Makna Frasa Anak Manusia Dalam Kitab Mat

SEKOLAH TINGGI TEOLOGI SATYABHAKTI

MAKNA FRASA ANAK MANUSIA
DALAM KITAB MATIUS

MAKALAH INI DISERAHKAN KEPADA
PDT. SOERONO TAN, M.TH
UNTUK MEMENUHI PERSYARATAN DALAM MATA KULIAH
DOGMATIKA 2 : ANTROPOLOGI, HAMARTIOLOGI DAN KRISTOLOGI

OLEH
THOMAS ERWIN

MALANG, INDONESIA
27 APRIL 2017

MAKNA FRASA ANAK MANUSIA DALAM KITAB MATIUS

Pendahuluan

Ketika kita berbicara tentang Alkitab khususnya dalam Perjanjian Baru, Yesus Kristus

menjadi pusat perhatian utamanya. Yesus Kristus telah menjadi fokus dalam Alkitab.1 Studi
tentang Yesus itu sendiri (atau yang disebut dengan Kristologi) menjadi salah satu tema yang
menarik untuk dipelajari. Dan salah satu tema Kristologi yang akan dipaparkan dalam
makalah ini adalah Anak Manusia. Frasa Anak Manusia ini memiliki latar belakang
tersendiri di Perjanjian Lama yang terdapat di Daniel 7:13, dimana frasa Anak Manusia ini
adalah visi dari penglihatan Daniel.2 Hal ini semakin membuat istilah “Anak Manusia” ini
menarik untuk dipelajari bersama.

Latar Belakang Kitab Matius
Injil Matius ditulis pada tahun + 60-65 M oleh Matius pemungut cukai yang
merupakan salah satu murid Yesus. Transisi yang halus dari Perjanjian Lama ke Perjanjian
Baru dapat kita rasakan ketika kita membaca kitab Matius.3 Injil Matius memiliki latar
belakang Yahudi yang sangat kental.4 Ketika kita membaca Kitab Matius ini, kita dapat
melihat ada banyak kutipan dan rujukan dari Perjanjian Lama.5 Maka dari itu, kitab Matius
memiliki corak khas Yahudi yang kuat sekali. Tujuan penulisan Injil Matius ini sendiri
1 John Stott, Kristus Yang Tiada Tara (Surabaya : Penerbit Momentum, 2007), 1
2
David Imam Santoso, Theologi Matius Intisari dan Aplikasinya (Malang : Literatur SAAT, 2009), 37
3
Everett F. Harrison, Introduction To The New Testament (Grand Rapids, Michigan : Wm. B. Eerdmans

Publishing Co., 1971), 167
4
Ibid, 171
5
Donald Guthrie, Pengantar Perjanjian Baru Volume 1 (Surabaya : Penerbit Momentum, 2008), 17

sebenarnya ditujukan kepada orang-orang Yahudi agar mereka percaya bahwa Yesus adalah
Tuhan. Banyak orang-orang Yahudi pada masa itu yang masih tidak percaya bahwa Yesus
adalah raja. Maka dari itu, menurut Donald Guthrie, sangat besar kemungkinannya bahwa
ada maksud apologetika di balik Injil Matius ini.6 Matius lewat tulisannya ingin menjawab
ekspetasi dari orang-orang Yahudi yang memiliki ekspetasi tersendiri tentang Mesias7 yang
sudah ada sejak zaman Perjanjian Lama. Maka dari itu, tidak heran bahwa tema Mesianik
sangat kental di kitab Matius.8 Namun sekalipun kitab Matius ini memiliki corak Yahudi
yang kuat, bukan berarti kitab ini juga ditujukan hanya kepada orang-orang Yahudi. Leon
Moris mencatat bahwa Matius juga tertarik agar bangsa-bangsa lain (selain orang-orang
Yahudi) bisa mengikuti Yesus.9 Contohnya, Matius menulis kedatangan orang Majus untuk
melihat bayi Yesus, lalu cerita tentang penyembuhan seorang perwira asing

Frasa Anak Manusia
Penyebutan pertama kali tentang frasa Anak Manusia dalam Perjanjian Baru terdapat

di Matius 8:20. Frasa Anak Manusia tercatat sebanyak 30 atau 31 kali di kitab Matius. Leon
Morris merincikan sebanyak 6 atau 7 kali yang ditujukan untuk misi Yesus di dunia, 10 kali
untuk menunjukkan bagaimana ia di tolak dan harus menderita, dan 14 kali untuk
menunjukkan kemuliaan-Nya.10 Frasa Anak Manusia itu sendiri memiliki latar belakang
Perjanjian Lama yang terdapat dalam Daniel 7:13 dan kitab Yehezkiel. Para ahli teologi

6 Guthrie, 18
7
James D. G. Dunn, The Christ and The Spirit Volume 1 (Grand Rapids, Michigan : Wm. B. Eerdmans
Publishing Co., 1998), 5
8
Paul Enns, The Moody Handbook of Theology (Malang : Literatur SAAT, 2003), 97
9
Leon Morris, Injil Matius (Surabaya : Penerbit Momentum, 2016), 6
10
Ibid, 209

berpendapat bahwa frasa Anak Manusia yang terdapat dalam kitab Yehezkiel bukan merujuk
kepada sosok yang spesial, melainkan jika diartikan ditujukan kepada manusia biasa.11
Orang Kristen pada umumnya mengenal frasa Anak Manusia yang sering digunakan

Yesus itu memiliki kesamaan makna dan konsep yang terdapat dalam Daniel 7:13.12 Secara
turun-temurun, baik orang Kristen dan Yahudi telah memahami bahwa frasa Anak Manusia
ini merujuk kepada Raja orang Israel yang akan datang untuk menyelamatkan mereka, sesuai
dengan nubuatan yang ada.13 Dasar bahasa Aram untuk frasa Anak Manusia adalah barenasy atau bar-anasya14 dan frasa inilah yang digunakan dalam Daniel 7:13. Louis Berkhof
mengatakan bahwa pada umumnya ada ketergantungan pemakaian nama itu pada kitab
Daniel, walaupun itu hanya sekedar sebutan deskriptif dan belum merupakan sebuah
gelar,15James Dunn pun sependapat dengan Berkhof, bahwa frasa Anak Manusia yang ada di
kitab Daniel bukanlah sebuah gelar.16 Pada akhirnya, jembatan antara Daniel 7:13 dengan
penggunaan frasa anak manusia oleh Yesus telah menjadi bahan yang menarik, dan berharap
dengan asumsi bahwa ada perkembangan litelatur-literatur yang akan membantu mencari
jawabannya.17
Pakar Apokaliptik Yahudi dengan pasti menafsirkan frasa Anak Manusia pada Daniel
7:13 sebagai penglihatan akan penebus surgawi yang akan datang.18 Dari sini, marilah kita
berangkat ke Perjanjian Baru. Yesus pertama kali menggunakan frasa Anak Manusia pada
11 M.K. Sembiring (ed), Pedoman Penafsiran Alkitab Injil Matius (Edisi Kedua) (Jakarta : Lembaga
Alkitab Indonesia bekerja sama dengan Yayasan Karunia Bakti Budaya Indonesia, 2008), 230
12
Joyce G. Baldwin, Daniel An Introduction & Commentary (Leicester : Inter-Varsity Press, 1978), 148
13
John E. Goldingay, Word Biblical Commentary Daniel (Dallas, Texas : Word Books Publisher, 1989),

170
14
Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 1 Allah, Manusia, Kristus (Jakarta : BPK Gunung Mulia,
1992), 306
15
Louis Berkhof, Teologi Sistematika Doktrin Kristus (Jakarta : Lembaga Reformed Injili Indonesia,
1996), 25
16
Dunn, 9
17
Baldwin, 152
18 Dunn, 10

Matius 8:20 dengan konteks sedang berbicara dengan seorang ahli Taurat. Ini berarti, dari
Matius pasal 1-7, dalam percakapan dan interaksi dengan murid-murid-Nya, Yesus tidak
menggunakan frasa tersebut. David Imam Santoso berpendapat bahwa ada kesan tersendiri
bahwa frasa itu ditujukan kepada ahli Taurat dan orang-orang Yahudi.19 Kingsbury pun
menambahkan bahwa frasa Anak Manusia dalam kitab Matius digunakan Yesus sebagai
bentuk perkenalan atau penyingkapan keilahian diri-Nya kepada orang-orang Yahudi.20
Sebuah hal yang menarik untuk kita pikirkan adalah, bagaimana Yesus mencoba

menjembatani antara diri-Nya sendiri dengan ekspetasi orang-orang Yahudi akan kedatangan
Mesias. Yesus mencoba perlahan-lahan untuk menyingkapkan diri-Nya lewat penggunaan
frasa Anak Manusia.
Dalam kitab Matius, kita dapat melihat kejeniusan sang penulis (Matius) dalam
menggunakan frasa Anak Manusia ini. Penggunaan frasa Anak Manusia ini dirasakan cukup
tepat untuk menjembatani pribadi kemanusiaan dan keilahian Yesus dengan orang-orang
Yahudi yang memiliki ekspetasi tersendiri akan sosok Mesias. James Dunn merincikan halhal apa saja yang menjadi ekspetasi akan sosok mesias bagi orang Yahudi, di antaranya
adalah Raja (kaitannya dengan politik), imam besar, nabi, penyembuh, dan pengajar.21 Hal
menarik yang kita dapatkan dari hal di atas adalah, Yesus yang menurut kacamata Kristen
memenuhi semua kriteria tersebut, namun itu tidak membuat orang-orang Yahudi percaya
kepada Yesus.
Tujuan utama dari penggunaan frasa Anak Manusia dalam kitab Matius telah kita
pelajari, yaitu sebagai jembatan perkenalan pribadi keilahian Yesus dengan orang-orang
Yahudi yang ada pada masa itu. Namun sebenarnya, masih ada lagi misi dari penggunaan
frasa Anak Manusia dalam kitab Matius ini. Yesus menggunakan frasa Anak Manusia untuk
19
Santoso, 38
20
J.D. Kingsbury, Jesus Christ in Matthew, Mark, and Luke (Philadelphia : Fortress Press, 1981), 114
21

Dunn, 5-7

menunjukkan kemanusiaan-Nya, namun juga tetap menunjukkan keilahian-Nya sebagai
makhluk sorgawi.22 Implikasi dari semuanya ini adalah kita sebagai orang-orang percaya,
memiliki Allah yang luar biasa. Janji-janji atau nubuatan yang ada sejak zaman Perjanjian
Lama telah tergenapi oleh-Nya (terkhusus penggenapan mesianik dalam kitab Matius).

Kesimpulan
Frasa Anak Manusia dalam kitab Matius memiliki makna yang mendalam, dimana
penggunaan frasa tersebut merupakan penggenapan mesianik dari nubuatan dan janji-janji
Allah yang telah ada dari zaman Perjanjian Lama. Frasa Anak Manusia dalam kitab Matius
ini menjadi jembatan yang kokoh antara Yesus dengan orang-orang Yahudi yang ada pada
masa itu. Terlepas dari itu, frasa Anak Manusia juga memiliki makna bahwa Allah yang juga
adalah Yesus itu sendiri mau merendahkan diri-Nya menjadi manusia dan juga memiliki sisi
kemanusiaan yang sama dengan manusia pada umumnya. Namun itu tidak serta merta
menghilangkan sosok keilahian Yesus. Karena Yesus memang sepenuhnya manusia dan
sepenuhnya Allah, dan kekal selama-lamanya.23

Daftar Pustaka
Baldwin, Joyce G. Daniel An Introduction & Commentary. Leicester : Inter-Varsity Press,

1978.
Berkhof, Louis. Teologi Sistematika Doktrin Kristus. Jakarta : Lembaga Reformed Injili
Indonesia, 1996.

22 Santoso, 37
23
Wayne Grudem, Systematic Theology An Introduction to Biblical Doctrine (Leicester, England : InterVarsity Press, 1994), 529

Dunn, James D.G.The Christ and The Spirit Volume 1. Grand Rapids, Michigan : Wm. B.
Eerdmans Publishing Co., 1998.
Enns, Paul. The Moody Handbook of Theology. Malang : Literatur SAAT, 2003.
Goldingay,John E. Word Biblical Commentary Daniel. Dallas, Texas : Word Books Publisher,
1989.
Grudem, Wayne. Systematic Theology An Introduction to Biblical Doctrine. Leicester,
England : Inter-Varsity Press, 1994.
Guthrie, Donald. Pengantar Perjanjian Baru Volume 1. Surabaya : Penerbit Momentum,
2008.
_____________. Teologi Perjanjian Baru 1 Allah, Manusia, Kristus. Jakarta : BPK Gunung
Mulia, 1992.
Harrison, Everett F. Introduction To The New Testament. Grand Rapids, Michigan : Wm. B.

Eerdmans Publishing Co., 1971.
Kingsbury, J.D. Jesus Christ in Matthew, Mark, and Luke. Philadelphia : Fortress Press, 1981.
Morris, Leon. Injil Matius. Surabaya : Penerbit Momentum, 2016.
Santoso, David Imam. Theologi Matius Intisari dan Aplikasinya. Malang : Literatur SAAT,
2009.
Sembiring, M.K (ed). Pedoman Penafsiran Alkitab Injil Matius (Edisi Kedua). Jakarta :
Lembaga Alkitab Indonesia bekerja sama dengan Yayasan Karunia Bakti Budaya
Indonesia, 2008.
Stott, John. Kristus Yang Tiada Tara. Surabaya : Penerbit Momentum, 2007.