BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelatihan 2.1.1 Pengertian Pelatihan - Pengaruh Pelatihan Dan Aktivitas Manajerial Terhadap Kinerja Pegawai PT.Perkebunan Nusantara II Pabrik Gula Kwala Madu Stabat Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pelatihan

2.1.1 Pengertian Pelatihan

  Setelah perusahaan melakukan perekrutan, seleksi, dan penempatan pegawai, perusahaan bisa saja menghadapi hal-hal yang mungkin mengalami perubahan disaat para pegawai sedang menjalani masa kerjanya. Perubahan- perubahan seperti perkembangan teknologi, menurunnya tingkat kinerja, dan lain- lain, dapat dijadikan dasar perusahaan untuk melaksanakan pelatihan bagi pegawainya. Hal ini dilakukan agar para pegawai tidak mengalami ketertinggalan terhadap perkembangan lingkungan, serta lebih mengetahui keahlian pegawai dibidang kerja yang lebih tepat lagi. Selain itu, pelatihan juga dapat meningkatkan keahlian teknis para pegawai yang diharapkan lebih menguasai bidang kerjanya, sehingga dapat bekerja secara efektif dan efisien.

  Menurut Sofyandi (2008 : 113) pelatihan merupakan suatu program yang diharapkan dapat memberikan rangsangan atau stimulus kepada seseorang untuk dapat meningkatkan kemampuan dalam pekerjaan tertentu dan memperoleh pengetahuan umum dan pemahaman terhadap keseluruhan lingkungan kerja dan organisasi. Sedangkan menurut Sirait (2006 : 100) pelatihan adalah lebih mengarah kepada skill untuk jabatan yang sekarang.

  Selain itu, Panggabean (2004 : 41) mendefenisikan pelatihan sebagai suatu cara yang digunakan untuk memberikan atau meningkatkan keterampilan yang dibutuhkan saat melaksanakan pekerjaan di masa sekarang.

2.1.2 Tahapan Pelatihan

  Dessler dalam Sirait (2006 : 103) mengungkapkan beberapa tahapan pelatihan, yakni :

  1. Needs Analysis, mengidentifikasi keterampilan spesifik yang dibutuhkan untuk memperbaiki performansi dan produktivitas, menganalisis trainee untuk memastikan bahwa program akan sesuai dengan tingkat pendidikan, pengalaman, dan keterampilan, sikap, dan motivasi pribadi. Menggunakan penelitian untuk mengembangakan tujuan yang dapat diukur.

  2. Instructional Design, mengumpulkan tujuan instruksional, metode, media, uraian, dan urutan isi program, contoh, latihan dan kegiatan. Memastikan semua materi ditulis secara jelas dan sesuai dengan tujuan belajar yang telah ditentukan. Menangani semua unsur program dengan teliti dan profesional untuk menjamin kualitas dan efektivitas program latihan.

  3. Validation, memperkenalkan dan memvalidasi latihan.

  4. Implementation, bila dapat diterapkan, fokuskan pada pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan serta peralatan yang mendukung pelaksanaan pelatihan.

  5. Evaluation and follow-up, mengakses keberhasilan program sesuai dengan reaksi, belajar, perilaku, dan hasil. a.

  Reaksi : catat reaksi spontan dari trainee terhadap program

  b. Belajar : gunakan alat Feedback atau preset dan posttest untuk mengukur apa yang sebenarnya telah dipahami oleh

  trainee.

  c. Perilaku : beri catatan reaksi dari trainee kepada supervisor setelah latihan berakhir. Ini merupakan salah satu cara untuk mengukur sampai seberapa jauh trainee dapat menerapkan keterampilan dan pengetahuan barunya dalam pekerjaan baru mereka.

  d.

  Hasil : tentukan tingkat perbaikan performance. Menurut Panggabean (2004 : 44) dalam melaksanakan atau mengimplementasikan pelatihan terdapat beberapa aspek yang perlu diperhatikan di antaranya :

  1. Peserta Terdapat dua jenis peserta yang mengikuti pelatihan dari perusahaan yaitu pegawai baru dan pegawai lama, baik itu sebagai pegawai operasional maupun pegawai manajerial. Keduanya dapat didefenisikan sebagai berikut : a.

  Pegawai baru. Yaitu, pegawai yang baru diterima untuk bekerja di sebuah perusahaan. Mereka diberikan pelatihan agar memahami, terampil, dan ahli dalam mengerjakan pekerjaannya, sehingga para pegawai tersebut dapat bekerja lebih efisien dan efektif. Pelatihan yang diberikan biasanya lebih mengarah kepada teori – teori dasar dari perusahaan.

  b.

  Pegawai lama. Yaitu, pegawai yang telah lama bekerja di sebuah perusahaan, diberikan pelatihan oleh perusahaan di balai-balai pelatihan, tujuannya lebih mengarah kepada promosi jabatan, perluasan perusahaan, tuntutan penggunaan mesin-mesain baru dan lain sebagainya.

  2. Pelatih Pelatih adalah seseorang atau tim yang memberikan atau menyampaikan pelatihan kepada para peserta pelatihan. Pelatih memiliki peranan yang penting dalam keberhasilan pelaksanaan pelatihan. Pelatih dapat digolongkan dalam tiga kategori, sebagai berikut: a.

  Pelatih internal. Yaitu, seseorang atau tim pelatih yang ditugaskan dari dalam perusahaan untuk membetikan pelatihan kepada pegawai. Kepala bagian mutlak menjadi pelatih bagi para bawahannya, karena dialah yang memberikan petunjuk agar bawahannya dapat mengerjakan pekerjaan sesuai bidang kerja masing-masing. Pelatih internal hanya memberikan pelatihan kepada pegawai yang ada didalam perusahaan b.

  Pelatih eksternal. Yaitu, seseorang atau tim pelatih dari luar perusahaan yang diminta untuk memberikan pelatihan kepada para pegawai suatu perusahaan. Pelatih dapat didatangkan dari luar perusahaan atau bisa juga pegawai yang dikirim untuk mengikuti kegiatan pelatihan di beberapa lembaga pelatihan.

  c.

  Pelatih gabungan (internal dan eksternal). Yaitu, selain menggunakan pelatih dari dalam perusahaan juga menggunakan pelatih dari luar perusahaan, serta mengikuti beberapa pelatihan di lembaga-lembaga pelatihan. Cara ini di anggap paling baik karena dapat memberikan masukan yang lebih banyak kepada peserta pelatihan atau pegawai suatu perusahaan.

  3. Metode pelatihan yang diberikan Keberhasilan pelaksanaan pelatihan juga didukung oleh metode pelatihan yang diberikan, sesuai atau tidak dengan kebutuhan setiap peserta pelatihan. Metode yang menarik dapat memberikan rangsangan yang positif agar peserta pelatihan memiliki semangat dan ketertarikan saat mengikuti program pelatihan. Metode yang diberikan dapat secara on the maupun off the job training.

  job training

2.1.3 Tujuan Pelatihan Adapun tujuan pelatihan menurut Henry Simamora dalam Sulistyani,dkk.

  (2009 : 200) yaitu :

  1. Memperbaiki kinerja, memutahirkan keahlian para pegawai sejalan dengan kemajuan teknologi .

  2. Mengurangi waktu belajar bagi pegawai baru , agar menjadi pegawai yang kompeten.

  3. Membantu memecahkan persoalan operasional.

  4. Mempersiapkan pegawai untuk promosi.

  5. Memenuhi kebutuhan-kebutuhan pertumbuhan pribadi.

  Sedangkan menurut Panggabean (2004 : 41), tujuan pelatihan dilihat dari segi kepentingan pegawai, perusahaan, dan konsumen, dapat diuraikan sebagai berikut :

  1. Pegawai a.

  Pelatihan ditujukan untuk memberi keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan pegawai.

  b.

  Memperbaiki kinerja pegawai karena melalui pelatihan, perusahaan berupaya meminimalisir hasil kerja yang kurang memuaskan dan kurangnya keterampilan dalam bekerja.

  c.

  Pelatihan membuka kesempatan peningkatan karier setiap pegawai agar lebih baik lagi, karena semakin baik keterampilan bekerja dan meningkatnya kinerja para pegawai melalui pelaksanaan pelatihan.

  d.

  Membantu para pegawai dalam menghadapi perubahan-perubahan, seperti perubahan dari segi teknologi, para pegawai diharapkan dapat bekerja lebih efektif dengan keberadaan teknologi baru tersebut, maka

  2. Perusahaan a.

  Memenuhi kebutuhan-kebutuhan perencanaan sumber daya manusia yang sesuai dengan harapan perusahaan. b.

  Penghematan waktu karena pelatihan yang diberikan dapat meningkatkan kecepatan dan ketepatan pegawai dalam bekerja, sebab setiap pegawai sudah dapat menguasai bidang kerjanya.

  c.

  Mengurangi tingkat kerusakan dan kecelakaan yang juga berdampak pada penghematan biaya bagi perusahaan, sebab pegawai yang telah mengikuti pelatihan akan bekerja lebih berhati-hati dan lebih mahir dalam menggunakan teknologi-teknologi baru dalam bekerja.

  d.

  Memperkuat komitmen pegawai karena pegawai akan merasa diperhatikan dan diberikan kesempatan dalam memajukan karier dan mengembangkan keahlian kerjanya.

  3. Konsumen a.

  Konsumen akan memperoleh produk yang lebih baik dari segi kualitas dan kuantitas karena setiap pegawai telah diberikan pelatihan mengenai cara memberikan hasil produksi terbaik dari perusahaan kepada konsumen.

  b. Pegawai akan memberikan pelayanan terbaik kepada konsumen, karena hal ini akan berdampak pada nama baik dan keuntungan bagi perusahaan.

  Menurut Tessin dalam Sirait (2006 : 101) manfaat pelatihan adalah sebagai berikut :

  1. Bagi Organisasi a.

  Memperbaiki pengetahuan tentang jabatan dan ketrampilan. b.

  Memperbaiki moral kerja.

  c.

  Membangun rasa keterdekatan dalam kelompok d. Menciptakan organisasi sebagai tempat yang baik untuk bekerja dan hidup didalamnya.

  c.

  Dimengertinya kebijakan organisasi, aturan-aturan, dan sebagainya.

  b.

  Membantu untuk mengurangi rasa takut dalam menghadapi tugas-tugas baru.

  d.

  Mempertinggi rasa percaya diri dan pengembangan diri.

  Internalisasi dan operasionalisasi motivasi kerja, prestasi, tumbuh, tanggung jawab, dan kemajuan.

  c.

  b.

  Membantu individu untuk dapat membuat keputusan dan pemecahan masalah secara lebih baik lagi.

  2. Bagi Individu a.

  Membantu meningkatkan produktivitas dan kualitas kerja.

  h.

  Membantu menangani konflik sehingga mencegah stress dan tensi yang tinggi.

  Mengenali tujuan organisasi d. Membuat citra terhadap organisasi lebih baik lagi e. Memperbaiki hubungan antara atasan dengan bawahan f. Membantu pegawai untuk bisa menyesuaikan diri dengan perubahan- perubahan g.

3. Bagi Bagian Kepegawaian Memperbaiki komunikasi antar kelompok dengan individu.

2.1.5 Prinsip-prinsip Pelatihan

  Prinsip-prinsip dalam pelatihan adalah agar pelatihan yang dilaksanakan lebih tepat sasaran dan menjadi lebih jelas serta mudah. Menurut Werther dan Davis dalam Sofyandi (2008 : 115 ) prinsip-prinsip pelatihan adalah sebagai berikut :

  1. Participation , artinya dalam pelaksanaan pelatihan peserta harus aktif karena dengan partisipasi peserta maka akan lebih cepat menguasai dan mengetahui berbagai materi yang diberikan.

  2. Repetition , artinya senantiasa dilakukan secara berulang karena dengan pengulangan ini peserta-peserta akan lebih cepat untuk memahami dan mengingat apa yang telah diberikan.

  3. Artinya harus saling berhubungan sebagai contoh para peserta Relevance. pelatihan terlebih dahulu diberikan penjelasan secara umum tentang suatu pekerjaan sebelum mereka mempelajari hal-hal khusus dari pekerjaan tersebut.

  4. Transference, artinya program pelatihan harus disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan yang nantinya akan dihadapi dalam pekerjaan yang sebenarnya.

  5. Feedback , artinya setiap program pelatihan yang dilaksanakan selalu membutuhkan umpan balik yaitu untuk mengukur sejauh mana keberhasilan dari program pelatihan tersebut. Dengan adanya umpan balik ini maka peserta akan dapat memperoleh informasi tentang hasil yang akan dicapai dan hal ini akan meningkatkan motivasi mereka dalam bekerja serta dapat mengetahui hasil kerja mereka.

2.1.6 Metode Pelatihan

  Menurut Dessler (2006 : 285) metode pelatihan yang dapat diterapkan di perusahaan, yaitu :

  1. On the Job Training Melatih seseorang untuk mempelajari pekerjaan sambil mengerjakannya.

  Metode ini relatif tidak mahal, orang yang dilatih belajar sambil bekerja. Tidak membutuhkan fasilitas diluar kantor seperti ruang kelas atau peralatan belajar tertentu. Metode ini juga memberikan pembelajaran, karena orang yang dilatih belajar sambil melakukannya dan mendapatkan timbal balik yang cepat atas prestasi mereka .

  2. Off The Job Training Merupakan program pelatihan yang dilaksanakan diluar pekerjaan. Peserta pelatihan dilatih oleh pelatih dari luar perusahaan. Biasanya dilakukan diluar tempat pekerjaan, seperti balai-balai pelatihan. Pelatihan ini memerlukan biaya tambahan yang memang telah direncanakan dan disediakan khusus untuk program pelatihan.

  Sedangkan beberapa cara pelatihan On the Job training dan Off The Job

  training menurut Werther dan Davis dalam Sofyandi (2008 : 116) adalah :

  1. On the Job training Beberapa metode pelatihan On the Job Training , adalah sebagai berikut : a.

   Job Instruction Training Dalam metode ini peserta program diberikan latihan langsung di tempat pekerjaan yang sebenarnya dibawah instruksi seorang trainer,

  supervisor , atau pegawai senior yang sudah berpengalaman. Metode ini

  digunakan untuk mengajar para pegawai untuk melakukan pekerjaan mereka.

  b.

  Job Rotation Disini pelatihan dilakukan dengan cara memindahkan pegawai dari suatu pekerjaan ke pekerjaan lain. Dengan metode ini diharapkan para peserta program dapat mengetahui dan mengerti tugas masing-masing.

  c.

  Apprenticeship Pada metode ini pegawai belajar dari pegawai lain yang lebih berpengalaman. Pada umumnya metode ini mengkombinasikan the job

  training dan off job classroom training.

  d.

  Coaching Merupakan metode pelatihan dimana supervisor atau manajemen memberikan bimbingan dan contoh atau model kepada pegawai dalam melaksanakan pekerjaan rutin mereka. Pelatihan ini hanya menyampaikan materi yang diperlukan saja, tanpa direncanakan terlebih dahulu.

  2. Off The Job Training Beberapa metode pelatihan Off the Job Training, adalah sebagai berikut : a.

  Lecture Metode ini lebih menekankan kepada pemberian teori secara lisan dan diorganisasikan secara formal. Metode ini digunakan apabila jumlah peserta program cukup banyak sehingga biaya peserta relatif murah. Kelemahan dari metode ini adalah pegawai kurang berpartisipasi karena komunikasi yang terjadi hanya satu arah saja. Hal ini dapat diatasi apabila selama proses kuliah diadakan diskusi, pembahasan, dan lain sebagainya.

  b.

  Video Presentation Metode ini hampir sama dengan pemberian kuliah, tetapi dalam metode ini digunakan televisi, film, slide, dan sebagainya.

  c.

  Vestibule Training Dalam metode ini pelatihan dilaksanakan disuatu tempat yang khusus terpisah dari tempat yang sebenarnya dengan menggunakan peralatan yang sama dengan yang sebenarnya. Hingga tidak mengganggu jalannya operasional perusahaan.

  d.

  Role Playing Disini para peserta program diharuskan untuk memainkan atau mengetahui perbedaan-perbedaan individu. e.

  Behaviour Modelling Disini suatu perilaku dipelajari atau di modifikasi melalui observasi terhadap orang lain. Maksudnya program belajar tidak melalui pengalaman orang lain.

  f.

  Case Study Dalam metode ini dipelajari kondisi nyata perusahaan selama jangka waktu tertentu dan bagaimana bertindak dalam kondisi demikian. Di samping itu para peserta program diminta untuk mengidentifikasi masalah-masalah, menganalisis situasi dan merumuskan penyelesaian- penyelesaian alternatif. Dengan metode ini pegawai dapat mengembangkan ketrampilan dalam pengambilan keputusan manajerial.

  g.

  Simulation Metode ini berusaha menciptakan suatu tempat yang serupa dengan keadaan kondisi tempat kerja yang sesungguhnya. Ada dua bentuk simulasi yaitu Mechanical Simulation dan Computer Simulation, metode ini diberikan dengan maksud agar peserta program lebih mengenal dan membiasakan diri dengan tempat, situasi, kondisi, dan h.

  Self-Study Teknik ini menggunakan modul-modul tertulis, kaset-kaset rekaman, kaset video yang dibagikan kepada para peserta pelatihan. i.

  Programmed Learning Merupakan bentuk lain dari metode belajar sendiri yang menggunakan

  booklet-booklet yang berisikan pertanyaan-pertanyaan beserta jawabannya dan program-program komputer.

  j.

  Laboratory Training Metode ini merupakan bentuk pelatihan kelompok yang terutama digunakan untuk mengembangkan interpersonal skills. Salah satu bentuk pelatihan adalah sensitivity training di mana para peserta program belajar menjadi lebih peka terhadap perasaan orang lain.

2.2 Aktivitas Manajerial

2.2.1 Pengertian Aktivitas Manajerial

  Pemimpin dalam sebuah perusahaan yaitu seorang manajer yang setiap saat melakukan perannya dalam menjalankan segala aktivitas bagi perusahaan.

  Yang banyak diketahui sekarang ini adalah peran seorang manajer meliputi peran antar personal, peran informasional, dan peran pengambilan keputusan melalui peran-perannya inilah seorang manajer melaksanakan aktivitas manajerial, berikut ini adalah skema tugas, wewenang, dan peran seorang manajer :

  Pemilik Perusahaan Tugas Tujuan Kuasa Wewenang

  Manajer Peran Informasional Peran antar personal Peran pengambilan keputusan

  

Sumber : Jurnal Forum Manajemen Kristamuljana (2002 : 3)

Gambar 2.1 Skema tugas, wewenang, dan peran manajer

Gambar 2.1. menunjukkan adanya peran manajer yang terbentuk dari dijalankannya aktivitas manajerial berdasarkan kuasa wewenang pemilik

  perusahaan. Peran tersebut juga akan dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan seorang manajer, hal ini tidak akan sama disetiap perusahaan. Menurut Kotter (dalam Kristamuljana 2002 : 4) aktivitas manajerial adalah suatu kegiatan penting manajer melalui perannya membangun jaringan informasi antar personal sebagai jalan pencapaian rencana agenda yang telah ditetapkan.

2.2.2 Peran Pemimpin dalam Aktivitas Manajerial

  Berikut ini adalah tabel aktivitas manajer menurut Luthans dalam Kristamuljana (2002 : 4), yaitu :

  Tabel 2.1

Empat aktivitas manajer

Kelompok aktivitas Perilaku yang diamati

  Komunikasi

  • Pertukaran informasi
  • Surat menyurat rutin Manajemen tradisional
  • Perencanaan • Pengambilan keputusan
  • Pengendalian Manajemen sumber daya manusia
  • Motivasi penguatan
  • Disiplin/hukum
  • Manajemen konflik
  • Rekrutmen • Pelatihan/pengembangan

  Jaringan

  • Interaksi dengan pihak luar
  • Sosialisasi/politik

  Sumber : Jurnal Forum Manajemen Kristamuljana (2002 : 4)

  Menurut Mintzberg dalam

  

terdapat 10 macam peranan pemimpin

  dalam aktivitas manajerial yang diterapkan secara formal pada sebuah organisasi, yaitu:

  1. Figurehead role (peran sebagai kepala) Adalah peranan untuk mewakili organisasi yang dipimpinnya dalam setiap kesempatan dan persoalan yang timbul secara formal.

  2. Leader role (peran pemimpin) Merupakan peranan untuk menjadikan unit organisasinya berfungsi sebagai satu kesatuan dalam mencapai tujuan dimana manajer perlu mengarahkan, memotivasi, dan menciptakan kondisi yang memungkinkan untuk bekerja bagi pengikutnya.

  3. Liasion role (peran penghubung) Adalah peranan yang mengharuskan manajer melakukan interaksi dengan teman sejawat, staf, dan orang-orang lain yang berada di luar organisasinya untuk mendapatkan informasi.

  4. Monitor role (peran pemantau) Yakni peranan yang mengharuskan seorang manajer untuk menjadi pencari, penerima dan pengumpul informasi agar mampu mengembangkan pengertian yang baik dari organisasi yang dipimpinnya.

  5. Disseminator role (peran penyebar) Merupakan peran yang menempatkan manajer sebagai penyebar informasi ke seluruh jajaran organisasi yang menjadi tanggung jawabnya, ini dimungkinkan karena ia memiliki akses pada semua informasi melalui peran monitornya.

  6. Spokesman role (peran juru bicara) Adalah peran manajer untuk mewakili organisasi untuk menyampaikan informasi keluar lingkungan organisasinya.

  7. Entrepreneur role (peran wirausaha) Yaitu peran sebagai pemrakarsa dan perancang bagi sejumlah perubahan

  8. Disturbance-handler role (peran penghalau gangguan) Adalah peran yang membawa manajer untuk bertanggung jawab ketika organisasinya mengalami krisis yang seringkali tidak ada dalam rencana sebelumnya.

  9. Resource allocator of role (peran pembagi sumber daya) Yakni peran manajer sebagai penentu dalam mengalokasikan sumber daya, seperti keuangan atau dana untuk kegiatan tertentu di dalam organisasi.

  10. Negotiator role (peran perunding) Maerupakan peran yang menempatkan manajer sebagai perunding (negotiator) baik dengan pihak-pihak dalam lingkungan organisasi mapupun pihak luar untuk pemecahan masalah-masalah yang dihadapi oleh organisasi. Dari sepuluh peranan diatas, Mintzberg menyatakan beberapa peran pemimpin yang sering diterapkan dalam melaksanakan aktivitas manajerialnya dilihat secara umum adalah sebagai berikut :

  1. Komunikasi Aktivitas ini terdiri dari pertukaran informasi secara rutin dan mengolah pekerjaan tulis menulis, juga mengamati perilaku berupa menjawab pertanyaan-pertanyaan prosedural, menerima dan menyebarkan informasi yang diminta, menyampaikan hasil-hasil yang dicapai, menulis laporan, melaporkan keuangan secara rutin dan pekerjaan umum.

  Peran pemimpin terdiri dari perencanaan, pembuatan keputusan, dan pengawasan, juga mengamati perilaku yang meiputi pengaturan sasaran dan tujuan, mendefinisikan tugas-tugas yang dibutuhkan untuk mencapai penyempurnaan tujuan-tujuan, menjadwalkan pekerjaan, menentukan pemberian pekerjaan, memberikan instruksi-instruksi secara rutin, mendefinisikan masalah-masalah harian, memutuskan hal-hal yang harus dilakukan, mengembangkan prosedur-prosedur baru, memeriksa pekerjaan, memonitoring kinerja data dan melakukan tindakan pencegahan.

  3. Manajemen Sumber Daya Manusia Merupakan kategori perilaku yang sangat penting untuk memperkuat, mendisiplikan, mengatasi konflik, susunan kepegawaian, serta pelatihan dan pengembangan Sumber Daya Manusia. Beberapa penerapannya berupa pengalokasian penghargaan-penghargaan formal,memberikan dukungan kelompok, mencari jalan keluar antar kelompok-kelompok kerja, menunjukkan sumber-sumber yang lebih besar dan menjalankan anggota-anggota melalui suatu pekerjaan.

  4. Jaringan (Networking) Dalam hal ini peran pemimpin dilihat dari sosialisasi dan interaksi dengan orang lain. Perilakunya dapat berupa keluhan, desas-desus,menghadiri pertemuan-pertemuan eksternal dan acara-acara komunitas, dan lain sebagainya.

2.2.3 Penerapan Fungsi Manajemen dalam Aktivitas Manajerial

  Proses berlangsungnya aktivitas manajerial oleh seorang pimpinan di organisasinya tidak terlepas dari penerapan fungsi manajemen sebagai bentuk upaya pencapaian tujuan yang terancang secara sistematis. Menurut Terry dalam

  

beberapa fungsi manajemen yang dikenal secara umum dan diterapkan dalam aktivitas manajerial adalah sebagai berikut :

  1. Perencanaan (planning) Merupakan susunan langkah-langkah secara sistematis dan teratur untuk mencapai tujuan organisasi atau memecahkan masalah tertentu.

  Perencanaan merupakan langkah awal dalam proses manajemen, adapun beberapa hal yang harus diperhatikan seorang manajer dalam membuat suatu perencanaan adalah : a.

  Analisis situasi dan identifikasi masalah dengan melihat situasi dan kondisi perusahaan agar tujuan organisasi dapat tercapai, teknik analisis yang digunakan dapat berupa SWOT.

  b.

  Menentukan skala prioritas dengan mengutamakan hal-hal yang menjadi prioritas utama dalam perusahaan untuk menjamin keberlangsungan hidup organisasi.

  c.

  Menentukan tujuan program agar dapat mengukur pencapaian tujuan yang ditetapkan dan tidak keluar dari jalur pencapaian yang diharapkan.

  d.

  Menyusun rencana kerja operasional yang termasuk didalamnya adalah penyusunan anggaran.

  2. Pengorganisasian (Organizing)

  Diartikan sebagai pembagian tugas-tugas bagi orang yang terlibat dalam kegiatan atau aktivitas organisasi, tugas yang diberikan haruslah sesuai dengan kompetensi yang dimiliki. Dalam membuat pengorganisasian di perusahaan maka seorang manajer harus memperhatikan hal-hal berikut ini, diantaranya : a.

  Menjelaskan kepada seluruh staf mengenai tujuan organisasi yang harus dicapai sehingga dapat dipahami oleh semua pihak dalam organisasi.

  b.

  Mendudukkan orang-orang yang berpotensi pada posisi yang tepat.

  Dan jangan sampai ada posisi strategis yang kosong, karena akan berpengaruh pada keseluruhan pencapaian organisasi.

  c.

  Menentukan procedural staf dari segi cara kerja dan evaluasi pekerjaan, serta hukuman dan penghargaan yang akan diterima. Selain itu juga menjelaskan semua garis koordinasi yang berlaku di perusahaan.

  d.

  Mendelegasikan wewenang sesuai tugas dan fungsi masing-masing staf.

3. Penerapan atau pengaktualisasian (actuating)

  Pelaksanaan kerja harus sesuai dengan perencanaan dan ketentuan pengorganisasin yang sebelumnya telah ditetapkan, inti dari pengaktualisasian adalah menggerakkan semua anggota untuk bekerja agar manajer dan semua elemen organiasai harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut : a.

  Merasa yakin dan mampu dalam mengambil keputusan b.

  Mengadakan komunikasi agar ada rasa saling pengertian dan memahami anatara pemimpin dan bawahannya.

  c.

  Member semangat, inspirasi, dan dorongan kepada bawahan agar mereka berani bertindak lebih baik lagi.

  d.

  Memilih orang-orang yang berada dalam suatu kelompok kerja secara tepat.

  e.

  Memperbaiki pengetahuan dan sikap-sikap bawahan agar mereka tampil dalam usaha mencapai tujuan yang ditetapkan.

4. Pengawasan atau pengendalian (controlling)

  Merupakan proses memastikan pelaksanaan agar sesuai dengan rencana dengan memantau semua kegiatan anggota dan pihak yang terlibat dalam organisasi. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan pengawasan atau pengendalian adalah : a.

  Menentukan standar yang akan digunakan sebagai dasar pengendalian.

  b.

  Mengukur pelaksanaan atau hasil yang sudah dicapai dengan melaksanakan evalusasi terhadap kinerja serta kompetensi yang telah diperoleh.

  c.

  Membandingkan pelaksanaan atau hasil dengan standar yang d.

  Melakukan tindakan perbaikan jika terjadi kesalahan atau penyimpangan yang tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan.

  e.

  Meninjau kembali atau menganalisis ulang rencana yang ditetapkan. Pengawasan dapat dibedakan menurut sifat dan waktunya , yaitu :

  1. Preventive Control, merupakan pengawasan yang dilakukan sebelum kegiatan dilaksanakan. Pemimpin mengawasi perencanaan kegiatan hingga persiapan yang dilakukan termasuk rekrutmen pegawai.

  2. Repressive control, merupakan pengawasan setelah kegiatan berlangsung, dengan mengawasi hasil yang dicapai dari kegiatan pelaksanaan kegiatan, serta evaluasi laporan yang didapatkan.

  3. Pengawasan saat proses dilakukan, merupakan pengawasan yang dilakukan bersamaan dengan berlangsungnya proses kegiatan di perusahaan sekaligus pengkoreksian agar tidak terjadi penyimpangan.

4. Pengawasan berkala, merupakan pengawasan dalam kurun waktu tertentu berdasarkan kesepakatan yang telah ditetapkan.

  5. Pengawasan mendadak (sidak), merupakan pengawasan yang dilakukan pimpinan dalam waktu yang tidak ditentukan, dilakukan secara tiba-tiba untuk melihat kegiatan yang dilakukan bawahan sehari-hari saat bekerja di perusahaan.

  6. Pengawasan melekat (waskat), merupakan pengawasan yang dilakukan secara khusus dari atasan kepada kondisi ataupun staf-staf tertentu untuk tujuan yang spesifik atau bersifat khusus, untuk

2.2.4 Kepemimpinan dalam Aktivitas Manajerial

  Aktivitas manajerial seorang pemimpin sangat erat kaitannya dengan gaya kepemimpinannya di perusahaan tersebut. Segala aktivitas yang akan dilaksanakannya, tentulah akan sesuai dengan pola kepemimpinan yang diterapkannya. Menurut Robbins (2008 : 49) kepemimpinan dapat didefenisikan sebagai kemampuan mempengaruhi suatu kelompok guna mencapai sejumlah visi atau serangkaian tujuan yang ditetapkan. Sedangkan menurut Nirman dalam Ardana,dkk. (2008 : 89 ) kepemimpinan adalah proses mempengaruhi perilaku orang lain agar orang tersebut berperilaku seperti yang dikehendakinya.

  Dari defenisi tersebut dapatlah dilihat, bahwa seorang manajer dalam melaksanakan aktivitas manajerialnya bertujuan untuk mempengaruhi kelompok kerja atau para pegawainya dalam perusahaan melalui kepemimpinannya, agar dapat mencapai tujuan bersama yang memang telah diketahui oleh seluruh anggota perusahaan dan juga untuk mencapai visi perusahaan. Semua penerapan aturan dan tujuan yang dilaksanakan pegawai dibawah pengaruh pemimpinnya tentulah sesuai dengan gaya kepemimpinan pemimpinnya diperusahaan tersebut.

  Sunarto ( 2005 : 33) mengungkapkan bahwa pemimpin memiliki dua peran penting, yaitu :

  1. Menyelesaikan tugas, adalah tujuan utama dibentuknya kelompok dibawah pemimpin. Para pemimpin harus memastikan bahwa tujuan kelompok akan tercapai.

  2. Menjaga hubungan yang efektif, yaitu hubungan pemimpin dengan anggota kelompoknya maupun dengan anggota kelompok lain. Suatu hubungan disebut efektif apabila hubungan tersebut berkontribusi terhadap penyelesaian tugas. Dalam hal ini pemimpin dikategorikan menjadi dua yaitu , golongan pemimpin yang memberikan perhatian pada semangat kerja serta pencapaian tujuan, dan pemimpin yang memfokuskan perhatian pada individu serta bagaimana memotivasinya.

  Gaya kepemimpinan seorang atasan disebuah perusahaan juga menjadi hal yang berkaitan terhadap penerapan aktivitas manajerial untuk program peningkatan kinerja pegawai. Beberapa tipe dari gaya kepemimpinan menurut Djatmiko dalam Ardana,dkk. (2008 : 97) adalah sebagai berikut :

  1. Tipe Otokratik, dengan ciri-ciri antara lain : mengambil keputusan sendiri, memutuskan kekuasaan dan pengambilan keputusan pada dirinya, bawahan melakukan apa yang diperintahkan, menggunakan wewenang dan tanggung jawab sepenuhnya dan biasanya berorientasi pada kekuasaan.

  2. Tipe Paternalistik, ciri-cirinya antara lain : mengambil keputusan cenderung menggunakan cara sendiri tanpa melibatkan bawahan, hubungan dengan bawahan bersifat bapak-anak, berusaha memenuhi kebutuhan fisik anak buah untuk mencuri perhatian dan tanggungjawab mereka, orientasinya adalah menjaga hubungan yang baik dengan anak buah.

  3. Tipe Karismatis, dengan ciri-ciri yang menonjol diantaranya : memelihara hubungan dengan bawahan agar pelaksanaan tugas dapat terselenggara dengan baik sekaligus memberi kesan bahwa hubungan tersebut berbasis pada relasionalitas bukan kekuasaan.

  4. Tipe Laissess Faire (Free Reign) dengan ciri-ciri : menghindari penumpukan kekuasaan dengan jalan mendelegasikan kepada bawahan, tergantung pada kelompok dalam menentukan tujuan dan penyelesaian masalah, efektif bila di lingkungan yang memiliki motivasi tinggi.

  5. Tipe Demokratis, yang ciri-ciri nya adalah antara lain : membagi tanggung jawab keputusan dengan kelompok, mengembangkan tanggung jawab kelompok untuk menyelesaikan tugas, memakai pujian dan kritik, meski pengambilan keputusan dilimpahkan, namun tanggung jawab tetap pada pimpinan.

2.3 Kinerja

2.3.1 Pengertian Kinerja

  Kinerja pegawai menjadi faktor yang paling berkaitan dengan kemajuan suatu organisasi, karena melalui kinerja pegawai lah maka sebuah perusahaan dapat terus berlanjut untuk beroperasi. Ketika kinerja pegawai mengalami penurunan yang sangat drastis maka bisa saja berimbas kepada kondisi perusahaan yang tentunya mengalami perubahan dari posisi yang menguntungkan menjadi rugi. Setiap perusahaan akan memperhatikan kinerja pegawainya sebagai bentuk evaluasi dan penilaian dari waktu ke waktu serta perencanaan pencegahan dari kemungkinan apabila terjadi penurunan kinerja.

  Menurut Moeheriono (2009 : 60) kinerja atau performance merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi, dan misi organisasi yang dituangkan melalui perencanaan strategis suatu organisasi. Kinerja dapat diketahui dan diukur jika individu atau sekelompok pegawai telah mempunyai kriteria atau standar keberhasilan tolak ukur yang ditetapkan organisasi. Sedangkan menurut Tika (2006 : 121) kinerja adalah hasil-hasil fungsi pekerjaan/kegiatan seseorang atau kelompok dalam suatu organisasi yang dipengaruhi oleh berbagai faktor untuk mencapai tujuan organisasi dalam periode waktu tertentu. Selain itu, menurut Yuli (2005 : 89) kinerja merupakan hasil kerja secara kuantitas, kualitas kerja dan taat terhadap peraturan-peraturan baik secara tertulis maupun tidak tertulis yang di capai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepada pegawai.

2.3.2 Penilaian Kinerja

  Penilaian kinerja memberikan dasar bagi keputusan-keputusan yang mempengaruhi gaji, promosi, pemberhentian, pelatihan, transfer, dan kondisi- kondisi kepegawaian lainnya. Penilaian kinerja adalah penilaian tentang prestasi kerja pegawai dan akuntabilitasnya. Dalam persaingan global perusahaan- perusahaan menuntut kinerja yang tinggi. Penilaian kinerja pada prinsipnya mencakup baik aspek kualitatif maupun kuantitatif dari pelaksanaan pekerjaan.

  Penilaian kinerja berkenaan dengan seberapa baik seseorang melakukan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya (Sofyandi 2008 : 123) Menurut Moeheriono (2009 : 106), ada empat aspek penilaian kinerja , yaitu :

  1. Hasil kerja, yaitu keberhasilan pegawai dalam pelaksanaan kerja (output) biasanya terukur, seberapa besar yang telah dihasilkan, berapa jumlahnya dan berapa besar kenaikannya, misalkan, omset pemasaran, jumlah keuntungan dan total perputaran asset, dan lain-lain.

  2. Perilaku, yaitu aspek tindak tanduk pegawai dalam melaksanakan pekerjaan, pelayanan, kesopanan, sikap, dan perilakunya, baik terhadap sesama pegawai maupun kepada pelanggan.

  3. Atribut dan kompetensi, yaitu kemahiran dan penguasaan pegawai sesuai tuntutan jabatan, pengetahuan, ketrampilan dan keahliannya, seperti kepemimpinan, inisiatif dan komitmen.

  4. Komparatif, yaitu membandingkan hasil kinerja pegawai dengan pegawai lainnya yang selevel dengan yang bersangkutan, misalnya sesama sales berapa besar omset penjualannya selama satu bulan. Selain itu beberapa prinsip penilaian kinerja diantaranya :

  1) Relevance, yaitu harus ada kesesuaian faktor penilaian dengan tujuan sistem penilaian.

  2) Acceptability, yaitu dapat diterima atau disepakati pegawai 3) Realibility, yaitu faktor penilaian harus dapat dipercaya dan diukur pegawai secara nyata.

  4) Sensitivity, yaitu dapat membedakan kinerja yang baik atau yang buruk. 5) Practicality, yaitu mudah dipahami dan dapat diterapkan secara praktis.

2.3.3 Tujuan Penilaian Kinerja

  Menurut Dessler (2006 : 325 ) penilaian kinerja dilakukan untuk :

  1. Evaluasi hasil setelah melakukan pelatihan Penilaian harus memberikan peran yang terintegrasi dalam proses manajemen kinerja pengusaha, penilaian kinerja memberikan manfaat setelah melakukan pelatihan.

  2. Perencanaan perbaikan jika tujuan belum tercapai Penilaian memungkinkan atasan dan bawahan menyusun sebuah rencana untuk mengoreksi semua kekurangan yang ditemukan dalam penilaian dan untuk menegaskan hal-hal yang telah dilakukan dengan benar oleh bawahan.

  3. Penunjang perencanaan karier Penilaian harus melayani tujuan perencanaan karier dengan memberikan kesempatan meninjau rencana karier pegawai dengan memerhatikan kekuatan dan kelemahannya secara spesifik.

2.3.4 Metode Penilaian Kinerja

  Menurut Moeheriono ( 2009 : 108) beberapa metode penilaian kinerja yang dapat diterapkan adalah :

  1. Metode skala peringkat (Rating scale) Sistem ini terdiri atas dua bagian yaitu (1) bagian suatu daftar karakteristik dan (2) bidang, ataupun perilaku yang akan dinilai dan bagian skala.

  Kekuatan sistem ini adalah dapat diselesaikan dengan cepat dan dengan upaya sesering mungkin. Kelemahan dari sistem ini adalah subjektif karena kriteria penilaian yang digunakan amat samar dan kurang tepat, khususnya pada skala yang digunakan.

  2. Metode daftar pertanyaan (Checklist) Hasil metode ini adalah bobot nilai pada lembar Checklist, tetapi checklist dapat dijadikan sebagai gambaran hasil kerja pegawai yang akurat.

  Keuntungannya adalah biaya yang murah, pengurusannya mudah, penilai hanya membutuhkan waktu pelatihan yang sederhana dan distandarisasi.

  Kelemahannya terletak pada penyimpangan penilai yang lebih mengedepankan kriteria pribadi pegawai dalam menentukan kriteria hasil kerja, kesalahan menafsir materi-materi checklist, dan penentuan bobot nilai tidak seharusnya dilakukan oleh departemen Sumber Daya Manusia.

  3. Metode pilihan terarah (Forced Choice Method) Sistem ini menggunakan evaluasi dalam lima skala yaitu, (1) berkinerja sangat tinggi, (2) berkinerja rata-rata tinggi, (3) berkinerja rata-rata, (4) berkinerja rata-rata rendah, (5) berkinerja sangat rendah. Kekuatan sistem ini adalah dapat mengidentifikasikan pegawai yang memiliki prestasi tinggi dan luar biasa serta dapat mengurangi penyimpangan penilaian. Kelemahannya adalah tidak realistis mendorong pimpinan yang memiliki

  4. Metode peristiwa kritis (Critical Incident Method) Pada sistem ini dilaksanakan dengan membuat catatan-catatan contoh yang luar biasa baik atau tidak diinginkan dari perilaku yang berhubungan dengan kerja seorang pegawai dan meninjaunya bersama pegawai lain pada waktu yang telah ditentukan sebelumnya. Keuntungan metode ini adalah menyajikan fakta-fakta keras yang spesifik untuk menjelaskan evaluasi dan memastikan bahwa pimpinan berfikir tentang evaluasi, serta mengidentifikasikan contoh-contoh khusus tentang kinerja yang baik dan jelek dan merencanakan perbaikan terhadap kemerosotan. Kelemahannya adalah sulit untuk menilai atau memeringkatkan pegawai yang berhubungan dengan satu sama lain.

2.4 Penelitian Terdahulu

  Miranda (2004) melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Pelatihan Terhadap Produktivitas Kerja Pegawai Pada PTPN. II Kebun Bandar Klippa” penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui dampak-dampak pemberian pelatihan kerja pada PTPN. II Kebun Bandar Klippa. Teknik pengambilan sampel menggunakan Simple Random Sampling (acak sederhana). Alat analisa yang digunakan adalah Analisis Korelasi Spearman Rank , uji determinasi dan uji signifikansi melalui uji t. Dari hasil analisis uji t diperoleh hasil t hitung > dari t tabel yakni 4,97 > 1,697. Penelitian ini memberikan hasil bahwa pelaksanaan pelatihan kerja pada PTPN. II Kebun Bandar Klippa memberikan pengaruh yang diperoleh besarnya pengaruh pelatihan pada PTPN. II Kebun Bandar Klippa terhadap produktivitas pegawainya yakni sebesar 42%, yang berarti pelatihan dapat mempengaruhi produktivitas pegawainya

  Kotter (dalam Kristamuljana 2002 : 4) melakukan penelitian terhadap 15 manajer puncak dan menemukan bahwa sebagian besar dari waktu setiap manajer digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain, bentuk interaksi berupa saling bertukar informasi sebagai pembentukan jaringan (networking). Dengan mendapatkan informasi yang relevan dari jaringan yang terbentuk, manajer dapat mengimplementasikan berbagai rencananya untuk mencapai tujuan-tujuan yang terdapat pada agenda rencana yang telah ditetapkan.

  Tandilino (2008) melakukan penelitian yang berjudul “Motivasi Karyawan dan Aktivitas Manajerial Kepemimpinan Pengaruhnya Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Pada PT. Kinarya Selaras Cabang Kupang)” penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel motivasi dan aktivitas manajerial kepemimpinan secara simultan dan parsial terhadap kinerja Kisel Kupang, pengambilan sampel dilakukan dengan Proportioned Stratisfied Random

  Sampling. Uji signifikansi melalui Uji t parsial dengan ketetapan jika < 0,5 maka

  variabel signifikan dan jika > 0,5 maka variabel non signifikan. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa dari uji t parsial signifikan berupa variabel komunikasi, pembinaan, dan pengawasan, sedangkan variabel perencanaan dan perintah nonsignifikan. Penelitian ini menunjukkan bahwa aktivitas manajerial pemimpin dapat mempengaruhi kinerja pegawai secara keseluruhan berdampak signifikan.

2.5 Kerangka Konseptual

  Pelatihan yang diberikan kepada pegawai diharapkan perusahaan dapat berdampak positif terhadap kemajuan kinerja pegawai. Sedangkan aktivitas manajerial juga menentukan segala penerapan keputusan dan aturan yang ada di perusahaan sehingga mempengaruhi pola kinerja para pegawainya, karena gaya kepemimpinan seorang pemimpin tentunya mempengaruhi pencapaian tujuan perusahaan terutama kinerja perusahaan yang sangat terkait terhadap keberlanjutan perusahaan kedepannya. Kinerja yang menjadi acuan akhir dalam pelaksanaan pelatihan dan pola kepemimpinan haruslah lebih baik dari waktu ke waktu.

  Pelatihan merupakan suatu cara yang digunakan untuk memberikan atau meningkatkan keterampilan yang dibutuhkan saat melaksanakan pekerjaan di masa sekarang (Panggabean 2004 : 41). PT. Perkebunan Nusantara II Pabrik Gula Kwala Madu Stabat bertujuan agar setiap pegawai yang diberikan pelatihan akan memiliki ketrampilan dalam bekerja sehingga berdampak pada peningkatan kinerja.

  Menurut Kotter (dalam Kristamuljana 2002 : 4) aktivitas manajerial adalah suatu kegiatan penting manajer melalui perannya membangun jaringan informasi antar personal sebagai jalan pencapaian rencana agenda yang telah ditetapkan. Pimpinan PT. Perkebunan Nusantara II Pabrik Gula Kwala Madu Stabat dalam memberikan arahan kepada setiap pegawainya tentunya juga melihat dampak terhadap hasil kinerja yang menjadi tujuan akhir perusahaan.

  Kinerja merupakan hasil kerja secara kuantitas, kualitas kerja dan taat terhadap peraturan-peraturan baik secara tertulis maupun tidak tertulis yang di capai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepada pegawai (Yuli 2005 : 89).

  Menurut Yuli (2005 : 89) kinerja mempengaruhi seberapa banyak pegawai memberikan kontribusi kepada perusahaan antara lain :

  1. Kualitas kerja : kerapian, ketelitian, dan keterkaitan hasil dengan tidak mengabaikan volume pekerjaan

  2. Kuantitas kerja : volume kerja yang dihasilkan di atas kondisi normal

  3. Tanggung Jawab : melaksanakan tugas yang di berikan perusahaan Berdasarkan teori-teori dan penjelasan yang telah dituliskan sebelumnya, penelitian ini membahas mengenai pengaruh pelatihan dan aktivitas manajerial terhadap kinerja pegawai pada PT. Perkebunan Nusantara II Pabrik Gula Kwala Madu Stabat. Melihat teori dan penjelasan tersebut, maka dibentuklah kerangka konseptual yang menunjukkan gambaran hubungan antara variabel x1 dan x2 terhadap Y, yakni :

  Pelatihan Pegawai (X ) 1 Kinerja (Y) Aktivitas Manajerial (X 2 )

  Sumber : Panggabean (2004) dan Yuli (2005)

Gambar 2.2.

Kerangka Konseptual

2.6. Hipotesis

  Hipotesis dapat didefenisinikan sebagai hubungan yang diperkirakan secara logis antara dua atau lebih variabel yang diungkapkan dalam bentuk pernyataan yang dapat diuji (Sekaran 2009 :135).

  Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual yang ditetapkan dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

  1. Pelatihan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja pegawai pada PT. Perkebunan Nusantara II Pabrik Gula Kwala Madu Stabat.

  2. Aktivitas Manajerial memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap Kinerja pegawai pada PT. Perkebunan Nusantara II Pabrik Gula Kwala Madu Stabat.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pelatihan Dan Aktivitas Manajerial Terhadap Kinerja Pegawai PT.Perkebunan Nusantara II Pabrik Gula Kwala Madu Stabat Sumatera Utara

13 108 142

Maintenance River Side Pump Di PTP Nusantara II (Persero) Pabrik Gula Kwala Madu

1 36 69

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Profesionalisme Pegawai 2.1.1 Pengertian Profesionalisme Pegawai - Pengaruh Profesionalisme Pegawai Terhadap Kualitas Pelayanan Publik

0 1 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1 .1 Pelatihan 2.1.1.1 Pengertian Pelatihan - Pengaruh Pelatihan, Promosi Jabatan Dan Mutasi Terhadap Prestasi Kerja Karyawan Pada Direktorat Personalia Dan Umum Pt. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Medan

0 0 31

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepemimpinan 2.1.1 Pengertian Kepemimpinan - Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Budaya Kerja Pegawai pada Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten Gayo Lues

0 1 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pendidikan dan Pelatihan 2.1.1.1 Pengertian Pendidikan - Strategi Peningkatan Kinerja Sumber Daya Manusia Pada Dinas Perhubungan Kota Medan

0 2 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Pelatihan dan Pengembangan - Pengaruh Pelatihan dan Pengembangan Terhadap Efektivitas Kerja Karyawan Pada PT PLN (Persero) Wilayah SUMUT Area Padangsidimpuan

0 0 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Efektivitas 2.1.1 Pengertian Efektivitas - Efektivitas Pelaksanaan Program Pelatihan Keterampilan Bagi Anak Tunanetra di Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YAPENTRA) Tanjung Morawa Sumatera Utara

2 3 28

II. PETUNJUK PENGISIAN - Pengaruh Pelatihan Dan Aktivitas Manajerial Terhadap Kinerja Pegawai PT.Perkebunan Nusantara II Pabrik Gula Kwala Madu Stabat Sumatera Utara

0 0 23

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelatihan 2.1.1 Pengertian Pelatihan - Pengaruh Pelatihan Dan Aktivitas Manajerial Terhadap Kinerja Pegawai PT.Perkebunan Nusantara II Pabrik Gula Kwala Madu Stabat Sumatera Utara

0 0 35