Dinamika Politik dan Perang Saudara di L

DINAMIKA POLITIK DAN PERANG SAUDARA DI LEBANON
1975-1990
Oleh : Sufyan Syafi’i

a. Pendahuluan
Lebanon adalah sebuah negara kecil, unik dalam kerangka ekonomi dan kompleks dalam komposisi
politik dan budaya. Ia memiliki ekonomi komersial yang cukup baik, tetapi ekonomi di Negara ini
‘dipaksa’ untuk merangkul tidak hanya usaha bebas tapi juga ukuran besar feodalisme politik dan
sektarianisme. Negara kecil ini memiliki luas -4, 000 mil persegi, cukup miskin dalam hal Sumber Daya
Alam, namun memiliki sistem perbankan internasional kelas dunia yang tetap stabil dan tangguh ketika
konflik derajat yang parah. Geografi juga telah bermurah hati kepada Lebanon, menyediakan dengan
pemandangan dan keindahan alam yang memberikan potensi untuk menjadi salah satu wisata terbesar
objek wisata di Timur Tengah.1
Namun sangat disayangkan, pemandangan yang indah nan potensial dari panorama alam tersebut,
seakan harus terhalang oleh Peperangan dan konflik yang kerap kali terjadi di Negara ini. Terlebih konflik
perang saudara yang terjadi antara 1975-1990. Yang kemudian menarik untuk dibahas lebih mendalam
adalah kompleksitas konflik tersebut, mulai dari permasalahan yang terjadi didalamnya sampai pihakpihak yang terlibat, baik langsung maupun tidak langsung. Karena jika memang murni merupakan perang
saudara mengapa membutuhkan waktu yang begitu lama untuk mengakhirinya.
Dalam Jurnal yang lain oleh Federal Research Division, Sebelum Perang Saudara 1975, Lebanon
menikmati ekonomi berkembang dalama sektor Pariwisata, perdagangan, dan sektor jasa lainnya semua
booming. Bank Beirut diadakan saldo besar modal asing, sebagian besar dalam bentuk pengiriman uang

dari ekspatriat dan simpanan dari Eropa Barat dan negara-negara Teluk Persia. Sebagai titik
transshipment barang yang datang dari atau pergi ke berbagai negara-negara Arab, pemerintah menuai
pendapatan yang cukup besar dari impor dan bea ekspor. Kekayaan Lebanon, bagaimanapun, merata,
sebagian besar terkonsentrasi di tangan kecil, didominasi Kristen, elit di Beirut. Menurut pendapat
beberapa pengamat, kekayaan ini juga yang memicu terhadap pecahnya perselisihan sipil dan kehancuran
ekonomi berikutnya.2
Sejak 1975 hingga 1990, Lebanon terlibat dalam perang saudara antara kelompok-kelompok yang
bersaingan, dan didukung oleh sejumlah negara tetangga. Orang-orang Kristen Maronit, yang dipimpin
oleh partai Falangis dan milisi, mula-mula bersekutu dengan Suriah, dan kemudian dengan Israel, yang
mendukung mereka dengan senjata dan latihan untuk memerangi fraksi PLO (Organisasi Pembebasan
Palestina). Sementara itu, fraksi-fraksi yang lainnya bersekutu dengan Suriah, Iran dan negara-negara lain
1) (Edited by Burry Rubin). Lebanon, Liberation, Conflict and Crisis. Middle East in Focus. Hal: 109
2) Lebanon, a Country Study. Federal Research Division. Kessinger Publishing, LLC.

1

di wilayah itu. Selain itu, sejak 1978 Israel telah melatih, mempersenjatai, memasok dan menyediakan
seragam bagi Tentara Kristen Lebanon Selatan, yang dipimpin oleh Saad Haddad.
Pertempuran dan pembantaian antara kelompok-kelompok ini mengakibatkan korban hingga ribuan
orang. Beberapa pembantaian yang terjadi selama periode ini termasuk Pembantaian Karantina (Januari

1976) oleh pihak Falangis terhadap para pengungsi Palestina, pembantaian Damour (Januari 1976) oleh
PLO terhadap orang-orang Maronit dan Pembantaian Tel el-Zaatar (Agustus 1976) oleh Falangis
terhadap pengungsi-pengungsi Palestina. Dua penyerbuan besar atas Lebanon oleh Israel (1978 dan 1982)
mengakibatkan tewasnya 20.000 orang, kebanyakan kaum sipil Lebanon dan Palestina. Jumlah
keseluruhan korban di Lebanon selama masa perang saudara ini diperkirakan sampai 100.000 orang
Perang saudara yang berlangsung selama 15 tahun itu sebenarnya bukanlah peristiwa yang pertama.
Sebelumnya pada tahun 1860 dan 1958 sudah pernah terjadi hal serupa tetapi keduanya hanya
berlangsung selama beberapa bulan saja dan murni terjadi karena perselisihan antar sekte.
Dari pendahuluan dapat kami tegaskan bahwa masalah utama yang ingin saya bahas adalah :
1. Apa saja yang menjadi faktor pendukung berkelanjutannya Perang Saudara di Lebanon yang
berlangsung begitu lama (1975 – 1990) ?
2. Bagaimana dinamika Politik dari Perang Saudara 1975-1990 yang berujung pada kesepakatan
Thaif tahun 1990?

b. Penyebab Perang Saudara
Jika dilihat dari akar permasalahannya ada tiga faktor yang menjadi penyebab awal terjadinya perang,
yaitu
Pertama adalah masalah pembagian kekuasaan yang dianggap tidak adil. Ketika Lebanon
memperoleh kemerdekaan dari Prancis pada tanggal 22 November 1943 dibuatlah sebuah perjanjian yang
menjadi dasar struktur politik negara itu, yaitu Pakta Nasional (Al-Mitsaq Al-Wathani) 3. Dalam pakta

tersebut kekuasaan politik penting dalam pemerintahan didistribusikan dengan ratio 6:5. sesuai pakata
tersebut disepakati bahwa presiden dijabat oleh orang Kristen Maronit, perdana menteri berasal dari
golongan Sunni, dan kepala parlemen berasal dari Syi’ah. Untuk komposisi anggota parlemen sendiri
terdiri dari 30 orang wakil berasal dari Maronit, 20 orang dari Sunni, 19 orang dari Syiah, 11 orang
Yunani Ortodoks, 6 orang dari Druze, 6 orang dari Yunani Katolik, 5 orang dari Armenia Ortodoks, dan
masing-masing 1 0rang wakil dari Armenia Katolik dan Protestan.
Kedua adalah terjadinya ketimpangan di bidang sosial ekonomi. Orang-orang yang memperolah
manfaat dari kemajuan ekonomi Lebanon dan hidup dalam kemakmuran dan kemewahan pada umumnya
3) Pakta Nasional adalah perjanjian tertulis antara Presiden Bishara al-Khuri dan Perdana Menteri Riad al-sulh. Ini
melibatkan dua kelompok utama: elite politik Maronit mewakili Kristen pada umumnya dan elit politik Sunni yang
mewakili umat Islam. Lih : http://ddc.aub.edu.lb/projects/pspa/conflict-resolution.html

2

berasal dari kelompok Kristen. Sementara kaum Muslim harus berjuang lebih keras untuk mampu
bertahan hidup ditengah himpitan kemiskinan. Mungkin pihak yang harus bertanggung jawab atas hal ini
adalah Prancis karena ketika masih berkuasa di Lebanon negara Eropa ini lebih memperhatikan kondisi
kelompok Kristen, terutama Kristen Maronit. Mereka diberi kesempatan lebih untuk dapat memperoleh
pendidikan yang baik sehingga muncul sebagai golongan terpelajar dan mampu memegang kendali di
bidang ekonomi. Kesempatan yang tidak dimiliki oleh kaum Muslim sehingga membuat mereka justru

menjadi korban dari kemajuan ekonomi Lebanon.
Ketiga adalah kedatangan para pengungsi Palestina ke Lebanon akibat Perang Arab-Israel. Kehadiran
mereka di tanah Lebanon membuat komposisi kaum Muslim semakin bertambah banyak. Sampai tahun
1980-an jumlah mereka diperkirakan sudah mencapai 300.000 orang yang pada umumnya menetap di
wilayah Lebanon Selatan. Jumlah tersebut hampir mencapai 10% 4 dari jumlah keseluruhan penduduk di
Lebanon.5
Perang Lebanon merupakan perang yang unik. Konflik ini tidak hanya melibatkan kelompok –
kelompok internal Lebanon sendiri namun juga pihak asing seperti Suriah dan Israel. Masing masing
pihak memiliki motif mengapa mereka terlibat perang. Secara umum, kelompok kiri di Lebanon menuntut
perubahan sistem politik dan sosial di Lebanon dimana sebelumnya sangat didominasi kelompok Kristen.
Sedangkan kelompok kanan memiliki motif untuk tetap mempertahankan kekuasaannya dan
menumbuhkan stabilitas di Lebanon. Keterlibatan Suriah awalnya karena ditugaskan menjadi penjaga
perdamaian namun belakangan disinyalir keberadaan Suriah di Lebanon disebabkan oleh ambisi pribadi
presiden Assad untuk mendirikan ’The Greater Syiria’ yang wilayahnya mencakup Suriah dan Lebanon.
Israel memasuki medan pertempuran Lebanon dengan alasan mengejar milisi – milisi Palestina. Milisi
Palestina ini dianggap mengganggu stabilitas Israel karena mereka menyerang Israel dari wilayah
perbatasan Lebanon dengan Israel (Lebanon selatan).
Awal mula munculnya perang dipicu oleh peristiwa penembakan yang dilakukan oleh milisi partai
Khataib. Partai Khataib adalah partai yang didirikan oleh Pierre Gemayel pada tahun 1930. Partai ini
merupakan kelompok Kristen yang paling berpengaruh di Lebanon, yaitu LAF (Lebanese Armed Forces)

terhadap pengikut PFLP-GC (Popular Front for the Liberation of Palestine – General Command) yang
kemudian memicu kemarahan kelompok milisi Palestina yang didukung oleh kelompok kiri. Pergolakan
pun terjadi di jalan – jalan ibukota Lebanon antara kelompok Kanan (yang didominasi Kristen) dengan
kelompok kiri (yang didominasi Islam).
Di tahun 1976, aktor perang bertambah dengan masuknya tentara Suriah ke Lebanon yang
dilegitimasi oleh KTT Liga Arab. Hasil dari KTT tersebut adalah membentuk pasukan perdamaian Arab
4) Pakta tersebut dibuat berdasarkan sensus penduduk tahun 1932 yang menempatkan Kristen Maronit sebagai
kelompok mayoritas, yaitu sebanyak 30% dari seluruh penduduk Lebanon. Oleh karena itulah kemudian kelompok
ini menjadi dominant, baik dalam pemerintahan maupun parlemen. Lih: Sihbudi, M. Riza. Bara Timar Tengah.
Bandung : Mizan, 1991.
5) Kirdi Dipoyono. Timur Tengah Dalam Pergolakan, Jakarta: CSIS. 1977. Hal. 109-110.

3

yang terdiri dari tentara Suriah, Arab Saudi dan Libya dengan
nama ADF (Arab Deterrant Forces). Namun demikian, konflik
di

Lebanon tidak semakin mudah untuk diselesaikan bahkan
menjadi semakin rumit. Beberapa pihak tidak sepakat dengan

keberadaan Suriah yang pada awal keberadaannya di Lebanon
mendukung kelompok kanan. Tahun 1978, Israel yang merasa
terancam dengan keberadaan milisi Palestina di wilayah Lebanon
selatan memutuskan untuk melakukan invasi ke wilayah

Lebanon dengan tujuan utama menyerang milisi Palestina.
Tahun 1989, anggota parlemen Lebanon mengadakan perundingan di Ta’if, Arab Saudi yang
menghasilkan Ta’if Accord. Namun kesepakatan itu ditolak oleh Aoun. Tahun 1990 Suriah mendapatkan
legitimasi untuk menyerang Jendral Aoun. Akhirnya pemerintahan Aoun jatuh dan ia melarikan diri ke
Prancis.
c. Perjanjian Thaif (Taif Agreement)
Perjanjian Taif adalah kesepakatan yang mengakhiri perang saudara jangka panjang di Lebanon.
Perjanjian ini menyerukan reformasi politik, pembentukan hubungan khusus antara Lebanon dan Suriah,
dan kerangka kerja awal untuk menyelesaikan penarikan warga Suriah dari Lebanon.
Ta’if Accord juga berisi kesepakatan yang dibentuk oleh kelompok-kelompok yang bertikai di
Lebanon. Secara garis besar, persetujuan ini berisi tentang sistem politik dan kedaulatan Lebanon.
Kelompok-kelompok yang menyepakati persetujuan ini bermaksud untuk membentuk negara yang
berdaulat dan mengakhiri konflik panjang yang terjadi diantara kelompok-kelompok di Lebanon.
Tujuan dari perjanjian ini adalah untuk membasmi posisi dominan Maronit seperti yang dijamin oleh
formula lama dan untuk memungkinkan partisipasi yang adil dari Kristen dan Muslim di Kabinet. Jabatan

Presiden, secara tradisional ditugaskan ke Maronit, memberinya kekuasaan sebagai kepala negara dan
simbol dari kesatuannya. Presiden juga dianggap sebagai penjaga persatuan, kemerdekaan, integritas
teritorial negara dan konstitusi.
Posisi Perdana Menteri, posting tradisional Sunni, sebagai Presiden Dewan Menteri, diperkuat; sama,
kekuatan para menteri sebagai anggota Dewan meningkat. Perdana Menteri mengepalai Dewan Menteri;
ia dicalonkan oleh Presiden yang melakukan konsultasi parlemen wajib dan berbagi hasil dengan Ketua
Parlemen, Di Parlemen, posisi Speaker, posting tradisional Syiah, telah memperoleh pentingnya karena
istilah Pembicara kantor diperpanjang sampai empat tahun. 6
Ta’if Accord, pada praktiknya, sangat efektif untuk mengakhiri perang di Lebanon tetapi tidak cukup
efektif untuk membangun kembali sistem politik Lebanon. Akibatnya persetujuan ini hanya berorientasi
proses penyelesaian perang, bukan hasil akhirnya. Pada dasarnya, tujuan utama dari persetujuan ini ialah
6 ) http://ddc.aub.edu.lb/projects/pspa/conflict-resolution.html

4

untuk membangun identitas Arab bagi masyarakat Lebanon, yang kedua menyatakan bahwa Lebanon
merupakan suatu kesatuan. Ketiga, persetujuan ini menetapkan sistem politik Lebanon berdasarkan
prinsip demokrasi parlementer, yang didasarkan pada pemisahan kekuasaan, keseimbangan dan kerjasama
antara eksekutif, legislatif dan yudikatif. Keempat, persetujuan ini mendefinisikan sebuah sistem sosial
ekonomi yang menjamin kebebasan individu dan pengakuan hak milik pribadi. Kelima, persetujuan ini

menyatakan penghapusan politik sektarian.7
Ta’if Accord, secara jangka pendek berhasil untuk meredam konflik dan menciptakan stabilitas di
Lebanon. Namun efektifitas jangka panjang dalam menyelesaikan konflik perlu dipertanyakan.
Kenyataannya, setelah Ta’if Agreement masih ada beberapa pihak yang terlibat konflik meskipun tidak
berkembang menjadi konflik yang besar.
Konflik ini terjadi selama 15 tahun berawal dari tahun 1975 dan berakhir tahun 1990 ketika masing –
masing kelompok sepakat untuk berunding dan menghasilkan kesepakatan yang dikenal sebagai Taif
Accord. Taif accord di satu sisi mampu meredam konflik antar kelompok dan berhasil menciptakan
stabilitas sosial ekonomi, namun di sisi lain Taif accord dianggap tidak menyelesaikan masalah hingga ke
akarnya. Dengan kata lain, Lebanon masih memiliki potensi konflik yang cukup besar pasca Taif Accord.

Kesimpulan
Selama perang berlangsung, pihak-pihak asing turut campur dengan bermacam-macam
kepentingan sehingga perang menjadi berlarut-larut. Pihak-pihak asing seperi Iran, Israel, Suriah,
Amerika Serikat, Liga Arab dan PBB terlibat dalam perang terbuka maupun dalam upaya
perdamaian. Perang ini berakhir dengan diadakannya Kesepakatan Taif yang terima oleh semua
pihak setelah berbagai upaya perdamaian sebelumnya gagal menghentikan perang. Perang
saudara memang berdampak buruk bagi kehidupan politik, sosial, dan ekonomi, namun adanya
Kesepakatan Taif membuka lembaran baru kehidupan politik, sosial, dan ekonomi dengan
adanya keseimbanagan kedudukan Muslim dan Kristen di pemerintahan.

Penulis berharap ada pihak-pihak yang memperkaya tulisan ini sehingga dapat memperkaya
tulisan tentang sejarah politik terutama di Timur Tengah.

DAFTAR PUSTAKA
-

Kirdi Dipoyono. Timur Tengah Dalam Pergolakan, Jakarta: CSIS. 1977
(Edited by Burry Rubin). Lebanon, Liberation, Conflict and Crisis. Middle East in Focus.
Sihbudi, M. Riza. Bara Timar Tengah. Bandung : Mizan, 1991.

7 ) http://ddc.aub.edu.lb/projects/pspa/conflict-resolution.html

5

-

Lebanon, a Country Study. Federal Research Division. Kessinger Publishing, LLC.
http://ddc.aub.edu.lb/projects/pspa/conflict-resolution.html

6


Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24