Untuk menurunkan tekanan darah tinggi 3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tanaman merupakan salah satu penopang hidup manusia yang sangat penting.
Disamping itu tumbuhan juga memiliki peranan yang sangat penting untuk
perkembangan makhluk hidup. Indonesia adalah negara yang sangat kaya dengan
beraneka ragam tumbuh-tumbuhan atau tanaman.
Tanaman berkhasiat sebagai obat tradisonal yang dapat menyembuhkan berbagai
macam penyakit. Tanaman berkhasiat tersebut sangat bermanfaat di karenakan berbagai
zat-zat bermanfaat yang dikandungnya. Tanaman obat bersifat alami, efek sampingnya
tidak sekeras efek dari obat-obatan kimia modern. Tubuh manusia secara lebih mudah
menerima obat dari bahan tanaman yang natural ini dibandngkan dengan obat kimiawi.
Penemuan obat-obatan modern dewada ini ternyata mendukung penggunaan obat
tradisional, banyak obat-obatan modern yang dibuat dari tanaman obat.
Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kelainan metabolisme yang
disebabkan kurangnya produksi insulin pada kelenjar pankreas, yang diakibatkan kurang
aktifnya enzim glukokinase pada metabolisme glikolisis pada metabolisme glikolisis
( Redaksi Agromedia, 2009 : 11; Kopon, M.A, 2013:9).
Berikut Patokan nilai kriteria kadar gula darah normal, pradiabetes dan diabetes
sebagai berikut :
Tabel 1.1 Kriteria kadar gula darah
Metode
Gula
Darah
Pengukuran
Normal
Gula
Darah
< 110 mg/dL
110
–
126
mg/dL
140
–
200
mg/dL
Puasa (GDP)
Gula Darah 2
jam
126
mg/dL
>200
mg/dL
(2-h
Glucose)
(Sutanto,2013:38)
Faktor penyebab lain terjadinya penyakit gula darah antara lain terjadinya
peningkatan pendapatan masyarakat menyebabkan terjadinya perubahan pola makan
1
instant, serta kurang adanya olahraga atau kerja fisik sehingga memicu terhambatnya
proses
metabolisme
dalam
tubuh
terutama
metabolisme
glikolisis
terhambat
mengakibatkan penumpukan gula darah normal.
Berdasarkan data Diabetes Atlas IDF tahun 2010, Indonesia menduduki peringkat
sembilan dengan 7,6 juta penduduk menderita diabetes. Ini berarti bahwa 6 dari 100
penduduk indonesia menderita penyakit diabetes mellitus. Kondisi itu bisa terus
meningkat
dan
diperkirakan
menjadi
dua
kali
lipat
pada
tahun
2030
(http://www.antaranews.com/berita/307183/prevalensi-diabetes-diprediksi-dua-kalilipat). Sekitar 12 – 20% penduduk dunia diperkirakan mengidap penyakit ini. Setiap 10
detik 1 orang di dunia meninggal akibat komplikasi yang ditimbulkannya. Diperkirakan,
1 dari 8 orang di Jakarta mengidap diabetes. Tingginya jumlah penderita di daerah
perkotaan antara lain disebabkan gaya hidup (Redaksi Agromedia, 2009 : 1-2).
Jumlah penderia Diabetes Mellitus di dunia versi WHO pada tahun 2000 &
proyeksi jumlah penderita Diabetes Mellitus pada tahun 2030, Indonesia menduduki
peringkat ke-4 terbesar dengan pertumbuhan 152% atau dari 8.426.000 orang pada tahun
2000 menjadi 21.257.000 pada tahun 2030(http.indodibetes.com).
Berikut ini merupakan data penderita penyakit Diabetes Mellitus yang terdapat
pada RS Umum W.Z Johannes dan RS Bhayangkara Kota Kupang :
Tabel 1.2 Data Penyakit Diabetes Mellitus 2012/2013
Jumlah Pasien Penderita Diabetes Mellitus
Nama Rumah Sakit
Tahun 2012
Tahun 2013
RSUD Prof Dr. W. Z Yohanes
1855
1258
Kupang
Rumah Sakit Bhayangkara Kupang
447
439
RSUD Kab. Kupang
53
28
Puskesmas Kota Kupang
334
327
Total
2689
2052
Total Pasien Seluruhnya
4741
Sumber: RSUD Prof Dr. W. Z Yohanes Kupang, RS.Bhayangkara, RSUD
Kab.Kupang, Puskesmas Kota Kupang 28/04/2014
Berdasarkan data Rumah sakit di atas, pasien penderita penyakit Diabetes
Mellitus di daerah perkotaan lebih tinggi daripada di pedesaan. Berdasarkan profil
statistik Depkes RI 2013:92 di tahun 2011 ada 9,33 % dan di tahun 2012 ada 21 %
pasien yang menderita hiperglikemia atau Diabetes Mellitus, Sedangkan keluhan
kesehatan lainnya seperti hipertensi, jantung, stroke dan Diabetes Mellitus di tahun
2
2011 ada sebanyak 45,5 % kasus penyakit metabolik, di tahun 2012 ada 63,6 % kasus
penyakit metabolik dan di tahun 2013 ada 81,6% kasus penyakit metabolik. Menurut
tipe daerah, persentase di perkotaan relatif lebih tinggi dibandingkan di pedesaan
(Bps:2013). Hal ini dipengaruhi gaya hidup di kota yang tidak sehat karena hiruk pikuk
di perkotaan yang lebih senang dengan pola makan instant. Namun sesungguhnya
banyak penderita gula darah jarang berobat ke rumah sakit.
Pengobatan penyakit gula darah atau Diabetes Mellitus (DM) dapat dilakukan
dengan obat sintesis antara lain suntikan insulin, golongan sulfonilurea dan biguanid
namun dapat mengakibatkan efek samping negatif bagi kesehatan (Sutanto, 2013 : 77).
Selain obat sintetik, obat herbal juga dapat dipakai untuk menyembuhkan penyakit gula
darah. Tanaman obat adalah tanaman yang memiliki khasiat obat dan digunakan untuk
penyembuhan maupun pencegahan penyakit. Tanaman obat mempunyai efek yang mirip
dengan struktur kimia obat-obatan sintetik, sehingga sangat bermanfaat dalam proses
pengobatan berbagai penyakit termasuk penyakit Diabetes Mellitus.
Adapun tanaman yang sering di gunakan untuk pengobatan tradisional yaitu
tanaman murbei (Morus alba) dan salak (Salacca edulis reinw). Murbei (Morus alba)
merupakan tanaman asli dari Cina yang tersebar luas hampir di seluruh tempat baik di
daerah dengan iklim tropis maupun sub tropis. Murbei dapat tumbuh baik pada
ketinggian lebih dari 100 mdpl dan cukup matahari. Pohon murbei relatif besar dengan
ketinggian 9-12 m serta diameter 0,5 cm. Buah Murbei banyak tumbuh liar pada tanah
lembab dan sedikit asam, hidup di daerah subtropis yaitu daerah Afrika, Asia, dan
Amerika. secara empiris masyarakat telah memanfaatkan murbei sebagai obat tradisional
untuk flu, malaria, hipertensi, asma, obat hipertensi, palpitasi, iabetes, insomnia, vertigo,
anemia, hepatitis dan diabetes melitus (Hariana, 2008).
Tanaman salak (Salacca edulis reinw) merupakan tanaman asli indonesia yang
termasuk golongan pohon palem rendah yang tumbuh berumpun. Batang hampir tidak
kelihatan karena tertutup pelepah daun yang sangat rapat. Batang, pangkal pelepah, tepi
daun dan permukaan buahnya berduri tempel. Pada umur 1-2 tahun batang dapat tumbuh
ke samping membentuk beberapa tunas yang akan menjadi anakan atau tunas bunga.
Tanaman salak dapat tumbuh bertahun-tahun hingga ketinggiannya mencapai tinggi 7 m
(Anonim, 1992; Santoso, 1990). Daun tersusun roset, bersirip terputus, panjang 2,5-7 m
(Santoso, 1990). Anak daun tersusun majemuk, helai daun lanset, ujung meruncing,
3
pangkal menyempit. Bagian bawah dan tepi tangkai berduri tajam. Ukuran dan warna
daun tergantung varietas (Anonim, 1992).
Salak bermanfaat untuk berbagai penyakit misalnya mencegah sembelit,
Menurunkan dan mengobati penyakit diabetes, Mengobati ambeien, menstabilkan
tekanan darah ( tinggi maupun rendah), dan memperlancar buang air besar (BAB).
Tanaman murbei (Morus alba) dan salak (Salacca edulis reinw) yang secara
tradisional sudah sering digunakan memiliki kandungan senyawa yang bermanfaat
seperti daun murbei mengandung flavonoid (anti inflamasi alami yang bermanfaat
mengurangi risikoaterosklerosis/pengerasan arteri), salah satunya morusin yang ampuh
melawan sel HeLakarsinoma serviks (Sel Kanker Serviks) manusia. Riset Seorang
Profesor Departemen GiziInstitut Pertanian Bogor, murbei mengandung beragam
senyawa antioksidan seperti kuersentin, isokuersentin, vitamin C, dan antosianin.
Konsentrasi antosianin buah murbei mencapai 348,98 mg/I yang akan meningkat hingga
544,83 mg/I pada penyimpanan hari ke-15. Kuersentin (salah satu jenis flavonoid)
mencapai 1,12% per 100 gram buah segar. Sedangkan pada tanaman salak mengadung
tanin, flavonoida, saponin dan sedikit alkaloida (Sahputera, 2008).
Uraian di atas merupakan dasar pemikiran yang melatar belakangi dan peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian dengan judul “Aktivitas Ekstrak Kombinasi Daun Murbei
(Morus Alba) Dan Kulit Salak (Salacca edulis reinw) Terhadap Penyakit Gula Darah
(Diabetes Mellitus)”
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini
adalah:
1.
Komponen kimia apa saja yang terdapat dalam ekstrak kombinasi daun murbei
(Morus alba) dan kulit salak (Salacca edulis reinw)?
2.
Bagaimana sifat fisiko kimia ekstrak kombinasi daun murbei (Morus Alba) dan kulit
salak (Salacca edulis reinw)?
3.
Bagaimana aktivitas ekstrak kombinasi daun murbei (Morus Alba) dan kulit salak
(Salacca edulis reinw) terhadap penyakit Diabetes Mellitus (DM)?
1.3. Tujuan Penelitian
4
Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :
1.
Untuk
mengidentifikasi komponen kimia ekstrak kombinasi daun murbei
(Morus alba) dan kulit salak (Salacca edulis reinw).
2.
Untuk mengetahui sifat fisiko kimia ekstrak kombinasi daun murbei (Morus
alba) dan kulit salak (Salacca edulis reinw).
3.
Untuk mengetahui aktivitas ekstrak kombinasi daun murbei (Morus alba) dan
kulit salak (Salacca edulis reinw) terhadap penyakit Diabetes Mellitus (DM).
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain :
1. Sebagai sumbangan pemikiran bagi masyarakat lokal untuk mengetahui manfaat
kombinasi daun murbei (Morus alba) dan kulit salak (Salacca edulis reinw) terhadap
penyakit Diabetes Mellitus (DM).
2. Sebagai bahan rujukan ke farmasi.
3. Sebagai pedoman bahan rujukan penelitian lanjutan.
1.5. Ruang Lingkup
Penelitian ini dibatasi pada:
1. sifat fisiko kimia ekstrak kombinasi daun murbei (Morus alba) dan kulit salak
(Salacca edulis reinw).
2. kandungan kimia ekstrak kombinasi daun murbei (Morus alba) dan kulit salak
(Salacca edulis reinw).
3. aktivitas ekstrak kombinasi daun murbei (Morus alba) dan kulit salak (Salacca
edulis reinw) terhadap penyakit Diabetes Mellitus (DM).
5
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1. Murbei (Morus Alba)
Gambar Tanaman Murbei
(Adu: 2015)
2.1.1 penyebaran tanaman Murbei (Morus Alba)
Tanaman murbei banyak tumbuh liar pada tanah lembab dan sedikit asam, hidup
di daerah subtropis dan tropis yaitu daerah Afrika, Asia, dan Amerika. Beberapa jenis
murbei adalah Murus alba yang ada di asia timur (Negeri cina), Morus mesozigia yang
ada di Afrika Selatan dan Tengah, Morus rubra yang ada di Amerika Utara, dan Morus
insignis yang ada di Amerika Selatan.
2.1.2 Taksonomi Tanaman Murbei
Kingdom (Dunia/Kerajaan):
Subkingdom:
Super divisi:
Divisio (Pembagian):
Classis (Kelas):
Sub Kelas :
Ordo (Bangsa):
Familia (Suku):
Genus (Marga):
Species (Jenis):
Plantae (Tumbuhan)
Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Dilleniidae
Urticales
Moraceae (suku nangka-nangkaan)
Morus
Morus alba L.
2.1.3 Penamaan
Nama ilmiah : Morus Alba
Tabel 2.1 Penamaan Murbei di berbagai Negara dan daerah
6
No
Daerah/Negara
Nama
.
1 Indonesia
.
2.
Inggris
Besaran
black
morus
mulberry,
fruit,
morus
leaf,
mulberry
leaf,
mulberry bark ; mulberry twigs,
3.
4.
5.
6.
7.
Vietnam
Thailand
China
sumatera
Jawa
white mulberry, mulberry
maymon, dau tam
Yaa nuat naeo
sangye
kerta, kitau
murbai, besaran
2.1.4 Morfologi Tanaman Murbei (Morus Alba)
a. Akar
Tanaman murbei memiliki perakaran yang luas dan dalam. Tanaman yang
berasal dari stek perakarannya mampu tumbu ke bawah mirip dengan akar tunggang
hingga mencapai ke dalaman 10-15 cm dari permukaan tanah, sedangkan akar
tanaman murbei yang sudah berumur tua mampu menembus kedalaman lebih dari 300
cm. Akar tanaman murbei termasuk akar tunggang dan warnanya putih kekuningan.
b. Batang
Batang berkayu berbentuk bulat, warna kulit batang muda hijau, dan setelah tua
berwarna kelabu kecokelatan. Sosoknya berbentuk pohon yang tingginya sekitar 5-9 m.
7
Gambar batang murbei
c. Daun
Tumbuh berselang-seling Tangkai daun 1-2,5 cm. Daun penumpu (stipula)
berbentuk membujur panjang atau lanceolate. Lembaran daun berbentuk bulat telur
dengan panjang 5-15 cm dan lebar 3-12 cm. Ujung daun runcing atau obtuse. Tepian
daun bergigi atau serrate, kadang bergelombang tidak beraturan. Permukaan daun atas
mengilap dan licin.
Gambar Daun Murbei
d. Bunga
8
Bunga majemuk berbentuk tandan keluar dari ketiak daun. Mahkota berbentuk
taju berwarna putih. Dalam satu pohon terdapat bunga jantan, betina dan bunga
sempurna yang terpisah. Tanaman murbei berbunga sepanjang tahun.
e. Buah
Buahnya banyak yang berupa buah buni, berair dan rasanya enak. Buah murbei
yang masih muda berwarna hijau, yang sudah tua berwarna merah dan rasanya asam,
buah yang sudah matang berwarna hitam dan rasanya manis.
Gambar Buah Murbei
2.1.5 Kandungan Kimia Tanaman Murbei
Tanaman daun murbei mengandung flavonoid (anti inflamasi alami yang
bermanfaat mengurangi risikoaterosklerosis/pengerasan arteri), salah satunya morusin
yang ampuh melawan sel HeLakarsinoma serviks (Sel Kanker Serviks) manusia. Riset
Seorang Profesor Departemen Gizi Institut Pertanian Bogor, murbei mengandung
beragam senyawa antioksidan seperti kuersentin, isokuersentin, vitamin C, dan
antosianin. Konsentrasi antosianin buah murbei mencapai 348,98 mg/I yang akan
meningkat hingga 544,83 mg/I pada penyimpanan hari ke-15. Kuersentin (salah satu
jenis flavonoid) mencapai 1,12% per 100 gram buah segar.
9
Struktur Flavonoid dan Antosianin
Struktur Morusin Dan Kuersetin
2.1.6 Manfaat Tanaman Murbei
Murbei dikenal juga sebagai tumbuhan sutra karena dapat dijadikan tempat
hidup ulat sutra. Selain bermanfaat dalam memproduksi sutra, secara empiris
masyarakat telah memanfaatkan murbei sebagai obat tradisional untuk flu, malaria,
hipertensi, asma, obat hipertensi, palpitasi, iabetes, insomnia, vertigo, anemia, hepatitis
dan diabetes melitus (Hariana, 2008).
2.2 Tanaman Salak (Salacca Edulis Reinw)
10
Gambar Pohon Salak
2.2.1 Penyebaran Tanaman Salak (Salacca Edulis Reinw)
Salak merupakan buah asli Indonesia yang tumbuh dengan mudah di negara kita
yang beriklim tropis ini. Kita juga bisa menemukan tanaman salak dan membeli buah
salak di mana-mana karena memang buah yang satu ini sangat mudah dijumpai.
Tanaman salak (Salacca edulis Reinw) diduga berasal dari Pulau Jawa dan sudah
dibudidayakan sejak ratusan tahun silam. Pada masa penjajahan, tanaman ini dibawa ke
pulau-pulau lain dan akhirnya tersebar luas sampai ke Filipina, Malaysia, Brunei dan
Thailand (Nazarudin dan Kristiawati, 1997).
2.2.2 taksonomi salak (Salacca edulis Reinw)
Salak (Salacca edulis reinw) dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Rochani,1995) :
Kingdom
Divisi
Sub divisi
Class
Ordo
Famili
Genus
Spesies
Plantae
Spermatophyta
Angiospermae
Monocotyledonae
Lilifrorae
Palmaceae
Salacca
Salacca edulis reinw
2.2.3 Penamaan
Nama ilmiah: Salacca edulis Reinw
Daerah/negara
Nama
Minangkabau
Sala
Melayu, sunda, jawa, madura, bali, makassar, salak
bugis
Kalimantan Selatan
Thailand
inggris
Tusum
sala
snake fruit
11
2.2.4 Morfologi Tanaman salak (Salacca edulis Reinw)
a. akar
Tanaman salak pondoh memiliki akar serabut dengan sistem perakaran
dangkal sampai sedang, atau dengan kata lain bahwa penetrasi akar salak pondoh
hanya mencapai kedalaman 10 cm hingga 50 cm (Purnomo, 2010).
Gambar akar salak (Adu:2015)
b. batang
Batangnya hampir tidak kelihatan karena tertutup oleh pelepah daun yang
tersusun rapat, pelepah dan tangkai daunnya berduri panjang (Steenis, 1975 dalam
Sulastri, 1986; dan Harsoyo, 1999).
Gambar batang salak (Adu: 2015)
c. daun
Salak pondoh memiliki daun majemuk, tersusun roset, menyirip genap
terputus-putus, beranak daun gasal, pada bagian ujung 2 – 3 helai anak daun menyatu,
12
duduk daun tersebar berjejal di ujung batang, tangkai daun silinder, panjang 100 – 200
cm, pada bagian bawah dan tepi tangkai daun berduri banyak, tajam, pipih dengan
panjang 4 – 5 cm, berwarna kelabu sampai kehitaman, helai daun memiliki panjang
140 – 300 cm, poros daun berduri temple, anak daun tipis berwarna hijau sampai
kelabu, berbentuk garis lanset 50 x 4,5 cm dengan ujung meruncing, dan tepi berduri
temple yang halus, pada sis bawah berlapis lilin. (Santoso, 1990 dan Purnomo, 2010).
Gambar daun salak (Adu: 2015)
d. bunga
Menurut Sunarjono (2005), bunga salak ada tiga macam, yaitu bunga betina,
jantan, dan campuran (sempurna), dimana bunga jantan terbungkus oleh seludang
(spandex) dengan tangkai panjang sedangkan bunga betina terbungkus oleh seludang
dengan tangkai pendek. Tongkol bunga jantan memiliki panjang 50 – 100 cm, terdiri
atas 4 – 12 bulir silindris yang masing-masing panjangnya antara 7 – 15 cm, dengan
banyak bunga kemerahan terletak di ketiak sisik-sisik yang tersusun rapat, sedangkan
tongkol bunga betina panjangnya antara 20 – 30 cm, bertangkai panjang, terdiri atas 1
– 3 bulir yang panjangnya mencapai 10 cm.
Gambar bunga salak
e. Buah
13
Buah salak merupakan tipe buah batu berbentuk segitiga agak bulat atau bulat
telur terbalik, runcing di pangkalnya dan membulat di ujungnya dengan panjang buah
dapat mencapai 2,5 – 10 cm dengan ketebalan daging buah sekitar 1,5 cm. Buah salak
tersusun dalam tandan dimana dalam setiap tandan terdiri dari 15 – 40 buah (Sulastri,
1986; dan Sunarjono, 2005). Buah salak terdiri atas kulit, daging buah dan biji. Kulit
buah salak yang membungkus daging buah menyerupai sisik yang berbentuk segi tiga,
berwarna kekuningan hingga coklat kehitaman atau kemerah-merahan yang tersusun
seperti genting, dengan banyak duri kecil yang mudah putus di ujung masing-masing
sisik. Daging buah tidak berserat berwarna putih kekuningan, kuning kecoklatan atau
merah tergantung varietasnya, dan biasanya terdiri dari tiga septa dalam tiap buah.
Biji salak yang masih muda berwarna pucat dan lunak, sedangkan setelah matang
berwarna kuning hingga kehitaman dan keras, dan dalam setiap buah terdapat 1 – 3
biji (Sulastri, 1986; Budagara, 1998; Sunarjono, 2005; dan Purnomo, 2010).
Gambar buah salak
f. biji
Berbiji monokotil, berbentuk bulat berwarna hitam atau kecoklatan.
Gambar biji salak
14
2.2.5 Kandungan Kimia salak (Salacca edulis Reinw)
Tanaman salak mengadung
tanin,
flavonoida,
saponin
dan
sedikit alkaloida (Sahputera, 2008)
OH
OH
HO
O
OH
OH
OH
OH
O
HO
OH
OH
OH
OH
O
HO
OH
OH
Struktur Tanin dan Saponin (Sumber:http://www.google.co.id/saponin-and-taninimage)
15
Struktur flavonoid dan alkaloid
2.2.6 Manfaat Tanaman salak (Salacca edulis Reinw)
Salak bermanfaat untuk berbagai penyakit misalnya mencegah sembelit,
Menurunkan dan mengobati penyakit diabetes, Mengobati ambeien, menstabilkan
tekanan darah ( tinggi maupun rendah), dan memperlancar buang air besar (BAB).
2.3 Senyawa-Senyawa Metabolit Sekunder
2.3.1 Alkaloid
2.3.1.1 Sumber dan Klasifikasi Alkaloid
Alkaloid merupakan senyawa organik yang banyak terdapat dalam tumbuhan,
bersifat basa, yang struktur kimianya mempunyai sistem lingkar heterosiklik dengan
nitrogen sebagai hetero atomnya dan secara khas memiliki beberapa racun, stimulan,
memiliki efek penghilang rasa sakit (Robinson, 1991:47). Senyawa organik bahan
alam ini tidak mempunyai tata nama yang sistematik. Tata nama senyawa alkaloida
dinyatakan dengan nama trivial berakhiran –ina (sama seperti karbohidrat dengan
akhiran –osa), misalnya morfina, kuinina, atrpina. Sampai saat ini alkaloida telah
diklasifikasikan atas beberapa cara.
Cara untuk mengklasifikasikan alkaloid didasarkan pada jenis cincin
heterosiklik nitrogen yang merupakan bagian dari struktur molekul. Menurut
klasifikasi tersebut, alkaloid dapat dibedakan atas beberapa jenis, seperti alkaloid
pirolidin, alkaloid piperidin, alkaloid isokuinolin, alkaloid indol, alkaloid kuinolin dan
16
sebagainya. Berikut merupakan contoh gambar struktur dari kelompok senyawa
alkaloid :
H
N
H
N
N
N
Pirolidin
Piperidin
Isokuinolin
Kuinolin
Indol
N
H
Gambar 2.5 Struktur kelompok senyawa alkaloid
2.3.1.2 Sifat Fisikokimia Alkaloid
Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang paling banyak
ditemukan di alam. Hampir seluruh senyawa alkaloid ditemukan pada tumbuhan yang
tersebar luas di alam. Semua alkaloid mengandung paling sedikit sebuah atom
Nitrogen, biasanya bersifat basa dan dalam sebagian besarnya atom nitrogen
merupakan bagian dari cincin heterosiklik, sehingga kelompok senyawa alkaloid
sebagian besar bersifat basa.
Alkaloid tidak berwarna, tetapi beberapa senyawa yang kompleks, spesies
aromatik Kebanyakan berwarna contoh berberin berwarna kuning dan betanin
berwarna merah. Pada umumnya basa bebas alkaloid hanya larut dalam pelarut
organik, meskipun beberapa pseudo dan protoalkaloid larut dalam air. Garam alkaloid
quartener sangat larut dalam air.
Kebanyakan alkaloid bersifat basa, sifat tergantung pada adanya pasangan
elektron pada nitrogen. Jika gugus fungsional yang berdekatan dengan nitrogen
bersifat melepaskan elektron, sebagai gugus alkil maka ketersediaan elektron pada
nitrogen naik dan senyawa bersifat basa.
Pada temperatur kamar, kebanyakan alkaloid berupa padatan, beberapa
diantaranya berupa cairan namun tidak banyak jumlahnya. Kebanyakan alkaloid
adalah amina tersier dan memiliki satu atau lebih atom karbon asimetris sehingga
dalam larutan dapat menunjukan kerja optis. Garam-garam alkaloida banyak
digunakan sebagai obat (Sumardjo, 2004: 438).
Gambar 2.6 Struktur Dasar Alkaloid (Achmad, 1986: 48)
17
Alkaloid dapat ditemukan dalam berbagai bagian tumbuhan, seperti biji, daun,
ranting dan kulit kayu. Sering kali kadar alkaloid dalam jaringan tumbuhan kurang
dari 1%, akan tetapi kulit kayu dari tumbuhan tahunan kadang-kadang mengandung
10-15% alkaloid (Achmad, 1986:47). Hampir seluruh alkaloid yang ditemukan di
alam mempunyai keaktifan fisiologis tertentu, ada yang sangat beracun tetapi ada pula
yang sangat berguna dalam pengobatan.
Alkaloid, seperti golongan senyawa organik bahan alam lainnya, tidak
mempunyai tatanama sistematik. Oleh karena itu, suatu alkaloid dinyatakan dengan
nama trivial, misalnya kuinin, morfin, dan striknin. Hampir semua nama trivial ini
diberi akhiran –in yang mencirikan alkaloid.
2.3.1.3 Manfaat Alkaloid
Alkaloid berfungsi sebagai hasil buangan nitrogen seperti urea dan asam urat
dalam hewan. Alkaloid dapat melindungi tumbuhan dari serangan parasit atau
pemangsa tumbuhan. Alkaloid sebagai pengatur tumbuh karena dari segi struktur,
beberapa alkaloid merangsang perkecambahan (Robinson,1995 : 281).
2.3.1.4 Identifikasi Alkaloid
a. Reagen Meyer
Pada pembuatan reagen meyer digunakan KI dan HgCl 2, dilarutkan dalam
aquades. Hasil menunjukkan positif mengandung kelompok senyawa alkaloid apabila
terdapat endapan putih dalam suasana sedikit asam (Mulyono 2005 : 71). Reaksi
kimia reagen meyer sebagai berikut :
4 KI(aq) + HgCl2(aq)
K2HgI4(aq)
K2[HgI4](aq)
+
2KCl(s)
2K+(s) + HgI4-2(s)
Ketika reagen Meyer bereaksi dengan kelompok senyawa alkaloid Hg yang
memiliki nomor atom yang paling besar dibandingkan dengan K, I dan Cl, akan
berikatan dengan kelompok senyawa alkaloid menghasilkan endapan putih.
b. Reagen Wagner
18
Pada pembuatan reagen Wagner digunakan KI dan I 2 dilarutkan dalam
aquades. Hasil menunjukkan positif mengandung kelompok senyawa alkaloid
apabila
terjadi
perubahan
warna
menjadi
warna
coklat
(httpsi.uns.ac.idprofiluploadpublikasijurnalbio_ farmasi_ pdf). Reaksi kimia reagen
wagner sebagai berikut :
I2(aq) + I-(aq) → I3- (aq)
KI(s) + I2(s) → K+(aq) + I3-(aq)
Reagen Wagner ketika bereaksi dengan kelompok senyawa alkaloid akan
bereaksi dengan iodium yang memiliki nomor atom yang lebih besar dibandingkan
dengan kalium menghasilkan warna coklat.
2.3.2 Flavonoid
2.3.2.1 Sumber dan Klasifikasi Flavonoid
Flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang ditemukan di alam.
Senyawa-senyawa ini merupakan zat berwarna merah, ungu dan biru, dan sebagian
zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh – tumbuhan.
Istilah flavonoid yang diberikan pada senyawa-senyawa fenol, berasal dari
kata flavon, yakni nama dari salah satu jenis flavonoid yang terbanyak jumlahnya dan
juga lazim ditemukan. Senyawa-senyawa flavonoid terdiri atas beberapa jenis,
bergantung pada tingkat oksidasi dari rantai propana sistem 1,3 – diaril propana.
Flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom
karbon. Struktur dasar flavonoid sebagai berikut :
Gambar 2.7 Struktur Dasar Flavonoid (Robinson, 1991: 191)
Flavonoid terdiri dari dua cincin benzena (C 6) terikat pada suatu rantai
propana (C3), sehingga membentuk suatu susunan C 6 – C3 – C6. Senyawa-senyawa
19
flavonoid terdapat dalam suatu bagian tumbuhan tinggi, seperti bunga, daun, ranting,
buah, kayu, kulit kayu, biji dan akar. Senyawa flavonoid tertentu sering kali
terkonsentrasi dalam suatu jaringan tertentu. Contohnya antosianidin merupakan zat
warna bunga, buah dan daun. Sedikit saja catatan adanya flavonoid pada hewan,
misalnya dalam kelenjar bau berang-berang, ‘propolis’ (sekresi lebah), dan didalam
sayap kupu-kupu. Flavonoid tersebut berasal dari tumbuhan yang menjadi makanan
hewan tersebut dan tidak dibiosintesis di dalam tubuh hewan (Harborne, 1987:10).
2.3.2.2 Sifat Fisikokimia Flavonoid
Flavonoid merupakan senyawa polifenol sehingga bersifat kimia senyawa
fenol yaitu agak asam dan dapat larut dalam basa, dan karena merupakan senyawa
polihidroksi (gugus hidroksil) maka juga bersifat polar sehingga dapat larut dalan
pelarut polar seperti metanol, etanol, aseton, air, butanol, dimetil sulfoksida, dimetil
formamida. Di samping itu dengan adanya gugus glikosida yang terikat pada gugus
flavonoid sehingga cenderung menyebabkan flavonoid mudah larut dalam air.
Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, biru, dan sebagai zat
berwarna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan. Perkembangan
pengetahuan menunjukkan bahwa flavonoid termasuk salah satu kelompok senyawa
aromatik yang termasuk polifenol dan mengandung antioksidan.
Flavonoid merupakan senyawa polar, sehingga flavonoid juga dapat
melarutkan senyawa lain yang bersifat polar seperti etanol, metanol, butanol, aseton,
dimetilsulfoksida, air dan lain-lain. Sebaliknya, aglikon yang kurang polar seperti
isoflavon, flavanon, serta flavonol cenderung lebih larut dalam pelarut seperti eter dan
kloroform (Markham, 1988:15).
2.3.2.3 Manfaat Flavonoid
Untuk tumbuhan digunakan untuk pengaturan tumbuh,pengaturan fotosintesis.
Untuk kerja antimikroba dan antivirus. Flavonoid dapat bekerja sebagai inhibitor
pernapasan.
Efek dari flavonoid terhadap macam-macam organisme banyak macamnya dan
dapat dijelaskan mengapa tumbuhan yang mengandung flavonoid banyak digunakan
dalam pengobatan tradisional. Beberapa flavonoid dapat menghambat fosfodiesterase,
aldoreduktase, protein kinase dan DNA polimerase. Aktivitas antioksidan flavonoid
menjelaskan flavonoid merupakan komponen aktif tumbuhan yang dapat mengobati
20
gangguan fungsi hati, antihipertensi, antimutagen, menurunkan agregasi keping darah
(lempengelet) sehinnga dapat mengurangi pembekuan darah dan dapat menghambat
pendarahan (Robinson, 1991:191-192).
2.3.2.4 Uji Flavonoid
Pada pengujian kelompok senyawa flavonoid dilakukan dengan uji Shinoda
test atau metode Wilstater sianidin yakni menggunakan beberapa potongan pita Mg
ditambah HCl 37%. Hasil positif ekstrak mengandung kelompok senyawa flavonoid
ditandai dengan menghasilkan perubahan warna menjadi warna merah, kuning atau
orange (httplib.uin-Malang.ac.idthesischapter_iv04530006-Fatima.ps.pdf). Reaksi
kimia uji flavonoid sebagai berikut :
Reaksi HCl dalam air :
HCl(l)
H+(l)
+
Cl-(l)
Reaksi pita magnesium dengan HCl :
Mg(s) + 2H+(l)
Mg2+(l) + H2(g)
Reaksi flavonoid dengan reagen Wilstater Sianidin sebagai berikut:
C15H12O5(aq) + Mg(aq)2+
C15H9MgO5+(aq)
Pengujian shinoda test ketika HCl dan Mg direaksikan dengan kelompok
senyawa flavonoid menghasilkan warna merah, orange atau kuning ketika kelompok
senyawa flavonoid akan berikatan dengan Mg.
2.3.3 Tanin
2.3.3.1 Sumber dan Klasifikasi Tanin
Tanin (atau tanin nabati, sebagai lawan tanin sintetik) adalah suatu senyawa
polifenol yang berasal dari tumbuhan, berasa pahit dan kelat, yang bereaksi dengan
dan menggumpalkan protein, atau berbagai senyawa organik lainnya termasuk asam
amino dan alkaloid.
Tanin (dari bahasa Inggris tannin; dari bahasa Jerman hulu kuno tanna, yang
berarti “pohon ek” atau “pohon berangan”) pada mulanya merujuk pada penggunaan
21
bahan tanin nabati dari pohon ek untuk menyamak belulang (kulit mentah) hewan
agar menjadi kulit masak yang awet dan lentur. Tanin terdapat luas dalam tumbuhan
berpembuluh, dalam angiospermae terdapat khusus dalam jaringan kayu. Menurut
batasannya, tanin dapat bereaksi dengan proteina membentuk kopolimer mantap yang
tak larut dalam air. Dalam industri, tanin adalah senyawa yang berasal dari tumbuhan,
yang mampu mengubah kulit hewan yang mentah menjadi kulit siap pakai karena
kemampuannya menyambung silang proteina(Harborne,1987:102).
2.3.3.2 Sifat Fisikokimia Tanin
1.
Dalam air membentuk larutan koloid yang bersifat asam dan sepat.
2.
Mengendapkan larutan alkaloid.
3.
Larutan alkali tanin mampu mengoksidasi oksigen.
4.
Mengendapkam protein dari larutannya dan bersenyawa dengan protein tersebut
sehingga tidak dipengaruhi oleh enzim protiolitik.
5.
Merupakan senyawa kompelks dalam bentuk campuran polifenol yang sukar
dipisahkan sehingga sukar mengkristal.
6.
Tanin dapat diidentifikasikan dengan kromotografi.
7.
Senyawa fenol dari tanin mempunyai aksi adstrigensia, antiseptik dan pemberi
warna.
2.3.3.3 Manfaat Tanin
Tanin digunakan Sebagai pelindung pada tumbuhan pada saat masa
pertumbuhan bagian tertentu pada tanaman, misalnya buah yang belum matang, pada
saat matang taninnya hilang. Digunakan dalam proses metabolisme pada bagian
tertentu tanaman, Efek terapinya sebagai adstrigensia jaringan hidup misalnya pada
gastrointestinal kulit. Efek terapi yang lain sebagai anti septic pada jaringan luka,
misalnya luka bakar, dengan cara mengendapkan protein, Sebagai pengawet dan
penyamak kulit. Sebagai antidotum (keracunan alkaloid) dengan cara mengeluarkan
asam tamak yang tidak larut.
22
OH
OH
HO
O
OH
OH
OH
OH
O
HO
OH
OH
OH
OH
O
HO
OH
OH
Gambar 2.8 Satuan Struktur Tanin/Flavolan
(Sumber : Harborne, 1987 : 48)
2.3.3.4 uji tanin
Pada pengujian kelompok senyawa tanin dilakukan dengan uji yang
menggunakan FeCl3. Hasil positif ekstrak mengandung kelompok senyawa tanin
ditandai dengan menghasilkan perubahan warna menjadi warna hijau dan
menggumpalkan ekstrak membentuk protein. Reaksi yang terjadi adalah sebagai
berikut:
Fe 3+( s) + tanin → Fe 2+( s)
Fe 2+ (aq) + K3Fe(CN)6(aq) → 3KFe[Fe(CN)6] (aq)
Kompleks yang terbentuk berwarna biru tinta Atau hijau kehitaman.
2.3.4
Saponin
2.3.4.1 Sumber dan Klasifikasi Saponin
Saponin mula-mula diberi nama demikian karena sifatnya yang menyerupai
sabun (bahasa latin sapo berarti sabun). Saponin adalah senyawa aktif permukaan kuat
yang menimbulkan busa jika dikocok dalam air dan pada konsentrasi yang rendah
sering menyebabkan hemolisis sel darah merah. Dalam larutan yang sangat encer
saponin sangat beracun untuk ikan dan tumbuhan yang mengandung saponin telah
beratus-ratus tahun digunakan sebagai racun ikan. Pada beberapa tahun terakhir ini
saponin tertentu menjadi penting karena digunakan sebagai bahan baku untuk sintesis
hormon steroid yang digunakan dalam bidang kesehatan (Robinson, 1995 :157).
Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol dan telah terdeteksi dalam lebih
dari 90 suku tumbuhan. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat
seperti sabun, serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan
menghemolisis sel darah. Pencarian saponin dalam tumbuhan telah dirangsang oleh
23
kebutuhan akan sumber sapogenin yang mudah diperoleh dan dapat diubah di
laboratorium menjadi sterol hewan yang berkhasiat penting (Harborne, 1987 : 151).
2.3.4.2 Sifat Fisikokimia Saponin
a. Mempunyai rasa pahit
b. Dalam larutan air membentuk busa stabil
c. Menghemolisa eritrosit
d. Merupakan racun kuat untuk ikan dan amfibi
e. Membentuk persenyawaan dengan kolesterol dan hidroksiteroid lainya
f. Sulit untuk dimurnikan dan diidentifikasi
g. Berat molekul relative tinggi dan analisi hanya menghasilkan formula empiris yang
mendekati.
h. Struktur Kimiawi, Berdasarkan struktur aglikonnya (sapogeninnya), saponin dapat
dibedakan menjadi 2 macam yaitu tipe steroid dan tipe triterpenoid. Kedua
senyawa ini memiliki hubungan glikosidik pada atom C-3 dan memiliki asal usul
biogenetika yang sama lewat asam mevalonat dan satuan-satuan isoprenoid.
2.3.4.3 Manfaat saponin
Saponin umumnya digunakan untuk Mengusir kolesterol di usus besar
sebelum terserap kedalam aliran darah karena mampu mengikat kolesterol. Berfungsi
sebagai antiseptik(http://gunakhasiat.com/Anonim2011/09/guna-khasiat-dari-saponinini sungguh.html).
Saat ini, saponin menjadi penting karena dapat diperoleh dari beberapa
tumbuhan yang digunakan sebagai bahan baku untuk sintesis hormon steroid yang
digunakan dalam bidang kesehatan (Robinson, 1995:157).
Gambar 2.9 Bagan pembagian saponin
(Sumber : http://www.google.co.id/imagers_saponin.jpg.html)
24
2.3.4.4 Uji Saponin
Uji Saponin dilakukan dengan metode Forth yaitu dengan cara
memasukkan sampel kedalam tabung reaksi kemudian ditambahkan akuades lalu
dikocok selama 30 detik, diamati perubahan yang terjadi. Apabila terbentuk busa
yang mantap (tidak hilang selama 30 detik) maka identifikasi menunjukkan adanya
saponin (Robinson, 1995:157).
Pada uji saponin Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya busa pada
ekstrak yang sudah ditambahkan dengan air kemudian dikocok. Hal ini dikarenakan
saponin memiliki glikosil yang berfungsi sebagai gugus polar dan gugus steroid dan
triterpenoid sebagai gugus nonpolar.
2.3.5 Triterpenoid dan Steroid
2.3.5.1 Sumber dan Klasifikasi Triterpenoid dan Steroid
Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam
satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C 30 asiklik, yaitu
skualena. Senyawa ini kebanyakan berupa alkohol, aldehida dan asam karboksilat. Uji
yang banyak digunakan untuk mengidentifikasi triterpenoid dan steroid adalah reaksi
Lieberman-Burchard (anhidrida asetat-H2SO4 pekat), dimana uji positif ditandai
dengan warna hijau-biru. Triterpenoid digolongkan ke dalam empat golongan
senyawa yaitu triterpena sebenarnya, steroid, saponin, dan glikosida jantung
(Harborne, 1987 : 147).
Terpenoid terdiri atas beberapa macam senyawa, mulai dari komponen minyak
atsiri, yaitu monoterpena dan sesquiterepena yang mudah menguap (C 10 dan C15),
diterpena menguap, yaitu triterpenoid dan sterol (C 30), serta pigmen karotenoid (C 40).
Masing-masing golongan terpenoid itu penting, baik dalam pertumbuhan dan
metabolisme maupun pada ekologi tumbuhan. Terpenoid merupakan unit isoprena
(C5H8). Triterpenoid berupa senyawa tanwarna, berbentuk kristal, seringkali bertitik
leleh tinggi dan aktif optik, yang umumnya sukar dicirikan karena tak ada kereaktifan
kimianya. Triterpenoid tersebar luas dalam damar, gabus, dan kutin tumbuhan. Uji
yang banyak digunakan ialah reaksi Lieberman-Burchard (anhidrat asetat-H2SO4
pekat) yang dengan kebanyakan triterpena dan sterol memberikan warna hijau-biru.
Triterpenoid dapat dipilah menjadi sekurang-kurangnya empat golongan senyawa:
triterpena sebenarnya, steroid, saponin, dan glikosida jantung (Harborne, 1987 : 147).
25
Gambar 2.10 Struktur Skulena
Steroid merupakan kelompok senyawa organik turunan dari tetrasiklik
triterpen yang memiliki kerangka dasar dengan 4 cincin yang terdiri dari 3 cincin
sikloheksana dan 1 cincin siklopentana.
H
H
R
H
H
H
H
Gambar 2.11 Struktur Siklopentana Perhidrofenantrena
Menurut asalnya senyawa steroid dibagi atas :
c.
d.
Zoosterol, yaitu steroid yang berasal dari hewan misalnya kolesterol
Fitosterol, yaitu steroid yang berasal dari tumbuhan misalnya sitosterol dan
stigmasterol ( Harborne, 1987 : 148-149)
CH3
CH3
HO
Gambar 2.12 Struktur Kolesterol
Triterpenoid merupakan komponen aktif dalam tumbuhan obat yang telah
digunakan untuk penyakit diabetes, gangguan menstruasi, patukan ular, gangguan
kulit, kerusakan hati, dan malaria (Robinson, 1995: 154).
Gambar 2.13 Struktur Dasar Steroid
2.3.5.2 Sifat fisikokimia Terpenoid dan Steroid
Sifat umum Terpenoid dan steroid
26
Sifat fisika meliputi :
1. Dalam keadaan segar merupakan cairan tidak berwarna, tetapi jika teroksidasi
2.
3.
4.
5.
warna akan berubah menjadi gelap
Mempunyai bau yang khas
Indeks bias tinggi
Kebanyakan optik aktif
Kerapatan lebih kecil dari air
6. Larut dalam pelarut organik: eter dan alkohol
Sifat Kimia meliputi :
1. Senyawa tidak jenuh (rantai terbuka ataupun siklik)
2. Isoprenoid kebanyakan bentuknya khiral dan terjadi dalam dua bentuk enantiomer
(Sirait, 2007:213).
2.3.5.3 Manfaat Steroid/Terpenoid
Berbagai macam aktivitas fisiologi yang menarik ditunjukan oleh beberapa
triterpenoid, dan senyawa ini memiliki komponen aktif dalam tumbuhan obat yang
telah digunakan untuk penyakit diabetes, gangguan mensturasi, patukan ular,
gangguan kulit, kerusakan hati dan malaria karena mengandung senyawa triterpenoid
(Robinson, 1995:154-155). Sebagai pengatur pertumbuhan (seskuiterpenoid absisin
dan diterpenoid giberellin). Sebagai antiseptic, ekspektoran, spasmolitik, anestetik dan
sedative, sebagai bahan pemberi aroma makan dan parfum (monoterpenoid). Sebagai
hormon pertumbuhan tanaman, podolakton inhibitor pertumbuhan tanaman,
antifeedant serangga, inhibitor tumor, senyawa pemanis, anti fouling dan anti
karsinogen (diterpenoid). Sebagai anti feedant, hormon, antimikroba, antibiotik dan
toksin serta regulator pertumbuhan tanaman dan pemanis (seskuiterpenoid) serta
Penghasil karet (politerpenoid).
2.3.5.4 Uji Triterpenoid/Steroid
Pada uji Triterpenoid digunakan Reagen Liebermann-Buchard merupakan
suatu pereaksi yang biasa digunakan untuk mengidentifikasi adanya kandungan
kolesterol dari suatu bahan. Oleh karena kolesterol merupakan suatu steroid,
sehingga reagen ini juga dapat dipakai untuk mengidentifikasi steroid/triterpenoid
dari suatu bahan alam. Reagen Liebermann-Buchard terdiri dari asam asetat anhidrat
dan asam sulfat pekat. Reaksi positif steroid/triterpenoid apabila menunjukkan
warna merah, hijau/biru.
27
2.3.6 Maserasi/Ekstraksi
Ekstraksi pelarut merupakan teknik pemisahan yang sangat popular dilakukan di
Laboratorium kimia organik karena proses pemisahan dapat dilakukan dalam tingkat
mikro maupun makro. Ekstraksi adalah metode pemisahan komponen dari suatu
campuran dengan menggunakan suatu pelarut. Pada prinsipnya metode ini didasarkan
pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak
saling bercampur.
Proses ekstraksi untuk defenisi pemisahan kimia merupakan cara memisahkan
zat terlarut melalui dua buah perlarut yang dapat melarutkan zat tersebut namun kedua
pelarut ini tidak dapat saling melarutkan (immiscible). Ekstraksi itu sendiri adalah
proses menarik keluarnya zat aktif yang terkandung dalam suatu bahan yang
melibatkan banyak perubahan, baik perubahn fisika maupun perubahan kimia yang
menyangkut perubahan struktural terhadap bahan tersebut.
Dalam proses ekstraksi, baik modern dan terutama yang konvensional, kelarutan
dalam pelarut tertentu merupakan konsep kunci dasar metode ini. Perbedaan kelarutan
dari bermacam-macam bahan merupakan dasar dari klasifikasi metode ekstraksi dimana
senyawa polar akan larut dalam pelarut polar dan senyawa non polar larut dalam pelarut
non polar. Bahan yang akan diekstraksi biasanya memiliki kemampuan untuk larut
dalam satu atau lebih pelarut. Oleh karena itu, harus selalu mempertimbangkan
penggunaan pelarut yang tepat. Metode ekstraksi juga sering di gunakan bersamaan
dengan reaksi kimia. Pemisahan logam-logam atau senyawa organik tertentu dapat di
lakukan dengan mereaksikan senyawa-senyawa yang hendak dipisahkan dengan
bantuan pereaksi kimia (Wonorahardjo, 2013 : 103,105).
Pelarut organik yang sering digunakan sebagai ekstraktan seperti etanol,
metanol, benzene, toluene, petroleum eter, metilen klorida, kloroform, tetra klorida, etil
asetat dan dietil eter. Ragam ekstraksi yang lengkap sangat bergantung pada tekstur dan
kandungan air bahan tumbuhan yang diekstraksi dan jenis senyawa yang diisolasi.
Banyak hal yang dapat di lakukan untuk memperbaiki kualitas proses ekstraksi
dengan memperhatikan sifat-sifat kimia dan fisika dari bahan yang hendak di ekstraksi
untuk menjaga keutuhan struktur senyawa ataupun bahan yang tidak terlalu stabil.
2.3.7 Macam-macam Ekstraksi
28
1. Ekstraksi “Batch” (ekstraksi tunggal)
Ekstraksi tunggal dapat di lakukan jika hasil yang didapatkan dari sekali
ekstraksi cukup untuk mengambil sebagian beasr zat terlarut dari fase air. Jika
dalam sekali ekstraksi telah didapat fraksi terekstraksi lebih dari 0,9, maka
ekstraksi kedua di pertimbangkan untuk tidak di lakukan mengingat daya dan
waktu serta faktor ekonomis yang harus diperhitungkan untuk mengambil 0,1
bagian dari zat terlarut yang masih tertinggal.
2. Ekstraksi berulang-ulang
Untuk meningkatkan persen terekstraksi, langkah terekstraksi berulangulang dapat di lakukan. Ekstraksi berulang (successive extraction) di lakukan
dengan cara membagi salah satu pelarut (pelarut organik) menjadi beberapa bagian
dan kemudian ekstraksi dilakukan berurutan dengan cara yang sama. Jumlah
pelarut yang di gunakan pada akhirnya harus sama (Wonorahardjo, 2013 :111,
Sudjaji, : 63).
3. Ekstraksi kontinu
Ekstraksi kontinu sangat penting dalam pemisahan kimia karena cara ini
memungkinkan penghematan pelarut dan waktu. Prinsip ini mengandalkan aliran
terus menerus dari pelarut untuk mengambil zat terlarut. Pelarut yang sudah
membawa zat terlarut akan diuapkan lagi dan setelah terkondensasi akan kembali
melakukan ekstraksi sebagai pelarut baru. Proses ini di dukung dengan rancangan
alat yang sesuai dan yang paling sering digunakan peranti soxhlet (Wonorahardjo,
2013 :110).
4. Ekstraksi ultrasonikasi
Ekstraksi dengan bantuan ultrsonikasi saat ini lebih sering dilakukan karena
menjanjikan efisiensi proses. Ultrasonickasi memungkinkan getaran yang sangat
membantu merusak kesetimbangan dan mengeluarkan dari matriks jaringan yang
mengikat. Misalnya dalam ekstraksi minyak dari kelapa sawit berbantuan
ultrsonikasi, minyak akan lebih mudah lepas dari kantung-kantung minyak dalam
jaringan dan lepas bersama kumpulannya (Wonorahardjo, 2013 :110).
Selain dari macam-macam ekstraksi diatas, ekstraksi dapat dilakukan dengan
cara ekstraksi pelarut dan shokletasi, maserasi dan perkolasi (Sitorus,2010 : 194 ;
Ibrahim & Sitorus, 2013 :16).
1) Shokletasi
Ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan
dengan alat khusus yang sampelnya dibungkus dengan kertas saring sehingga
terbentuk ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya
pendingin balik
29
2) Maserasi
Maserasi merupakan teknik yang paling sederhana dan paling klasik yaitu dengan
teknik perendaman sampel yang telah dihaluskan, direndam selama beberapa
waktu . Kemudian disaring dan hasilnya dapat berupa filtrat. Proses maserasi
dapat dilakukan tanpa pemanasan.
3) Perkolasi
Ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umumnya
dilakukan pada temperatur ruangan. Perkolasi adalah dengan cara melewatkan
pelarut dari bahan yang akan di ekstrak. Perkolasi adalah pengembangan dari
teknik maserasi yang dapat dilakuan dalam keadaan panas maupun dingin.
2.3.8
Analisis Sifat Fisiko-Kimia
2.3.8.1 Kelarutan
Kelarutan adalah kemampuan zat terlarut (solute) untuk dapat larut dalam
pelarut (solvent) tertentu. Larutan merupakan suatu sistem yang homogen yang terdiri
dari dua atau lebih zat murni yang molekulnya berinteraksi langsung dalam keadaan
tercampur (Oxtoby, 2001 : 154), biasanya larutan dianggap sebagai zat yang berupa
cairan yang mengandung zat terlarut berupa padatan. Namun sebenarnya suatu larutan
terdiri dari zat terlarut maupun zat pelarut dapat berupa cairan, padatan dan gas.
Kelarutan merupakan ukuran banyaknya zat terlarut yang akan melarut
dalam pelarut pada suhu tertentu. Berdasarkan besar gaya antarmolekul yang sama
cenderung saling melarutkan. Bila dua cairan saling melarutkan dengan sempurna
dalam segala perbandingan disebut mampu bercampur. Alkohol seperti metanol,
etanol dan etilen glikol mampu bercampur dengan air karena kemampuannya
membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air.
Secara umum senyawa ionik jauh lebih larut dalam pelarut polar, seperti air,
cairan amonia dan cairan hidrogen florida, dibandingkan dengan pelarut nonpolar
seperti benzena dan karbon tetraklorida. Karena molekul pelarut nonpolar tidak
memiliki momen dipol, molekul seperti ini tidak dapat secara efektif mensolvasi ion.
Solvasi ialah proses dimana ion atau molekul dikelilingi oleh molekul pelarut yang
memiliki susunan tertentu. Bila pelarutnya air , prosesnya dinamakan hidrasi (Chang,
2005:6).
2.3.8.2 Titik Didih
30
Titik didih zat merupakan suhu dimana tekanan uap jenuhnya sama dengan
tekanan diatas permukaan zat cair. Atau dengan kata lain titik didih merupakan suatu
keadaan dimana suhu dalam suatu sistem sama dengan suhu di luar sistem. Titik didih
normal pada suatu sistem terbuka adalah 760 mmHg (tekanan udara pada permukaan
larutan) dan suhu pada tekanan udara luar 250C. Titik didih cairan bergantung pada
tekanan udara (Kanginan, 2005: 280).
Titik didih juga dapat diartikan sebagai suhu pada saat cairan mendidih. Titik
didih dapat memperkirakan secara tidak langsung berapa kuatnya gaya tarik antar
molekul zat cair. Cairan yang gaya tarik antamolekulnya kuat memiliki titik didih
tinggi. Sebaliknya apabila gaya tariknya lemah maka titik didihnya rendah (Kanginan,
2005: 562-563).
2.3.8.3 Massa Jenis
Massa jenis merupakan perbandingan antara massa suatu zat dengan volume
zat. Massa jenis merupakan ciri khas suatu zat, sehingga massa jenis setiap benda
adalah khas dan tidak mungkin sama dengan zat yang lain, dan sebaliknya massa jenis
bahan yang terbuat dari suatu zat yang sama memiliki massa jenis yang sama. Secara
matematika massa jenis suatu zat dapat dihitung menggunakan rumus berikut :
ρ=
M
V
Dimana :
ρ
: massa jenis
M : massa zat
V
: volume zat
(Douglas, 1998 : 325)
Massa jenis memiliki satuan dalam sistem internasional adalah
Kg
m3 , Cara
untuk menentukan massa jenis dalam sistem MKS (Meter, Kilogram, Sekon atau
detik) dan cgs (sentimeter, gram, sekon atau detik) merupakan sistem satuan
internasional yaitu :
31
Dalam MKS :
:
ρ=
m
v
ρ=
m
v
dengan satuan
dengan satuan
(
kg
)
m3
(
g
)
cm3
Dalam cgs
(Douglas, 1998 : 325)
2.3.8.4 Polarimeter
Polarimeter adalah alat yang digunakan untuk menganalisis yang didasarkan
pada pengukuran sudut putaran cahaya terpolarisasi oleh senyawa yang transparan dan
optis aktif apabila senyawa tersebut dilewati sinar monokromatis yang terpolarisir
tersebut.
Senyawa optis aktif adalah senyawa yang dapat memutar bidang getar sinar
terpolarisir. Zat yang optis aktif ditandai dengan adanya atom karbon asimetris atau
atom C kiral dalam senyawa organik. Cahaya monokromatis pada dasarnya
mempunyai bidang getar banyak sekali. Bila diilustrasikan maka bidang getar tersebut
akan bergerak lurus pada bidang datar. Bidang getar secara mekanik dapat dipisahkan
menjadi dua bidang getar yang saling tegak lurus. Cahaya terpolarisasi adalah
senyawa yang mempunyai satu arah getar dan arah getar tersebut tegak lurus terhadap
arah rambatnya (Tim Fisika Dasar, 2012:2).
Prinsip dasar polarimetris adalah pengukuran daya putar optis suatu zat yang
menimbulkan terjadinya putaran bidang getar sinar terpolarisir. Pemutaran bidang
getar sinar terpolarisir oleh senyawa optis aktif ada 2 macam, yaitu :
1.
Dexro rotary (+), jika letak gugus setelah gugus fungsi berada disebelah kanan,
arah putarnya ke kanan atau sesuai putaran jarum jam.
2.
Levo rotary (-), jika letak gugus setelah gugus fungsi berada disebelah kiri, arah
putarnya ke kiri atau berlawanan dengan putaran jarum jam (Sastrohamidjoyo,
2005: 5).
Hubungan besaran-besaran di atas dapat dituliskan dalam persamaan,
t
Rotasi spesifik [ α ] λ =
α
( pelarut )
ℓxc
(Fessenden,1982:140)
dimana :
α
: sudut putar cahaya setelah melewati larutan gula/sudut
32
putar berdasarkan pengamatan di polarimeter
ℓ
: panjang tabung larutan (dm)
c
: konsentrasi larutan (%) = gram solut per 100 ml solution
t
:suhu larutan
Komponen-komponen alat polarimeter adalah :
1.
Sumber cahaya monokromatis
Sumber cahaya monokromatis yaitu sinar yang dapat memancarkan sinar
monokromatis. Sumber cahaya yang digunakan biasanya lampu Natrium dengan
panjang gelombang 589,3 nm. Selain itu juga dapat digunakan lampu uap raksa
dengan panjang gelombang 546 nm.
2.
Polisator dan analisator
Polarisator berfungsi untuk menghasilkan sinar terpolarisir sedangkan analisator
berfungsi untuk menganalisis sudut yang terpolarisasi. Yang digunakan sebagai
polarisator dan analisator adalah prisma nikol.
3.
Prisma setengah nikol
Merupakan alat untuk menghasilkan bayangan setengah yaitu bayangan gelap dan
gelap terang.
4.
Skala lingkar
Merupakan skala yang bentuknya melingkar dan pembacaan skalanya dilakukan
jika telah didapatkan pengamatan yang tepat.
5.
Wadah sampel/tabung polarimeter
Wadah sampel berbentuk silinder yang terbuat dari kaca yang tertutup dikedua
ujungnya berukuran 5, 10, 20 cm. Wadah sampel dibersihkan secara hati-hati dan
tidak boleh ada gelembung udara yang terperangkap di dalamnya.
6.
Detektor
Pada polarimeter manual yang digunakan sebagai detektor adalah mata,
sedangkan polarimeter lain dapat digunakan detektor fotoelektrik.
Prinsip kerja polarimeter adalah sebagai berikut :
1.
Sinar manokromatis dari sumber cahaya lampu natrium akan melewati lensa
kolimator sehingga berkas sinar yang dihasilkan akan disejajarkan arah
rambatnya.
2.
Dari lensa terus ke polarisator untuk mendapatkan berkas cahaya yang
terpolarisasi.
33
3.
Cahaya terpolarisasi akan terus ke prisma⁄nikol untuk mendapatkan bayangan
gelap dan terang, kemudian melewati larutan senyawa optis aktif yang berada
dalam tabung polarimeter.
Gambar 2.17 Polarimeter
(Sumber : http://www.google.co.id/gambar-polarimeter.htm)
2.3.9
Penyakit Diabetes mellitus (DM)
2.3.9.1 pengertian Diabetes mellitus (DM)
Diabetes mellitus (DM) (dari kata Yunani diab
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tanaman merupakan salah satu penopang hidup manusia yang sangat penting.
Disamping itu tumbuhan juga memiliki peranan yang sangat penting untuk
perkembangan makhluk hidup. Indonesia adalah negara yang sangat kaya dengan
beraneka ragam tumbuh-tumbuhan atau tanaman.
Tanaman berkhasiat sebagai obat tradisonal yang dapat menyembuhkan berbagai
macam penyakit. Tanaman berkhasiat tersebut sangat bermanfaat di karenakan berbagai
zat-zat bermanfaat yang dikandungnya. Tanaman obat bersifat alami, efek sampingnya
tidak sekeras efek dari obat-obatan kimia modern. Tubuh manusia secara lebih mudah
menerima obat dari bahan tanaman yang natural ini dibandngkan dengan obat kimiawi.
Penemuan obat-obatan modern dewada ini ternyata mendukung penggunaan obat
tradisional, banyak obat-obatan modern yang dibuat dari tanaman obat.
Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kelainan metabolisme yang
disebabkan kurangnya produksi insulin pada kelenjar pankreas, yang diakibatkan kurang
aktifnya enzim glukokinase pada metabolisme glikolisis pada metabolisme glikolisis
( Redaksi Agromedia, 2009 : 11; Kopon, M.A, 2013:9).
Berikut Patokan nilai kriteria kadar gula darah normal, pradiabetes dan diabetes
sebagai berikut :
Tabel 1.1 Kriteria kadar gula darah
Metode
Gula
Darah
Pengukuran
Normal
Gula
Darah
< 110 mg/dL
110
–
126
mg/dL
140
–
200
mg/dL
Puasa (GDP)
Gula Darah 2
jam
126
mg/dL
>200
mg/dL
(2-h
Glucose)
(Sutanto,2013:38)
Faktor penyebab lain terjadinya penyakit gula darah antara lain terjadinya
peningkatan pendapatan masyarakat menyebabkan terjadinya perubahan pola makan
1
instant, serta kurang adanya olahraga atau kerja fisik sehingga memicu terhambatnya
proses
metabolisme
dalam
tubuh
terutama
metabolisme
glikolisis
terhambat
mengakibatkan penumpukan gula darah normal.
Berdasarkan data Diabetes Atlas IDF tahun 2010, Indonesia menduduki peringkat
sembilan dengan 7,6 juta penduduk menderita diabetes. Ini berarti bahwa 6 dari 100
penduduk indonesia menderita penyakit diabetes mellitus. Kondisi itu bisa terus
meningkat
dan
diperkirakan
menjadi
dua
kali
lipat
pada
tahun
2030
(http://www.antaranews.com/berita/307183/prevalensi-diabetes-diprediksi-dua-kalilipat). Sekitar 12 – 20% penduduk dunia diperkirakan mengidap penyakit ini. Setiap 10
detik 1 orang di dunia meninggal akibat komplikasi yang ditimbulkannya. Diperkirakan,
1 dari 8 orang di Jakarta mengidap diabetes. Tingginya jumlah penderita di daerah
perkotaan antara lain disebabkan gaya hidup (Redaksi Agromedia, 2009 : 1-2).
Jumlah penderia Diabetes Mellitus di dunia versi WHO pada tahun 2000 &
proyeksi jumlah penderita Diabetes Mellitus pada tahun 2030, Indonesia menduduki
peringkat ke-4 terbesar dengan pertumbuhan 152% atau dari 8.426.000 orang pada tahun
2000 menjadi 21.257.000 pada tahun 2030(http.indodibetes.com).
Berikut ini merupakan data penderita penyakit Diabetes Mellitus yang terdapat
pada RS Umum W.Z Johannes dan RS Bhayangkara Kota Kupang :
Tabel 1.2 Data Penyakit Diabetes Mellitus 2012/2013
Jumlah Pasien Penderita Diabetes Mellitus
Nama Rumah Sakit
Tahun 2012
Tahun 2013
RSUD Prof Dr. W. Z Yohanes
1855
1258
Kupang
Rumah Sakit Bhayangkara Kupang
447
439
RSUD Kab. Kupang
53
28
Puskesmas Kota Kupang
334
327
Total
2689
2052
Total Pasien Seluruhnya
4741
Sumber: RSUD Prof Dr. W. Z Yohanes Kupang, RS.Bhayangkara, RSUD
Kab.Kupang, Puskesmas Kota Kupang 28/04/2014
Berdasarkan data Rumah sakit di atas, pasien penderita penyakit Diabetes
Mellitus di daerah perkotaan lebih tinggi daripada di pedesaan. Berdasarkan profil
statistik Depkes RI 2013:92 di tahun 2011 ada 9,33 % dan di tahun 2012 ada 21 %
pasien yang menderita hiperglikemia atau Diabetes Mellitus, Sedangkan keluhan
kesehatan lainnya seperti hipertensi, jantung, stroke dan Diabetes Mellitus di tahun
2
2011 ada sebanyak 45,5 % kasus penyakit metabolik, di tahun 2012 ada 63,6 % kasus
penyakit metabolik dan di tahun 2013 ada 81,6% kasus penyakit metabolik. Menurut
tipe daerah, persentase di perkotaan relatif lebih tinggi dibandingkan di pedesaan
(Bps:2013). Hal ini dipengaruhi gaya hidup di kota yang tidak sehat karena hiruk pikuk
di perkotaan yang lebih senang dengan pola makan instant. Namun sesungguhnya
banyak penderita gula darah jarang berobat ke rumah sakit.
Pengobatan penyakit gula darah atau Diabetes Mellitus (DM) dapat dilakukan
dengan obat sintesis antara lain suntikan insulin, golongan sulfonilurea dan biguanid
namun dapat mengakibatkan efek samping negatif bagi kesehatan (Sutanto, 2013 : 77).
Selain obat sintetik, obat herbal juga dapat dipakai untuk menyembuhkan penyakit gula
darah. Tanaman obat adalah tanaman yang memiliki khasiat obat dan digunakan untuk
penyembuhan maupun pencegahan penyakit. Tanaman obat mempunyai efek yang mirip
dengan struktur kimia obat-obatan sintetik, sehingga sangat bermanfaat dalam proses
pengobatan berbagai penyakit termasuk penyakit Diabetes Mellitus.
Adapun tanaman yang sering di gunakan untuk pengobatan tradisional yaitu
tanaman murbei (Morus alba) dan salak (Salacca edulis reinw). Murbei (Morus alba)
merupakan tanaman asli dari Cina yang tersebar luas hampir di seluruh tempat baik di
daerah dengan iklim tropis maupun sub tropis. Murbei dapat tumbuh baik pada
ketinggian lebih dari 100 mdpl dan cukup matahari. Pohon murbei relatif besar dengan
ketinggian 9-12 m serta diameter 0,5 cm. Buah Murbei banyak tumbuh liar pada tanah
lembab dan sedikit asam, hidup di daerah subtropis yaitu daerah Afrika, Asia, dan
Amerika. secara empiris masyarakat telah memanfaatkan murbei sebagai obat tradisional
untuk flu, malaria, hipertensi, asma, obat hipertensi, palpitasi, iabetes, insomnia, vertigo,
anemia, hepatitis dan diabetes melitus (Hariana, 2008).
Tanaman salak (Salacca edulis reinw) merupakan tanaman asli indonesia yang
termasuk golongan pohon palem rendah yang tumbuh berumpun. Batang hampir tidak
kelihatan karena tertutup pelepah daun yang sangat rapat. Batang, pangkal pelepah, tepi
daun dan permukaan buahnya berduri tempel. Pada umur 1-2 tahun batang dapat tumbuh
ke samping membentuk beberapa tunas yang akan menjadi anakan atau tunas bunga.
Tanaman salak dapat tumbuh bertahun-tahun hingga ketinggiannya mencapai tinggi 7 m
(Anonim, 1992; Santoso, 1990). Daun tersusun roset, bersirip terputus, panjang 2,5-7 m
(Santoso, 1990). Anak daun tersusun majemuk, helai daun lanset, ujung meruncing,
3
pangkal menyempit. Bagian bawah dan tepi tangkai berduri tajam. Ukuran dan warna
daun tergantung varietas (Anonim, 1992).
Salak bermanfaat untuk berbagai penyakit misalnya mencegah sembelit,
Menurunkan dan mengobati penyakit diabetes, Mengobati ambeien, menstabilkan
tekanan darah ( tinggi maupun rendah), dan memperlancar buang air besar (BAB).
Tanaman murbei (Morus alba) dan salak (Salacca edulis reinw) yang secara
tradisional sudah sering digunakan memiliki kandungan senyawa yang bermanfaat
seperti daun murbei mengandung flavonoid (anti inflamasi alami yang bermanfaat
mengurangi risikoaterosklerosis/pengerasan arteri), salah satunya morusin yang ampuh
melawan sel HeLakarsinoma serviks (Sel Kanker Serviks) manusia. Riset Seorang
Profesor Departemen GiziInstitut Pertanian Bogor, murbei mengandung beragam
senyawa antioksidan seperti kuersentin, isokuersentin, vitamin C, dan antosianin.
Konsentrasi antosianin buah murbei mencapai 348,98 mg/I yang akan meningkat hingga
544,83 mg/I pada penyimpanan hari ke-15. Kuersentin (salah satu jenis flavonoid)
mencapai 1,12% per 100 gram buah segar. Sedangkan pada tanaman salak mengadung
tanin, flavonoida, saponin dan sedikit alkaloida (Sahputera, 2008).
Uraian di atas merupakan dasar pemikiran yang melatar belakangi dan peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian dengan judul “Aktivitas Ekstrak Kombinasi Daun Murbei
(Morus Alba) Dan Kulit Salak (Salacca edulis reinw) Terhadap Penyakit Gula Darah
(Diabetes Mellitus)”
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi masalah dalam penelitian ini
adalah:
1.
Komponen kimia apa saja yang terdapat dalam ekstrak kombinasi daun murbei
(Morus alba) dan kulit salak (Salacca edulis reinw)?
2.
Bagaimana sifat fisiko kimia ekstrak kombinasi daun murbei (Morus Alba) dan kulit
salak (Salacca edulis reinw)?
3.
Bagaimana aktivitas ekstrak kombinasi daun murbei (Morus Alba) dan kulit salak
(Salacca edulis reinw) terhadap penyakit Diabetes Mellitus (DM)?
1.3. Tujuan Penelitian
4
Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :
1.
Untuk
mengidentifikasi komponen kimia ekstrak kombinasi daun murbei
(Morus alba) dan kulit salak (Salacca edulis reinw).
2.
Untuk mengetahui sifat fisiko kimia ekstrak kombinasi daun murbei (Morus
alba) dan kulit salak (Salacca edulis reinw).
3.
Untuk mengetahui aktivitas ekstrak kombinasi daun murbei (Morus alba) dan
kulit salak (Salacca edulis reinw) terhadap penyakit Diabetes Mellitus (DM).
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain :
1. Sebagai sumbangan pemikiran bagi masyarakat lokal untuk mengetahui manfaat
kombinasi daun murbei (Morus alba) dan kulit salak (Salacca edulis reinw) terhadap
penyakit Diabetes Mellitus (DM).
2. Sebagai bahan rujukan ke farmasi.
3. Sebagai pedoman bahan rujukan penelitian lanjutan.
1.5. Ruang Lingkup
Penelitian ini dibatasi pada:
1. sifat fisiko kimia ekstrak kombinasi daun murbei (Morus alba) dan kulit salak
(Salacca edulis reinw).
2. kandungan kimia ekstrak kombinasi daun murbei (Morus alba) dan kulit salak
(Salacca edulis reinw).
3. aktivitas ekstrak kombinasi daun murbei (Morus alba) dan kulit salak (Salacca
edulis reinw) terhadap penyakit Diabetes Mellitus (DM).
5
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1. Murbei (Morus Alba)
Gambar Tanaman Murbei
(Adu: 2015)
2.1.1 penyebaran tanaman Murbei (Morus Alba)
Tanaman murbei banyak tumbuh liar pada tanah lembab dan sedikit asam, hidup
di daerah subtropis dan tropis yaitu daerah Afrika, Asia, dan Amerika. Beberapa jenis
murbei adalah Murus alba yang ada di asia timur (Negeri cina), Morus mesozigia yang
ada di Afrika Selatan dan Tengah, Morus rubra yang ada di Amerika Utara, dan Morus
insignis yang ada di Amerika Selatan.
2.1.2 Taksonomi Tanaman Murbei
Kingdom (Dunia/Kerajaan):
Subkingdom:
Super divisi:
Divisio (Pembagian):
Classis (Kelas):
Sub Kelas :
Ordo (Bangsa):
Familia (Suku):
Genus (Marga):
Species (Jenis):
Plantae (Tumbuhan)
Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Dilleniidae
Urticales
Moraceae (suku nangka-nangkaan)
Morus
Morus alba L.
2.1.3 Penamaan
Nama ilmiah : Morus Alba
Tabel 2.1 Penamaan Murbei di berbagai Negara dan daerah
6
No
Daerah/Negara
Nama
.
1 Indonesia
.
2.
Inggris
Besaran
black
morus
mulberry,
fruit,
morus
leaf,
mulberry
leaf,
mulberry bark ; mulberry twigs,
3.
4.
5.
6.
7.
Vietnam
Thailand
China
sumatera
Jawa
white mulberry, mulberry
maymon, dau tam
Yaa nuat naeo
sangye
kerta, kitau
murbai, besaran
2.1.4 Morfologi Tanaman Murbei (Morus Alba)
a. Akar
Tanaman murbei memiliki perakaran yang luas dan dalam. Tanaman yang
berasal dari stek perakarannya mampu tumbu ke bawah mirip dengan akar tunggang
hingga mencapai ke dalaman 10-15 cm dari permukaan tanah, sedangkan akar
tanaman murbei yang sudah berumur tua mampu menembus kedalaman lebih dari 300
cm. Akar tanaman murbei termasuk akar tunggang dan warnanya putih kekuningan.
b. Batang
Batang berkayu berbentuk bulat, warna kulit batang muda hijau, dan setelah tua
berwarna kelabu kecokelatan. Sosoknya berbentuk pohon yang tingginya sekitar 5-9 m.
7
Gambar batang murbei
c. Daun
Tumbuh berselang-seling Tangkai daun 1-2,5 cm. Daun penumpu (stipula)
berbentuk membujur panjang atau lanceolate. Lembaran daun berbentuk bulat telur
dengan panjang 5-15 cm dan lebar 3-12 cm. Ujung daun runcing atau obtuse. Tepian
daun bergigi atau serrate, kadang bergelombang tidak beraturan. Permukaan daun atas
mengilap dan licin.
Gambar Daun Murbei
d. Bunga
8
Bunga majemuk berbentuk tandan keluar dari ketiak daun. Mahkota berbentuk
taju berwarna putih. Dalam satu pohon terdapat bunga jantan, betina dan bunga
sempurna yang terpisah. Tanaman murbei berbunga sepanjang tahun.
e. Buah
Buahnya banyak yang berupa buah buni, berair dan rasanya enak. Buah murbei
yang masih muda berwarna hijau, yang sudah tua berwarna merah dan rasanya asam,
buah yang sudah matang berwarna hitam dan rasanya manis.
Gambar Buah Murbei
2.1.5 Kandungan Kimia Tanaman Murbei
Tanaman daun murbei mengandung flavonoid (anti inflamasi alami yang
bermanfaat mengurangi risikoaterosklerosis/pengerasan arteri), salah satunya morusin
yang ampuh melawan sel HeLakarsinoma serviks (Sel Kanker Serviks) manusia. Riset
Seorang Profesor Departemen Gizi Institut Pertanian Bogor, murbei mengandung
beragam senyawa antioksidan seperti kuersentin, isokuersentin, vitamin C, dan
antosianin. Konsentrasi antosianin buah murbei mencapai 348,98 mg/I yang akan
meningkat hingga 544,83 mg/I pada penyimpanan hari ke-15. Kuersentin (salah satu
jenis flavonoid) mencapai 1,12% per 100 gram buah segar.
9
Struktur Flavonoid dan Antosianin
Struktur Morusin Dan Kuersetin
2.1.6 Manfaat Tanaman Murbei
Murbei dikenal juga sebagai tumbuhan sutra karena dapat dijadikan tempat
hidup ulat sutra. Selain bermanfaat dalam memproduksi sutra, secara empiris
masyarakat telah memanfaatkan murbei sebagai obat tradisional untuk flu, malaria,
hipertensi, asma, obat hipertensi, palpitasi, iabetes, insomnia, vertigo, anemia, hepatitis
dan diabetes melitus (Hariana, 2008).
2.2 Tanaman Salak (Salacca Edulis Reinw)
10
Gambar Pohon Salak
2.2.1 Penyebaran Tanaman Salak (Salacca Edulis Reinw)
Salak merupakan buah asli Indonesia yang tumbuh dengan mudah di negara kita
yang beriklim tropis ini. Kita juga bisa menemukan tanaman salak dan membeli buah
salak di mana-mana karena memang buah yang satu ini sangat mudah dijumpai.
Tanaman salak (Salacca edulis Reinw) diduga berasal dari Pulau Jawa dan sudah
dibudidayakan sejak ratusan tahun silam. Pada masa penjajahan, tanaman ini dibawa ke
pulau-pulau lain dan akhirnya tersebar luas sampai ke Filipina, Malaysia, Brunei dan
Thailand (Nazarudin dan Kristiawati, 1997).
2.2.2 taksonomi salak (Salacca edulis Reinw)
Salak (Salacca edulis reinw) dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Rochani,1995) :
Kingdom
Divisi
Sub divisi
Class
Ordo
Famili
Genus
Spesies
Plantae
Spermatophyta
Angiospermae
Monocotyledonae
Lilifrorae
Palmaceae
Salacca
Salacca edulis reinw
2.2.3 Penamaan
Nama ilmiah: Salacca edulis Reinw
Daerah/negara
Nama
Minangkabau
Sala
Melayu, sunda, jawa, madura, bali, makassar, salak
bugis
Kalimantan Selatan
Thailand
inggris
Tusum
sala
snake fruit
11
2.2.4 Morfologi Tanaman salak (Salacca edulis Reinw)
a. akar
Tanaman salak pondoh memiliki akar serabut dengan sistem perakaran
dangkal sampai sedang, atau dengan kata lain bahwa penetrasi akar salak pondoh
hanya mencapai kedalaman 10 cm hingga 50 cm (Purnomo, 2010).
Gambar akar salak (Adu:2015)
b. batang
Batangnya hampir tidak kelihatan karena tertutup oleh pelepah daun yang
tersusun rapat, pelepah dan tangkai daunnya berduri panjang (Steenis, 1975 dalam
Sulastri, 1986; dan Harsoyo, 1999).
Gambar batang salak (Adu: 2015)
c. daun
Salak pondoh memiliki daun majemuk, tersusun roset, menyirip genap
terputus-putus, beranak daun gasal, pada bagian ujung 2 – 3 helai anak daun menyatu,
12
duduk daun tersebar berjejal di ujung batang, tangkai daun silinder, panjang 100 – 200
cm, pada bagian bawah dan tepi tangkai daun berduri banyak, tajam, pipih dengan
panjang 4 – 5 cm, berwarna kelabu sampai kehitaman, helai daun memiliki panjang
140 – 300 cm, poros daun berduri temple, anak daun tipis berwarna hijau sampai
kelabu, berbentuk garis lanset 50 x 4,5 cm dengan ujung meruncing, dan tepi berduri
temple yang halus, pada sis bawah berlapis lilin. (Santoso, 1990 dan Purnomo, 2010).
Gambar daun salak (Adu: 2015)
d. bunga
Menurut Sunarjono (2005), bunga salak ada tiga macam, yaitu bunga betina,
jantan, dan campuran (sempurna), dimana bunga jantan terbungkus oleh seludang
(spandex) dengan tangkai panjang sedangkan bunga betina terbungkus oleh seludang
dengan tangkai pendek. Tongkol bunga jantan memiliki panjang 50 – 100 cm, terdiri
atas 4 – 12 bulir silindris yang masing-masing panjangnya antara 7 – 15 cm, dengan
banyak bunga kemerahan terletak di ketiak sisik-sisik yang tersusun rapat, sedangkan
tongkol bunga betina panjangnya antara 20 – 30 cm, bertangkai panjang, terdiri atas 1
– 3 bulir yang panjangnya mencapai 10 cm.
Gambar bunga salak
e. Buah
13
Buah salak merupakan tipe buah batu berbentuk segitiga agak bulat atau bulat
telur terbalik, runcing di pangkalnya dan membulat di ujungnya dengan panjang buah
dapat mencapai 2,5 – 10 cm dengan ketebalan daging buah sekitar 1,5 cm. Buah salak
tersusun dalam tandan dimana dalam setiap tandan terdiri dari 15 – 40 buah (Sulastri,
1986; dan Sunarjono, 2005). Buah salak terdiri atas kulit, daging buah dan biji. Kulit
buah salak yang membungkus daging buah menyerupai sisik yang berbentuk segi tiga,
berwarna kekuningan hingga coklat kehitaman atau kemerah-merahan yang tersusun
seperti genting, dengan banyak duri kecil yang mudah putus di ujung masing-masing
sisik. Daging buah tidak berserat berwarna putih kekuningan, kuning kecoklatan atau
merah tergantung varietasnya, dan biasanya terdiri dari tiga septa dalam tiap buah.
Biji salak yang masih muda berwarna pucat dan lunak, sedangkan setelah matang
berwarna kuning hingga kehitaman dan keras, dan dalam setiap buah terdapat 1 – 3
biji (Sulastri, 1986; Budagara, 1998; Sunarjono, 2005; dan Purnomo, 2010).
Gambar buah salak
f. biji
Berbiji monokotil, berbentuk bulat berwarna hitam atau kecoklatan.
Gambar biji salak
14
2.2.5 Kandungan Kimia salak (Salacca edulis Reinw)
Tanaman salak mengadung
tanin,
flavonoida,
saponin
dan
sedikit alkaloida (Sahputera, 2008)
OH
OH
HO
O
OH
OH
OH
OH
O
HO
OH
OH
OH
OH
O
HO
OH
OH
Struktur Tanin dan Saponin (Sumber:http://www.google.co.id/saponin-and-taninimage)
15
Struktur flavonoid dan alkaloid
2.2.6 Manfaat Tanaman salak (Salacca edulis Reinw)
Salak bermanfaat untuk berbagai penyakit misalnya mencegah sembelit,
Menurunkan dan mengobati penyakit diabetes, Mengobati ambeien, menstabilkan
tekanan darah ( tinggi maupun rendah), dan memperlancar buang air besar (BAB).
2.3 Senyawa-Senyawa Metabolit Sekunder
2.3.1 Alkaloid
2.3.1.1 Sumber dan Klasifikasi Alkaloid
Alkaloid merupakan senyawa organik yang banyak terdapat dalam tumbuhan,
bersifat basa, yang struktur kimianya mempunyai sistem lingkar heterosiklik dengan
nitrogen sebagai hetero atomnya dan secara khas memiliki beberapa racun, stimulan,
memiliki efek penghilang rasa sakit (Robinson, 1991:47). Senyawa organik bahan
alam ini tidak mempunyai tata nama yang sistematik. Tata nama senyawa alkaloida
dinyatakan dengan nama trivial berakhiran –ina (sama seperti karbohidrat dengan
akhiran –osa), misalnya morfina, kuinina, atrpina. Sampai saat ini alkaloida telah
diklasifikasikan atas beberapa cara.
Cara untuk mengklasifikasikan alkaloid didasarkan pada jenis cincin
heterosiklik nitrogen yang merupakan bagian dari struktur molekul. Menurut
klasifikasi tersebut, alkaloid dapat dibedakan atas beberapa jenis, seperti alkaloid
pirolidin, alkaloid piperidin, alkaloid isokuinolin, alkaloid indol, alkaloid kuinolin dan
16
sebagainya. Berikut merupakan contoh gambar struktur dari kelompok senyawa
alkaloid :
H
N
H
N
N
N
Pirolidin
Piperidin
Isokuinolin
Kuinolin
Indol
N
H
Gambar 2.5 Struktur kelompok senyawa alkaloid
2.3.1.2 Sifat Fisikokimia Alkaloid
Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang paling banyak
ditemukan di alam. Hampir seluruh senyawa alkaloid ditemukan pada tumbuhan yang
tersebar luas di alam. Semua alkaloid mengandung paling sedikit sebuah atom
Nitrogen, biasanya bersifat basa dan dalam sebagian besarnya atom nitrogen
merupakan bagian dari cincin heterosiklik, sehingga kelompok senyawa alkaloid
sebagian besar bersifat basa.
Alkaloid tidak berwarna, tetapi beberapa senyawa yang kompleks, spesies
aromatik Kebanyakan berwarna contoh berberin berwarna kuning dan betanin
berwarna merah. Pada umumnya basa bebas alkaloid hanya larut dalam pelarut
organik, meskipun beberapa pseudo dan protoalkaloid larut dalam air. Garam alkaloid
quartener sangat larut dalam air.
Kebanyakan alkaloid bersifat basa, sifat tergantung pada adanya pasangan
elektron pada nitrogen. Jika gugus fungsional yang berdekatan dengan nitrogen
bersifat melepaskan elektron, sebagai gugus alkil maka ketersediaan elektron pada
nitrogen naik dan senyawa bersifat basa.
Pada temperatur kamar, kebanyakan alkaloid berupa padatan, beberapa
diantaranya berupa cairan namun tidak banyak jumlahnya. Kebanyakan alkaloid
adalah amina tersier dan memiliki satu atau lebih atom karbon asimetris sehingga
dalam larutan dapat menunjukan kerja optis. Garam-garam alkaloida banyak
digunakan sebagai obat (Sumardjo, 2004: 438).
Gambar 2.6 Struktur Dasar Alkaloid (Achmad, 1986: 48)
17
Alkaloid dapat ditemukan dalam berbagai bagian tumbuhan, seperti biji, daun,
ranting dan kulit kayu. Sering kali kadar alkaloid dalam jaringan tumbuhan kurang
dari 1%, akan tetapi kulit kayu dari tumbuhan tahunan kadang-kadang mengandung
10-15% alkaloid (Achmad, 1986:47). Hampir seluruh alkaloid yang ditemukan di
alam mempunyai keaktifan fisiologis tertentu, ada yang sangat beracun tetapi ada pula
yang sangat berguna dalam pengobatan.
Alkaloid, seperti golongan senyawa organik bahan alam lainnya, tidak
mempunyai tatanama sistematik. Oleh karena itu, suatu alkaloid dinyatakan dengan
nama trivial, misalnya kuinin, morfin, dan striknin. Hampir semua nama trivial ini
diberi akhiran –in yang mencirikan alkaloid.
2.3.1.3 Manfaat Alkaloid
Alkaloid berfungsi sebagai hasil buangan nitrogen seperti urea dan asam urat
dalam hewan. Alkaloid dapat melindungi tumbuhan dari serangan parasit atau
pemangsa tumbuhan. Alkaloid sebagai pengatur tumbuh karena dari segi struktur,
beberapa alkaloid merangsang perkecambahan (Robinson,1995 : 281).
2.3.1.4 Identifikasi Alkaloid
a. Reagen Meyer
Pada pembuatan reagen meyer digunakan KI dan HgCl 2, dilarutkan dalam
aquades. Hasil menunjukkan positif mengandung kelompok senyawa alkaloid apabila
terdapat endapan putih dalam suasana sedikit asam (Mulyono 2005 : 71). Reaksi
kimia reagen meyer sebagai berikut :
4 KI(aq) + HgCl2(aq)
K2HgI4(aq)
K2[HgI4](aq)
+
2KCl(s)
2K+(s) + HgI4-2(s)
Ketika reagen Meyer bereaksi dengan kelompok senyawa alkaloid Hg yang
memiliki nomor atom yang paling besar dibandingkan dengan K, I dan Cl, akan
berikatan dengan kelompok senyawa alkaloid menghasilkan endapan putih.
b. Reagen Wagner
18
Pada pembuatan reagen Wagner digunakan KI dan I 2 dilarutkan dalam
aquades. Hasil menunjukkan positif mengandung kelompok senyawa alkaloid
apabila
terjadi
perubahan
warna
menjadi
warna
coklat
(httpsi.uns.ac.idprofiluploadpublikasijurnalbio_ farmasi_ pdf). Reaksi kimia reagen
wagner sebagai berikut :
I2(aq) + I-(aq) → I3- (aq)
KI(s) + I2(s) → K+(aq) + I3-(aq)
Reagen Wagner ketika bereaksi dengan kelompok senyawa alkaloid akan
bereaksi dengan iodium yang memiliki nomor atom yang lebih besar dibandingkan
dengan kalium menghasilkan warna coklat.
2.3.2 Flavonoid
2.3.2.1 Sumber dan Klasifikasi Flavonoid
Flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang ditemukan di alam.
Senyawa-senyawa ini merupakan zat berwarna merah, ungu dan biru, dan sebagian
zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh – tumbuhan.
Istilah flavonoid yang diberikan pada senyawa-senyawa fenol, berasal dari
kata flavon, yakni nama dari salah satu jenis flavonoid yang terbanyak jumlahnya dan
juga lazim ditemukan. Senyawa-senyawa flavonoid terdiri atas beberapa jenis,
bergantung pada tingkat oksidasi dari rantai propana sistem 1,3 – diaril propana.
Flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom
karbon. Struktur dasar flavonoid sebagai berikut :
Gambar 2.7 Struktur Dasar Flavonoid (Robinson, 1991: 191)
Flavonoid terdiri dari dua cincin benzena (C 6) terikat pada suatu rantai
propana (C3), sehingga membentuk suatu susunan C 6 – C3 – C6. Senyawa-senyawa
19
flavonoid terdapat dalam suatu bagian tumbuhan tinggi, seperti bunga, daun, ranting,
buah, kayu, kulit kayu, biji dan akar. Senyawa flavonoid tertentu sering kali
terkonsentrasi dalam suatu jaringan tertentu. Contohnya antosianidin merupakan zat
warna bunga, buah dan daun. Sedikit saja catatan adanya flavonoid pada hewan,
misalnya dalam kelenjar bau berang-berang, ‘propolis’ (sekresi lebah), dan didalam
sayap kupu-kupu. Flavonoid tersebut berasal dari tumbuhan yang menjadi makanan
hewan tersebut dan tidak dibiosintesis di dalam tubuh hewan (Harborne, 1987:10).
2.3.2.2 Sifat Fisikokimia Flavonoid
Flavonoid merupakan senyawa polifenol sehingga bersifat kimia senyawa
fenol yaitu agak asam dan dapat larut dalam basa, dan karena merupakan senyawa
polihidroksi (gugus hidroksil) maka juga bersifat polar sehingga dapat larut dalan
pelarut polar seperti metanol, etanol, aseton, air, butanol, dimetil sulfoksida, dimetil
formamida. Di samping itu dengan adanya gugus glikosida yang terikat pada gugus
flavonoid sehingga cenderung menyebabkan flavonoid mudah larut dalam air.
Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, biru, dan sebagai zat
berwarna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan. Perkembangan
pengetahuan menunjukkan bahwa flavonoid termasuk salah satu kelompok senyawa
aromatik yang termasuk polifenol dan mengandung antioksidan.
Flavonoid merupakan senyawa polar, sehingga flavonoid juga dapat
melarutkan senyawa lain yang bersifat polar seperti etanol, metanol, butanol, aseton,
dimetilsulfoksida, air dan lain-lain. Sebaliknya, aglikon yang kurang polar seperti
isoflavon, flavanon, serta flavonol cenderung lebih larut dalam pelarut seperti eter dan
kloroform (Markham, 1988:15).
2.3.2.3 Manfaat Flavonoid
Untuk tumbuhan digunakan untuk pengaturan tumbuh,pengaturan fotosintesis.
Untuk kerja antimikroba dan antivirus. Flavonoid dapat bekerja sebagai inhibitor
pernapasan.
Efek dari flavonoid terhadap macam-macam organisme banyak macamnya dan
dapat dijelaskan mengapa tumbuhan yang mengandung flavonoid banyak digunakan
dalam pengobatan tradisional. Beberapa flavonoid dapat menghambat fosfodiesterase,
aldoreduktase, protein kinase dan DNA polimerase. Aktivitas antioksidan flavonoid
menjelaskan flavonoid merupakan komponen aktif tumbuhan yang dapat mengobati
20
gangguan fungsi hati, antihipertensi, antimutagen, menurunkan agregasi keping darah
(lempengelet) sehinnga dapat mengurangi pembekuan darah dan dapat menghambat
pendarahan (Robinson, 1991:191-192).
2.3.2.4 Uji Flavonoid
Pada pengujian kelompok senyawa flavonoid dilakukan dengan uji Shinoda
test atau metode Wilstater sianidin yakni menggunakan beberapa potongan pita Mg
ditambah HCl 37%. Hasil positif ekstrak mengandung kelompok senyawa flavonoid
ditandai dengan menghasilkan perubahan warna menjadi warna merah, kuning atau
orange (httplib.uin-Malang.ac.idthesischapter_iv04530006-Fatima.ps.pdf). Reaksi
kimia uji flavonoid sebagai berikut :
Reaksi HCl dalam air :
HCl(l)
H+(l)
+
Cl-(l)
Reaksi pita magnesium dengan HCl :
Mg(s) + 2H+(l)
Mg2+(l) + H2(g)
Reaksi flavonoid dengan reagen Wilstater Sianidin sebagai berikut:
C15H12O5(aq) + Mg(aq)2+
C15H9MgO5+(aq)
Pengujian shinoda test ketika HCl dan Mg direaksikan dengan kelompok
senyawa flavonoid menghasilkan warna merah, orange atau kuning ketika kelompok
senyawa flavonoid akan berikatan dengan Mg.
2.3.3 Tanin
2.3.3.1 Sumber dan Klasifikasi Tanin
Tanin (atau tanin nabati, sebagai lawan tanin sintetik) adalah suatu senyawa
polifenol yang berasal dari tumbuhan, berasa pahit dan kelat, yang bereaksi dengan
dan menggumpalkan protein, atau berbagai senyawa organik lainnya termasuk asam
amino dan alkaloid.
Tanin (dari bahasa Inggris tannin; dari bahasa Jerman hulu kuno tanna, yang
berarti “pohon ek” atau “pohon berangan”) pada mulanya merujuk pada penggunaan
21
bahan tanin nabati dari pohon ek untuk menyamak belulang (kulit mentah) hewan
agar menjadi kulit masak yang awet dan lentur. Tanin terdapat luas dalam tumbuhan
berpembuluh, dalam angiospermae terdapat khusus dalam jaringan kayu. Menurut
batasannya, tanin dapat bereaksi dengan proteina membentuk kopolimer mantap yang
tak larut dalam air. Dalam industri, tanin adalah senyawa yang berasal dari tumbuhan,
yang mampu mengubah kulit hewan yang mentah menjadi kulit siap pakai karena
kemampuannya menyambung silang proteina(Harborne,1987:102).
2.3.3.2 Sifat Fisikokimia Tanin
1.
Dalam air membentuk larutan koloid yang bersifat asam dan sepat.
2.
Mengendapkan larutan alkaloid.
3.
Larutan alkali tanin mampu mengoksidasi oksigen.
4.
Mengendapkam protein dari larutannya dan bersenyawa dengan protein tersebut
sehingga tidak dipengaruhi oleh enzim protiolitik.
5.
Merupakan senyawa kompelks dalam bentuk campuran polifenol yang sukar
dipisahkan sehingga sukar mengkristal.
6.
Tanin dapat diidentifikasikan dengan kromotografi.
7.
Senyawa fenol dari tanin mempunyai aksi adstrigensia, antiseptik dan pemberi
warna.
2.3.3.3 Manfaat Tanin
Tanin digunakan Sebagai pelindung pada tumbuhan pada saat masa
pertumbuhan bagian tertentu pada tanaman, misalnya buah yang belum matang, pada
saat matang taninnya hilang. Digunakan dalam proses metabolisme pada bagian
tertentu tanaman, Efek terapinya sebagai adstrigensia jaringan hidup misalnya pada
gastrointestinal kulit. Efek terapi yang lain sebagai anti septic pada jaringan luka,
misalnya luka bakar, dengan cara mengendapkan protein, Sebagai pengawet dan
penyamak kulit. Sebagai antidotum (keracunan alkaloid) dengan cara mengeluarkan
asam tamak yang tidak larut.
22
OH
OH
HO
O
OH
OH
OH
OH
O
HO
OH
OH
OH
OH
O
HO
OH
OH
Gambar 2.8 Satuan Struktur Tanin/Flavolan
(Sumber : Harborne, 1987 : 48)
2.3.3.4 uji tanin
Pada pengujian kelompok senyawa tanin dilakukan dengan uji yang
menggunakan FeCl3. Hasil positif ekstrak mengandung kelompok senyawa tanin
ditandai dengan menghasilkan perubahan warna menjadi warna hijau dan
menggumpalkan ekstrak membentuk protein. Reaksi yang terjadi adalah sebagai
berikut:
Fe 3+( s) + tanin → Fe 2+( s)
Fe 2+ (aq) + K3Fe(CN)6(aq) → 3KFe[Fe(CN)6] (aq)
Kompleks yang terbentuk berwarna biru tinta Atau hijau kehitaman.
2.3.4
Saponin
2.3.4.1 Sumber dan Klasifikasi Saponin
Saponin mula-mula diberi nama demikian karena sifatnya yang menyerupai
sabun (bahasa latin sapo berarti sabun). Saponin adalah senyawa aktif permukaan kuat
yang menimbulkan busa jika dikocok dalam air dan pada konsentrasi yang rendah
sering menyebabkan hemolisis sel darah merah. Dalam larutan yang sangat encer
saponin sangat beracun untuk ikan dan tumbuhan yang mengandung saponin telah
beratus-ratus tahun digunakan sebagai racun ikan. Pada beberapa tahun terakhir ini
saponin tertentu menjadi penting karena digunakan sebagai bahan baku untuk sintesis
hormon steroid yang digunakan dalam bidang kesehatan (Robinson, 1995 :157).
Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol dan telah terdeteksi dalam lebih
dari 90 suku tumbuhan. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat
seperti sabun, serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan
menghemolisis sel darah. Pencarian saponin dalam tumbuhan telah dirangsang oleh
23
kebutuhan akan sumber sapogenin yang mudah diperoleh dan dapat diubah di
laboratorium menjadi sterol hewan yang berkhasiat penting (Harborne, 1987 : 151).
2.3.4.2 Sifat Fisikokimia Saponin
a. Mempunyai rasa pahit
b. Dalam larutan air membentuk busa stabil
c. Menghemolisa eritrosit
d. Merupakan racun kuat untuk ikan dan amfibi
e. Membentuk persenyawaan dengan kolesterol dan hidroksiteroid lainya
f. Sulit untuk dimurnikan dan diidentifikasi
g. Berat molekul relative tinggi dan analisi hanya menghasilkan formula empiris yang
mendekati.
h. Struktur Kimiawi, Berdasarkan struktur aglikonnya (sapogeninnya), saponin dapat
dibedakan menjadi 2 macam yaitu tipe steroid dan tipe triterpenoid. Kedua
senyawa ini memiliki hubungan glikosidik pada atom C-3 dan memiliki asal usul
biogenetika yang sama lewat asam mevalonat dan satuan-satuan isoprenoid.
2.3.4.3 Manfaat saponin
Saponin umumnya digunakan untuk Mengusir kolesterol di usus besar
sebelum terserap kedalam aliran darah karena mampu mengikat kolesterol. Berfungsi
sebagai antiseptik(http://gunakhasiat.com/Anonim2011/09/guna-khasiat-dari-saponinini sungguh.html).
Saat ini, saponin menjadi penting karena dapat diperoleh dari beberapa
tumbuhan yang digunakan sebagai bahan baku untuk sintesis hormon steroid yang
digunakan dalam bidang kesehatan (Robinson, 1995:157).
Gambar 2.9 Bagan pembagian saponin
(Sumber : http://www.google.co.id/imagers_saponin.jpg.html)
24
2.3.4.4 Uji Saponin
Uji Saponin dilakukan dengan metode Forth yaitu dengan cara
memasukkan sampel kedalam tabung reaksi kemudian ditambahkan akuades lalu
dikocok selama 30 detik, diamati perubahan yang terjadi. Apabila terbentuk busa
yang mantap (tidak hilang selama 30 detik) maka identifikasi menunjukkan adanya
saponin (Robinson, 1995:157).
Pada uji saponin Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya busa pada
ekstrak yang sudah ditambahkan dengan air kemudian dikocok. Hal ini dikarenakan
saponin memiliki glikosil yang berfungsi sebagai gugus polar dan gugus steroid dan
triterpenoid sebagai gugus nonpolar.
2.3.5 Triterpenoid dan Steroid
2.3.5.1 Sumber dan Klasifikasi Triterpenoid dan Steroid
Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam
satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C 30 asiklik, yaitu
skualena. Senyawa ini kebanyakan berupa alkohol, aldehida dan asam karboksilat. Uji
yang banyak digunakan untuk mengidentifikasi triterpenoid dan steroid adalah reaksi
Lieberman-Burchard (anhidrida asetat-H2SO4 pekat), dimana uji positif ditandai
dengan warna hijau-biru. Triterpenoid digolongkan ke dalam empat golongan
senyawa yaitu triterpena sebenarnya, steroid, saponin, dan glikosida jantung
(Harborne, 1987 : 147).
Terpenoid terdiri atas beberapa macam senyawa, mulai dari komponen minyak
atsiri, yaitu monoterpena dan sesquiterepena yang mudah menguap (C 10 dan C15),
diterpena menguap, yaitu triterpenoid dan sterol (C 30), serta pigmen karotenoid (C 40).
Masing-masing golongan terpenoid itu penting, baik dalam pertumbuhan dan
metabolisme maupun pada ekologi tumbuhan. Terpenoid merupakan unit isoprena
(C5H8). Triterpenoid berupa senyawa tanwarna, berbentuk kristal, seringkali bertitik
leleh tinggi dan aktif optik, yang umumnya sukar dicirikan karena tak ada kereaktifan
kimianya. Triterpenoid tersebar luas dalam damar, gabus, dan kutin tumbuhan. Uji
yang banyak digunakan ialah reaksi Lieberman-Burchard (anhidrat asetat-H2SO4
pekat) yang dengan kebanyakan triterpena dan sterol memberikan warna hijau-biru.
Triterpenoid dapat dipilah menjadi sekurang-kurangnya empat golongan senyawa:
triterpena sebenarnya, steroid, saponin, dan glikosida jantung (Harborne, 1987 : 147).
25
Gambar 2.10 Struktur Skulena
Steroid merupakan kelompok senyawa organik turunan dari tetrasiklik
triterpen yang memiliki kerangka dasar dengan 4 cincin yang terdiri dari 3 cincin
sikloheksana dan 1 cincin siklopentana.
H
H
R
H
H
H
H
Gambar 2.11 Struktur Siklopentana Perhidrofenantrena
Menurut asalnya senyawa steroid dibagi atas :
c.
d.
Zoosterol, yaitu steroid yang berasal dari hewan misalnya kolesterol
Fitosterol, yaitu steroid yang berasal dari tumbuhan misalnya sitosterol dan
stigmasterol ( Harborne, 1987 : 148-149)
CH3
CH3
HO
Gambar 2.12 Struktur Kolesterol
Triterpenoid merupakan komponen aktif dalam tumbuhan obat yang telah
digunakan untuk penyakit diabetes, gangguan menstruasi, patukan ular, gangguan
kulit, kerusakan hati, dan malaria (Robinson, 1995: 154).
Gambar 2.13 Struktur Dasar Steroid
2.3.5.2 Sifat fisikokimia Terpenoid dan Steroid
Sifat umum Terpenoid dan steroid
26
Sifat fisika meliputi :
1. Dalam keadaan segar merupakan cairan tidak berwarna, tetapi jika teroksidasi
2.
3.
4.
5.
warna akan berubah menjadi gelap
Mempunyai bau yang khas
Indeks bias tinggi
Kebanyakan optik aktif
Kerapatan lebih kecil dari air
6. Larut dalam pelarut organik: eter dan alkohol
Sifat Kimia meliputi :
1. Senyawa tidak jenuh (rantai terbuka ataupun siklik)
2. Isoprenoid kebanyakan bentuknya khiral dan terjadi dalam dua bentuk enantiomer
(Sirait, 2007:213).
2.3.5.3 Manfaat Steroid/Terpenoid
Berbagai macam aktivitas fisiologi yang menarik ditunjukan oleh beberapa
triterpenoid, dan senyawa ini memiliki komponen aktif dalam tumbuhan obat yang
telah digunakan untuk penyakit diabetes, gangguan mensturasi, patukan ular,
gangguan kulit, kerusakan hati dan malaria karena mengandung senyawa triterpenoid
(Robinson, 1995:154-155). Sebagai pengatur pertumbuhan (seskuiterpenoid absisin
dan diterpenoid giberellin). Sebagai antiseptic, ekspektoran, spasmolitik, anestetik dan
sedative, sebagai bahan pemberi aroma makan dan parfum (monoterpenoid). Sebagai
hormon pertumbuhan tanaman, podolakton inhibitor pertumbuhan tanaman,
antifeedant serangga, inhibitor tumor, senyawa pemanis, anti fouling dan anti
karsinogen (diterpenoid). Sebagai anti feedant, hormon, antimikroba, antibiotik dan
toksin serta regulator pertumbuhan tanaman dan pemanis (seskuiterpenoid) serta
Penghasil karet (politerpenoid).
2.3.5.4 Uji Triterpenoid/Steroid
Pada uji Triterpenoid digunakan Reagen Liebermann-Buchard merupakan
suatu pereaksi yang biasa digunakan untuk mengidentifikasi adanya kandungan
kolesterol dari suatu bahan. Oleh karena kolesterol merupakan suatu steroid,
sehingga reagen ini juga dapat dipakai untuk mengidentifikasi steroid/triterpenoid
dari suatu bahan alam. Reagen Liebermann-Buchard terdiri dari asam asetat anhidrat
dan asam sulfat pekat. Reaksi positif steroid/triterpenoid apabila menunjukkan
warna merah, hijau/biru.
27
2.3.6 Maserasi/Ekstraksi
Ekstraksi pelarut merupakan teknik pemisahan yang sangat popular dilakukan di
Laboratorium kimia organik karena proses pemisahan dapat dilakukan dalam tingkat
mikro maupun makro. Ekstraksi adalah metode pemisahan komponen dari suatu
campuran dengan menggunakan suatu pelarut. Pada prinsipnya metode ini didasarkan
pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak
saling bercampur.
Proses ekstraksi untuk defenisi pemisahan kimia merupakan cara memisahkan
zat terlarut melalui dua buah perlarut yang dapat melarutkan zat tersebut namun kedua
pelarut ini tidak dapat saling melarutkan (immiscible). Ekstraksi itu sendiri adalah
proses menarik keluarnya zat aktif yang terkandung dalam suatu bahan yang
melibatkan banyak perubahan, baik perubahn fisika maupun perubahan kimia yang
menyangkut perubahan struktural terhadap bahan tersebut.
Dalam proses ekstraksi, baik modern dan terutama yang konvensional, kelarutan
dalam pelarut tertentu merupakan konsep kunci dasar metode ini. Perbedaan kelarutan
dari bermacam-macam bahan merupakan dasar dari klasifikasi metode ekstraksi dimana
senyawa polar akan larut dalam pelarut polar dan senyawa non polar larut dalam pelarut
non polar. Bahan yang akan diekstraksi biasanya memiliki kemampuan untuk larut
dalam satu atau lebih pelarut. Oleh karena itu, harus selalu mempertimbangkan
penggunaan pelarut yang tepat. Metode ekstraksi juga sering di gunakan bersamaan
dengan reaksi kimia. Pemisahan logam-logam atau senyawa organik tertentu dapat di
lakukan dengan mereaksikan senyawa-senyawa yang hendak dipisahkan dengan
bantuan pereaksi kimia (Wonorahardjo, 2013 : 103,105).
Pelarut organik yang sering digunakan sebagai ekstraktan seperti etanol,
metanol, benzene, toluene, petroleum eter, metilen klorida, kloroform, tetra klorida, etil
asetat dan dietil eter. Ragam ekstraksi yang lengkap sangat bergantung pada tekstur dan
kandungan air bahan tumbuhan yang diekstraksi dan jenis senyawa yang diisolasi.
Banyak hal yang dapat di lakukan untuk memperbaiki kualitas proses ekstraksi
dengan memperhatikan sifat-sifat kimia dan fisika dari bahan yang hendak di ekstraksi
untuk menjaga keutuhan struktur senyawa ataupun bahan yang tidak terlalu stabil.
2.3.7 Macam-macam Ekstraksi
28
1. Ekstraksi “Batch” (ekstraksi tunggal)
Ekstraksi tunggal dapat di lakukan jika hasil yang didapatkan dari sekali
ekstraksi cukup untuk mengambil sebagian beasr zat terlarut dari fase air. Jika
dalam sekali ekstraksi telah didapat fraksi terekstraksi lebih dari 0,9, maka
ekstraksi kedua di pertimbangkan untuk tidak di lakukan mengingat daya dan
waktu serta faktor ekonomis yang harus diperhitungkan untuk mengambil 0,1
bagian dari zat terlarut yang masih tertinggal.
2. Ekstraksi berulang-ulang
Untuk meningkatkan persen terekstraksi, langkah terekstraksi berulangulang dapat di lakukan. Ekstraksi berulang (successive extraction) di lakukan
dengan cara membagi salah satu pelarut (pelarut organik) menjadi beberapa bagian
dan kemudian ekstraksi dilakukan berurutan dengan cara yang sama. Jumlah
pelarut yang di gunakan pada akhirnya harus sama (Wonorahardjo, 2013 :111,
Sudjaji, : 63).
3. Ekstraksi kontinu
Ekstraksi kontinu sangat penting dalam pemisahan kimia karena cara ini
memungkinkan penghematan pelarut dan waktu. Prinsip ini mengandalkan aliran
terus menerus dari pelarut untuk mengambil zat terlarut. Pelarut yang sudah
membawa zat terlarut akan diuapkan lagi dan setelah terkondensasi akan kembali
melakukan ekstraksi sebagai pelarut baru. Proses ini di dukung dengan rancangan
alat yang sesuai dan yang paling sering digunakan peranti soxhlet (Wonorahardjo,
2013 :110).
4. Ekstraksi ultrasonikasi
Ekstraksi dengan bantuan ultrsonikasi saat ini lebih sering dilakukan karena
menjanjikan efisiensi proses. Ultrasonickasi memungkinkan getaran yang sangat
membantu merusak kesetimbangan dan mengeluarkan dari matriks jaringan yang
mengikat. Misalnya dalam ekstraksi minyak dari kelapa sawit berbantuan
ultrsonikasi, minyak akan lebih mudah lepas dari kantung-kantung minyak dalam
jaringan dan lepas bersama kumpulannya (Wonorahardjo, 2013 :110).
Selain dari macam-macam ekstraksi diatas, ekstraksi dapat dilakukan dengan
cara ekstraksi pelarut dan shokletasi, maserasi dan perkolasi (Sitorus,2010 : 194 ;
Ibrahim & Sitorus, 2013 :16).
1) Shokletasi
Ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan
dengan alat khusus yang sampelnya dibungkus dengan kertas saring sehingga
terbentuk ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya
pendingin balik
29
2) Maserasi
Maserasi merupakan teknik yang paling sederhana dan paling klasik yaitu dengan
teknik perendaman sampel yang telah dihaluskan, direndam selama beberapa
waktu . Kemudian disaring dan hasilnya dapat berupa filtrat. Proses maserasi
dapat dilakukan tanpa pemanasan.
3) Perkolasi
Ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umumnya
dilakukan pada temperatur ruangan. Perkolasi adalah dengan cara melewatkan
pelarut dari bahan yang akan di ekstrak. Perkolasi adalah pengembangan dari
teknik maserasi yang dapat dilakuan dalam keadaan panas maupun dingin.
2.3.8
Analisis Sifat Fisiko-Kimia
2.3.8.1 Kelarutan
Kelarutan adalah kemampuan zat terlarut (solute) untuk dapat larut dalam
pelarut (solvent) tertentu. Larutan merupakan suatu sistem yang homogen yang terdiri
dari dua atau lebih zat murni yang molekulnya berinteraksi langsung dalam keadaan
tercampur (Oxtoby, 2001 : 154), biasanya larutan dianggap sebagai zat yang berupa
cairan yang mengandung zat terlarut berupa padatan. Namun sebenarnya suatu larutan
terdiri dari zat terlarut maupun zat pelarut dapat berupa cairan, padatan dan gas.
Kelarutan merupakan ukuran banyaknya zat terlarut yang akan melarut
dalam pelarut pada suhu tertentu. Berdasarkan besar gaya antarmolekul yang sama
cenderung saling melarutkan. Bila dua cairan saling melarutkan dengan sempurna
dalam segala perbandingan disebut mampu bercampur. Alkohol seperti metanol,
etanol dan etilen glikol mampu bercampur dengan air karena kemampuannya
membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air.
Secara umum senyawa ionik jauh lebih larut dalam pelarut polar, seperti air,
cairan amonia dan cairan hidrogen florida, dibandingkan dengan pelarut nonpolar
seperti benzena dan karbon tetraklorida. Karena molekul pelarut nonpolar tidak
memiliki momen dipol, molekul seperti ini tidak dapat secara efektif mensolvasi ion.
Solvasi ialah proses dimana ion atau molekul dikelilingi oleh molekul pelarut yang
memiliki susunan tertentu. Bila pelarutnya air , prosesnya dinamakan hidrasi (Chang,
2005:6).
2.3.8.2 Titik Didih
30
Titik didih zat merupakan suhu dimana tekanan uap jenuhnya sama dengan
tekanan diatas permukaan zat cair. Atau dengan kata lain titik didih merupakan suatu
keadaan dimana suhu dalam suatu sistem sama dengan suhu di luar sistem. Titik didih
normal pada suatu sistem terbuka adalah 760 mmHg (tekanan udara pada permukaan
larutan) dan suhu pada tekanan udara luar 250C. Titik didih cairan bergantung pada
tekanan udara (Kanginan, 2005: 280).
Titik didih juga dapat diartikan sebagai suhu pada saat cairan mendidih. Titik
didih dapat memperkirakan secara tidak langsung berapa kuatnya gaya tarik antar
molekul zat cair. Cairan yang gaya tarik antamolekulnya kuat memiliki titik didih
tinggi. Sebaliknya apabila gaya tariknya lemah maka titik didihnya rendah (Kanginan,
2005: 562-563).
2.3.8.3 Massa Jenis
Massa jenis merupakan perbandingan antara massa suatu zat dengan volume
zat. Massa jenis merupakan ciri khas suatu zat, sehingga massa jenis setiap benda
adalah khas dan tidak mungkin sama dengan zat yang lain, dan sebaliknya massa jenis
bahan yang terbuat dari suatu zat yang sama memiliki massa jenis yang sama. Secara
matematika massa jenis suatu zat dapat dihitung menggunakan rumus berikut :
ρ=
M
V
Dimana :
ρ
: massa jenis
M : massa zat
V
: volume zat
(Douglas, 1998 : 325)
Massa jenis memiliki satuan dalam sistem internasional adalah
Kg
m3 , Cara
untuk menentukan massa jenis dalam sistem MKS (Meter, Kilogram, Sekon atau
detik) dan cgs (sentimeter, gram, sekon atau detik) merupakan sistem satuan
internasional yaitu :
31
Dalam MKS :
:
ρ=
m
v
ρ=
m
v
dengan satuan
dengan satuan
(
kg
)
m3
(
g
)
cm3
Dalam cgs
(Douglas, 1998 : 325)
2.3.8.4 Polarimeter
Polarimeter adalah alat yang digunakan untuk menganalisis yang didasarkan
pada pengukuran sudut putaran cahaya terpolarisasi oleh senyawa yang transparan dan
optis aktif apabila senyawa tersebut dilewati sinar monokromatis yang terpolarisir
tersebut.
Senyawa optis aktif adalah senyawa yang dapat memutar bidang getar sinar
terpolarisir. Zat yang optis aktif ditandai dengan adanya atom karbon asimetris atau
atom C kiral dalam senyawa organik. Cahaya monokromatis pada dasarnya
mempunyai bidang getar banyak sekali. Bila diilustrasikan maka bidang getar tersebut
akan bergerak lurus pada bidang datar. Bidang getar secara mekanik dapat dipisahkan
menjadi dua bidang getar yang saling tegak lurus. Cahaya terpolarisasi adalah
senyawa yang mempunyai satu arah getar dan arah getar tersebut tegak lurus terhadap
arah rambatnya (Tim Fisika Dasar, 2012:2).
Prinsip dasar polarimetris adalah pengukuran daya putar optis suatu zat yang
menimbulkan terjadinya putaran bidang getar sinar terpolarisir. Pemutaran bidang
getar sinar terpolarisir oleh senyawa optis aktif ada 2 macam, yaitu :
1.
Dexro rotary (+), jika letak gugus setelah gugus fungsi berada disebelah kanan,
arah putarnya ke kanan atau sesuai putaran jarum jam.
2.
Levo rotary (-), jika letak gugus setelah gugus fungsi berada disebelah kiri, arah
putarnya ke kiri atau berlawanan dengan putaran jarum jam (Sastrohamidjoyo,
2005: 5).
Hubungan besaran-besaran di atas dapat dituliskan dalam persamaan,
t
Rotasi spesifik [ α ] λ =
α
( pelarut )
ℓxc
(Fessenden,1982:140)
dimana :
α
: sudut putar cahaya setelah melewati larutan gula/sudut
32
putar berdasarkan pengamatan di polarimeter
ℓ
: panjang tabung larutan (dm)
c
: konsentrasi larutan (%) = gram solut per 100 ml solution
t
:suhu larutan
Komponen-komponen alat polarimeter adalah :
1.
Sumber cahaya monokromatis
Sumber cahaya monokromatis yaitu sinar yang dapat memancarkan sinar
monokromatis. Sumber cahaya yang digunakan biasanya lampu Natrium dengan
panjang gelombang 589,3 nm. Selain itu juga dapat digunakan lampu uap raksa
dengan panjang gelombang 546 nm.
2.
Polisator dan analisator
Polarisator berfungsi untuk menghasilkan sinar terpolarisir sedangkan analisator
berfungsi untuk menganalisis sudut yang terpolarisasi. Yang digunakan sebagai
polarisator dan analisator adalah prisma nikol.
3.
Prisma setengah nikol
Merupakan alat untuk menghasilkan bayangan setengah yaitu bayangan gelap dan
gelap terang.
4.
Skala lingkar
Merupakan skala yang bentuknya melingkar dan pembacaan skalanya dilakukan
jika telah didapatkan pengamatan yang tepat.
5.
Wadah sampel/tabung polarimeter
Wadah sampel berbentuk silinder yang terbuat dari kaca yang tertutup dikedua
ujungnya berukuran 5, 10, 20 cm. Wadah sampel dibersihkan secara hati-hati dan
tidak boleh ada gelembung udara yang terperangkap di dalamnya.
6.
Detektor
Pada polarimeter manual yang digunakan sebagai detektor adalah mata,
sedangkan polarimeter lain dapat digunakan detektor fotoelektrik.
Prinsip kerja polarimeter adalah sebagai berikut :
1.
Sinar manokromatis dari sumber cahaya lampu natrium akan melewati lensa
kolimator sehingga berkas sinar yang dihasilkan akan disejajarkan arah
rambatnya.
2.
Dari lensa terus ke polarisator untuk mendapatkan berkas cahaya yang
terpolarisasi.
33
3.
Cahaya terpolarisasi akan terus ke prisma⁄nikol untuk mendapatkan bayangan
gelap dan terang, kemudian melewati larutan senyawa optis aktif yang berada
dalam tabung polarimeter.
Gambar 2.17 Polarimeter
(Sumber : http://www.google.co.id/gambar-polarimeter.htm)
2.3.9
Penyakit Diabetes mellitus (DM)
2.3.9.1 pengertian Diabetes mellitus (DM)
Diabetes mellitus (DM) (dari kata Yunani diab