya, manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan.2 Sedangkan G. R. Terry mendefinisikan manajemen sebagai proses khas yang terdiri atas tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, pergerakan, dan pengendalian yang dilakukan untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan

1 Ali Imron, Manajemen Peserta Didik Berbasis Sekolah…, 4.


(30)

sumber daya lainnya. Siagian mendefinisikan manajemen sebagai kemampuan atau keterampilan untuk memperoleh suatu hasil dalam rangka mencapai tujuan. Di lain pihak, The Liang Gie memberikan batasan manajemen sebagai segenap perbuatan menggerakkan sekelompok orang atau mengarahkan segala fasilitas dalam suatu usaha kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu.3 Dari pendapat-pendapat tersebut dapat ditegaskan bahwa manajemen adalah suatu proses yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu, yang di dalamnya menjalankan fungsi manajemen yaitu perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi dengan mempergunakan semua potensi yang ada, baik personal maupun material secara efektif dan efisien.

Peserta didik diartikan sebagai individu yang tidak tergantung pada orang lain atau seorang pribadi yang menentukan diri sendiri.4 Abu Ahmadi juga berpendapat bahwa peserta didik adalah sosok manusia sebagai individu atau pribadi (manusia seutuhnya). Individu diartikan “Orang yang tidak tergantung dari orang lain, dalam arti benar-benar seorang pribadi yang menentukan diri sendiri dan tidak dipaksa dari luar, mempunyai sifat-sifat dan keinginan sendiri”.5 Sedangkan peserta didik, menurut Suharsimi Arikunto adalah siapa saja yang terdaftar sebagai objek didik di suatu lembaga pendidikan.6 Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, “Peserta didik adalah anggota masyarakat

3 Ali Imron, Manajemen Peserta Didik Berbasis Sekolah…, 4. 4 Tim Dosen, Manajemen Lembaga Pendidikan Islam…, 64.

5 Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI, Manajemen Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2011), 205.

6 Suharsimi Arikunto, Pengelolaan Kelas dan Siswa: Sebuah Pendekatan Evaluatif, (Jakarta: Rajawali Press, 1986), 12.


(31)

23

yang berusaha mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran yang

tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu”.7

Menurut Oemar Hamalik, peserta didik merupakan suatu komponen masukan dalam sistem pendidikan, yang selanjutnya diproses dalam proses pendidikan sehingga menjadi manusia yang berkualitas sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.8 Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa peserta didik adalah individu yang merupakan suatu komponen pendidikan yang memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan pendidikan sehingga dapat mengembangkan potensi dirinya sesuai minat dan bakatnya agar menjadi manusia yang berkualitas.

Dari kedua kata pembentuk manajemen dan peserta didik tersebut, terdapat beberapa pendapat ahli tentang konsep manajemen peserta didik. Diantaranya: a. Suryosubroto memberi batasan definisi mengenai manajemen peserta didik

yaitu pekerjaan-pekerjaan atau kegiatan-kegiatan pencatatan murid, semenjak dari proses penerimaan sampai saat murid meninggalkan sekolah/madrasah, karena sudah tamat mengikuti pendidikan pada sekolah/madrasah itu.9

b. E. Mulyasa mendefinisikan, pengembangan peserta didik atau manajemen peserta didik adalah penataan dan pengaturan terhadap kegiatan yang berkaitan dengan peserta didik, mulai masuk sampai keluar sekolah sehingga

7 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 8 Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), 3. 9 B. Suryosubroto, Manajemen Pendidikan di Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), 74.


(32)

dapat membantu upaya pertumbuhan dan perkembangan pribadi peserta didik secara optimal.10

c. Menurut Badrudin dalam bukunya mendefinisikan manajemen peserta didik merupakan penataan dan pengaturan terhadap kegiatan yang berkaitan dengan peserta didik sejak peserta didik masuk sekolah sampai keluar dari sekolah sehingga dapat membantu kelancaran pertumbuhan dan perkembangan peserta didik melalui proses pendidikan di sekolah.11

d. Mulyono dalam bukunya mendefinisikan manajemen peserta didik adalah seluruh proses kegiatan yang direncanakan dan diusahakan secara sengaja serta pembinaan secara kontinu terhadap seluruh peserta didik dalam lembaga bersangkutan agar proses pembelajaran berjalan efektif dan efisien.12

e. Tim Dosen Adpen UPI mendefinisikan, manajemen peserta didik merupakan upaya untuk memberikan layanan sebaik mungkin kepada peserta didik sejak proses penerimaan sampai saat peserta didik meninggalkan lembaga pendidikan tersebut.13

f. Hendiyat Soetopo dan Wasty Soemanto, mendefinisikan manajemen peserta didik adalah suatu penataan atau pengaturan segala aktivitas yang berkaitan

10 E. Mulyasa, Manajemen dan Kepemimpinan Kepala Sekolah, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012), 69.

11 Badrudin, Manajemen Peserta Didik…, 23.

12 Mulyono, Manajemen Administrasi dan Organisasi Pendidikan, (Yogyakarta: AR-RUZZ Media, 2008), 178.


(33)

25

dengan peserta didik mulai masuknya peserta didik sampai dengan keluarnya peserta didik tersebut dari suatu sekolah atau suatu lembaga.14

g. Mujamil Qomar mendefinisikan, manajemen peserta didik adalah pengelolaan kegiatan yang berkaitan dengan peserta didik mulai dari awal masuk (bahkan sebelum masuk) hingga akhir (tamat) dari lembaga pendidikan.15

h. Tim Dosen MPI UIN Sunan Ampel mendefinisikan, manajemen peserta didik merupakan suatu usaha pengaturan terhadap peserta didik mulai masuk sekolah sampai lulus sekolah agar dapat memberikan pelayanan pendidikan yang baik.16

i. Sedangkan Knezevich dalam Prihatin mengartikan manajemen peserta didik

(pupil personnel administration) sebagai suatu layanan yang memusatkan

perhatian pada pengaturan, pengawasan, dan layanan peserta didik di kelas dan di luar kelas seperti: pengenalan, pendaftaran, layanan individual seperti pengembangan keseluruhan kemampuan, minat, kebutuhan sampai peserta didik matang di sekolah.17

Dari beberapa pendapat beberapa ahli di atas dapat ditegaskan bahwa manajemen peserta didik adalah seluruh rangkaian kegiatan yang direncanakan sedemikian rupa oleh sekolah dalam memberikan pelayanan pendidikan pada

14 Badrudin, Manajemen Peserta Didik…, 23.

15 Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam, (Jakarta: Erlangga, 2007), 141. 16 Tim Dosen, Manajemen Lembaga Pendidikan Islam…, 64.


(34)

peserta didik guna membina peserta didik sejak awal masuk hingga lulus dari sekolah sehingga peserta didik dapat berkembang semaksimal mungkin.

2. Tujuan dan fungsi manajemen peserta didik

Dalam bukunya Badrudin menjelaskan bahwa tujuan manajemen peserta didik secara umum adalah mengatur kegiatan-kegiatan peserta didik agar menunjang proses pembelajaran di sekolah/madrasah sehingga proses pembelajaran berjalan lancar, tertib, teratur, dan dapat memberikan konstribusi bagi pencapaian tujuan pembelajaran dan tujuan sekolah/madrasah secara efektif dan efisian.18 Sedangkan menurut Mujamil Qomar dalam bukunya, tujuan manajemen peserta didik adalah mengatur berbagai kegiatan dalam bidang kesiswaan agar kegiatan pembelajaran di sekolah dapat berjalan dengan lancar, tertib, teratur, serta mampu mencapai tujuan pendidikan sekolah.19 Sedangkan menurut Tim Dosen UPI, tujuan manajemen pelayanan peserta didik yaitu mengatur kegiatan peserta didik agar dapat menunjang proses pembelajaran di lembaga pendidikan (sekolah) sehingga dapat berjalan, tertib, dan teratur agar dapat memberikan konstribusi bagi pencapaian tujuan sekolah dan tujuan pendidikan secara keseluruhan.20 Dari beberapa pendapat tersebut dapat ditegaskan bahwa tujuan manajemen peserta didik adalah untuk mengatur segala kegiatan yang dapat menunjang proses

18 Badrudin, Manajemen Peserta Didik…, 24.

19 E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, Strategi, dan Implementasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002), 42.


(35)

27

pendidikan pada peserta didik agar lebih tertib dan lancar sehingga dapat menunjang pencapaian tujuan sekolah dan tujuan pendidikan secara keseluruhan.

Adapun tujuan khusus dari manajemen peserta didik adalah21:

a. Meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan psikomotor peserta didik. b. Menyalurkan dan mengembangkan kemampuan umum (kecerdasan), bakat,

dan minat peserta didik.

c. Menyalurkan aspirasi, harapan dan memenuhi kebutuhan peserta didik.

d. Peserta didik mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan hidup yang lebih lanjut dapat belajar dengan baik dan mencapai cita-cita mereka.

Fungsi manajemen peserta didik adalah sebagai wahana bagi siswa untuk mengembangkan diri seoptimal mungkin, baik yang berkenaan dengan segi-segi individual, sosial maupun akademik.22 Menurut Badrudin dalam bukunya, fungsi manajemen peserta didik sebagai wahana dalam mengembangkan diri peserta didik seoptimal mungkin baik yang berkenaan dengan individualitasnya, segi sosial, aspirasi, kebutuhan, dan segi-segi peserta didik lainnya.23 Sementara itu fungsi khusus dari manajemen peserta didik adalah fungsi yang berkenaan dengan pengembangan individualitas peserta didik, pengembangan fungsi sosial peserta didik, penyaluran aspirasi dan harapan peserta didik, serta fungsi yang berkenaan dengan pemenuhan kebutuhan dan kesejahteraan peserta didik.24 Berdasarkan hal

21 Badrudin, Manajemen Peserta Didik…, 24.

22 Tim Dosen, Manajemen Lembaga Pendidikan Islam…, 65. 23 Badrudin, Manajemen Peserta Didik…, 24.


(36)

di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi manajemen peserta didik adalah sebagai tempat/wadah bagi peserta didik dalam mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya baik secara personal, sosial, maupun akademik.

Dengan demikian secara umum tujuan dan fungsi manajemen peserta didik saling berkaitan yang pada dasarnya dalam rangka untuk mendidik peserta didik dan mengembangkan segi kepribadian, pengetahuan, keterampilan, sosial peserta didik yang nantinya berguna untuk menunjang proses belajar mengajar di sekolah.25

3. Prinsip-prinsip manajemen peserta didik

Prinsip adalah sesuatu yang harus dipedomani dalam melaksanakan tugas.26 Prinsip manajemen peserta didik mengandung arti bahwa dalam rangka

memanage peserta didik, prinsip-prinsip yang ada haruslah dijadikan sebagai

pedoman dalam melaksanakan kegiatan manajemen peserta didik. Ada beberapa prinsip dalam manajemen peserta didik, diantaranya27:

a. Harus mengacu pada peraturan yang berlaku.

b. Dipandang sebagai bagian keseluruhan manajemen kelembagaan.

c. Kegiatan manajemen peserta didik harus diupayakan untuk mempersatukan peserta didik yang mempunyai keragaman latar belakang dan perbedaan untuk kemudian diarahkan agar saling memahami dan saling menghargai.

25 Hega Raka Ardana, Manajemen Peserta Didik Sekolah Inklusi …, 29. 26 Badrudin, Manajemen Peserta Didik…, 25.


(37)

29

d. Kegiatan dalam manajemen peserta didik diarahkan sebagai upaya dalam mengatur perkembangan potensi peserta didik.

e. Segala kegiatan dalam manajemen peserta didik harus dapat mendorong serta memacu kemandirian peserta didik.

f. Kegiatan manajemen peserta didik harus dapat berjalan secara fungsional bagi kehidupan peserta didik, baik di sekolah maupun pada masa depannya.

Depdiknas, mengemukakan prinsip dasar dalam manajemen peserta didik, diantaranya28:

a. Peserta didik harus diperlakukan sebagai subjek bukan sebagai objek, sehingga harus didorong untuk berperan serta dalam setiap perencanaan dan pengambilan keputusan untuk mereka.

b. Kondisi siswa sangat beragam ditinjau dari segi fisik, intelektual, sosial ekonomi, minat, bakat, dan seterusnya. Oleh karena itu diperlukan wahana yang beragam yang dapat mengembangkan setiap peserta didik secara optimal.

c. Peserta didik akan termotivasi belajar, jika mereka menyenangi apa yang mereka kerjakan.

d. Pengembangan potensi peserta didik tidak hanya menyangkut ranah kognitif, tetapi juga ranah afektif dan psikomotorik,29 bahkan metakognitif.

28 Depdiknas, Panduan Manajemen Sekolah, (Jakarta: 2000), 87.


(38)

Dari beberapa pendapat tentang prinsip manajemen peserta didik di atas dapat disimpulkan bahwa dalam mengimplementasi manajemen peserta didik di suatu lembaga pendidikan, harus melaksanakan kegiatan manajemen peserta didik sesuai dengan prinsip-prinsip sebagai berikut: (1) Sesuai peraturan yang berlaku; (2) Merupakan bagian dari komponen manajemen pendidikan secara menyeluruh; (3) Dapat menciptakan kegiatan yang dapat menunjang perkembangan potensi peserta didik secara menyeluruh tidak hanya menyangkut ranah kognitif, tetapi juga ranah afektif dan psikomotorik.

4. Ruang lingkup manajemen peserta didik

Dalam manajemen peserta didik terdapat beberapa ruang lingkup. Yang dimaksud ruang lingkup disini adalah segala pengaturan aktivitas-aktivitas peserta didik sejak yang bersangkutan masuk ke sekolah hingga yang bersangkutan lulus, baik yang berkenaan dengan peserta didik secara langsung, maupun yang berkenaan dengan peserta didik secara tidak langsung (tenaga kependidikan, sumber-sumber pendidikan, prasarana dan sarananya).30 Ruang lingkup manajemen peserta didik meliputi perencanaan peserta didik, pengorganisasian peserta didik, pelaksanaan pembinaan peserta didik, pengawasan peserta didik, serta evaluasi peserta didik.


(39)

31

B. Pendidikan Inklusi

1. Pengertian pendidikan inklusi

Istilah inklusi berasal dari bahasa Inggris yaitu “inclusion” yang berarti

terbuka. Sedangkan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi pribadinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlaq mulia dan keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara seperti yang telah tercantum dalam Undang-Undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, Pasal 1 ayat 1. Sehingga penggabungan dari dua kata tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan inklusi merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran secara terbuka bagi seluruh peserta didik tanpa memandang kondisi fisik, emosional, dan intelektualnya guna mengembangkan potensi pribadinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlaq mulia dan keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Pendidikan inklusi merupakan sistem pendidikan yang menggabungkan antara peserta didik normal dengan peserta didik berkebutuhan khusus. Seperti yang dikemukakan oleh Stainback bahwa sekolah inklusi adalah sekolah yang menampung semua peserta didik di kelas yang sama.31 UNESCO juga

mengemukakan bahwa: “inclusive education is a developmental approach


(40)

seeking to address the learning needs of all children, youth and adults with a

specific focus on those who are vulnerable to marginalization and exclusion”.

Mengartikan pendidikan inklusi adalah sebuah pendekatan yang berhubungan dengan pengembangan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan belajar seluruh anak tanpa ada perbedaan dan pemisahan. Sistem pendidikan ini memberikan hak yang sama kepada setiap peserta didik untuk mengembangkan potensinya.32 Sedangkan J. David Smith mengemukakan bahwa pendidikan inklusi merupakan suatu pendidikan bagi peserta didik yang mengalami hambatan agar tiap anak dapat terlibat sebenarnya dalam kurikulum, lingkungan, dan interaksi yang ada di sekolah.33 Sekolah Inklusi menyediakan tempat bagi setiap peserta didik untuk dapat diterima dan menjadi bagian dari sekolah dengan menyediakan pendidikan yang layak dan bermutu, menantang, akan tetapi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap peserta didik.34

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan inklusi adalah sistem pendidikan yang memberikan kesempatan belajar pada seluruh lapisan peserta didik, tanpa membedakan peserta didik berdasarkan kondisi fisik, sosial, emosional, dan intelektualnya. Sekolah ini menyediakan pendidikan yang layak dan menantang tetapi disesuaikan dengan setiap kemampuan dan kebutuhan peserta didiknya tanpa adanya unsur diskriminasi di dalamnya.

32 Lay Kekeh Marthan, Manajemen Pendidikan Inklusi. (Jakarta: DIRJEN DIKTI, 2007), 143. 33 J. David Smith, Inklusi: Sekolah Ramah…, 45.

34 Direktorat Pendidikan Luar Biasa, Mengenal Pendidikan Terpadu, Buku 1 (Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional: Jakarta 2004), 9.


(41)

33

2. Tujuan pendidikan inklusi

Untuk memudahkan layanan pendidikan bagi peserta didik berkebutuhan khusus yang keberadaannya menyebar di seluruh pelosok pedesaan dan yang tidak mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan pelajaran di SLB, sekolah penyelenggara pendidikan inklusi sangat mendukung untuk membantu pelayanan peserta didik berkebutuhan khusus tersebut. Dengan demikian, dapat memberikan kesempatan kepada peserta didik berkebutuhan khusus untuk dapat berinteraksi dengan anak normal pada umumnya baik dalam mengikuti pendidikan maupun dalam beradaptasi dengan lingkungannya.

Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan inklusi di Indonesia. Diantaranya:

1. Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua anak (termasuk anak berkebutuhan khusus) mendapatkan pendidikan yang layak sesuai dengan kebutuhannya.

2. Membantu mempercepat program wajib belajar pendidikan dasar. 3. Membantu meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah

dengan menekan angka tinggal kelas dan putus sekolah.

4. Menciptakan sistem pendidikan yang menghargai keanekaragaman, tidak diskriminatif, serta ramah terhadap pembelajaran.

5. Memenuhi amanat Undang-Undang Dasar 1945 khususnya Pasal 32 ayat 1 yang berbunyi “Setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan”, dan ayat 2 yang berbunyi “Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”. UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, khususnya Pasal 5 ayat 1 yang berbunyi “Setiap warga Negara yang mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”. UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak, khususnya Pasal 51 yang berbunyi “Anak yang menyandang cacat fisik dan/atau mental diberikan kesempatan yang sama dan aksesibilitas

untuk memperoleh pendidikan biasa dan luar biasa”.35

35 Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi, Direktorat PPK-LK Pendidikan Dasar, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan…, 10-11.


(42)

Sementara itu, UNESCO (1994) mengemukakan bahwa:

“ At the core of inclusive education is the human right to

education, pronounced in the Universal Declaration of Human

Rights in 1949. Equally important is the right of children not to be

discriminated against, stated in Article 2 of the Convention on the

Right of the Child (UN, 1989). A logicalconsequence of this right is

that all children have the right to receive the kind of education that

does not discriminate on grounds of disability, ethnicity, religion,

language, gender, capabilities, and so on.”36

Pendidikan inklusi merupakan inti dari hak asasi manusia untuk memperoleh pendidikan. Hal ini telah dinyatakan dalam Deklarasi Universal tentang hak asasi manusia di tahun 1949. Kesamaan kepentingan adalah hak anak untuk tidak didiskriminasikan, dinyatakan dalam Pasal 2 dari Konvensi tentang hak anak. Konsekuensi logik dari hak ini adalah bahwa semua anak mempunyai hak untuk menerima jenis pendidikan yang tidak mendiskriminasikan pada latar dari ketidakmampuan, etnik, agama, bahasa, gender, kapabilitas dan lain sebagainya. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan inklusi adalah untuk memenuhi hak peserta didik dalam memperoleh pendidikan yang layak tanpa memandang perbedaan kondisi fisik, ras, agama, bahasa dan sebagainya dalam mengenyam pendidikan.

3. Landasan pendidikan inklusi a. Landasan filosofis

Landasan filosofis pendidikan inklusi adalah Pancasila yang merupakan dasar negara Indonesia dan falsafah bangsa Indonesia. Filsafat ini merupakan


(43)

35

pengakuan atas kebhinekaan yang ada di Indonesia. Kebhinekaan adalah sikap persatuan meskipun adanya perbedaan suku, ras, agama, budaya maupun kemampuan yang dimiliki oleh setiap individu. Jadi berangkat dari filosofi inilah, pendidikan yang ada harus memungkinkan terjadinya pergaulan dan interaksi peserta didik yang positif dan beragam, sehingga akan muncul sikap saling asah, asih dan asuh.37

b. Landasan yuridis

Hak dan kewajiban sebagai warga negara Indonesia dalam pelaksanaan pendidikan tertuang dalam pembukaan UUD 1945 alinea 4, UUD 1945 Pasal 31 ayat 1 dan ayat 2, UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 32 ayat 1 dan 2 UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang mengatur mengenai pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus, Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan inklusi bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki kecerdasan dan/atau bakat istimewa.38

c. Landasan pedagogis

Sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang termaktub dalam UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 3 yaitu berkembangnya potensi seorang peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha

37 Direktorat Pendidikan Luar Biasa, Mengenal Pendidikan Terpadu…, 11.

38 Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi, Direktorat PPK-LK Pendidikan Dasar,


(44)

Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab. Jadi melalui pendidikan seorang peserta didik di bangsa ini dapat dididik dan diajarkan untuk mengembangkan segala potensinya. Seorang peserta didik tidak mungkin dapat bersosialisasi dan menjadi warga negara yang baik jika peserta didik tersebut tidak pernah mendapatkan kesempatan untuk berada dalam masyarakat yang sangat plural. Sebaiknya peserta didik berkebutuhan khusus harus diberikan kesempatan untuk bersosialisasi dengan cara memasukan mereka ke dalam kelas reguler agar dapat dibentuk menjadi individu-individu yang menghargai adanya perbedaan.39

d. Landasan empiris

Berbagai penelitian dilakukan yang berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan inklusi telah banyak dilakukan di berbagai negara terutama negara barat yang dipelopori oleh the National Academy of Sciences (Amerika serikat) sejak pada tahun 1980-an. Hampir keseluruhan hasil penelitian itu menghasilkan kesimpulan bahwa pendidikan inklusi jauh lebih baik daripada pendidikan khusus secara segregatif. Para peneliti merekomendasikan bahwa pendidikan khusus hanya diberikan terbatas berdasarkan hasil identifikasi yang tepat.40

39 Direktorat Pendidikan Luar Biasa, Mengenal Pendidikan Terpadu …, 11.


(45)

37

Landasan empiris lainnya diantaranya:

a. Deklarasi Hak Asasi Manusia, 1948 (Declaration of Human

Rights).

b. Konvensi Hak Anak, 1989 (Convention on the Rights of the

Child).

c. Konferensi Dunia tentang Pendidikan untuk Semua, 1990

(World Conference on Education for All).

d. Resolusi PBB nomor 48/96 tahun 1993 tentang persamaan kesempatan bagi Orang Berkelainan (the standard rules on the equalization of opportunities for persons with

disabilities).

e. Pernyataan Salamanca tentang Pendidikan Inklusi, 1994 (the

Salamanca Statement on Inclusive Education).

f. Komitmen Dakar mengenai Pendidikan untuk Semua, 2000

(the Dakar Commitment on Educational for All) dan

g. Deklarasi Bukittinggi (2005).41

Melalui pendidikan inklusi, diharapkan sekolah regular dapat memberikan pelayanan kepada semua anak dengan tidak memandang latar belakang kemampuan peserta didik, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan pendidikan khusus. Pendidikan inklusi mendidik anak berkebutuhan khusus bersama-sama anak pada umumnya untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki.42 Hal ini dilandasi oleh kenyataan bahwa di lingkungan masyarakat terdapat anak berkebutuhan khusus dan anak pada umumnya yang tidak dapat dipisahkan dalam suatu komunitas, oleh sebab itu anak berkebutuhan khusus sudah selayaknya mendapatkan kesempatan belajar yang sama dengan anak-anak regular pada umumnya. Di Indonesia melalui Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 002/U/1986 telah dirintis pengembangan sekolah penyelenggaraan

41 Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi, Direktorat PPK-LK Pendidikan Dasar,

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan…, 14. 42 Ibid, 2.


(46)

pendidikan inklusi yang melayani Penuntasan Wajib Belajar bagi peserta didik yang berkebutuhan khusus.43

4. Karakteristik pendidikan inklusi

Menurut Budiyanto, karakteristik yang terpenting dari sekolah penyelenggara pendidikan inklusi adalah suatu komunitas yang kohesif dimana sekolah harus menerima dan responsive terhadap kebutuhan individual setiap peserta didik.44 Shapon-Shevin dalam Budiyanto mengemukakan lima profil pembelajaran di sekolah inklusi, meliputi45:

a. Pendidikan inklusi berarti menciptakan dan menjaga komunitas kelas yang hangat, menerima keberagaman, dan menghargai perbedaan.

b. Penerapan kurikulum yang multilevel dan multimodalitas dalam penyelenggaraan pendidikan inklusi.

c. Pendidikan inklusi berarti mempersiapkan dan mendorong guru untuk mengajar secara interaktif. Perubahan kurikulum berkaitan erat dengan perubahan secara metode pembelajaran. Peserta didik bekerjasama, saling mengajar, dan secara aktif berpartisipasi dalam pendidikannya sendiri serta teman-temannya untuk saling belajar satu sama lain.

d. Pendidikan inklusi berarti menyediakan dorongan bagi guru dan kelasnya secara terus menerus serta penghapusan hambatan yang berkaitan dengan

43 Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi, Direktorat PPK-LK Pendidikan Dasar,

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan…, iii.

44 Budiyanto, Pengantar Pendidikan Inklusi Berbasis Budaya Lokal, (Jakarta: Depdiknas, 2005), 157.


(47)

39

isolasi profesi. Aspek yang paling penting dari pendidikan inklusi meliputi pengajaran dengan tim, kolaborasi, dan konsultasi serta berbagai cara mengukur ketrampilan, pengetahuan, dan bantuan individu yang bertugas mendidik sekelompok anak. Kerjasama tim sangat diperlukan antara guru dengan para profesional, ahli bina bahasa dan wicara, petugas bimbingan, dsb. Selain itu, guru juga memerlukan pelatihan dan dorongan sehingga kerjasama yang diinginkan dapat terwujud.

e. Pendidikan inklusi berarti melibatkan orang tua dalam proses perencanaan dan pendidikan inklusi sangat tergantung kepada masukan orang tua pada pendidikan anaknya, misalnya keterlibatan orang tua dalam penyusunan program pembelajaran individu.

Sementara itu, karakteristik dalam penyelenggaraan pendidikan inklusi terdiri dari beberapa hal seperti hubungan, kemampuan, pengaturan tempat duduk, materi belajar, sumber dan evaluasi yang dijelaskan sebagai berikut46:

a. Hubungan, Ramah dan hangat

b. Kemampuan guru dalam membina peserta didik dengan latar belakang dan kemampuan yang berbeda.

c. Pengaturan tempat duduk, Pengaturan tempat duduk yang bervariasi. d. Materi belajar, berbagai bahan yang bervariasi untuk semua mata pelajaran.


(48)

e. Sumber, guru menyusun rencana harian dengan melibatkan anak, contoh meminta anak membawa media belajar yang murah dan mudah didapat ke dalam kelas untuk dimanfaatkan dalam pelajaran tertentu.

f. Evaluasi, penilaian, observasi, portofolio yakni karya anak dalam kurun waktu tertentu dikumpulkan dan dinilai.

Dari pendapat di atas dapat ditegaskan bahwa dalam menyelenggarakan pendidikan inklusi harus memiliki karakteristik lingkungan inklusi yang ramah terhadap pembelajaran seperti yang telah tercantum pada Depdiknas Tahun 2004 tentang pedoman penyelenggaraan pendidikan terpadu/inklusi yang digambarkan pada gambar dibawah ini47:

Gambar 2.1. Karakteristik Lingkungan Inklusi

Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa dalam penyelenggaraan pendidikan inklusi semua komponen ikut terlibat dalam menciptakan lingkungan


(49)

41

yang ramah bagi peserta didik berkebutuhan khusus. Antara guru, orang tua, dan masyarakat harus saling bekerja sama dalam menciptakan lingkungan tersebut untuk menciptakan suasana pembelajaran yang tidak saling membeda-bedakan baik menyangkut kemampuan, kondisi fisik, sosial ekonomi, suku, agama, dan sebagainya.

Sekolah dengan sistem pendidikan inklusi harus dapat memahami karakteristik setiap peserta didik yang memiliki perbedaan baik dari dari segi fisik, intelektual, emosional, maupun sosial. Namun dengan perbedaan tersebut sekolah harus dapat mengakomodasikan semua peserta didik tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, emosional, maupun sosial agar tidak timbul unsur diskrimanasi.

C. Konsep Manajemen Peserta Didik pada Pendidikan Inklusi

Dalam mengoptimalkan layanan pendidikan di sekolah penyelenggara pendidikan inklusi, dalam pengelolaannya diperlukan sistem manajerial sekolah/madrasah yang memperhatikan hal-hal berikut:

1. Sekolah menerapkan sistem manajemen berbasis sekolah dalam perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengoordinasian, pengawasan dan pengevaluasian, baik yang berkaitan dengan peserta didik, kurikulum, ketenagaan, sarana dan prasarana serta penataan lingkungan.

2. Sekolah menyediakan kondisi kelas yang hangat, ramah, menerima keanekaragaman, dan menghargai perbedaan.

3. Sekolah menyiapkan sistem pengelolaan kelas yang mampu mengakomodasi heterogenitas kebutuhan khusus peserta didik. 4. Guru memiliki kompetensi pembelajaran bagi semua peserta didik

termasuk kompetensi pembelajaran bagi peserta didik berkebutuhan khusus.


(50)

5. Guru memiliki kemampuan dalam mengoptimalkan peran orang tua, tenaga professional, organisasi profesi, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan komite sekolah dalam kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran di sekolah.48 Dari beberapa hal yang perlu diperhatikan di atas, komponen yang menjadi perhatian utama dalam sistem pendidikan inklusi adalah peserta didik terutama peserta didik berkebutuhan khusus. Karena peserta didik berkebutuhan khusus merupakan alasan utama dibentuknya sistem pendidikan inklusi yaitu untuk menghilangkan diskriminasi dalam pendidikan sehingga anak berkebutuhan khusus memiliki hak yang sama dengan peserta didik pada umumnya untuk mengenyam pendidikan di sekolah/madrasah regular tanpa membedakan peserta didik berdasarkan perbedaan fisik, kognitif, emosional ataupun motorik. Untuk mewujudkan pelayanan yang optimal terhadap peserta didik berkebutuhan khusus tersebut, diperlukan adanya pengelolaan manajemen peserta didik yang sistematis mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, serta pengawasan dan pengevaluasian peserta didik. Sejalan dengan konsep Education for All, sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusi harus dapat memenuhi pelayanan yang lebih intensif kepada peserta didik berkebutuhan khusus, tanpa memandang perbedaan fisik, sosial, emosional, dan intelektualnya. Dalam manajemen peserta didik, terdapat beberapa ruang lingkup. Ruang lingkup manajemen peserta didik tersebut merupakan rangkaian kegiatan untuk peserta didik sejak awal peserta didik diterima di sekolah sampai peserta didik lulus dari sekolah, mulai dari

48 Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi, Direktorat PPK-LK Pendidikan Dasar, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan..., 11.


(51)

43

perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan dan pengevaluasian yaitu meliputi kegiatan: analisis kebutuhan peserta didik, rekrutmen/penerimaan peserta didik, seleksi peserta didik, orientasi peserta didik, penempatan peserta didik, pembinaan dan pengembangan peserta didik, pencatatan dan pelaporan peserta didik, kehadiran dan ketidakhadiran peserta didik, serta evaluasi peserta didik. Lebih ringkasnya, uraian di atas dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 2.2. Konsep Manajemen Peserta Didik pada Pendidikan Inklusi

Berikut penjelasan dari masing-masing ruang lingkup manajemen peserta didik pada pendidikan inklusi yang terdapat pada gambar di atas:


(52)

Menurut Badrudin, perencanaan peserta didik berhubungan dengan kegiatan penerimaan dan proses pencatatan atau dokumentasi data pribadi peserta didik yang tidak dapat lepas kaitannya dengan pencatatan hasil belajar dan aspek-aspek dalam kegiatan kurikuler dan ko-kurikuler.49 Sementara itu, Ali Imron mengemukakan bahwa perencanaan peserta didik adalah suatu aktivitas memikirkan di muka tentang hal-hal yang harus dilakukan berkenaan dengan penerimaan peserta didik sampai dengan kelulusan peserta didik.50 Sehingga dapat disimpulkan bahwa perencanaan peserta didik merupakan suatu perencanaan yang dirancang bagi peserta didik sejak awal masuk sampai lulus dari lembaga pendidikan.

Di dalam perencanaan peserta didik mencakup kegiatan analisis kebutuhan peserta didik. Tim Dosen Kependidikan Islam UIN Sunan Ampel menjelaskan bahwa Analisis kebutuhan peserta didik, yaitu menentukan berapa jumlah siswa yang dibutuhkan oleh Lembaga Pendidikan Islam. Kegiatan yang dilakukan dalam langkah ini antara lain: merencanakan berapa jumlah siswa yang akan diterima serta menyusun program kegiatan kesiswaan.51

Dalam perencanaan peserta didik pada pendidikan inklusi, terdapat aktivitas analisis kebutuhan peserta didik, dalam hal ini setiap sekolah inklusi harus memberikan kesempatan dan peluang untuk peserta didik berkebutuhan khusus untuk dapat diterima di sekolahnya terutama peserta didik yang berada di sekitar

49 Badrudin, Manajemen Peserta Didik…, 31.

50 Ali Imron, Manajemen Peserta Didik Berbasis Sekolah…, 21. 51 Tim Dosen, Manajemen Lembaga Pendidikan Islam…, 65.


(53)

45

lingkungan sekolah berada. Hal ini berdasarkan Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 Pasal 1 ayat 1, yang mengemukakan bahwa pendidikan inklusi merupakan sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.52 Selain itu sekolah/madrasah penyelenggara pendidikan inklusi harus mempersiapkan secara terperinci segala kegiatan peserta didik khususnya peserta didik berkebutuhan khusus sejak penerimaan siswa baru.

b. Pengorganisasian peserta didik

Setelah melaksanakan kegiatan analisis kebutuhan peserta didik dalam perencanaan peserta didik, kegiatan selanjutnya adalah pengorganisasian peserta didik yang merupakan kegiatan pengelolaan peserta didik sebelum pendaftaran sampai diterima di sekolah/madrasah. Pengorganisasian peserta didik ini terdiri dari beberapa kegiatan sebagai berikut:

1. Rekrutmen/penerimaan peserta didik

Rekrutmen/penerimaan peserta didik pada hakikatnya proses pencarian, menentukan peserta didik yang nantinya akan menjadi peserta didik di lembaga sekolah yang bersangkutan, langkah-langkah kegiatan tersebut adalah: a. membentuk panitia penerimaan peserta didik baru yang melibatkan

52 Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009, Tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa.


(54)

semua unsur guru, pegawai TU (Tata Usaha), dan dewan sekolah/komite sekolah; b. Pembuatan dan pemasangan pengumuman penerimaan peserta didik baru yang dilakukan secara terbuka. Informasi yang harus ada dalam pengumuman tersebut adalah gambaran singkat lembaga, persyaratan pendaftaran siswa baru (syarat umum dan syarat khusus), cara pendaftaran, waktu pendaftaran, tempat pendaftaran, biaya pendaftaran, waktu dan tempat seleksi, dan pengumuman hasil seleksi.53 Sedangkan menurut Tim Dosen Kependidikan Islam UIN Sunan Ampel, rekrutmen/penerimaan peserta didik, yaitu proses pencarian, menentukan serta menarik perhatian peserta didik dengan langkah-langkah sebagai berikut: pembentukan panitia penerimaan siswa baru, pembuatan dan pemasangan pengumuman. Secara keseluruhan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan rekrutmen/penerimaan siswa baru meliputi masalah kepanitiaan, pesyaratan calon peserta didik baru, pendaftaran, seleksi, dan pengumuman hasil seleksi.54

Langkah-langkah rekrutmen/penerimaan peserta didik baru pada garis besarnya adalah sebagai berikut:

a. Membentuk panitia. Panitian penerimaan peserta didik baru terdiri dari kepala sekolah dan beberapa guru yang ditunjuk untuk mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan, yakni syarat-syarat pendaftaran, formulir pendaftaran, pengumuman, buku pendaftaran, waktu pendaftaran, dan jumlah calon yang diterima.

b. Menentukan syarat pendaftaran calon peserta didik. Syarat pendaftaran calon peserta didik baru biasanya sudah ditentukan

53 Badrudin, Manajemen Peserta Didik…, 32.


(1)

b. Faktor penghambat : Susahnya mencari bantuan dana dari CSR guna mengembangkan pendidikan inklusi, susahnya mendapatkan GPK terutama dari jurusan PLB, belum adanya identifikasi awal pada penerimaan peserta didik baru mengenai kondisi peserta didik, kurangnya ketegasan dalam pengaturan kehadiran dan ketidakhadiran peserta didik ABK, kurang maksimalnya pembinaan kurikuler dan ekstrakurikuler.

B. Saran

Berdasarkan temuan hasil penelitian, maka dapat disampaikan saran sebagai berikut: 1. Bagi sekolah hendaknya segera mengusahakan untuk membuat tim identifikasi

awal pada saat penerimaan peserta didik baru guna mendeteksi kondisi peserta didik sejak awal pendaftaran untuk mengetahui jumlah peserta didik berkebutuhan khusus yang mendaftar sehingga tidak akan melebihi batas kuota yang telah ditentukan karena hal tersebut sangat berpengaruh dalam pengelolaan kelas. Apalagi dengan kondisi sumber daya manusia dan sumber belajar untuk ABK juga belum memadai untuk menambah kuota ABK.

2. Bagi kepala sekolah seharusnya mengusahakan untuk segera menambah GPK khususnya dari latar pendidikan PLB guna meningkatkan mutu pendidikan pendidikan inklusi di MI Badrussalam Surabaya. Kepala sekolah juga harus segera mengusahakan untuk terbentuknya ruang sumber belajar di gedung penempatan kelas I ABK berada untuk mempermudah pembinaan pada ABK. 3. Bagi guru hendaknya dapat lebih kreatif lagi dalam menciptakan suasana belajar


(2)

konsep belajar yang diterapkan baik untuk dirinya secara klasikal bersama peserta didik pada umumnya maupun secara individual.

4. Bagi guru hendaknya meningkatkan keterlibatan peserta didik pada umumnya dalam memberikan motivasi dan peningkatan percaya diri peserta didik berkebutuhan khusus, agar peserta didik berkebutuhan khusus merasa dihargai dan diperhatikan oleh teman-temannya. Khususnya dalam memotivasi peserta didik ABK yang jarang masuk ke sekolah.

5. Bagi sekolah hendaknya menyediakan wahana pengembangan potensi diri baik secara kurikuler maupun ekstrakurikuler yang lebih maksimal lagi bagi peserta didik termasuk ABK, khususnya yang berciri khas agama Islam mengingat MI Badrussalam merupakan sekolah berlatarbelakang agama Islam. Selain itu juga menyediakan pembina yang berkompeten dalam menangani peserta didik termasuk ABK.

Bagi sekolah hendaknya memberikan pengaturan kehadiran dan ketidakhadiran yang lebih tegas terhadap ABK, dan juga memberikan pendekatan pada ABK yang bermasalah tentang ketidakhadiran sehingga dapat mengetahui penyebabnya dan dapat ditemukan solusi pemecahannya.


(3)

Adriadi, Manajemen Pendidikan Inklusi di MAN Maguwoharjo Depok Sleman Yogyakarta.Skripsi, Jurusan Kependidikan Islam, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Sunan Kali Jaga Yogyakarta, 2013. (Rabu, 20 Oktober 2016,15.00)

Ardana, Hega Raka.Manajemen Peserta Didik Sekolah Inklusi di Sekolah Menengah

Pertama PGRI Kecamatan Kasihan.Skripsi, Jurusan Administrasi Pendidikan

Prodi Manajemen Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta,2014 (Kamis, 20 Oktober 2016, 12.30)

Arikunto, Suharsimi.2010.Metodologi Penelitian Pendidikan, Cetakan ketiga, Surabaya: SIC

Arikunto, Suharsimi.1986.Pengelolaan Kelas dan Siswa: Sebuah Pendekatan Evaluatif.Jakarta: Rajawali Press

Badrudin. 2014.Manajemen Peserta Didik.Jakarta: PT Indeks

Budiyanto.2005.Pengantar Pendidikan Inklusi Berbasis Budaya Lokal.Jakarta: Depdiknas

Bungin, Burhan.2007.Penelitian Kualtatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Social.Jakarta: Kencana Prenama

Bustari, Meilina dan Tina Rahmawati.2005.Manajemen Peserta Didik, Yogyakarta: FIP UNY

Dapa, Aldjon dkk.2007.Manajemen Pendidikan Inklusi.Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Direktorat Ketenagaan

Deklarasi Indonesia Menuju Pendidikan Inklusi.(8-14 Agustus 2004, Bandung Indonesia)

Depdiknas.2000.Panduan Manajemen Sekolah.Jakarta

Depdiknas.2004.Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Terpadu/Inklusi.Jakarta: 2004


(4)

Direktorat Pendidikan Luar Biasa.Kegiatan Belajar Mengajar.(Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional)

Direktorat Pendidikan Luar Biasa.2004.Mengenal Pendidikan Terpadu, Buku 1 (Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional: Jakarta)

Djamarah, Syaiful dan Aswan Zain.2002.Psikologi Belajar.Jakarta: Rineka Cipta Education For All tahun 1990 di Jomtien, Tailand.

Hamalik, Oemar.2008.Kurikulum dan Pembelajaran.Jakarta: Bumi Aksara

Herdiansyah, Haris.2011.Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial.Jakarta: Salemba Humanika

Hikmat.2009.Foreword to Manajemen Pendidikan, by Hikmat.Bandung: Pustaka Setia

Imron, Ali.2012.Manajemen Peserta Didik Berbasis Sekolah.Jakarta: Bumi Aksara Kasiram, Moh.2010.Metodologi Penelitian Kualitatif-Kuantitatif.Malang: UIN

Maliki Press

KBBI Online/Daring diakses pada 23 Maret 2017 pada pukul 13.48.

Maimun, Agus dan Agus Zaenul Fitri.2010.Madrasah Unggulan: Lembaga Pendidikan Alternatif di Era Kompetitif.Malang: UIN-Maliki Press

Mardalis.1995.Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal.Jakarta: Bumi Aksara Marthan, Lay Kekeh.2007.Manajemen Pendidikan Inklusi.Jakarta: DIRJEN DIKTI Moleong, Lexy J.1990.Metodologi Penelitian Kualitatif.Bandung: Remaja Rosda

Karya

Mulyasa, E.2012.Manajemen dan Kepemimpinan Kepala Sekolah.Jakarta: PT Bumi Aksara

Mulyasa, E.2002Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, Strategi, dan


(5)

Mulyono.2008.Manajemen Administrasi dan Organisasi Pendidikan.Yogyakarta: AR-RUZZ Media

Nugroho, Riant.2008.Pendidikan Indonesia; Harapan, Visi, dan Strategi.Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Panduan Manajemen Sekolah.1998.TEP: Direktorat Pendidikan Menengah

Depdikbud

Pedoman Penerimaan Peserta Didik Baru, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI T.A. 2017/2018.

Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi, Direktorat PPK-LK Pendidikan Dasar, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan: Jakarta 2011, dalam www.scribd.com/doc/pedoman-umum-inklusi (Pdf file, diakses pada 9 Desember 2016, Pukul 10.00)

Pedoman Khusus Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif, 2007

Permendikbud No. 81A Tahun 2013. Tentang Implementasi Kurikulum. (Diakses pada tanggal 17 Januari 2017 Pukul 10.15)

Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009. Tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa.

Pos Pendidikan Inklusi, 2007

Prihatin, Eka.2011.Manajemen Peserta Didik.Bandung: Alfabeta

Purwanta,Setia Adi.2006.Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi.Yogyakarta: Dria Manunggal

Qomar, Mujamil.2007.Manajemen Pendidikan Islam.Jakarta: Erlangga

Ro'fah dan Andayani.2010.Inklusi Pada Pendidikan Tinggi: Best Practices Pembelajaran dan Pelayanan Adaptif Bagi Mahapeserta didik Disabilitas

Netra.Yogyakarta: PSLD UIN Suka

Rozek, Abdur.Studi Kasus Implementasi Manajemen Pembelajaran bagi Anak Inklusi

di MTs Wachid Hasyim Surabaya.Skripsi, Prodi Manajemen Pendidikan

Islam, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2016 (Rabu, 03 November 2016, 20.00)


(6)

Rusman.2010.Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru.Jakarta: PT Rajagrafindo Persada

Sanjaya, Wina.2013.Penelitian Pendidikan.Jakarta: Kencana

Smith, David J. 2012.Inklusi: Sekolah Ramah Untuk Semua. Terj.Baihaqi.Bandung: Nuansa

Sugiyono.2009.Metode Penelitian Pendidikan.Bandung: Alfabeta

Sugiyono.2012.Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta

Sugiyono.2010.Memahami Penelitian Kualitatif, Cetakan Keenam.Bandung: Alfabeta

Suryosubroto, B. 2004.Manajemen Pendidikan di Sekolah, Jakarta: Rineka Cipta Tarmansyah.2007.Inklusi Pendidikan untuk Semua.Jakarta: Depdiknas

Tarsidi, Didi.Model-Model Disabilitas: Medical Model vs Social Model dalam d-tarsidi.blogspot.co.id, diakses pada 18 Maret 2017 pukul 14.00.

Tim Dosen.2009.Manajemen Pendidikan.Bandung: Alfabeta

Tim Dosen.2013.Manajemen Lembaga Pendidikan Islam.Surabaya: IAINSA Press Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI.2011.Manajemen Pendidikan. Bandung:

Alfabeta

UU RI No. 20 tahun 2003.2003.Tentang System Pendidikan Nasional.Jakarta: Cemerlang

Umar, Husein.2003.Metode Riset Bisnis.Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Umum Usman, Husaini dan Purnomo Setiady Akbar.1996.Metodologi Penelitian Sosial

Jakarta: Bumi Aksara

Wati, Ery.Manajemen Pendidikan Inklusi di Sekolah Dasar Negeri 32 Kota Banda

Aceh.Jurnal Ilmiah DIDAKTIKA, Magister Administrasi Pendidikan, Program

Pasca Sarjana, Universitas Syiah Kuala Banda Aceh,2014 (pdf.file, Kamis, 20 Oktober 2016, 15.00).


Dokumen yang terkait

Implementasi kurikulum 2013 pada pembelajaran bahasa arab di madrasah ibtidaiyah

0 12 14

Efektifitas pembelajaran akidah akhlak pada siswa kelas IV di madrasah ibtidaiyah Alhikmah Kalibata Jakarta Selatan

3 17 78

IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAHDALAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan Di Madrasah Ibtidaiyah Swasta (Studi Multi Kasus Di Mi At Taqwa Dan Mi Muhammadiyah Kedungwinong Kecamatan N

0 2 16

PENDAHULUAN Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan Di Madrasah Ibtidaiyah Swasta (Studi Multi Kasus Di Mi At Taqwa Dan Mi Muhammadiyah Kedungwinong Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo Tahun 2011).

0 2 7

IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAHDALAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan Di Madrasah Ibtidaiyah Swasta (Studi Multi Kasus Di Mi At Taqwa Dan Mi Muhammadiyah Kedungwinong Kecamatan N

0 1 20

MANAJEMEN SARANA PENDIDIKAN DI MADRASAH IBTIDAIYAH MUHAMMADIYAH Manajemen Sarana Pendidikan Di Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah Kerten Banyudono Boyolali Tahun 2010/2011.

0 0 13

MANAJEMEN SARANA PENDIDIKAN DI MADRASAH IBTIDAIYAH MUHAMMADIYAH Manajemen Sarana Pendidikan Di Madrasah Ibtidaiyah Muhammadiyah Kerten Banyudono Boyolali Tahun 2010/2011.

0 0 13

MANAJEMEN PENDIDIKAN MADRASAH ALIYAH BINAAN PESANTREN DALAM PENGEMBANGAN KARAKTER PESERTA DIDIK

0 0 17

MANAJEMEN SARANA DAN PRASARANA DALAM MENUNJANG PRESTASI BELAJAR PESERTA DIDIK DI MADRASAH IBTIDAIYAH (MI) GABUNGAN USAHA PERBAIKAN PENDIDIKAN INDONESIA (GUPPI) KALIBALANGAN LAMPUNG UTARA - Raden Intan Repository

0 0 94

MANAJEMEN KESISWAAN DALAM PENGEMBANGAN KECERDASAN INTELEKTUAL-EMOSIONAL PESERTA DIDIK (Studi Kasus di Madrasah Ibtidaiyah Kresna Mlilir, Dolopo, Madiun) TESIS

0 0 145