BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepuasan Kerja

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kepuasan Kerja
2.1.1 Pengertian kepuasan kerja
Luthans (2005) dalam bukunya Organizational Behaviour mengutip
pendapat Locke bahwa kepuasan kerja merupakan keadaan emosional yang positif
dari seseorang yang ditimbulkan dari penghargaan atas sesuatu pekerjaan yang
telah dilakukannya. Dikatakan lebih lanjut bahwa kepuasan kerja merupakan hasil
dari prestasi seseorang terhadap sampai seberapa baik pekerjaannya menyediakan
sesuatu yang berguna baginya.
Robbins (2003) mendefinisikan kepuasan kerja sebagai suatu sikap umum
terhadap pekerjaan seseorang, selisih antara banyaknya ganjaran yang diterima
seorang pekerja dan banyaknya yang mereka yakini seharusnya mereka terima.
Pegawai yang menikmati pekerjaan akan merasa puas jika hasil kerja keras dan
balas jasa dirasa adil dan layak (Fathoni, 2001).
Locke (Luthans, 2005) memberikan definisi komprehensif dari kepuasan
kerja yang meliputi reaksi atau kognitif, afektif, dan evaluatif dan menyatakan
bahwa kepuasan kerja adalah ”keadaan emosi yang senang atau emosi positif
yang berasal dari penilaian pekerjaan atau pengalaman kerja seseorang.”
Kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi pegawai mengenai seberapa baik

pekerjaan mereka memberikan hal yang dinilai penting. Terdapat tiga dimensi

11

12

yang diterima secara umum dalam kepuasan kerja. Pertama, kepuasan kerja
merupakan respons emosional terhadap situasi kerja. Dengan demikian, kepuasan
kerja dapat dilihat dan dapat diduga. Kedua, kepuasan kerja sering ditentukan
menurut seberapa baik hasil yang dicapai memenuhi atau melampaui harapan.
Ketiga, kepuasan kerja mewakili beberapa sikap yang berhubungan.
Menurut Handoko (2004) menyatakan kepuasan kerja (job satisfaction)
sebagai keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan
mana

para

pegawai

memandang


pekerjaan

mereka.

Kepuasan

kerja

mencerminkan sikap seseorang terhadap pekerjaannya. Ini nampak dalam sikap
positif pegawai terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di
lingkungan kerjanya. Departemen personalia atau pihak manajemen harus
senantiasa memonitor kepuasan kerja, karena hal ini dapat mempengaruhi tingkat
absensi, perputaran tenaga kerja, semangat kerja, keluhan-keluhan dan masalah
personalia vital lainnya.
Menurut Malthis (2006) kepuasan kerja adalah keadaan emosi yang positif
dari mengevaluasi pengalaman kerja seseorang. Ketidakpuasan kerja muncul saat
harapan-harapan ini tidak terpenuhi. Kepuasan kerja mempunyai banyak dimensi,
secara umum adalah kepuasan dalam pekerjaan itu sendiri, gaji, pengakuan,
hubungan antara supervisor dengan tenaga kerja, dan kesempatan untuk maju.

Setiap dimensi menghasilkan perasaan puas secara keseluruhan dengan pekerjaan
itu sendiri. Tolak ukur tingkat kepuasan yang mutlak tidak ada, karena setiap
individu pegawai berbeda standar kepuasannya. Indikator kepuasan kerja ini dapat
diukur dengan kedisiplinan, moral kerja, dan labour turnover yang kecil, maka

13

secara relatif kepuasan kerja pegawai baik tetapi sebaliknya jika kedisiplinan,
moral kerja dan labour turnover besar, maka kepuasan kerja pegawai pada
perusahaan dinilai kurang.
Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa kepuasan
kerja pegawai merupakan sikap pegawai terhadap bagaimana mereka memandang
pekerjaannya.

Kepuasan

pegawai dapat

memberikan


beberapa manfaat,

diantaranya adalah menciptakan hubungan yang harmonis antara perusahaan
dengan pegawai. Kepuasan atau ketidakpuasan pegawai adalah respon pegawai
terhadap evaluasi tingkat kesesuaian antara harapan sebelumnya dan kinerja
desain pekerjaan aktual yang dirasakan oleh pegawai. Jadi, tingkat kepuasan
pegawai terhadap pekerjaannya dan karirnya merupakan fungsi dari perbedaan
antara kinerja desain dan evaluasi pekerjaan dan karir yang dirasakan dengan
harapan pegawai. Apabila kinerja desain dan evaluasi pekerjaan dan karirnya
tidak sesuai dengan harapan atau harapan melebihi kinerja desain dan evaluasi
pekerjaan dan karirnya, maka pegawai akan kecewa. Sedangkan apabila kinerja
desain dan evaluasi pekerjaan dan karirnya sesuai dengan harapan atau bahkan
melebihi harapannya, pegawai akan merasa sangat puas. Jadi kepuasan kerja
adalah keadaan emosional seseorang terhadap pekerjaannya, ketika dia
menemukan titik temu antara apa yang dia harapkan dari pekerjaan itu dan apa
yang telah diberikan perusahaan terhadap dirinya.

2.1.2 Teori kepuasan kerja
As’sad (2001) menjelaskan bahwa variabel yang dapat dijadikan indikasi
menurunnya kepuasan kerja adalah tingginya tingkat absensi (absenteeism),


14

tingginya keluar masuknya pegawai (turnover), menurunnya produktivitas kerja
atau prestasi kerja pegawai (performance). Apabila indikasi menurunnya
kepuasan kerja pegawai tersebut muncul ke permukaan, maka hendaknya segera
ditangani supaya tidak merugikan perusahaan.
Menurut Kreitner dan Kinicki (Wibowo, 2007), terdapat lima faktor yang
dapat mempengaruhi timbulnya kepuasan kerja, sebagai berikut.
1) Need fulfillment (pemenuhan kebutuhan)
Kepuasan yang ditentukan oleh tingkatan karakteristik pekerjaan
memberikan kesempatan pada individu untuk memenuhi kebutuhannya.
2) Discrepancies (perbedaan)
Model ini menyatakan bahwa kepuasan merupakan suatu hasil memenuhi
harapan. Pemenuhan harapan mencerminkan perbedaan antara apa yang
diharapkan dan yang diperoleh individu dari pekerjaan.
3) Value attainment (pencapaian nilai)
Kepuasan merupakan hasil dari persepsi pekerjaan yang memberikan
pemenuhan nilai kerja individual yang penting.
4) Equity (keadilan)

Kepuasan merupakan fungsi dari seberapa adil individu diperlakukan di
tempat kerja.
5) Dispositional / genetic components (komponen genetik)
Model ini didasarkan pada keyakinan bahwa kepuasan kerja sebagian
merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik.

15

Untuk membahas kepuasan kerja, beberapa teori disajikan untuk
menjelaskan mengapa orang menyenangi pekerjaannya, walaupun antara satu
teori dengan teori yang lain saling menunjukkan prinsip yang berbeda. Rivai
(2004) pada umumnya ada 3 (tiga) teori yang dibicarakan, berikut yang sering
dibahas dan digunakan. Teori yang pertama dipelopori oleh Porter (1961), adalah
Teori Perbandingan Intrapersonal (Intrapersonal Comparison Proce) dikenal juga
dengan Discrepancy Theory. Teori yang kedua dikemukakan oleh Zalesnik
(1958), dan dikembangkan oleh Adams (1963), adalah Theory Interpersonal
Comparison Process yang dikenal juga sebagai Teori Keadilan atau Equity
Theory. Teori yang ketiga yaitu teori dua faktor (Two factor theory) teori ini
dikemukakan oleh Herzberg. Berikut penjelasan dari masing-masing teori diatas :


1) Discrepancy theory
Menurut Porter (Moh. As'ad, 1991) bahwa mengukur kepuasan kerja
seseorang dengan menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan
kenyataan yang dirasakan (difference between how much of something there
should be and how much there is now). Apabila yang didapat ternyata lebih
besar dari pada yang diinginkan, maka akan menjadi lebih puas lagi, walaupun
terhadap discrepancy yang positif. Sebaliknya makin jauh kenyataan yang
dirasakan itu dibuat standar minimum sehingga menjadi negative discrepancy,
maka makin besar pula ketidakpuasan seseorang terhadap pekerjaan.
Kepuasan atau ketidakpuasan yang dirasakan oleh individu merupakan hasil
dari suatu perbandingan yang dilakukan oleh dirinya sendiri terhadap berbagai
macam hal yang mudah diperolehnya dari pekerjaan dan menjadi harapannya.

16

Kepuasan akan dirasakan oleh individu tersebut bila perbedaan atau
kesenjangan antara standar pribadi individu dengan apa yang diperoleh dari
pekerjaan kecil, sebaliknya ketidakpuasan akan dirasakan oleh individu bila
perbedaan atau kesenjangan antara standar individu dengan apa yang
diperoleh dari pekerjaan besar.


2) Interpersonal comparison processes theory
Interpersonal comparison processes theory dikenal juga dengan teori
keadilan/Equity Theory. Teori ini dikemukakan oleh Zalesnik (1958) dan
dikembangkan oleh Adam (1963). Teori keadilan/Equity Theory menyatakan
bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas tergantung apakah ia merasa
adanya keadilan (equity). Perasaan equity atau inequity atas suatu situasi
diperoleh seseorang dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain
yang sekelas, sekantor maupun di tempat lain.

3) Two factor theory
Two factor theory dikenal juga dengan nama teori dua faktor. Teori ini
dikemukakan oleh Herzberg (1959). Prinsip teori dua faktor ini adalah
kepuasan kerja dan ketidakpuasan itu merupakan dua hal yang berbeda.
Menurut teori dua faktor, karakteristik pekerjaan dapat dikelompokkan
menjadi dua kategori yang pertama dinamakan dissatisfier atau ketidakpuasan
dan yang lain dinamakan satisfier atau kepuasan. Satisfier (motivator) ialah
faktor-faktor atau situasi yang dibentuknya sebagai sumber kepuasan kerja
yang terdiri dari prestasi, pengakuan, wewenang, tanggung jawab dan


17

promosi.

Dikatakan

bahwa hadirnya

faktor

ini akan

menimbulkan

ketidakpuasan, tapi ketiadaaan faktor ini tidak selalu mengakibatkan
ketidakpuasan. Dissastifier (hygine factors) ialah faktor-faktor yang terbukti
menjadi sumber ketidakpuasan, terdiri antara lain : penghasilan, pengawasan,
hubungan pribadi, kondisi kerja dan status, jika hal tersebut tidak terpenuhi
seseorang akan tidak puas. Namun perbaikan terhadap kondisi atau situasi ini
akan mengurangi atau menghilangkan ketidakpuasan, hanya saja tidak akan

menimbulkan kepuasan karena faktor-faktor ini bukan sumber kepuasan kerja.

Theory Disperacy dan Theory Equity (As'ad, 1991) menekankan bahwa
kepuasan orang dalam bekerja, ditengarai oleh dekatnya jarak antara harapan dan
kenyataan yang didapat, sesuai dengan harapannya dan demikian juga yang
diterima rekan sekerja lain adalah sama atau adil seperti yang diterima sesuai
dengan pengorbannya. Teori dua faktor, faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik,
dimana faktor intrinsik merupakan sumber kepuasan kerja dan faktor ekstrinsik
merupakan pengurang ketidakpuasan dalam kerja.
Berdasarkan definisi tersebut dapat dikatakan bahwa kepuasan orang
dalam bekerja, ditengarai oleh dekatnya jarak antara harapan dan kenyataan yang
didapat sesuai dengan harapannya, dan demikian juga yang diterima rekan sekerja
lain adalah sama atau adil seperti yang diterima sesuai dengan pengorbanannya.

18

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja
Menurut Luthans (2005), faktor-faktor utama yang mempengaruhi
kepuasan kerja seperti diuraikan berikut ini :
1) Pekerjaan itu sendiri

Yang termasuk pekerjaan yang memberikan kepuasan adalah pekerjaan
yang menarik dan menantang, pekerjaan yang tidak membosankan, serta
pekerjaan yang dapat memberikan status.
2) Upah/gaji
Upah dan gaji merupakan hal yang signifikan, namun merupakan faktor
yang kompleks dan multidimensi dalam kepuasan kerja.
3) Promosi
Kesempatan dipromosikan nampaknya memiliki pengaruh yang beragam
terhadap kepuasan kerja, karena promosi bisa dalam bentuk yang berbedabeda dan bervariasi pula imbalannya.
4) Supervisi
Supervisi merupakan sumber kepuasan kerja lainnya yang cukup penting
pula.
5) Kelompok kerja
Pada dasarnya, kelompok kerja akan berpengaruh pada kepuasan kerja.
Rekan kerja yang ramah dan kooperatif merupakan sumber kepuasan kerja
bagi pegawai individu.

19

6) Kondisi kerja/lingkungan kerja
Jika kondisi kerja bagus (lingkungan sekitar bersih dan menarik) misalnya,
maka pegawai akan lebih bersemangat mengerjakan pekerjaan mereka,
namun bila kondisi kerja rapuh (lingkungan sekitar panas dan berisik)
misalnya, pegawai akan lebih sulit menyelesaikan pekerjaan mereka.

Walaupun uraian tersebut menunjukkan bahwa faktor-faktor kepuasan
kerja cukup variatif, namun pendapat berikutnya yang diberikan oleh Gilmer
(As’ad, 1998) dengan sepuluh faktor kepuasan kerja nampaknya jauh lebih
beragam. Kesepuluh faktor diuraikan sebagai berikut.
1) Kesempatan untuk maju, dalam hal ini ada tidaknya kesempatan untuk
memperoleh pengalaman dan peningkatan kemampuan selama kerja.
2) Keamanan kerja, sering disebut sebagai penunjang kepuasan kerja, baik
bagi pegawai pria maupun wanita. Keadaan yang aman sangat
mempengaruhi perasaan pegawai selama kerja.
3) Gaji, lebih banyak menyebabkan ketidakpuasan, dan jarang orang
mengekspresikan kepuasan kerjanya dengan sejumlah uang yang
diperolehnya.
4) Perusahaan dan manajemen, dimana perusahaan dan manajemen yang baik
adalah faktor yang mampu memberikan situasi dan kondisi kerja yang
stabil. Faktor ini yang menentukan kepuasan kerja pegawai.
5) Pengawasan (supervisi), bagi pegawai, supervisor dianggap sebagai figur
ayah dan sekaligus atasan. Supervisi yang buruk berakibat absensi dan
turn over.

20

6) Faktor intrinsik dari pekerjaan, dimana atribut yang ada pada pekerjaan
mensyaratkan

keterampilan

tertentu.

Sukar

dan

mudahnya

serta

kebanggaan akan tugas dapat meningkatkan atau mengurangi kepuasan.
7) Kondisi kerja, termasuk disini adalah kondisi kerja, ventilasi, penyinaran,
kantin, dan tempat parkir.
8) Aspek sosial, merupakan salah satu sikap yang sulit digambarkan tetapi
dipandang sebagai faktor yang menunjang kepuasan atau ketidakpuasan
dalam pekerjaan.
9) Komunikasi, di mana komunikasi yang lancar antara pegawai dengan
pihak manajemen banyak dipakai alasan untuk menyukai jabatannya.
dalam hal ini adanya kesediaan pihak atasan untuk mau mendengar,
memahami, dan mengakui pendapat ataupun prestasi pegawai. Keadaan ini
akan sangat berperan dalam menimbulkan rasa puas terhadap pekerjaan.
10) Fasilitas, termasuk didalamnya fasilitas rumah sakit, cuti, dana pensiun,
atau perumahan merupakan standar suatu jabatan dan apabila dapat
dipenuhi akan menimbulkan rasa puas.

Penelitian yang terkait dengan variabel kepuasan kerja yakni penelitian
yang dilakukan oleh Timmreck (2001), yang berjudul “Managing, Motivation and
Developing Job Satisfaction in The Health Care Work Environment.” Penelitian
ini menyimpulkan terdapat dua aspek dalam pekerjaan yang masing-masing
memberikan kontribusi bagi kepuasan dan ketidakpuasan kerja. Aspek yang
pertama adalah pekerjaan itu sendiri, terkadang pekerjaan yang dilakukan sangat
membosankan, membuat jenuh dan dapat membuat pekerja menjadi stress, ada

21

juga pekerjaan yang sangat sulit dan menuntut kekuatan fisik yang kemungkinan
akan memicu ketidakpuasan dalam bekerja. Sementara aspek yang kedua adalah
hubungan antara individu yang terjadi di dalam lingkungan pekerjaan tersebut.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian di atas adalah sama-sama meneliti
tentang hubungan kerja dan kepuasan kerja. Sedangkan perbedaannya terletak
pada variabel bebas dan teknik analisis yang digunakan.
Penelitian yang dilakukan oleh Duserick et.all (2006), yang berjudul
“Structural Equation Modelling for Evaluating Employee Satisfaction”. Penelitian
ini menggunakan variabel job satisfaction (kepuasan kerja), work environment
(lingkungan

kerja),

organizational

behaviour

(perilaku

organisasi)

dan

curriculum support (dukungan kurikulum), dan diuji secara empirik menggunakan
teknik analisis Structural Equation Model (SEM). Penelitian ini menggunakan
dua set data longitudinal karyawan di sebuah sekolah (rural school district in New
York State) yang menunjukkan data mengenai psychographic motives,
demographic attributes, dan employee activities. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa work environment (lingkungan kerja), organizational behaviour (perilaku
organisasi) dan curriculum support (dukungan kurikulum) memiliki sebuah
dampak positif dan mendorong kepuasan kerja. Persamaan penelitian ini dengan
penelitian di atas, yaitu dari variabel yang digunakan, diantaranya kepuasan kerja
serta teknik analisis yang digunakan yaitu analisis SEM. Sedangkan perbedaannya
adalah pada jenis data yang digunakan, dimana pada penelitian di atas
menggunakan data longitudinal (data karyawan yang telah ada / data sekunder)
sedangkan dalam penelitian ini menggunakan data primer.

22

Selain penelitian yang dilakukan oleh Duserick et.all (2006) terdapat
penelitian yang dilakukan oleh Ostroff (1992), yang berjudul “The Relationship
Between Satisfaction, Attitudes, and Performance : An Organizational Level
Analysis”. Hubungan Antara Kepuasan, Sikap, dan Kinerja : Sebuah Analisa
Tingkat Organisasional”. Penelitian ini menyelidiki hubungan antara kepuasan
karyawan, sikap lain yang berhubungan dengan pekerjaan (komitmen,
penyesuaian, dan stres psikologis), serta kinerja organisasional. Data kinerja
organisasional dikumpulkan dari 298 sekolah, kepuasan karyawan dan data sikap
dikumpulkan dari 13.808 guru di sekolah-sekolah tersebut. Analisa korelasi dan
regresi mendukung hubungan yang diharapkan antara kepuasan / sikap karyawan
dengan kinerja organisasional. Persamaan penelitian ini dengan penelitian di atas
adalah dalam variabel penelitian, meneliti tentang kepuasan kerja. Sedangkan
perbedaannya adalah dalam hal obyek penelitian. Pada penelitian di atas
menggunakan obyek penelitian sekolah, dengan respondennya adalah para guru di
sekolah tersebut, sedangkan dalam penelitian ini responden adalah para pegawai
di Kantor Sekretariat Provinsi Bali. Perbedaan lainnya adalah dalam hal teknik
analisis data. Penelitian di atas menggunakan korelasi dan regresi, sedangkan
penelitian ini menggunakan Analisis SEM (Structural Equation Model).

23

2.2 Pengembangan Karir
2.2.1 Pengertian pengembangan karir
Sebelum dapat memahami pengertian dari pengembangan karir, terlebih
dahulu perlu didefinisikan istilah karir itu sendiri. Definisi yang lebih jelas dari
karir akan mempermudah dalam memahami makna dari pengembangan karir.

1) Pengertian karir
Karir atau career adalah menunjukkan perkembangan para pegawai secara
individu dalam jenjang jabatan atau kepangkatan yang dapat dicapai selama masa
kerja dalam suatu organisasi (Soeprihanto,2000). Simamora (2004) berpendapat
bahwa kata karir dapat dipandang dari beberapa perspektif yang berbeda yaitu
dari perspektif, obyektif dan subyektif. Dipandang dari perspektif yang obyektif,
karir merupakan urutan-urutan posisi yang diduduki oleh seseorang dalam
hidupnya, sedangkan dari perspektif yang subyektif, karir merupakan perubahan-perubahan nilai, sikap dan motivasi yang terjadi karena seseorang menjadi tua.
Kedua perspektif itu terfokus pada individu dan menganggap bahwa setiap
individu memiliki beberapa tingkat pengendalian terhadap nasibnya sehingga
individu

tersebut

dapat

memanipulasi

peluang

untuk

memaksimalkan

keberhasilan dan kepuasan yang berasal dari karirnya.
Dalam literatur pengetahuan mengenai perilaku (behavioral science) pada
umumnya menggunakan istilah karir dengan tiga pengertian, Handoko (2004)
memberikan pengertian karir sebagai berikut :
1) Karir sebagai suatu urutan promosi atau pemindahan (transfer) lateral
kejabatan-jabatan yang lebih menuntut tanggung jawab atau ke lokasi-

24

lokasi yang lebih baik dalam atau menyilang hirarkis hubungan kerja
selama kehidupan kerja seseorang.
2) Karir sebagai petunjuk pekerjaan-pekerjaan yang membentuk suatu pola
kemajuan yang sistematik dan jelas (jalur karir).
3) Karir sebagai sejarah pekerjaan seseorang atau serangkaian posisi yang
dipegangnya selama kehidupan kerja. Dalam konteks ini, semua orang
dengan sejarah kerja mereka disebut mempunyai karir.

Karir sebagai sarana untuk membentuk seseorang menemukan secara jelas
keaslian, nilai, tujuan karir dan kebutuhan untuk pengembangan, merencanakan
tujuan karir, secara kontinu mengevaluasi, merevisi, dan meningkatkan
rancangannya. Berdasarkan pengertian tersebut maka pengertian karir adalah
urutan aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaan dan perilaku-perilaku,
nilai-nilai dan aspirasi seseorang selama rentang hidupnya.
Beberapa pengertian karir menurut Sedarmayanti (2007) antara lain:
1) Rangkaian

kegiatan

kerja

terpisah

tetapi

berkaitan,

memberikan

kesinambungan, ketentraman dan arti dalam hidup seseorang.
2) Serangkaian pengalaman peran yang diurut dengan tepat menuju kepada
peningkatan tingkat tanggung jawab, status, kekuasaan, imbalan dan karir.
3) Semua pekerjaan yang dikerjakan selama masa kerja sekarang.
Karir adalah seluruh pekerjaan yang dimiliki atau dilakukan oleh individu
selama masa hidupnya (Rivai, 2005).
Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa karir adalah
merupakan suatu rangkaian perubahan nilai, sikap dan perilaku serta motivasi

25

yang terjadi pada setiap individu, selama rentang waktu kehidupannya untuk
menemukan

secara

jelas

keaslian,

tujuan

karir

dan

kebutuhan

untuk

pengembangan, merencanakan tujuan karir dan secara kontinu mengevaluasi,
merevisi, dan meningkatkan rancangannya.

2) Pengertian pengembangan karir
Sumber daya manusia atau pegawai merupakan ujung tombak perusahaan,
karena keberhasilan perusahaan sangat didukung oleh kualitas dan kompetensi
sumber daya manusianya. Perusahaan harus mampu menciptakan loyalitas kerja
bagi pegawainya karena mereka merupakan aset penting yang harus
dipertahankan, dipelihara dan dikembangkan oleh perusahaan. Loyalitas nantinya
juga akan mempengaruhi kinerja pegawai dan kinerja perusahaan. Salah satu cara
untuk menciptakan loyalitas kerja pegawai adalah dengan memperhatikan
pengembangan karir mereka, baik karir yang berpusat pada organisasi maupun
karir yang berpusat pada individu pegawai. Pengembangan karir pegawai
seharusnya memang tidak hanya tergantung dari usaha-usaha individual saja,
tetapi harus didukung oleh kepentingan organisasi. Untuk sinkronnya maka pihak
organisasi dalam hal ini departemen personalia dapat mengatur perkembangan
karir pegawai dan akan lebih mantap lagi apabila pimpinan organisasi merestui
program-program pengembangan karir yang ditetapkan oleh departemen
personalia (Martoyo, 2007).
Pengembangan karir merupakan proses dan kegiatan mempersiapkan
seorang pegawai untuk menduduki jabatan dalam organisasi atau perusahaan,
yang akan dilakukan di masa datang menurut Stone (Saydam, 2005).

26

Pengembangan karir merupakan upaya atau langkah-langkah yang dilaksanakan
oleh seorang pegawai dan manajer sumber daya manusia dalam rangka
pengembangan potensi pegawai untuk dapat menduduki jabatan yang lebih tinggi
dalam usaha mencapai tujuan perusahaan. Pentingnya pengembangan karir erat
hubungannya dengan kepuasan kerja pegawai, loyalitas, tingkat perputaran
pegawai dan kreativitas pegawai. Semakin jelas pelaksanaan pengembangan karir
dalam suatu perusahaan akan menyebabkan semakin meningkat kepuasan
pegawai, loyalitas, kreativitas pegawai dan menurunnya tingkat perputaran
pegawai. Pengembangan karir adalah proses peningkatan kemampuan kerja
individu yang dicapai dalam rangka mencapai karir yang diinginkan (Rivai,
2005).
Simamora (2006) menyatakan pengembangan karir melalui perencanaan
karir dan manajemen karir. Perencanaan karir (career planning) adalah proses
melaluinya individu pegawai mengidentifikasi dan mengambil langkah-langkah
untuk

mencapai

tujuan-tujuan

karirnya.

Perencanaan

karir

melibatkan

pengidentifikasian tujuan-tujuan yang berkaitan dengan karir dan penyusunan
rencana-rencana untuk mencapai tujuan tersebut. Manajemen karir

(career

management) adalah proses melaluinya organisasi memilih, menilai, menugaskan
dan mengembangkan para pegawainya guna menyediakan sekumpulan orangorang yang berbobot guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan di masa yang akan
datang. Jadi agar pengembangan karir berjalan dengan baik, maka harus
diciptakan keselarasan antara perencanaan karir yang dilakukan oleh pegawai
dengan manajemen karir yang diterapkan oleh organisasi.

27

Soeprihanto (2000) menyatakan pengembangan karir adalah suatu
kemungkinan-kemungkinan seorang pegawai sebagai individu dapat naik pangkat
atau jabatan yang dihubungkan dengan kemampuan dan persyaratan pegawai
tersebut sehingga dapat tercapai kepuasan kerja yang mendorong peningkatan
prestasi dan perkembangan pribadinya, disesuaikan dengan rencana yang telah
diatur oleh organisasi.
Penelitian yang terkait dengan variabel pengembangan karir adalah
penelitian oleh Sugiono (2005) dengan Judul : ”Analisis Pengaruh Pengembangan
Karir terhadap Kepuasan Kerja Pegawai PT. Pos Indonesia Cabang Malang”.
Variabel yang diteliti adalah adalah kegiatan pada tahap pengembangan yakni ;
kepuasan kerja, sistem mentor, pelatihan, rotasi jabatan dan program beasiswa
atau ikatan dinas. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pengembangan
karir berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai dan pelatihan
merupakan program pengembangan karir yang berpengaruh paling dominan
terhadap kepuasan kerja pegawai. Persamaan penelitian ini dengan penelitian
diatas adalah sama-sama meneliti tentang pengembangan karir. Perbedaannya
adalah

pada

pokok

permasalahan,

penelitian

ini

membahas

pengaruh

pengembangan karir terhadap kepuasan kerja pegawai. Variabel yang diteliti
adalah hanya kegiatan pada tahap pengembangan saja yakni; kepuasan kerja,
sistem mentor, pelatihan, rotasi jabatan dan program bea siswa atau ikatan dinas.
Perbedaan lain yaitu dalam teknik analisis yang digunakan. Penelitian diatas
menggunakan analisa regresi sedangkan penelitian ini menggunakan Analisis
SEM (Structural Equation Model).

28

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat dikemukakan bahwa yang
dimaksud dengan pengembangan karir adalah proses dan kegiatan serta langkahlangkah untuk mempersiapkan seorang pegawai dalam rangka pengembangan
potensi pegawai untuk dapat menduduki jabatan yang lebih tinggi dalam usaha
mencapai tujuan perusahaan. Peranan pimpinan perusahaan dalam hal ini manajer
Sumber Daya Manusia dalam hubungannya dengan rencana dan pengembangan
karir, agar memperhatikan hal-hal berikut :
1) Memberi pelayanan dan membantu pegawai dalam pengembangan karir.
2) Menyelenggarakan berbagai program pendidikan dan pelatihan pegawai
atas biaya perusahaan sebagai upaya perusahaan untuk meningkatkan
mutu pegawai dan juga meningkatkan kinerja pegawai.
3) Mengadakan berbagai program perbaikan mutu kinerja, peningkatan
disiplin diri, kesetiaan, kesejahteraan dan menumbuhkan motivasi di
kalangan pegawai.
4) Program promosi yang menunjukkan keadilan dan tak ada diskriminasi.

2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan karir
Ada lima faktor yang akan mempengaruhi mulus tidaknya karir seorang
pegawai yaitu (Tohardi, 2002) :
1)

Sikap atasan, rekan sekerja, dan bawahan
Orang yang berprestasi dalam bekerja namun tidak disukai oleh orang
disekeliling tempat ia bekerja, maka orang yang demikian tidak akan

29

mendapat dukungan untuk meraih karir yang lebih baik. Dengan kata lain,
orang yang demikian tidak dipakai dalam organisasi tersebut.
2)

Pengalaman
Pengalaman dalam konteks ini berkaitan tingkat golongan (senoritas)
seorang pegawai. Dalam mempromosikan para senior bukan hanya
mempertimbangkan pengalaman saja tetapi ada pemberian penghargaan
terhadap pengabdiannya kepada organisasi.

3)

Pendidikan
Faktor pendidikan biasanya menjadi syarat untuk menduduki sebuah jabatan
dan mempengaruhi kemulusan karir seseorang. Semakin berpendidikan
seseorang akan semakin baik, atau dengan kata lain orang yang
berpendidikan lebih tinggi akan memiliki pemikiran yang lebih baik pula.

4)

Prestasi
Prestasi dapat saja terjadi dari akumulasi pengalaman, pendidikan dan
lingkungan kerja yang baik. Namun prestasi yang baik tentunya merupakan
usaha yang kuat dari dalam diri seseorang, walaupun karena keterbatasan
pendidikan, pengalaman, dukungan rekan-rekan sekerja.

5)

Faktor Nasib
Faktor nasib juga turut menentukan walaupun porsinya kecil, bahkan para
ahli mengatakan faktor nasib berpengaruh terhadap keberhasilan hanya
sepuluh persen saja.

30

Menurut konsep Schein dalam Dubrin (1989), faktor yang mempengaruhi
pengembangan karir adalah :
1) Manajerial Competence (kemampuan manajerial)
2) Technical/ Fungsional Competence (kemampuan teknis)
3) Security (keamanan)
4) Creativity (kreativitas)
5) Autonomi Independence (otonomi kebebasan)
Dalam proses pengembangan karir pegawai dalam organisasi, ada 3
hubungan saling terkait antara individu, manajer, maupun organisasi. Ketigatiganya memiliki peran masing-masing. Gary Dessler (2004) menjelaskan peran
ketiganya dalam pengembangan karir sebagai berikut:
1)

Peran Individu
- Terimalah tanggung jawab untuk karir Anda sendiri.
- Taksirlah minat, keterampilan, dan nilai anda.
- Carilah informasi dan rencana karir.
- Bangunlah tujuan dan rencana karir.
- Manfaatkanlah peluang pengembangan.
- Berbicaralah dengan manajer Anda tentang karir Anda.
- Ikutilah seluruh rencana karir yang realistic.

2)

Peran Manajer
- Berikanlah umpan balik kinerja yang tepat waktu.
- Berikan dukungan dan penilaian pengembangan.
- Berpartisipasilah dalam diskusi pengembangan karir.

31

- Dukunglah rencana pengembangan karir.
3)

Peran Organisasi
- Komunikasi misi, kebijakan, dan prosedur.
- Berikan peluang pelatihan dan pengembangan.
- Berikan informasi karir dan program karir.
- Tawarkan satu keanekaragaman pilihan karir.1
Jadi, pengembangan karir seorang individu sangat terpengaruh dari 3
peran tersebut. Dari peran tersebut, nampak bahwa seorang manajer sangat
berperan dalam pengembangan karir individu di sebuah organisasi. Manajer yang
baik seharusnya mendukung penuh kinerja karyawan dan proaktif untuk
membantu karyawan dalam mengembangkan karir.

2.3 Kepemimpinan
2.3.1 Pengertian kepemimpinan
Kelangsungan hidup suatu organisasi dalam sejarah sangat dipengaruhi
oleh pemimpin-pemimpinnya, hal yang dilakukan orang dalam organisasi
mencerminkan perilaku pemimpinnya, orang cenderung mengikuti pemimpinnya.
Pemimpin adalah orang yang membina dan menggerakkan seseorang atau
sekelompok orang lain agar mereka bersedia, komit, dan setia melaksanakan tugas
dan tanggung jawabnya di dalam mencapai tujuan perusahaan yang telah
ditetapkan sebelumnya (Gorda, 2006).
Martoyo (2000) mendefinisikan kepemimpinan adalah keseluruhan
aktifitas dalam rangka mempengaruhi orang-orang agar mau bekerja sama untuk
1

32

mencapai suatu tujuan yang memang diinginkan bersama. Menurut Terry
(Saydam, 2005) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah keseluruhan kegiatan
untuk mempengaruhi kemauan orang lain untuk mencapai tujuan bersama.
Selanjutnya menurut Dubin (Saydam, 2005) kepemimpinan adalah aktivitas
pemegang kewenangan dan pengambil keputusan.
Siagian (2002) mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan
seseorang dalam mempengaruhi orang lain sedemikian rupa sehingga orang lain
mau melakukan kehendak pemimpin meskipun secara pribadi hal itu mungkin
tidak disenanginya. Siagian (2002) mengemukakan bahwa peranan pemimpin atau
kepemimpinan dalam organisasi atau perusahaan ada tiga bentuk yaitu peranan
yang bersifat interpersonal, peranan yang bersifat informasional, dan peran
pengambilan keputusan. Yang dimaksud dengan peranan yang bersifat
interpersonal dalam organisasi adalah bahwa seorang pemimpin dalam perusahaan
atau organisasi merupakan simbol akan keberadaan organisasi, seorang pemimpin
bertanggung jawab untuk memotivasi dan memberikan arahan kepada bawahan,
dan seorang pemimpin mempunyai peran sebagai penghubung. Peranan yang
bersifat informasional mengandung arti bahwa seorang pemimpin dalam
organisasi mempunyai peran sebagai pemberi, penerima dan penganalisa
informasi. Sedangkan peran pemimpin dalam pengambilan keputusan mempunyai
arti bahwa pemimpin mempunyai peran sebagai penentu kebijakan yang akan
diambil berupa strategi-strategi bisnis yang mampu untuk mengembangkan
inovasi, mengambil peluang atau kesempatan dan bernegosiasi dan menjalankan
usaha dengan konsisten.

33

Penelitian yang terkait dengan variabel kepemimpinan adalah penelitian
yang dilakukan oleh Li (2004), yang berjudul “Examining The Effect of
Organization

Culture

and

Leadership

Behaviors

and

Organizational

Commitment, Job Satisfaction and Job Performance at Small and Middle Sized
Firms of Taiwan.” Penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh dari
pola kepemimpinan pada komitmen organisasi. Bahwa idealized influence leaders
dengan budaya inovatif akan menghasilkan karyawan yang lebih berkomitmen
dan mencapai kepuasan kerja yang diinginkan. Persamaannya dengan penelitian
ini adalah sama-sama meneliti tentang kepemimpinan, sedangkan perbedaannya
terletak pada variabel bebas dan teknik analisis yang digunakan.
Berdasarkan beberapa definisi kepemimpinan tersebut maka dapat
dikemukakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan seseorang dalam
mempengaruhi orang lain sedemikian rupa sehingga orang-orang mau bekerja
sama untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan bersama.

2.3.2 Sifat-sifat seorang pemimpin
Menurut Gorda (2006) terdapat empat implikasi penting yang harus
dipahami dan dimengerti oleh seorang pimpinan yaitu :
1) Kepemimpinan menyangkut orang lain dalam hal

ini pegawai

yang

menjadi bawahannya
2) Kepemimpinan menyangkut kemampuan dan kecerdasan seseorang untuk
menumbuhkan kerjasama, komitmen, dan kesetiaan pegawai sehingga

34

mereka bekerja dengan penuh semangat untuk mencapai tujuan
perusahaan yang telah ditetapkan terlebih dahulu
3) Kepemimpinan

menyangkut

kemampuan

dan

kecerdasan

untuk

mengadakan pembagian tugas dan tanggung jawab serta keberanian
melimpahkan wewenang kepada orang lain
4) Kepemimpinan menyangkut masalah pencapaian tujuan (tujuan individual,
kelompok, organisasional, dan tujuan kemasyarakatan).
Miljus (Martoyo, 2007) mengatakan bahwa tanggung jawab para
pemimpin adalah sebagai berikut.
1) Menentukan tujuan pelaksanaan kerja realistis (dalam arti kuantitas,
kualitas, keamanan).
2) Melengkapi para pegawai dengan sumber dana yang diperlukan untuk
menjalankan tugasnya.
3) Mengkomunikasikan pada para pegawai tentang apa yang diharapkan dari
mereka.
4) Memberikan susunan hadiah yang sepadan untuk mendorong prestasi.
5) Mendelegasikan

wewenang

apabila

diperlukan

dan

mengundang

partisipasi apabila memungkinkan.
6) Menghilangkan hambatan untuk pelaksanaan pekerjaan yang efektif.
7) Menilai pelaksanaan pekerjaan dan mengkomunikasikan hasilnya.
8) Menunjukkan perhatian kepada pegawai.

35

Seirama dengan perlu dan sangat pentingnya human relation dalam
kepemimpinan suatu organisasi, menurut Terry (Martoyo, 2007) seorang
pemimpin harus memiliki sifat-sifat di bawah ini yaitu
1) Penuh energi (energic), untuk tercapainya kepemimpinan yang baik
diperlukan energi yang baik pula, jasmani maupun rohani. Seorang
pemimpin harus sanggup bekerja dalam jangka panjang dan dalam waktu
yang tidak tentu, sewaktu-waktu dibutuhkan tenaganya, ia harus sanggup
melaksanakannya, mengingat kedudukan dan fungsinya.
2) Memiliki stabilitas emosi, seorang pemimpin yang efektif harus
melepaskan diri dari kecurigaan atau apriori terhadap bawahannya dan
tidak boleh cepat naik pitam, ia harus tegas, konsekuen dan konsisten
dalam tindakan-tindakannya, percaya diri dan memiliki jiwa sosial
terhadap bawahannya.
3) Memiliki kemampuan tentang hubungan antar manusia, mengingat tugas
yang penting dari seorang pemimpin adalah memimpin dan memajukan
bawahannya, maka seorang pemimpin harus mengetahui benar tentang
sifat-sifat orang, bagaimana mereka mengadakan reaksi terhadap sesuatu
tindakan atau situasi yang bermacam-macam.
4) Motivasi pribadi, keinginan untuk dapat memimpin harus datang dari
dorongan batinnya sendiri, bukan dari luar dirinya. Kekuatan dari luar
hanya menstimulir saja terhadap keinginan-keinginan untuk menjadi
pemimpin. Hal ini tercermin dalam keteguhan pendiriannya, kemauan
yang keras dalam bekerja, kegembiraan (antusiasme) dalam bekerja, tidak

36

ada sesuatu yang besar dapat dicapai tanpa adanya kegembiraan dalam
bekerja.
5) Kemahiran mengadakan komunikasi, seorang pemimpin harus cakap
dalam mengutarakan gagasan baik secara lisan maupun tulisan. Hal ini
sangat penting bagi pemimpin untuk dapat mendorong maju bawahan,
memberikan atau menerima informasi bagi kemajuan organisasi dan
kepentingan bersama.
6) Kecakapan mengajar, mengajar adalah jalan yang terbaik untuk
memajukan

orang-orang

ataupun

menyadarkan

orang-orang

atas

pentingnya tugas-tugas yang dibebankan. Pemimpin harus mampu
memberikan petunjuk-petunjuk mengoreksi kesalahan-kesalahan yang
terjadi, mengajukan saran-saran maupun menerima saran-saran.
7) Kecakapan sosial, seorang pemimpin harus memiliki kemampuan bekerja
sama dengan orang lain dengan berbagai ragam sifatnya, harus pandai
mengadakan pendekatan terhadap orang-orang dan menghargai pendapat
orang lain.
8) Kemampuan teknis, meskipun dikatakan bahwa makin tinggi tingkat
kepemimpinan seseorang, makin kurang diperlukan kemampuan teknis,
namun masih diperlukan karena akan lebih mudah mengadakan koreksi
bila terjadi suatu kesalahan pelaksanaan tugas dari bawahannya.

37

Menurut Sri Budi (2005) seorang pemimpin harus mempunyai sifat-sifat
sebagai berikut :
1)

Watak dan kepribadian terpuji. Agar para bawahan maupun orang

yang berada di luar organisasi mempercayainya, seorang pemimpin harus
mempunyai watak dan kepribadian yang tinggi.
2)

Keinginan melayani bawahan. Seseorang pemimpin harus percaya

pada bawahan. Ia mendengarkan pendapat mereka dan berkeinginan
membantu mereka.
3)

Memahami kondisi lingkungan. Seorang pemimpin tidak hanya

menyadari tentang apa yang terjadi disekitarnya, tetapi juga harus
memiliki pengertian yang memadai, sehingga dapat mengevaluasi
perbedaan kondisi organisasi dan para bawahannya.
4)

Integrasi yang tinggi. Seorang pemimpin harus mempunyai

kemampuan berfikir pada taraf yang tinggi. Ia harus dituntut untuk mampu
menganalisa masalah dengan efektif, belajar dengan cepat, dan memiliki
minat yang tinggi untuk mendalami dan menggali ilmu.
5)

Berorientasi ke depan. Seorang pemimpin harus memiliki intuisi,

kemampuan memprediksi, dan visi sehingga mengetahui organisasi yang
dikelolanya.
6)

Sikap

terbuka

dan

tegas.

Pemimpin

harus

sanggup

mempertimbangkan fakta-fakta dan inovasi baru. Luas namun konsisten
pendiriannya.

38

Menurut Gorda (2006) fungsi utama kepemimpinan dalam hubungannya
dengan peningkatan aktivitas dan efisiensi perusahaan sebagai pembaharu
(inovator), mensosialisasikan berbagai ide, gagasan, rencana dan program kerja
perusahaan (comunicator), mendorong pegawai untuk melaksanakan tugas dan
tanggung jawab secara ikhlas untuk mencapai tujuan perusahaan, membina,
mendorong pegawai agar tetap memberikan sumbangan optimal kepada
pencapaian tujuan organisasi (motivator) dan mengawasi atau mengendalikan
berbagai aktivitas perusahaan ke arah efisiensi dan efektivitas (controller). Setiap
organisasi membutuhkan seorang pimpinan yang mampu memberi teladan yang
baik, dimana pada dirinya terpendam sifat pandai menjunjung martabat diri dan
harga diri, namun tidak angkuh, sombong dan menganggap diri paling super
dalam segala hal. Dia dihormati oleh lingkungannya, namun dia juga
menghormati sesama dan para pengikutnya, karena dia selalu pandai dalam
bertimbang rasa, bersikap rendah hati, selalu terbuka (Martoyo, 2007).

2.4 Hubungan Kerja
Dalam kehidupan perusahaan, pegawai tidak akan dapat bekerja sendirian
melainkan memerlukan bantuan dari teman sekerjanya maupun bantuan dari
pimpinan organisasi. Dengan adanya hal tersebut, maka pelaksanaan aktivitas
yang dilakukan sehari-hari tidak akan terlepas dari komunikasi. Komunikasi
adalah pemindahan pengertian dalam bentuk gagasan atau informasi dari
seseorang kepada orang lain (Handoko, 2004). Komunikasi yang akan dibahas
dalam penelitian ini adalah hubungan kerja pegawai.

39

Hubungan kerja disini adalah mencerminkan hubungan yang terjadi dalam
suatu organisasi/perusahaan. Hubungan tersebut dapat berupa hubungan antara
pegawai, hubungan antara pegawai dengan atasannya. Hubungan kerja yang
kondusif terdapat dalam suatu organisasi akan menciptakan atau memberikan nilai
lebih untuk meningkatkan kedisiplinan kerja pegawai karena mereka merasa
dihargai dan diperhatikan, mengingat setiap manusia mempunyai karakteristik
yang sangat heterogen, kebutuhan yang beragam, perasaan yang berlainan, emosi
yang tidak sama dan masih banyak lagi unsur yang terdapat dalam jiwa dan fisik
manusia yang memerlukan penanganan secara profesional. Penghargaan tersebut
menjadi sebab tumbuh kembangnya perasaan senang di kalangan pegawai dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, semangat kerja semakin meningkat
yang akhirnya karirnya semakin baik dan terjadi peningkatan kepuasan kerja
pegawai. Dalam organisasi apapun hubungan kerja menjadi begitu penting karena
organisasi tersebut mempunyai dua pilar yakni anggota dan lingkungan.
Organisasi

akan

eksis

apabila

mampu

mengendalikan

anggota

serta

lingkungannya.

2.4.1 Bentuk-bentuk komunikasi dalam hubungan kerja
Hubungan kerja erat kaitannya dengan komunikasi dan di dalam suatu
organisasi terdapat empat bentuk komunikasi (Siagian, 2001) yaitu :
1)

Komunikasi

vertikal

ke

bawah,

merupakan

wahana

bagi

manajemen untuk menyampaikan berbagai hal kepada para bawahannya

40

seperti perintah, instruksi, kebijaksanaan baru, pengarahan, pedoman
kerja, nasehat dan teguran.
2)

Komunikasi vertikal ke atas, keinginan para anggota organisasi

untuk menyampaikan berbagai hal seperti laporan hasil pekerjaan,
masalah yang dihadapi yang sifatnya kedinasan maupun yang sifatnya
pribadi kepada atasannya.
3)

Komunikasi horisontal, berlangsung anatar orang-orang yang

berada pada tingkat yang sama dalam hierarki organisasi, akan tetapi
melaksanakan kegiatan yang berbeda.
4)

Komunikasi diagonal, berlangsung antara dua satuan kerja yang

berada

pada

jenjang

hierarki

organisasi

yang

berbeda,

tetapi

menyelenggarakan kegiatan yang sejenis.

Hubungan komunikasi dalam hubungan kerja adalah bahwa komunikasi
penting di dalam organisasi (Manulang, 2001). Komunikasi berlaku sebagai mata
rantai koordinasi antara para pegawai dengan adanya komunikasi yang baik, dapat
berakibat kepada meningkatnya semangat kerja pegawai, dan akhirnya secara
tidak langsung dapat mempercepat proses pencapaian tujuan perusahaan. Davis,
dkk (2004) juga mengatakan bahwa komunikasi dalam hubungan kerja yang
efektif akan mendorong timbulnya prestasi kerja yang lebih baik dan kepuasan
kerja yang lebih baik, dan kepuasan kerja merupakan refleksi dari semangat kerja.
Menurut Wijaya (1994) tujuan komunikasi adalah sebagai berikut :

41

1)

Apa

yang

disampaikan

komunikator

dapat

dimengerti.

Komunikator harus bisa menjelaskan kepada komunikan atau abawahan
dengan sebaik-baiknya atau tuntas sehingga mereka dapat mengikuti apa
yang dimaksudkan.
2)

Memahami orang lain, sebagai pimpinan harus mengetahui benar

aspirasi bawahan mengenai apa yang diinginkannya, jangan mereka
menginginkan arah untuk pergi ke barat tetapi dia memberikan jalan ke
timur.
3)

Supaya gagasan dapat diterima orang lain, maka harus berusaha

agar gagasan dapat diterima oleh orang lain dengan pendekatan yang
persuasif bukan memaksakan kehendak.
4)

Menggerakkan orang lain untuk melakukan sesuatu, menggerakan

sesuatu dapat bermacam-macam mungkin berupa kegiatan-kegiatan
yang dimaksud disini adalah kegiatan yang lebih banyak mendorong
namun yang lebih penting adalah bagaimana cara yang baik untuk
melakukannya.
Menurut Ludloww, dkk (1996) menyatakan bahwa manfaat komunikasi
adalah :
1)

Komunikasi mendatangkan efektivitas yang lebih besar

2)

Komunikasi

seharusnya

mendapatkan

orang-orang

pada

tempat

yang

42

3)

Komunikasi membawa orang-orang terlibat dalam organisasi dan

meningkatkan motivasi untuk menghasilkan kinerja yang baik dan juga
meningkatkan komitmen terhadap organisasi.
4)

Komunikasi menghasilkan hubungan dan pengertian yang lebih

baik antara atasan dan bawahan, kolega, orang-orang didalam organisasi
dan diluar organisasi.
5)

Komunikasi menolong orang-orang yang mengerti perlunya

perubahan bagaimana seharusnya mereka mengelola perubahan itu,
bagaimana penolakan terhadap perubahan.

Terdapat penelitian yang dapat dijadikan referensi yaitu penelitian yang
dilakukan oleh Ayu Nyoman Rai Wiryani (2004) dengan judul pengaruh
komunikasi dan kepemimpinan terhadap semangat kerja di Perusahaan Daerah
Air Minum Kota Denpasar. Penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi
linear berganda, uji F dan uji t dengan kesimpulan bahwa komunikasi dan
kepemimpinan berpengaruh secara serempak dan parsial terhadap semangat kerja
karyawan di Perusahaan Daerah Air Minum Kota Denpasar, dan variabel
komunikasi mempunyai pengaruh yang dominan dibandingkan variabel
kepemimpinan. Persamaan dengan penelitian sebelumnya adalah terletak pada
variabel kepemimpinan serta indikator dari variabel komunikasi yaitu hubungan
kerja pegawai. Sedangkan perbedaannya terletak pada teknik analisis data, lokasi
penelitian dan dimensi waktu diadakannya penelitian.
Penelitian berikutnya dilakukan oleh Ni Komang Ary Rahayu dengan
judul hubungan komunikasi dengan semangat kerja karyawan pada Arma Resort

43

Ubud Gianyar. Penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi linear berganda,
uji F dan uji t. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa komunikasi memiliki
pengaruh yang dominan terhadap semangat kerja karyawan pada Arma Resort
Ubud Gianyar. Persamaan dengan penelitian sebelumnya adalah pada variabel
komunikasi dengan indikator hubungan kerja, sedangkan perbedaannya pada
teknik analisis data dan lokasi penelitian.
Penelitian sebelumnya yang mejadi referensi ketiga adalah penelitian yang
dilakukan oleh Sudersen (2003) yang berjudul “Analisis beberapa faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja pegawai administrasi kantor Rektorat Universitas
Udayana Bukit Jimbaran”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh yang signifikan, baik secara bersama-sama maupun secara masingmasing oleh lingkungan kerja fisik, kemampuan kerja, beban kerja, gaya
kepemimpinan atasan langsung, peluang mengembangkan diri, komunikasi
informasi dan mekanisme kerja terhadap kepuasan kerja pegawai administrasi
kantor Rektorat Unud. Persamaan penelitian ini dengan penelitian di atas adalah
sama-sama meneliti tentang kepuasan kerja dan terdapat beberapa variabel yang
dianggap mempengaruhi kepuasan kerja yakni kepemimpinan, komunikasi dalam
kerja serta pengembangan karir. Perbedaannya pada teknik analisis yang
digunakan. Penelitian terdahulu menggunakan teknik analisis regresi sedangkan
pada penelitian ini digunakan Analisis SEM (Structural Equation Model).