Isolasi dan Identifikasi Fungi Endofit pada Jaringan Muda Tanaman Gaharu (Aquilaria malaccencis Lamk.)

TINJAUAN PUSTAKA Fungi Endofit

  Fungi adalah mikroorganisme tidak berklorofil, berbentuk hifa atau sel tunggal, eukariotik, berdinding sel dari kitin atau selulosa, bereproduksi seksual dan aseksual. Dalam dunia kehidupan fungi merupakan kingdom tersendiri, karena cara mendapatkan makanannya berbeda dari organisme eukariotik lainnya, yaitu melalui absorbsi. Sebagian besar tubuh fungi terdiri atas benang-benang yang disebut hifa, yang saling berhubungan menjalin semacam jala, yaitu miselium. Miselium dapat dibedakan atas miselium vegetatif yang berfungsi menyerap nutrien dari lingkungan, dan miselium fertil yang berfungsi dalam reproduksi (Gandjar et al., 1999).

  Fungi endofit merupakan mikroorganisme yang hidup dalam jaringan tanaman dan mampu hidup dengan membentuk koloni dalam jaringan tanaman tanpa membahayakan tanaman inangnya. Setiap tanaman tingkat tinggi dapat mengandung beberapa mikroba, salah satunya fungi endofit yang mampu menghasilkan senyawa bioaktif atau metabolit sekunder sebagai akibat transfer genetik dari tanaman inangnya ke dalam fungi endofit (Tan dan Zou, 2001).

  Fungi endofit yang dihasilkan dari tumbuhan inang dapat menghasilkan jenis isolat yang berbeda-beda dan bervariasi. Hal ini merupakan mekanisme adaptasi dari endofit terhadap mikroekologi dan kondisi fisiologis yang spesifik dari tumbuhan inang. Bahkan dari satu jaringan hidup suatu tumbuhan dapat diisolasi lebih dari satu jenis fungi endofit (Noverita et al., 2009). Dari berbagai macam eksplan yang ditanam dalam media PDA, fungi endofit hanya tumbuh dari eksplan daun, batang, dan akar. Endofit biasanya bertempat pada bagian tanaman yang berada di atas tanah, seperti daun, batang, kulit batang, tangkai daun, dan alat reproduktif (Purwanto, 2011). Hal ini berhubungan dengan banyaknya paparan sinar matahari yang diterima bagian tersebut (Faeth dan Fagan, 2002). Beberapa fungi endofit hanya membentuk koloni di salah satu bagian dalam jaringan tanaman, sehingga tidak semua jaringan tanaman yang ditanam secara acak terjadi pertumbuhan fungi endofit (Johnston et al., 2006).

  Asosiasi fungi endofit dengan tumbuhan inangnya, digolongkan dalam dua kelompok, yaitu mutualisme konstitutif dan induktif. Mutualisme konstitutif merupakan asosiasi yang erat antara fungi dengan tumbuhan terutama rumput- rumputan. Pada kelompok ini fungi endofit menginfeksi ovula (benih) inang, dan penyebarannya melalui benih serta organ penyerbukan inang. Mutualisme induktif adalah asosiasi antara fungi dengan tumbuhan inang, yang penyebarannya terjadi secara bebas melalui air dan udara. Jenis ini hanya menginfeksi bagian vegetatif inang dan seringkali berada dalam keadaan metabolisme inaktif pada periode yang cukup lama (Haniah, 2008).

  Bukti yang menunjukkan bahwa endofit mempunyai peran dalam hasil interaksi antara tanaman dan patogen menunjukan peningkatan pada beberapa tahun terakhir. Mekanisme berbeda yang digunakan untuk menetralkan pengembangan patogen telah diamati. Sebagai contoh, beberapa jenis endofit dapat mempengaruhi mekanisme pertahanan tumbuhan yang menetralkan serangan patogen, yang lain menghasilkan antibiotik yang menghalangi pertumbuhan patogen, persaingan untuk ruang tanaman dan sumber daya juga terjadi antara endofit dan patogen yang datang; akhirnya, beberapa parasit dari patogen tanaman bertindak sebagai endofit. Sebagai contoh, kebanyakan jaringan tersedia untuk infeksi mungkin telah diduduki, atau endofit mungkin memproduksi zona yang membatasi masuknya fungi lain. Infeksi endofit dapat mengubah biokimia tanaman dengan cara mempengaruhi mekanisme pertahanan terhadap patogen (Zabalgogeazcoa, 2008).

  Beberapa Jenis Fungi Endofit Aspergillus umum ditemukan di tanah, beberapa juga terdapat diisolasi

  dari rizosfir tanaman. Secara mikroskopis Aspergillus mudah dikenali karena memiliki konidiofor yang tegak, tidak bersepta, tidak bercabang dan ujung konidiofor membengkak membentuk vesikel. Aspergillus yang diisolasi, secara visual koloninya tampak memiliki lapisan basal berwarna putih hingga kuning dengan lapisan konidiofor yang lebat berwarna coklat tua hingga hitam. Tangkai konidiofor (stipe) tidak berornamentasi/berdinding halus dan berwarna transparan (hialin). Kepala konidia berwarna hitam dan berbentuk bulat. Konidia berbentuk bulat hingga semi bulat, berwarna coklat tua. Konidia terbentuk dari fialid yang menumpang pada metula (tipe biseriate) dan membentuk formasi sikat melingkar (radiate collumnar) (Ilyas, 2006).

  Penicillium secara mikroskopis memiliki bentuk konidiofor yang khas.

  Konidiofor muncul tegak dari miselium, sering membentuk sinnemata, dan bercabang mendekati ujungnya. Ujung konidiofor memiliki sekumpulan fialid dengan konidia berbentuk globus atau ovoid, tersusun membentuk rantai basipetal. Secara makroskopis, kapang Fusarium memiliki bentuk miselium seperti kapas. Miseliumnya tumbuh cepat dengan bercak-bercak berwarna merah muda, abu- abu, atau kuning. Di bawah mikroskop, konidiofor Fusarium tampak bervariasi, bercabang atau tidak bercabang. Beberapa jenis Fusarium memiliki dua bentuk dasar konidia yaitu mikrokonidia dan makrokonidia, konidia berwarna transparan, dan bersepta. Secara mikroskopis marga tersebut dapat dikenali dari bentuk sporanya (makrokonidia) yang melengkung seperti bulan sabit dan memiliki sel kaki (pedicellate) yang jelas (Ilyas, 2006).

  Cunninghamella diperoleh dari rizosfir akar jagung, kacang tanah, tebu,

  dan wortel. Secara makroskopis Cunninghamella memiliki miselium berwarna putih, tumbuh cepat dalam kultur. Secara mikroskopis hifa Cunninghamella tidak bersekat, konidiofor sederhana atau bercabang, ujung konidiofor menghasilkan kepala konidia (sporangia) yang khas. Konidia berwarna bening, tersusun atas 1 sel, berbentuk globus (Gambar 1C). Kapang tersebut bersifat saprofit dan merupakan kapang tanah yang umum (Barnett dan Hunter, 1998).

  Trichoderma yaitu pada akar jagung dan tebu. Kapang Trichoderma

  mudah dikenali secara visual dari pertumbuhan koloninya yang sangat cepat dengan bantalan konidianya yang berwarna kehijauan. Kapang tersebut bersifat saprofitik di tanah dan kayu yang membusuk, namun beberapa jenis bersifat parasit pada kapang jamur lain (Barnett dan Hunter, 1998). Trichoderma yang diisolasi memiliki miselia transparan, kemudian menjadi putih kehijauan, dan selanjutnya berwarna hijau tua terutama pada bagian yang banyak konidianya.

  Sebalik koloni tidak berwarna/transparan. Konidiofor bercabang membentuk formasi piramida. Konidia transparan, berbentuk semibulat hingga oval, dan terbentuk pada ujung-ujung fialid (Ilyas, 2006).

  Ciri-ciri dari Fusarium sp. memiliki konidia hyaline yang terdiri dari dua

jenis yaitu makrokonidia berbentuk sabit, umumnya bersekat tiga, berukuran

30–40 x 4,5–5,5 μm, mikrokonidia bercel-1, berbentuk bulat telur atau lonjong,

  

terbentuk secara tunggal atau berangkai-rangkai, membentuk massa yang

berwarna putih atau merah jambu (Sunarmi, 2010).

  Interaksi Fungi Endofit dengan Tanaman Fungi endofit bersifat simbiosis mutualisme dengan tanaman inangnya.

  Manfaat yang diperoleh dari tanaman inang yakni meningkatkan laju pertumbuhan tanaman inang, tahan terhadap serangan hama, penyakit dan kekeringan. Selain itu, fungi endofit dapat membentu proses penyerapan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman untuk proses fotosintesis dan hasil fotosintesis dapat digunakan oleh fungi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Hubungan yang erat antara fungi endofit dan tanaman inangnya yakni transfer materi genetik satu dengan lainnya (Hidayahti, 2010).

  Hubungan antara fungi endofit dan tumbuhan inang dapat terjadi melalui infeksi yang tidak menimbulkan gejala penyakit sampai hubungan simbiosis mutualisme. Mikroba endofit dalam jaringan tanaman memperoleh nutrisi dan perlindungan dari inang, sebaliknya mikroba endofit membantu kehidupan inang dengan cara memproduksi metabolit yang dibutuhkan inang tersebut. Tanaman yang mengandung endofit sering tumbuh lebih cepat dari tanaman yang tidak terinfeksi. Efek ini terjadi karena endofit memproduksi fitohormon seperti indole- 3-acetic acid (IAA), sitokinin, dan senyawa pemacu pertumbuhan lain. Selain itu endofit dapat membantu inang dalam mengambil nutrisi seperti nitrogen dan fosfor (Tan dan Zou, 2001).

  Mikroba endofit juga mampu meningkatkan kemampuan adaptasi inang terhadap stress lingkungan dan ketahanan terhadap fitopatogen, herbivora, cacing, serangga pemakan inang, serta bakteri dan fungi patogen. Endofit yang tumbuh pada rerumputan biasanya menambah toleransi terhadap kekeringan (Faeth dan Fagan, 2002).

  Banyak endofit menginfeksi lokal bagian tanaman, yang terbatas pada jaringan kecil tanaman. Hal ini didukung oleh fakta bahwa seringnya beberapa spesies endofit menyembuhkan bagian berbeda dari tanaman yang sama. Dalam kontrasnya, spesies Neotyphodium dan Epichlöe secara sistematis menginfeksi ruang interseluler dari daun, batang reproduktif, dan benih dari tanaman inangnya. Endofit dapat menginfeksi tanaman dengan pertolongan transmisi horizontal, ketika inokulumnya diangkut ke bagian tanaman lain, atau secara vertikal ketika endofit menginfeksi benih dari tanaman yang terinfeksi. Studi membuktikan bahwa hasil dari serangan beberapa patogen mungkin tergantung pada asosiasi endofit dengan inangnya. Oleh karena itu, sekumpulan jenis endofit ditentukan oleh kehadiran organisme dengan aplikasi potensial untuk mengendalikan penyakit pada jenis tanaman yang sama. Oleh karenanya, endofit mungkin memiliki suatu peranan penting dalam adaptasinya tumbuhan kepada kondisi lingkungan tertentu. Sebagai tambahan, mereka menghadirkan suatu kelompok organisme dengan potensi sangat baik yang diaplikasikan untuk meningkatkan dan mengendalikan penyakit tanaman. Beberapa contoh yang sudah (yaitu

  Neotyphodium dan Epichlöe menyebar di hamparan rumput dan makanan hewan

  dari beberapa rerumputan), aplikasi lain mungkin akan nampak di masa datang (Zabalgogeazcoa, 2008).

  Kemampuan mikroba endofit memproduksi senyawa metabolit sekunder sesuai dengan tanaman inangnya merupakan peluang yang sangat besar dan dapat diandalkan untuk memproduksi metabolit sekunder dari mikroba endofit yang diisolasi dari tanaman inangnya tersebut. Sehingga apabila endofit yang diisolasi dari suatu tanaman obat dapat menghasilkan alkaloid atau metabolit sekunder sama dengan tanaman aslinya atau bahkan dalam jumlah yang lebih tinggi, maka kita tidak perlu menebang tanaman aslinya untuk diambil sebagai simplisia, yang kemungkinan besar memerlukan puluhan tahun untuk dapat dipanen. Beberapa diantaranya adalah (Strobel et al, 2002):

  1. Mikroba endofit yang menghasilkan antibiotika. Cryptocandin adalah antifungi yang dihasilkan oleh mikroba endofit Cryptosporiopsis quercina yang berhasil diisolasi dari tanaman obat Tripterigeum wilfordii, dan berhasiat sebagai antijamur yang patogen terhadap manusia yaitu Candida

  albicans dan Trichopyton spp.

  2. Mikroba endofit yang menghasilkan metabolit sebagai antikanker. Paclitaxel dan derivatnya merupakan zat yang berkhasiat sebagai antikanker yang pertama kali ditemukan yang diproduksi oleh mikroba endofit. Paclitaxel merupakan senyawa diterpenoid yang didapatkan dalam tanaman Taxus.

  Senyawa yang dapat mempengaruhi molekul tubulin dalam proses pembelahan sel-sel kanker ini, umumnya diproduksi oleh endofit

  Pestalotiopsis microspora , yang diisolasi dari tanaman Taxus andreanae, T. brevifolia, dan T. wallichiana. Saat ini beberapa jenis endofit lainnya telah

  dapat diisolasi dari berbagai jenis Taxus dan didapatkan berbagai senyawa yang berhasiat sebagai antitumor. Demikian pula upaya untuk sintesisnya telah berhasil dilakukan.

  3. Endofit yang memproduksi antioksidan. Pestacin dan isopestacin merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan oleh endofit P. microspora. Endofit ini berhasil diisolasi dari tanaman Terminalia morobensis, yang tumbuh di Papua New Guinea. Baik pestacin ataupun isopestacin berhasiat sebagai antioksidan, dimana aktivitas ini diduga karena struktur molekulnya mirip dengan flavonoid.

  Medium yang digunakan

  Secara umum, harus tersedia semua nutrien yang dibutuhkan oleh mikroba untuk memperoleh energi, pertumbuhan, bahan pembentuk sel dan biosintesis produk. Dalam pemeriksaan laboratorium mikrobiologi penggunaan media sangat penting untuk isolasi, identifikasi maupun diferensiasi. Media merupakan kumpulan zat makanan (nutrisi) yang digunakan untuk pertumbuhan mikroba dengan syarat-syarat tertentu.

  Dextrose Agar (PDA), Malt Extract Agar (MEA), Czapek Dox Agar (CDA), Carrot Agar (CA), Oat Meal Agar (OA), Dichloran Rose Bengal Chloramphenicol Agar (DRBC), Taoge Extract 6% Sucrose Agar (TEA).

  2. Medium khusus mempunyai komposisi yang khusus sesuai dengan fungi yang akan diisolasi. Ada yang dapat dibuat sendiri ada yang sudah tersedia komersial. (Gandjar et al, 2006).

  Beberapa kriteria yang biasa digunakan dalam pengklasifikasian media adalah komposisi kimia, bagian fisika dan kegunaannya. Sebenarnya, setiap media dibuat untuk penggunaan tertentu dan sebab itulah karakteristik kimia dan fisika harus disesuaikan dengan penggunaan dan fungsinya. Berdasarkan kegunaannya, media dikelompokkan dalam beberapa jenis:

  1. Media biasa. Media ini dilengkapi dengan kompleks material-material dasar tanaman atau hewan seperti ekstrak ragi, ekstrak gandum, pepton dan lainnya, dan semuanya berperan dalam perkembangan dan pemeliharaan dari perluasan perkembangan fungi.

  2. Media penyubur. Media ini dipersiapkan menggnakan media biasa dengan beberapa bahan khusus untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dari beberapa bagian terpilih dari suatu organisme untuk pertumbuhannya.

  3. Media terpilih. Media ini memudahkan proses isolasi dari jaringan-jaringan organisme atau spesies dari beberapa inokulum. Seperti media yang berisi material yang menghambat semua pertumbuhan organisme kecuali pertumbuhan dari organisme yang ingin untuk ditumbuhkan.

  4. Media diferensial. Bahan tambahan dengan reaksi kimia khusus, media ini membantu dalam proses diferensiasi antara berbagai jenis organisme atas dasar pertahanan yang ditunjukkan pada pola pertumbuhannya. Akan tetapi, media ini sering digunakan pada penelitian bakteriologi.

  6. Media biokimia. Seperti media yang umum digunakan dalam proses diferensiasi mikroorganisme yang berbasis pada aktivitas biokimianya dan hal- hal yang membantu dalam proses metabolismenya. (Bilgrami dan Verma, 1981).

  Karakteristik Tanaman Gaharu

  Gaharu (A. malaccensis Lamk.) merupakan salah satu komoditi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang dihasilkan oleh beberapa spesies pohon gaharu.

  Proses pembentukan gubal pada gaharu hingga saat ini masih harus diteliti. Gaharu terbentuk sebagai respon pohon gaharu (Aquilaria spp.) terhadap infeksi patogen yang mengakibatkan keluarnya resin. Resin yang terbentuk tidak dikeluarkan dari pohon, melainkan disimpan dalam jaringan kayu, sehingga jaringan kayu yang putih dan bertekstur halus berubah menjadi gelap dan keras.

  Gaharu dibentuk sebagai akibat infeksi cendawan. Acremonium sp. dan Fusarium sp . adalah cendawan yang sering dipergunakan untuk induksi pembentukan gubal.

  Kedua cendawan ini sering diisolasi dari satu gejala gubal (Rahayu et al, 2009).

  Taksonomi tanaman gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.) adalah : Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Sub Divisio : Angiospermae Class : Dicotyledonae Sub Class : Dialypetale Ordo : Myrtales Family : Thymeleaceae Genus : Aquilaria Species : Aquilaria malaccensis Lamk.

  (Tarigan, 2004).

  Tinggi tanaman mencapai 40-60 m dan diameter 60 cm. Kulit kayu muda berwarna cokelat terang dengan rambut-rambut halus, sedangkan kulit kayu yang lebih tua dengan warna yang keputih-putihan. Kayu tanpa resin berwarna putih, ringan dan lembut, ketika kayu memiliki resin menjadi lebih keras, berwarna gelap dan berat. Susunan daunnya alternate, berbentuk elips, lebarnya 3-3,5 cm dan panjangnya 6-8 cm dengan 12-18 daun pasang setiap ranting. Susunan bunganya terminal atau axillary. Bunga bersifat hermaprodit, dengan panjang lebih dari 5 mm, harum, dan berwarna hijau kekuningan atau putih kekuningan (Adelina, 2004).

  Pohon gaharu dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis pada ketinggian beberapa meter hingga 750 meter di atas permukaan laut. Jenis Aquilaria tumbuh baik pada jenis tanah Ultisol atau Inceptisol, dengan tekstur lempung berpasir, drainase sedang sampai baik, iklim A-B, kelembaban 80%, suhu 22 -28

  C, curah hujan 2000-4000 mm per tahun. Pohon penghasil gaharu tidak baik tumbuh di tanah tergenang, rawa, ketebalan solum tanah kurang dari 50 cm, pasir kwarsa, pH tanah kurang dari 4 (Rauf, 2009).