jiptummpp gdl mohammadar 50354 4 babiii

BAB III PEMBAHASAN

A. Kewenangan Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam Struktur Ketatanegaraan Republik Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945 ditinjau berdasarkan Teori Trias Politica

1. Trias Politica dalam struktur ketatanegaraan Indonesia

Menurut Montesquieu dengan ajaran Trias Politica bahwa kekuasaan negara dipisahkan menjadi tiga yakni eksekutif, legislatif, dan yudikatif yang masing-masing kekuasaan itu dilaksanakan oleh suatu badan yang berdiri sendiri, maka hal ini akan menghilangkan kemungkinan timbulnya tindakan sewenang-wenang dari seorang penguasa atau penyalahgunaan kewenangan. Ketiga badan tersebut harus ada dalam suatu negara, dengan parlemen/legislatif sebagai perwakilan rakyat dan sebagai pelaksana kedaulatan rakyat, eksekutif sebagai pelaksana pemerintahan negara dan yudikatif sebagai pengawasan dari pelaksanaan pemerintahan dan aturan-aturan dalam negara. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebelum amandemen membagi kekuasaan-kekuasaan tersebut dalam isi dari masing-masing bab UUD 1945.

Pengaturan mengenai lembaga negara di UUD 1945 tidak secara eksplisit mengatakan bahwa doktrin Trias Politica dianut, tetapi oleh karena Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyelami jiwa dari demokrasi konstitusionil, maka dapat disimpulkan bahwa Indonesia menganut Trias Politica dalam arti pembagian kekuasaan (distribution of Pengaturan mengenai lembaga negara di UUD 1945 tidak secara eksplisit mengatakan bahwa doktrin Trias Politica dianut, tetapi oleh karena Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyelami jiwa dari demokrasi konstitusionil, maka dapat disimpulkan bahwa Indonesia menganut Trias Politica dalam arti pembagian kekuasaan (distribution of

Kekuasaan legislatif dijalankan oleh Presiden bersama-sama dengan DPR. Kekuasaan eksekutif dijalankan oleh Presiden dibantu oleh menteri- menteri, sedangkan kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Mahkamah Agung dan

lain-lain badan kehakiman 54 . Oleh karena sistem pemerintahannya adalah Presidensiil, maka kabinet tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan tidak dapat dijatuhkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat dalam masa jabatannya. Sebaliknya Presiden juga tidak dapat membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat. Jadi, pada garis besarnya, ciri-ciri azas Trias Politica dalam

arti pembagian kekuasaan terlihat dalam sistem ketatanegaraan Indonesia 55 . Zaman Orde Baru muncul Undang-Undang No 14. Tahun 1970 tentang kekuasaan kehakiman yang artinya bahwa penyelenggaraan kekuasaan negara telah dibagi kepada tugas dan fungsinya masing-masing. Hal ini sedikit membenarkan adanya azas trias politica yang dianut Indonesia. Meskipun dalam pelaksanaan azas trias politica tersebut masih tidak secara murni tetapi ada sinyal positif dari penyelenggara negara untuk melaksanakan kehidupan negara yang demokratis. Melihat dari isi Undang-Undang ini memang benar istilah Trias Politica tidak disebut secara langsung, tetapi prinsip kebebasan

54 Miriam Budiardjo. 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama. halaman. 156

55 Ibid, halaman. 157 55 Ibid, halaman. 157

Trias Politica dalam pengertian sebagai pembagian kekuasaan 56 . Menurut Jimly Assiddiqie menyatakan bahwa sebelum amandemen, UUD 1945 menganut paham pembagian kekuasaan yang bersifat vertikal, bukan pemisahan kekuasaan yang bersifat horizontal. Kedaulatan rakyat dianggap terwujud penuh dalam wadah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang dapat ditafsirkan sebagai lembaga tertinggi ataupun sebagai forum tertinggi 57 . Dari sini, fungsi-fungsi tertentu dibagikan sebagai tugas dan kewenangan lembaga-lembaga tinggi negara yang ada dibawahnya, seperti Presiden, DPR, MA, dan seterusnya. Dalam perspektif pembagian kekuasaan yang bersifat vertikal itu, prinsip kesederajatan dan perimbangan kekuasaan itu tidaklah bersifat primer. Karena itu, dalam UUD 1945 yang asli (UUD 1945 sebelum amandemen) tidak diatur pemisahan yang tegas dari fungsi legislatif, eksekutif, dan yudikatif.

Sistem yang lama, bisa diketahui bahwa fungsi utama DPR lebih merupakan lembaga pengawas daripada lembaga legislatif dalam arti yang sebenarnya 58 Hal ini dapat dilihat dari ketentuan UUD 1945 sebelum amandemen. Presiden disamping memegang kekuasaan pemerintahan (kepala eksekutif, Pasal 4 ayat 1) 59 , juga memegang kekuasaan membentuk undang-

56 Ibid, halaman 159 57 Jimly asshidiqie, 2006, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Jakarta: Konstitusi Press. Halaman 187 58 Ibid, halaman 189 59 Pasal 4 ayat 1 UUD 1945 Sebelum Amandemen berbunyi “Presiden Republik Indonesia

memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar”.

undang dan peraturan pemerintah (kekuasaan legislatif, Pasal 5 60 ), sementara fungsi DPR dalam membentuk undang-undang bersifat pasif yaitu sebatas

memberikan persetujuan (Pasal 20 61 ).

Pembentukan peraturan-peraturan negara selain terpusat dengan apa yang dimiliki oleh presiden, ternyata disisi lain juga dimiliki oleh lembaga negara lainnya. Seperti kewenangan yang dimiliki oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), ini merupakan kewenangan sebagai lembaga tertinggi negara yang kedudukannya berada langsung di bawah UUD 1945. Kekuasaannya sangat besar dibandingkan dengan lembaga negara lainnya karena MPR adalah penjelmaan langsung dari kedaulatan rakyat. Posisinya dalam struktur ketatanegaraan Indonesia pada masa itu adalah sebagai lembaga tertinggi yang membagikan beberapa kekuasaan dalam negara kepada lembaga tinggi negara yang ada dibawahnya. Pertanggungjawaban lembaga negara ditujukan kepada MPR, hal ini bisa dilihat dari perjalanan sejarah ketatanegaraan Indonesia dimana presiden adalah sebagai mandataris MPR dan pertanggungjawaban atas kinerjanya disampaikan kepada MPR.

2. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dalam Struktur Ketatanegaraan Republik Indonesia

Keanggotaan MPR yang terdiri dari anggota DPR dan anggota DPD sebagaimana yang tercantum dalam pasal 2 ayat (1) UUD 1945 Perubahan

60 Pasal 5 ayat (1) UUD 1945 (Sebelum Amandemen) berbunyi “Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat”.

61 Pasal 20 ayat (1) UUD 1945 (Sebelum Amandemen) berbunyi “Tiap-tiap undang-undang menghendaki persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat”.

Ayat (2) berbunyi “Jika sesuatu rancangan undang-undang tidak mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, maka rancangan tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.

Keempat 62 membuktikan bahwa MPR merupakan sebuah lembaga yang berdiri sendiri. Meskipun dalam struktur keanggotaannya terdiri dari kedua lembaga

tersebut. Menurut Bagir Manan susunan keanggotaan menurut Pasal 2 ayat (1) UUD Negara RI Tahun 1945 (hasil perubahan) dimaksudkan sebagai jalan untuk mewujudkan gagasan sistem perwakilan dua kamar (bicameral). MPR menjadi wadah badan perwakilan yang terdiri atas DPR dan DPD. Tetapi dari susunan yang menyebutkan terdiri dari anggota-anggota DPR dan DPD tidak tergambar konsep dua kamar. Dalam susunan dua kamar, bukan anggota yang menjadi unsur, tetapi badan yaitu DPR dan DPD 63 . Berbeda dengan yang ada di negara Amerika Serikat yang menerapkan sistem bikameral dimana konsep MPR sebagai sebuah joint session dari DPR dan DPD dengan nama yang berbeda dan kewenangan yang berbeda. Dalam Konstitusi Amerika Serikat disebutkan bahwa “All legislative power vested in Congress which consist of the Senate and the House of Representatives”. Segala kekuasaan legislatif

berada di Kongres yang terdiri atas House of Representative dan Senat 64 . Melihat prinsip ketatanegaraan yang ada di Indonesia menyatakan

bahwa MPR berbeda dengan kongres tersebut. Karena yang mempunyai kewenangan legislatif adalah DPR dan presiden. DPD sebagai perwakilan

daerah tidak memiliki satupun single authority 65 . Sedangkan letak MPR sendiri

62 Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 (setelah amandemen) berbunyi “Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih

melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang 63 Bagir Manan, 2003. Teori dan Politik Hukum Konstitusi, FH UII Press, Yogyakarta,

halaman 7 64 Jimly Asshiddiqie, Trikameralisme Dewan Perwakilan Daerah (DPD), diakses dari www.jimly.com pada 17 Mei 2017. 65 Romi librayanto, 2008, Trias Politica dalam Struktur Ketatanegaraan Indonesia, Makasar : PUKAP, Halaman 161 halaman 7 64 Jimly Asshiddiqie, Trikameralisme Dewan Perwakilan Daerah (DPD), diakses dari www.jimly.com pada 17 Mei 2017. 65 Romi librayanto, 2008, Trias Politica dalam Struktur Ketatanegaraan Indonesia, Makasar : PUKAP, Halaman 161

MPR sebagai lembaga negara setelah perubahan Undang-Undang Dasar telah di pandang sebagai sebuah lembaga tinggi negara yang tidak ideal lagi. Karena kewenangan yang dimiliki sangat minim dibandingkan sebelum perubahan UUD 1945 padahal sebenarnya cita-cita dalam amandemen UUD adalah untuk :

1. Menyempurnakan aturan dasar mengenai tatanan negara dalam mencapai tujuan nasional yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 dan memperkokoh NKRI yang berdasarkan Pancasila.

2. Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan pelaksanaan kedaulatan rakyat serta memperluas partisipasi rakyat agar sesuai dengan perkembangan paham demokrasi.

3. Menyempurnakan aturan dasar penyelenggaraan negara secara demokratis dan moderen, antara lain melalui pembagian kekuasaan

yang lebih tegas, saling mengawasi dan mengimbangi (check and balances) yang lebih ketat dan transparan, dan pembentukan lembaga-lembaga negara yang baru untuk mengakomodasi perkembangan kebutuhan bangsa dan tantangan zaman 66 .

66 MPR RI, 2014, Panduan dalam Memasyarakatkan UUD Tahun 1945, Sekertariat Jendral MPR RI: Jakarta, Halaman 13

Tujuan perubahan tersebut diharapkan mampu menciptakan kehidupan bernegara yang demokratis terutama dalam hal kinerja dari lembaga permusyawaratan dan perwakilan. Lembaga negara dalam bentuk parlemen yang ada di Indonesia dengan adanya perubahan UUD 1945 tersebut menjadikan Indonesia tidak lagi menganut sistim satu kamar (unicameral) atau dua kamar (bicameral) melainkan tiga kamar (trikameral) 67 . MPR yang berdiri sendiri sebagai sebuah badan/lembaga bukan sebagai tempat berkumpul DPR dan DPD. Gambaran mengenai MPR dalam struktur ketatanegaraan Republik Indonesia sebelum amandemen UUD 1945 adalah sebagai berikut :

UUD 1945

MPR

DPA MA (Gambar 3: Bagan Struktur Ketatanegaraan Republik Indonesia Sebelum

DPR PRESIDEN

BPK

Amandemen UUD 1945 )

MPR sebelum amandemen UUD 1945 adalah sebagai lembaga tertinggi negara yang kedudukannya berada langsung dibawah UUD 1945. Refleksi dari sebuah kedaulatan rakyat yang dipegang sepenuhnya oleh lembaga ini, karena pada dasarnya MPR merupakan wujud dari kekuatan rakyat Indonesia. Terlepas dari unsur politik yang ada di dalam lembaga sebenarnya tujuan MPR

67 Jimly Asshiddiqie, Trikameralisme Dewan Perwakilan Daerah (DPD), diakses dari www.jimly.com pada 17 Mei 2017.

diletakkan sebagai lembaga tertinggi tidaklah salah. Karena menurut penulis sejarah MPR sebagai sebuah generasi moderen dari KNIP yang kewenangannya sangat besar yaitu membuat sebuah konstitusi dasar atau UUD bagi negara Indonesia. Selain itu menurut Maria Farida, semua lembaga negara yang mengeluarkan produk peraturan perundang-undangan maka kedudukannya lebih tinggi dari yang lain. Dan MPR merupakan lembaga negara yang

mengeluarkan peraturan yang lebih tinggi 68 .

Kedudukan sebagai lembaga tertinggi tersebut kemudian mempengaruhi kewenangannya untuk membagikan kekuasaan-kekuasaan negara sebagaimana yang ada di dalam UUD 1945 kepada lembaga-lembaga negara yang lainnya. Inilah yang kemudian disebut sebagai trias politica (pembagian kekuasaan). Karena kekuasaan negara yang ada di dalam UUD 1945 dibagikan secara vertikal kepada lembaga tinggi negara. Selain itu adanya Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang dibuat oleh MPR sebagai arah dari tujuan negara yang perlu dijalankan oleh segenap lembaga negara merupakan bukti bahwa kuatnya keberadaan MPR sebagai pemegang kedaulatan rakyat. Secara das sollen memang sangat ideal untuk bisa dilaksanakan di negara Indonesia ini sebagai negara besar yang terdiri dari banyak gugusan pulau dan keberagaman. Tetapi fakta dilapangan berbicara lain. Banyak terjadi praktek- praktek penyimpangan yang ada di lingkungan pemerintahan. Negara yang

68 Maria farida indrati soeprapto, 1998, ilmu perundang-undangan: dasar-dasar dan pembentukannya. Jakarta : Kanisius.

hendak menciptakan suasana harmonis dan sejahterah justru menjadi negara yang terkekang oleh sebuah rezim penguasa.

Tuntutan perubahan kearah yang lebih baik terus digalakkan oleh para kaum akademisi yang ada di negeri ini. Banyak peristiwa-peristiwa bersejarah tentang perjuangan untuk menciptakan sebuah pemerintahan yang ideal. Sampai pada puncaknya adalah sebuah reformasi dengan tuntutan yang terkenal adalah untuk meruntuhkan kekuasaan soeharto sebagai seorang presiden pada masa itu. Kemudian pada tanggal 21 Mei 1998 secara resmi presiden soeharto mundur sebagai Presiden Republik Indonesia. Agenda lain yang menjadi fokus untuk sebuah pembaharuan dalam ketatanegaraan Indonesia adalah dengan Amandemen UUD 1945.

MPR sebagai lembaga tertinggi negara pada masa itu mempunyai kewenangan untuk melakukan tugas amandemen UUD Republik Indonesia 1945 dengan berlandaskan pasal 37 UUD 1945 69 . Kemudian MPR melakukan amandemen UUD sebanyak empat kali, pertama tanggal 19 Oktober 1999, kedua tanggal 7-18 Agustus 2000, ketiga tanggal 9 November 2001, dan

keempat tanggal 1-11 Agustus 2002 70 . Amandemen tersebut mengakibatkan berubahnya sistem ketatanegaraan Indonesia secara mendasar. Salah satu perubahan adalah pada lembaga negara. Lembaga tertinggi negara dalam hal ini

69 Pasal 37 UUD 1945 (sebelum amandemen) Ayat (1) : Untuk mengubah Undang-Undang Dasar sekurang-kurangnya 2/3 daripada jumlah

anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat harus hadir. Ayat (2) : Putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 daripada jumlah anggota yang hadir.

70 Jimly Asshiddiqie, 2007, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Pasca Reformasi, PT. Bhuana Ilmu Populer, Jakarta, halaman 111.

adalah MPR berubah kedudukannya sebagai lembaga tinggi negara yang sejajar dengan lembaga tinggi lainnya seperti ekskutif (Presiden), Legislatif (DPR dan DPD), dan Yudikatif (MA, MK, dan KY). Kedudukan yang setara inilah kemudian digambarkan kedalam sebuah bagan struktur ketatanegaraan setelah amandemen UUD 1945 sebagai berikut :

UUD 1945

BPK MPR

PRESIDEN

KEKUASAAN KEHAKIMAN

LEGISLATIF EKSEKUTIF YUDIKATIF

(Gambar 4: Bagan Struktur Ketatanegaraan Republik Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945 )

Keterangan : MPR = Majelis Permusyawaratan Rakyat DPR = Dewan Perwakilan Rakyat

MA = Mahkamah Agung UUD = Undang–Undang Dasar

KY = Komisi Yudikatif MK = Mahkamah Konstitusi

DPD = Dewan Perwakilan Daerah BPK = Badan Pemeriksa Keuangan

Bagan di atas menunjukkan beberapa perbedaan terutama terhadap kedudukan MPR yang sebelumnya berdiri sendiri di bawah langsung dari UUD 1945, menjadi sejajar dengan lembaga negara lain dan terdiri atas anggota dari lembaga perwakilan yaitu DPR dan DPD. MPR merupakan sebuah parlemen yang kedudukannya setara dengan lembaga tinggi negara dalam kekuasaan eksekutif dan yudikatif. Ini merupakan sebuah dampak langsung yang Bagan di atas menunjukkan beberapa perbedaan terutama terhadap kedudukan MPR yang sebelumnya berdiri sendiri di bawah langsung dari UUD 1945, menjadi sejajar dengan lembaga negara lain dan terdiri atas anggota dari lembaga perwakilan yaitu DPR dan DPD. MPR merupakan sebuah parlemen yang kedudukannya setara dengan lembaga tinggi negara dalam kekuasaan eksekutif dan yudikatif. Ini merupakan sebuah dampak langsung yang

Sistem perwakilan dalam parlemen yang terkait dengan bagan tersebut biasanya disebut sebagai parlemen satu kamar (unicameral parliament) dan parlemen dua kamar (bicameral parliament) 71 . Sistem parlemen satu kamar adalah sistem pemerintahan yang hanya memiliki satu kamar pada parlemen atau lembaga legislatif. Negara yang menggunakan sistem ini biasanya adalah negara kesatuan yang wilayahnya kecil dan masyarakatnya homogen jadi tidak terlalu memikirkan perbedaan. Sedangkan di negara yang besar kemudian muncul sistem perwakilan dua kamar (bicameral) adalah sebagai bentuk representatif untuk mewadahi adanya demokrasi perwakilan bagi kepentingan- kepentinngan yang heterogen.

Kedua sistem perwakilan tersebut memang memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Selain faktor masyarakat, kemudian apa yang membuat sebuah negara memilih memakai salahsatu sistem?. Ada yang berpendapat bahwa satu kamar mencerminkan mayoritas dari kehendak rakyat karena dipilih langsung oleh rakyat. Proses mayoritas inilah yang kemudian

71 Mahfud MD, 2012. konstitusi dan hukum dalam kontroversi isu, jakarta: rajawali press. Halaman 182 71 Mahfud MD, 2012. konstitusi dan hukum dalam kontroversi isu, jakarta: rajawali press. Halaman 182

Terlepas dari perbedaan satu kamar dan dua kamar dalam parlemen ada hal yang lebih menarik bahwa sebenarnya yang terjadi di Indonesia bukanlah menganut keduanya, melainkan adalah tiga kamar (tricameral) yang terdiri dari DPR, DPD, dan MPR. Karena menurut Goodnow maupun menurut Montesquieu, yang dimaksud dengan fungsi legislatif atau legislature itu berkaitan dengan semua kegiatan yang dengan mengatasnamakan atau mewakili rakyat dalam membuat kebijakan-kebijakan negara. Inilah yang disebut sebagai legislature atau fungsi legislatif. Pelembagaan fungsi legislature

itulah yang disebut parlemen 73 . Berkaitan dengan fungsinya maka di Indonesia parlemen tidak hanya DPR dan DPD saja tetapi MPR juga sebagai lembaga parlemen yang berdiri sendiri.

DPR merupakan lembaga perwakilan politik (political representation), DPD merupakan perwakilan daerah (regional representation), sedangkan MPR merupakan penjelmaan keseluruhan rakyat, baik dari segi politik maupun

72 Lembaga superbody maksudnya adalah lembaga tersebut mempunyai kekuatan yang kuat di pemerintahan terkait dengan kuatnya kedudukan dan luasnya kewenangan yang miliki.

73 Jimly Asshiddiqie, Trikameralisme Dewan Perwakilan Daerah (DPD), diakses dari www.jimly.com pada 1 Juni 2017.

kedaerahan 74 . Hal ini sangat berbeda dengan apa yang dimaksud dengan sistem dua kamar (bicameral). Seperti yang diungkapkan mengenai definisi

bikameralisme dan penerapannya di beberapa negara, adalah sebagai berikut :

a. Bicameral sistem: A legislature which has two chamber rather then one (unicameral sistem), providing check and Balances and lessening, the risk of aletive dictatorship, at the birth of the united, Benjamin Franklin wrote that “a plural legislature is nesesary to good government as a single executive”

Artinya: sistem bikameral adalah badan legislatif yang terdiri dari dua kamar untuk melaksanakan mekanisme check and balences agar terhindar dari resiko pemerintah yang diktator, Benjamin Franklin menulis kemajemukan pembuat undang-undang adalah cara untuk menjadikan pemerintah yang baik (good government) diatas eksekutif yang tunggal.

b. Bicameral: the division of legislative or judikal body into to components or cembers. The US congress is a bicameral legislature, sinse its dividedinto to houses, the senate and the house of refresentative 75 .

Artinya: bikameral adalah devisi dalam badan legislatif yang terdiri dari beberapa komponen atau kamar. Di Amerika kongres terdiri dari dua kamar yaitu senate dan house of representative.

74 Ibid 75 Reni Dwi Purnomowati, 2005. Implementasi bicameral dalam parlemen di Indonesia, Jakarta : Raja grafindo persada, halaman13 74 Ibid 75 Reni Dwi Purnomowati, 2005. Implementasi bicameral dalam parlemen di Indonesia, Jakarta : Raja grafindo persada, halaman13

Artinya: sistem bikameral dalam badan pembuat undang-undang terdiri dari dua badan atau kamar (biasanya disebut house of refresentatives dan senate), setiap pemerintahan yang menganut sistem federal mempunyai dua badan pembuat undang-undang.

Penerapan sistem bikameral di negara Amerika memang banyak menjadi kiblat bagi negara-negara lainnya karena dianggap sebagai sebuah negara maju yang konsisten dalam penerapan sistem tersebut untuk menciptakan proses check and balances dalam pemerintahan. Konsep bikameral yang diterapkan oleh negara Amerika yang berkaitan dengan kewenangannya sebagai lembaga legislatif berada langsung di tangan kongres. Kongres ini sendiri merupakan bagian atau sebuah joint session dari senate dan house of representative. Kewenangan yang dimiliki oleh kongres sendiri begitu besar seperti dalam hal fungsi legislasi. Bisa dilihat bahwa fungsi legislasi yang diterapkan oleh Amerika Serikat sangat tegas terkait pemisahan antara legislatif dan eksekutif. Bahkan menurut I Gede Pasek Dianta tidak ada satu pasal pun dalam konstitusi Amerika Serikat yang menetukan Presiden Amerika Serikat berwenang untuk mengajukan suatu RUU 77 . Sangat berbeda jauh dengan

76 Ad.Bryian A. Garner, 2004. Black Law Dictionary, United States Of America: Eighth edition. halaman 171

77 I Made Pasek Diantha, 1990. Tiga Tipe Pokok Sistem Pemerintahan dalam Demokrasi

Modern, Bandung: Abardin, halaman 37

Indonesia yang mana fungsi legislasi tersebut masih menjadi campur tangan dari lembaga eksekutif (Presiden). Tanggung jawab fungsi legislasi sepenuhnya berada di kongres tersebut. Pihak eksekutif hanya bisa melakukan fungsinya sebagai eksekutif atau menjalankan undang-undang yang telah dibuat oleh kongres.

Menurut C.F. Strong bahwa satu-satunya hubungan antara eksekutif dan legislatif dalam praktek sistem presidensil Amerika Serikat adalah melalui laporan Presiden (Presidential Message) dan tak seorangpun pejabat kabinet Presiden diizinkan turut serta dalam suatu majelis lembaga legislatif 78 . Karena pada dasarnya fungsi legislasi sebagai negara bikameral di Amerika Serikat hanya di miliki oleh dua kamar dalam kongres tersebut yaitu senate dan house of representatives. Setiap undang-undang sebagai produk dari kongres harus mendapatkan persetujuan dari kedua kamar tersebut, sehingga dalam hal ini dua kamar dalam kongres mempunyai kekuatan yang sama, inilah yang kemudian menjadi alasan untuk sistem parlemen amerika disebut sebagai strong bicameral. Bisa dibuktikan langsung sebagaimana yang ada di dalam konstitusi Amerika Serikat Article 1 section 7 angka 2 yang berbunyi :

Every bill which shall passed the House of Representatives and the Senate, before it become the law, be presented to the President of the United States; If he approve he shall sign it, but if not he shall return it, with his objection to the house in which it shall have originated, who shall enter the objection at large on their journal, and proceed to consider it. If after such consideration two third of that House shall agree to pass the bill, it sent together with the objection, to other house, by which it shall like wise be considered, and if

78 C.F. Strong, 1975. Modern Political Constitution;An Introduction to The Comparative Study of Their History and Existing Form, London: Sidwick & Jackson Limited, halaman 238 78 C.F. Strong, 1975. Modern Political Constitution;An Introduction to The Comparative Study of Their History and Existing Form, London: Sidwick & Jackson Limited, halaman 238

not be a law. 79

Maksud dari article dalam konstitusi Amerika tersebut adalah setiap undang-undang (Bill) harus mendapatkan persetujuan dalam kongres yaitu senate dan house of refresentatives. Sebelum menjadi undang-undang harus diajukan ke Presiden untuk mendapatkan pengesahan (Approving). Jika sepakat maka undang-undang tersebut akan ditandatangani oleh presiden, dan bila tidak maka akan dikembalikan kepada senate dan house of refresentatives dengan memberikan alasan-alasan penolakan (objection). Penolakan Presiden terhadap bill yang sudah disetujui oleh kedua kamar dalam kongres Amerika Serikat biasa disebut dengan veto. Veto merupakan wewenang konstitusional yang dimiliki oleh Presiden Amerika Serikat untuk mengesahkan suatu bill. Dalam

teori, praktek seperti ini disebut dengan “presidential veto” 80 . Tetapi, disamping itu, hak veto yang dimiliki oleh Presiden Amerika Serikat tersebut dapat dibatalkan oleh Senate dan DPR melalui paranata yang disebut dengan “legislative veto”.

79 Sofyan hadi, Fungsi Legislasi dalam Sistem Pemerintahan Presidensil jurnal ilmu hukum februari 2013, vol 9, no. 18, halaman 78 - 84

80 Saldi Isra, 2010. Pergeseran Fungsi Legislasi; Menguatnya Model Legislasi Parlementer dalam Sistem Presidensial Indonesia. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada. halaman 88

Konstitusi Amerika Serikat menjelaskan bahwa istilah penolakan ini disebut dengan “override”. Override yang dilakukan oleh kedua kamar baik Senate maupun DPR Amerika Serikat dengan syarat memenuhi 2/3 suara dari masing-masing kamar. Apabila syarat 2/3 tersebut terpenuhi maka, bill tersebut menjadi undang-undang (if approved by two third of that House, it shall become

a law) 81 . Melihat dari penerapan fungsi legislasi yang ada di Amerika tersebut bahwa sangat jelas yang mempunyai kewenangan penuh hanyalah senate dan

house of refresentative. Sedangkan di Indonesia kewenangan yang demikian masih ada campur tangan dari pihak eksekutif (presiden). Dan DPD sebagai bagian dari lembaga legislatif bersama dengan MPR tidak mempunyai fungsi kuat dalam hal legislasi. Fungsi legislasi yang ada di Indonesia bersifat joint function karena yang mempunyai peranan dalam struktur ketatanegaraan adalah DPR dan Presiden. MPR yang keanggotaanya adalah terdiri dari anggota DPR dan DPD sebagaimana yang tercantum dalam pasal 2 ayat (1) UUD 1945 82 tidaklah memiliki kewenangan untuk membuat Undang-undang. Tapi sebenarnya fungsi legislasi tersebut tetap dimiliki oleh lembaga ini.

Sistem parlemen yang di terapkan oleh Amerika Serikat dengan Indonesia jelas berbeda. Bila diatas tersebut menjelaskan bahwa Amerika serikat menggunakan sistem strong bicameral maka di Indonesia ada yang menyebutnya sebagai sistem soft bicameral. Fakta yang terjadi dalam praktek

81 Sofyan hadi, Fungsi Legislasi dalam Sistem Pemerintahan Presidensil. jurnal ilmu hukum februari 2013, vol 9, no. 18, halaman 82

82 Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 berbunyi “Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum

dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang”.

ketatanegaraan Indonesia menempatkan MPR sebagai sebuah lembaga yang berdiri sendiri sehingga Indonesia mempunyai tiga parlemen aktif.

Mengacu pada pendapat Jimly Asshidiqie Indonesia mempunyai tiga forum parlemen yang masing-masing memiliki fungsi legislasi dalam arti yang luas. struktur parlemen Indonesia dewasa ini disebut dengan parlemen trikameral. Karena Indonesia tidak menganut prinsip unikameralisme, bukan pula bikameralisme, melainkan trikameralisme. Dengan demikian, adanya MPR, DPR, dan DPD dalam sistem ketatanegaraan kita berdasarkan UUD 1945 dewasa ini merupakan satu kesatuan kelembagaan parlemen Indonesia yang mempunyai tiga forum perwakilan dan permusyawaratan dalam rangka pengambilan keputusan mengenai kebijakan negara berdasarkan UUD 1945 83 .

Tabel perbandingan sistem parlemen dibeberapa negara akan menjelaskan secara ringkas tentang perbedaan sistem yang dianut oleh negara Indonesia. Bila diatas dengan sistem bikameral yang dibandingakan dengan negara Amerika serikat maka tabel dibawah ini akan menjelaskan perbedaan implementasi ketiga sistem parlemen negara yang dianut oleh beberapa negara.

83 Jimly Asshiddiqie, Trikameralisme Dewan Perwakilan Daerah (DPD), diakses dari www.jimly.com pada 1 Juni 2017.

Tabel perbandingan sistem parlemen di beberapa negara No.

Aspek Sistem unikameralisme Sistem bikameralisme Sistem trikameralisme

1. Ciri Terdiri dari satu kamar Terdiri dari dua kamar Terdiri dari tiga kamar parlemen

Diterapkan di negara di negara

Diterapkan di negara

Diterapkan di negara

yang masyarakatnya

yang masyarakatnya

dengan masyarakat

homogen

heterogen

yang majemuk

3. Keanggotaan Proses keanggotaan

Keanggotaan

Keanggotaan diambil

dipilih rakyat melalui

berdasarkan pemilu

dari lembaga negara

pemilu

atau dengan

yang telah di pilih oleh perwakilan seperti dari rakyat sebagai partai atau daerah

perwakilannya.

4. Fungsi

Mempunyai fungsi

Fungsi antar kedua

Fungsi yang berbeda-

tunggal dan pokok

lembaga atau kamar

beda sesuai dengan

sebagai legislatif

yang seimbang

masing-masing kamar yang ada

5. Penerapan Penerapan di Indonesia Penerapan di Indonesia Penerapan di Indonesia sebelum amandemen

setelah amandem UUD bila tidak

UUD terwujud oleh

terwujud oleh DPR dan mengesampingkan

lembaga MPR sebagai DPD sebagai sebuah

MPR sebagai sebuah

lembaga tertinggi

parlemen 2 kamar

kamar tersendiri dalam

Indonesia penganut

Vietnam, Singapura,

Amerika Serikat,

Laos, Korea Selatan,

Inggris, Indonesia,

Syiria, Kuwait, Dll

Australia, Jepang, Dll

Perbedaan masing-masing sistem tersebut tidaklah mutlak tetapi tergantung dengan bagaimana negara tersebut menerapkannya. Pada dasarnya setiap sistem yang dianut oleh masing-masing negara mempunyai nilai positif dan negatifnya tersendiri. Hal ini dipengaruhi oleh karakteristik dari masing- masing negara yang berbeda. Seperti Indonesia yang di perbandingkan dengan Amerika jelas berbeda meskipun ada yang mengatakan sama-sama menggunakan sistem bikameral, tapi implementasi di lapangan jelas ada titik perbedaan yang menjadi karakter dari negara tersebut. Selain dari tabel diatas alasan lain yang menguatkan tentang tricameralisme parliament adalah bisa Perbedaan masing-masing sistem tersebut tidaklah mutlak tetapi tergantung dengan bagaimana negara tersebut menerapkannya. Pada dasarnya setiap sistem yang dianut oleh masing-masing negara mempunyai nilai positif dan negatifnya tersendiri. Hal ini dipengaruhi oleh karakteristik dari masing- masing negara yang berbeda. Seperti Indonesia yang di perbandingkan dengan Amerika jelas berbeda meskipun ada yang mengatakan sama-sama menggunakan sistem bikameral, tapi implementasi di lapangan jelas ada titik perbedaan yang menjadi karakter dari negara tersebut. Selain dari tabel diatas alasan lain yang menguatkan tentang tricameralisme parliament adalah bisa

3. Fungsi Legislasi Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)

Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai lembaga tinggi negara yang keanggotaannya terdiri dari lembaga legislatif merupakan sebuah konsekuensi dari amandemen UUD 1945. Anggota dari MPR tersebut adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang merupakan lembaga perwakilan sebagai hasil dari pemilihan umum langsung oleh rakyat. Perbedaan dari keduanya adalah DPR sebagai representasi politik sedangkan DPD sebagai lembaga representasi daerah 84 .

Sistem ketatanegaraan Republik Indonesia setelah adanya amandemen mengisyaratkan adanya pemisahan kekuasaan (separation of power) sebagaimana yang disebut trias politica tapi dalam prakteknya tidak diterapkan secara murni. Karena fakta yang terjadi sampai saat ini adalah lembaga legislatif

84 Sekretariat Jenderal DPR RI. 2011. Selayang pandang Mekanisme Kerja Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia. Jakarta. Biro Humas dan Pemberitaan. Hal 1

yang terdiri dari DPR, DPD, dan MPR tidak sepenuhnya mempunyai fungsi legislasi dan masih ada lembaga eksekutif yang mempunyai fungsi legislasi. Lembaga eksekutif tersebut adalah presiden hal ini didasarkan pada pasal 5 UUD 1945 85 . Pasal yang menjadi dasar oleh presiden untuk mempunyai andil dalam pembuatan peraturan perundang-undangnya sebagai bentuk fungsi legislasi oleh lembaga eksekutif. Kondisi seperti ini memang sudah terjadi sejak perubahan Undang-Undang Dasar dan ada konsekuensi yang bisa menjadi kendala dalam pelaksanaan fungsi legislasi oleh lembaga eksekutif ini, yaitu bila pemerintah tidak mendapatkan dukungan mayoritas dari parlemen (legislatif) maka akan terjadi kepincangan kebijakan. Seperti pada awal kepemimpinan presiden Joko Widodo tahun 2014. Pemilihan umum saat itu untuk parlemennya dimenangkan oleh partai oposisi dari partai yang mengusung presiden terpilih. Oleh pengamat politik hal ini dianggap akan mempengaruhi dari setiap kebijakan atau Undang-Undang yang akan di buat.

Problematika tersebutlah yang menjadikan sebuah regulasi atau aturan yang merupakan hasil dari fungsi legislasi menjadi sarat akan unsur politik. Sehingga baik itu kebijakan yang dibuat atau aturan yang mengikat banyak mengandung unsur kepentingan didalamnya. Dapat ditarik garis besar bahwa sebuah hukum dilahirkan dari proses politik antar golongan tersebut.

85 Pasal 5 ayat (1) UUD 1945 berbunyi : presiden berhak mengajukan rancangan Undang- undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

Dominannya unsur politik dalam pembentukan Undang-undang menyebabkan kuatnya politik transaksional dalam praktek perundangan 86 . Keadaan legislatif sekarang bila dibandingkan dengan sebelum adanya perubahan UUD jelas jauh berbeda. Sekarang bila dilihat dalam struktur ketatanegaraan, MPR ditempatkan sejajar sebagai sebuah parlemen/legislatif tentu bakal mempunyai kewenangan atau fungsi-fungsi yang sejajar pula dengan parlemen lainnya. Karena pada dasarnya fungsi parlemen di sebuah negara meliputi fungsi legislasi atau fungsi pengaturan (regelende fungtie), fungsi pengawasan (control fungtie), dan fungsi representasi (representation fungtie). Fungsi pengaturan berkenaan dengan kewenangan untuk menentukan peraturan perundang-undangan yang mengikat warga negara dengan norma hukum yang mengikat dan membatasi. Selain itu, fungsi legislasi menyangkut

beberapa kegiatan sebagai berikut, yaitu : 87

1. Prakarsa pembuatan undang-undang (legislative initiation)

2. Pembahasan rancangan undang-undang (law making process)

3. Persetujuan atas pengesahan rancangan undang-undang (law enactment approval)

4. Pemberian persetujuan pengikatan atau ratifikasi atau perjanjian atau persetujuan internasional dan dokumen hukum yang mengikat lainnya. (Binding decision making on international agreement and treaties or other legal binding documents).

86 Aldis Ruly Subardi, Iwan Rachmad Soetijono, Warah Atikah. Kewenangan Dewan

Perwakilan Daerah Dalam Proses Legislasi Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum, Universitas Jember (UNEJ)

87 Jimly Asshidiqie. 2006. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II. Jakarta. Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI. halaman 34

Sementara itu fungsi pengawasan meliputi pengawasan pemerintahan (control of executive), pengawasan pengeluaran (control of expenditure), dan pengawasan pemungutan pajak (control of taxation). Fungsi-fungsi tersebut dapat dirinci lagi meliputi : 88

1. Pengawasan terhadap penentuan kebijakan (control of policy making)

2. Pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan (control of policy executing)

3. Pengawasan terhadap penganggaran dan belanja Negara (control of budgeting)

4. Pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran dan belanja negara (control of budget implementation)

5. Pengawasan terhadap kinerja pemerintahan (control of government performances)

6. Pengawasan terhadap pengangkatan pejabat public (control of political appointment of public officials) Sedangkan fungsi representasi ada tiga, yaitu: Representasi politik

(political representation); Representasi teritorial (territorial representation) dan Representasi fungsional (functional representation) 89 . Representasi politik

adalah perwakilan melalui partai politik. Dalam perkembangan pilar partai politik ini dipandang tidak sempurna sehingga perlu dilengkapi dengan perwakilan daerah (regional representation) atau perwakilan teritorial (territorial representation).

88 Ibid, halaman 36 89 Ibid, halaman 154

Negara Indonesia yang menerapkan sistem presidensil sebenarnya harus melakukan pemisahan tegas terkait fungsi legislasi antara lembaga legislatif dengan eksekutif. Karena secara umum fungsi legislasi mempunyai karakter umum sebagai berikut : 90

1. The legislature tends to have broad power to amend any legislation. Lack of sources, and other factor may act to blunt this power.

2. The potential for legislative assertiveness is greater in presidential sistem, but the actual realization (and staffing up for assertiveness) depends on the presence of other condition

3. Legislature in presidential system are more likely to have specialized and permanent standing committees and subcommittees with a number of professional staff to half draft, review and amend legislation.

4. Via the committee system, the legislature has exstensif power to call expert witnesses, members of cabinet, presidential advisors, etc. for public or private hearing before the legislature.

5. President can veto legislation, which can only be overridden by a 2/3 vote in the legislature.

Artinya bahwa kekuasaan legislatif memiliki peranan yang dominan dalam menjalankan fungsi legislasi ketimbang eksekutif. Wewenang yang dominan tersebut dimiliki mulai dari proses perencanaan sampai penetapan suatu undang-undang. Kekuasaan legislatif dapat menentukan sendiri suatu undang-undang yang akan mengikat rakyat. Namun dalam praktek, karakter seperti itu, tidak mutlak dapat dijalankan sepenuhnya karena disebabkan oleh beberapa faktor seperti kurangnya sumber daya, pengaruh sistem kepartaian dan faktor-faktor lainnya. Sehingga sebagai karakter khas dalam sistem presidensil,

90 Anonim, Governing System and Executive-Legislative Relation; Presidential, Parliamentary, and Hybrid System, dalam Saldi Isra, Pergeseran…Op. Cit. halaman 82-83

Presiden memiliki hak veto yaitu berupa hak untuk menolak suatu undang- undang yang telah ditetapkan oleh kekuasaan eksekutif.

Fungsi legislasi oleh lembaga legislatif dalam hal ini adalah MPR bisa dirasakan secara langsung ketika sebelum adanya amandemen UUD 1945. MPR sebagai lembaga tertinggi secara produktif mengeluarkan kebijakan- kebijakan legislasi dalam bentuk ketetapan-ketetapan. Ketetapan MPR mempunyai kekuatan hukum yang kuat karena menurut hierarki perundangan berada langsung di bawah UUD 1945 sebagai hukum/konstitusi tertinggi negara Indonesia. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa perubahan kewenangan, kedudukan, dan fungsi MPR sebagai akibat dari amandemen UUD 1945 menjadi sebuah awal bagi redupnya produktifitas MPR sebagai lembaga legislatif. Fungsi legislasi yang mampu memberikan kontribusi bagi perkembangan hukum di Indonesia tidak lagi bisa maksimal. Padahal secara keanggotaan telah jelas MPR sebagai sebuah lembaga legislatif/parlemen dengan komposisi didalamnya adalah anggota DPR dan anggota DPD.

Produktifitas MPR dalam melakukan fungsi legislasi dengan membuat ketetapan memang tidak secara menyeluruh dihapuskan. karena MPR masih bisa untuk membuat ketetapan tapi terkhusus untuk beberapa hal saja. Ketetapan yang bisa dibuat MPR hanya yang bersifat regelling dan mengikat kedalam. Atas dasar konstitusional MPR masih dapat membuat ketetapan dalam keadaan seperti berikut :

1. Menetapkan Wakil Presiden sebagai Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan dari jabatannya;

2. Memilih dan menetapkan Wakil Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden;

3. Memilih dan menetapkan Presiden dan Wakil Presiden apabila Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan atau

tidak dapat lagi melakukan kewajibannya secara bersama-sama 91 . MPR yang memiliki kewenangan kuat sebagai sebuah lembaga negara dalam hal legislasi merupakan salahsatu bentuk dari sebuah pengakuan keberadaan sebagai sebuah parlemen yang berdiri sendiri dan berbeda dengan sebuah joint session seperti di Amerika serikat. Struktur ketatanegaraan Indonesia menghendaki bahwa pemegang fungsi legislasi adalah Dewan Perwakilan Rakyat yang dilakukan secara bersama-sama dengan Presiden untuk mendapatkan persetujuan bersama. Apabila tidak mendapatkan persetujuan bersama maka RUU tersebut tidak dapat menjadi undang-undang. Sehingga fungsi legislasi di Indonesia bersifat Joint function 92 . Sedangkan DPD sebagai kamar kedua, peranannya hanya bersifat supporting terhadap wewenang DPR dan Presiden. Keberadaan MPR dalam hal ini masih tidak terlihat padahal MPR sebenarnya mempunyai porsi dan seharusnya mempunyai kewenangan tersebut karena bertindak sebagai lembaga legislatif.

91 Tim Kerja Sosialisasi MPR RI (b), 2011, Bahan Tayangan Materi Sosialisasi Putusan MPR RI : Ketetapan MPR RI dan Keputusan MPR RI Sekertariat Jenderal MPR RI, Halaman 6.

92 Sofyan hadi, Fungsi Legislasi dalam Sistem Pemerintahan Presidensil. jurnal ilmu hukum februari 2013, vol 9, no. 18, halaman 83

B. Prospek Kewenangan MPR sebagai Lembaga Legislatif di Indonesia

1. Majelis Permusyawaratan Rakyat Repulik Indonesia (MPR RI) di era Reformasi/Amandemen UUD 1945

Peristiwa bersejarah bangsa Indonesia yang merupakan awal balik dari perjuangan untuk melakukan perubahan pada kehidupan bangsa Indonesia terjadi pada rentan tahun 1998an dengan sebutan reformasi. Gejolak masa itu dianggap mempunyai andil dalam pergolakan sistem ketatanegaraan yang ada. Terutama tentang lembaga negara sebagai representasi kedaulatan rakyat atau pada masanya disebut sebagai lembaga tertinggi negara yang mempunyai kekuasaan dan kewenangan penuh di dalam kehidupan ketatanegaraan Indonesia. Lembaga negara keberadaannya masih di pertahankan sampai saat ini yaitu Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Majelis Permusyawaratan Rakyat atau disingkat MPR mempunyai makna sebagai tempat rakyat Indonesia untuk berkumpul, bermusyawarah dan bermufakat, sebagaimana hal ini cerminan dari sikap bangsa Indonesia dalam mengaplikasikan sila keempat Pancasila. Lembaga MPR adalah wadah bagi perwakilan rakyat untuk bermusyawarah dalam mengambil keputusan dan kebijakan yang berkaitan dengan kepentingan bangsa dan negara. Alasan sederhana mengapa lembaga ini harus ada adalah sebagai berikut :

Pertama, dari aspek wilayah, luasnya wilayah negara Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil sangat tidak memungkinkan terjadinya intervensi langsung oleh rakyat dalam hal pelaksanaan pemerintahan negara, sehingga diperlukan wakil-wakil yang merupakan bagian dari rakyat Pertama, dari aspek wilayah, luasnya wilayah negara Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil sangat tidak memungkinkan terjadinya intervensi langsung oleh rakyat dalam hal pelaksanaan pemerintahan negara, sehingga diperlukan wakil-wakil yang merupakan bagian dari rakyat

Zaman reformasi terdapat alasan untuk mengurangi kewenangan MPR sebagai lembaga tertinggi negara dilatarbelakangi dari keberadaan MPR pada masa orde baru yang sangat dominan. Kekuasaan tidak terbatas oleh MPR disalahgunakan oleh sebuah rezim untuk melanggengkan suatu kekuasaan pemerintahannya. Hal ini dipengaruhi oleh strategi politik penguasa yang mampu mendominasi partai politik yang ada di lembaga MPR. Sehingga menimbulkan banyak praktek pemerintahan yang tidak baik seperti Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Dari kondisi yang demikianlah kemudian muncul desakan untuk reformasi Indonesia.

Reformasi yang di gagas oleh kaum mahasiswa selain untuk meruntuhkan rezim penguasa juga mengagendakan beberapa hal penting terutama berkaitan dengan amandemen UUD Republik Indonesia 1945.

93 Siti hasanah, Penguatan Tradisi Musyawarah Mufakat dalam Sistem Kekuasaan Negara: Studi Tentang Lembaga MPR di Masa Kini dan Akan Datang. Halaman 163

Pembaharuan UUD 1945 diharapkan benar-benar menjadi The big law atau the supreme law of the land dalam sistem hukum Indonesia. Faktor utama yang menentukan pembaharuan UUD adalah keadaan masyarakat. Dorongan demokrasi, pelaksanan Negara kesejahteraan (welfarestaat), perubahan pola dan sistem ekonomi akibat industrialisasi, kemajuan ilmu dan teknologi dapat menjadi kekuatan (forces) pendorong pembaharuan UUD 94 . Aktor pemerintahan yang berperan langsung dalam amandemen UUD 1945 adalah MPR sebagai sebuah lembaga legislatif yang mempunyai kewenangan langsung terhadap UUD. Selain amandemen UUD 1945 adapun tuntutan lainnya adalah sebagai berikut :

1. Penghapusan doktrin dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI)

2. Penegakan supremasi hukum, penghormatan hak asasi manusia (HAM), serta pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN)

3. Desentralisasi dan hubungan yang adil antara pusat dan daerah (otonomi daerah)

4. Mewujudkan kebebasan pers

5. Mewujudkan kehidupan demokrasi Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dilakukan oleh MPR, selain merupakan perwujudan tuntutan reformasi, juga sejalan dengan pidato Ir. Soekarno, Ketua Panitia Penyusun

94 Bagir Manan, 2003. Teori dan Politik Hukum Konstitusi, FH UII Pres, Yogyakarta, halaman 30.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tanggal 18 Agustus 1945. Pada kesempatan itu ia menyatakan antara lain, “bahwa ini adalah sekedar Undang-Undang Dasar Sementara, Undang-Undang Dasar kilat, bahwa barangkali boleh dikatakan pula, inilah revolutiegrondwet. Nanti kita membuat Undang-Undang Dasar yang lebih sempurna dan lengkap” 95 .

Perubahan UUD tersebut dilakukan sebanyak 4 kali. Pada amandemen ketiga dan empat perubahan mendasar terjadi pada kedudukan dan wewenang MPR. Semenjak dirubahnya Pasal 1 ayat (2) dan tidak dimasukkan lagi penjelasan UUD 1945 sebagai bagian dari UUD 1945, maka sejak saat itu kedudukan MPR tidak lagi disebut lembaga tertinggi negara dan hanya disebut sebagai lembaga tinggi negara yang mempunyai kedudukan sejajar dengan lembaga tinggi negara yang lain. MPR hanya sebagai nama genus lembaga legislatif atau rumah legislatif yang terdiri dari dua kamar (bicameral) yang ditempati oleh DPD dan DPR.

MPR setelah perubahan tersebut menjadi sebuah lembaga negara yang tugas dan wewenangnya hanya bersifat kasuistis dan seremonial, sehingga keberadaannya sangat kontroversial. Selain kewenangan yang terbatas tersebut mengenai kedudukannya juga tidak jelas dalam struktur ketatanegaraannya. Bila mengacu kepada sistem ketatanegaraan Amerika maka seharusnya MPR adalah lembaga negara yang bersifat sementara atau ad hoc seperti kongres

95 Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, 2014, Panduan dalam Memasyarakatkan UUD Tahun 1945, Sekertariat Jendral MPR RI: Jakarta, Halaman 8 95 Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, 2014, Panduan dalam Memasyarakatkan UUD Tahun 1945, Sekertariat Jendral MPR RI: Jakarta, Halaman 8

Harapan dengan tetap mempertahankan MPR adalah karena lembaga ini merupakan sebuah perwujudan dari roh negara yang menganut demokrasi pancasila. Mengedepankan musyawarah mufakat sebagai sebuah tradisi yang sudah berkembang sejak lama di Indonesia. Tapi dewasa ini semangat untuk musyawarah mufakat tersebut nampaknya sulit untuk ditemui dalam praktek bernegara yang dilakukan oleh lembaga legislatif. Kebanyakan sekarang adalah dengan mekanisme voting sebagai sebuah cara untuk menentukan pilihan bersama. Begitupun yang terjadi dengan MPR yang sangat disayangkan adalah kewenangannya tak lagi sama seperti dulu.