WTP apakah pasti tidak korup tanggung ja

WTP, apakah pasti tidak korup???
(tanggung jawab auditor kepada masyarakat)
Wahyu Kurniawan (15919049)
Email: why.krnwn@gmail.com
Mahasiswa Magister Akuntansi – Universitas Islam Indonesia

Pendahuluan
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk pertama kalinya dalam sejarah pemerintahan,
meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
terhadap laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah tahun 2015.
Menurut Ketua BPK, pihaknya menghargai berbagai upaya yang telah dilakukan pemerintah
provinsi NTT dalam rangka perbaikan dan pengelolaan dan tanggungjawab terhadap keuangan
daerah.
Namun ironisnya untuk tahun 2015, Lembaga Indonesia Corupption Watch (ICW) melalui
penelitiannya menemukan bahwa Sumatera Utara dan NTT menjadi daerah dengan kasus
tindak pidana korupsi terbanyak di Indonesia selama semester pertama 2015. Dalam laporan
tren Korupsi di wilayah provinsi Nusa tenggara Timur (NTT) periode 2010 – 2016 yang dirilis
oleh ICW, juga disebutkan bahwa kasus korupsi di provinsi NTT masih tergolong produktif.
Perincian kasus korupsi diantaranya, tahun 2010 terdapat 21 kasus, tahun 2011 ada 33 kasus,
tahun 2012 terdapat 5 kasus, tahun 2013 terdapat 20 kasus, tahun 2014 ada 16 kasus, tahun
2015 30 kasus. Dari jumlah kasus tersebut, pada semester 1 tahun 2016 sudah terdapat 7

kasus yang tersebar di Kabupaten/Kota di NTT dengan nilai kerugian negara sebanyak Rp.
405.000.000.
Peringkat Provinsi terkorup di Indonesia versi ICW untuk tahun 2015:
1. Sumatera Utara 24 Kasus
2. Nusa Tenggara Timur 24 Kasus
3. Provinsi Jawa Barat 19 Kasus
4. Jawa Tengah 19 Kasus
5. Jawa Timur 19 kasus

Dari gambaran mengenai Provinsi NTT tersebut yang menjadi pertanyaan besar adalah,
bagaimana pertanggungjawaban auditor BPK kepada stakeholder dalam hal ini
masyarakat Indonesia, ketika memberikan opini WTP namun ternyata masih terdapat
korupsi? Apakah WTP menjamin bebas korupsi?

Jenis Pemeriksaan dan Opini BPK
Untuk bisa menjawab pertanyaan tersebut, terlebih dahulu mari kita jabarkan mengenai jenis
audit/ pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK dan apa arti opini yang diberikan oleh BPK.
Bahwa ruang lingkup pemeriksaan dan dasar BPK bekerja, diatur dalam pasal 23E UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengamanatkan BPK untuk
melaksanakan pemeriksaan kinerja pengelolaan keuangan negara.
Berdasarkan konstitisi, BPK diberi kewenangan untuk melakukan 3 (tiga) jenis pemeriksaan,

yaitu:
1. Pemeriksaan Keuangan dalam rangka memberikan pernyataan opini tentang tingkat
kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah pusat dan
daerah. Fokusnya adalah apakah laporan keuangan sudah disajikan secara wajar
sesuai Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) dan prinsip akuntansi yang berlaku
umum.
2. Pemeriksaan Kinerja, yaitu pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara yang
terdiri atas pemeriksaan aspek ekonomi dan efisiensi serta aspek efektivitas.
3. Pemeriksaan dengan Tujuan Tertentu, dilakukan dengan tujuan khusus di luar
pemeriksaan keuangan dan kinerja yang meliputi pemeriksaan investigatif,
pemeriksaan atas SPI pemerintah, dan pemeriksaan atas hal-hal lain di bidang
keuangan,

termasuk

pemeriksaan

investigatif

untuk


mengungkap

adanya

kecurangan atau korupsi.
BPK juga menegaskan bahwa laporan hasil pemeriksaan BPK atas laporan keuangan termuat
dalam tiga buku, yaitu:
1. Buku laporan yang memuat opini atas laporan keuangan,
2. Buku laporan atas kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan

3. Buku laporan kepatuhan atas sistem pengendalian intern (SPI).
Dari pemeriksaan tersebut BPK dapat memberikan empat jenis opini, yaitu:
1. Wajar Tanpa Pengecualian (WTP/ Unqualified opinion)
2. Wajar Dengan Pengecualian (WDP/ Qualified opinion)
3. Tidak Memberikan Pendapat (TMP/ Disclaimer opinion) dan
4. Tidak Wajar (TW/ Adverse opinion)
Penjelasan mengenai opini tersebut adalah:
1. Opini WTP diberikan dengan kriteria yaitu sistem pengendalian internal memadai dan
tidak ada salah saji yang material atas pos-pos laporan keuangan atau secara

keseluruhan laporan keuangan telah menyajikan secara wajar sesuai dengan SAP.
2. Opini WDP diberikan dengan kriteria yaitu sistem pengendalian internal memadai,
namun terdapat salah saji yang material pada beberapa pos laporan keuangan. Laporan
keuangan dengan opini WDP dapat diandalkan, tetapi pemilik kepentingan harus
memperhatikan beberapa permasalahan yang diungkapkan auditor atas pos yang
dikecualikan tersebut agar tidak mengalami kekeliruan dalam pengambilan keputusan.
3. Opini TMP diberikan apabila terdapat suatu nilai yang secara material tidak dapat
diyakini auditor. Ini karena ada pembatasan lingkup pemeriksaan oleh manajemen
sehingga auditor tidak cukup bukti dan atau sistem pengendalian intern yang sangat
lemah. Dalam kondisi demikian auditor tidak dapat menilai kewajaran laporan keuangan.
Misal, auditor tidak diperbolehkan meminta data-data terkait penjualan atau aktiva tetap.
Akibatnya tidak dapat mengetahui berapa jumlah penjualan dan pengadaan aktiva
tetapnya, serta apakah sudah dicatat dengan benar sesuai dengan SAP. Dalam hal ini
auditor tidak bisa memberikan penilaian apakah laporan keuangan WTP, WDP, atau
TW.
4. Opini TW diberikan jika system pengendalian internal tidak memadai dan terdapat salah
saji pada banyak pos laporan keuangan yang material. Dengan demikian secara
keseluruhan laporan keuangan tidak disajikan secara wajar sesuai dengan SAP.

Pembahasan

Dari gambaran mengenai jenis pemeriksaan dan jenis opini yang diberikan oleh BPK tersebut
dapat diambil beberapa poin diantaranya:
1. Pemeriksaan laporan keuangan tidak ditujukan secara khusus untuk mendeteksi adanya
korupsi, karena yang dinilai adalah kewajaran penyajian pos-pos laporan keuangan
sesuai dengan SAP. Kewajaran disini bukan berarti kebenaran atas suatu transaksi.
Opini atas laporan keuangan tidak mendasarkan kepada apakah pada entitas tertentu
terdapat korupsi atau tidak
2. Sebagai contoh dalam pemeriksaan ditemukan proses pengadaan barang atau jasa
yang menyimpang dari ketentuan, namun secara keuangan sudah dilaporkan sesuai
dengan SAP, maka laporan keuangan bisa memperoleh opini WTP. Misalnya, institusi
membeli mobil seharga Rp10 miliar. Sesuai aturan harus dilaksanakan secara tender,
namun entitas tersebut melakukan penunjukan langsung, jelas ini menyalahi aturan.
Dalam laporan keuangan, instutusi melaporkan pembelian mobil tersebut senilai Rp10
miliar, kemudian mencatat mobil tersebut dalam pos aktiva tetap. Penyajian laporan
keuangan oleh institusi atas pembelian mobil tersebut sudah sesuai dengan SAP
meskipun proses pengadaannya tidak sesuai dengan aturan. Untuk menilai apakah
pembelian mobil tersebut sudah ekonomis, efisien, dan efektif, BPK bisa melakukan
pemeriksaan kinerja. Jika dari pemeriksaan keuangan sudah melihat ada indikasi
penyimpangan terhadap aturan, BPK juga bisa melakukan pemeriksaan investigatif
untuk menilai apakah ada korupsi disitu.

3. Opini WTP dan lainnya diberikan BPK kepada institusi atau lembaga. Sedang tindakan
korupsi adalah dilakukan individu.
4. Laporan hasil pemeriksaan BPK atas laporan keuangan termuat dalam tiga buku,
ketiganya harus dibaca keseluruhan dan bersama-sama. Tidak bisa hanya membaca
laporan yang memuat opini, sementara mungkin dalam laporan yang lain ada
permasalahan, termasuk adanya temuan berindikasi korupsi.

Kesimpulan
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa opini WTP tidak menjamin bahwa pada entitas
yang bersangkutan tidak ada korupsi. Karena pemeriksaan laporan keuangan tidak ditujukan
secara khusus untuk mendeteksi adanya korupsi, Opini atas laporan keuangan didasarkan
pada kewajaran penyajian pos-pos laporan keuangan sesuai dengan SAP. Kewajaran bukan
berarti kebenaran atas suatu transaksi. Opini atas laporan keuangan tidak mendasarkan
kepada apakah pada entitas tertentu terdapat korupsi atau tidak. Namun demikian, BPK wajib
mengungkapkan

apabila

menemukan


ketidakpatuhan

atau

ketidakpatutan

baik

yang

berpengaruh atau tidak berpengaruh terhadap opini atas laporan keuangan. Hal mendasar yang
perlu dipahami adalah Opini WTP dan lainnya diberikan BPK kepada institusi atau lembaga.
Sedang tindakan korupsi adalah dilakukan individu.

sumber:
http://www.teropongsenayan.com/46435-ntt-raih-opini-wtp-dari-bpk
http://www.moral-politik.com/2016/01/icw-rilis-5-provinsi-terkorup-di-indonesia/
http://voxntt.com/2017/01/05/icw-setiap-bulan-ada-satu-kasus-korupsi-di-ntt/