TGS AMNORE RESKI RAHMAWATI 16284
TUGAS INDIVIDU MANAJEMEN AMENOREA
Tugas Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok
Mata Kuliah Promosi Kesehatan Wanita dalam Keperawatan Maternitas Dosen : Elsi Dwi Hapsari, S.Kp., MS., DS.
Oleh :
RESKI RAHMAWATI (16/403466/PKU/16284)
PROGAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA 2016
(2)
KATA PENGANTAR
Puji syukur selalu dipanjatkan kehadirat Allah SWT, yang selalu memberikan kesehatan kenikmatan, kekuatan, dan segalanya sehingga berkat rahmatNya penulis dapat menyelesaikan tugas Individu mata kuliah Kuliah Promosi Kesehatan Wanita dalam Keperawatn Maternitas selesai tepat pada waktunya.
Pada kesempatan ini penulis akan membahas tentang manajemen Amenorea. Makalah ini masih cukup sedarhana baik dalam penyusuanan maupun dalam segi pembahasan oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat asertif baik dari pembimbing maupun pembaca sehingga pada masa yang akan datang penulisan makalah ini akan lebih sempurna.
Penyusunan makalah ini tentu saja tidak lepas dari referensi yang telah disediakan oleh kampus tercinta Universitas Gajah Mada sehingga dapat memberikan inspirasi serta informasi dalam pembuatan makalah ini. Oleh sebab itu penulis mengucapkan banyak terima kasih.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat menambah pengetahuan berdasarkan informasi kita tentang tentang Manajemen Amenorea. Akhir kata, penulis mengucapka terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan Makalah ini dari awal sampai akhir.
(3)
MANAJEMEN AMENOREA A. DEFINISI
Amenore adalah tidak terjadinya menstruasi pada wanita diusia reproduktif untuk sedikitnya 3 bulan berturut-turut. Amenorea diklasifikasikan menjadi dua yaitu amenorea primer dan amenorea sekunder. Amenorea primer adalah tidak terjadinya menstruasi pada wanita berumur 16 tahun ke atas sedangkan pada amenorea sekunder adalah wanita yang pernah mendapatkan menstruasi, tetapi kemudian tidak mendapatkan lagi. (Master-hunter & Heiman 2006).
Umumnya amenorea primer mempunyai sebab-sebab yang lebih berat dan lebih sulit diketahui, seperti kelainan kongenital dan kelainan genetik. Adanya amenorea sekunder lebih menunjukkan kepada sebab-sebab yang timbul kemudian dalam kehidupan wanita, seperti stress, gangguan gizi, gangguan metabolisme, tumor, dan penyakit infeksi (Prawirohardjo, 2005).
B. EPIDEMIOLOGI
World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa kejadian amenorea pada remaja adalah 10-15%, sedangkan di negara maju seperti: Belanda, persentase amenorhoe cukup besar yaitu 13%. Angka kejadian amenorea di di Indonesia cukup tinggi. Menurut survei yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan pada beberapa sekolah di Indonesia pada tahun 2008. Hasilnya 17.665 remaja putri 6.855 yang mengalami masalah dengan menstruasinya (40%) Dan menurut penelitian yang dilakukan oleh Tri Indah Winarni pada tahun 2009, insidensi amenore primer di Semarang sebesar 11,83%
C. ETIOLOGI
Amenore primer sering dijumpai tetapi tidak eksklusif, amenore primer disebabkan adanya hasil penyimpangan kromosom yang menyebabkan insufisiensi primer ovarium (misalnya, sindrom Turner) atau kelainan anatomi (misalnya, Müllerian agenesis). Dan Sebagian besar kasus patologis amenore sekunder dikaitkan dengan sindrom ovarium polikistik (PCOS), amenore
(4)
hipotalamus, hiperprolaktinemia, atau insufficiency pada ovarium. (Klein & Poth 2013)
Di bawah ini merupakan klasifikasi mencakup sebab-sebab pada amenorea primer dan amenorea sekunder.
1) Gangguan organik pusat
Sebab organik : tumor, radang, destruksi. 2) Gangguan kejiwaan
a. Syok emosional; b. Psikosis;
c. Anoreksia nervosa; d. Pseudosiesis.
3) Gangguan poros hipotalamus-hipofisis a. Sindrom amenorea-galaktorea; b. Sindrom Stein-Leventhal; c. Amenorea hipotalamik. 4) Gangguan hipofisis
a. Sindrom Sheehan dan penyakit Simmonds b. Tumor ;
1) Adenoma basofil (penyakit Cushing); 2) Adenoma asidofil (akromegali, gigantisme); 3) Adenoma kromofob (sindrom Forbes-Albright) 5) Gangguan gonad
a. Kelainan kongenital
1) Disgenesis ovarii (sindrom Turner); 2) Sindrom testicular feminization; b. Menopause prematur;
c. The insensitive ovary;
d. Penghentian fungsi ovarium karena operasi, radiasi, radang, dan sebagainya;
e. Tumor sel-granulosa, sel-teka, sel-hilus, adrenal, arenoblastoma. 6) Gangguan glandula suprarenalis
(5)
a. Sindrom adrenogenital; b. Sindrom Cushing; c. Penyakit Addison.
7) Gangguan glandula tiroidea
Hipotiroidea, hipertiroidea, kretinisme. 8) Gangguan pankreas
Diabetes mellitus
9) Gangguan uterus, vagina a. Aplasia dan hipoplasia uteri; b. Sindrom Asherman;
c. Endometritis tuberkulosa; d. Histerektomi;
e. Aplasia vaginae. 10) Penyakit-penyakit umum
a. Penyakit umum; b. Gangguan gizi;
c. Obesitas. (Prawirohardjo, 2005). D. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala yang muncul diantaranya : a. Tidak terjadi haid
b. Produksi hormone estrogen dan progesterone menurun. c. Nyeri kepala
d. Badan lemah
Tanda dan gejala tergantung dari penyebabnya :
a. Jika penyebabnya adalah kegagalan mengalami pubertas, maka tidak akan ditemukan tanda – tanda pubertas seperti pembesaran payudara, pertumbuhan rambut kemaluan dan rambut ketiak serta perubahan bentuk tubuh.
b. Jika penyebanya adalah kehamilan, akan ditemukan morning sickness dan pembesaran perut.
(6)
c. Jika penyebabnya adalah kadar hormon tiroid yang tinggi maka gejalanya adalah denyut jantung yang cepat, kecemasan, kulit yang hangat dan lembab.
d. Sindroma Cushing menyebabkan wajah bulat ( moon face ), perut buncit, dan lengan serta tungkai yang lurus
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan pada amenore : a. Sakit kepala
b. Galaktore ( pembentukan air susu pada wanita yang tidak hamil dan tidak sedang menyusui )
c. Gangguan penglihatan ( pada tumor hipofisa )
d. Penurunan atau penambahan berat badan yang berarti e. Vagina yang kering
f. Hirsutisme ( pertumbuhan rambut yang berlebihan, yang mengikuti pola pria ), perubahan suara dan perubahan ukuran payudara
E. PATOFISOLOGI
Tidak adanya uterus, baik itu sebagai kelainan atau sebagai bagian dari sindrom hemaprodit seperti testicular feminization, adalah penyebab utama dari amenore primer. Testicular feminization disebabkan oleh kelainan genetik. Pasien dengan aminore primer yang diakibatkan oleh testicular feminization menganggap dan menyampaikan dirinya sebagai wanita yang normal, memiliki tubuh feminin. Vagina kadang – kadang tidak ada atau mengalami kecacatan, tapi biasanya terdapat vagina. Vagina tersebut berakhir sebagai kantong kosong dan tidak terdapat uterus. Gonad, yang secara morfologi adalah testis berada di kanal inguinalis. Keadaan seperti ini menyebabkan pasien mengalami amenore yang permanen.
Amenore primer juga dapat diakibatkan oleh kelainan pada aksis hipotalamus- hipofisis-ovarium. Hypogonadotropic amenorrhoea menunjukkan keadaan dimana terdapat sedikit sekali kadar FSH dan SH dalam serum. Akibatnya, ketidakadekuatan hormon ini menyebabkan kegagalan stimulus terhadap ovarium untuk melepaskan estrogen dan progesteron. Kegagalan
(7)
pembentukan estrogen dan progesteron akan menyebabkan tidak menebalnya endometrium karena tidak ada yang merasang. Terjadilah amenore. Hal ini adalah tipe keterlambatan pubertas karena disfungsi hipotalamus atau hipofosis anterior, seperti adenoma pitiutari. Hypergonadotropic amenorrhoea merupakan salah satu penyebab amenore primer. Hypergonadotropic amenorrhoea adalah kondisi dimnana terdapat kadar FSH dan LH yang cukup untuk menstimulasi ovarium tetapi ovarium tidak mampu menghasilkan estrogen dan progesteron. Hal ini menandakan bahwa ovarium atau gonad tidak berespon terhadap rangsangan FSH dan LH dari hipofisis anterior. Disgenesis gonad atau prematur menopause adalah penyebab yang mungkin. Pada tes kromosom seorang individu yang masih muda dapat menunjukkan adanya hypergonadotropic amenorrhoea. Disgenesis gonad menyebabkan seorang wanita tidak pernah mengalami menstrausi dan tidak memiliki tanda seks sekunder. Hal ini dikarenakan gonad ( oavarium ) tidak berkembang dan hanya berbentuk kumpulan jaringan pengikat
Amenore sekunder disebabkan oleh faktor lain di luar fungsi hipotalamus-hipofosis-ovarium. Hal ini berarti bahwa aksis hipotalamus-hipofosis-ovarium dapat bekerja secara fungsional. Amenore yang terjadi mungkin saja disebabkan oleh adanya obstruksi terhadap aliran darah yang akan keluar uterus, atau bisa juga karena adanya abnormalitas regulasi ovarium sperti kelebihan androgen yang menyebabkan polycystic ovary syndrome. (Prawirohardjo, 2005).
F. DIAGNOSIS
Berdasarkan etiologi yang mendasari terjadinya amenorea yang begitu luas, maka dibutuhkan anamnesa yang cermat dan pemeriksaan yang beraneka ragam seperti Pemeriksaan fisik, pemeriksaan panggul maupun tes kehamilan untuk menjauhkan dari diagnosa kehamilan. Tes darah yang dapat dilakukan untuk mengecek kadar hormon, antara lain: Follicle stimulating hormone (FSH), Luteinizing hormone (LH), Estrogen, Prolactin hormone (hormon
(8)
prolaktin), Serum hormone (seperti kadar hormon testoteron) dan Thyroid stimulating hormone (TSH).
Anamnesis
Anamnesis yang perlu dilakukan dan akurat adalah berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan sejak kanak-kanak yakni tinggi badan, berat badan dan usia saat pertama kali mengalami pubertas seperti pertumbuhan payudara dan pertumbuhan rambut kemaluan. Perlu juga menggali informasi tentang banyaknya perdarahan, lama menstruasi, dan periode menstruasi terakhir. Riwayat penyakit kronis yang pernah diderita, trauma, operasi, dan pengobatan juga penting untuk ditanyakan. Kebiasaan-kebiasaan dalam kehidupan seksual, penggunaan narkoba, olahraga, diet, situasi di rumah dan sekolah, dan kelainan psikisnya juga penting Gejala-gejala klinis yang lain seperti gejala vasomotor, panas badan, galactorrhea, nyeri kepala, lemah badan, pendengaran berkurang, perubahan pada penglihatan juga harus ditanyakan Pemeriksaan Penunjang
Dengan anamnesis, pemeriksaan umum, dan pemeriksaan ginekologik, banyak kasus amenorea dapat diketahui penyebabnya. Jika pada pemeriksaan klinik tidak memberi jawaban yang jelas mengenai sebab amenorea, maka dapat dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan sebagai berikut :
a. Pemeriksaan foto Roentgen dari thoraks terhadap tuberkulosis pulmonum, dan dari sella tursika untuk mengetahui apakah ada perubahan pada sella tersebut.
b. Pemeriksaan sitologi vagina untuk mengetahui adanya estrogen yang dapat dibuktikan berkat pengaruhnya.
c. Pemeriksaan mata untuk mengetahui keadaan retina, dan luasnya lapang pandang jika ada kemungkinan tumor hipofisis.
d. Kerokan uterus untuk mengetahui keadaan endometrium, dan untuk mengetahui adanya endometritis tuberkulosa.
Pemeriksaan metabolisme basal, atau jika ada fasilitasnya, pemeriksaan T3 dan T4 untuk mengetahui fungsi glandula tiroidea.
(9)
a. Laparoskopi : dengan laparoskopi dapat diketahui adanya hipoplasia uteri yang berat, aplasia uteri, disgenesis ovarium, tumor ovarium, ovarium polikistik (Sindrom Stein- Leventhal) dan sebagainya.
b. Pemeriksaan kromatin seks untuk mengetahui apakah penderita secara genetik seorang wanita. Akan tetapi, kromatin seks positif belum berarti bahwa penderita yang bersangkutan seorang wanita yang genetik normal oleh karena kromatin seks positif dijumpai pula pda gambaran kromosom 44 XXY, 44 XXX, atau gambaran mosaik seperti XX/XO, XXXY atau XXYY.
c. Pembuatan kariogram dengan pembiakan sel-sel guna mempelajari hal-hal mengenai kromosom, antara lain apabila fenotip tidak sesuai dengan genotip.
d. Pemeriksaan kadar hormon
Di atas sudah disebut pemeriksaan T3 dan T4 untuk mengetahui fungsi glandula tiroidea. Selain itu, pemeriksaan-pemeriksaan kadar FSH, LH, estrogen, prolaktin, dan 17-ketosteroid mempunyai arti yang penting. Pada defisiensi fungsi hipofisis misalnya kadar FSH rendah, sedang pada defisiensi ovarium umumnya kadar FSH tinggi dan kadar estrogen rendah. Pada hiperfungsi glandula suprarenalis kadar 17-ketosteroid meningkat (Prawirohardjo, 2005).
G. TERAPI
Setiap penderita harus diobati sesuai dengan penyebab amenoreanya. Di bawah ini hanya ditemukan beberapa penanganan amenorea tanpa sebab yang khas. Amenorea sendiri tidak selalu memerlukan terapi seperti pada wanita dengan umur 40 tahun dengan amenore tanpa sebab yang mengkhawatirkan maka kasus ini tidak memerlukan pengobatan, yang memerlukan pengobatan adalah pada wanita dengan keluhan infertilitas dan menganggu kemudian pada wanita yangtidak mengalami haid.
Secara umum pengoobatan dilakukan dengan memperbaiki keadaan kesehatan, termasuk perbaikan gizi, kehidupan dalam lingkungan yang sehat
(10)
dan tenang, dan sebagainya. Pengurangan berat badan pada wanita dengan obesitas tidak jarang mempunyai pengaruh baik terhadap amenorea dan oligomenorea. Pemberian tiroid berguna jika ada hipotiroidi. Demikian pula pemberian kortikosteroid hanya bermanfaat pada amenorea berdasarkan gangguan fungsi glandula suprarenalis (penyakit Addison laten). Pemberian estrogen bersama denga progesteron dapat menimbulkan perdarahan secara siklis. Akan tetapi, perdarahan ini bersifat withdrawal bleeding, bukan haid yang didahuluioleh ovulasi. Namun hal ini memiliki arti bagi hipoplasia uteri, dan kadang-kadang dapat menimbulkan mekanisme siklus haid lagi pada gangguan yang ringan. Terapi yang penting bila pemeriksaan ginekologi tidak ada kelainan yang mencolok yang dapat menyebabkan ovulasi. Dalam hal ini ada 2 cara, yang satu ialah pemberian hormon gonadotropin yang berasal dari hipofisis, dan yang lain pemberian klomifen.
H. PERAN PERAWAT
Secara teori peran perawat adalah dimulai dengan memberikan asuhan keperawatan dimulai dari pengkajian, pengumpulan data dan perumusan diagnosa, analisa data hingga melakukan intervensi dan implementasi serta evaluasi yang merupakan bagian dari proses keperawatan. Data yang dapat menunjang peran perawat adalah berupa dikumpulkan berupa data dasar yaitu semua informasi tentang pasien mencakup : riwayat kesehatan, riwayat keluhan utama, riwayat kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, riwayat psikososial dan riwayat spiritual.
Dalam pengkajian perawat harus mengkaji riwayat menstruasi, kontrasepsi dan seksual, perawat juga perlu menggali persepsi wanita tentang kondisinya, budaya, pengalaman, gaya hidup serta pola koping dan pengalaman tentang tenaga kesehatan lainnya. Perawat juga perlu mengetahui tentang obat obatan yang pernah dikonsumsi, bagaimana pola istirahat, diet hingga catatan akan psikologis dan spritual. Hal ini menunjang untuk penerapan diagnostik berikutnya.
(11)
Dengan adanya pengkajian yang menyeluruh maka diagnosa keperawatan dapat dirumuskan sesuai dengan gejala maupun keluhan yang dialami pasien sehingga dapat menerapkan rencana perawatan yang sesuai dengan hasil yang diharapkan seperti :
a. Terapkan hubungan saling percaya perawat dan pasien sehingga Pasien akan mengungkapkan kepada perawat akan pemahamannya tentang anatomi dan alat alat reproduksi, gangguan yang dialaminnya , program pengobatan b. Perawat harus memberikan dorongan pada pasien untuk mengungkapkan
pikiran dan perasaan akan kondisinya sehingga Pasien akan memahami dan menerima kondisinnya dengan memperlihatkan respon fisik dan emosional terkait amenore
c. Perawat sebagai fasilitator antara pasien dan keluarga sehingga pasien merasa tidak ada perbedaan dengan keluarga yang lain begitupun sebaliknya perawat membrikan informasi kepada keluarga terkait kondisi pasien baik fisik maupun emosional sehingga Pasien akan berupaya beradaptasi terhadap kondisi yang dialaminya jika gangguan tersebut tidak dapat disembuhkan
d. Pasien dapat memilih tindakan sesuai yang ia harapkan
(12)
Bobak. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Edisi 4. Jakarta : EGC.
Klein, D.A. & Poth, M.A., 2013. Amenorrhea: An Approach to Diagnosis and Management.
Master-hunter, T. & Heiman, D.L., 2006. Amenorrhea: Evaluation and Treatment. , 73(8).
Puspitasari Dwi. 2009. Analisis Kromosom dan Profil Hormon Pasien Amenorrhea Primer di Semarang. Fakultas kedokteran Universitas diponegoro: Semarang
Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan . Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
(1)
pembentukan estrogen dan progesteron akan menyebabkan tidak menebalnya endometrium karena tidak ada yang merasang. Terjadilah amenore. Hal ini adalah tipe keterlambatan pubertas karena disfungsi hipotalamus atau hipofosis anterior, seperti adenoma pitiutari. Hypergonadotropic amenorrhoea merupakan salah satu penyebab amenore primer. Hypergonadotropic amenorrhoea adalah kondisi dimnana terdapat kadar FSH dan LH yang cukup untuk menstimulasi ovarium tetapi ovarium tidak mampu menghasilkan estrogen dan progesteron. Hal ini menandakan bahwa ovarium atau gonad tidak berespon terhadap rangsangan FSH dan LH dari hipofisis anterior. Disgenesis gonad atau prematur menopause adalah penyebab yang mungkin. Pada tes kromosom seorang individu yang masih muda dapat menunjukkan adanya hypergonadotropic amenorrhoea. Disgenesis gonad menyebabkan seorang wanita tidak pernah mengalami menstrausi dan tidak memiliki tanda seks sekunder. Hal ini dikarenakan gonad ( oavarium ) tidak berkembang dan hanya berbentuk kumpulan jaringan pengikat
Amenore sekunder disebabkan oleh faktor lain di luar fungsi hipotalamus-hipofosis-ovarium. Hal ini berarti bahwa aksis hipotalamus-hipofosis-ovarium dapat bekerja secara fungsional. Amenore yang terjadi mungkin saja disebabkan oleh adanya obstruksi terhadap aliran darah yang akan keluar uterus, atau bisa juga karena adanya abnormalitas regulasi ovarium sperti kelebihan androgen yang menyebabkan polycystic ovary syndrome. (Prawirohardjo, 2005).
F. DIAGNOSIS
Berdasarkan etiologi yang mendasari terjadinya amenorea yang begitu luas, maka dibutuhkan anamnesa yang cermat dan pemeriksaan yang beraneka ragam seperti Pemeriksaan fisik, pemeriksaan panggul maupun tes kehamilan untuk menjauhkan dari diagnosa kehamilan. Tes darah yang dapat dilakukan untuk mengecek kadar hormon, antara lain: Follicle stimulating hormone (FSH), Luteinizing hormone (LH), Estrogen, Prolactin hormone (hormon
(2)
prolaktin), Serum hormone (seperti kadar hormon testoteron) dan Thyroid stimulating hormone (TSH).
Anamnesis
Anamnesis yang perlu dilakukan dan akurat adalah berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan sejak kanak-kanak yakni tinggi badan, berat badan dan usia saat pertama kali mengalami pubertas seperti pertumbuhan payudara dan pertumbuhan rambut kemaluan. Perlu juga menggali informasi tentang banyaknya perdarahan, lama menstruasi, dan periode menstruasi terakhir. Riwayat penyakit kronis yang pernah diderita, trauma, operasi, dan pengobatan juga penting untuk ditanyakan. Kebiasaan-kebiasaan dalam kehidupan seksual, penggunaan narkoba, olahraga, diet, situasi di rumah dan sekolah, dan kelainan psikisnya juga penting Gejala-gejala klinis yang lain seperti gejala vasomotor, panas badan, galactorrhea, nyeri kepala, lemah badan, pendengaran berkurang, perubahan pada penglihatan juga harus ditanyakan Pemeriksaan Penunjang
Dengan anamnesis, pemeriksaan umum, dan pemeriksaan ginekologik, banyak kasus amenorea dapat diketahui penyebabnya. Jika pada pemeriksaan klinik tidak memberi jawaban yang jelas mengenai sebab amenorea, maka dapat dilakukan pemeriksaan-pemeriksaansebagai berikut :
a. Pemeriksaan foto Roentgen dari thoraks terhadap tuberkulosis pulmonum, dan dari sella tursika untuk mengetahui apakah ada perubahan pada sella tersebut.
b. Pemeriksaan sitologi vagina untuk mengetahui adanya estrogen yang dapat dibuktikan berkat pengaruhnya.
c. Pemeriksaan mata untuk mengetahui keadaan retina, dan luasnya lapang pandang jika ada kemungkinan tumor hipofisis.
d. Kerokan uterus untuk mengetahui keadaan endometrium, dan untuk mengetahui adanya endometritis tuberkulosa.
Pemeriksaan metabolisme basal, atau jika ada fasilitasnya, pemeriksaan T3 dan T4untuk mengetahui fungsi glandula tiroidea.
(3)
a. Laparoskopi : dengan laparoskopi dapat diketahui adanya hipoplasia uteri yang berat, aplasia uteri, disgenesis ovarium, tumor ovarium, ovarium polikistik (Sindrom Stein- Leventhal) dan sebagainya.
b. Pemeriksaan kromatin seks untuk mengetahui apakah penderita secara genetik seorang wanita. Akan tetapi, kromatin seks positif belum berarti bahwa penderita yang bersangkutan seorang wanita yang genetik normal oleh karena kromatin seks positif dijumpai pula pda gambaran kromosom 44 XXY, 44 XXX, atau gambaran mosaik seperti XX/XO, XXXY atau XXYY.
c. Pembuatan kariogram dengan pembiakan sel-sel guna mempelajari hal-hal mengenai kromosom, antara lain apabila fenotip tidak sesuai dengan genotip.
d. Pemeriksaan kadar hormon
Di atas sudah disebut pemeriksaan T3 dan T4 untuk mengetahui fungsi glandula tiroidea. Selain itu, pemeriksaan-pemeriksaan kadar FSH, LH, estrogen, prolaktin, dan 17-ketosteroid mempunyai arti yang penting. Pada defisiensi fungsi hipofisis misalnya kadar FSH rendah, sedang pada defisiensi ovarium umumnya kadar FSH tinggi dan kadar estrogen rendah. Pada hiperfungsi glandula suprarenalis kadar 17-ketosteroid meningkat (Prawirohardjo, 2005).
G. TERAPI
Setiap penderita harus diobati sesuai dengan penyebab amenoreanya. Di bawah ini hanya ditemukan beberapa penanganan amenorea tanpa sebab yang khas. Amenorea sendiri tidak selalu memerlukan terapi seperti pada wanita dengan umur 40 tahun dengan amenore tanpa sebab yang mengkhawatirkan maka kasus ini tidak memerlukan pengobatan, yang memerlukan pengobatan adalah pada wanita dengan keluhan infertilitas dan menganggu kemudian pada wanita yangtidak mengalami haid.
Secara umum pengoobatan dilakukan dengan memperbaiki keadaan kesehatan, termasuk perbaikan gizi, kehidupan dalam lingkungan yang sehat
(4)
dan tenang, dan sebagainya. Pengurangan berat badan pada wanita dengan obesitas tidak jarang mempunyai pengaruh baik terhadap amenorea dan oligomenorea. Pemberian tiroid berguna jika ada hipotiroidi. Demikian pula pemberian kortikosteroid hanya bermanfaat pada amenorea berdasarkan gangguan fungsi glandula suprarenalis (penyakit Addison laten). Pemberian estrogen bersama denga progesteron dapat menimbulkan perdarahan secara siklis. Akan tetapi, perdarahan ini bersifat withdrawal bleeding, bukan haid yang didahuluioleh ovulasi. Namun hal ini memiliki arti bagi hipoplasia uteri, dan kadang-kadang dapat menimbulkan mekanisme siklus haid lagi pada gangguan yang ringan. Terapi yang penting bila pemeriksaan ginekologi tidak ada kelainan yang mencolok yang dapat menyebabkan ovulasi. Dalam hal ini ada 2 cara, yang satu ialah pemberian hormon gonadotropin yang berasal dari hipofisis, dan yang lain pemberian klomifen.
H. PERAN PERAWAT
Secara teori peran perawat adalah dimulai dengan memberikan asuhan keperawatan dimulai dari pengkajian, pengumpulan data dan perumusan diagnosa, analisa data hingga melakukan intervensi dan implementasi serta evaluasi yang merupakan bagian dari proses keperawatan. Data yang dapat menunjang peran perawat adalah berupa dikumpulkan berupa data dasar yaitu semua informasi tentang pasien mencakup : riwayat kesehatan, riwayat keluhan utama, riwayat kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, riwayat psikososial dan riwayat spiritual.
Dalam pengkajian perawat harus mengkaji riwayat menstruasi, kontrasepsi dan seksual, perawat juga perlu menggali persepsi wanita tentang kondisinya, budaya, pengalaman, gaya hidup serta pola koping dan pengalaman tentang tenaga kesehatan lainnya. Perawat juga perlu mengetahui tentang obat obatan yang pernah dikonsumsi, bagaimana pola istirahat, diet hingga catatan akan psikologis dan spritual. Hal ini menunjang untuk penerapan diagnostik berikutnya.
(5)
Dengan adanya pengkajian yang menyeluruh maka diagnosa keperawatan dapat dirumuskan sesuai dengan gejala maupun keluhan yang dialami pasien sehingga dapat menerapkan rencana perawatan yang sesuai dengan hasil yang diharapkan seperti :
a. Terapkan hubungan saling percaya perawat dan pasien sehingga Pasien akan mengungkapkan kepada perawat akan pemahamannya tentang anatomi dan alat alat reproduksi, gangguan yang dialaminnya , program pengobatan b. Perawat harus memberikan dorongan pada pasien untuk mengungkapkan
pikiran dan perasaan akan kondisinya sehingga Pasien akan memahami dan menerima kondisinnya dengan memperlihatkan respon fisik dan emosional terkait amenore
c. Perawat sebagai fasilitator antara pasien dan keluarga sehingga pasien merasa tidak ada perbedaan dengan keluarga yang lain begitupun sebaliknya perawat membrikan informasi kepada keluarga terkait kondisi pasien baik fisik maupun emosional sehingga Pasien akan berupaya beradaptasi terhadap kondisi yang dialaminya jika gangguan tersebut tidak dapat disembuhkan
d. Pasien dapat memilih tindakan sesuai yang ia harapkan
(6)
Bobak. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Edisi 4. Jakarta : EGC.
Klein, D.A. & Poth, M.A., 2013. Amenorrhea: An Approach to Diagnosis and Management.
Master-hunter, T. & Heiman, D.L., 2006. Amenorrhea: Evaluation and Treatment. , 73(8).
Puspitasari Dwi. 2009. Analisis Kromosom dan Profil Hormon Pasien Amenorrhea Primer di Semarang. Fakultas kedokteran Universitas diponegoro: Semarang
Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan . Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo