Penentuan kadar Fe dalam Bahan Pangan di

PENENTUAN KADAR Fe DALAM BAHAN PANGAN JAWA
TIMUR DENGAN METODE ANALISIS AKTIVASI NEUTRON
(AAN)

HAIFA SAHARA

PROGRAM KEAHLIAN ANALISIS KIMIA
PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

ii

PERNYATAAN MENGENAI LAPORAN TUGAS AKHIR DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan laporan tugas akhir yang berjudul
PENENTUAN KADAR Fe DALAM BAHAN PANGAN JAWA TIMUR
DENGAN METODE ANALISIS AKTIVASI NEUTRON di PUSAT SAINS
DAN TEKNOLOGI NUKLIR TERAPAN adalah karya saya dengan arahan

dan bimbingan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir laporan ini.

Bogor, Mei 2014
Haifa Sahara
NIM J3L111019

iii

RINGKASAN
HAIFA SAHARA. Penentuan Kadar Fe dalam Bahan Pangan Jawa Timur
dengan Metode Analisis Aktivasi Neutron. Dibimbing oleh BUDI RIZA dan
MUHAYATUN.
Kekurangan mikronutrien besi (Fe) banyak diderita oleh masyarakat. Untuk
itu telah dilakukan penentuan unsur Fe dalam cuplikan bahan pangan. Tujuan
penelitian ini adalah untuk memperkirakan asupan Fe melalui bahan makanan
yang dikonsumsi dalam beberapa jenis komoditi bahan pangan yang biasa
dikonsumsi masyarakat di antaranya : sayuran, buah-buahan tepung, ikan, daging,

tahu, tempe dan telur. Pengambilan cuplikan dilakukan di Pasar-pasar didaerah
Jawa Timur.
Unsur Fe yang terkandung dalam makanan memiliki peran penting dalam
proses metabolisme manusia. Fe memiliki rentang intake yang dibutuhkan oleh
tubuh sehingga tidak menimbulkan risiko terhadap kesehatan. Defisiensi Fe dapat
menyebabkan gangguan kesehatan, sebaliknya dalam konsentrasi yang berlebih,
unsur Fe bersifat toksik dan dapat membahayakan kesehatan manusia. Malnutrisi
unsur gizi mikro telah lama terjadi di Indonesia namun terabaikan. Kondisi ini
tidak terdeteksi secara fisik namun secara perlahan akan mempengaruhi kesehatan
masyarakat. Pengambilan sampel makanan menggunakan dan pengukuran kadar
unsur menggunakan metode Analisis Aktivasi Neutron (AAN). Hasil analisis
menunjukkan bahwa kandungan Fe dalam bahan pangan Jawa Timur secara
keseluruhan dari komoditi pilihan tersebut masih belum memenuhi RDA namun
belum melewati batas aman UL sehingga dapat dikatakan bahwa masih terjadi
defisiensi terhadap Fe di beberapa wilayah di Jawa Timur.
Kata kunci : AAN, Bahan pangan, Fe, Jawa Timur, Mikronutrien, Jawa Timur

iv

PENENTUAN KADAR Fe DALAM BAHAN PANGAN JAWA

TIMUR DENGAN METODE ANALISIS AKTIVASI NEUTRON

HAIFA SAHARA

Laporan Tugas Akhir
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Ahli Madya pada
Program Diploma Keahlian Analisis Kimia

PROGRAM KEAHLIAN ANALISIS KIMIA
PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

v

Judul Tugas Akhir
Nama
NIM


: Penentuan kadar Fe dalam bahan pangan di Jawa Timur
dengan metode analisis aktivasi neutron
: Haifa Sahara
: J3L111019

Disetujui oleh
Budi Riza, SSi MSi
Pembimbing I

Prof Dr Muhayatun, MT
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Bagus P. Purwanto, MAgr
Direktur

Tanggal Lulus : Mei 2014


Armi Wulanawati, SSi MSi
Koordinator Program Keahlian

vi

PRAKATA
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT berkat rahmat dan karunia-Nya,
penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktik Kerja Lapangan (PKL) yang
berjudul “Analisis Kadar Fe dalam Bahan Pangan Jawa Timur dengan Metode
Analisis Aktivasi Neutron”, sebagai hasil dari kegiatan PKL yang dilaksanakan di
Pusat Sains dan Teknologi Nuklir Terapan-Badan Teknologi Nuklir Nasional
(PSTNT-Batan) yang beralamat di Jl. Tamansari No. 71 Bandung. Kegiatan PKL
dilaksanakan selama 63 hari kerja terhitung tanggal 3 Februari sampai dengan 3
Mei 2014.
Keberhasilan dalam menyelesaikan laporan ini tidak akan terlepas dari
bantuan, bimbingan, dan kerjasama semua pihak. Terimakasih yang sebesarbesarnya penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Muhayatun, MT dari Pusat Sains
dan Teknologi Nuklir Terapan (PSTNT-BATAN) selaku pembimbing lapang dan
Bapak Budi Riza SSi MSi. selaku pembimbing PKL dari Program Keahlian
Analisis Kimia Diploma Institut Pertanian Bogor (IPB) yang telah membimbing
dengan sabar dan meluangkan waktunya dengan penuh keikhlasan, seluruh staf

pembimbing dari PSTNT-BATAN yang menambah manisnya belajar dalam
kekeluargaan, dan teruntuk kedua orangtua tercinta yang tidak pernah letih
menemani disetiap pijakan dalam langkah-langkah perjuangan, jutaan kata
terimakasih takkan sebanding dengan kasih sayang dan tetes keringat mereka sang
guru ikhlas yang paling bijaksana, juga untuk kakak-kakak dan adikku terkasih
yang senantiasa memberi semangat terhangatnya melalui doa dan harapan, serta
seluruh teman-teman seperjuangan analisis kimia 48 yang telah mengajarkan
indahnya kebersamaan dalam perbedaan. Semoga laporan ini dapat bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014

Haifa Sahara

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan

1.3 Waktu dan Tempat
2 KEADAAN UMUM PUSAT SAINS DAN TEKNOLOGI NUKLIR
TERAPAN-BATAN
2.1 Sejarah dan Perkembangan
2.2 Visi dan Misi PSTNT-BATAN
2.3 Kedudukan, Tugas Pokok, dan Fungsi PSTNT-BATAN
2.4 Struktur Organisasi PSTNT-BATAN
2.5 Sistem Manajemen PSTNT-BATAN
3 TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Bahan Pangan
3.3 Besi (Fe)
3.4 Analisis Aktivasi Neutron (AAN)
3.5 Spektrometer Sinar-γ
3.6 MCA (Multi Channel Analyzer)
3.8 Penentuan Asupan Harian
3.9 RDA (Recommended Daily Acceptable) dan UL (Upper Intake Level)
4 METODE
4.1 Alat dan Bahan
4.2 Pengambilan sampel
4.3 Pembuatan larutan standar untuk AAN

4.4 Preparasi Sampel bahan pangan dan Penentuan Kadar Air
4.5 Iradiasi Sampel dan Standar
4.6 Penanganan Paska Iradiasi
4.7 Cara Kerja Alat
4.8 Analisis Kualitatif
4.9 Analisis Kuantitatif
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
6 SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
6.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

vii
viii
viii
1
1
2
2

2
2
3
4
4
4
5
5
5
7
9
11
12
12
13
13
13
13
14
14


14
15
15
15
15
22
22
22
22
25

DAFTAR GAMBAR
1 Ilustrasi Proses Penangkapan Neutron oleh Inti Target yang
2 Perangkat Spektrometri sinar-γ

7
9

viii


3 Susunan detektor HPGe
4 Sistem Cryostat detektor Ge (Li)
5 Skema Kerja Spektrometer sinar-γ
6 Multi Channel Analyzer
7 Spektrum Fe yang terdeteksi pada energy 1099 KeV ketika pencacahan

9
10
10
11
18

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Ingestion Rate pada Berbagai Bahan Pangan (Damastuti et al. 2011)
Hasil penentuan asupan harian
Hasil Validasi Menggunakan SRM NIST 1567a Wheat Flour
Hasil Validasi Menggunakan SRM NIST 1814 Bovine Muscle

12
18
21
21

DAFTAR LAMPIRAN

1 Struktur Organisasi PSTNT BATAN
2 Hasil pengukuran analisis kualitatif
3 Penentuan kadar kering pada sampel
4 penentuan kadar basah pada sampel
5 Penentuan kadar asupan harian
6 Validasi SRM NIST 1567a Wheat Flour
7 Pengeringan standar (a)
8 sampling (a)
9 Preparasi sampel basah setelah pencucian (a) reduksi ukuran (b)
10 Preparasi sampel kering setelah direduksi (a) penentuan kadar air (b)
11 blending (a), penyimpanan dalam freezer (b)
12 Freeze dry (a) dan penimbangan (b)
13 Vial Polietilen (a) sebelum diseal; (b) sesudah diseal; dan (c)
14 Iradiasi (a) dan pencacahan (b)

25
26
30
30
32
32
33
33
34
34
34
35
35
35

1

1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahan pangan memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Selain
mengandung zat-zat yang diperlukan untuk sumber tenaga dan pertumbuhan,juga
menyediakan zat-zat yang diperlukan untuk mendukung tubuh agar tetap sehat.
Dengan demikian untuk meningkatkan kehidupan manusia diperlukan adanya
persediaan makanan yang memadai bila dilihat dari sudut pandang kualitas
maupun kuantitas. Dari segi kualitas, selain mengandung semua zat yang
diperlukan oleh tubuh bahan pangan juga harus memenuhi syarat keamanan
(Sugiyatmi 2006). Selain itu Informasi kadar unsur makro dan mikro dalam bahan
pangan sangat penting diketahui, informasi ini digunakan untuk memperkirakan
asupan harian dalam tubuh, dengan mempertimbangkan unsur esensial
berdasarkan nilai kecukupan kebutuhan harian atau RDA (Recommended Daily
Acceptable) dan UL (Upper Intake Level).
Unsur mikro merupakan unsur yang dibutuhkan dalam tubuh dengan jumlah
yang sedikit, terdapat unsur mikro yang memang telah terkandung dalam bahan
makanan dan ada pula yang terdapat dalam makanan akibat kontaminasi dari
lingkungan. Terdapat sistem yang sangat terintegrasi untuk mengontrol aliran gizi
dari unsur-unsur mikrio dalam pencegahan penyakit dan ini menunjukkan betapa
pentingnya penyerapan unsur-unsur mikro dalam tubuh seperti Fe.
Besi (Fe) merupakan salah satu logam esensial yang dibutuhkan manusia
dalam jumlah kecil yaitu kurang dari 100 mg/hari, namun sangat berperan penting
bagi metabolisme tubuh. Kasus kekurangan logam Fe prevalensinya cukup
banyak dijumpai di dunia, terutama di negara-negara berkembang seperti
Indonesia khususnya didaerah Jawa Timur. Defisiensi unsur-unsur atau yang
tergolong dalam logam esensial salah satunya Fe telah menjadi permasalahan
kesehatan masyarakat dan mendapat perhatian dari berbagai pihak. Anak anak
yang sedang dalam masa pertumbuhan, wanita dalam masa produktif, masa
kehamilan dan masa penyembuhan merupakan kelompok yang rentan terhadap
defisiensi Fe, Hal ini berkaitan dengan daya beli masyarakat akan bahan pangan
serta pola konsumsi yang rendah. sehingga untuk menghasilkan sumber daya
manusia yang berkualitas, kebutuhan dasar akan pangan dan gizi yang baik perlu
dipenuhi terlebih dulu agar mereka dapat tumbuh dan berkembang secara optimal
(Mohammed 2009). Kebutuhan akan Fe ini dipenuhi melalui asupan makanan
yang dikonsumsi, sehingga pengetahuan tentang keberadaan logam Fe dalam
bahan makanan sangat penting. Dengan mengetahui informasi kandungan Fe
dalam berbagai bahan makanan yang dicuplik dari daerah Jawa Timur yang
didukung oleh data pola konsumsi masyarakat daerah Jawa Timur terhadap bahan
makanan tersebut, maka asupan Fe yang diterima masyarakat daerah setempat
dapat diperkirakan.
Besi (Fe) berfungsi dalam produksi hemoglobin (Hb) yang fokusnya dalam
pengangkutan oksigen dari paru-paru keseluruh jaringan tubuh, pengangkutan
elektron dalam sel dan merupakan bagian dari enzim oksidatif dalam transportasi
serta pendayagunaan oksigen. Defisiensi Fe dapat terjadi jika konsumsi makanan
kurang seimbang dan terjadi gangguan absorpsi Fe, pendarahan akibat cacingan,

2

serta luka yang diakibatkan oleh penyakit yang mengganggu absorpsi. Defisiensi
Fe bisa menyebabkan anemia karena rendahnya Hb. Bila cadangan besi tidak
mencukupi dan berlangsung terus menerus maka pembentukan sel darah merah
berkurang dan selanjutnya menurunkan aktivitas tubuh (Cook et al. 1992).
Namun Sekalipun dibutuhkan oleh tubuh tetapi jika jumlahnya berlebih (>60 mg/
kg berat badan) maka akan menimbulkan toksisitas, kerusakan pada sistem
pencernaan, jantung, paru paru dan dapat mengakibatkan kanker (Robert 1981).
Akibat yang mungkin timbul karena ketidakseimbangan Fe dalam tubuh bagi
kesehatan dan masih tingginya angka penderita malnutrisi di Jawa Timur menjadi
dasar pertimbangan dilakukan penentuan kadar logam esensial dalam hal ini
adalah Fe dalam cuplikan bahan pangan Jawa Timur dengan metode Analisis
Aktivasi Neutron, metode ini merupakan metode analisis yang memiliki kepekaan
tinggi dan akurat yang mampu mendeteksi unsur sampai orde ppm (1×10 ) dan untuk
unsur-unsur tertentu sampai orde ppb (1×10 ). Metode ini juga mampu menganalisis
multiunsur (40-52 unsur) yang terkandung dalam berbagai jenis sampel dalam satu
kali pengukuran (Susetyo 1988), alasan tersebutlah yang menjadi pendukung
dipilihnya metode ini dalam analisis yang dilakukan.
-6

-9

1.2 Tujuan
Percobaan ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan kandungan Fe
dalam beberapa jenis komoditi bahan makanan yang biasa dikonsumsi masyarakat
di antaranya : sayuran, buah-buahan tepung, ikan, daging, tahu, tempe, dan telur,
dengan metode AAN.
1.3 Waktu dan Tempat
Pelaksanaan PKL dilakukan mulai tanggal 3 Februari sampai dengan
tanggal 3 Mei 2014 dilaksanakan di Laboratorium Kimia Bagian Senyawa
Bertanda Radiometri (SBR), Pusat Sains dan Teknologi Nuklir Terapan (PSTNTBATAN) yang beralamat di Jalan Tamansari No. 71 Bandung.

2 KEADAAN UMUM PUSAT SAINS DAN TEKNOLOGI
NUKLIR TERAPAN-BATAN
2.1 Sejarah dan Perkembangan
Badan Tenaga Nuklir Nasional adalah Lembaga Pemerintah Non
Kementerian Indonesia yang bertugas melaksanakan tugas pemerintahan di
bidang penelitian, pengembangan, dan pemanfaatan tenaga nuklir. Awal mula
terbentuknya PSTNT-BATAN yaitu didasarkan pada perkembangan pendidikan
Indonesia serta dorongan untuk mendirikan suatu reaktor atom. Ide tersebut
dikemukakan oleh beberapa guru besar Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam

3

Universitas Indonesia (sekarang ITB) dan Universitas Gadjah Mada. Berdasarkan
Keppres No. 230 tahun 1954 dibentuklah panitia antar departemen dengan nama
Panitia Negara untuk penyelidikan radioaktif. Panitia Negara ini dipimpin oleh
Prof dr G.A.Siwabessy.
Pada tahun 1957 Panitia Negara menyusun rencana kerja yang lebih luas,
dengan kesadaran bahwa masalah yang harus diselesaikan bukanlah sekedar
penyelidikan radioaktif saja, melainkan perlu juga ditinjau kegiatan yang
seharusnya dikerjakan dengan adanya kemajuan yang berkaitan dengan tenaga
nuklir serta penggunaan zat-zat radioaktif dalam berbagai bidang kegiatan
manusia untuk tujuan-tujuan damai.
Usul dari Panitia Negara ini mendapat tanggapan positif dari pemerintah.
Tanggapan positif dari pemerintah tersebut terwujud PP No. 65 tahun 1958
mengenai pembentukan Lembaga Tenaga Atom (LTA). Prof dr G. A. Siwabessy
kemudian diangkat menjadi Direktur LTA. Sehubungan dengan dibentuknya LTA
maka tugas-tugas Panitia Negara menjadi tugas LTA.
Pada tanggal 9 April 1961, batu pertama pembangunan reaktor TRIGA
MARK II diletakkan oleh Presiden RI yang pertama Ir Soekarno Pada tahun 1961
pula seorang tenaga ahli IAEA (International Atomic Energy Agency), Dr
Alexander dibantu oleh staf dari jurusan Fisika ITB menyelesaikan tugas
penelitian tingkat radiasi di lingkungan instalasi nuklir yang akan dibangun,
sedangkan Ir Djali Ahmisa yang sejak tahun 1961 mengambil alih tugas dari ITB
ke LTA ditunjuk oleh Dirjen BATAN menjadi Kepala Proyek TRIGA MARK II
di Bandung.
Pada tahun 1964 mulai dibangun instalasi tangki reaktor dan beton perisai
serta dilanjutkan dengan pemasangan instalasi tangki pendingin primer dan teras
reaktor. Pusat Reaktor Atom Bandung kemudian diresmikan pada tanggal 20
Februari 1965 oleh presiden RI pertama, Ir Soekarno dan pemerintah mengangkat
Ir Djali Ahmisa sebagai Direktur Pusat Atom Bandung yang pertama. Pada
tanggal 18 Maret 1980 sesuai dengan Surat Keputusan Direktorat Jenderal
BATAN No 36/DS/18/111/80, nama Pusat Reaktor Atom Bandung diganti
menjadi Pusat Penelitian Teknik Nuklir (PPTN). PPTN-BATAN kembali
melakukan restruksasi pada tahun 1999 dan berdasarkan keputusan Kepala Badan
Tenaga Nuklir Nasional no.3/KA/l April 1999 PPTN-BATAN berganti nama
menjadi Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknik Nuklir Badan Tenaga Nuklir
Nasional (P3TKN-BATAN). Pada tahun 2000 dilakukan pembongkaran kembali
reaktor sehubungan dengan peningkatan daya reaktor menjadi 2 MW. Pada bulan
November 2005 berdasarkan SK No 392/KA/XI/2005 P3TKN-BATAN berubah
menjadi PTNBR-BATAN, kemudian pada bulan februari 2014 PTNBR-BATAN
telah resmi berganti nama menjadi PSTNT (Pusat Sains dan Teknologi Nuklir
Terapan).
2.2 Visi dan Misi PSTNT-BATAN
Visi yang dimiliki PSTNT-BATAN yaitu mewujudkan institusi nuklir
bahan dan radiometri yang bermutu dan bermamfaat bagi kesejahteraan
masyarakat. Sedangkan misi dari PSTNT-BATAN yaitu melaksanakan litbang di
bidang fisika, senyawa bertanda dan radiometri; melaksanakan pelayanan
pendayagunaan reaktor; melaksanakan pengendalian keselamatan kerja,

4

keselamatan lingkungan, dan pelayanan kesehatan serta pengamanan instalasi
nuklir, lingkungan dan personil; melaksanakan pelayanan perawatan dan
perbaikan instrumentasi nuklir dan elektromekanik; melaksanakan pelayanan
prima, prasarana dan sarana litbang; serta melaksanakan kemitraan dengan
berbagai institusi secara profesional
2.3 Kedudukan, Tugas Pokok, dan Fungsi PSTNT-BATAN
Berdasarkan UU No. 10/1997 tentang Ketenaga Nukliran dan Keppres RI
No.64/2005, BATAN ditetapkan sebagai Lembaga Pemerintah Non Depertemen,
berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Presiden. BATAN dipimpin oleh
Menteri Negara Riset dan Teknologi.
Tugas pokok BATAN adalah melaksanakan tugas pemerintahan di bidang
penelitian, pengembangan dan pemanfaatan tenaga nuklir sesuai ketentuan
peratuan dan perundang-undangan yang berlaku. Dalam melaksanakan tugasnya,
BATAN memiliki fungsi diantaranya adalah sebagai pengkaji dan penyusun
kebijakan nasional di bidang penelitian, pengembangan dan pemanfaatan tenaga
nuklir, mengkoordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BATAN.
Selain itu BATAN juga memfasilitasi dan mengadakan pembinaan terhadap
kegiatan instansi pemerintah di bidang penelitian, pengembangan dan
pemanfaatan tenaga nuklir, penyelenggaran pembinaan dan pelayanan
administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan
tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum, persandian,
perlengkapan, dan rumah tangga.
2.4 Struktur Organisasi PSTNT-BATAN
Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri Badan Tenaga Nuklir
Nasional dipimpin oleh seorang direktur yang membawahi beberapa bidang.
Terdapat tujuh bidang yang dibawahi oleh direktur di PSTNT-BATAN,
diantaranya Unit Pengaman Nuklir, Bagian Tata Usaha, Bidang Reaktor, Bidang
Senyawa Bertanda dan Radiometri, Balai Instrumentasi dan Elektromekanika
(BIE), Bidang Fisika serta Bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Bidang
Senyawa Bertanda dan Radiometri membawahi empat kelompok, yaitu Kelompok
Teknologi Proses Radioisotop, Kelompok Sintesis Senyawa Bertanda, Kelompok
Biodinamika dan Biosintesis, serta Kelompok Teknik Analisis Radiometri.
Struktur Organisasi Bidang Senyawa Bertanda dan Radiometri dapat dilihat pada
Lampiran 1
2.5 Sistem Manajemen PSTNT-BATAN
PSTNT-BATAN pada bulan Mei 2006 memperoleh sertifikat akreditasi
laboratorium TAR (Teknik Analisis Radiometri) dari Komite Akreditasi Nasional
dengan metode AAN dengan ruang lingkup partikulat udara. Tahun 2007,
sertifikat BATAN sebagai laboratorium SSA (Spektrofotometri Serapan Atom)
dengan rung lingkup partikulat udara, makanan, rambut, sludge, AMDK, dan air

5

limbah. Sistem Manajemen laboratorium yang ditetapkan oleh PSTNT-BATAN
yaitu berdasarkan sertifikat ISO/IEC 17025 dari PSJMN BATAN yang diperoleh
pada tahun 2007. Pada bulan Mei 2011 diperoleh sertifikat reasesmen
laboratorium TAR menjadi laboratorium PSTNT dengan penambahan lingkup
metode SSA oleh Komite Akreditasi Nasional. Manajemen laboratorium
berpartisipasi aktif dalam pembuatan dan revisi dokumen, memantau, dan
mengukur kejadian pekerjaan yang tidak sesuai, tindakan perbaikan, dan
pengaduan. Pengembangan dan implementasi sistem manajemen serta
peningkatan efektivitas sistem manajemen secara berkelanjutan dikaji ulang pada
saat kaji ulang manajemen.
Manajemen laboratorium mempunyai komitmen yang tinggi terhadap
kesesuaian dengan sistem manajemen mutu ISO/IEC 17025 : 2005 dan standar
pelayanan laboratorium. Manajemen puncak menjamin bahwa integratis sistem
manajemen dipelihara pada saat perubahan sistem manajemen. Perubahan
terhadap sistem manajemen melibatkan semua pihak yang berpengaruh,
memperhatikan kesesuaian dengan persyaratan ISO/IEC 17025 : 2005, tidak
menyebabkan hambatan untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan,
direncanakan, serta diimplementasikan.

3 TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Bahan Pangan
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik
yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau
minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku
pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan
atau pembuatan makanan atau minuman. Pangan yang aman, bermutu, bergizi,
beragam dan tersedia secara cukup merupakan prasyarat utama yang harus
dipenuhi dalam upaya terselenggaranya suatu sistem pangan yang memberikan
perlindungan bagi kepentingan kesehatan serta makin berperan dalam
meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat (Badan Standardisasi
Nasional 2009).
3.3 Besi (Fe)
Besi (Fe) merupakan salah satu logam esensial yang dibutuhkan manusia
dalam jumlah kecil yaitu kurang dari 100 mg/hari, yang sangat berperan penting
bagi metabolisme tubuh. Sumber Fe berasal antara lain hematin dan magnetit.
Diperkirakan kandungan Fe dalam kerak bumi adalah sebesar 5.6×10-4 mg/kg,
sedangkan kandungan didalam laut adalah sebesar 2×10-3 mg/L. Mineral yang
sering berada dalam air tanah semakin meningkat.
Besi berfungsi dalam produksi hemoglobin dan sebagai bagian dari enzim
oksidatif, dalam transportasi dan pendayagunaan oksigen. Sumber makanan yang

6

mengandung besi tinggi adalah bayam, dan kedelai. Selain itu sumber Fe antara
lain daging, ikan, buncis, sayuran, tahu, papaya, pisang, kacang polong, tomat,
kuning telur, sereal difortifikasi, kerang, udang, serta kacang merah. Dalam
makanan biasanya berupa Fe2+. Beberapa jenis merk sarden juga mengandung Fe
bahkan ada yang nilai kandungannya melebihi baku mutu, kadar Fe dalam
makanan kemasan kaleng ini berasal dari korosi kemasan atau lepasnya lapisan
lacquer, sedangkan air yang digunakan dalam proses produksi mengandung ion
Fe2+ dan Fe3+.
Asupan Fe dalam dosis besar pada manusia bersifat toksik karena besi fero
bisa bereaksi dengan peroksida dan menghasilkan radikal bebas. Fe bersifat toksik
bila jumlah transferin melebihi kebutuhan sehingga mengikat Fe bebas. Konsumsi
Fe berlebih berakibat pada meningkatnya feritrin dan hemosiderin dalam sel
parenkom hati. Kadar Fe dalam feritrin dan hemosiderin juga meningkat.
Defisiensi Fe dapat terjadi jika konsumsi makanan kurang seimbang dan
terjadi gangguan absorpsi Fe, pendarahan akibat cacingan, serta luka yang
diakibatkan penyakit yang mengganggu proses absorpsi, defisiensi Fe bisa
menyebabkan anemia karena kekurangan Hb yang biasanya dialami oleh 2/3
anak-anak atau ibu hamil di negara berkembang. Kebutuhan tubuh akan Fe dapat
dipenuhi dari berbagai jenis makanan maupun produk suplemen yang dikonsumsi.
Demi pemenuhan gizi, maka pola konsumsi gizi seimbang untuk memenuhi
segala kebutuhan gizi perlu dilakukan, jadi dalam memenuhi kebutuhan tubuh
akan Fe maka kombinasi konsumsi makanan hewani dan nabati perlu dilakukan.
Untuk itu pengetahuan tentang kandungan unsur Fe dalam bahan makanan perlu
diketahui. Besarnya asupan Fe yang dianjurkan untuk memenuhi kebutuhan
kesehatan tubuh. Kandungan Fe didalam cuplikan berbagai bahan makanan
biasanya terdapat dalam jumlah yang relatif kecil, sehingga untuk analisisnya
diperlukan metode yang memiliki sensitivitas dan selektivitas baik seperti metode
AAN.
Penelitian yang dilakukan oleh Mulyaningsih et al. (2010) mengenai
analisis unsur toksik dan makro-mikro nutrien dalam bahan makanan (sayuran,
kacang-kacangan, bumbu dan rempah, tepung, daging dan ikan) dengan metode
AAN, bahan-bahan uji merupakan bahan yang dikumpulkan dari pasar Serpong
dan hasil penelitian menunjukkan bahwa cuplikan bahan makanan tersebut
mengandung Fe. Dari hasil pengukuran dapat diketahui bahwa kandungan Fe
dalam bahan makanan yang diteliti memiliki kisaran antara 27–400 mg/kg
tergantung jenisnya, dalam penelitiannya yang lain, yang berjudul kandungan
unsur Fe dan zn dalam bahan pangan produk pertanian, peternakan dan perikanan
ditentukan dengan metode AAN. Hasil analisis menunjukkan bahwa kandungan
Fe dalam daging sapi, kambing dan hati kambing >150 μg/g, sedang dalam daging
ayam sekitar 30 μg/g. Bahan ini merupakan sumber asupan Fe yang bagus, tetapi
karena tingkat konsumsi jenis bahan makanan ini rendah 0,001–0,018 kg/hari,
maka asupannya cukup rendah 0,1–0,5 mg/hari. Kandungan Fe dalam beras