Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Prediktor Kinerja Penyusunan Anggaran Responsif Gender Kajian: Teori Kelembagaan T2 932012013 BAB IV
IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Demografi Objek Penelitian
Demografi data dari objek penelitian dalam
penelitian ini ditampilkan pada Tabel 4.1, yaitu
berisi data mengenai jenis kelamin, jenis SKPD,
lama
bekerja
di
SKPD,
lamanya
pengalaman
menyusun anggaran responsif gender, jabatan dan
pendidikan terakhir.
Tabel 4.1
Data Demografi Responden
Jenis
Kelamin
Unit/
SKPD
Demografi Responden
Laki-laki
Perempuan
1. Bapedda
2. Bapermasper
3. Dinas Kesehatan
4. Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga
5. Inpektorat
6. Perhubungan, Komunikasi, Kebudayaan
dan Pariwisata
7. Perpustakaan dan Arsip Daerah
8. Sekretariat DPRD
9. Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan
Aset Daerah
10. Sosial, Ketenagakerjaan, dan Transmigrasi
11. Pertanian dan Perikanan
12. Bagian Kesejahteraan Rakyat Setda
13. Kesatuan Bangsa dan Politik
14. Bagian Organisasi dan Kepegawaian Setda
15. Badan Kepegawaian Daerah
16. Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dan
Penanaman Modal
17. Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan
UMKM
18. Lingkungan Hidup
19. Cipta Karya dan Tata Ruang
20. Bagian Administrasi dan Pembangunan
Setda
21. Kecamatan Sidorejo
22. Kecamatan Tingkir
23. Kecamatan Sidomukti
24. Kecamatan Argomulyo
25. Bina Marga dan Pengelolaan Sumber Daya
Air
26. Kependudukan dan Catatan Sipil
Jumlah
35
55
5
5
6
2
4
5
%
38,89%
61,11%
5,55%
5,55%
6,67%
2,22%
4,44%
5,55%
5
2
6
5,55%
2,22%
6,67%
5
5
3
2
3
5
2
5,55%
5,55%
3,33%
2,22%
3,33%
5,55%
2,22%
3
3,33%
5
1
2
5,55%
1,11%
2,22%
1
2
3
1
4
1,11%
2,22%
3,33%
1,11%
4,44%
3
3,33%
35
Tabel 4.1
Data Demografi Responden(Lanjutan)
Lama
Bekerja di
SKPD
Pengalaman
menyusun
ARG
Jabatan
Pendidikan
Terakhir
< 5 tahun
5-10 tahun
> 10 tahun
≤ 1 tahun
> 1 tahun
46
22
22
61
29
51,11%
24,44%
24,44%
67,78%
32,22%
Kepala Kantor/Dinas
Sekretaris
Kepala Bagian (Kabag)
Kepala Sub Bagian (Kasubag)
Kepala Bidang (Kabid)
Kepala Sub Bidang (Kasubid)
Kepala Seksi (Kasi)
Staff
SLTA
D3
S1
S2
1
1
1
6
4
17
18
42
4
12
56
18
1,11%
1,11%
1,11%
6,67%
4,44%
18,88%
20,00%
46,67%
4,44%
13,33%
62,22%
20%
Sumber: Data Primer yang diolah, Maret 2014.
Berdasarkan Table 4.1 dapat dilihat data demografi
responden menurut jenis kelamin, yang terdiri dari 35
laki-laki dan 55 perempuan. Berdasarkan unit/SKPD,
terdapat
26
unit/SKPD
yang
diteliti.
Penyebaran
kuesioner disesuaikan dengan jumlah pegawai yang
pernah
terlibat
dalam
proses
penyusunan
ARG.
Berdasarkan lama bekerja di SKPD, sebagian besar
responden (51,11%) merupakan pekerja junior yakni
baru bekerja kurang dari 5 tahun, sementara sekitar
24,44% merupakan pegawai yang telah bekerja 5
sampai 10 tahun, dan 24,44% lainnya merupakan
pegawai senior yang telah bekerja lebih dari 10 tahun.
Berdasarkan pengalaman menyusun ARG, ternyata
sebagian
besar
pengalaman
responden
kurang
dari
(67,78%)
satu
tahun.
memiliki
Hal
ini
disebabkan oleh karena penerapan ARG baru berjalan
kurang
lebih
tiga
tahun
sejak
2011.
Responden
36
terbanyak berasal dari pegawai yang menjabat
sebagai staf di SKPD (46,67%), diikuti oleh Kepala
Seksi (20%), Kepala Sub Bagian (18,88%), Kepala
Sub Bidang (6,67%), Kepala Bidang (4,44%), dan
Kepala
Bagian,
Sekretaris
dan
Kepala
Kantor
(1,1%). Selanjutnya, terdapat 59,7% responden
lulusan S1, 21,9% responden lulusan S2, 13,4%
dari D3 dan 4,8% merupakan lulusan SLTA.
Statistik Deskriptif Objek Penelitian
Statistik
dalam
deskriptif
penelitian
ini
dari
indikator-indikator
dijelaskan
melalui
nilai
Minimum, Maximum, Mean (rata-rata), dan Standar
Deviasi dari tiap indikator, seperti terlihat dalam
Tabel 4.2. Melalui Tabel 4.2 tersebut dapat dilihat
bahwa nilai rata-rata total dari kinerja penyusunan
ARG (KPRG) tergolong sedang. Hal ini menunjukkan
bahwa pegawai pemkot Salatiga memiliki kinerja
yang masih perlu ditingkatkan lagi dalam proses
penyusunan ARG. Kinerja yang dalam kategori
sedang ini dapat disebabkan oleh karena penerapan
proses
penyusunan
ARG
ini
baru
diterapkan
kurang lebih tiga tahun sehingga ke depannya
diharapkan ke depannya kinerja penyusunan ARG
ini dapat meningkat.
37
Tabel 4.2
Statistik Deskriptif
Indikator-indikator dalam Variabel
Indikator
KARG1
KARG2
KARG3
KARG4
KARG5
KARG6
KARG7
KARG8
KO1
KO2
KO3
KO4
KO5
KO6
TE1
TE2
TE3
Mengidentifikasi kebutuhan laki-laki dan
perempuan sebelum menyusun anggaran.
Menyusun Gender Analysis Pathway, Gender
Budget Statement dan Kerangka Acuan Kerja
setelah mengidentifikasi kebutuhan.
Menetapkan program dan kegiatan dalam
APBD
sesuai Gender Analysis Pathway,
Gender Budget Statement dan Kerangka
Acuan Kerja.
Program dan kegiatan memperhatikan
kesetaraan jumlah laki-laki dan perempuan
dalam menikmati sumber daya.
Program dan kegiatan memberikan proporsi
anggaran yang setara antara laki-laki dan
perempuan.
Program
dan
kegiatan
menyediakan
kenyamanan fasilitas yang setara bagi kaum
laki-laki dan perempuan.
Program
dan
kegiatan
melibatkan
keikutsertaan yang merata antara laki-laki
dan perempuan.
Anggaran dialokasikan berdasarkan hasil
analisis gender yang telah dilakukan.
Rata-rata Kinerja Penyusunan ARG
Kebanggaan berkerja pada organisasi
khususnya sebagai penyusun anggaran.
Berusaha keras untuk menyukseskan
organisasi.
Kesediaan menerima tugas demi organisasi
sebagai penyusun anggaran.
Kesamaan nilai individu dengan nilai
organisasi.
Kebanggaan menjadi bagian dari organisasi
penyusun anggaran.
Senang atas pilihan bekerja di organisasi
tersebut.
Rata-rata Komitmen Organisasi
Banyaknya Peraturan Pemsat dan Pemda
terkait
penyusunan
ARG
yang
sulit
dimengerti.
Banyaknya Peraturan Pemsat dan Pemda
terkait penyusunan ARG yang membuat
jenuh.
Meningkatnya
kritik
dari
LSM
dan
N
Min
Max
Mean
Stdev
90
1
4
2,9333
0,4926
90
1
4
2,9667
0,4091
90
2
4
2,9667
0,3807
90
2
4
3,0111
0,3820
90
2
4
2,9111
0,4144
90
2
4
3,0000
0,4971
90
2
4
2,9667
0,4357
90
2
4
2,9000
0,4983
2,2907
0,4387
90
1
4
2,3556
0,7080
90
1
4
2,6667
0,5996
90
1
4
2,6889
0,5537
90
1
4
2,9444
0,4334
90
1
4
2,4111
0,7172
90
1
4
2,6444
0,5469
2,6185
0,5931
90
1
4
2,6111
0,6481
90
1
4
2,3333
0,5805
90
1
4
2,3111
0,6115
38
Tabel 4.2
Statistik Deskriptif Indikator-indikator dalam Variabel (Lanjutan)
TE4
TE5
KL1
KL2
KL3
KL4
KL5
akademisi membuat saya sangat terbeban.
Budaya birokrasi di lingkungan pemkot
turut
membuat
saya
jenuh
dalam
penyusunan ARG.
Terhambat dalam penyusunan ARG karena
banyaknya aturan.
Rata-rata Tekanan Eksternal
Memahami dengan jelas cara menyusun
GAP, GBS dan KAK.
Memiliki informasi penting untuk membuat
keputusan terkait GAP, GBS dan KAK.
Sangat mudah untuk mengukurapakah saya
telah membuat keputusan yang benar
terkait penyusunan GAP, GBS dan KAK.
Memahami tindakan untuk menyelesaikan
penyusunan GAP, GBS dan KAK yang
dibebankan kepada saya
Sangat mudah untuk mengetahui apakah
cara-cara
yang
saya
tempuh
dalam
menyusun GAP, GBS dan KAK bisa
mencapai sasaran atau tidak.
Rata-rata Ketidakpastian Lingkungan
90
1
4
2,3444
0,5641
90
1
4
2,4111
0,5976
2,4022
0,6003
90
1
4
2,5444
0,5836
90
1
4
2,6556
0,5836
90
1
4
2,4667
0,5648
90
1
4
2,6444
0,5865
90
1
4
2,4111
0,6161
2,5444
0,5869
Sumber: Data Primer yang diolah, April 2014.
Interval dari nilai rata-rata (mean) di atas
dihitung dengan menggunakan rumus di bawah ini:
i 1
Dengan demikian, gambaran tinggi rendahnya
ketiga
variabel
independen
di
atas
dapat
dikategorikan pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3
Kategori Variabel Independen
Skor
3≤ x=4
2≤x
0,60
KPRG1
KPRG2
KPRG3
KPRG4
KPRG5
KPRG6
KPRG7
KPRG8
KO1
KO2
KO3
KO4
KO5
KO6
TE1
TE2
TE3
TE4
TE5
0,496
0,524
0,584
0,580
0,799
0,688
0,666
0,808
0,804
0,662
0,669
0,549
0,814
0,669
0,674
0,918
0,839
0,434
0,543
0,496
0,523
0,584
0, 580
0,799
0,688
0,666
0,808
0,804
0,661
0,669
0,549
0,813
0,669
0,673
0,918
0,838
0,433
0,542
AVE
Communality
0,414
0,414
0,490
0,490
0,520
0,520
Validitas
Tidak Valid
Tidak Valid
Tidak Valid
Tidak Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Tidak Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Tidak Valid
Tidak Valid
43
KL1
KL2
KL3
KL4
KL5
0,772
0,814
0,857
0,873
0,811
0,771
0,813
0,857
0,872
0,810
0,682
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
0,682
Sumber: Data output software SmartPLS 2.0 M3, 2014.
Tabel
4.4
beberapa
di
atas
indikator
menunjukkan
yang
belum
bahwa
terdapat
memenuhi
syarat
validitas konvergen dan diskriminan. Hal ini dapat
dilihat dari nilai loading factor dan cross loading yang
lebih kecil dari 0,6
dan nilai AVE dari dua konstruk
yang lebih kecil dari 0,5. Melalui uji validitas ini maka
dinyatakan bahwa indikator yang tidak valid menurut
Wijanto (2008) tidak dapat digunakan dalam pengujian
selanjutnya.
Indikator
yang
dikeluarkan
dalam
pengujian selanjutnya adalah KPRG1, KPRG2, KPRG3,
KPRG4, KO4, TE4, dan TE5.
Hasil uji validitas dari output SmartPLS 2.0 M3
setelah
beberapa
indikator
tersebut
dihilangkan
menunjukkan bahwa semua indikator dinyatakan valid.
Hal ini seperti terlihat pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5
Uji Validitas Indikator (Lanjutan)
Indikator
KPRG5
KPRG6
KPRG7
KPRG8
KO1
KO2
KO3
KO5
KO6
Load
Factor
> 0,60
0,830
0,716
0,771
0, 792
0,797
0, 652
0,659
0,849
0,647
Cross
Loading
> 0,60
0,830
0, 716
0, 771
0,792
0,797
0, 652
0,659
0,849
0,647
AVE
Communality
0,6059
0,6059
0,5272
0,5272
Validitas
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
44
TE1
TE2
TE3
KL1
KL2
KL3
KL4
KL5
0,673
0,928
0,855
0,758
0,783
0,869
0,885
0,829
0,673
0,928
0,855
0,758
0,783
0,869
0,885
0,829
0,6821
0,6821
0,6876
0,6876
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Sumber: Data output software SmartPLS 2.0 M3, 2014.
Tabel 4.5 menunjukkan bahwa variabel kinerja
penyusunan ARG sekarang hanya diwakili oleh
empat indikator yang dinilai valid (KPRG5, KPRG6,
KPRG7, dan KPRG8). Variabel komitmen organisasi
diwakili oleh lima indikator yang valid (KO1, KO2,
KO3, KO5, dan KO6). Variabel tekanan eksternal
diwakili oleh tiga indikatornya yang dinilai valid
(TE1, TE2, dan TE3). Sedangkan untuk variabel
ketidakpastian lingkungan tidak ada perubahan
dalam jumlah indikator karena semua indikator di
dalamnya dinilai valid. Selanjutnya, nilai AVE dan
communality menunjukkan angka di atas 0,5 yang
berarti bahwa lebih dari 50% variance indikator
dapat dijelaskan. Dengan demikian, syarat validitas
konvergen dan diskriminan telah terpenuhi.
Kecocokan Model Pengukuran (Outer Model)
Tahapan
kedua
adalah
pengujian
model
kecocokan pengukuran yang dilakukan terhadap
masing-masing konstruk laten yang ada di dalam
model.
Pemeriksaan
terhadap
konstruk
laten
dilakukan terkait dengan pengukuran konstruk
laten oleh variabel manifest (indikator). Dengan kata
45
lain,
akan
dilakukan
pengecekan
reliabilitas
dari
variabel teramati. Pengecekan reliabilitas dilakukan
untuk
membuktikan
ketepatan
Dalam
instrument
PLS-SEM
SmartPLS
2.0
akurasi,
dalam
yang
M3,
konsistensi
dan
mengukur
konstruk.
menggunakan
program
pengukuran
reliabilitas
suatu
konstruk dengan indikator refleksif dapat dilakukan
dengan melihat nilai composite reliability dan cronbach’s
alpha. Nilai composite reliability dan cronbach’s alpha
harus lebih besar dari 0,70 (Latan dan Ghozali, 2012).
Hasil perhitungan yang dilakukan terhadap data
menggunakan SmartPLS 2.0 M3 mendapatkan angkaangka seperti tampilan pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6
Hasil Uji Reliabilitas
Variabel
Laten
KPRG
KO
TE
KL
Composite
Reliability ≥ 0,70
Cronbach’s
Alpha
Kesimpulan
0,8598
0,8461
0,8635
0,9164
0,7924
0,7908
0,7688
0,8923
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Sumber: Data output software SmartPLS 2.0 M3, 2014.
Dari tabel 4.6 dapat dilihat bahwa semua variabel
memiliki nilai composite reliability dan cronbach’s alpha
di atas 0,70, sehingga dinyatakan reliabel.
Kecocokan Model Struktural (Inner Model)
Tahapan ketiga dalam pengukuran SEM adalah
kecocokan model struktural yang digunakan juga
46
untuk pengujian hipotesis dalam penelitian ini.
Dalam
menilai
model
struktural
dengan
PLS,
dimulai dengan menilai R-Square untuk setiap
variabel laten endogen sebagai kekuatan prediksi
dari model struktural. Pengaruh nilai R-Square
dapat digunakan untuk menjelaskan pengaruh
variabel laten eksogen tertentu terhadap variabel
laten endogen apakah mempunyai pengaruh yang
substantif. Nilai R-Square 0,75, 0,50 dan 0,25
menunjukkan bahwa model kuat, moderate dan
lemah yang merepresentasikan besarnya jumlah
variance konstruk yang dijelaskan oleh model.
Evaluasi model dilakukan dengan melihat nilai
signifikansi
variabel.
untuk
Evaluasi
mengetahui
model
pengaruh
struktural
antar
berkaitan
dengan pengujian hubungan antar variabel yang
sebelumnya dihipotesiskan. Di tahap terakhir ini
akan dilihat pengaruh hubungan antar variabel
laten
dan
signifikansinya.
Pengaruh
hubungan
dapat dilihat dari tanda positif (+) atau negatif (-)
yang ditampilkan dari dari output SmartPLS 2.0
M3, sedangkan tingkat signifikansi dapat dilihat
dari nilai t-value ≥ 1,96. Hasil pengujian data
menggunakan SmartPLS 2.0 M3 dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 4.7
Hasil Uji Kecocokan Model Struktural
47
Variabel Laten
R Square
Kinerja Penyusunan ARG
Komitmen Organisasi
0,253286
Tekanan Eksternal
Ketidakpastian Lingkungan
Sumber: Data output software SmartPLS 2.0 M3, 2014.
Dari hasil yang tampak pada Tabel 4.7 dapat dilihat
nilai R-Square variabel KPRG adalah 0,253286 yang
berarti bahwa model termasuk dalam kategori lemah.
Tabel 4.8
Hasil Kecocokan Model Struktural
Hipotesis
H1
H2
H3
KO
KO*KL
KO*TE
Path
Total
effects
T-Value ≥
1,96
Kesimpulan
KPRG
KPRG
KPRG
1,3676
-1,6737
0,094
2,886730
2,914740
0,330662
Signifikan
Signifikan
Tidak Signifikan
Sumber: Data output software SmartPLS 2.0 M3, 2014.
Tabel 4.8 di atas menunjukkan bahwa variabel
komitmen organisasi (KO) memiliki pengaruh positif
sebesar 1,3676 terhadap variabel kinerja penyusunan
ARG. Sementara interaksi antara variabel komitmen
organisasi dengan ketidakpastian lingkungan memiliki
pengaruh negatif sebesar -1,6737 terhadap kinerja
ARG. Selanjutnya interaksi antara komitmen organisasi
dengan tekanan eksternal memiliki pengaruh positif
sebesar 0,094 terhadap kinerja ARG namun angka ini
tidak signifikan karena nilai t-staistic < 1,96.
Pembahasan
Berdasarkan
sebelumnya,
pengujian
maka
dapat
hipotesis
pada
bagian
dikonfirmasikan
bahwa
48
komitmen organisasi terbukti berpengaruh positif
terhadap
kinerja
penyusunan
ARG.
Hasil
ini
memperkuat hasil penelitian Rubin dan Bartle
(2005)
yang
menyatakan
bahwa
komitmen
organisasi merupakan salah satu faktor
yang
mempengaruhi kinerja penyusunan ARG. Hasil ini
juga mendukung beberapa penelitian sebelumnya,
yaitu Sawer (2002), Diop-Tine (2002) dan Hewit
(2003). Oleh sebab itu, penelitian ini membuktikan
secara empiris bahwa komitmen organisasi akan
mempengaruhi kinerja penyusunan ARG agar tidak
menyimpang.
Berdasarkan
wawancara
yang
dilakukan
terhadap beberapa unit/SKPD tampak bahwa ratarata komitmen pegawai dalam menyusun ARG
masih berada pada kategori sedang dengan skor
2,6185 (lihat tabel 4.2).
Pegawai yang diberikan
tanggung jawab untuk menyusun ARG adalah
pegawai
di
bagian
perencanaan
karena
ARG
berkaitan dengan perancangan dan perencanaan
program dan kegiatan. Sebagian besar pegawai di
bidang
ini
mengaku
masih
belum
memahami
dengan jelas bagaimana menyusun ARG, yang
didahului dengan penyusunan GAP, GBS dan KAK.
Penyusunan ARG ini masih sulit dipahami oleh
pegawai
kegiatan
teristimewa
yang
ketika
harus
mengidentifikasi
diresponsifgenderkan.
49
Sebagian besar pegawai mengakui bahwa penyusunan
ARG dilaksanakan karena didorong oleh regulasi.
Beberapa
jawaban
responden
ketika
diwawancarai
adalah seperti di bawah ini:
“Terdapat beberapa pegawai SKPD yang tertarik dengan isu
gender sehingga mereka sangat antusias ketika ada implementasi
ARG di Pemkot Salatiga. Namun sebagian besar ikut saja karena
ARG merupakan amanat Pemerintah Pusat melalui Peraturan
Menteri Dalam Negeri No 15 tahun 2008 dan 67 tahun 2011”.
“Saya sendiri masih belum mengerti dengan baik bagaimana
menyusun atau merancang kegiatan yang responsif gender.
Memang pernah diadakan seminar terkait penyusunan ARG ini
namun tindak lanjutnya masih kurang sehingga saya merasa ARG
ini belum ada manfaatnya”.
“Pengidentifikasian kebutuhan laki-laki dan perempuan belum
dilaksanakan oleh semua SKPD. Hal ini karena SKPD belum
mempunyai
data
pilah
gender
sebagai
syarat
utama
pengidentifikasian kebutuhan”.
Pernyataan-pernyataan di atas dapat menunjukkan
bahwa komitmen sebagian besar pegawai pemerintah
kota dalam menyusun ARG masih perlu ditingkatkan.
Peningkatan
komitmen
ini
dapat
dimulai
dari
membangun pemahaman dan pengetahuan yang benar
terkait
penyusunan
ARG.
Selain
itu,
dibutuhkan
pendampingan yang lebih terhadap SKPD/unit dalam
menyusun program kegiatan yang responsif gender
serta mengadakan data pilah gender sebagai syarat
penyusunan ARG.
Senada dengan pengujian sebelumnya, penelitian
ini
juga
lingkungan
membuktikan
dapat
bahwa
memoderasi
ketidakpastian
hubungan
antara
50
komitmen organisasi dengan kinerja penyusunan
ARG
sebesar
2,914740
-1,6737
lebih
besar
dengan
dari
nilai
1,96.
t-statistic
Diterimanya
hipotesis ini menunjukkan dukungan terhadap
penelitian sebelumnya seperti Govindarajan (1984)
yang menyatakan bahwa ketidakpastian lingkungan
yang
dirasakan
hubungan
organisasi
antara
dapat
komitmen
mengganggu
organisasi
dengan
kinerja penyusunan ARG. Hal ini membuktikan
secara empiris bahwa komitmen yang dibangun
dalam diri seorang pegawai pemerintah kota dalam
penyusunan ARGsangat menunjang keberhasilan
penyusunan ARG tersebut. Namun jika terjadi
ketidakpastian
lingkungan
yang
tinggi
seperti
mutasi pegawai dan perubahan kebijakan yang
terlalu sering maka hal ini akan sangat mengganggu
komitmen
pegawai
dalam
mencapai
kinerja
penyusunan ARG yang baik.
Penelitian ini menunjukkan bahwa komitmen
organisasi memiliki pengaruh yang lebih besar
dibandingkan
interaksi
antara
ketidakpastian
lingkungan dengan komitmen organisasi dalam
mempengaruhi
kinerja
penyusunan
ARG
(lihat
Tabel 4.8). Oleh sebab itu, tidak hanya dibutuhkan
kepastian lingkungan yang tinggi (seperti tidak
sering adanya mutasi dan perubahan peraturan),
namun lebih dari itu dibutuhkan komitmen yang
51
kuat (sense of belong) untuk mendukung penyusunan
dan
pelaksanaan
ARG.
Penelitian-penelitian
sebelumnya (Rubin and Bartle, 2005; Hewitt and
Mukhopadyay (2002) menyatakan bahwa komitmen
organisasi ditemukan sebagai faktor penting yang
mendorong seseorang untuk menyusun ARG.
Hasil
wawancara
menyatakan
bahwa
mutasi
pegawai yang sering dilakukan di lingkungan pemkot
turut mengganggu komitmen pegawai dalam menyusun
ARG. Misalnya, seorang pegawai yang telah matang
pemahamannya terkait ARG pada salah satu unit
tertentu namun harus dimutasikan ke unit yang lain
dengan tugas, pokok, fungsi (TUPOKSI) yang berbeda
dari sebelumnya. Hal ini tentu dapat menurunkan
komitmen pegawai tersebut untuk memahami tentang
ARG
lagi.
mengakibatkan
memahami
Sebaliknya,
pegawai
tentang
bertanggungjawab
mutasi
yang
terjadi
yang
sebelumnya
tidak
gender
namun
harus
menyusun
anggaran
responsif
gender maka hal ini pun dapat menghasilkan kinerja
yang rendah akibat dikerjakan dengan komitmen yang
rendah pula. Berikut adalah jawaban salah satu
responden yang pernah dimutasikan:
“Awalnya saya ditugaskan pada unit yang bersinggungan
langsung dengan ARG sehingga saya sangat antusias dalam
penyelenggaraan ARG ini. Namun kemudian saya harus
dimutasikan ke unit yang sama sekali tidak bersinggungan
langsung dengan ARG. Hal ini terkadang mengganggu niat saya
untuk memahami ARG secara berkelanjutan. Namun saya tetap
52
antusias dengan penyelenggaraan ARG ini, karena penting bagi
kesetaraan gender dalam masyarakat”.
“ARG itu bahan baru bagi kami, jadi rasa memilikinya (sense
of belong) masih kurang. Ini baru tahun ketiga penyelenggaraan
ARG. Sejak tahun 2012. Sehingga ke depannya diharapkan
komitmen dinas-dinas semakin meningkat”.
Adapun
alur
proses
penyelenggaran
penyusunan ARG didahului dengan penyusunan
GAP, GBS dan KAK. Penyusunan GAP, GBS dan
KAK sebagai instrumen ARG diawali dari klinik
PPRG
yang
dilaksanakan
1
(satu)
tahun
sebelumnya. Klinik ini diadakan oleh Bappeda dan
Bapermasper
sebagai
Ketua
dan
Sekretaris
Kelompok Kerja Pengarusutamaan Gender (PUG).
Dengan kata lain, ARG untuk tahun 2014 diadakan
melalui Klinik PPRG tahun 2013. Hasil klinik ini
adalah 2 (dua) rencana kegiatan SKPD untuk tahun
2014.
Berkebalikan dengan hasil temuan sebelumnya
(DiMaggio
dan
Powell,
1983;
Frumkin
dan
Galaskiewicz, 2004; Asworth et al, 2009) bahwa
tekanan
eksternal
mempengaruhi
komitmen
mencapai kinerja
membuktikan
yang
dirasakan
dapat
organisasi
dalam
ARG, ternyata penelitian ini
secara
empiris
bahwa
tekanan
eksternal tidak mengganggu komitmen organisasi
dalam mencapai kinerja ARG.
53
Hal ini dapat berarti bahwa tekanan eksternal
berupa kritikan dari akademisi, LSM, dan perubahan
peraturan dari pemerintah pusat tidak mengganggu
komitmen organisasi dalam menyusun ARG untuk
mencapai kinerja ARG yang maksimal.Tidak adanya
pengaruh signifikan dari tekanan eksternal terhadap
hubungan antara komitmen organisasi dan kinerja
penyusunan ARG diduga terjadi karena pemerintah
kota merupakan ranah publik yang harus berkiprah
untuk melayani masyarakat sehingga tekanan-tekanan
dari masyarakat maupun pemerintah pusat telah
menjadi hal biasa dan tidak dianggap sebagai tekanan
lagi sebaliknya sebagai sebuah amanat yang harus
diselesaikan. Selain itu, kritik dan instruksi dari
pemerintah pusat (seperti peraturan terkait ARG:
Inpres Nomor 9 tahun 2008, Permendagri Nomor 67
Tahun 2011) dianggap sebagai tugas pokok dan fungsi
(tupoksi)
bagi
pegawai
pemkot
sehingga
semua
dijalankan sebagai sebuah tanggung jawab dan bukan
tekanan (beban).
Hal
ini
sesuai
dengan
hasil
wawancara
yang
dilakukan dengan beberapa penyelenggara ARG di
pemerintah kota Salatiga bahwa:
“Peraturan-peraturan dan kritik terkait penyelenggaraan ARG di
pemkot Salatiga tidak menjadi tekanan bagi kami namun menjadi
sebuah amanat yang harus dilaksanakan, sehingga kami tidak
merasa tertekan dengan penyelenggaran ARG ini namun sebaliknya
kami mengganggapnya sebagai sesuatu yang baik bagi
kesejahteraan masyarakat di kota ini”.
54
“Tekanan dari pihak eksternal tidak mempengaruhi
komitmen kami untuk menyusun ARG karena kami merasa
bahwa kami harus menjalankannya. Sudah ada regulasi yang
mengatur kami sehingga suka dan tidak suka kami tetap harus
melaksanakannya”.
“Penyelenggaran ARG bukan merupakan tekanan tetapi
tugas pokok yang harus dilaksanan”.
Hasil dari penelitian ini kemudian menemukan
bahwa kinerja penyusunan ARG di pemerintah kota
Salatiga lebih cenderung mengarah ke fenomena
isomorfisme normatif (normative isomorphism) yakni
secara
profesional
pegawai
memahami
tentang
norma dan regulasi yang ada sehingga walaupun
regulasi tersebut bersifat menekan namun pegawai
tetap mematuhinya sebagai bentuk pengabdiannya
kepada organisasi. Hal ini disebut sebagai komitmen
pegawai
dalam
unit/SKPD.
Kecenderungan
ini
dilihat dari besarnya total effect KO sebesar 1,3676
(lihat Tabel 4.8).
Kecenderungan
kedua
adalah
isomorfisme
mimetik (mimetic isomorphism). Kinerja penyusunan
ARG di pemerintah kota Salatiga juga mengarah ke
isomorfisme mimetik (mimetic isomorphism) yakni
pegawai lebih cenderung meniru praktik terbaik dari
organisasi lain akibat lingkungan yang tidak pasti.
Ketidakpastian lingkungan ini dapat ditunjukkan
dengan adanya mutasi pegawai yang terlalu sering
dilakukan dalam unit/SKPD. Hal ini berdampak
pada pemahaman yang belum mapan dari para
55
pegawai sehingga mereka lebih memilih untuk meniru
apa yang dilakukan oleh unit lain yang telah lebih
dahulu memahami ARG, dibandingkan dengan harus
memahami esensi dari penyusunan ARG. Kondisi
seperti ini kemudian mengganggu komitmen pegawai
dalam menyusun ARG.
Namun
dalam
penelitian
ini,
pada
dasarnya
komitmen organisasi (normative isomorphism) memiliki
pengaruh yang lebih kuat terhadap kinerja penyusunan
ARG dibandingkan ketidakpastian lingkungan(mimetic
isomorphism). Hal ini sesuai dengan hasil wawancara
dengan salah satu responden yang telah terlibat
langsung dalam penyusunan ARG ini.
“Secara keseluruhan penyusunan ARG ini lebih bergantung
pada komitmen organisasi. Jika komitmen organisasi terhadap
penyusunan ARG ini tinggi maka adanya mutasi ataupun
tekanan eskternal itu tidak mengganggu komitmen kita untuk
menysusun ARG. Namun faktanya menunjukkan masih banyak
pegawai yang bingung, salah persepsi, kurang memahami dan
tidak tertarik dengan ARG ini. Mungkin karena ARG masih
menjadi bahan baru bagi kami sehingga komitmen dan rasa
memiliki (sense of belong) masih kurang”.
56
Demografi Objek Penelitian
Demografi data dari objek penelitian dalam
penelitian ini ditampilkan pada Tabel 4.1, yaitu
berisi data mengenai jenis kelamin, jenis SKPD,
lama
bekerja
di
SKPD,
lamanya
pengalaman
menyusun anggaran responsif gender, jabatan dan
pendidikan terakhir.
Tabel 4.1
Data Demografi Responden
Jenis
Kelamin
Unit/
SKPD
Demografi Responden
Laki-laki
Perempuan
1. Bapedda
2. Bapermasper
3. Dinas Kesehatan
4. Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga
5. Inpektorat
6. Perhubungan, Komunikasi, Kebudayaan
dan Pariwisata
7. Perpustakaan dan Arsip Daerah
8. Sekretariat DPRD
9. Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan
Aset Daerah
10. Sosial, Ketenagakerjaan, dan Transmigrasi
11. Pertanian dan Perikanan
12. Bagian Kesejahteraan Rakyat Setda
13. Kesatuan Bangsa dan Politik
14. Bagian Organisasi dan Kepegawaian Setda
15. Badan Kepegawaian Daerah
16. Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dan
Penanaman Modal
17. Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan
UMKM
18. Lingkungan Hidup
19. Cipta Karya dan Tata Ruang
20. Bagian Administrasi dan Pembangunan
Setda
21. Kecamatan Sidorejo
22. Kecamatan Tingkir
23. Kecamatan Sidomukti
24. Kecamatan Argomulyo
25. Bina Marga dan Pengelolaan Sumber Daya
Air
26. Kependudukan dan Catatan Sipil
Jumlah
35
55
5
5
6
2
4
5
%
38,89%
61,11%
5,55%
5,55%
6,67%
2,22%
4,44%
5,55%
5
2
6
5,55%
2,22%
6,67%
5
5
3
2
3
5
2
5,55%
5,55%
3,33%
2,22%
3,33%
5,55%
2,22%
3
3,33%
5
1
2
5,55%
1,11%
2,22%
1
2
3
1
4
1,11%
2,22%
3,33%
1,11%
4,44%
3
3,33%
35
Tabel 4.1
Data Demografi Responden(Lanjutan)
Lama
Bekerja di
SKPD
Pengalaman
menyusun
ARG
Jabatan
Pendidikan
Terakhir
< 5 tahun
5-10 tahun
> 10 tahun
≤ 1 tahun
> 1 tahun
46
22
22
61
29
51,11%
24,44%
24,44%
67,78%
32,22%
Kepala Kantor/Dinas
Sekretaris
Kepala Bagian (Kabag)
Kepala Sub Bagian (Kasubag)
Kepala Bidang (Kabid)
Kepala Sub Bidang (Kasubid)
Kepala Seksi (Kasi)
Staff
SLTA
D3
S1
S2
1
1
1
6
4
17
18
42
4
12
56
18
1,11%
1,11%
1,11%
6,67%
4,44%
18,88%
20,00%
46,67%
4,44%
13,33%
62,22%
20%
Sumber: Data Primer yang diolah, Maret 2014.
Berdasarkan Table 4.1 dapat dilihat data demografi
responden menurut jenis kelamin, yang terdiri dari 35
laki-laki dan 55 perempuan. Berdasarkan unit/SKPD,
terdapat
26
unit/SKPD
yang
diteliti.
Penyebaran
kuesioner disesuaikan dengan jumlah pegawai yang
pernah
terlibat
dalam
proses
penyusunan
ARG.
Berdasarkan lama bekerja di SKPD, sebagian besar
responden (51,11%) merupakan pekerja junior yakni
baru bekerja kurang dari 5 tahun, sementara sekitar
24,44% merupakan pegawai yang telah bekerja 5
sampai 10 tahun, dan 24,44% lainnya merupakan
pegawai senior yang telah bekerja lebih dari 10 tahun.
Berdasarkan pengalaman menyusun ARG, ternyata
sebagian
besar
pengalaman
responden
kurang
dari
(67,78%)
satu
tahun.
memiliki
Hal
ini
disebabkan oleh karena penerapan ARG baru berjalan
kurang
lebih
tiga
tahun
sejak
2011.
Responden
36
terbanyak berasal dari pegawai yang menjabat
sebagai staf di SKPD (46,67%), diikuti oleh Kepala
Seksi (20%), Kepala Sub Bagian (18,88%), Kepala
Sub Bidang (6,67%), Kepala Bidang (4,44%), dan
Kepala
Bagian,
Sekretaris
dan
Kepala
Kantor
(1,1%). Selanjutnya, terdapat 59,7% responden
lulusan S1, 21,9% responden lulusan S2, 13,4%
dari D3 dan 4,8% merupakan lulusan SLTA.
Statistik Deskriptif Objek Penelitian
Statistik
dalam
deskriptif
penelitian
ini
dari
indikator-indikator
dijelaskan
melalui
nilai
Minimum, Maximum, Mean (rata-rata), dan Standar
Deviasi dari tiap indikator, seperti terlihat dalam
Tabel 4.2. Melalui Tabel 4.2 tersebut dapat dilihat
bahwa nilai rata-rata total dari kinerja penyusunan
ARG (KPRG) tergolong sedang. Hal ini menunjukkan
bahwa pegawai pemkot Salatiga memiliki kinerja
yang masih perlu ditingkatkan lagi dalam proses
penyusunan ARG. Kinerja yang dalam kategori
sedang ini dapat disebabkan oleh karena penerapan
proses
penyusunan
ARG
ini
baru
diterapkan
kurang lebih tiga tahun sehingga ke depannya
diharapkan ke depannya kinerja penyusunan ARG
ini dapat meningkat.
37
Tabel 4.2
Statistik Deskriptif
Indikator-indikator dalam Variabel
Indikator
KARG1
KARG2
KARG3
KARG4
KARG5
KARG6
KARG7
KARG8
KO1
KO2
KO3
KO4
KO5
KO6
TE1
TE2
TE3
Mengidentifikasi kebutuhan laki-laki dan
perempuan sebelum menyusun anggaran.
Menyusun Gender Analysis Pathway, Gender
Budget Statement dan Kerangka Acuan Kerja
setelah mengidentifikasi kebutuhan.
Menetapkan program dan kegiatan dalam
APBD
sesuai Gender Analysis Pathway,
Gender Budget Statement dan Kerangka
Acuan Kerja.
Program dan kegiatan memperhatikan
kesetaraan jumlah laki-laki dan perempuan
dalam menikmati sumber daya.
Program dan kegiatan memberikan proporsi
anggaran yang setara antara laki-laki dan
perempuan.
Program
dan
kegiatan
menyediakan
kenyamanan fasilitas yang setara bagi kaum
laki-laki dan perempuan.
Program
dan
kegiatan
melibatkan
keikutsertaan yang merata antara laki-laki
dan perempuan.
Anggaran dialokasikan berdasarkan hasil
analisis gender yang telah dilakukan.
Rata-rata Kinerja Penyusunan ARG
Kebanggaan berkerja pada organisasi
khususnya sebagai penyusun anggaran.
Berusaha keras untuk menyukseskan
organisasi.
Kesediaan menerima tugas demi organisasi
sebagai penyusun anggaran.
Kesamaan nilai individu dengan nilai
organisasi.
Kebanggaan menjadi bagian dari organisasi
penyusun anggaran.
Senang atas pilihan bekerja di organisasi
tersebut.
Rata-rata Komitmen Organisasi
Banyaknya Peraturan Pemsat dan Pemda
terkait
penyusunan
ARG
yang
sulit
dimengerti.
Banyaknya Peraturan Pemsat dan Pemda
terkait penyusunan ARG yang membuat
jenuh.
Meningkatnya
kritik
dari
LSM
dan
N
Min
Max
Mean
Stdev
90
1
4
2,9333
0,4926
90
1
4
2,9667
0,4091
90
2
4
2,9667
0,3807
90
2
4
3,0111
0,3820
90
2
4
2,9111
0,4144
90
2
4
3,0000
0,4971
90
2
4
2,9667
0,4357
90
2
4
2,9000
0,4983
2,2907
0,4387
90
1
4
2,3556
0,7080
90
1
4
2,6667
0,5996
90
1
4
2,6889
0,5537
90
1
4
2,9444
0,4334
90
1
4
2,4111
0,7172
90
1
4
2,6444
0,5469
2,6185
0,5931
90
1
4
2,6111
0,6481
90
1
4
2,3333
0,5805
90
1
4
2,3111
0,6115
38
Tabel 4.2
Statistik Deskriptif Indikator-indikator dalam Variabel (Lanjutan)
TE4
TE5
KL1
KL2
KL3
KL4
KL5
akademisi membuat saya sangat terbeban.
Budaya birokrasi di lingkungan pemkot
turut
membuat
saya
jenuh
dalam
penyusunan ARG.
Terhambat dalam penyusunan ARG karena
banyaknya aturan.
Rata-rata Tekanan Eksternal
Memahami dengan jelas cara menyusun
GAP, GBS dan KAK.
Memiliki informasi penting untuk membuat
keputusan terkait GAP, GBS dan KAK.
Sangat mudah untuk mengukurapakah saya
telah membuat keputusan yang benar
terkait penyusunan GAP, GBS dan KAK.
Memahami tindakan untuk menyelesaikan
penyusunan GAP, GBS dan KAK yang
dibebankan kepada saya
Sangat mudah untuk mengetahui apakah
cara-cara
yang
saya
tempuh
dalam
menyusun GAP, GBS dan KAK bisa
mencapai sasaran atau tidak.
Rata-rata Ketidakpastian Lingkungan
90
1
4
2,3444
0,5641
90
1
4
2,4111
0,5976
2,4022
0,6003
90
1
4
2,5444
0,5836
90
1
4
2,6556
0,5836
90
1
4
2,4667
0,5648
90
1
4
2,6444
0,5865
90
1
4
2,4111
0,6161
2,5444
0,5869
Sumber: Data Primer yang diolah, April 2014.
Interval dari nilai rata-rata (mean) di atas
dihitung dengan menggunakan rumus di bawah ini:
i 1
Dengan demikian, gambaran tinggi rendahnya
ketiga
variabel
independen
di
atas
dapat
dikategorikan pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3
Kategori Variabel Independen
Skor
3≤ x=4
2≤x
0,60
KPRG1
KPRG2
KPRG3
KPRG4
KPRG5
KPRG6
KPRG7
KPRG8
KO1
KO2
KO3
KO4
KO5
KO6
TE1
TE2
TE3
TE4
TE5
0,496
0,524
0,584
0,580
0,799
0,688
0,666
0,808
0,804
0,662
0,669
0,549
0,814
0,669
0,674
0,918
0,839
0,434
0,543
0,496
0,523
0,584
0, 580
0,799
0,688
0,666
0,808
0,804
0,661
0,669
0,549
0,813
0,669
0,673
0,918
0,838
0,433
0,542
AVE
Communality
0,414
0,414
0,490
0,490
0,520
0,520
Validitas
Tidak Valid
Tidak Valid
Tidak Valid
Tidak Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Tidak Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Tidak Valid
Tidak Valid
43
KL1
KL2
KL3
KL4
KL5
0,772
0,814
0,857
0,873
0,811
0,771
0,813
0,857
0,872
0,810
0,682
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
0,682
Sumber: Data output software SmartPLS 2.0 M3, 2014.
Tabel
4.4
beberapa
di
atas
indikator
menunjukkan
yang
belum
bahwa
terdapat
memenuhi
syarat
validitas konvergen dan diskriminan. Hal ini dapat
dilihat dari nilai loading factor dan cross loading yang
lebih kecil dari 0,6
dan nilai AVE dari dua konstruk
yang lebih kecil dari 0,5. Melalui uji validitas ini maka
dinyatakan bahwa indikator yang tidak valid menurut
Wijanto (2008) tidak dapat digunakan dalam pengujian
selanjutnya.
Indikator
yang
dikeluarkan
dalam
pengujian selanjutnya adalah KPRG1, KPRG2, KPRG3,
KPRG4, KO4, TE4, dan TE5.
Hasil uji validitas dari output SmartPLS 2.0 M3
setelah
beberapa
indikator
tersebut
dihilangkan
menunjukkan bahwa semua indikator dinyatakan valid.
Hal ini seperti terlihat pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5
Uji Validitas Indikator (Lanjutan)
Indikator
KPRG5
KPRG6
KPRG7
KPRG8
KO1
KO2
KO3
KO5
KO6
Load
Factor
> 0,60
0,830
0,716
0,771
0, 792
0,797
0, 652
0,659
0,849
0,647
Cross
Loading
> 0,60
0,830
0, 716
0, 771
0,792
0,797
0, 652
0,659
0,849
0,647
AVE
Communality
0,6059
0,6059
0,5272
0,5272
Validitas
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
44
TE1
TE2
TE3
KL1
KL2
KL3
KL4
KL5
0,673
0,928
0,855
0,758
0,783
0,869
0,885
0,829
0,673
0,928
0,855
0,758
0,783
0,869
0,885
0,829
0,6821
0,6821
0,6876
0,6876
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Sumber: Data output software SmartPLS 2.0 M3, 2014.
Tabel 4.5 menunjukkan bahwa variabel kinerja
penyusunan ARG sekarang hanya diwakili oleh
empat indikator yang dinilai valid (KPRG5, KPRG6,
KPRG7, dan KPRG8). Variabel komitmen organisasi
diwakili oleh lima indikator yang valid (KO1, KO2,
KO3, KO5, dan KO6). Variabel tekanan eksternal
diwakili oleh tiga indikatornya yang dinilai valid
(TE1, TE2, dan TE3). Sedangkan untuk variabel
ketidakpastian lingkungan tidak ada perubahan
dalam jumlah indikator karena semua indikator di
dalamnya dinilai valid. Selanjutnya, nilai AVE dan
communality menunjukkan angka di atas 0,5 yang
berarti bahwa lebih dari 50% variance indikator
dapat dijelaskan. Dengan demikian, syarat validitas
konvergen dan diskriminan telah terpenuhi.
Kecocokan Model Pengukuran (Outer Model)
Tahapan
kedua
adalah
pengujian
model
kecocokan pengukuran yang dilakukan terhadap
masing-masing konstruk laten yang ada di dalam
model.
Pemeriksaan
terhadap
konstruk
laten
dilakukan terkait dengan pengukuran konstruk
laten oleh variabel manifest (indikator). Dengan kata
45
lain,
akan
dilakukan
pengecekan
reliabilitas
dari
variabel teramati. Pengecekan reliabilitas dilakukan
untuk
membuktikan
ketepatan
Dalam
instrument
PLS-SEM
SmartPLS
2.0
akurasi,
dalam
yang
M3,
konsistensi
dan
mengukur
konstruk.
menggunakan
program
pengukuran
reliabilitas
suatu
konstruk dengan indikator refleksif dapat dilakukan
dengan melihat nilai composite reliability dan cronbach’s
alpha. Nilai composite reliability dan cronbach’s alpha
harus lebih besar dari 0,70 (Latan dan Ghozali, 2012).
Hasil perhitungan yang dilakukan terhadap data
menggunakan SmartPLS 2.0 M3 mendapatkan angkaangka seperti tampilan pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6
Hasil Uji Reliabilitas
Variabel
Laten
KPRG
KO
TE
KL
Composite
Reliability ≥ 0,70
Cronbach’s
Alpha
Kesimpulan
0,8598
0,8461
0,8635
0,9164
0,7924
0,7908
0,7688
0,8923
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Sumber: Data output software SmartPLS 2.0 M3, 2014.
Dari tabel 4.6 dapat dilihat bahwa semua variabel
memiliki nilai composite reliability dan cronbach’s alpha
di atas 0,70, sehingga dinyatakan reliabel.
Kecocokan Model Struktural (Inner Model)
Tahapan ketiga dalam pengukuran SEM adalah
kecocokan model struktural yang digunakan juga
46
untuk pengujian hipotesis dalam penelitian ini.
Dalam
menilai
model
struktural
dengan
PLS,
dimulai dengan menilai R-Square untuk setiap
variabel laten endogen sebagai kekuatan prediksi
dari model struktural. Pengaruh nilai R-Square
dapat digunakan untuk menjelaskan pengaruh
variabel laten eksogen tertentu terhadap variabel
laten endogen apakah mempunyai pengaruh yang
substantif. Nilai R-Square 0,75, 0,50 dan 0,25
menunjukkan bahwa model kuat, moderate dan
lemah yang merepresentasikan besarnya jumlah
variance konstruk yang dijelaskan oleh model.
Evaluasi model dilakukan dengan melihat nilai
signifikansi
variabel.
untuk
Evaluasi
mengetahui
model
pengaruh
struktural
antar
berkaitan
dengan pengujian hubungan antar variabel yang
sebelumnya dihipotesiskan. Di tahap terakhir ini
akan dilihat pengaruh hubungan antar variabel
laten
dan
signifikansinya.
Pengaruh
hubungan
dapat dilihat dari tanda positif (+) atau negatif (-)
yang ditampilkan dari dari output SmartPLS 2.0
M3, sedangkan tingkat signifikansi dapat dilihat
dari nilai t-value ≥ 1,96. Hasil pengujian data
menggunakan SmartPLS 2.0 M3 dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 4.7
Hasil Uji Kecocokan Model Struktural
47
Variabel Laten
R Square
Kinerja Penyusunan ARG
Komitmen Organisasi
0,253286
Tekanan Eksternal
Ketidakpastian Lingkungan
Sumber: Data output software SmartPLS 2.0 M3, 2014.
Dari hasil yang tampak pada Tabel 4.7 dapat dilihat
nilai R-Square variabel KPRG adalah 0,253286 yang
berarti bahwa model termasuk dalam kategori lemah.
Tabel 4.8
Hasil Kecocokan Model Struktural
Hipotesis
H1
H2
H3
KO
KO*KL
KO*TE
Path
Total
effects
T-Value ≥
1,96
Kesimpulan
KPRG
KPRG
KPRG
1,3676
-1,6737
0,094
2,886730
2,914740
0,330662
Signifikan
Signifikan
Tidak Signifikan
Sumber: Data output software SmartPLS 2.0 M3, 2014.
Tabel 4.8 di atas menunjukkan bahwa variabel
komitmen organisasi (KO) memiliki pengaruh positif
sebesar 1,3676 terhadap variabel kinerja penyusunan
ARG. Sementara interaksi antara variabel komitmen
organisasi dengan ketidakpastian lingkungan memiliki
pengaruh negatif sebesar -1,6737 terhadap kinerja
ARG. Selanjutnya interaksi antara komitmen organisasi
dengan tekanan eksternal memiliki pengaruh positif
sebesar 0,094 terhadap kinerja ARG namun angka ini
tidak signifikan karena nilai t-staistic < 1,96.
Pembahasan
Berdasarkan
sebelumnya,
pengujian
maka
dapat
hipotesis
pada
bagian
dikonfirmasikan
bahwa
48
komitmen organisasi terbukti berpengaruh positif
terhadap
kinerja
penyusunan
ARG.
Hasil
ini
memperkuat hasil penelitian Rubin dan Bartle
(2005)
yang
menyatakan
bahwa
komitmen
organisasi merupakan salah satu faktor
yang
mempengaruhi kinerja penyusunan ARG. Hasil ini
juga mendukung beberapa penelitian sebelumnya,
yaitu Sawer (2002), Diop-Tine (2002) dan Hewit
(2003). Oleh sebab itu, penelitian ini membuktikan
secara empiris bahwa komitmen organisasi akan
mempengaruhi kinerja penyusunan ARG agar tidak
menyimpang.
Berdasarkan
wawancara
yang
dilakukan
terhadap beberapa unit/SKPD tampak bahwa ratarata komitmen pegawai dalam menyusun ARG
masih berada pada kategori sedang dengan skor
2,6185 (lihat tabel 4.2).
Pegawai yang diberikan
tanggung jawab untuk menyusun ARG adalah
pegawai
di
bagian
perencanaan
karena
ARG
berkaitan dengan perancangan dan perencanaan
program dan kegiatan. Sebagian besar pegawai di
bidang
ini
mengaku
masih
belum
memahami
dengan jelas bagaimana menyusun ARG, yang
didahului dengan penyusunan GAP, GBS dan KAK.
Penyusunan ARG ini masih sulit dipahami oleh
pegawai
kegiatan
teristimewa
yang
ketika
harus
mengidentifikasi
diresponsifgenderkan.
49
Sebagian besar pegawai mengakui bahwa penyusunan
ARG dilaksanakan karena didorong oleh regulasi.
Beberapa
jawaban
responden
ketika
diwawancarai
adalah seperti di bawah ini:
“Terdapat beberapa pegawai SKPD yang tertarik dengan isu
gender sehingga mereka sangat antusias ketika ada implementasi
ARG di Pemkot Salatiga. Namun sebagian besar ikut saja karena
ARG merupakan amanat Pemerintah Pusat melalui Peraturan
Menteri Dalam Negeri No 15 tahun 2008 dan 67 tahun 2011”.
“Saya sendiri masih belum mengerti dengan baik bagaimana
menyusun atau merancang kegiatan yang responsif gender.
Memang pernah diadakan seminar terkait penyusunan ARG ini
namun tindak lanjutnya masih kurang sehingga saya merasa ARG
ini belum ada manfaatnya”.
“Pengidentifikasian kebutuhan laki-laki dan perempuan belum
dilaksanakan oleh semua SKPD. Hal ini karena SKPD belum
mempunyai
data
pilah
gender
sebagai
syarat
utama
pengidentifikasian kebutuhan”.
Pernyataan-pernyataan di atas dapat menunjukkan
bahwa komitmen sebagian besar pegawai pemerintah
kota dalam menyusun ARG masih perlu ditingkatkan.
Peningkatan
komitmen
ini
dapat
dimulai
dari
membangun pemahaman dan pengetahuan yang benar
terkait
penyusunan
ARG.
Selain
itu,
dibutuhkan
pendampingan yang lebih terhadap SKPD/unit dalam
menyusun program kegiatan yang responsif gender
serta mengadakan data pilah gender sebagai syarat
penyusunan ARG.
Senada dengan pengujian sebelumnya, penelitian
ini
juga
lingkungan
membuktikan
dapat
bahwa
memoderasi
ketidakpastian
hubungan
antara
50
komitmen organisasi dengan kinerja penyusunan
ARG
sebesar
2,914740
-1,6737
lebih
besar
dengan
dari
nilai
1,96.
t-statistic
Diterimanya
hipotesis ini menunjukkan dukungan terhadap
penelitian sebelumnya seperti Govindarajan (1984)
yang menyatakan bahwa ketidakpastian lingkungan
yang
dirasakan
hubungan
organisasi
antara
dapat
komitmen
mengganggu
organisasi
dengan
kinerja penyusunan ARG. Hal ini membuktikan
secara empiris bahwa komitmen yang dibangun
dalam diri seorang pegawai pemerintah kota dalam
penyusunan ARGsangat menunjang keberhasilan
penyusunan ARG tersebut. Namun jika terjadi
ketidakpastian
lingkungan
yang
tinggi
seperti
mutasi pegawai dan perubahan kebijakan yang
terlalu sering maka hal ini akan sangat mengganggu
komitmen
pegawai
dalam
mencapai
kinerja
penyusunan ARG yang baik.
Penelitian ini menunjukkan bahwa komitmen
organisasi memiliki pengaruh yang lebih besar
dibandingkan
interaksi
antara
ketidakpastian
lingkungan dengan komitmen organisasi dalam
mempengaruhi
kinerja
penyusunan
ARG
(lihat
Tabel 4.8). Oleh sebab itu, tidak hanya dibutuhkan
kepastian lingkungan yang tinggi (seperti tidak
sering adanya mutasi dan perubahan peraturan),
namun lebih dari itu dibutuhkan komitmen yang
51
kuat (sense of belong) untuk mendukung penyusunan
dan
pelaksanaan
ARG.
Penelitian-penelitian
sebelumnya (Rubin and Bartle, 2005; Hewitt and
Mukhopadyay (2002) menyatakan bahwa komitmen
organisasi ditemukan sebagai faktor penting yang
mendorong seseorang untuk menyusun ARG.
Hasil
wawancara
menyatakan
bahwa
mutasi
pegawai yang sering dilakukan di lingkungan pemkot
turut mengganggu komitmen pegawai dalam menyusun
ARG. Misalnya, seorang pegawai yang telah matang
pemahamannya terkait ARG pada salah satu unit
tertentu namun harus dimutasikan ke unit yang lain
dengan tugas, pokok, fungsi (TUPOKSI) yang berbeda
dari sebelumnya. Hal ini tentu dapat menurunkan
komitmen pegawai tersebut untuk memahami tentang
ARG
lagi.
mengakibatkan
memahami
Sebaliknya,
pegawai
tentang
bertanggungjawab
mutasi
yang
terjadi
yang
sebelumnya
tidak
gender
namun
harus
menyusun
anggaran
responsif
gender maka hal ini pun dapat menghasilkan kinerja
yang rendah akibat dikerjakan dengan komitmen yang
rendah pula. Berikut adalah jawaban salah satu
responden yang pernah dimutasikan:
“Awalnya saya ditugaskan pada unit yang bersinggungan
langsung dengan ARG sehingga saya sangat antusias dalam
penyelenggaraan ARG ini. Namun kemudian saya harus
dimutasikan ke unit yang sama sekali tidak bersinggungan
langsung dengan ARG. Hal ini terkadang mengganggu niat saya
untuk memahami ARG secara berkelanjutan. Namun saya tetap
52
antusias dengan penyelenggaraan ARG ini, karena penting bagi
kesetaraan gender dalam masyarakat”.
“ARG itu bahan baru bagi kami, jadi rasa memilikinya (sense
of belong) masih kurang. Ini baru tahun ketiga penyelenggaraan
ARG. Sejak tahun 2012. Sehingga ke depannya diharapkan
komitmen dinas-dinas semakin meningkat”.
Adapun
alur
proses
penyelenggaran
penyusunan ARG didahului dengan penyusunan
GAP, GBS dan KAK. Penyusunan GAP, GBS dan
KAK sebagai instrumen ARG diawali dari klinik
PPRG
yang
dilaksanakan
1
(satu)
tahun
sebelumnya. Klinik ini diadakan oleh Bappeda dan
Bapermasper
sebagai
Ketua
dan
Sekretaris
Kelompok Kerja Pengarusutamaan Gender (PUG).
Dengan kata lain, ARG untuk tahun 2014 diadakan
melalui Klinik PPRG tahun 2013. Hasil klinik ini
adalah 2 (dua) rencana kegiatan SKPD untuk tahun
2014.
Berkebalikan dengan hasil temuan sebelumnya
(DiMaggio
dan
Powell,
1983;
Frumkin
dan
Galaskiewicz, 2004; Asworth et al, 2009) bahwa
tekanan
eksternal
mempengaruhi
komitmen
mencapai kinerja
membuktikan
yang
dirasakan
dapat
organisasi
dalam
ARG, ternyata penelitian ini
secara
empiris
bahwa
tekanan
eksternal tidak mengganggu komitmen organisasi
dalam mencapai kinerja ARG.
53
Hal ini dapat berarti bahwa tekanan eksternal
berupa kritikan dari akademisi, LSM, dan perubahan
peraturan dari pemerintah pusat tidak mengganggu
komitmen organisasi dalam menyusun ARG untuk
mencapai kinerja ARG yang maksimal.Tidak adanya
pengaruh signifikan dari tekanan eksternal terhadap
hubungan antara komitmen organisasi dan kinerja
penyusunan ARG diduga terjadi karena pemerintah
kota merupakan ranah publik yang harus berkiprah
untuk melayani masyarakat sehingga tekanan-tekanan
dari masyarakat maupun pemerintah pusat telah
menjadi hal biasa dan tidak dianggap sebagai tekanan
lagi sebaliknya sebagai sebuah amanat yang harus
diselesaikan. Selain itu, kritik dan instruksi dari
pemerintah pusat (seperti peraturan terkait ARG:
Inpres Nomor 9 tahun 2008, Permendagri Nomor 67
Tahun 2011) dianggap sebagai tugas pokok dan fungsi
(tupoksi)
bagi
pegawai
pemkot
sehingga
semua
dijalankan sebagai sebuah tanggung jawab dan bukan
tekanan (beban).
Hal
ini
sesuai
dengan
hasil
wawancara
yang
dilakukan dengan beberapa penyelenggara ARG di
pemerintah kota Salatiga bahwa:
“Peraturan-peraturan dan kritik terkait penyelenggaraan ARG di
pemkot Salatiga tidak menjadi tekanan bagi kami namun menjadi
sebuah amanat yang harus dilaksanakan, sehingga kami tidak
merasa tertekan dengan penyelenggaran ARG ini namun sebaliknya
kami mengganggapnya sebagai sesuatu yang baik bagi
kesejahteraan masyarakat di kota ini”.
54
“Tekanan dari pihak eksternal tidak mempengaruhi
komitmen kami untuk menyusun ARG karena kami merasa
bahwa kami harus menjalankannya. Sudah ada regulasi yang
mengatur kami sehingga suka dan tidak suka kami tetap harus
melaksanakannya”.
“Penyelenggaran ARG bukan merupakan tekanan tetapi
tugas pokok yang harus dilaksanan”.
Hasil dari penelitian ini kemudian menemukan
bahwa kinerja penyusunan ARG di pemerintah kota
Salatiga lebih cenderung mengarah ke fenomena
isomorfisme normatif (normative isomorphism) yakni
secara
profesional
pegawai
memahami
tentang
norma dan regulasi yang ada sehingga walaupun
regulasi tersebut bersifat menekan namun pegawai
tetap mematuhinya sebagai bentuk pengabdiannya
kepada organisasi. Hal ini disebut sebagai komitmen
pegawai
dalam
unit/SKPD.
Kecenderungan
ini
dilihat dari besarnya total effect KO sebesar 1,3676
(lihat Tabel 4.8).
Kecenderungan
kedua
adalah
isomorfisme
mimetik (mimetic isomorphism). Kinerja penyusunan
ARG di pemerintah kota Salatiga juga mengarah ke
isomorfisme mimetik (mimetic isomorphism) yakni
pegawai lebih cenderung meniru praktik terbaik dari
organisasi lain akibat lingkungan yang tidak pasti.
Ketidakpastian lingkungan ini dapat ditunjukkan
dengan adanya mutasi pegawai yang terlalu sering
dilakukan dalam unit/SKPD. Hal ini berdampak
pada pemahaman yang belum mapan dari para
55
pegawai sehingga mereka lebih memilih untuk meniru
apa yang dilakukan oleh unit lain yang telah lebih
dahulu memahami ARG, dibandingkan dengan harus
memahami esensi dari penyusunan ARG. Kondisi
seperti ini kemudian mengganggu komitmen pegawai
dalam menyusun ARG.
Namun
dalam
penelitian
ini,
pada
dasarnya
komitmen organisasi (normative isomorphism) memiliki
pengaruh yang lebih kuat terhadap kinerja penyusunan
ARG dibandingkan ketidakpastian lingkungan(mimetic
isomorphism). Hal ini sesuai dengan hasil wawancara
dengan salah satu responden yang telah terlibat
langsung dalam penyusunan ARG ini.
“Secara keseluruhan penyusunan ARG ini lebih bergantung
pada komitmen organisasi. Jika komitmen organisasi terhadap
penyusunan ARG ini tinggi maka adanya mutasi ataupun
tekanan eskternal itu tidak mengganggu komitmen kita untuk
menysusun ARG. Namun faktanya menunjukkan masih banyak
pegawai yang bingung, salah persepsi, kurang memahami dan
tidak tertarik dengan ARG ini. Mungkin karena ARG masih
menjadi bahan baru bagi kami sehingga komitmen dan rasa
memiliki (sense of belong) masih kurang”.
56