Materi Kuliah Perencanaan Kota Pesisir

Bahan Ajar

Perencanaan Kota

Dr Pieter Th Berhitu ST.MT

Isu Strategis dan Permasalahan Perkotaan
Perumusan kebijakan dan strategi pengembangan perkotaan, pada dasarnya
adalah mewujudkan visi tentang perkotaan yang kita harapkan akan dapat
terjadi dalam 20-25 tahun. Perumusan visi tersebut didasarkan pada isu-isu
utama yang dihadapi dalam pembangunan perkotaan pada saat ini. Isu-isu
utama pembangunan perkotaan mencakup urbanisasi, kemiskinan, kualitas
lingkungan hidup, kapasitas daerah untuk
pengelolaan kota, pertumbuhan antar kota yang belum seimbang, dan
globalisasi.
1. Urbanisasi
Salah satu faktor yang perlu mendapat perhatian adalah semakin banyaknya
penduduk Indonesia yang tinggal di daerah perkotaan. Peningkatan jumlah
penduduk perkotaan ini antara lain disebabkan karena semakin banyaknya
penduduk dari daerah perdesaan yang menjadi penduduk kota. Berdasarkan
perkiraan pada tahun 2025 jumlah penduduk yang tinggal di perkotaan akan

mencapai 60%. Sebaliknya jumlah penduduk di perdesaan semakin
menurun.
Dilihat dari aspek fsik, urbanisasi di Indonesia ditandai oleh:
(1) Meluasnya wilayah perkotaan karena pesatnya perkembangan dan
meluasnya daerah pinggiran terutama di kota-kota besar dan
metropolitan di Indonesia,
(2) Meluasnya perkembangan fsik perkotaan di kawasan sub-urban yang
telah ’mengintegrasi’ kota-kota yang lebih kecil di sekitar kota intinya
dan membentuk konurbasi yang tak terkendali,
(3) Meningkatnya jumlah desa kota (desa yang tergolong daerah perkotaan).
Berdasarkan hasil pengolahan data PODES 1999 dari 7.430 atau 10.87%
dari seluruh desa di tahun 1980 adalah desa kota dan ini meningkat
menjadi 12.293 atau 17.99% dari jumlah total desa di tahun 1999,
(4)
Sebagian besar urbanisasi (30-40%) terjadi karena reklasifkasi
(perubahan daerah rural menjadi daerah urban, terutama di Jawa),
(5) Propinsi-propinsi trans border (Kalimantan Timur, Riau, Sumatera Utara)
cenderung mempunyai persentase penduduk urban yang tinggi,
(6) Tingkat pertumbuhan penduduk kota inti di kawasan metropolitan
cenderung menurun, sedangkan di daerah sekitarnya meningkat. Oleh

karena itu urbanisasi harus dilihat tidak hanya proses perpindahan

1

Bahan Ajar

Perencanaan Kota

Dr Pieter Th Berhitu ST.MT

penduduk desa ke kota, melainkan juga mencakup proses ’pengkotaan’
kawasan perdesaan.
Peningkatan jumlah penduduk kota tentunya akan memberikan berbagai
implikasi bagi pembangunan perkotaan. Dilihat dari sebaran penduduk
perkotaan saat ini dan proyeksinya pada waktu mendatang, konsentrasi
pertambahan penduduk kota terjadi di Pulau Jawa, yang hanya merupakan
7% dari lahan seluruh Indonesia.
Pengelompokan ini terutama terjadi di Jabodetabek (20% dari total
penduduk perkotaan Indonesia). Hal ini menunjukkan adanya ’konsentrasi
berlebihan’ dan tidak meratanya penyebaran penduduk perkotaan. Selain itu

juga, terutama di kota-kota metropolitan, telah terjadi perkembangan fsik
perkotaan yang telah ’mengintegrasi’ kota-kota yang lebih kecil di sekitar
kota intinya dan membentuk konurbasi yang tak terkendali. Hal ini
menyebabkan tidak efsiennya pelayanan kota serta menurunnya kinerja
kota. Selain itu, hal tersebut juga berarti semakin dieksploitasinya sumber
alam sekitarnya untuk mendukung dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi
serta peningkatan kualitas kehidupan kota. Selain daripada itu pada
kenyataannya, kota (selain menjadi tempat konsentrasi penduduk) juga
menjadi tempat dimana terjadi perusakan lingkungan, timbulnya polusi dan
pemanfaatan sumberdaya alam yang terbesar.
Sejalan dengan kecenderungan di dunia, urbanisasi masih akan dihadapi
oleh Indonesia dimasa mendatang. Implikasi yang paling mendesak dan
perlu diperhatikan adalah:
1.

Penyediaan lapangan pekerjaan di perkotaan yang menjadi sasaran
atau tujuan dari urbanisasi;
2.
Penyediaan perumahan dan permukiman baik bagi pendatang baru
maupun penduduk lama namun belum memperoleh perumahan dan

permukiman yang memadai dan memenuhi syarat;
3.
Penyediaan sarana/prasarana maupun pelayanan dasar yang
terjangkau bagi pendatang maupun yang telah berada di kota;
4.
Pengelolaan lahan, agar tertib dan tidak melanggar peraturan
perundangan yang ada, seperti antara lain dengan menyusun pedoman
penataan ruang dan peraturan zoning. Pengelolaan lahan juga diarahkan
untuk
tidak
merugikan
golongan-golongan
tertentu
dengan
menyisihkannya sehingga terpaksa memanfaatkan lahan di luar kota atau
lahan-lahan yang tidak layak;

2

Bahan Ajar


Perencanaan Kota

Dr Pieter Th Berhitu ST.MT

5.

Penyeimbangan perkembangan perkotaan agar tidak terjadi
konsentrasi tujuan urbanisasi;
6.
Pengendalian dan penataan kembali kota-kota metropolitan sehingga
dapat berfungsi kembali secara lebih efsien;
7.
Pengelolaan dan peningkatan pembangunan kota-kota menengah dan
kecil agar terjadi peningkatan fungsinya;
8.
Pengelolaan daerah pinggiran kota terutama di kota metropolitan
dengan lebih seksama dan hati-hati;
9.
Penanganan masalah pembangunan ekonomi perdesaan;

10. Pengoptimalan hubungan desa-kota yang sinergis untuk mengurangi
ketimpangan desa-kota dan mengurangi dorongan untuk pindah ke kota.
2. Kemiskinan di Perkotaan
Permasalahan lain yang timbul akibat urbanisasi adalah meningkatnya
jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan, sehingga masalah kemiskinan
perkotaan merupakan masalah krusial yang banyak dihadapi kota-kota di
Indonesia. Yang paling mudah dan terlihat jelas dari wajah kemiskinan
perkotaan ini adalah kondisi jutaan penduduk yang tinggal di permukiman
kumuh dan liar. Kondisi kekumuhan ini menunjukkan seriusnya
permasalahan sosial-ekonomi, politik dan lingkungan yang bermuara pada
kondisi kemiskinan. Pengertian kemiskinan sendiri bermakna multi-dimensi
dari mulai rendahnya pendapatan, kekurangan gizi dan nutrisi, tidak
memperoleh pelayanan dasar yang memadai, tidak layaknya tempat tinggal,
ketidakamanan, kurangnya penghargaan sosial, dan lain-lain.
Krisis ekonomi meningkatkan angka kemiskinan di daerah perkotaan.
Penduduk perkotaan yang berada di bawah garis kemiskinan meningkat
secara signifkan dari 7,2 juta (9,7 persen) menjadi 17,6 juta (22 persen) dari
jumlah penduduk pada tahun 1998. Peningkatan jumlah penduduk miskin ini
disebabkan oleh krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997. Angka
tersebut kemudian menurun kembali pada tahun 2003 yaitu menjadi 13,6%

atau 12,3 juta penduduk.

Masalah kemiskinan ini merupakan masalah yang mendesak, tidak hanya di
tingkat kota,tetapi juga merupakan masalah nasional. Pada kurun waktu
2004-2005 banyak terjadi peristiwa penting yang mempengaruhi kinerja
perekonomian Indonesia, antara lain bencana tsunami dan gempa di Aceh
3

Bahan Ajar

Perencanaan Kota

Dr Pieter Th Berhitu ST.MT

dan Nias, bencana alam di beberapa kawasan timur Indonesia serta
kenaikan bahan bakar minyak (BBM) yang secara signifkan mempengaruhi
eskalasi jumlah orang miskin di Indonesia.
Mengenai jumlah peduduk miskin di Indonesia ini terdapat beberapa variasi
dengan perbedaan yang sangat menyolok. Data kemiskinan yang disusun
BPS menyatakan terdapat sekitar 36 juta orang, sementara menurut laporan

ADB pada awal tahun 2005 setidaknya ada penambahan jumlah orang
miskin akibat tsunami di Indonesia sejumlah satu juta orang. Bahkan
menurut data PT ASKES, jumlah orang miskin Indonesia pasca kenaikan BBM
melambung hingga 54 juta orang. Sementara menurut Menneg PPN/Kepala
Bappenas, angkanya telah meningkat mendekati 60 juta orang.
Walaupun telah berangsur-angsur diusahakan untuk mengentaskan atau
mengurangi kemiskinan, dalam kurun waktu 10-15 tahun mendatang ini,
kemiskinan masih tetap merupakan masalah penting sehingga perlu
ditangani secara bersama-sama terutama di kawasan perkotaan.
Harapannya adalah bahwa masalah ini semakin lama akan semakin dapat
berkurang.
Masalah kemiskinan terkait erat dengan adanya ketimpangan baik
ketimpangan antar golongan sosial ekonomi di perkotaan, ketimpangan
antara perkotaan dan perdesaan, serta ketimpangan antar wilayah atau
kawasan secara nasional.
Ketimpangan ini pada gilirannya tak dapat dilepaskan dari masalah-masalah
sosial budaya.
Implikasi yang paling utama dalam kaitannya dengan penanganan masalah
kemiskinan ini antara lain adalah perlunya meningkatkan:
1.

Akses terhadap pelayanan dasar, terhadap lapangan pekerjaan,
terhadap modal usaha dan informasi;
2.
Akses pada perumahan permukiman yang layak dan terjangkau;
3.
Penyerasian perkembangan antar golongan, antar kota, antara kota
dan desa, serta antar wilayah atau kawasan;
4.
Penanganan masalah-masalah sosial budaya yang sangat terkait
dengan masalah kemiskinan.
3. Kualitas Lingkungan Hidup Perkotaan
Tidak hanya karena dorongan dari luar negeri, kita sendiri juga menyadari
bahwa untuk mencapai masyarakat perkotaan yang sejahtera, kualitas

4

Bahan Ajar

Perencanaan Kota


Dr Pieter Th Berhitu ST.MT

lingkungan hidupnya harus baik, karena akan berpengaruh pada kualitas
hidupnya.
Masalah yang terkait dengan kualitas lingkungan hidup dan pada akhirnya
kualitas hidup masyarakat kota, meliputi aspek fsik seperti kualitas udara,
air, tanah; kondisi lingkungan perumahannya seperti kekumuhan, kepadatan
yang tinggi, lokasi yang tidak memadai serta kualitas dan keselamatan
bangunannya; ketersediaan sarana dan prasarana serta pelayanan kota
lainnya; aspek sosial budaya dan ekonomi seperti kesenjangan dan
ketimpangan kondisi antar golongan atau antar warga, tidak tersedianya
wahana atau tempat untuk menyalurkan kebutuhan-kebutuhan sosial
budaya, seperti untuk berinteraksi dan mengejawantahkan aspirasi-aspirasi
sosial budayanya; serta jaminan perlindungan hukum dan keamanan dalam
melaksanakan kehidupannya. Kohesi sosial dan kesetaraan merupakan
faktor penting dalam kualitas hidup di perkotaan.
Kekumuhan kota disebabkan karena sumberdaya yang ada di kota tidak
mampu melayani kebutuhan penduduk kota. Kekumuhan kota bersumber
dari kemiskinan kota, yang disebabkan karena kemiskinan warganya dan
ketidak mampuan pemerintah kota dalam memberikan pelayanan yang

memadai kepada warga masyarakatnya. Kemiskinan warga disebabkan
karena tidak memiliki akses kepada mata pencaharian yang memadai untuk
hidup layak, serta akses pada modal dan informasi yang terbatas.
Kemiskinan ini akan berdampak pada kemampuan warga untuk membayar
pajak yang diperlukan untuk membangun fasilitas dan infrastruktur umum di
kawasannya.
Permasalahan utama prasarana dan sarana perkotaan (PSP) termasuk
perumahan adalah tidak memadainya penyediaan dibandingkan dengan
kebutuhan. Hal ini menyebabkan terbatasnya kesempatan masyarakat untuk
mendapatkan pelayanan PSP yang layak. Akibat dari keterbatasan
penyediaan dibandingkan dengan kebutuhan, maka masyarakat yang
berpenghasilan rendah justru harus membayar harga mahal untuk
memperoleh pelayanan PSP tersebut. Berkaitan dengan perumahannya,
mereka terpaksa menggunakan lahan-lahan secara liar dengan kualitas
perumahan yang jauh di bawah standar.
Permasalahan ketersediaan air bersih merupakan salah satu masalah utama
di perkotaan. Ketersediaan air bersih untuk perkotaan ini terkait erat dengan
permasalahan pemanfaatan, pemeliharaan, dan kelestarian sumber daya air
yang pada umumnya berada di wilayah sekitarnya. Pengembangan kota juga
5

Bahan Ajar

Perencanaan Kota

Dr Pieter Th Berhitu ST.MT

harus
memperhatikan
daya
dukungnya
dengan
mengendalikan
perkembangan fsiknya dan menetapkan daerah daerah cadangan dan
reservasi disertai dengan pelaksanaan
yang ketat. Kelestarian sumber daya alam merupakan hal yang terkait erat
dengan pengembangan perkotaan sebagai suatu kesatuan ekosistem.
Kesenjangan sosial merupakan permasalahan kota yang dapat mengganggu
stabilitas keamanan dan kenyamanan kota. Sumber dari kesenjangan sosial
adalah
timpangnya kondisi kelompok masyarakat miskin dan masyarakat kaya di
kota, yang disebabkan karena tidak adilnya akses bagi pemanfaatan sumber
daya yang ada di kota, sehingga menyebabkan semakin terpinggirnya
kelompok miskin.
Kesadaran akan warisan budaya juga sangat terabaikan. Pada beberapa kota
besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan, beberapa kawasan yang merupakan
warisan budaya ada dalam keadaan rusak dan tidak terpelihara. Bahkan di
beberapa kota kawasan warisan budaya tersebut dihancurkan untuk
digantikan dengan bangunan modern yang lebih komersil. Pihak pemerintah
kota yang bersangkutan sangat kurang memberikan perhatian, bahkan
cenderung untuk menghilangkannya demi memperoleh keuntungan jangka
pendek dengan mengubahnya menjadi kawasan komersil.
Dalam tata pergaulan internasional yang modern ini saat ini, kota yang tidak
memiliki warisan budaya dianggap tidak memiliki sejarah dan tidak memiliki
identitas.
4. Keamanan dan Ketertiban Kota
Beberapa teror bom yang terjadi di beberapa kota Indonesia akhir-akhir ini,
seperti di Bali (tahun 2002 dan 2005), di Jakarta (Kedubes Filipina, Hotel JW
Marriot, Kedubes Australia, dll) telah menimbulkan keresahan bagi
masyarakat perkotaan dan mengganggu jalannya perekonomian kota. Selain
itu beberapa kota di Indonesia juga mengalami penurunan kualitas
kehidupan dengan banyaknya terjadi kerusuhan yang disebabkan oleh
konflik antar kelompok masyarakat, seperti di Poso, Palu, Ambon, Banda
Aceh, Lhokseumawe, dan sebagainya.
Permasalahan ini diperberat dengan masalah ketertiban di perkotaan karena
tidak disiplinnya masyarakat perkotaan. Hal ini tercermin dengan jelas
antara lain dalam disiplin berlalu-lintas. Saat ini juga semakin sering terjadi
demonstrasi yang
6

Bahan Ajar

Perencanaan Kota

Dr Pieter Th Berhitu ST.MT

dilakukan oleh masyarakat terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan
yang dirumuskan oleh pemerintah, terutama di kota-kota besar. Hal ini dapat
terjadi karena berbagai hal seperti tidak adanya sosialisasi dari pemerintah,
kurangnya pelibatan peran serta masyarakat dalam pembangunan,
kurangnya pemahaman akan hak-hak dan tanggung jawab masyarakat
dalam pembangunan kota, dan sebagainya. Semua hal tersebut di atas
sangat berpengaruh pada kinerja kotanya.
5. Kapasitas Daerah dalam Pengembangan dan Pengelolaan
Perkotaan
Dengan adanya ketetapan untuk melaksanakan desentralisasi dan otonomi
secara lebih mantap maka kesiapan daerah untuk mengelola pembangunan
kota perlu menjadi perhatian utama. Kapasitas daerah yang perlu
dipersiapkan meliputi:
kapasitas SDM; kapasitas dan struktur kelembagaannya; peraturan
perundangan pendukung serta kemampuan pengelolaan pembiayaannya.
Pemerintah Daerah ditantang untuk memberikan pelayanan yang lebih baik
kepada masyarakat. Untuk melaksanakan hal tersebut diperlukan antara lain
kapasitas sumberdaya manusia yang cukup. Pengembangan kapasitas
sumber daya manusia ini meliputi kelompok eksekutif, legislatif dan pelaku
lainnya seperti masyarakat dan dunia usaha.
Salah satu tantangan yang dihadapi oleh pemerintah daerah di era
desentralisasi adalah keterbatasan kemampuan teknis dan profesional untuk
menjaring aspirasi masyarakat. Dibidang Legislatif, banyak di antaranya
yang memiliki keterbatasan dalam pendidikan formal serta pengalaman
berpolitik. Pemahaman akan kebijakan dan kualitas perdebatan politik dapat
dikatakan masih rendah. Pemerintah lokal memiliki kebutuhan yang sangat
mendesak untuk membangun kapasitas lokal dalam hal perencanaan,
perancangan rekayasa (engineering design), penganggaran, akuntansi,
keuangan dan manajemen proyek. Pembangunan kapasitas lokal perlu
diutamakan sehingga daerah dapat mendayagunakan sumberdaya yang ada
untuk kebutuhan yang spesifk.
Kelembagaan dalam era pasca desentralisasi perlu memperoleh perhatian.
Terutama karena kewenangan pengelolaan dan pembangunan kota ada di
tingkat daerah. Dengan banyaknya fhak yang terkait dan bertanggung
jawab akan pengelolaan dan pembangunan kota, koordinasi antara berbagai
fhak ini menjadi sangat penting.
6. Pertumbuhan antar Kota yang Belum Seimbang
7

Bahan Ajar

Perencanaan Kota

Dr Pieter Th Berhitu ST.MT

Terkonsentrasinya penduduk di daerah-daerah tertentu, khususnya di JawaBali, membawa kondisi sebagai berikut:
Pertumbuhan kota-kota besar dan metropolitan, saat ini masih terpusat di
Pulau Jawa-Bali. Pertumbuhan kota-kota menengah dan kecil, terutama di
luar Jawa, berjalan lambat dan pembangunannya relatif tertinggal. Kondisi
sosial ekonomi masyarakat yang tinggal di perdesaan, umumnya masih jauh
tertinggal dibandingkan dengan yang tinggal di perkotaan. Hal ini ditambah
dengan adanya kesenjangan pembangunan antar wilayah, menumbuhkan
urbanisasi yang tidak terkendali.
Pergerakan penduduk perkotaan terfokus pada beberapa tujuan saja, yang
mengakibatkan adanya konsentrasi berlebihan pada penduduk di Pulau
Jawa, khususnya Jabodetabek. Secara fsik, penyebaran penduduk yang tidak
merata mengakibatkan meluasnya wilayah perkotaan, meluasnya daerah
pinggiran, terutama di sekitar kota-kota besar dan metropolitan, meluasnya
perkembangan fsik perkotaan di kawasan sub urban yang telah
mengintegrasi kota-kota yang lebih kecil di sekitar kota intinya sehingga
terjadi konurbasi.
Adanya eksploitasi sumber daya alam di kota-kota besar dan metropolitan
untuk mendukung dan meningkatkan ekonominya serta memenuhi
kebutuhan penduduknya. Selain itu, adanya konversi lahan pertanian
produktif menjadi kawasan permukiman, perdagangan, dan industri. Hal ini
mengurangi potensi persediaan pangan dan pada akhirnya mendorong
penduduk perdesaan untuk pindah ke perkotaan.
Tidak optimalnya fungsi ekonomi perkotaan, terutama di kota-kota
menengah dan kecil, akibat konsentrasi urbanisasi yang berlebihan dalam
menarik investasi dan merangsang kegiatan-kegiatan produktif yang dapat
menciptakan lapangan pekerjaan, yang pada akhirnya dapat mengalihkan
tujuan urbanisasi dari kota-kota besar dan metropolitan.
Kegiatan ekonomi di wilayah perkotaan masih banyak yang tidak sinergis
dengan kegiatan ekonomi di perdesaan. Peran kota yang diharapkan dapat
menjadi motor pertumbuhan dan mendorong perkembangan di perdesaan,
justru memberi dampak yang merugikan bagi wilayah perdesaan.
Berkaitan dengan kondisi wilayah-wilayah di Indonesia, diharapkan wilayahwilayah tertinggal yang mempunyai keterbatasan akses terhadap sosial
ekonomi masih terisolir, wilayah perbatasan termasuk pulau-pulau kecil
terluar dapat berkembang lebih baik.
8

Bahan Ajar

Perencanaan Kota

Dr Pieter Th Berhitu ST.MT

7. Globalisasi
Dalam era globalisasi ini, pembangunan perkotaan di Indonesia dihadapkan
pada tantangan untuk dapat bersaing di dunia internasional, seperti
misalnya dalam kualitas dan kuantitas produk-produk nasional dan dapat
masuk dalam pasar global.
Oleh karena itu, diharapkan dengan adanya Kebijakan dan Strategi Nasional
Pengembangan Perkotaan, kota-kota di Indonesia dapat bersaing dengan
kota-kota lain di dunia, khususnya di bidang pertumbuhan ekonomi.

STRUKTUR KOTA
Struktur kota dapat ditinjau dari dua aspek, yaitu struktur ekonomi kota dan struktur intern kota.
Struktur ekonomi kota berkaitan dengan kegiatan ekonomi penduduk kota, sedang struktur intern
kota berkaitan dengan struktur bangunan dan demografis.
Bagaimana struktur kota menurut kedua aspek tersebut ? Mari ikuti pemaparannya.
a. Struktur Ekonomi Kota
Wilayah kota menjadi tempat kegiatan ekonomi penduduknya di bidang jasa, perdagangan,
industri, dan administrasi. Selain itu, wilayah kota menjadi tempat tinggal dan pusat
pemerintahan. Kegiatan ekonomi kota dapat dibedakan menjadi dua sebagai berikut.
1) Kegiatan Ekonomi Dasar
Kegiatan ini meliputi pembuatan dan penyaluran barang dan jasa untuk keperluan luar kota atau
dikirim ke daerah sekitar kota. Produk yang dikirim dan disalurkan berasal dari industri,
perdagangan, hiburan, dan lainnya.
2) Kegiatan Ekonomi Bukan Dasar

9

Bahan Ajar

Perencanaan Kota

Dr Pieter Th Berhitu ST.MT

Kegiatan ini meliputi pembuatan dan penyaluran barang dan jasa untuk keperluan sendiri.
Kegiatan ini disebut juga dengan kegiatan residensial dan kegiatan pelayanan. Kegiatan ekonomi
kota dapat berupa industri dan kegiatan jasa atau fasilitas yang tidak memerlukan lahan yang
luas. Kegiatan ini menyebabkan kota berpenduduk padat, jarak bangunan rapat, dan bentuk kota
kompak.
Struktur kota dipengaruhi oleh jenis mata pencaharian penduduknya. Mata pencaharian
penduduk kota bergerak di bidang nonagraris, seperti perdagangan, perkantoran, industri, dan
bidang jasa lain. Dengan demikian, struktur kota akan mengikuti fungsi kota. Sebagai contoh,
suatu wilayah direncanakan sebagai kota industri, maka struktur penduduk kota akan mengarah
atau cenderung ke jenis kegiatan industri.
Pada kenyataan, jarang sekali suatu kota mempunyai fungsi tunggal. Kebanyakan kota juga
merangkap fungsi lain, seperti kota perdagangan, kota pemerintahan, atau kota kebudayaan.
Contoh: Yogyakarta selain disebut kota budaya tetapi juga disebut sebagai kota pendidikan dan
kota wisata.
Di daerah kota terdapat banyak kompleks, seperti apartemen, perumahan pegawai bank,
perumahan tentara, pertokoan, pusat perbelanjaan (shopping center), pecinan, dan kompleks suku
tertentu. Kompleks tersebut merupakan kelompok-kelompok (clusters) yang timbul akibat
pemisahan lokasi (segregasi).

Segregasi dapat terbentuk karena perbedaan pekerjaan, strata sosial, tingkat pendidikan, suku,
harga sewa tanah, dan lainnya. Segregasi tidak akan menimbulkan masalah apabila ada
pengertian dan toleransi antara pihak-pihak yang bersangkutan. Munculnya segregasi di kota
dapat direncanakan ataupun tidak direncanakan. Kompleks perumahan dan kompleks pertokoan
adalah contoh segregasi yang direncanakan pemerintah kota.
Bentuk segregasi yang lain adalah perkampungan kumuh/slum yang sering tumbuh di kota-kota
besar seperti Jakarta. Rendahnya pendapatan menyebabkan tidak adanya kemampuan mendirikan
rumah tinggal sehingga terpaksa tinggal di sembarang tempat. Kompleks seperti ini biasanya
ditempati oleh kaum miskin perkotaan. Permasalahan seperti ini memerlukan penanganan yang
bijaksana dari pemerintah.
b. Struktur Intern Kota
Pertumbuhan kota-kota di dunia termasuk di Indonesia cukup pesat. Pertumbuhan suatu kota
dapat disebabkan oleh pertambahan penduduk kota, urbanisasi, dan kemajuan teknologi yang
membantu kehidupan penduduk di kota. Wilayah kota atau urban bersifat heterogen ditinjau dari
aspek struktur bangunan dan demografis. Susunan, bentuk, ketinggian, fungsi, dan usia bangunan
berbeda-beda.
10

Bahan Ajar

Perencanaan Kota

Dr Pieter Th Berhitu ST.MT

Mata pencaharian, status sosial, suku bangsa, budaya, dan kepadatan penduduk juga bermacammacam. Selain aspek bangunan dan demografis, karakteristik kota dipengaruhi oleh berbagai
faktor seperti topografi, sejarah, ekonomi, budaya, dan kesempatan usaha. Karakteristik kota
selalu dinamis dalam rentang ruang dan waktu.

Apabila dilihat sekilas wajah suatu kota, maka akan banyak susunan yang tidak beraturan. Akan
tetapi, apabila diamati dengan cermat maka akan dijumpai bentuk dan susunan khas yang mirip
dengan kota-kota lain.
Misalnya, kota A berbentuk persegi empat, kota B berbentuk persegi panjang, dan kota C
berbentuk bulat. Begitu juga dalam susunan bangunan kota terjadi pengelompokan berdasarkan
tata guna lahan kota.
Jadi, suatu kota memiliki bentuk dan susunan yang khas. Apabila kamu mengamati kota
berdasarkan peta penggunaan lahan, maka kamu akan mendapatkan berbagai jenis zona, seperti
zona perkantoran, perumahan, pusat pemerintahan, pertokoan, industri, dan perdagangan. Zonazona tersebut menempati daerah kota, baik di bagian pusat, tengah, dan pinggirannya.

Zona perkantoran, pusat pemerintahan, dan pertokoan menempati kota bagian pusat atau tengah.
Zona perumahan elite cenderung memiliki lokasi di pinggiran kota. Sedang zona perumahan
karyawan dan buruh umumnya berdekatan dengan jalan penghubung ke pabrik atau perusahaan
tempat mereka bekerja.
Para geograf dan sosiolog telah melakukan penelitian berkaitan dengan persebaran zona-zona
suatu kota. Penelitian itu bertujuan untuk mengetahui perkembangan dan persebaran spasial kota.

11

Bahan Ajar

Perencanaan Kota

Dr Pieter Th Berhitu ST.MT

Beberapa teori tentang struktur kota dapat kamu ikuti pemaparannya sebagai berikut.
1) Teori Konsentris (Concentric Theory)
Teori konsentris dari Ernest W. Burgess, seorang sosiolog beraliran human ecology, merupakan
hasil penelitian Kota Chicago pada tahun 1923. Menurut pengamatan Burgess, Kota Chicago
ternyata telah berkembang sedemikian rupa dan menunjukkan pola penggunaan lahan yang
konsentris yang mencerminkan penggunaan lahan yang berbeda-beda.
Burgess berpendapat bahwa kota-kota mengalami perkembangan atau pemekaran dimulai dari
pusatnya, kemudian seiring pertambahan penduduk kota meluas ke daerah pinggiran atau
menjauhi pusat. Zona-zona baru yang timbul berbentuk konsentris dengan struktur bergelang
atau melingkar.
Berdasarkan teori konsentris, wilayah kota dibagi menjadi lima zona sebagai berikut.

Teori Kosentris
Teori Burgess sesuai dengan keadaan negara-negara Barat (Eropa) yang telah maju
penduduknya. Teori ini mensyaratkan kondisi topografi lokal yang memudahkan rute
transportasi dan komunikasi.

2) Teori Sektoral (Sector Theory)
Teori sektoral dikemukakan oleh Hommer Hoyt. Teori ini muncul berdasarkan penelitiannya
pada tahun 1930-an. Hoyt berkesimpulan bahwa proses pertumbuhan kota lebih berdasarkan
12

Bahan Ajar

Perencanaan Kota

Dr Pieter Th Berhitu ST.MT

sektorsektor daripada sistem gelang atau melingkar sebagaimana yang dikemukakan dalam teori
Burgess. Hoyt juga meneliti Kota Chicago untuk mendalami Daerah Pusat Kegiatan (Central
Business District) yang terletak di pusat kota. Ia berpendapat bahwa pengelompokan penggunaan
lahan kota menjulur seperti irisan kue tar. Mengapa struktur kota menurut teori sektoral dapat
terbentuk? Para geograf menghubungkannya dengan kondisi geografis kota dan rute
transportasinya. Pada daerah datar memungkinkan pembuatan jalan, rel kereta api, dan kanal
yang murah, sehingga penggunaan lahan tertentu, misalnya perindustrian meluas secara
memanjang. Kota yang berlereng menyebabkan pembangunan perumahan cenderung meluas
sesuai bujuran lereng.

Teori Sektoral (Sector Theory
3) Teori Teori Sektoral (Sector Theory)
Teori ini dikemukakan oleh Harris dan Ullman pada tahun 1945. Kedua geograf ini berpendapat,
meskipun pola konsentris dan sektoral terdapat dalam wilayah kota, kenyataannya lebih
kompleks dari apa yang dikemukakan dalam teori Burgess dan Hoyt.

13

Bahan Ajar

Perencanaan Kota

Dr Pieter Th Berhitu ST.MT

Teori Sektoral (Sector Theory
Pertumbuhan kota yang berawal dari suatu pusat menjadi bentuk yang kompleks. Bentuk yang
kompleks ini disebabkan oleh munculnya nukleus-nukleus baru yang berfungsi sebagai kutub
pertumbuhan. Nukleus-nukleus baru akan berkembang sesuai dengan penggunaan lahannya yang
fungsional dan membentuk struktur kota yang memiliki sel-sel pertumbuhan.
Nukleus kota dapat berupa kampus perguruan tinggi, Bandar udara, kompleks industri,
pelabuhan laut, dan terminal bus. Keuntungan ekonomi menjadi dasar pertimbangan dalam
penggunaan lahan secara mengelompok sehingga berbentuk nukleus. Misalnya, kompleks
industri mencari lokasi yang berdekatan dengan sarana transportasi. Perumahan baru mencari
lokasi yang berdekatan dengan pusat perbelanjaan dan tempat pendidikan.
Harris dan Ullman berpendapat bahwa karakteristik persebaran penggunaan lahan ditentukan
oleh faktor-faktor yang unik seperti situs kota dan sejarahnya yang khas, sehingga tidak ada uruturutan yang teratur dari zona-zona kota seperti pada teori konsentris dan sektoral. Teori dari
Burgess dan Hoyt dianggap hanya menunjukkan contoh-contoh dari kenampakan nyata suatu
kota.
4) Teori Konsektoral (Tipe Eropa)
Teori konsektoral tipe Eropa dikemukakan oleh Peter Mann pada tahun 1965 dengan mengambil
lokasi penelitian di Inggris. Teori ini mencoba menggabungkan teori konsentris dan sektoral,
namun penekanan konsentris lebih ditonjolkan.

14

Bahan Ajar

Perencanaan Kota

Dr Pieter Th Berhitu ST.MT

Konsektoral type Eropa
5) Teori Konsektoral (Tipe Amerika Latin)
Teori konsektoral tipe Amerika Latin dikemukakan oleh Ernest Griffin dan Larry Ford pada
tahun 1980 berdasarkan penelitian di Amerika Latin. Teori ini dapat digambarkan sebagai
berikut.

6) Teori Poros
Teori poros dikemukakan oleh Babcock (1932), yang menekankan pada peranan transportasi
dalam memengaruhi struktur keruangan kota. Teori poros ditunjukkan pada gambar sebagai
berikut.

15

Bahan Ajar

Perencanaan Kota

Dr Pieter Th Berhitu ST.MT

7) Teori Historis
Dalam teori historis, Alonso mendasarkan analisisnya pada kenyataan historis yang berkaitan
dengan perubahan tempat tinggal penduduk di dalam kota. Teori historis dari Alonso dapat
digambarkan sebagai berikut.

Dari model gambar di depan menunjukkan bahwa dengan meningkatnya standar hidup
masyarakat yang semula tinggal di dekat CBD disertai penurunan kualitas lingkungan,
mendorong penduduk untuk pindah ke daerah pinggiran (a). Perbaikan daerah CBD menjadi
menarik karena dekat dengan pusat segala fasilitas kota (b). Program perbaikan yang semula
hanya difokuskan di zona 1 dan 2, melebar ke zona 3 yang menarik para pendatang baru
khususnya dari zona 2 (c).
16

Bahan Ajar

Perencanaan Kota

Dr Pieter Th Berhitu ST.MT

Pembangunan Kota Berkelanjutan
Definisi Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development)
Keberlanjutan (sustainability) secara umum berarti kemampuan untuk menjaga dan
mempertahankan keseimbangan proses atau kondisi suatu sistem, yang terkait dengan
sistem hayati dan binaan. Dalam konteks ekologi, keberlanjutan dipahami sebagai kemampuan
ekosistem menjaga dan mempertahankan proses, fungsi, produktivitas, dan keanekaragaman
ekologis pada masa mendatang. Dalam perkembangannya seiring dengan kebutuhan menjaga
keberlanjutan kehidupan manusia di bumi, masyarakat dunia diperkenalkan pada pemahaman
mengenai pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Walaupun hingga kini secara
ilmiah belum terbukti adanya kehidupan manusia yang tidak berkelanjutan, namun pada
prinsipnya pembangunan berkelanjutan memiliki tujuan agar pemanfaatan sumberdaya alam
dipertahankan pada laju dimana kelangkaan dan kepunahan sumberdaya alam bersangkutan tidak
dihadapi oleh generasi mendatang. Dalam prinsip tersebut terkandung makna adanya batas atau
limitasi keberlanjutan.
Dalam berbagai konteks kepentingan, pengertian berkelanjutan menjadi semakin kompleks
terkait dengan beragamnya sistem kehidupan, baik yang terkait dengan karakteristik lingkungan
hayati, lingkungan fisik, dan lingkungan binaan, termasuk diantaranya pengertian dan
pemaknaan mengenai kota berkelanjutan (sustainable cities) dan ecomunicapilities.

17

Bahan Ajar

Perencanaan Kota

Dr Pieter Th Berhitu ST.MT

Sejak tahun 1980an, berkembang gagasan mengenai format kehidupan berkelanjutan sebagai
perwujudan kesadaran kolektif akan keterbatasan sumberdaya alam dan lingkungan menopang
kehidupan manusia pada masa mendatang. Pada tahun 1989, World Commission on Environment
dan Development (WCED) mempublikasikan Brundtland Report dalam dokumen Our Common
Future mengenai pembangunan berkelanjutan yang selanjutnya dikenal dan diterima secara luas
sebagai
basis
mengatur
tata
kehidupan
dunia
yang
lebih
berkelanjutan.
Keberlanjutan (sustainability) didefinisikan sebagai “memenuhi kebutuhan pada masa kini tanpa
mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi pada masa mendatang” (to meet the needs of the
present without compromising the ability of future generations to meet their own needs). Prinsip
penting lainnya dari definisi Brundtland Commission adalah kepentingan mengintegrasikan tiga
pilar ekonomi, sosial, dan lingkungan dalam mencapai tujuan keberlanjutan.
Walaupun demikian, definisi Brundtland Commission secara universal masih diinterpretasikan
secara beragam dengan berbagai makna. Yang paling mendasar adalah kenyataan bahwa
sebagian mengartikan definisi Brundtland Commission sebagai proses dan sebagian lainnya
sebagai tujuan dari suatu fakta atau nilai. Hal ini menjadi penting dalam menerapkan dan
mengaplikasikan prinsip berkelanjutan bagi suatu kepentingan, dimana dibutuhkan suatu konteks
dan tujuan yang jelas dan nyata.
Beberapa premis lain menyatakan bahwa walaupun keberlanjutan merupakan konsep yang
penting, namun relatif tidak fokus, cenderung bias, dan memiliki substansi yang sangat terbatas.
Bahkan jika dikaitkan dengan kegiatan pembangunan (development) yang secara harfiah dapat
diartikan sebagai aktifitas penggunaan atau bahkan menghabiskan sumberdaya alam serta
berpotensi merusak lingkungan, maka pembangunan berkelanjutan sebagai suatu konsep
dianggap menjadi kurang tepat. Pandangan tersebut pada dasarnya bermaksud memposisikan
lingkungan sebagai ekstrim yang berbeda dari kegiatan pembangunan, sehingga konsep
keberlanjutan lingkungan (ecological sustainability)dianggap lebih tepat.
Berbagai pandangan di atas mengisyaratkan pentingnya dialektika yang perlu dipertimbangkan
dalam memaknai keberlanjutan, yakni memposisikan dimensi ekonomi, sosial, dan lingkungan
sebagai tiga pilar utama dalam sistem kehidupan sebagaimana dinyatakan oleh Brundtland
Commission. Jika dimensi ekonomi dan sosial dianggap dapat mewakili dan merepresentasikan
tujuan dan kegiatan pembangunan (development), maka keduanya perlu memiliki keterkaitan
dengan
dimensi
lingkungan,
termasuk
sumberdaya
alam.
Pada
hakekatnya
keterkaitan (overlapping) ketiga pilar tidak sepenuhnya bersifatmutually exclusive, namun
mampu menciptakan perkuatan satu dengan lainnya (mutually reinforcing) sebagaimana
ditunjukkan gambar berikut.

18

Bahan Ajar

Perencanaan Kota

Dr Pieter Th Berhitu ST.MT

Gambar 1 : Skema Interaksi Tiga Pilar Pembangunan Berkelanjutan
Jonathon Porritt, ekolog Inggris tidak sependapat dengan pola ketekaitan ketiga pilar di atas, oleh
karena menganggap ”ekonomi adalah subsistem kehidupan sosial, dan kehidupan sosial
merupakan subsistem biosfer atau sistem total kehidupan di bumi. Tidak satu subsistempun
mampu melampaui kapasitas sistem biosfer”. Pola overlapping ketiga pilar tersebut di atas
diragukan, oleh karena meyakini bahwa terdapat batas ultimate biosfer dalam menopang
kehidupan sosial dan ekonomi manusia di bumi sebagaimana digambarkan Porrit sebagai berikut
:

Gambar 2 : Representasi Pilar Ekonomi dan Sosial yang Dibatasi oleh Pilar Lingkungan
Namun pendapat Porrit disanggah, bahwasanya menempatkan keberlanjutan lingkungan di atas
kepentingan ekonomi dan sosial dalam kehidupan manusia sulit diwujudkan oleh adanya kendala
finansial, teknologi, dan kapasitas sumberdaya manusia. Dialektika tersebut menyimpulkan
bahwa ketiga pilar disepakati sebagai dimensi keberlanjutan, namun keterkaitan ketiganya perlu
diintegrasikan dalam posisi tidak absolut, oleh karena dalam kehidupannya, manusia dihadapkan
pada keterbatasan dan kendala. Oleh karenanya, konsep keberlanjutan yang dipahami sebagai
integrasi tiga pilar ekonomi, sosial, dan lingkungan yang saling memperkuat disimpulkan dapat
menjadi basis dalam pengkajian pembangunan yang berkelanjutan.

19

Bahan Ajar

Perencanaan Kota

Dr Pieter Th Berhitu ST.MT

Pandangan tersebut juga diadopsi oleh IUCN, UNEP, dan WWF yang memposisikan kehidupan
manusia akan berada dalam batas dukungan lingkungan, dimana keberlanjutan didefinisikan
sebagai “perbaikan kualitas kehidupan manusia dalam batas daya-dukung suportif ekosistem”.
Walaupun secara nyata belum terdapat bukti ilmiah mengenai kehidupan yang tidak
berkelanjutan (unsustainable), namun disepakati bahwasanya peningkatan kualitas kehidupan
bukannya dapat dilakukan tanpa batas. Dalam hal ini, batas atau limitasi yang dapat dikenali
adalah unsur-unsur lingkungan yang dalam daur kehidupan akan menjadi bagian dari proses
peningkatan kualitas kehidupan ekonomi dan sosial yang terintegrasi satu dengan lainnya. The
Earth Charter memperkuat pengertian tersebut sebagai proses pembentukan nilai dan arah
menuju penghargaan terhadap sumberdaya alam dan lingkungan, hak asasi manusia, pemerataan
ekonomi, dan perdamaian sebagai tanggungjawab terhadap generasi mendatang.
Deskripsi di atas memberikan kesimpulan bahwasanya pembangunan berkelanjutan merupakan
upaya terus-menerus yang merupakan bagian dari proses menuju kualitas kehidupan generasi
kini dan mendatang yang lebih baik secara ekonomi dan sosial dalam batas daya-dukung suportif
sumberdaya alam dan daya-tampung asimilatif lingkungan.

Definisi Pembangunan Kota Yang Berkelanjutan (Sustainable Urban Development)
Pemahaman pembangunan kota yang berkelanjutan dilandasi oleh pengertian kota atau perkotaan
yang disepakati hingga kini. Berbagai definisi mengenai kota atau perkotaan yang dikembangkan
pada dasarnya bersifat kontekstual terhadap fungsi dan pendekatan yang digunakan. Pendekatan
geografis-demografis memandang kota sebagai lokasi pemusatan penduduk yang tinggal
bersama dalam ruang wilayah tertentu dengan pola hubungan rasional dan cenderung
individualistik dengan ciri demografis relatif memiliki status pendidikan, ekonomi, dan sosial
lebih tinggi dibanding wilayah non-perkotaan.
Pendekatan ekonomis memandang kota sebagai pusat peningkatan produktivitas dan produksi
barang dan jasa, pertemuan lalu-lintas perdagangan dan kegiatan industri, serta tempat
perputaran uang yang bergerak dengan cepat dan dalam volume yang tinggi. Pendekatan fisik
memandang kota sebagai pusat dan sistem berbagai prasarana dan sarana untuk memfasilitasi
kehidupan dan kreativitas warganya. Pendekatan sosiologis-antropologis memandang kota
sebagai pemusatan penduduk dengan latar belakang heterogen, lambang peradaban kehidupan
manusia, pusat kebudayaan, sumber inovasi dan kreasi, serta wahana untuk peningkatan kualitas
hidup.
UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mendefinisikan kawasan perkotaan sebagai
wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan
sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan,
pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Beberapa pakar memberikan pengertian kota atau
20

Bahan Ajar

Perencanaan Kota

Dr Pieter Th Berhitu ST.MT

perkotaan sebagai area terbangun yang berlokasi saling berdekatan, meluas dari pusatnya hingga
ke daerah pinggiran dan terdiri dari bangunan-bangunan permukiman, komersial, industri,
pemerintahan, prasarana transportasi, dan lain-lain
(Karakteristik di atas dapat dirangkum sebagai ciri-ciri kehidupan kota yang mendasari
kepentingan untuk mewujudkan keberlanjutan kehidupan warga kota, yakni :
1.
Merupakan konsentrasi penduduk, dalam arti jumlah, kepadatan, dan pertambahan
penduduk yang lebih tinggi.
2.
Merupakan kawasan terbangun yang lebih masif.
3.
Merupakan pusat produksi dan produktivitas barang dan jasa.
4.
Bukan merupakan kawasan pertanian dalam arti luas.
5.
Didominasi oleh permukiman kota, bangunan komersial, bangunan industri, bangunan
pemerintahan, dan bangunan sosial.
6.
Dilengkapi oleh prasarana dan sarana transportasi, ekonomi, dan sosial perkotaan.
7.
Dilengkapi oleh utilitas air bersih, drainase, air kotor, persampahan, telepon, dan listrik.
8.
Penduduk kota cenderung berlatarbelakang heterogen, berpendidikan relatif lebih tinggi,
berstatus ekonomi dan sosial lebih baik, bersifat rasional dan individualistik, dan memiliki
inovasi dan kreativitas lebih maju.
Pengertian pembangunan kota berkelanjutan secara prinsipil selaras dengan pengertian
pembangunan berkelanjutan, dimana perspektif ruang difokuskan pada ruang perkotaan.
Sebagaimana dinyatakan oleh Urban21 Conference (Berlin, July 2000), pembangunan kota
berkelanjutan diartikan sebagai upaya meningkatkan kualitas kehidupan kota dan warganya
tanpa menimbulkan beban bagi generasi yang akan datang akibat berkurangnya sumberdaya
alam dan penurunan kualitas lingkungan.
Dalam konteks yang lebih spesifik, kota yang berkelanjutan (sustainable city) diartikan sebagai
kota yang direncanakan dengan mempertimbangkan dampak lingkungan yang didukung oleh
warga kota yang memiliki kepedulian dan tanggung-jawab dalam penghematan sumberdaya
pangan, air, dan energi; mengupayakan pemanfaatan sumberdaya alam terbarukan; dan
mengurangi pencemaran terhadap lingkungan
Sesuai dengan karakteristik suatu kota, maka pembangunan kota berkelanjutan dapat diartikan
sebagai upaya terus-menerus untuk meningkatkan kualitas kehidupan warga kota melalui
peningkatan produktivitas di sektor sekunder dan tersier dan penyediaan prasarana dan sarana
perkotaan yang layak dengan mempertimbangkan dampak invasi dan intensifikasi kawasan
terbangun terhadap kerusakan lingkungan kota serta mensyaratkan keterlibatan yang tinggi dari
warga kota terhadap upaya penghematan konsumsi sumberdaya alam dan pengendalian
penurunan kualitas lingkungan.
Oleh karena kawasan perkotaan cenderung didominasi kawasan terbangun dan bukan merupakan
kawasan pertanian dalam arti luas, maka secara implisit memiliki ketergantungan terhadap
pasokan sumberdaya alam dari kawasan lainnya. Dengan demikian, pembangunan kota
berkelanjutan relevan dengan pengertian upaya mengurangi ketergantungan terhadap pasokan
sumber daya alam dari luar tersebut.
21

Bahan Ajar

Perencanaan Kota

Dr Pieter Th Berhitu ST.MT

Konsep Pembangunan Kota Berkelanjutan
Graham Haughton and Colin Hunter (1994) menekankan tiga prinsip dasar pembangunan kota
berkelanjutan, yakni :
1.
Prinsip kesetaraan antar generasi (intergeneration equity) yang menjadi asas
pembangunan berkelanjutan dengan orientasi masa mendatang.
2.
Prinsip keadilan sosial (social justice) dalam kesenjangan akses dan distribusi
sumberdaya alam secara intragenerasi untuk mengurangi kemiskinan yang dianggap sebagai
faktor degradasi lingkungan.
3.
Prinsip tanggung-jawab transfrontier yang menjamin pergeseran geografis dampak
lingkungan yang minimal dengan upaya-upaya kompensasi. Dalam konteks perkotaan
diharapkan tidak terjadi pemanfaatan sumberdaya alam dan penurunan kualitas lingkungan
pada wilayah di luar perkotaan bersangkutan secara berlebihan yang berdampak terhadap laju
pertumbuhannya.
Lokakarya Indonesia Decentralized Environmental and Natural Resources Management Project
(IDEN) dan Urban and Regional Development Institute (URDI) juga mengusulkan beberapa
prinsip pembangunan kota berkelanjutan di Indonesia yang diantaranya selaras dengan yang
diutarakan oleh Graham Haughton et al. Prinsip-prinsip berikut perlu disesuaikan kembali
dengan kondisi setempat (sumber : Lampiran F, Bahan Lokakarya, Penguatan Aksi bagi
Pembangunan Perkotaan secara Berkelanjutan di Indonesia, Laporan Akhir Tahap Persiapan.
Kerjasama antara Indonesia Decentralized Environmental & Natural Resources Management
Project (IDEN) dan Urban and Regional Development Institute (URDI), serta partisipasi aktif
dari lembaga/pihak terkait lainnya, Desember 2004) :
1.
Memiliki visi, misi dan strategi jangka panjang yang diwujudkan secara konsisten dan
kontinyu melalui rencana, program, dan anggaran disertai mekanisme insentif-disinsentif
secara partisipatif.
2.
Mengintegrasikan upaya pertumbuhan ekonomi dengan perwujudan keadilan sosial,
kelestarian lingkungan, partisipasi masyarakat serta keragaman budaya.
3.
Mengembangkan dan mempererat kerjasama dan kemitraan antar pemangku kepentingan,
antar-sektor, dan antar-daerah.
4.
Memelihara, mengembangkan, dan menggunakan secara bijak sumberdaya lokal serta
mengurangi secara bertahap ketergantungan terhadap sumberdaya dari luar (global) dan
sumberdaya tidak terbarukan.
5.
Meminimalkan tapak ekologis (ecological footprint) suatu kota dan memelihara dan
bahkan meningkatkan daya dukung ekologis setempat.
6.
Menerapkan keadilan sosial dan pengembangan kesadaran masyarakat akan pola
konsumsi dan gaya hidup yang ramah lingkungan demi kepentingan generasi mendatang.
7.
Memberikan rasa aman dan melindungi hak-hak publik.
8.
Pentaatan hukum yang berkeadilan.
22

Bahan Ajar

Perencanaan Kota

Dr Pieter Th Berhitu ST.MT

9.

Menciptakan iklim yang kondusif yang mendorong masyarakat yang belajar terhadap
perbaikan kualitas kehidupan secara terus-menerus.
Terkait dengan pilar pembangunan berkelanjutan, konsepsi pembangunan kota berkelanjutan
juga berlandaskan pada empat pilar utama, yakni dimensi ekonomi, sosial, dan lingkungan yang
didukung oleh pilar governance.

Gambar 3 : Pilar Pembangunan Kota Berkelanjutan
Pilar governance sebagai perangkat pengaturan, pelaksanaan, dan kontrol dielaborasi sebagai
prinsip analisis 5R, meliputi :
1.
Kewajiban dan tanggungjawab (responsibility) untuk melaksanakan dan
mengimplementasikan pembangunan kota berkelanjutan.
2.
Hak (right) untuk menjalankan kebijakan dan program pembangunan kota keberlanjutan
yang menjadi kepentingan publik secara luas.
3.
Risiko (risk), sebagai pertimbangan pengambilan keputusan pembangunan kota
berkelanjutan kini dan pada masa mendatang.
4.
Manfaat (revenue) penyelenggaraan kebijakan dan program pembangunan kota
berkelanjutan bagi publik kini dan pada masa mendatang.
5.
Hubungan (relation), sebagai manifestasi koordinasi para pemangku kepentingan untuk
mengoptimalkan perwujudan pembangunan kota berkelanjutan.
Munasinghe mengelaborasi elemen pokok ketiga pilar, yakni pilar ekonomi oleh elemen
pertumbuhan, efisiensi, dan stabilitas; pilar sosial oleh elemen pemberdayaan, peranserta, dan
kelembagaan; dan pilar lingkungan oleh elemen keanekaragaman, sumberdaya alam, dan
pencemaran.

23

Bahan Ajar

Perencanaan Kota

Dr Pieter Th Berhitu ST.MT

Gambar 4 : Diagram Elemen Pokok Pembangunan Berkelanjutan
Forum SUD mengelaborasi ketiga pilar menurut elemen yang relatif setara dengan yang
dikembangkan Munasinghe. Pilar ekonomi dielaborasi sebagai elemen penggunaan sumberdaya
alam secara bijaksana, mendorong pemanfaatan ekonomi lokal, pengembangan nilai tambah
ekonomi, dan pengutamaan sumber daya lokal dibanding impor. Pilar sosial dielaborasi menurut
elemen jaminan kehidupan, pemerataan akses terhadap pelayanan dasar, demokrasi dan
partisipasi, interaksi sosial yang positif, dan berkembangnya nilai (human values) bagi
kehidupan yang berkualitas. Pilar lingkungan dielaborasi menurut elemen kuantitas dan kualitas
sumber daya alam dan lingkungan dan keanekaragaman.
Dalam konteks kota dan perkotaan, maka pembangunan berkelanjutan pada hakekatnya
memposisikan ketiga pilar untuk saling memperkuat (mutual reinforcing) sebagaimana
ditunjukkan oleh Gambar 1. Kota sebagai ekosistem binaan relatif tidak memiliki sumberdaya
alam yang memadai untuk mendukung kehidupannya secara mandiri serta menghasilkan limbah
yang lebih besar oleh konsentrasi penduduk dan aktivitasnya, sehingga threshold daya-dukung
suportif dan daya-tampung asimilatif secara internal cenderung terlampaui oleh perkembangan
dan pertumbuhan kota. Dengan demikian konsep pembangunan kota berkelanjutan perlu
mempertimbangkan peran ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan daya-dukung
dan daya-tampung melalui upaya prevention, proses, minimisasi, substitusi, dan rekayasa lainnya
serta keterkaitan dukungan dari wilayah lain. Oleh karena dimensi lingkungan tidak selalu
berposisi sebagai variabel independen dalam menciptakan kualitas kehidupan kota, maka
dimensi sosial menjadi penting dalam membangun arah keberlanjutan melalui proses social
engineering dalam manifestasi peran serta masyarakat.
Sebagai suatu proses, pembangunan kota berkelanjutan merepresentasikan progres perubahan
secara bertahap yang berlangsung secara kontinyu (loop system) dengan arah menuju kualitas
yang lebih baik berdasarkan feedback tahapan yang dilalui. Christopher A. Haines
menyatakannya sebagai proses transformasi kota dengan benchmark yang mengindikasikan
terjadinya perubahan, yakni konservasi sumberdaya alam, rehabilitasi untuk konservasi dan
preservasi, menyediakan pelayanan transportasi publik, dan mengendalikan urban sprawl.
Transformasi menuju pembangunan kota yang berkelanjutan oleh Forum SUD Indonesia
24

Bahan Ajar

Perencanaan Kota

Dr Pieter Th Berhitu ST.MT

diterjemahkan melalui benchmark yang lebih tegas perbedaannya. Jika pembangunan pada
awalnya berorientasi secara penuh terhadap pertumbuhan ekonomi, maka pembangunan
berkelanjutan mensyaratkan keberlanjutan ekologis, dimana pada daur selanjutnya diimbangi
dengan keadilan sosial dan berikutnya dengan pelestarian budaya. Sebagai proses tranformasi
yang kontinyu, maka daur pembangunan akan mengalami improvement terhadap nilai-nilai
keberlanjutan secara terus-menerus. Walaupun nilai keberlanjutan secara ideal tidak dapat
ditetapkan, namun esensi dari proses keberlanjutan adalah nilai-nilai penghargaan yang lebih
baik terhadap peningkatan kualitas kehidupan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Gambar berikut
mengilustrasikan progres nilai-nilai keberlanjutan yang selayaknya dicapai pada setiap fase
pembangunan.

25

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

EFEKTIVITAS PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN (P3K) TERHADAP SIKAP MASYARAKAT DALAM PENANGANAN KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS (Studi Di Wilayah RT 05 RW 04 Kelurahan Sukun Kota Malang)

45 393 31

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Kuliah di PTN Kini Lebih Mahal

0 87 1

Analisis pengaruh pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil badan usaha milik daerah terhadap pendapatan asli daerah Kota Tangerang (2003-2009)

19 136 149

Pengaruh Atribut Produk dan Kepercayaan Konsumen Terhadap Niat Beli Konsumen Asuransi Syariah PT.Asuransi Takaful Umum Di Kota Cilegon

6 98 0

Perilaku komunikasi para pengguna media sosial path di kalangan mahasiswa UNIKOM Kota Bandung : (studi deksriptif mengenai perilaku komunikasi para pengguna media sosial path di kalangan mahasiswa UNIKOM Kota Bandung)

9 116 145

Tinjauan Atas Perencanaan Dan Pengendalian Anggaran Kas Pada Lembaga Kemahasiswaan Institut Teknologi Bandung

6 69 56

Sistem Informasi Absensi Karyawan Di Perusahaan Daerah Kebersihan Kota Bandung

38 158 129