KONSEP ASKEP JIWA DENGAN GANGGUAN PERSEP

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Halusinasi merupakan akibat adanya gangguan dalam proses berpikir dan
orientasi realitas. Individu tidak mampu membedakan rangsangan internal
dan eksternal. Halusinasi didefinisikan sebagai persepsi sensori dari suatu
obyek tanpa adanya suatu rangsangan dari luar. Gangguan persepsi ini
meliputi seluruh panca indra.
Disfungsi yang terjadi pada halusinasi menggambarkan hilangnya
kemampuan menilai realitas, klien hidup dalam dunianya sendiri dan merasa
terganggu dalam interaksi sosialnya sehingga menyebabkan gangguan
berhubungan sosial, komunikasi susah, dan kadang-kadang membahayakan
diri klien, orang lain maupun lingkungan, menunjukan bahwa klien
memerlukan

pendekatan

asuhan


keperawatan

secara

intensif

dan

komprenhensif.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di ruang Perkutut, terdapat ±
70% (dari 24 klien) yang mengalami halusinasi. Masalah keperawatan yang
ada, yakni klien belum tahu bagaimana cara mengontrol halusinasinya, klien
menunjukan perilaku menarik diri, hubungan interpersonal dan komunikasi
kurang sebagai dampak dari timbulnya halusinasi.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Sebagai salah satu tugas dalam mata kuliah Keperawatan Jiwa I
2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui Konsep dan Asuhan Keperawatan pada Klien
dengan Halusinasi


BAB II
TINJAUAN TEORITIS

1

2

A. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengertian
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien
mengalami perubahan sensori, seperti merasakan sensasi palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. Klien
merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. (WHO, 2006)
Halusinasi merupakan proses akhir dari pengamatan yang diawali
oleh proses diterimanya, stimulus oleh alat indra, kemudian individu ada
perhatian, lalu diteruskan ke otak dan baru kemudian individu menyadari
tentang sesuatu yang dinamakan persepsi (Yosep, 2009)
Halusinasi adalah satu persepsi yang salah oleh panca indera tanpa
adanya rangsang (stimulus) eksternal (Cook & Fontain, Essentials of

Mental Health Nursing, 1987).
2. Etiologi
a. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis
dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk
mengatasi stress. Diperoleh baik dari klien maupun keluarganya. Factor
predisposisi dapat meliputi factor perkembangan, sosiokultural,
biokimia, psikologis, dan genetic. (Yosep, 2009)
1) Faktor perkembangan : Jika tugas perkembangan mengalami
hambatan dan hubungan interpersonal terganggu, maka individu
akan mengalami stress dan kecemasan.
2) Faktor sosiokultural : Berbagai factor

dimasyarakat

dapat

menyebabkan seseorang merasa disingkirkan, sehingga orang
tersebut merasa kesepian dilingkungan yang membesarkannya.
3) Faktor biokimia : Mempunyai pengaruh terhadap terhadap terjadinya

gangguan jiwa. Jika seseorang mengalami stress yang berlebihan,
maka didalam tubuhnya akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat
halusinogenik neurokimia seperti buffofenon dan dimethytrenferase
(DMP).

2

3

4) Faktor

psikologis

:

Tipe

kepribadian

lemah


dan

tidak

bertanggungjawab mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat
adiktif. Berpengaruh pada ketidakmampuanklien dalam mengambil
keputusan demi masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan
sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.
5) Faktor genetik : Gen yang berpengaruh dalam skizofrenia belum
diketahui, tetapi hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga
menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
b. Faktor presipitasi

Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan,
penasaran, tidak aman, gelisah, bingung, dan lainnya. Menurut Rawlins
dan Heacock, 1993 halusinasi dapat dilihat dari 5 dimensi yaitu :
1) Dimensi fisik : Halusinasi dapat timbul oleh kondisi fisik seperti
kelelahan yang luar biasa, penyalahgunaan obat, demam, kesulitan
tidur.

2) Dimensi emosional : Perasaan cemas yang berlebihan atas masalah
yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi berupa
perintah memaksa dan menakutkan.
3) Dimensi intelektual : Halusinasi merupakan usaha dari ego untuk
melawan implus yang menekan merupakan suatu hal yang
menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian
klien.
4) Dimensi sosial : Klien mengalami interaksi sosial menganggap hidup
bersosialisasi di alam nyata sangat membahyakan. Klien asyik
dengan

halusinasinya

seolah

merupakan

temapat

memenuhi


kebutuhan dan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak
di dapatkan di dunia nyata.
5) Dimensi spiritual : Secara spiritual halusinasi mulai denga
kehampaan hidup, ritinitas tidak bermakna, hilangnya aktifitas
ibadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri.
3. Tanda dan Gejala
Menurut Yosep, 2009 tanda dan gejala halusinasi adalah :
a. Melihat bayangan yang menyuruh melakukan sesuatu berbahaya.
b. Melihat seseorang yang sudah meninggal.
3

4

c. Melihat orang yang mengancam diri klien atau orang lain

d. Bicara atau tertawa sendiri.
e. Marah-marah tanpa sebab.
f. Menutup mata.
g. Mulut komat-kamit

h. Ada gerakan tangan
i. Tersenyum
j. Gelisah
k. Menyendiri, melamun
4. Proses terjadinya halusinasi
Menurut Yosep, 2009 proses terjadinya halusinasi terbagi menjadi 4
tahap yaitu:
a. Tahap pertama : Pada fase ini halusinasi berada pada tahap
menyenangkan dengan tingkat ansietas sedang, secara umum
halusinasi bersifat menyenangkan. Adapun karakteristik yang tampak
pada individu adalah orang yang berhalusinasi mengalami keadaan
emosi seperti ansietas, kesepian, merasa takut serta mencoba
memusatkan penenangan pikiran untuk mengurangi ansietas.
b. Tahap kedua : Pada tahap ini halusinasi berada pada tahap
menyalahkan dengan tingkat kecemasan yang berat. Adapun
karakteristik yang tampak pada individu yaitu individu merasa
kehilangan kendali dan mungkin berusaha untuk menjauhkan dirinya
dari sumber yang dipersiapkan, individu mungkin merasa malu
dengan pengalaman sensorinya dan menarik diri dari orang lain.
c. Tahap ketiga : Pada tahap ini halusinasi berada pada tahap

pengendalian dengan tingkat ansietas berat, pengalaman sensori yang
dirasakan individu menjadi penguasa. Adapun karakteristik yang
tampak pada individu adalah orang yang berhalusinasi menyerah
untuk melawan pengalaman halusinasinya dan membiarkan halusinasi
tersebut menguasai dirinya, individu mungkin mengalami kesepian
jika pengalaman sensori tersebut berakhir.
d. Tahap keempat : Pada tahap ini halusinasi berada pada tahap
menakutkan dengan tingkat ansietas panik. Adapun karakteristik yang
tampak

pada

individu

adalah

4

pengalaman


sensori

mungkin

5

menakutkan jika individu tidak mengikuti perintah, dimana halusinasi
bisa berlangsung beberapa jam atau beberapa hari, apabila tidak ada
intervensi terapeutik.
5. Mekanisme koping
Mekanisme koping merupakan tiap upaya yang diarahkan pada
pengendalian stress, termasuk upaya penyelesaian masalah secara
langsung dan mekanisme pertahanan lain yang digunakan melindungi diri.
Mekanisme koping menurut Yosep, 2009 meliputi cerita dengan orang lain
(asertif), diam (represi/supresi), menyalahkan orang lain (sublimasi),
mengamuk (displacement), mengalihkan kegiatan yang bermanfaat
(konversi), memberikan alasan yang logis (rasionalisme), mundur ke tahap
perkembangan sebelumnya (regresi), dialihkan ke objek lain, memarahi
tanaman atau binatang (proyeksi).


6. Penatalaksanaan (Yosep, 2009)
a. Medis (Psikofarmako)
1) Chlorpromazine
a) Indikasi : Indikasi obat ini utnuk sindrom psikis yaitu berdaya
berat dalam kemampuan menilai realitas, kesadaran diri
terganggu, daya ingat norma social dan tilik diri terganggu.
Berdaya berat dalam fungsi-fungsi mental seperti: waham dan
halusinasi. Gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau
tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan seharihari seperti tidak mampu bekerja, hubungan social dan
melakukan kegiatan rutin.
b) Mekanisme kerja : Memblokade dopamine pada reseptor pasca
sinap di otak, khususnya system ekstra pyramidal.
c) Efek samping :
 Sedasi, dimana pasien mengatakan merasa melayang-layang
antar sadar atau tidak sadar.

5

6



Gangguan

otonomi

(hipotensi)

antikolinergik

atau

parasimpatik, seperti mulut kering, kesulitan dalam miksi
dan defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekana


intraokuler meninggi, gangguan irama jantung.
Gangguan ektrapiramidal seperti : distonia akut, akathsia

syndrome parkinsontren, atau bradikinesia regiditas.
d) Kontra indikasi : Kontra indikasi obat ini seperti penyakit hati,
penyakit darah, epilepsi (kejang, perubahan kesadaran),
kelainan jantung, febris (panas), ketergantungan obat, penyakit
SSP (system saraf pusat), gangguan kesadaran disebabkan oleh
depresan.
e) Penggunaan obat : Penggunaan obat pada klien dengan kondisi
akut di berikan 3x100mg. Apabila kondisi klien sudah stabil
dosisnya di kurangi menjadi 1x100mg pada malam hari saja.
2) Haloperidol (HLP)
a) Indikasi : Indikasi dalam pemberian obat ini, yaitu pasien yang
berdaya berat dalam kemampuan menilai realitas, baik dalam
fungsi mental dan dalam fungsi kehidupan sehari-hari.
b) Mekanisme kerja : Obat anti psikis ini dapat memblokade
dopamine pada reseptor pasca sinaptik neuron di otak,
khususnya system limbic dan system pyramidal.
c) Efek samping : Sedasi dan inhibisi psikomotor; dan Gangguan
miksi dan parasimpatik, defekasi, hidung tersumbat, mata
kabur, tekanan intraokuler meninggi, gangguan irama jantung.
d) Kontra indikasi : Kontra indikasi obat ini seperti penyakit hati,
penyakit darah, epilepsi (kejang, perubahan kesadaran),
kelainan jantung, febris (panas), ketergantungan obat, penyakit
SSP (system saraf pusat), gangguan kesadaran.
e) Penggunaan obat : Penggunaan obat pada klien dengan kondisi
akut biasanya dalam bentuk injeksi 3x5mg IM pemberian ini
dilakukan 3x24 jam. Sedangkan pemberian peroral di berikan
3x1,5mg atau 3x5 mg.
3) Trihexyphenidil (THP)

6

7

a) Indikasi dalam pemberian obat ini, yaitu segala jenis penyakit
parkinson, termasuk pasca encephalitis (infeksi obat yang
disebabkan oleh virus atau bakteri) dan idiopatik (tanpa
penyebab yang jelas). Sindrom Parkinson akibat obat,
misalnya reserpina dan fenotiazine.
b) Mekanisme kerja : Obat ini sinergis (bekerja bersama) dengan
obat kiniden; obat depreson, dan antikolinergik lainnya.
c) Efek samping : Mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual,
muntah, bingung, agitasi (gerakan motorik yang menunjukkan
kegelisahan), konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal, retensi
urine.
d) Kontra indikasi : Kontra indikasinya seperti hipersensitif
terhadap trihexypenidil (THP), glaucoma sudut sempit,
psikosis berat psikoneurosis, hipertropi prostat, dan obstruksi
saluran edema.
e) Penggunaan obat : Penggunaan obat ini di berikan pada klien
dengan dosis 3x2 mg sebagai anti parkinson.
b. Keperawatan
Tindakan keperawatan dapat dilakukan secara individual dan
terapi berkelompok (TAK) Terapi Aktifitas Kelompok.
7. RENTANG RESPON HALUSINASI
Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang
berada dalam rentang respon neurobiology. Ini merupakan respon persepsi
paling maladaptif.

Jika klien sehat persepsinya

akurat, mampu

mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi
yang diterima melalui panca indra (pendengaran, penglihatan, penghidu,
pengecapan dan perabaan), klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu
stimulus panca indra walaupun sebenarnya stimulus itu tidak ada.diantara
kedua respon tersebut adalah respon individu yang karena sesuatu hal
mengalami kelainan persepsi yaitu salah mempersepsikan stimulus yang
diterimanya yang disebut sebagai ilusi. Klien mengalami ilusi jika

7

8

interprestasi yang dilakukannya terhadap stimulus panca indra tidak akurat
sesuai stimulus yang diterima. Rentang respon :
Respon Adaptif
-

Pikiran logis
Persepsi akurat
Emosi konsisten dengan
pengalaman
Perilaku sesuai
Berhubungan sosial

Respon maladaptif
- Distorsi pikiran
- Ilusi
- Reaksi emosi Berlebihan
atau
- kurang
- Perilaku
aneh/tidak
biasa Menarik diri

-

Gangguan pikiran
Halusinasi
Sulit berespon emosi
Perilaku disorganisasi
Isolasi sosial

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Halusinasi
1. Pengkajian Pasien Halusinasi
a. Identitas klien meliputi Nama, umur, jenis kelamin, tanggal dirawat,
tanggal pengkajian, nomor rekam medic
b. Faktor predisposisi merupakan factor pendukung yang meliputi factor
biologis, factor psikologis, social budaya, dan factor genetic
c. Factor presipitasi merupakan factor pencetus yang meliputi sikap

persepsi merasa perasaan, afek pasien, interaksi selama wawancara,
persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat
kosentrasi dan berhitung, kemampuan penilaian, dan daya tilik
diri.tidak mampu, putus asa, tidak percaya diri, merasa gagal, merasa
malang, kehilangan, rendah diri, perilaku agresif, kekerasan, ketidak
adekuatan pengobatan dan penanganan gejala stress pencetus pada
umunya mencakup kejadian kehidupan yang penuh dengan stress
seperti kehilangan yang mempengaruhi kemampuan individu untuk
berhubungan dengan orang lain dan menyebabkan ansietas.
d. Psikososial yang terdiri dari genogram, konsep diri, hubungan social
dan spiritual
e. Status mental yang terdiri dari penampilan, pembicaraan, aktifitas
motorik, alam
f. Mekanisme koping: koping yang dimiliki klien baik adaptif maupun
maladaptive
g. Aspek medic yang terdiri dari diagnose medis dan terapi medis

8

9

Pada proses pengkajian, data penting yang perlu diketahui
saudara dapatkan adalah:
a. Jenis halusinasi : Berikut adalah jenis-jenis halusinasi, data objektif

dan subjektifnya. Data objektif dapat dikaji dengan cara melakukan
wawancara dengan pasien. Melalui data ini perawat dapat mengetahui
isi halusinasi pasien.

Jenis
halusinasi

Data objektif

Data subjektif

Halusinasi
pendengaran

- Bicara atau tertawa sendiri
- Marah-marah tanpa sebab
- Menyedengkan
telinga
kearah tertentu
- Menutup telinga

Halusinasi
Penglihatan

- Menunjuk-nunjuk kearah
tertentu
- Ketakutan pada sesuatu
yang tidak jelas
- Menghidu seperti sedang
membaui
bau-bauan
tertentu
- Menutup hidung
- Sering meludah
- Muntah
- Menggaruk-garuk
permukaan kulit

- Mendengar suara atau
kegaduhan
- Mendengar suara yang
bercakap-cakap
- Mendengar
suara
menyuruh
melakukan
sesuatu yang berbahaya
- Melihat bayangan, sinar,
bentuk geometris, bentuk
kartoon, melihat hantu
atau monster
- Membaui bau-bauan sperti
bau darah, urin, feces,
kadang-kadang bau itu
menyenangkan
- Merasakan rasa seprti
darah, urin atau feces
- Mengatakan ada serangga
dipermukaan kulit
- Merasa seperti tersengat
listrik

Halusinasi
penghiduan
Halusinasi
pengecapan
Halusinasi
Perabaan

b. Isi halusinasi : Data tentang halusinasi dapat dikethui dari hasil

pengkajian tentang jenis halusinasi.
c. Waktu, frekuensi dan situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi
Perawat juga perlu mengkaji waktu, frekuensi dan situasi
munculnya halusinasi yang dialami oleh pasien. Kapan halusinasi
terjadi? Apakah pagi, siang, sore atau malam? Jika mungkin jam
berapa? Frekuensi terjadinya halusinasi apakah terus menerus atau
hanya sekal-kali? Situasi terjadinya apakah kalau sendiri, atau setelah
9

10

terjadi kejadian tertentu. Hal ini dilakukan untuk menetukan intervensi
khusus pada waktu terjadinya halusinasi, menghindari situasi yang
menyebabkan munculnya halusinasi. Sehingga pasien tidak larut
dengan

halusinasinya.

Sehingga

pasien

tidak

larut

dengan

halusinasinya. Dengan mengetahui frekuensi terjadinya halusinasinya
dapat direncanakan frekuensi tindakan untuk mencegah terjadinya
halusinasi.
d. Respon halusinasi
Untuk mengetahui apa yang dilakukan pasien ketika halusinasi
itu muncul. Perawat dapat menanyakan pada pasien hal yang
dirasakan atau dilakukan saat halusinasi timbul. Perawat dapat juga
menanyakan kepada keluarga atau orang terdekat dengan pasien.
Selain itu dapat juga dengan mengobservasi perilaku pasien saat
halusinasi timbul.
2. Pohon masalah
Resiko perilaku mencederai diri
( efek )

Gangguan sensori/persepsi:
Halusinasi
( CP/masalah )

Isolasi sosial
( etiologi )
3. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan persepsi sensori : halusinasi

10

11

b. Isolasi sosial
c. Resiko periaku mencederai diri
4. STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
PASIEN
KELUARGA
SP I P
SP I K
Mengidentifikasi jenis halusinasi Mendiskusikan
masalah
yang
1
pasien
dirasakan keluarga dalam merawat
pasien
Mengidentifikasi isi halusinasi Menjelaskan pengertian, tanda dan
pasien
gejala
halusinasi,
dan
jenis
2
halusinasi yang dialami pasien
beserta proses terjadinya halusinasi
Mengidentifikasi waktu halusinasi Menjelaskan cara merawat pasien
3
pasien
halusinasi
Mengidentifikasi
frekuensi
4
halusinasi pasien
MMengidentifikasi
situasi
yang
5
menimbulkan halusinasi

NO.

6
7
8

1

2
3

1
2

MMengidentifikasi
respon
terhadap halusinasi

pasien

Mengajarkan pasien menghardik
halusinasi
Menganjurkan pasien memasukkan
cara menghardik halusinasi dalam
jadwal kegiatan harian
SP II P
Mengevaluasi jadwal
harian pasien

SP II K
kegiatan Melatih keluarga mempraktekkan
cara merawat pasien dengan
halusinasi
Melatih pasien mengendalikan Melatih keluaraga melakukan cara
halusinasi dengan cara bercakap- merawat langsung kepada pasien
cakap dengan orang lain
halusinasi
Menganjurkan pasien memasukan
dalam jadwal kegiatan harian
SP III P
SP III K
Mengevaluasi jadwal kegiatan
MMembantu keluarga membuat jadwal
harian pasien
kegiatan aktifitas di rumah termasuk
minum obat (discharge planning)
Melatih pasien mengendalikan Menjelaskan follow up pasien
halusinasi
dengan
melakukan setelah pulang

11

12

3
1
2
3

kegiatan (kegiatan yang biasa
dilakukan pasien)
Menganjurkan pasien memasukan
dalam kegiatan harian
SP IV P
Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien
Memberikan pendidikan kesehatan
tentang penggunaan obat secara
teratur
Menganjurkan pasien memasukan
dalam kegiatan harian
5. Evaluasi
Evaluasi dapat dilakukan berdasarkan SOAP sebagai pola pikir.
S : respon subjektif dari klien terhadap intervensi keperawatan
O : respon objektif dari klien terhadap intervensi keperawatan
A : analisa ulang atas dasar subjek dan objek untuk mengumpulkan apakah
masalah

masih ada, munculnya masalah baru, atau ada data yang

berlawanan dengan masalah yang masih ada.
P : perencanaan atau tindakan lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon
klien

12

13

BAB III
PENUTUP
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami
perubahan sensori, seperti merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan atau penghiduan. Klien merasakan stimulus yang
sebetulnya tidak ada
Berdasarkan uraian diatas mengenai halusinasi dan pelaksanaan asuhan
keperawatan terhadap pasien, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai
berikut :
1.

Saat memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan halusinasi
ditemukan adanya perilaku menarik diri sehingga perlu dilakukan pendekatan
secara terus menerus, membina hubungan saling percaya yang dapat
menciptakan suasana terapeutik dalam pelaksanaan asuhan keperawatan yang
diberikan.

2.

Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien khususnya dengan
halusinasi, pasien sangat membutuhkan kehadiran keluarga sebagai sistem
pendukung yang mengerti keadaaan dan permasalahan dirinya. Disamping itu
perawat / petugas kesehatan juga membutuhkan kehadiran keluarga dalam
memberikan data yang diperlukan dan membina kerjasama dalam memberi
perawatan pada pasien. Dalam hal ini penulis dapat menyimpulkan bahwa
peran serta keluarga merupakan faktor penting dalam proses penyembuhan
klien.

13