TUGAS 5 ETIKA PROFESI KASUS CYBERCRIME
TUGAS 5 ETIKA PROFESI KASUS CYBERCRIME
Disusun oleh : MAHASISWA ETIKA PROFESI ANGKATAN 2015
DOSEN Endina Putri Purwandari S.T., M.Kom Kurnia Anggriani S.T.,M.T PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS BENGKULU
NAMA : Tresna Dwi Lestari NPM
: G1A012078
TUGAS Cari Contoh Kasus CyberCrime dan hubungannya dengan UU ITE Kasus : The Legend Hacker Kevin Mitnick
Kevin Mitnick lahir di Los Angeles, California, pada 6 Agustus 1963. Kevin adalah seorang maniak komputer di masa mudanya. Dia adalah salah satu pelaku cyber crime (kejahatan dunia maya) paling terkenal di dunia saat ini. Karir kejahatannya dimulai sejak umur 12 tahun. Kevin memanfaatkan kemampuan social engineering-nya untuk mengelabui sistem pembayaran kartu bus di kota Los Angeles, sehingga dirinya dapat bebas naik dan turun bus di sebagian besar kota Los Angeles tanpa perlu membayar.
Pada usia 17 tahun, Kevin Mitnick untuk pertama kalinya merasakan tidur di balik jeruji penjara. Dia terbukti melakukan hacking pada jaringan kompuer COSMOS (Computer System Mainstream Operation) milik perusahaan telepon Pacific Bell di Los Angeles. Perusahaan ini merupakan sentral database telepon Amerika. Kevin, 17 tahun pada waktu itu, relatif beruntung, dan dijatuhi hukuman hanya menghabiskan tiga bulan di Pusat Penahanan Los Angeles Juvenile, diikuti dengan masa percobaan satu tahun.
Pada tahun 1983, setelah 3 tahun tertangkap, Kevin kembali melancarkan aksinya. Kali ini korbannya adalah sistem keamanan PENTAGON. Kevin Mitnick menembus jaringan ketat sistem tersebut lewat program bernama ARPAnet, yang dilakukannya melalui terminal kampus USC (University of Southern California) dan dijatuhi hukuman enam bulan di Youth Authority California Karl Holton Training School, sebuah penjara remaja di Stockton, California.
Setelah bebas, Kevin mencari kehidupan lain dan menghilang dari dunia hacker. Tapi, hal tersebut tidak berlangsung lama, karena pada tahun 1987, lagi-lagi dia harus berurusan dengan pihak yang berwajib. Dia dituduh telah menyusup ke dalam jaringan perusahaan Santa Cruz Organization, perusahaan software yang bergerak di sistem operasi Unix. Kasus ini kembali menyeretnya ke dalam penjara selama 3 tahun.
Tidak sampai setahun Mitnick kembali tersandung kasus hukum dikarenakan seorang teman yang komputernya ia gunakan untuk membobol komputer lain Tidak sampai setahun Mitnick kembali tersandung kasus hukum dikarenakan seorang teman yang komputernya ia gunakan untuk membobol komputer lain
Setiap kali membobol komputer, yang dilakukan Mitnick adalah mengambil kode penyusun dari piranti lunak. Kode itu kemudian dia pelajari dengan sungguh-sungguh, terkadang menemukan beberapa kelemahan di dalamnya. Dalam sebuah kesempatan, Mitnick hanya mengaku mengambil kode penyusun dari piranti lunak yang ia sukai atau yang menarik baginya.
Dalam kasus DEC, Mitnick tidak melakukannya sendiri. Ia duet dengan temannya Lenny Cicicco dan diganjar hukuman penjara selama 1 tahun. Kevin Mitnick memang seorang adiktif komputer sejati. Pengacaranya sendiri menjuluki perbuatannya sebagai
kecanduan komputer yang tidak bisa dihentikan . Di penjara, Mitnick mendapatkan pengalaman yang buruk. Pada saat itu, nama
Mitnick atau yang lebih dikenal dengan nama samaran The Condor sebagai seorang penjahat komputer demikian melegenda. Sehingga sipir di Lompoc, penjara tempat
Mitnick ditahan, mengira Mitnick bisa menyusup ke dalam komputer hanya dengan berbekal suara dan telepon. Akhirnya, Mitnick bukan hanya tidak boleh menggunakan telepon, ia juga menghabiskan waktu berbulan-bulan dalam ruang isolasi. Tidak heran jika kemudian dia dikabarkan mengalami sedikit gangguan jiwa saat menjalani hukuman di Lompoc.
Tahun 1989 Mitnick dilepaskan dari penjara. Ia berusaha mencari pekerjaan yang resmi, namun statusnya sebagai mantan narapidana membuat Mitnick sulit mempertahankan pekerjaannya. Selepas dari penjara setelah kejadian tersebut, Mitnick sedikit jera dan bekerja secara normal di Tel Tec Detective, sebuah perusahaan mailing list di Las Vegas, Nevada. Namun, ketika FBI memeriksa perusahaan tersebut, mereka menemukan keganjilan pada sistem jaringan komputernya. Tidak heran lagi, Mitnik pun kembali dicurigai dan dinobatkan sebagai Most Wanted Hacker. Kali ini ia takut akan masuk ruang isolasi kembali, kemudian Mitnick memutuskan untuk kabur.
Kejadian tersebut membuat Mitnick harus menjalani kehidupan nomaden selama beberapa waktu. Dirinya tidak bisa tinggal di satu tempat dan harus berpindah dari satu kota ke kota lain. Namun, Mitn ick tetap melakukan hobi nya selama menjalan hidup yang demikian. Tercatat jaringan sistem sejumlah perusahaan besar telah Kejadian tersebut membuat Mitnick harus menjalani kehidupan nomaden selama beberapa waktu. Dirinya tidak bisa tinggal di satu tempat dan harus berpindah dari satu kota ke kota lain. Namun, Mitn ick tetap melakukan hobi nya selama menjalan hidup yang demikian. Tercatat jaringan sistem sejumlah perusahaan besar telah
Petualangan Mitnick menghindari kejaran FBI berakhir pada tahun 1995. FBI berhasil membekuknya dengan bantuan dari seorang hacker berdarah Jepang yang juga pernah menjadi korban Mitnick bernama Tsutomu Shimomura.
Namun faktor utama yang menyebabkan Mitnick tertangkap adalah keteledorannya. Ia menggunakan layanan penyimpanan dari rekening milik seseorang yang dibobolnya dan layanan tersebut menginformasikan kepada pemilik rekening bahwa rekeningnya sudah melebihi batas yang sudah ditentukan (over quota). Mitnick ditangkap di kediamannya di daerah Raleigh, North Carolina ketika sedang melacak balik para pengejarnya.
Mitnick dipenjara secara kontroversial setelah kejadian tersebut. Selama 4 tahun dirinya mendekam di balik terali besi tanpa kepastian hukum dan pengajuan ke pengadilan. Namun pada tahun 2000 ia dibebaskan dengan syarat tidak boleh
memegang komputer. Mitnick harus hidup dengan menahan hasrat dan hobinya selama kurang lebih 2 tahun. Pada tahun 2002 ia baru diperbolehkan memegang
komputer lagi, dan setahun setelahnya, 2003, Mitnick diperbolehkan memiliki akses internet lagi.
Kevin Mitnick menempati posisi pertama Hall Of Fame of Hacker dari The Discovery karena kemampuan hackingnya yang mencakup software dan hardware. Selain itu, Mitnick memiliki bakat alam di bidang social engineering dan manipulasi terhadap informasi. Kini Kevin Mitnick hidup normal dan berhenti total dari dunia hacker. Dirinya malah mendirikan perusahaan konsultan security jaringan internet di sebuah situs bernama kevinmitnick.com dan juga menulis sejumlah buku tentang dunia
yang digelutinya, diantaranya berjudul The Art Of )ntrusion , The Art Of Deception , dan (acking yang menjadi best seller.
Beberapa pasal dalam Undang - undang ITE USA yang dikenakan untuk Kasus Cybercrime Kevin Mitnick :
1. 18 U.S.C. § 1029: Possession of Unauthorized Access Devices, atau Pasal yang mengatur UU Penggunaan Peralatan Akses Secara Illegal
2. 18 U.S.C. § 1030(a)(4): Computer Fraud, Pasal yang mengatur Pelanggaran Komputer
3. 18 U.S.C. § 1030(a)(5): Causing Damage To Computers, Pasal untuk Kasus Menimbulkan Kerusakan pada Komputer
4. 18 U.S.C. § 1343: Wire Fraud; Interception of Wire or Electronic Communications; Pelanggaran (komunikasi) kabel, Penyadapan lewat kabel atau alat komunikasi elektronik
5. 18 U.S.C. § 2(a): Aiding and Abetting; Membantu Kejahatan atau Melakukan Persekongkolan
6. 18 U.S.C. § 2(b): Causing and Act to be Done; untuk Kasus Menjadi Dalang Kejahatan
7. Dsb. Beberapa sumber mengatakan bahwa terdapat puluhan pasal yang dikenakan pada kasus-kasus cybercrime Kevin Mitnick.
Nama : Sultoni Latif Npm : G1A012071 Cari Kasus Cybercrime dan hubungannya dengan UU ITE Contoh kasus : Perjudian online, pada kasus ini pelaku menggunakan sarana internet untuk melakukan perjudian. Contohnya seperti yang terjadi di Semarang, Desember 2006. Para pelaku melakukan praktiknya dengan menggunakan system member yang semua anggotanya mendaftar ke admin situs itu, para pelaku bermain judi online atau taruhan adalah untuk mendapatkan uang dengan cara instan.
Hubungnan dengan UU ITE : Dalam kasus ini telah melanggar UU ITE BAB VII Pasal 27 Ayat 2 yang berbunyi "Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian".
NAMA : Anri Qasthari Adyan NPM : G1A012046 Contoh Kasus : Cybercrime Tentang Penyerangan Terhadap Jaringan Internet KPU
Jaringan internet di Pusat Tabulasi Nasional Komisi Pemilihan Umum sempat down (terganggu) beberapa kali. KPU menggandeng kepolisian untuk mengatasi hal tersebut.
Cybercrime kepolisian juga sudah membantu. Domain kerjasamanya antara KPU dengan kepolisian , kata Ketua Tim Teknologi )nformasi KPU, (usni Fahmi di Kantor KPU, Jalan Imam Bonjol, Menteng , Jakarta Pusat (15 April 2009).
Menurut Husni, tim kepolisian pun sudah mendatangi Pusat Tabulasi Nasional KPU di Hotel Brobudur di Hotel Brobudur, Jakarta Pusat. Mereka akan mengusut adanya dugaan kriminal dalam kasus kejahatan dunia ma ya dengan cara meretas. Kamu sudah melaporkan semuanya ke KPU. Cybercrime sudah datang, ujarnya. Sebelumnya, (usni menyebut sejak tiga hari dibuka, Pusat Tabulasi berkali- kali diserang oleh peretas. Sejak hari lalu dimulainya perhitungan tabulasi, samapai hari ini kalau dihitung-hitung,
sudah lebuh dari serangan , kata (usni, Minggu /. Seluruh penyerang itu sekarang, kata Husni, sudah diblokir alamat IP-nya oleh
PT. Telkom. Tim TI KPU bias mengatasi serangan karena belajar dari pengalamn 2004 la lu. Memang sempat ada yang ingin mengubah tampilan halaman tabulasi nasional hasil pemungutan suara milik KPU. Tetapi segera kami antisipasi.
Kasus di atas memiliki modus untuk mengacaukan proses pemilihan suara di KPK. Motif kejahatan ini termasuk ke dalam cybercrime sebagai tindakan murni kejahatan. Hal ini dikarenakan para penyerang dengan sengaja untuk melakukan pengacauan pada tampilan halaman tabulasi nasional hasil dari Pemilu. Kejahatan kasus cybercrime ini dapat termasuk jenis data forgery, hacking-cracking, sabotage and extortion, atau cyber terorism. Sasaran dari kasus kejahatan ini adalah cybercrime menyerang pemerintah (against government) atau bisa juga cybercrime menyerang hak milik (against property).
Adapun cara untunk menangulangi kasus tersebut :
1. Kriptografi : seni menyandikan data. Data yang dikirimkan disandikan terlebih dahulu sebelum dikirim melalui internet. Di komputer tujuan, data dikembalikan ke bentuk aslinya sehingga dapat dibaca dan dimengerti oleh penerima. Hal ini 1. Kriptografi : seni menyandikan data. Data yang dikirimkan disandikan terlebih dahulu sebelum dikirim melalui internet. Di komputer tujuan, data dikembalikan ke bentuk aslinya sehingga dapat dibaca dan dimengerti oleh penerima. Hal ini
2. Internet Farewell: untuk mencegah akses dari pihak luar ke sistem internal. Firewall dapat bekerja dengan 2 cara, yaotu menggunakan filter dan proxy. Firewall filter menyaring komunikasi agar terjadi seperlunya saja, hanya aplikasi tertentu saja yang bisa lewat dan hanya komputer dengan identitas tertentu saja yang bisa berhubungan. Firewall proxy berarti mengizinkan pemakai dalam untuk mengakses internet seluas-luasnya, tetapi dari luar hanya dapat mengakses satu komputer tertentu saja.
3. Menutup service yang tidak digunakan.
4. Adanya sistem pemantau serangan yang digunakan untuk mengetahui adanya tamu/seseorang yang tak diundang (intruder) atau adanya serangan (attack).
5. Melakukan back up secara rutin.
6. Adanya pemantau integritas sistem. Misalnya pada sistem UNIX adalah program tripwire. Program ini dapat digunakan untuk memantau adanya perubahan pada berkas.
7. Perlu adanya cyberlaw: Cybercrime belum sepenuhnya terakomodasi dalam peraturan / Undang-undang yang ada, penting adanya perangkat hukum khusus mengingat karakter dari cybercrime ini berbeda dari kejahatan konvensional.
8. Perlunya Dukungan Lembaga Khusus: Lembaga ini diperlukan untuk memberikan informasi tentang cybercrime, melakukan sosialisasi secara intensif kepada masyarakat, serta melakukan riset-riset khusus dalam penanggulangan cybercrime.
NAMA : Teguh Santoso NPM : G1A012016 Contoh Kasus : Kasus Pemindahan Dana Nasabah Melinda Dee inong malinda ak.a malinda dee adalah seorang Relationship Manager Citigold di bank citibank, yang menangani nasabah kusus, istilahnya nasabah kelas vip. Beliau melakukan aksinya selama 3 tahun dan berakhir pada maret 2011 ketika ditangkap oleh direktorat ekonomi khusus badan reserse kriminal mabes polri di apartementnya dikawasan SCBD, setelah mendapat laporan oleh salah satu nasabah akibat hilangnya dana yang dia simpan di bank tersebut.
Dalam kasus yang sudah disidangkan tenyata beliau tidak sendiri melainkan meminta bantuan dari bawahannya untuk memindahkan dana para nasabah vip yang dipegang melinda dee ke 4 rekening perusahaannya lalu dari situ dipindahkan lagi ke beberapa rekening kerabat melinda dee , dan ternyata suami melinda dee yaitu artis andika gumilang ikut terlibat karena menerima aliran transferan dan dari melinda dan juga ternyata andika mempunyai beberapa rekening dengan nama dan identitas palsu untuk menampung dana haram tersebut, dan juga adik perempuannya beserta adik iparnya yaitu Visca Lovitasari serta suami Visca, Ismail bin Janim, visca sendiri mendapat jatah 5 jura setiap transferan yang dilakukan melinda.
Dan disini suami melinda didakwa dengan Pasal 6 ayat (1) huruf a, b, d, f UU Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP, dan Pasal 5 ayat (1) UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP, dan Pasal 263 Ayat (2) KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.Lalu adik melinda yaitu visca dan suaminya didakwa dengan tuduhan menampung aliran dan dari melinda.
Sedangkan melinda dee sendiri akhirnya didakwa dengan pasal UU perbankan Pasal 49 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 amandenmen Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan juncto Pasal 55 ayat 1 dan pasal 65 KUHP dan UU pencucian uang Pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 amandemen Undang-Undang No 25 Tahun 2003 tentang Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 KUHP. Ketiga, Pasal 3 Undang-Undang No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.dengan ancaman 15 tahun penjara.
Dan disini juga malinda dapat terjera dengan UU ITE pasal 30 ayat 1 dan pasal 32 ayat 2, kemudian KUHP pasal 263 ayat 1 dan 2.
Dan kenapa malinda dee dapat melakukan hal itu, dari keterangan yang didapat bahwa ini karena gaya hidup mewah malinda dan membeli beberapa mobil WOW dikalangan orang high class seperti hammer, ferrari, dll. Dan kasus melinda dee termasuk kedalam kejahatan kooporasi.
Hubungan dengan UU ITE: Pasal 30
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer
dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun. (2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses
Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik. (3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses
Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos,
melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.
Sumber: http://dimasamiluhur.blogspot.co.id/2014/03/contoh-kasus-cyber-crime.html
NAMA : Nuzul Fitrianto NPM : G1A012086 Contoh Kasus :
MAY 26, 2015 / WINDANURDIANA Pemalsu Kartu Kredit Beli Data pada Peretas Luar Negeri
Kamis, 30 Mei 2013 | 17:09 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com – Empat tersangka kasus pemalsuan kartu kredit yang melakukan pencurian di sejumlah toko mendapatkan data dari peretas yang ada di luar negeri. Mereka bergabung dalam salah satu forum chatting lalu membeli data tersebut dengan nilai harga yang bervariasi.
Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Hari Santoso menuturkan, berdasarkan penyelidikan, peretas memasukan virus atau malware ke sistem komputer toko berinisial BS dengan mencuri data yang ada. Hari mengatakan, virus bisa masuk dalam komputer toko BS karena komputer di sana tidak hanya digunakan untuk transaksi jual beli tetapi untuk membuat kegiatan data lain.
Si penyerang ini (peretas), posisinya saat dilakukan pelacakan IP Adress-nya ada di luar negeri semua, seperti di Jerman, ada di Prancis, ada di China, dan ada di beberapa negara bagian Amerika, kata (ari di Mapolda Metro Jaya, Kamis
// . Setelah mencuri data, peretas itu kemudian menjual data tersebut melalui forum
chatting. Para tersangka pemalsu kartu kredit itu kemudian bergabung dalam komunitas forum tersebut dan menjadi member. Mereka lalu membeli hasil data curian itu kepada para peretas.
Satu data kartu kredit ataupun satu data kartu debit itu dijual hampir 20 sampai 50 USD. Yang kita temukan di laptop tersangka ini, setiap laptop dari empat tersangka ini memuat ribuan data kartu kredit maupun kartu debit, ujar (ari.
Baru setelah mendapatkan data dari peretas, tersangka melancarkan aksinya. Sampai akhirnya, pihak perbankan menemukan kejanggalan transaksi dari aksi para pelaku.
Dari pihak bank melakukan analisa transaksi juga, dan melakukan kroscek kepada pemilik kartu kredit dan kartu debit. Setelah dikonfirmasi, memang ternyata betul transaksi- transaksi itu tidak pernah dilakukan pemilik kartu, ujar (ari.
Dengan adanya fakta yuridis tersebut, lanjutnya, pihak bank melaporkan hal itu kepada kepolisian. Aparat kepolisian kemudian melakukan upaya dari mulai penyelidikan, pengumpulan data, sampai dengan penangkapan empat tersangka pemalsu kartu kredit itu.
Kerugian akibat perbuatan para tersangka pun ditaksir mencapai miliaran rupiah. Khusus untuk yang sedang kita tangani, saat ini mencapai kurang lebih miliar, tutup Hari.
Sebelumnya, petugas mengamankan SA, TK, FA, dan KN dari pengungkapan pemalsuan kartu kredit itu. Tiga orang berinisial AC, MD, dan HK ditetapkan sebagai buronan. Sementara dua orang pelaku berinisial AW dan ER telah ditangkap sebelumnya.
Kepada mereka akan dijerat dengan pasal berlapis yaitu tindak pidana pencurian dengan pemberatan terhadap kartu kredit melalui sarana elektronik dan pencucian uang sebagaimana dimaksud Pasal 363 KUHP, Pasal 31 Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 tentang ITE atau Pasal 3, dan Pasal 5 UU Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara.
Carding adalah proses di mana terjadinya pemindahan data kartu kredit orang lain dan kemudian membuat duplikat kartu . Data dasar disimpan pada pita magnetik dan kartu palsu dicetak untuk digunakan . Sementara penipu menggunakan kartu , pemilik kartu
asli dibebankan untuk membayarnya . kasus ini merajalela pada tingkat internasional
Penanganan Carding
Menyadari bahwa carding sebagai salah satu jenis cyber crime sudah termasuk kejahatan yang meresahkan apalagi mengingat Indonesia dikenal sebagai surga bagi para carder maka Polri menyikapinya dengan membentuk suatu satuan khusus di tingkat Mabes Polri yang dinamakan Direktorat Cyber Crime yang diawaki oleh personil terlatih untuk menangani kasus kasus semacam ini , tidak hanya dalam teknik penyelidikan dan penyidikan tapi juga mereka menguasai teknik khusus untuk pengamanan dan penyitaan bukti bukti secara elektronik. Mengingat dana yang terbatas karena mahalnya peralatan dan biaya pelatihan personil maka apabila terjadi kejahatan di daerah maka Mabes Polri akan menurunkan tim ke daerah untuk memberikan asistensi.
Sebelum lahirnya UU NO. 11 tentang Informasi dan Transaksi Elektronika ( ITE ) maka mau tidak mau Polri harus menggunakan pasal pasal di dalam KUHP seperti pasal pencurian ,pemalsuan dan penggelapan untuk menjerat para carder dan ini jelas menimbulkan berbagai kesulitan dalam pembuktiannya karena mengingat karakteristik dari cyber crime sebagaimana telah disebutkan diatas yang terjadi secara non fisik dan lintas negara. Dengan lahirnya UU ITE khusus tentang carding dapat dijerat dengan menggunakan pasal 31 ayat 1 dan 2 yang membahas tentang hacking. Karena dalam salah satu langkah untuk mendapatkan nomor kartu kredit carder sering melakukan hacking ke situs situs resmi lembaga penyedia kartu kredit untuk menembus sistem pengamannya dan mencuri nomor nomor kartu tersebut.
Hubungan dengan UU ITE :
Secara detil dapat saya kutip isi pasal tersebut yang menerangkan tentang perbuatan yang dianggap melawan hukum menurut UU ITE berupa illegal access :
Pasal ayat , Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas informasi elektronika dan atau dokumen elektronik dalam suatu komputer dan atau sistem elektronik
secara tertentu milik orang lain
Pasal ayat , Setiap orang dengan sengaja atau tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau transmisi elektronik dan atau
dokumen elektronik yang tidak bersidat publik dari,ke,dan di dalam suatu komputer dan atau sistem elektronik tertentu milik orang lain , baik yang tidak menyebabkan perubahan,penghilangan dan atau penghentian informasi
elektronik dan atau dokumen elektronik yang ditransmisikan .
Sumber: https://windanurdiana2.wordpress.com/2015/05/26/contoh-kasus-
carding-pada-pemalsu-kartu-kredit/
Nama : Selfi Ristiarini NST NPM : G1A012004
Berikut contoh kasus Cycber Crime dan hubungannya dengan UU ITE :
Kasus 1 KASUS PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI MEDIA SOCIAL
Liputan6.com, Bantul - Tangis Suparmi tak terbendung saat mengingat Ervani Emi Handayani, anak pertamanya yang kini mendekam di balik tembok penjara. Seperti ditayangkan Liputan 6 Pagi SCTV, Rabu (5/11/2014), perempuan 58 tahun itu tak pernah menyangka status yang ditulis Ervani di Facebook membuat putrinya harus berurusan dengan polisi di Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Kasus ini berawal saat Alfa Janto, suami Ervani yang bekerja di Joely Jogja Jewellery, akan dipindahtugaskan ke Cirebon. Karena merasa tak ada perjanjian dalam kontrak kerja, Alfa Janto keberatan dengan keputusan manajemen. Penolakan itu kemudian berujung pemecatan. Merasa suaminya diperlakukan tidak adil, Ervani mengeluh di Facebook 13 Maret lalu. Dalam statusnya, Ervani menyebut nama salah satu karyawati yang dianggap berperan dalam proses pemecatan suaminya.
Ervani sebenarnya sudah menyampaikan permintaan maaf, namun tetap dilaporkan ke polisi dengan tuduhan pencemaran nama baik. Akhirnya sejak 6 hari lalu Ervani mendekam di Lapas Wirogunan Yogyakarta. Kasus yang menimpa Ervani hanyalah 1 dari sekian kasus yang bermula dari aktivitas di sosial media. Dari sejumlah kasus yang terjadi, hukuman penjara diperoleh gara-gara ungkapan yang ditulis di media sosial. Kasus serupa pernah menimpa Florence, Muhammad Arsyad, dan 2 aktivis yang dituding menghina Wali Kota Tegal.
Undang-Undang ITE :
Kasus Ervani Emi Handayani ini telah melanggar UU ITE pasal 27, ayat 3 setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik yang memiliki muatan
penghinaan dan/atau pencemaran nama baik “.
Ketentuan pidana pada UU ITE UU ITE pasal 45 ayat (1): Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal ayat
, ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp .
, satu miliarrupiah .
Kasus 2 KASUS PENIPUAN LOWONGAN PEKERJAAN DI MEDIA ELEKTRONIK
Pada awal bulan Desember 2012 tersangka MUHAMMAD NURSIDI Alias CIDING Alias ANDY HERMANSYAH Alias FIRMANSYAH Bin MUHAMMAD NATSIR D melalui alamat website http://lowongan-kerja.tokobagus.com/hrd-rekrutmen/lowongan-kerja- adaro-indonesia4669270.html mengiklankan lowongan pekerjaan yang isinya akan menerima karyawan dalam sejumlah posisi termasuk HRGA (Human Resource-General Affairs) Foreman dengan menggunakan nama PT. ADARO INDONESIA.
Pada tanggal 22 Desember 2012 korban kemudian mengirim Surat Lamaran Kerja, Biodata Diri (CV) dan pas Foto Warna terbaru ke email [email protected] milik tersangka, setelah e-mail tersebut diterima oleh tersangka selanjutnya tersangka membalas e-mail tersebut dengan mengirimkan surat yang isinya panggilan seleksi rekruitmen karyawan yang seakan-akan benar jika surat panggilan tersebut berasal dari PT. ADARO INDONESIA, di dalam surat tersebut dicantumkan waktu tes, syarat- syarat yang harus dilaksanakan oleh korban, tahapan dan jadwal seleksi dan juga nama- nama peserta yang berhak untuk mengikuti tes wawancara PT. ADARO INDONESIA, selain itu untuk konfirmasi korban diarahkan untuk menghubungi nomor HP. 085331541444
kehadiran dengan formatADARO#NAMA#KOTA#HADIR/TIDAK dan dalam surat tersebut juga dilampirkan nama Travel yakni OXI TOUR & TRAVEL untuk melakukan reservasi pemesanan tiket serta mobilisasi (penjemputan peserta di bandara menuju ke tempat pelaksanaan kegiatan) dengan penanggung jawab FIRMANSYAH, Contact Person 082 341 055 575.
Selanjutnya korban kemudian menghubungi nomor HP. 082 341 055 575 dan diangkat oleh tersangka yang mengaku Lk. FIRMANSYAH selaku karyawan OXI TOUR & TRAVEL yang mengurus masalah tiket maupun mobilisasi (penjemputan peserta di bandara menuju ke tempat pelaksanaan kegiatan) PT. ADARO INDONESIA telah bekerja sama dengan OXI TOUR & TRAVEL dalam hal transportasi terhadap peserta yang lulus seleksi penerimaan karyawan, korbanpun kemudian mengirimkan nama lengkap untuk pemesanan tiket dan alamat email untuk menerima lembar tiket melalui SMS ke nomor HP. 082 341 055 575 sesuai dengan yang diminta oleh tersangka, adapun alamat e-mail korban yakni [email protected].
Setelah korban mengirim nama lengkap dan alamat email pribadi, korban kemudian mendapat balasan sms dari nomor yang sama yang berisi total biaya dan
nomor rekening. )si smsnya adalah Total biaya pembayaran )DR . . ,- Silakan transfer via BANK BNI no.rek:027
a/n:MU(AMMAD FAR)D selanjutnya korbanpun kemudian mentransfer uang sebesar Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah) untuk
pembelian tiket, setelah mentransfer uang korban kembali menghubungi Lk. FIRMANSYAH untuk menanyakan kepastian pengiriman tiketnya, namun dijawab oleh tersangka jika kode aktivasi tiket harus Kepala Bidang Humas Polda Sulsel, Kombes Polisi, Endi Sutendi mengatakan bahwa dengan adanya kecurigaan setelah tahu jika aktivasinya dilakukan dengan menu transfer. Sehingga pada hari itu juga Minggu tanggal 23 Desember 2012 korban langsung melaporkan kejadian tersebut di SPKT Polda Sulsel. Dengan Laporan Polisi Nomor : LP / 625 / XII / 2012 / SPKT, Tanggal 23 Desember 2012, katanya.
Menurut Endi adapun Nomor HP. yang digunakan oleh tersangka adalah 082341055575 digunakan sebagai nomor Contact Person dan mengaku sebagai penanggung jawab OXI TOUR & TRAVEL, 085331541444 digunakan untuk SMS Konfirmasi bagi korban dan 02140826777 digunakan untuk mengaku sebagai telepon kantor jika korban meminta nomor kantor PT. ADARO INDONESIA ataupun OXI TOUR & TRAVEL, paparnya. Sehingga Penyidik dari Polda Sulsel menetapkan tersangka yakni MUHAMMAD NURSIDI Alias CIDING Alias ANDY HERMANSYAH Alias FIRMANSYAH Bin MUHAMMAD NATSIR
D, (29) warga Jl. Badak No. 3 A Pangkajene Kab. Sidrap. dan Korban SUNARDI H Bin HAWI,(28) warga Jl. Dg. Ramang Permata Sudiang Raya Blok K. 13 No. 7 Makassar. Dan menurut Endi pelaku dijerat hukuman Pasal 28 ayat (1) Jo. Pasal 45 ayat (2) UU RI No.
11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektonik Subs. Pasal 378 KUHPidana.
Undang-Undang ITE;
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik. Ketentuan Pidana pada UU ITE sesuai UU ITE pasal 45 ayat (2);
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal ayat atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp .
, satu miliar rupiah .
Nama : Kurnia Dwi Maisari NPM : G1A012090
Berikut contoh kasus Cycber Crime dan hubungannya dengan UU ITE :
Contoh 1 KASUS KEJAHATAN KARTU KREDIT YANG DILAKUKAN LEWAT TRANSAKSI ONLINE DI YOGYAKARTA
Polda DI Yogyakarta menangkap lima carder dan mengamankan barang bukti bernilai puluhan juta, yang didapat dari merchant luar negeri. Begitu juga dengan yang dilakukan mahasiswa sebuah perguruan tinggi di Bandung, Buy alias Sam. Akibat perbuatannya selama setahun, beberapa pihak di Jerman dirugikan sebesar 15.000 DM (sekitar Rp 70 juta). Para carder beberapa waktu lalu juga menyadap data kartu kredit dari dua outlet pusat perbelanjaan yang cukup terkenal. Caranya, saat kasir menggesek kartu pada waktu pembayaran, pada saat data berjalan ke bank-bank tertentu itulah data dicuri. Akibatnya, banyak laporan pemegang kartu kredit yang mendapatkan tagihan terhadap transaksi yang tidak pernah dilakukannya.
Modus kejahatan ini adalah penyalahgunaan kartu kredit oleh orang yang tidak berhak. Motif kegiatan dari kasus ini termasuk ke dalam cybercrime sebagai tindakan murni kejahatan. Hal ini dikarenakan si penyerang dengan sengaja menggunakan kartu kredit milik orang lain. Kasus cybercrime ini merupakan jenis carding. Sasaran dari kasus ini termasuk ke dalam jenis cybercrimemenyerang hak milik (against property). Sasaran dari kasus kejahatan ini adalahcybercrime menyerang pribadi (against person).
Undang-undang ITE
Kasus tersebut telah melanggar UU ITE pasal 31 ayat 1 dan 2; Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain.
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak
bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan.
Ketentuan pidana UU ITE pasal 47; Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
, delapan ratus juta rupiah .
Agar konsumen perbankan dapat bertransaksi secara aman, berikut tips yang perlu anda lakukan:
1. Pengamanan password dan user name jika anda melakukan pembayaran via credit card dan debit card.
2. Menggunakan hotspot yang secure jika ingin melakukan transaksi E-Banking.
3. Mempelajari segala macam jenis perdagangan via internet/pelajari baik-baik dan jangan mudah tertipu.
4. Cek dan ricek masalah data dan kebenaran identitas anda.
5. Masyarakat agar terus mempelajari cara-cara terbaru penipuan via internet.
6. Kenali, waspada dan hindari jika kita melakukan online trading, lebih baik bertemu langsung antar penjual dan pembeli.
Contoh Kasus 2 KASUS PORNOGRAFI
Kasus ini terjadi saat ini dan sedang dibicarakan banyak orang, kasus video porno Ariel PeterPan dengan Luna Maya dan Cut Tari, video tersebut di unggah di
internet oleh seorang yang berinisial RJ dan sekarang kasus ini sedang dalam proses. Pada kasus tersebut, modus sasaran serangannya ditujukan kepada perorangan atau individu yang memiliki sifat atau kriteria tertentu sesuai tujuan penyerangan tersebut.
Penyelesaian kasus ini pun dengan jalur hukum, penunggah dan orang yang terkait dalam video tersebut pun turut diseret pasal-pasal sebagai berikut, Pasal 29 UURI No. 44 th 2008 tentang Pornografi Pasal 56, dengan hukuman minimal 6 bulan sampai 12 tahun. Atau dengan denda minimal Rp 250 juta hingga Rp 6 milyar. Dan atau Pasal 282 ayat 1 KUHP.
Undang-Undang ITE
Dalam UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tidak ada istilah pornografi, tetapi muatan yang melanggar kesusilaan . Penyebarluasan muatan yang melanggar kesusilaan melalui internet diatur dalam pasal 27 ayat (1) UU ITE mengenai Perbuatan yang Dilarang, yaitu;
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen E lektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan .
Ketentuan Pidana pada UU ITE sesuai UU ITE pasal 45 ayat (1); Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal ayat
, ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp .
, satu miliarrupiah . Dalam pasal 53 UU ITE, dinyatakan bahwa seluruh peraturan perundang-undangan yang telah ada sebelumnya dinyatakan tetap berlaku, selama tidak bertentangan dengan UU ITE tersebut.
NAMA : Aprilia Dwi Gumay NPM : G1A012009 Contoh Kasus : Kasus Asusila dalam Media Elektronik
Aktor Taura Denang Sudiro alias Tora Sudiro dan Darius Sinathrya, mendatangi Sentra Pelayanan Kepolisian Polda Metro Jaya untuk membuat laporan penyebaran dan pendistribusian gambar atau foto hasil rekayasa yang melanggar kesusilaan di media elektronik. "Saya membuat laporan, sesuai apa yang saya lihat di media twitter. Sebenarnya, saya sudah melihat gambar itu bertahun-tahun lalu. Awalnya biasa saja, namun sekarang anak saya sudah gede, nenek saya juga marah-marah. Padahal sudah dijelaskan kalau itu adalah editan," ujar Tora, di depan Gedung Direktorat Reserse Kriminal Khusus, Polda Metro Jaya, Rabu (15/5). Ia melanjutkan, pihaknya memutuskan untuk membuat laporan dengan nomor TBL/1608//V/2013/PMJ/Dit Krimsus, tertanggal 15 Mei 2013, karena penyebaran foto asusila itu kian ramai dan mengganggu privasinya. "Saya merasa dirugikan. Sekarang juga kembali ramai (penyebarannya), Darius juga terganggu. Akhirnya kami memutuskan untuk membuat laporan. Pelakunya belum tahu siapa, namun kami sudah meminta polisi untuk menelusurinya," ungkapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Darius menyampaikan dirinya juga sudah mengetahui beredarnya foto rekayasa adegan syur sesama jenis itu, sejak beberapa tahun lalu. "Sudah tahu gambar itu, beberapa tahun lalu. Awalnya saya cuek, mungkin kerjaan orang iseng saja. Namun, sekarang banyak teman-teman di daerah menerima gambar itu via broadcast BBM. Bahkan, anak kecil saja bisa melihat. Ini yang sangat mengganggu saya," jelasnya. Darius yang merupakan saksi dan korban dalam laporan itu menambahkan, banyak teman-teman daerah memintanya untuk mengklarifikasi apakah benar atau tidak foto itu. "Ya, jelas foto ini palsu. Makanya kami laporkan," katanya.
Sementara itu, Kasubdit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, AKBP Audie Latuheru, menuturkan berdasarkan penyeledikan sementara, disimpulkan jika foto itu merupakan rekayasa atau editan. "Kami baru melakukan penyelidikan awal dan menyimpulkan ini foto editan, bukan foto asli. Hanya kepala mereka (Tora, Darius dan Mike) dipasang ke dalam gambar asli, Sementara itu, Kasubdit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, AKBP Audie Latuheru, menuturkan berdasarkan penyeledikan sementara, disimpulkan jika foto itu merupakan rekayasa atau editan. "Kami baru melakukan penyelidikan awal dan menyimpulkan ini foto editan, bukan foto asli. Hanya kepala mereka (Tora, Darius dan Mike) dipasang ke dalam gambar asli,
Langkah selanjutnya, kata Audie, pihaknya bakal segera melakukan penelusuran terkait siapa yang memposting gambar itu pertama kali. "Kami akan mencoba menelusuri siapa yang mengedit dan memposting gambar itu pertama kali. Ini diedit kira-kira 3 tahun lalu, tahun 2010. Kesulitan melacak memang ada, karena terkendala waktu yang sudah cukup lama. Jika pelaku tertangkap, ia bakal dijerat Pasal 27 Ayat (1) Jo Pasal 45 Ayat (1) UU RI 2008, tentang Informasi dan Transaksi Elektronik," tegasnya.
Diketahui, sebuah foto rekayasa adegan syur sesama jenis yang menampilkan wajah Tora Sudiro, Darius Sinathrya dan Mike (mantan VJ MTV), beredar di dunia maya. Nampak adegan oral seks di dalam foto itu.
Berdasarkan kasus tersebut terkait UU ITE BAB VII Pasal 27 Ayat 1 yang berbunyi"Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan". Serta Undang- Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang ITE Pasal 45 ayat 1 : setiap orang yang memenuhi unsur sebagimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4) dipidana penjara paling lama 6(enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Nama : Avrida Yanti Npm : G1A012081 Contoh Kasus : kasus pelanggaran terhadap UU ITE oleh Prita Mulyasari Rincian : Prita Mulyasari adalah seorang ibu rumah tangga, mantan pasien Rumah Sakit
Omni Internasional Alam Sutra Tangerang. Saat dirawat di Rumah Sakit tersebut Prita tidak mendapat kesembuhan namun penyakitnya malah bertambah parah. Pihak rumah sakit tidak memberikan keterangan yang pasti mengenai penyakit Prita, serta pihak Rumah Sakitpun tidak memberikan rekam medis yang diperlukan oleh Prita. Kemudian Prita Mulyasari mengeluhkan pelayanan rumah sakit tersebut melalui surat elektronik yang kemudian menyebar ke berbagai mailing list di dunia maya. Akibatnya, pihak Rumah Sakit Omni Internasional marah, dan merasa dicemarkan.
Lalu RS Omni International mengadukan Prita Mulyasari secara pidana. Sebelumnya Prita Mulyasari sudah diputus bersalah dalam pengadilan perdata. Dan waktu itupun Prita sempat ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang sejak 13 Mei 2009 karena dijerat pasal pencemaran nama baik dengan menggunakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)
Hubungan dengan UU ITE : merupakan contoh kasus mengenai pelanggaran Undang-Undang Nomor 11 pasal 27
ayat 3 tahun 2008 tentang UU ITE. Dalam pasal tersebut tertuliskan bahwa: Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/ atau mentransmisikan dan/ atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan /atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/ atau pencemaran nama baik.
NAMA : Yolanda Hervianti NPM : G1A012064
Cybercrime adalah tindakan pidana kriminal yang dilakukan pada teknologi internet (cyberspace), baik yang menyerang fasilitas umum di dalam cyberspace ataupun kepemilikan pribadi. Secara teknik tindak pidana tersebut dapat dibedakan menjadi off-line crime, semi on-line crime, dan cybercrime. Masing-masing memiliki karakteristik tersendiri, namun perbedaan utama antara ketiganya adalah keterhubungan dengan jaringan informasi publik (internet). Cybercrime dapat didefinisikan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan menggunakan internet yang berbasis pada kecanggihan teknologi komputer dan telekomunikasi.
The Prevention of Crime and The Treatment of Offlenderes di Havana, Cuba pada tahun 1999 dan di Wina, Austria tahun 2000, menyebutkan ada 2 istilah yang dikenal:
1. Cybercrime dalam arti sempit disebut computer crime, yaitu prilaku ilegal/ melanggar yang secara langsung menyerang sistem keamanan komputer dan/atau data yang diproses oleh komputer.
2. Cybercrime dalam arti luas disebut computer related crime, yaitu prilaku ilegal/ melanggar yang berkaitan dengan sistem komputer atau jaringan.
Dari beberapa pengertian di atas, cybercrime dirumuskan sebagai perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan memakai jaringan komputer sebagai sarana/ alat atau komputer sebagai objek, baik untuk memperoleh keuntungan ataupun tidak, dengan merugikan pihak lain.
Undang-undang ITE
Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia. Secara umum, materi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE) dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu pengaturan mengenai informasi dan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia. Secara umum, materi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE) dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu pengaturan mengenai informasi dan
Contoh Kasus Cybercrime Yang Berhubungan Dengan UU ITE
A. Kasus Pornografi
Kasus ini dialami oleh seorang perempuan dan laki-laki yang berasal dari Karang anyar Jawa Tengah dengan status mereka yaitu berpacaran tanpa restu kedua orangtua si perempuan. Akibat tidak adanya restu tersebut si laki-laki mengajak si perempuan melakukan hubungan seksual atas kesepakatan mereka berdua. Hasil rekaman hubungan seksual tersebut diserahkan pada orang tua perempuan dengan maksud agar orang tua perempuan menyetujui pernikahan mereka. Akan tetapi ternyata si laki-laki menggandakan video pada sebuah rental dan menyebarkan kepada teman-temannya dan videonya diketahui Polsek Colomadu Karanganyar. Kasus ini melanggar UU ITE mengenai penyebaran video kesusilaan kasus ini melanggar Pasal
27 ayat (1) UU ITE yang berbunyi Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendstribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaa n . Dan untuk ketentuan pidananya sendiri dijelaskan pada Pasal
45 ayat (1) yang berbunyi Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) .
SOLUSI:
Pihak kepolisian seharusnya berusaha semaksimal mungkin agar pengedar dan ketiga pelaku video seksual tersebut dihukum seberat- beratnya. Jika vonis yang dijatuhkan itu terlalu ringan, maka tidak akan menimbulkan efek jera pada si pelaku. Selain itu, alamat situs yang melibatkan kasus pornografi seharusnya ditutup agar menimbulkan kejadian yang tidak diinginkan.
B. Kasus Carding Kejahatan kartu kredit yang dilakukan lewat transaksi online di Yogyakarta
Polda DI Yogyakarta menangkap lima carder dan mengamankan barang bukti bernilai puluhan juta, yang didapat dari merchant luar negeri. Begitu juga dengan yang dilakukan mahasiswa sebuah perguruan tinggi di Bandung, Buy alias Sam. Akibat perbuatannya selama setahun, beberapa pihak di Jerman dirugikan sebesar 15.000 DM (sekitar Rp 70 juta). Para carder beberapa waktu lalu juga menyadap data kartu kredit dari dua outlet pusat perbelanjaan yang cukup terkenal. Caranya, saat kasir menggesek kartu pada waktu pembayaran, pada saat data berjalan ke bank-bank tertentu itulah data dicuri. Akibatnya, banyak laporan pemegang kartu kredit yang mendapatkan tagihan terhadap transaksi yang tidak pernah dilakukannya. Modus kejahatan ini adalah penyalahgunaan kartu kredit oleh orang yang tidak berhak. Motif kegiatan dari kasus ini termasuk ke dalam cybercrime sebagai tindakan murni kejahatan. Hal ini dikarenakan si penyerang dengan sengaja menggunakan kartu kredit milik orang lain. Kasus cybercrime ini merupakan jenis carding. Sasaran dari kasus ini termasuk ke dalam jenis cybercrime menyerang hak milik (against property). Sasaran dari kasus kejahatan ini adalah cybercrime menyerang pribadi (against person). Kasus tersebut telah melanggar UU ITE pasal 31 ayat 1 dan 2:
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain.
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan. Ketentuan pidana UU ITE pasal 47; Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal ayat
(1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
, delapan ratus juta rupiah .
SOLUSI:
Perlu adanya cyberlaw: Cybercrime belum sepenuhnya terakomodasi dalam peraturan / Undang-undang yang ada, penting adanya perangkat hukum khusus
mengingat karakter dari cybercrime ini berbeda dari kejahatan konvensional. Perlunya Dukungan Lembaga Khusus: Lembaga ini diperlukan untuk memberikan
informasi tentang cybercrime, melakukan sosialisasi secara intensif kepada masyarakat, serta melakukan riset-riset khusus dalam penanggulangan cybercrime.
Penggunaan enkripsi untuk meningkatkan keamanan. Penggunaan enkripsi yaitu dengan mengubah data-data yang dikirimkan sehingga tidak mudah disadap
(plaintext diubah
meningkatkan keamanan authentication (pengunaan user_id dan password), penggunaan enkripsi dilakukan pada tingkat socket.
menjadi chipertext).
Untuk
DAFTAR PUSTAKA http://etikanama.blogspot.co.id/2013/05/contoh-kasus-cyber-crime-di-indonesia.html
Diakses Jumat 11 Desember 2015, pukul 14:58 http://vicksatriani.blogspot.co.id/2013/05/cyberc.html Diakses Jumat 11 Desember 2015, pukul 14:58
NAMA : Sandi Setiawan NPM : G1A012010 Contoh Kasus :
Perkembangan Internet dan umumnya dunia cyber tidak selamanya menghasilkan hal- hal yang postif. Salah satu hal negatif yang merupakan efek sampingannya antara lain adalah kejahatan di dunia cyber atau, cybercrime. Hilangnya batas ruang dan waktu di Internet mengubah banyak hal. Seseorang cracker di Rusia dapat masuk ke sebuah server di Pentagon tanpa ijin. Salahkah dia bila sistem di Pentagon terlalu lemah sehingga mudah ditembus? Apakah batasan dari sebuah cybercrime? Seorang yang baru
mengetuk pintu port scanning ) komputer anda, apakah sudah dapat dikategorikan sebagai kejahatan? Apakah ini masih dalam batas ketidak-nyamanan
( inconvenience ) saja? Bagaimana pendapat anda tentang penyebar virus dan bahkan pembuat virus? Bagaimana kita menghadapi cybercrime ini? Bagaimana aturan / hukum yang cocok untuk mengatasi atau menanggulangi masalah cybercrime di Indonesia? Banyak sekali pertanyaan yang harus kita jawab.
Contoh kasus di Indonesia