Tinjauan yuridis terhadap tanggung jawab perusahaan pengakuisisi dalam transaksi leveraged buyout

(1)

Diajukan kepada Fakultas Syariah & Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (SH)

Oleh:

Dwi Puji Apriyantok

NIM: 1111048000047

K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH & HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A


(2)

(3)

(4)

(5)

iv

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN PENGAKUISISI DALAM

TRANSASAKSI LEVERAGED BUYOUT. Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H/ 2015 M. xi + 78 halaman + hal lampiran. Penelitian ini menganalisa bagaimana suatu perusahaan bertanggung jawab atas tindakan akuisisi yang menggunakan metode LBO terhadap para pihak pada perusahaan yang diakuisisi tersebut. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara ilmiah yaitu dalam studi ilmu hukum, dan secara praktis maupun akademis yaitu sebagai masukan bagi penulis maupun pihak-pihak yang memiliki keinginan untuk menganalisa tanggung jawab perusahaan pengakuisisi terkait transaksi LBO. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian pustaka yang bersifat yuridis normatif, yaitu penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang ada dalam perundang-undangan, kepustakaan, pendapat ahli, dan jurnal. Penulis menganalisa bagaimana perlindungan pemegang saham minoritas yang menjadi pihak sangat riskan dalam transaksi LBO dengan cara-cara baik dari internal perusahaan maupun dari external perusahaan, dengan melihat ketentuan-ketentuan yang berlaku maupun kebiasaan dalam perusahaan khususnya Peraturan Bapepam-LK No IX E.1 Tentang Transaksi Afiliasi dan Berbenturan Kepentingan. Selain itu kreditor dapat melakukan tindakan untuk melindungi uangnya disaat perusahaan yang diakuisisi mengalami masalah keuangan, mulai dari cara yang baik dengan menegosiasi hingga cara yang paling buruk yaitu mempailitkan perusahaan. Terkait dengan asas pertanggung jawaban terbatas perusahaan pengakuisisi tetap harus bertanggung jawab karena melekat asas Piercing The Corporate Veil pada perusahaan induk karena transaksi terjadi atas kehendak perusahaan tersebut.

Kata Kunci : Petanggungjawaban Perusahaan Pengakuisisi, Leveraged Buyout, Perlindungan Pemegang Saham Minoritas, dan Perlindungan Hukum Kreditor.

Pembimbing : Dra. Hafni Muchtar, SH, MH, MM Ayang Utriza Yakin, DEA, Phd. Daftar Pustaka : Tahun 1990 Sampai Tahun 2014


(6)

v

berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN PENGAKUISISI DALAM TRANSAKSI LEVERAGED BUYOUT.”

Shalawat serta salam penulis panjatkan kepada junjungan Nabi Muhammad saw, yang telah membawa umat manusia dari zaman jahiliyah ke zaman yang penuh ilmu dan keberkahan.

Penulisan skripsi ini dilakukan guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini tidak mungkin diselesaikan dengan baik dan tepat oleh penulis tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak selama penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Asep Syarifuddin Jahar, MA, Ph.D Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Djawahir Hejazziey, S.H, M.A. dan Arip Purqon, SHI, M.A. Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Drs. Hafni Muchtar, S.H, M.H, MM dan Ayang Utriza Yakin, DEA, Ph.d selaku Dosen Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga untuk memberikan bimbingan dalam menyusun skripsi ini. Semoga ilmu yang


(7)

vi

membantu penulis dari semester I hingga semester VIII, semoga bapak selalu mendapat keberkahan.

5. Seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum khususnya dosen-dosen Ilmu Hukum yang telah memberikan ilmu-ilmunya selama penulis menjadi mahasiswa Ilmu Hukum. Semoga ilmu yang telah diajarkan dapat bermanfaat bagi penulis dan mendapat balasan yang berlimpah dari Allah SWT.

6. Staff Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta serta staff Perpustakaan Universitas Indonesia yang telah memberikan fasilitas untuk penulis mengadakan studi kepustakaan guna menyelesaikan skripsi ini.

7. Kedua orang tua tercinta yang selalu mencurahkan kasih sayangnya, memberi dukungan baik materil maupun moril, dan tiada henti mendoakan penulis hingga penulis selesai menyelesaikan skripsi ini.

8. Kakak Ika Yuanita Ernawati, S.E. dan adik Tri Dodi Setyawan yang memberi semangat serta membantu menciptakan kehangatan di dalam rumah sehingga penulis dapat mengerjakan skripsi dengan kondusif.

9. Teman-teman Ilmu Hukum Gary Ichsan Putro, Ridwan Ardy Prasetya, Ade Putra Indrawan, Azhar Nur Fajar Alam, Reza Haryo Mahendra Putra, Ahmad Bustomi, Fadilah Haidar, Ayu, Lidia Asrida, Fathy Syamsiah, terima kasih atas kebersamaan semangat, dan wawasannya sehingga penulis bisa mencapai tahap


(8)

vii

10.Terima kasih juga untuk Saudara Nanda Narendra Putra yang sudah menjadi rekan, sahabat, dan teman berdebat, serta meminjamkan lemnya saat baru masuk kampus tercinta. Semoga cita-cita yang didiskusikan setiap hari dapat diraih. Amin.

11.Para Senior Irfan Kamil Siregar S.H, Eko Yulianto S.H, Satyawan Pari Kresno S.H, Andi Komara S.H dan yang lainnya yang telah memberi wawasan dan motivasi penulis dalam menyusun skripsi ini. Khususnya Bang Rizki Haryo Wibowo S.H yang tidak pernah bosan menjawab pertanyaan penulis yang terkadang tidak mengenal waktu, semoga semua senior bisa meraih impiannya dan mendapat berkah dari Allah swt.

12.Teman-teman Deket Rumah Community, Muhammad Naufal Wijaya, Farhan Zarbiyani, Hadi Santoso, Fikri Fairuz, Eko Hartanto, Arvian Nur Ikhsan, Shandy Abasyah, Reyhan Abi Negoro, dan Danang Ardi Faturahman, yang telah menemani dan menghibur di saat penulis menemui hambatan selama proses penyusunan skripsi.

13.Terima kasih untuk Fitria Nurjanah dan Erista Kurnia Putri yang telah hadir dan memberi semangat penulis saat sidang munaqasyah.

14.Dan terima kasih kepada Shendy Marharani yang dengan tulus dan ikhlas meminjamkan KTM-nya sehingga penulis dapat meminjam buku di Perpustakaan Universitas Indonesia.


(9)

viii

pengetahuan di Indonesia khususnya bagi penulis.

Jakarta, 5 Maret 2015


(10)

ix

LEMBAR PERNYATAAN …………...………..……. ii

LEMBAR PENGESAHAN ………. iii

ABSTRAK ……….………..…. iv

KATA PENGANTAR ………..… v

DAFTAR ISI ………... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……….. 1

B. Batasan Dan Rumusan Masalah ……….…………... 9

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ………... 10

D. Tinjauan Studi Terdahulu ………... 11

E. Kerangka Konseptual ………... 17

F. Metode Penelitian ……….. 19

G. Sistematika Penulisan ………... 22

BAB II TINJAUAN UMUM AKUISISI DI INDONESIA A. Pengaturan Akuisisi Dalam Hukum Perusahaan …….…….. 24


(11)

x

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG SAHAM

MINORITAS PERUSAHAAN TARGET AKUISISI HASIL

LEVERAGED BUYOUT

A. Kedudukan Pemegang Saham Minoritas Pada Perseroan …. 39 B. Hak-Hak Pemegang Saham Terkait Transaksi Leveraged

Buyout ... 41 C. Perlindungan Hukum Pemegang Saham Minoritas...…… 43 1. Melakukan Gugatan Derivatif Atau Gugatan Langsung . 45 2. Penerapan Good Corporate Governance ……….… 47 3. Keterlibatan Negara ………... 52 4. Melalui Perjanjian Antara Para Pemegang Saham …... 57

BAB IV PERTANGGUNGJAWABAN PERUSAHAAN PENGAKUISISI

TERHADAP TRANSAKSI LEVERAGED BUYOUT

A. Analisis Akibat Hukum Dan Ekonomi Leveraged Buyout Di Tinjau Dari Peraturan-Peraturan Terkait ………... 59 B. Pertanggungjawaban hukum Perusahaan Pengakuisisi …... 64 C. Upaya-Upaya Hukum Guna Melindungi Kreditor ……..….. 67


(12)

xi

3. Penyelesaian Melalui Pengadilan Niaga …………..…… 72

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ……….……….….. 75 B. Saran ……….………. 76


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kecenderungan globalisasi yang sering digembor-gemborkan oleh masyarakat dunia telah membawa manusia pada peradaban yang sangat maju khususnya pada bidang hukum dan bisnis. Globalisasi adalah suatu kegiatan perluasan pasar yang dilakukan oleh setiap pemain dalam dunia bisnis untuk mengembangkan bisnisnya ke berbagai sektor. Globalisasi inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya perdagangan bebas di bidang ekonomi dengan menghilangkan batas-batas negara, budaya, dan lainnya. Proses kearah perdagangan bebas ini disebut dengan liberalisasi perdagangan.1

Tujuan dari perdagangan bebas dan liberalisasi perdagangan internasional secara maksimum adalah salah satu fokus WTO sebagai organisasi internasional yang bertujuan untuk memaksimalkan perdagangan negara anggotanya. Secara khusus hal ini akan melibatkan negara-negara anggota WTO untuk tidak memaksakan aturan-aturan yang dapat mendistorsi jalannya pasar dunia. Dalam hal ini hambatan dan

1

Ida susanti dan Bayu Seto, Aspek Hukum Dari Perdagangan Bebas: Menelaah Kesiapan Hukum Indonesia Dalam melaksanakan perdagangan Bebas, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003), h.5.


(14)

pembatasan dari pemerintah dalam perdagangan internasional harus dikurangi bahkan ditiadakan.2

Untuk menghadapi perdagangan bebas maka beragam cara harus dilakukan oleh perusahaan agar tetap bisa bersaing dengan pasar, pemberlakuan peraturan yang diterapkan oleh WTO selaku organisasi perdagangan internasional dapat membuat pelaku usaha yang tidak kuat bersaing dan ada juga yang tetap kuat berdiri. Bagi perusahaan yang tidak mampu untuk menghadapi perdagangan bebas para pelaku usaha akan mencari jalan keluar untuk bisa bertahan di pasar. Salah satu cara yang dapat dilakukan perusahaan yang sudah tidak mulai kuat dengan keadaan pasar adalah dengan melakukan akuisisi.

Akuisisi berasal dari kata bahasa Inggris acquisition yang berarti pengambilalihan. Kata akuisisi aslinya berasal dari Bahasa Latin, acquisitio, dari kata kerja acquirere.3Akuisisi sendiri adalah pengambil-alihan sebuah perusahaan dengan membeli saham atau aset perusahaan tersebut dengan perusahaan yang dibeli tetap ada.4 Dan dalam PP 27 Tahun 1998 Tentang Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan Perseroan menyatakan:

“Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambilalih baik seluruh ataupun

2

Meria Utama, Hukum Ekonomi Internasional, (Jakarta: FIkahati Aneska, 2012), h 38

3

http://id.wikipedia.org/wiki/Merger_dan_akuisisi diunduh pada tanggal 3 Oktober 2014.

4


(15)

sebagian besar saham perseroan yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut.”

Akuisisi yang semakin marak pada era perdagangan bebas memiliki banyak tujuan mulai dari mengembangkan perusahaan yang mengakuisisi sampai untuk menyelematkan perusahaan yang hampir bangkrut. Mengembangkan perusahaan menjadi faktor utama bagi setiap perusahaan agar dapat bertahan dari persaingan pasar bebas, dengan melakukan akuisisi umumnya perusahaan tersebut mengharapkan perusahaan dapat melakukan efisiensi karena perusahaan target akuisisi tersebut bisa saja mengakuisisi perusahaan yang terkait dengan bidang usaha utama perusahaan pengakuisisi.

Di lain pihak ada perseroan yang sulit berkembang atau ingin bergabung dengan kelompok perusahaan yang sudah mapan. Keadaan demikian menjadi dasar pertimbangan terjadinya suatu akuisisi, baik secara terpaksa karena kesulitan dalam hal keuangan maupun karena sukarela karena ingin menjadi kelompok konglomerasi. Perseroan yang diakuisisi secara terpaksa sebenarnya tidak ingin diakuisisi tetapi karena tidak mampu lagi bersaing akhirnya setuju diakuisisi dengan pertimbangan lebih baik diakuisisi daripada kesulitan dalam operasional sehingga perseroan itu dapat diselamatkan dari jurang kehancuran dan memperoleh pengalaman baru dari segi manajemen karena dalam perusahaan konglomerasi.5

5

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, (Bandung, Citra Aditya Bakti 2010) h.365.


(16)

Dalam melakukan kegiatan akuisisi ada beberapa metode pembayaran yang umum dilakukan oleh perusahaan yang melakukan akuisisi. Perusahaan tersebut dapat menggunakan uang tunai dari kas perusahaan pengakuisisi, akuisisi dibayar menggunakan saham yang dimiliki perusahaan pengakuisisi, pembayaran dilakukan dengan modal perusahaan pengakuisisi, melalui sistem pembayaran kombinasi dan melalui model Leveraged Buyout atau yang biasa disingkat LBO.6

Salah satu bentuk akuisisi yang kerap dilakukan adalah dengan metode Leveraged Buyout (LBO), dengan menggunakan pola LBO menyebabkan pihak pengakuisisi perusahaan tidak harus mengeluarkan uang sendiri dalam arti uang simpanan perusahaan pengakuisisi untuk pembelian perusahaan target akuisisi. Tetapi bukan berarti dengan menggunakan LBO perusahaan pengakuisisi tidak mengeluarkan uang, umumnya perusahaan pengakuisisi tetap mengeluarkan dana yang relatif kecil untuk proses kelancaran proses awal LBO yang bersangkutan.7 Dengan demikian proses ini dapat menguntungkan perusahaan pengakuisisi karena tidak harus mengeluarkan uang untuk mengakuisisi sebuah perusahaan, namun hal tersebut belum tentu demikian bagi perusahaan yang akan diakuisisi, pemegang saham minoritas dan kreditur.

6

Munir Fuady, Hukum Tentang Akuisisi, Take Over dan LBO, (Bandung, Citra Aditya Bakti, 2001) h.100.

7


(17)

Dalam melakukan Leveraged Buyout sebagian besar dana yang digunakan adalah menggunakan dana pihak ketiga dimana dapat berasal dari bank atau perusahaan investasi yang khusus bergerak pada bidang LBO.8 Setelah proses akuisisi selesai maka beban utang yang timbul akibat proses LBO tidak akan ditanggung oleh perusahaan pengakuisisi melainkan perusahaan target akuisisi yang akan menanggung beban utang tersebut.

Dana yang telah dikeluarkan oleh pihak ketiga tersebut umumnya sangatlah besar. Hal tersebut berdampak pada keuangan perusahaan target akuisisi yang umumnya tidak mempunyai dana untuk mengembalikan utang tersebut. Untuk itu perusahaan target akuisisi akan mengeluarkan obligasi dengan bunga yang tinggi dan sering kali tanpa disertakan jaminan yang menyebabkan obligasi ini bersifat spekulatif atau untung-untungan, walaupun sebenarnya cara seperti ini dilakukan untuk menarik minat para investor karena pada obligasi tersebut diberikan bunga yang tinggi. Obligasi tersebut disebut juga dengan junk bond. Obligasi sendiri

berasal dari Bahasa Inggris yaitu “Bonds” yang berarti suatu surat pengakuan hutang berjangka panjang dengan suku bunga yang telah ditentukan untuk menarik dana dari pasar guna melakukan pembiayaan perusahaan tersebut.9

8

Munir Fuady, Hukum Tentang Akuisisi, Take Over dan LBO, (Bandung, Citra Aditya Bakti, 2001) h.141.

9


(18)

LBO yang kerap dilakukan oleh perusahaan pengakuisisi ini dapat menyebabkan kesulitan keuangan perusahaan target. Hal tersebut dapat terjadi terkait dengan utang yang melilit perusahan target akuisisi akibat dilakukannya LBO. Kesulitan keuangan yang dapat terjadi pada suatu perusahaan akan menyebabkan perusahaan tersebut mengalami kegoncangan dalam segi keuangan yang tidak menutup kemungkinan perusahaan akan kesulitan untuk membayar biaya produksi, kesulitan dalam membayar gaji para karyawan dan yang paling berdampak adalah kesulitan dalam membayar utang akibat LBO dan bunga-bunganya.10 Perusahaan yang kerap menghadapi masalah keuangan seperti yang telah dijelaskan kerap dan sangat rentan mengalami kebangkrutan.

Akuisisi yang menggunakan cara LBO ini banyak dibenci orang, termasuk jika cara ini berhasil dan akan sangat dibenci jika LBO ini gagal.11 Dalam pelaksanaan LBO ada beberapa indikator yang dapat dijadikan acuan dalam melihat suatu LBO berhasil atau tidak, kegagalan dalam melakukan LBO adalah hal yang sangat dihindarkan walaupun sebenarnya LBO ini memang sudah cukup rentan dari gagal bayar dikarenakan bunga yang dijanjikan cukup tinggi. Seyogyanya orang atau badan usaha yang mempunyai obligasi akan mendapat keuntungan dari obligasi tersebut, hal tersebut terjadi karena pemegang obligasi akan mendapat bunga sekian persen setiap tahun bagi tiap-tiap lembar obligasi yang dimilikinya, bunga yang

10

Abdul Moin, Merger, Akuisisi & Divestasi, (Yogyakarta: Ekonisia, 2003), h, 222.

11

Munir Fuady, Hukum Tentang Akuisisi, Take Over dan LBO, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001), h.145.


(19)

diterima setiap tahun tersebut akan terus diperoleh selama obligasi tersebut belum ditebus oleh perusahaan.12 Terjadi masalah ketika obligasi yang diberikan oleh suatu perusahaan cukup atau terlampau tinggi karena akan ada kemungkinan perusahaan tersebut gagal bayar karena keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan akan terkuras untuk membayar bunga dari obligasi tersebut.

Dalam kegiatan akuisisi yang menggunakan LBO, maka akan menguntungkan pemegang saham mayoritas selaku orang yang memegang suara mayoritas dalam perusahaan akan mendapatkan keuntungan dari penjualan saham perusahaan yang dilakukan dengan LBO. Pemegang saham mayoritas ini yang akan dibeli sahamnya karena pembelian saham dalam akuisisi akan dalam jumlah yang besar, tetapi hal ini akan bertentangan dengan kepentingan para pemegang saham minoritas yang sahamnya bisa tidak terbeli oleh perusahaan pengakuisisi. Terlebih lagi dengan pembelian perusahaan menggunakan LBO, maka akan berdampak pada kredibilitas perusahaan target akuisisi tersebut karena penilaian pasar yang cenderung negatif terkait dengan perusahaan yang memiliki hutang yang tinggi disebabkan oleh obligasi yang dikeluarkan memiliki bunga yang tinggi yang menyebabkan obligasi tersebut disebut Junk Bond.

Berdasarkan uraian diatas akan nampak secara jelas bahwa tindakan akuisisi yang dilakukan dengan cara LBO akan sangat riskan untuk perusahaan target akuisisi.

12

H.M.N Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia (Surat Berharga), (Jakarta: Djambatan, 2000), h.210.


(20)

Perusahaan target akuisisi akan tertekan secara financial karena memiliki kewajiban untuk membayar bunga obligasi yang cukup tinggi sedangkan perusahaan juga harus melakukan produksi perusahaan. Khususnya bagi pemegang saham minoritas dan kreditor yang memiliki hubungan dengan perusahaan. Dengan tingginya kemungkinan kerugian yang akan diderita perusahaan maka harus ada perlindungan yang diberikan agar tidak ada pihak yang rugikan terkait tindakan akuisisi menggunakan LBO.

Selain itu tindakan perusahaan yang melakukan akuisisi menggunakan LBO harus dipertimbangkan lebih mendalam lagi. Hal ini terkait dengan kredibilitas perusahaan target akuisisi karena akan menanggung beban utang yang timbul atas kebijakan dari perusahaan pengakuisisi. Jika terjadi keteledoran dalam pengelolaan perusahaan target akuisisi khususnya dalam kegagalan pembayaran hutang yang dilakukan oleh perusahaan pengakuisisi, maka perusahaan target akuisisi akan menanggung segala resiko yang akan muncul di kemudian hari.

Perlindungan seperti apa yang akan diberikan kepada para Stakeholders khususnya kreditor yang meminjamkan uangnya untuk transaksi akuisisi, dan pemegang saham minoritas terhadap perusahaan yang diakuisisi dengan LBO dan sejauh mana tanggung jawab perusahaan pengakuisisi terhadap perusahaan yang diakuisisi jika terjadi masalah keuangan akan dibahas lebih lanjut di dalam penelitian ini. Dengan permasalahan yang telah dijelaskan secara terperinci di atas maka penulis


(21)

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN PENGAKUISISI DALAM TRANSAKSI LEVERAGED BUYOUT.

B. Batasan dan Rumusan Masalah 1. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini, dilakukan pembatasan masalah agar masalah dapat lebih terfokus pada masalah utama yang diangkat dalam penelitian ini sehingga didapatkan hasil yang sesuai dan maksimal dari tujuan awal dalam perumusan.

Penelitian ini memfokuskan pada LBO yang dilakukan di Indonesia pada kisaran tahun 2000 sampai 2014, hal ini terkait dengan kecenderungan LBO yang baru terdengar pada tahun 2000an. Untuk itu dalam penelitian ini akan terfokus pada LBO terhadap akuisisi perusahaan, tidak mencakup penggabungan dan peleburan perusahaan. Penelitian ini pun menitikberatkan bagaimana akuisisi yang menggunakan LBO akan berdampak pada stakeholders yang ada kecenderungan dirugikan akibat akuisisi ini terkait dengan perusahaan target dari akuisisi, seperti pemegang saham minoritas, dan kreditor selaku pihak yang memberikan pinjaman untuk transaksi akuisisi yang menggunakan LBO.

Selanjutnya penelitian ini akan membahas mengenai sisi tanggung jawab perusahaan pengakuisisi terhadap perusahaan target akuisisi jika terjadi masalah dalam keuangan yang berimplikasi pada kesulitan dalam membayar hutang kreditor. Untuk itu pada penelitian ini lebih mengarahkan penelitian pada


(22)

tanggung jawab perusahaan pengakuisisi dan bagaimana perlindungan yang akan diberikan oleh perusahaan pengakuisisi terhadap pihak-pihak yang dirugikan seperti yang dijelaskan sebelumnya.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan pada latar belakang masalah maka pokok permasalahan yang akan diangkat dalam skripsi ini adalah:

a. Bagaimana tanggung jawab perusahaan pengakuisisi terhadap perusahaan yang diakuisisi saat terjadi masalah keuangan akibat dari transaksi Leveraged Buyout?

b. Bagaimana perlindungan hukum yang diberikan oleh perusahaan pengakuisisi terhadap pemegang saham minoritas dan kreditor terhadap perusahaan hasil akuisisi menggunakan Leveraged Buyout?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penelitian

Dalam melakukan penyusunan penelitian ini ada tujuan yang ingin disampaikan dan hendak dicapai, yaitu:

a. Menganalisa tanggung jawab perusahaan pengakuisisi terhadap perusahaan yang diakuisisi terkait doktrin-doktrin yang berkembang pada dunia perusahaan.


(23)

b. Menganalisa perlindungan hukum yang diberikan kepada kreditor dan pemegang saham minoritas.

2. Manfaat Penulisan

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang bagaimana penerapan dan dasar hukum LBO khususnya dalam perkembangan dunia usaha di Indonesia. Dan secara praktis hasil penelitan ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pelaku usaha dan para praktisi yang ingin melakukan akuisisi menggunakan model transaksi LBO.

D. Tinjauan Kepustakaan/ Kajian Terdahulu

Penelitian mengenai Leveraged Buyout masih sangat minim dibahas oleh para akademisi khusunya skripsi. Hal ini yang menuntun penulis untuk melakukan penelitian juga terhadap LBO.

Namun hal tersebut bukan berarti penulis tidak merujuk pada penelitian terdahulu sebagai rujukan dalam menulis, penulis merujuk penelitian pada Skripsi yang berjudul “Tinjauan Yuridis Leveraged Buyout Dalam Pasar Modal Indonesia: Perlindungan Terhadap Pemegang Saham Minoritas Dan Penerbitan Obligasinya” yang diselesaikan oleh Vincent Wahyudi Tahun 2013.

Dalam penelitian tersebut penulis menitik beratkan pada bagaimana status hukum penerbitan obligasi terkait LBO, apakah obligasi tersebut dapat dikatakan


(24)

penawaran umum atau tidak sesuai dengan UU Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal. Selain itu penulis juga memfokuskan penelitian terhadap perlindungan pemegang saham minoritas yang pada kasus LBO ini akan memiliki posisi yang sangat riskan karena hak suaranya yang kecil akan berimbas pada perjalanan perusahaan yang dapat dikendalikan oleh perusahaan pengakuisisi selaku pemegang saham mayoritas. Untuk mengurangi kerugian yang dapat timbul maka harus ada perlindungan yang diberikan agar pemegang saham minoritas tidak merasa dirugikan.

Dengan melihat faktor-faktor yang telah diteliti oleh penulis ada beberapa bagian yang belum dibahas, dan untuk melengkapi penelitian tersebut pada penulisan kali ini ada beberapa tambahan yang belum dibahas oleh penulis sebelumnya yaitu perlindungan para Stakeholders khususnya kreditor, dan perlindungan pemegang saham minoritas dengan beberapa tambahan.

Selain itu penulis juga melihat tesis yang berjudul “Analisis transaksi Leveraged Buyout dalam rencana merger antara PT. Bumi Resources Tbk. dengan

PT. Energi Mega persada Tbk.” Karangan Sjafardamsah. Dalam tesis tersebut menjelaskan tentang rencana merger yang akan dilakukan oleh PT Bumi Resources dengan PT Energi Mega Persada, walaupun rencana tersebut batal tetapi penulis melakukan penelitian proyeksi laporan keuangan selama sepuluh tahun dari tahun 2007 sampai tahun 2016 dengan menggunakan model simulasi sehingga didapatkan nilai free cash flow setiap tahunnya. Karena tesis tersebut lebih membahas pada sisi


(25)

ekonomi, penulis hanya melihat sebab-sebab terjadinya suatu akuisisi atau merger menggunakan metode LBO.

Skripsi yang yang berjudul “Perlindungan Hukum Pemegang Saham Minoritas Perusahaan Terbuka Atas Putusan Pailit” karangan Pita Pertama Sari juga menjadi rujukan penulis dalam melihat Perlindungan Hukum Pemegang Saham Minoritas, penulis melihat metode Leveraged Buyout yang dapat membuat suatu perusahaan pailit maka skripsi tersebut ada keterkaitan. Walaupun begitu pada penelitian ini perlindungan yang diberikan lebih berfokus pada Perlindungan Pemegang Saham Minoritas saat perusahaan belum terjadi pailit, walaupun tidak menutup kemungkinan perlindungan yang akan dijelaskan pada penelitian kali ini akan melindungi pemegang saham minoritas baik dari perusahaan mulai bermasalah dalam keuangan sampai pailit.

Buku yang berjudul Hukum Tentang Akuisisi, Take Over & LBO diterbitkan oleh Citra Aditya Bakti tahun 2014 karya Munir Fuady menjadi acuan penulis dalam melakukan penelitian, buku tersebut menggambarkan akuisisi secara umum mulai dari persiapan sebelum dilakukan akuisisi hingga hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam melakukan akuisisi. Selain itu penjelasan LBO dalam buku tersebut juga lebih mengarah pada sejarah dan gambaran umum LBO, untuk itu penulis tertarik untuk membahas LBO dilihat dari perlindungan para pihak akibat dari transaksi LBO dan pertanggung jawabannya.


(26)

Selain itu penulis juga menggunakan buku yang berjudul “Panduan Praktis Merger atau Akuisisi Perusahaan” diterbitkan oleh Permata Aksara tahun 2013 karangan Wawan Zulmawan sebagai kajian terdahulu. Pada buku tersebut menggambarkan tata cara akuisisi pada perusahaan di Indonesia mulai dari persiapan hingga proses akuisisi. Untuk itu buku ini menjadi rujukan penulis dalam melihat proses akuisisi, selain itu buku ini menjelaskan dasar hukum akuisisi secara umum. Pada dasarnya buku ini lebih menjelaskan tentang bagaimana tata cara akuisisi pada perusahaan di Indonesia dan ditambah dengan latar belakang suatu kecenderungan akuisisi di Indonesia dan dibeberapa negara.

Jurnal yang berjudul “Pertanggungjawaban Perusahaan Induk Terhadap Perusahaan Anak Dalam Hal Terjadinya Pencemaran Lingkungan” karangan Miranda Chairunnisa menjadi jurnal acuan penulis, dalam jurnal tersebut melihat tanggungjawab perusahaan induk terhadap anak perusahaan saat terjadi pencemaran lingkungan. Penulis melihat jurnal tersebut terfokus pada tanggungjawab pidana dan pada penelitian ini penulis lebih terfokus pada tanggungjawab perusahaan pada bidang perdata khususnya masalah Leveraged Buyout yang terkait dengan hutang yang besar.

Buku yang berjudul “Merger, Akuisisi & Divestasi” menjadi salah satu rujukan penulis dalam melakukan penelitian, buku karangan Abdul Moin ini menjelaskan tentang merger, akuisisi, dan divestasi namun, khusus pada penelitian ini penulis lebih memfokuskan pada bab akuisisi. Pada bab tersebut menjelaskan prosedur akuisisi secara umum dan


(27)

menjelaskan Leveraged Buyout sebagai metode transaksi dalam proses akuisisi. Dalam buku tersebut menjelaskan tentang persiapan dalam melakukan Leveraged Buyout dan lebih memfokuskan pada sisi ekonominya seperti perhitungan dalam melakukan Leveraged Buyout.

Buku yang berjudul “Doktrin-Doktrin dalam Corporate Law dan Eksistensinya dalam Hukum Indonesia” karangan Munir Fuady menjadi buku yang dijadikan tinjauan

penulis dalam menyusun skripsi ini. Dalam buku tersebut menggambarkan teori Piercing the Corporate Veil secara umum dan perkembangannya di Indonesia, namun dalam buku tersebut tidak memberikan contoh penerapannya pada suatu perusahaan di Indonesia, untuk itu penulis mencoba menganalisa doktrin Piercing The Corporate Veil pada salah satu perusahaan di Indonesia yaitu PT Bumi Resources terkait dengan traksaksi Leveraged Buyout.

Penulis merujuk pada buku yang berjudul “Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori dan Contoh Kasus” karangan Abdul R. Saliman, dalam buku tersebut menjelaskan latar belakang terjadinya akuisisi kelebihan, kekurangan dan kelebihan akuisisi dan aspek yuridis akusisi, namun dalam buku tersebut masih menggunakan UU No 1 Tahun 1995, UU tersebut menjadi tidak berlaku sejak UU No 40 Tahun 2007 berlaku. Karena itu penulis menggunakan UU No 40 Tahun 2007 untuk menganalisa masalah dalam skripsi ini. Selain itu dalam buku tersebut tidak dibahas secara mendetail masalah pembiayaan dan untuk itu penulis lebih meneliti metode pembayaran pada akuisisi dan pertanggungjawabannya.

Buku yang berjudul “Batas-Batas Tanggung Jawab Perdata Direksi Atas Pailitnya


(28)

pertanggung jawaban seorang direksi selain itu dalam buku tersebut dijelaskan perlindungan yang diberikan untuk kreditor, dalam meninjau pertanggung jawaban direksi buku tersebut menjelaskan lebih kepada batasan direksi untuk dituntut, namun dalam penelitian ini penulis lebih melihat bagaimana direksi atau para stakeholders lainnya dapat dimintai pertanggung jawaban atas kelalaiannya. Selain itu dalam melindungi kreditor buku tersebut lebih membahas tentang tindakan yang dapat dilakukan oleh kreditor preferen, namun dalam penelitian ini meninjau bagaimana cara-cara yang dapat ditempuh oleh kreditor untuk mendapatkan kembali uangnya, baik itu kreditor preferen maupun kreditor konkuren khususnya dalam transaksi Leveraged Buyout.

Dalam menganalisa kedudukan perusahaan pengakuisisi penulis merujuk pada buku yang berjudul “Aspek Hukum dan Realitas Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia” karangan Sulistiowati. Dalam buku tersebut menggambarkan kedudukan induk perusahaan, terkait dengan penelitian penulis maka induk perusahaan adalah perusahaan pengakuisisi. Buku tersebut juga menjelaskan landasan hukum perusahaan grup di Indonesia yang belum memiliki payung hukum secara khusus, namun pada penelitian ini memfokuskan pada penelitian penyelesaian dari masalah yang timbul akibat transaksi yang menggunakan metode

Leveraged Buyout yang belum dibahas pada buku tersebut.

Buku yang berjudul “Hukum Perusahaan Indonesia” karangan Abdulkadir

Muhammad menjadi rujukan penulis dalam melihat akuisisi di Indonesia dari segi pengaturan, latar belakang dan tujuan dilakukannya akuisisi. Selain itu buku tersebut membahas tentang metode pembayaran menggunakan dana dari bank sebagai sumber pembiayaan. Dalam penelitian ini penulis memberikan contoh bahwa sumber pendanaan untuk Leveraged Buyout bukan menggunakan bank melainkan dari perusahaan investasi.


(29)

Dari beberapa kajian terdahulu penulis lebih memfokuskan pada perlindungan pada pemegang saham minoritas dan kreditor selaku pihak yang memiliki kepentingan terhadap perusahaan yang melakukan akuisisi dan meninjau tanggungjawab perusahaan pengakuisisi terhadap perusahaan yang diakuisisinya menggunakan metode Leveraged Buyout.

E. Kerangka konseptual

Dalam suatu penelitian membutuhkan konsep untuk membuat penelitian tersebut menjadi dan terstruktur untuk itu dalam penelitian ada beberapa konsep dalam penelitian yang harus dijelaskan.

a. Akuisisi ( Pengambilalihan)

Akuisisi adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih, baik seluruh ataupun sebagian besar saham perseroan yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut.

b. Leveraged Buyout

Leveraged Buyout adalah Suatu tindakan pembayaran dalam akuisisi yang dilakukan oleh suatu perusahaan terbuka untuk mengakuisisi perusahaan target akuisisinya dengan menggunakan dana dari pihak ketiga.


(30)

c. Perusahaan Investasi

Perusahaan Investasi adalah perusahaan yang kegiatan utamanya menghimpun dan menyalurkan dana jangka panjang yang diperlukan oleh perusahaan dengan cara membeli, menjual, dan menjamin surat berharga yang diterbitkan oleh perusahaan.

d. Obligasi

Obligasi adalah suatu sertifikat bukti hutang, yang mana perusahaan penerbit atau badan pemerintah berjanji untuk membayar sejumlah bunga untuk satu jangka waktu panjang tertentu kepada pemegang saham, dan untuk membayar kembali hutangnya pada saat jatu tempo.13

e. Junk Bond

Junk Bond adalah Obligasi yang diterbitkan dengan bunga yang sangat tinggi namun memiliki peringkat di bawah peringkat investasi sebagai kompensasi dari perusahaan yang memiliki tingkat bayar yang tinggi juga.

f. Pemegang Saham Minoritas

Pemegang Saham Minoritas adalah pemegang saham pada suatu perusahaan yang hanya mempunyai sedikit saham dan menyebabkan memiliki hak suara yang kecil dalam pengambilan keputusan dalam perusahaan tersebut.

13 Menurut Black’s Law Dictionary diunduh dari

http://legalbanking.wordpress.com/materi-hukum/hukum-surat-berharga/ pada 7 Oktober 2014


(31)

g. Stakeholders

Stakeholders adalah kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi dan atau dipengaruhi oleh suatu pencapaian tujuan tertentu perusahaan.14

h. Piercing The Corporate Veil

Piercing The Corporate Veil adalah suatu proses untuk membebani tanggung jawab ke pundak orang atau perusahaan lain atas perbuatan hukum yang dilakukan oleh suatu perusahaan.15

F. Metode Penelitian

Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang sedang dihadapi.16 Dari penelitian tersebut dapat dijadikan dasar pemikiran bahwa suatu penelitian diselesaikan untuk dapat menjawab isu-isu penting dan terhangat yang terjadi di dalam suatu masyarakat khususnya di bidang hukum dengan menganalisis isu-isu tersebut. Setelah dianalisa maka dilakukan pemeriksaan secara

14

Freeman, R. E. Strategic Management: A Stakeholder Approach, ,(Boston: Pitman Publishing, 1984)

15

Munir Fuady, Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law,( Bandung: Citra Aditya Bakti, 2014), h. 7.

16


(32)

mendalam terhadap fakta-fakta hukum yang relevan untuk menjawab permasalahan yang ada.17

Selain itu menurut Soerjono Soekanto penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi di bidang hukum yang dilakukan secara metodologis, sistematis, dan konsisten, yang bertujuan untuk memperlajari suatu gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya.18

1. Bentuk Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan bentuk penelitian yuridis-normatif, dalam bentuk yuridis-normatif penelitian ini mengacu pada sumber perundang-undangan terkait seperti UU No 40 Tahun 2007 Tentang PT dan dengan PP atau peraturan lainnya yang terkait dengan proses akuisisi khusunya yang menggunakan LBO selain itu juga menganalisa sumber hukum tertulis lainnya seperti buku-buku yang ditulis oleh ahli hukum dan sumber lain yang dapat dipercaya.

2. Teknik Pengumpulan Data

Studi dokumen menjadi teknik dalam melakukan penelitian ini. Dalam pengumpulan data akan sangat mengacu pada data-data yang sifatnya tertulis

17

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: UI Press, 1982), h.43.

18

Topo Santoso, Makalah Penulisan Proposal Penelitian Hukum Normatif, Depok 25 April 2005


(33)

untuk melakukan analisa terhadap masalah yang dibahas. Melalui studi dokumen ini akan memperhatikan data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan non hukum. Dengan adanya data sekunder tersebut, penulis tidak perlu mengadakan penelitian sendiri dan secara langsung terhadap faktor-faktor yang menjadi latar belakang penellitiannya sendiri.Sikap kritis sangat penting dalam penelitian normatif yang menggunakan data sekunder dalam artian penulis tidak terpengaruh oleh jalan pikiran peneliti terdahulu.19

3. Teknik Analisis Data penelitian

Dalam penulisan ini penulis mempergunakan teknik pengolahan dengan metode deskriptif kualitatif. Teknik deskriptif kualitatif ini adalah metode analisa yang menggunakan cara dengan mengelompokan data yang diperoleh dari berbagai cara baik dari kepustakaan maupun data nyata yang diperoleh dari lapangan yang dapat menjadi objek penelitian. Dari data yang telah diperoleh akan diolah dan dianalisa menggunakan teori-teori maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk diproses sehingga mendapatkan kesimpulan untuk menjawab masalah dalam penelitian.

4. Teknik Penulisan

Dalam penyusunan penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian penulisan sesuai dengan sistematika penulisan yang tertuang pada Buku

19


(34)

Pedoman Penulisan Skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2013

G. Sistematika Penulisan

Dalam skripsi akan bibagi menjadi 5 lima bab, masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab dimana masing-masing bab akan berisi pembahasan sebagai berikut

BAB 1 PENDAHULUAN

Bab satu berisi mengenai pembahasan latar belakang masalah, pokok permasalahan, tujuan penulisan baik secara umum maupun khusus, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB 2 TINJAUAN UMUM AKUISISI DI INDONESIA

Bab dua akan memaparkan secara singkat sejarah akuisisi, akuisisi pada era sekarang dan gambaran umum tentang akuisisi perusahaan khususnya akuisisi yang menggunakan leveraged buyout.

BAB 3 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG SAHAM MINORITAS PADA PERUSAHAAN HASIL LEVERAGED BUYOUT

Bab tiga ini akan memaparkan mengenai kedudukan hukum pemegang saham minoritas dan kreditor, dan bagaimana perlindungan terhadap pemehang saham minoritas dan kreditor


(35)

BAB 4 TANGGUNG JAWAB HUKUM PERUSAHAAN PENGAKUISISI TERKAIT MASALAH KEUANGAN

Bab empat ini akan memaparkan mengenai batas-batas dan sejauh mana tanggung jawab perusahaan pengakuisisi jika perusahaan yang diakuisisi mengalami financial distress atau bahkan sampai pailit.

BAB 5 PENUTUP

Bab lima merupakan bab terakhir dalam skripsi ini, dimana pada bab ini akan menjawab dari semua pokok masalah yang telah diuraikan dalam bentuk kesimpulan dan akan ditambahn dengan saran penulis yang terkait dengan pokok bahasan.


(36)

BAB II

TINJAUAN UMUM AKUISISI DI INDONESIA

A. Pengaturan Akuisisi Dalam Hukum Perusahaan

Akuisisi yang semakin populer pada zaman sekarang ini berasal dari bahasa

Inggris “acquisition” atau yang dalam bahasa Inggris sering disebut juga dengan “Take Over”. “Take Over” atau “acquisition” adalah suatu proses pengambilalihan pengendalian suatu perusahaan oleh perusahaan lainnya. Bila ditelusuri lebih jauh

kata “acquisition” sendiri berasal dari kata “acquire” yang berarti “mendapatkan sesuatu dengan usaha atau perbuatannya sendiri” (to get or gain by one’s own efforts

or actions) (Webster, Noah, 1993:18). Namun menurut Undang-Undang Nomor 40

Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas menggunakan istilah “pengambilalihan”

perusahaan.1

Selain itu ada beberapa pendapat dari ahli hukum asing yang patut untuk kita pahami, sebagaimana dikutip oleh Weinberg merumuskan suatu akuisisi sebagai berikut:

A transaction or a series of transactions whereby a person (individual, group of individuals, or company) acquires control over the assest of a company,

1

Munir Fuady, Hukum Tentang Akuisisi, Take Over & LBO, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2014) h. 3.


(37)

either directly by becoming the owner of those assets, or indirectly by obtaining control of the management of the company.2

Suatu transaksi atau serangkaian transaksi -transaksi di mana seseorang memperoleh pengendalian atas aset-aset dari suatu perusahaan, baik secara langsung dengan menjadi pemilik aset-aset tersebut, atau secara tidak langsung dengan mengambil pengendalian atas pengurusan perusahaan tersebut. Berdasarkan penjabaran tersebut, tampak bahwa menurut Weinberg akuisisi dapat dilakukan oleh perorangan, kelompok perorangan, atau perusahaan, serta mencakup akuisisi kekayaan dan akuisisi saham.

Pendapat yang berbeda dikemukakan oleh Charles A. Scharf, yang mendefinisikan istilah acquisition (akuisisi) di Amerika Serikat sebagai berikut:

Any transaction in which a buyer (limited to a corporation) acquires all or part of theassets and business of a seller (also limited to a corporation), or all or part of the stock or other securities of the seller, where the transaction is closed between a willing buyer and awilling seller. Included within the general term of “acquisition” are more specific forms of transactions such as merger, consolidation, an asset acquisition, and a stock acquisition.3

Setiap transaksi dimana pembeli (terbatas pada perusahaan) memperoleh seluruh atau sebagian dari asset dan bisnis penjual (juga terbatas pada perusahaan), atau seluruh atau sebagian dari saham atau surat berharga lainnya dari penjual, dimana transaksi ditutup antara pembeli bersedia dan penjual bersedia. Termasuk

2

Miranda Anwar, Pencatatan Saham Lewat Pintu Belakang (Backdoor Listing), (Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008) h 15.


(38)

dalam istilah umum "akuisisi" adalah bentuk yang lebih spesifik transaksi seperti merger, konsolidasi, akuisisi aset, dan akuisisi saham.

Fenomena akuisisi sebenarnya merupakan keputusan strategis dalam dunia bisnis untuk memperbaiki kondisi keuangan suatu perusahaan.20

B. Dasar Hukum Akuisisi Di Indonesia

Kebijakan akuisisi mulai dikenal luas sejak lahirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, namun di dalam UUPT ini tidak dikenal istilah akuisisi melainkan pengambilalihan. Sebelum ada UUPT akuisisi juga pernah dilakukan dengan menggunakan KUHPerdata sebagai sumber hukum dalam melakukan akuisisi. Sebenarnya dalam KUHPerdata tidak mengatur secara jelas mengenai akuisisi, karena itu dalam melakukan akuisisi menggunakan ketentuan umum mengnai perikatan yang diatur mulai dari pasal 1233 sampai dengan Pasal 1456. Selain itu sering kali dalam perjanjian akuisisi antarperusahaan menggunakan teknis jual beli saham yang menyebabkan selain berlaku ketentuan umum mengenai perikatan maka berlaku juga ketentuan khusus mengenai jual beli yang terdapat mulai dari Pasal 1457 sampai dengan Pasal 1540 KUH Perdata.4

3

Iftia Putri Utami, Pengaruh Akuisisi Terhadap Profitabilitas Perusahaan Pengakuisisi, Jurnal, (Studi Kasus Perusahaan Go Publik pada Bursa Efek Indonesia), h. 3.

4

Munir Fuady, Hukum Tentang Akuisisi, Take Over & LBO,cet.IV, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2014), h. 35.


(39)

Setelah dilahirkannya UUPT pengaturan mengenai akuisisi perusahaan semakin lebih lengkap, karena pembahasan utama yang belum dibahas pada KUHPerdata adalah mengenai akuisisi perusahaan sudah dibahas pada UUPT. Untuk menyempurnakan celah-celah yang ada pada UUPT Tahun 1995. Lalu dilahirkanlah UU No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang melengkapi kekurangan pada UUPT sebelumnya.

Selain itu pada tanggal 24 Februari 1998 telah pula diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 yang mengejewantahkan ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Tentang Perseroan Terbatas Nomor 1 Tahun 1995 yang telah direvisi menjadi UU No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Akuisisi yang dilakukan menyangkut dengan PT Terbuka haruslah memperhatikan peraturan-peraturan lainnya yang terkait seperti:5

a. Undang-Undang tentang Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995 b. Peraturan pelaksanaan Undang-Undang Pasar Modal, antara lain:

1) Peraturan Pasar Modal Nomor IX.E.2 tentang Transaksi Material dan Perubahan Kegiatan Usaha Utama.

2) Peraturan Pasar Modal Nomor IX.E.1 tentang Transaksi Afiliasi dan Berbenturan Kepentingan

5


(40)

3) Peraturan Pasar Modal Nomor IX.H.1 tentang Pengambilalihan Perusahaan Terbuka.

4) Peraturan Pasar Modal Nomor IX.F.1 tentang Penawaran Tender. C. Pelaksanaan Akuisisi Pada Perusahaan Di Indonesia

Dalam melakukan kegiatan akuisisi peraturan perundang-undangan di Indonesia sudah mengakomodir hal-hal yang harus dipersiapkan dan dilakukan oleh perusahaan pengakuisisi maupun perusahaan target akuisisi. Dengan dilakukannya suatu tindakan akuisisi maka kedua perusahaan tersebut harus memperhatikan peraturan yang telah diatur pada UU No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, PP No 27 Tahun 1998 tentang Tata Cara Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas, peraturan lainnya yang relevan dan tetap memperhatikan anggaran dasar masing-masing perusahaan.6 Akuisisi sendiri dapat dilakukan dengan cara akuisisi saham (shares acquisition), akuisisi asset (assets acquisition), konsolidasi, dan merger.7

Untuk melakukan akuisisi, ada beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan seperti, kepentingan pemegang saham minoritas, kepentingan para pihak ketiga, kepentingan persaingan tidak sehat, kepentingan karyawan, dan kepentingan

6

Felix Oentoeng Soebagjo, Hukum Tentang Akuisisi Perusahaan di Indonesia (Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum, 2006), h.. 11.

7


(41)

kreditor. Untuk itu peraturan-peraturan yang mengatur tentang akuisisi bertujuan untuk menjaga kepentingan para pihak yang telah dijabarkan.

Pada tahap pertama perusahaan pengakuisisi menyampaikan maksud akuisisi pada perusahaan target dengan menyusun rancangan akuisisi. Dalam menyusun rancangan akuisisi UUPT mengatur sebagai berikut:

a. Nama dan tempat kedudukan dari Perseroan yang akan mengambil alih dan Perseroan yang akan diambil,

b. Alasan serta penjelasan Direksi Perseroan yang akan mengambil alih dan direksi perseroan yang akan diambil alih,

c. Laporan keuangan tahun buku terakhir dari Perseroan yang akan mengambil alih dan Perseroan yang akan diambil alih;

d. Tata cara penilaian dan konversi saham dari Perseroan yang akan diambil alih,

e. Jumlah saham yang akan diambilalih, f. Kesiapan pendanaan akuisisi,

g. Neraca konsolidasi performa Perseroan yang akan mengambil alih setelah Pengambilalihan yang disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia,

h. Cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap Pengambilalihan,

i. Cara penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan karyawan dari Perseroan yang akan diambil alih,

j. Perkiraan jangka waktu pelaksanaan Pengambilalihan.

Untuk menjalankan rencana akuisisi hanya dapat dilakukan apabila rancangan pengambilalihan perseroan memperoleh persetujuan melalui keputusan RUPS yang dihadiri paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan


(42)

hak suara sah dan disetujui oleh paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah suara tersebut, kecuali anggaran dasar mengatur lebih dari UU.8

Rancangan pengambilalihan yang telah disetujui oleh RUPS dituangkan dalam akta pengambilalihan yang dibuat di hadapan notaris dalam Bahasa Indonesia. Apabila pengambilalihan menyebabkan perubahan anggaran dasar, maka salinan akta pengalihan perseroan wajib dilampirkan pada penyampaian pemeberitahuan kepada menteri tentang perubahan anggaran dasar tersebut.9

Sedangkan untuk pelaksanaan akuisisi perusahaan publik, maka aturan keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan nomor KEP-259/BL/2008 tentang Pengambilalihan Perusahaan Terbuka. Dalam rangka pengambilalihan saham perusahaan publik, maka kepada pengendali baru diwajibkan untuk:10

a. Mengumumkan kepada masyarakat serta menyampaikan kepada Bapepam dan LK perihal terjadinya pengambilalihan paling lambat 2 (dua) hari kerja sejak terjadinya pengambilalihan, informasi yang meliputi:

1) Seluruh saham yang diambilalih dan total kepemilikan sahamnya, dan

2) Jati diri yang bersangkutan yang meliputi nama, alamat, telepon, faksimili, jenis usaha, serta tujuan pengendalian.

8

Munir Fuady, Hukum Tentang Akuisisi, Take Over & LBO,cet.IV, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2014), h.77.

9

Tata Cara Pengambilalihan Saham (Akuisisi) Persereoan Terbatas di Indonesia

http://www.gultomlawconsultants.com/tata-cara-pengambilalihan-saham-akuisisi-persereoan-terbatas-di-indonesia/ diunduh pada 8 Februari 2015.

10

Wawan Zulmawan, Panduan Praktis Merger Atau Akuisisi Perusahaan, (Jakarta: Permata Aksara, 2013), h 69.


(43)

b. Melakukan penawaran tender untuk seluruh sisa saham perusahaan terbuka tersebut, kecuali;

1) Saham yang dimiliki pemegang saham yang telah melakukan transaksi pengambilalihan dengan pengendali baru perusahaan terbuka

2) Saham yang dimiliki pihak lain yang telah mendapatkan penawaran dengan syarat dan kondisi yang sama dari pengendali baru perusahaan terbuka

3) Saham yang dimiliki pihak lain yang pada saat yang bersamaan juga melakukan penawaran tender atas saham perusahaan terbuka yang sama

4) Saham yang dimiliki pemegang saham utama

5) Saham yang dimiliki oleh pihak pengendali lain perusahaan terbuka

Adapun dalam pelaksanaan penawaran lelang saham perusahaan publik yang mengakibatkan kepemilikan saham oleh pengendali baru melebihi dari 80% (delapan puluh perseratus) dari modal disetor perusahaan terbuka, maka pengendali baru tersebut diwajibkan untuk mengalihkan kembali saham perusahaan terbuka tersebut kepada masyarakat, sehingga saham yang dimiliki masyarakat paling kurang 20% (dua puluh perseratus) dari modal disetor perusahaan terbuka dan dimiliki paling kurang 300% (tiga ratus) pihak dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak pelaksanaan penawaran tender selesai diselesaikan.11

Kewajiban mengalihkan saham oleh pengendali tidak berlaku dalam hal perusahaan terbuka, setelah terjadinya pengambilalihan, melakukan aksi korporasi yang mengakibatkan terpenuhinya persyaratan penawaran tender seperti diatas.

11

Wawan Zulmawan, Panduan Praktis Merger Atau Akuisisi Perusahaan, (Jakarta: Permata Aksara, 2013), h 70.


(44)

Pelaksanaan penawaran tender wajib dimulai paling lambat akhir hari kerja ke-2 (kedua) setelah terjadinya pengambilalihan dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan dalam peraturan Nomor IX.F.1 kecuali ketentuan angka 16 dan angka 20.12

D. Leveraged Buyout

Leveraged Buyout atau yang biasa disebut dengan LBO adalah sebuah pembelian seluruh atau sebagian besar saham dari suatu perusahaan dengan tujuan mengambilalih dengan menggunakan dana yang dipinjam dari pihak ketiga.

Akuisisi dengan menggunakan metode LBO ini mencapai kepopulerannya di Amerika Serikat pada tahun 1980an dimana ada sekitar 2000 transaksi LBO pada kisaran tahun tersebut yang di mana total transaksi mencapai US $250 Miliar.13 Tidak sampai di situ transaksi LBO yang semakin diminati oleh para pelaku usaha masih populer pada tahun 1990an sampai terjadi 5000 transaksi.

Menurut Philip Oliss LBO dalam Skripsi Vincent Wahyudi, akuisisi adalah

an acquisition of a company using a significant amount of borrowed money for which the assets of the company are used as the collateral”.14

12

Ibid, h.72.

13

Kenneth A. Carow dan Dianne M. Roden Determinant of the stock Price Reaction to

Leveraged Buyout. “Journal Economic of Finance”. 21:3 (1997) h 49

14

Vincent Wahyudi, Tinjauan yuridis leveraged buyout dalam pasar modal Indonesia perlindungan terhadap pemegang saham minoritas dan penerbitan obligasinya,(Skripsi S1 Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013), h 39, t.d.


(45)

Dari definisi ini dapat dipahami bahwa LBO ini adalah suatu transaksi dalam akuisisi yang memiliki karakteristik tersendiri.

Umumnya dana yang digunakan dalam transaksi LBO berasal dari investor instutisonal, seperti dana pensiun, dana asuransi, investment bank, perusahaan investasi dan sebagainya. Dana pihak ketiga ini dikoordinasi oleh investment banking firm yang khusus bergerak di bidang LBO. Biasanya dana yang telah diperoleh akan dicicil oleh perusahaan target akuisisi dengan menggunakan bonds-bonds dengan bunga yang tinggi dan sering tanpa jaminan sehingga sangat spekulatif.15 Dengan cara pembayaran ini maka perusahaan pengakuisisi dapat tidak mengeluarkan uang untuk membeli perusahaan target walaupun biasanya tetap mengeluarkan dana yang relative kecil untuk kelancaran proses awal LBO.

Pihak pengakuisisi yang sering disebut juga dengan Corporate Raiders memiliki alasan yang cukup untuk melakukan akuisisi menggunakan LBO. Untuk mencapai tujuan dari perusahaan pengakuisisi tersebut maka perusahaan dapat melakukan cara-cara sebagai berikut:16

1. Adanya perbedaan harga saham antara harga pasar dengan harga saham jika perusahaan diurus dengan cara-cara yang dilakukan Corporate Raiders.

15

Munir Fuady, Hukum Tentang Akuisisi, Take Over & LBO. cet.IV, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2014), h. 143.

16


(46)

2. Raiders dapat memaksimalkan nilai perusahaan dengan memecah-mecah perusahaan dan menjual sepotong-potong.

3. Raiders tahu bagaimana memperoleh kemudahan dalam pajak.

4. Raiders akan menciptakan insentif individual untuk menggunakan leveraged dalam rangkan memperbaiki hasil-hasil yang diperoleh dalam waktu jangka pendek.

5. Raiders akan memperbaiki kelemahan-kelemahanmanajemen perusahaan dengan mengganti dengan manajemennya sendiri untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

Perusahaan investasi menjadi pihak ketiga yang dapat meminjamkan dananya guna lancarnya proses transaksi LBO dalam akuisisi suatu perusahaan. Hal ini didorong dengan bunga yang tinggi dengan jaminan junk bonds dan memiliki hak ekslusif untuk memantau kinerja perusahaan.

Perusahaan yang mendapatkan dana dari private equity firm biasanya adalah perusahaan yang mengalami kesulitan dalam pendanaan, dengan terjadinya LBO pada perusahaan target akuisisi maka perusahaan target akan diefisiensikan untuk mencapai efektifitas dari perusahaan, walaupun tujuan utama mereka adalah untuk mendapatkan untung sebesar-sebesarnya dari transaksi LBO tersebut.17

Cara lain yang dapat digunakan adalah dengan cara perusahaan pengakuisisi akan meminjam dana menggunakan asset-aset yang dimiliki oleh perusahaan target

17

Hasan Zein Mahmud, Catatan Kolom Hasan Zein: Buku Pertama, Cet. 1. (Jakarta: Go Global Book. 1998), h 252.


(47)

sebagai jaminan dan sisa dari pembayaran tersebut dengan diterbitkan obligasi berbunga tinggi atau Junk Bonds.18

Salah satu karakteristik dari LBO adalah adanya usaha untuk meningkatkan pendapatan perusahaan target. Bahkan secara ekonomi makro, LBO dinilai tidak dapat mengembangkan perekonomian karena pada dasarnya LBO dianggap tidak menambah produksi baru dari suatu perusahaan dan hanya sekedar mengutak-atik keuangan perusahaan. Karena itu dalam hubungan pasar modal bisnis LBO juga sangat erat kaitannya dengan hal-hal yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan di pasar modal. Karena itu pola junk bonds yang digunakan dalam transaksi LBO ini sangat dimusuhi oleh perangkat hukum bisnis modern.19 Selain itu LBO umumnya menyebabkan terjadinya gelombang PHK dan terpecahnya perusahaan-perusahaan.20

Dengan semakin cepatnya perkembangan perekonomian dunia saat ini menyebabkan Leveraged Buyout mengalami penurunan jumlahnya dimana pada tahun 2000an jumlah hanya ratusan, berbeda pada tahun 80 dan 90an di mana LBO ini sangat marak terjadi.

18

Israel Shaked dan Brad Orelowitz, “Case Studies in Corporate Bankcrupty Valuation.”

American Bankcrupty Institute Journal, 31:7 (2012), h. 25.

19

Munir Fuady, Hukum Tentang Akuisisi, Take Over & LBO. cet.IV, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2014) h 144.

20


(48)

Dengan adanya pendanaan akuisisi yang menggunakan cara LBO akan membawa konsekuensi-konsekuensi hukum tertentu dalam bidang hukum dan bisnis. Dan berikut beberapa macam konsekuensi yang akan timbul:21

1. LBO memperkaya pihak eksekutif perusahaan, perusahaan investasi, pengacara, dan Agen Junk Bonds.

2. Pemegang saham perusahaan target memperoleh keuntungan yang berkurang setelah adanya LBO.

3. LBO akan merugikan pekerja,perusahaan, pemegang saham minoritas, dan pihak lainnya.

4. Hilangnya kepercayaan para investor pra LBO karena hutang perusahaan yang besar.

5. LBO berpotensi membawa perusahaan target ke arah kebangkrutan. 6. LBO menyebabkan financial distress dari perusahaan target.

E. Leveraged Buyout Dalam Hukum Islam

Transaksi Leveraged Buyout tidak ada bedanya dengan peminjaman uang, pada dasarnya Leveraged Buyout adalah suatu transaksi peminjaman uang yang digunakan untuk melakukan pembayaran dalam bidang akuisisi perusahaan dan dikenakan bunga sesuai dengan perjanjian dalam transaksi LBO tersebut yang umumnya bunga tersebut sangat tinggi. Islam melarang meminjam uang dengan

21

Munir Fuady, Hukum Tentang Akuisisi, Take Over & LBO. cet.IV, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2014) h.146.


(49)

ditambah bunga. Dengan meminjamkan uang disertai bunga maka hal tersebut dapat dikatakan riba.

Riba secara bahasa bermakna: ziyadah atau tambahan. Dalam pengertian lain secara linguistic, riba juga berarti tumbuh dan membesar. Adapun menurut istilah teknis, riba berarti pengambilalihan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil.22

ْ قي ا ك َاإ ْ ْ قي ا ابِّّا ْ كْأي ْيذَّ ابِّّا لْث عْيّّْا ا َإ ْا ّاق ْ َأب كّذ ِّ ّْا اطْيَّّا هطَّختي يذَّا

ابِّّا َّح عْيّّْا ها َلحأ

Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan mereka berpendapat sesungguhnya jual-beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual jual-beli dan

mengharamkan riba.” (QS. Al-Baqarah:275)

Dikarenakan riba merupakan ungkapan atas tambahan khusus yang dikenal dikalangan orang-orang arab, maka Al-Quran tidak menyinggung penjelasan riba tersebut dan cukup dengan mengharamkannya serta perintah untuk menjauhinya.23

Sesuai dengan penjelasan di atas maka LBO termasuk dalam hal yang diharamkan dalam hukum Islam, karena sifatnya yang menambahkan bunga dalam transaksinya dan menyebabkan ada unsur riba dalam transaksi tersebut. Namun dalam

22

Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2001), h. 37.

23

Syaikh Abul A’la Al-Maududi, Bicara Tentang Bunga & Riba, Penerjemah Isnando, (Jakarta: Pustaka Qalami, 2003), h. 113.


(50)

hukum positif, riba bukan termasuk hal yang dilarang yang menyebabkan pinjaman dengan disertai bunga menjadi hal yang diperbolehkan.


(51)

BAB III

PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG SAHAM MINORITAS

PERUSAHAAN TARGET AKUISISI HASIL LEVERAGED

BUYOUT

A. Kedudukan Pemegang Saham Minoritas dalam PT

Kedudukan pemegang saham minoritas dalam perseroan terbatas perlu dikaji lebih mendalam. Oleh karena itu, pemegang saham minoritas harus memiliki posisi tawar-menawar yang baik untuk mengantisipasi jika terjadi benturan kepentingan dengan pemegang saham mayoritas.1 Perlindungan hukum bagi pemegang saham minoritas dalam konsep Good Corporate Governance cukup penting karena prinsip fairness memberlakukan seluruh pemegang saham dalam perusahaan secara adil. Direksi dan komisaris dalam perseroan berkewajiban untuk menciptakan GCG yang berprinsip melindungi pemegang saham minoritas, sehingga ketidakadilan yang mungkin dapat dilakukan oleh pemegang saham mayoritas dapat dicegah.

Ada tiga faktor penting yang menyebabkan perlakuan yang tidak adil tersebut, yaitu:

1. Kurangnya ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundangan-undangan yang melindungi hak-hak pemegang saham minoritas, kendatipun telah ada tetapi

1

Misahardi Wilamarta, Hak Pemegang Saham Minoritas Dalam Rangka Good Corporate Governance, cetakan kedua, (Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), h 81.


(52)

praktiknya peraturan tersebut masih belum cukup. Terbukti dari seringnya pemegang saham minoritas yang dirugikan kepentingannya oleh pemegang saham mayoritas yang beritikad buruk dalam melaksanakan UUPT. Selain itu UUPT memberikan wewenang kepada RUPS untuk menetapkan kebijakan perseroan yang tidak mengatur mengenai kewajiban partisipasi aktif bagi pemegang saham minoritas untuk mengajukan pendapatnya.

2. Sikap dan perilaku pemegang saham mayoritas, direksi atau komisaris yang bermoral untung-untungan. Hal ini yang kerap kali mengakibatkan kerugian pada perseroan terbatas.

3. Posisi dan kondisi pemegang saham minoritas yang lemah dikarenakan kurang modal, pengetahuan, dan kemampuan untuk mengelola perusahaan, yang mengakibatkan pemegang saham minoritas tidak dapat berbuat banyak untuk menghadapi sikap dan perilaku dari pemegang saham mayoritas.

Definisi pemegang saham minoritas sendiri menurut sistem hukum common law adalah: “Minority stockholder”:

Those stockholders of a corporation who hold so few shares in relation to the total outstanding that they are unable to control the management of the corporations or to elect directors.2

Dari definisi tersebut terlihat menjelaskan bahwa pemegang saham minoritas tidak memiliki kemampuan untuk mengendalikan pengelolaan perusahaan atau untuk

2

Henry Campbell black, Black Law Dictionary, (St. Paul, Minn: West Publishing Co, 1990) h 997.


(53)

memilih direksi perusahaan tersebut. Selain itu Rudhi Prasetya3 mengatakan bahwa pemegang saham minoritas adalah satu atau sejumlah pemegang saham yang relatif hanya menguasai sejumlah saham, yang kalah banyaknya terhadap satu atau kelompok pemegang saham lainnya.

Kedudukan pemegang saham minoritas yang tidak seimbang memberikan kekuasaan yang dominan bagi pemegang saham mayoritas, sehingga pemegang saham mayoritas dapat dengan mudah menyisihkan pemegang saham minoritas.

B. Hak-Hak Pemegang Saham Terkait Transaksi Leveraged Buyout

Sebagai bagian dari suatu perseroan pemegang saham memiliki hak-hak yang tak terlepaskan. UU No 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas mengatur tentang hak-hak pemegang saham secara umum untuk terciptanya keadilan bagi semua pihak. Hak-hak tersebut baru berlaku ketika pemegang saham yang bersangkutan tercantum atau terdaftar pada pemegang saham suatu perseroan. Yang mana hak-haknya sebagai berikut:

1. Dalam hal suatu perseroan ingin menambahkan modal perseroan dengan penerbitan saham baru, pasal 43 UUPT mengatur sebelum saham tersebut ditawarkan pada pihak lain, saham tersebut harus ditawarkan pada pemegang

3

Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, Disertai Dengan Ulasan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, cet III, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001), h 1.


(54)

saham lama dengan ketentuan seimbang dengan pemilikan sahamnya, atau yang lebih dikenal dengan pre-emptive right.

2. Dalam Pasal 52 UU PT ditentukan pemegang saham memiliki hak sebagai berikut:

a. Menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS,

b. Menerima pembayaran dividen dan sisa kekayaan hasil likuidasi, c. Menjalankan hak lainnya berdasarkan Undang-Undang PT.

3. Pemegang saham berhak untuk mengalihkan sahamnya kepada pihak lain dengan mengindahkan peraturan dan tata cara pengalihan saham yang berlaku pada anggaran dasar, hal tersebut diatur pada pasal 56 UUPT.

4. UU PT memberikan hak pada pemegang saham untuk meminta sahamnya dibeli dengan harga wajar apabila pemegang saham tidak menyetujui tindakan perseroan, meliputi:

a. Perubahan anggaran dasar,

b. Pengalihan atau penjaminan kekayaan perseroan yang mempunyai nilai lebih dari 50% kekayaan bersih perseroan, atau

c. Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan atau pemisahaan. 5. Pada pasal 72 ayat 1 RUPS memiliki wewenang yang tidak diberikan kepada direksi dan komisaris dalam batas yang ditentukan oleh UU dan/atau anggaran dasar.

6. Pemegang saham memiliki hak untuk mengubah anggaran dasar perseroan yang dilaksanakan melalui RUPS sesuai dengan pasal 88 UUPT.

7. Dalam hal rencana penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan, permohonan pengajuan pailit, dan pembubaran dapat dilakukan


(55)

dengan persetujuan RUPS setelah terpenuhinya kuorom yang diatur pada pasal 89 UUPT.

8. Pada pasal 123 UUPT dalam hal terjadi akuisisi, merger, konsolidasi, dan pemisahan perlu diatur mengenai konversi saham karena melekat hak pemegang saham baik sebelum maupun sesudah terjadinya tindakan perseroan.

C. Perlindungan Hukum Pemegang Saham Minoritas

Pemegang saham minoritas menjadi pihak pada perseroan yang sering mendapat perhatian khusus. Hal ini karena posisinya yang riskan dalam suatu perseroan dan tidak jarang hanya dijadikan sebagai pelengkap dalam sebuah perusahaan. Dalam mekanisme pengambilan keputusan di perusahaan dapat dipastikan pemegang saham minoritas ini akan selalu kalah dibanding pemegang saham mayoritas, sebab pola pengambilan keputusan didasarkan atas besarnya persentase saham yang dimiliki. Keadaan demikian akan semakin parah, jika ternyata pemegang saham mayoritas menggunakan peluang ini untuk mengendalikan perusahaan berdasarkan kepentingannya saja dan tidak mengindahkan kepentingan pemegang saham minoritas.4

Konsep dan pengaturan hukum tentang prinsip perlindungan pemegang saham minoritas merupakan hal yang baru dan kurang mendapatkan porsi yang cukup dalam

4

Rifqi, “Perlindungan Terhadap Minoritas Shareholders” artikel diakses pada 5 Februari


(56)

peraturan perundang-undangan hukum perusahaan di Indonesia selama ini, hal ini dikarenakan oleh:5

1. Kuatnya berlaku prinsip bahwa yang dapat mewakili perseroan hanyalah direksi.

2. Kuatnya berlaku pendapat bahwa yang dianggap demokratis adalah suara mayoritas.

3. Kuatnya rasa keengganan dari pengadilan untuk mencampuri urusan bisnis dari suatu perusahaan.

Dinamika persoalan perlindungan hukum bagi kaum lemah termasuk perlindungan hukum bagi pemegang saham minoritas dalam perseroan tidak pernah surut, meskipun dunia diterpa oleh berbagai macam isu yang berkaitan dengan perekonomian. Oleh karena itu dalam rangka kerjasama antara para pelaku usaha yang mendirikan perseroan yang didalamnya terdiri dari pemegang saham minoritas dan pemegang saham mayoritas, persoalan perlindungan hukum bagi pemegang saham minoritas menjadi sorotan utama yang relevan untuk diperhatikan dan ditangani secara seksama.6

Untuk melindungi kepentingan para pemegang saham minoritas dapat dilakukan beberapa cara sebagai berikut:

5

Munir Fuady, Perlindungan pemegang saham minoritas, (Bandung: CV. Utomo, 2005), h.5.

6

Misahardi Wilamarta, Hak Pemegang Saham Minoritas Dalam Rangka Good Corporate Governance, cet II, (Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), h 228.


(57)

1. Melakukan Gugatan Derivatif atau Gugatan Langsung

Pemegang saham minoritas sebagai pihak yang lemah dalam suatu perusahaan kerap kali dirugikan oleh pemegang saham mayoritas yang melakukan kesalahan dalam mengelola perusahaan tersebut. Akibat dari salah urus yang dilakukan perusahaan dalam hal ini direksi yang menjalankan perusahaan, membuat pemegang saham minoritas terkena dampaknya dan mengalami kerugian.

Untuk melindungi hak-hak dari pemegang saham minoritas, pihak terkait dapat melakukan gugatan derivatif guna melaporkan direksi yang lalai atau melakukan kegiatan diluar tanggung jawabnya (ultra vires) dalam menjalankan perusahaan hingga adanya kerugian yang diterima oleh pemegang saham minoritas.

Gugatan derivatif sendiri adalah gugatan berdasarkan hak utama dari perusahaan tetapi dilaksanakan oleh pemegang saham minoritas atas nama perseroan. Jadi, gugatan derivative adalah gugatan yang dilakukan pemegang saham minoritas atas nama perseroan.7 Gugatan ini termaktub pada UU No 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Pasal 97 ayat 6 yang berbunyi:

“Atas nama perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan negeri terhadap anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada perseroan.”

7

Munir Fuady, Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law Dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, cet III, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2014) h 70.


(58)

Selain itu ada gugatan lainnya yang sering dikenal dengan gugatan langsung, pada gugatan ini dilakukan atas nama pemegang saham minoritas sendiri dan untuk kepentingan pemegang saham minoritas tersebut.8 UU PT pun mengamini hal ini dengan mencantumkan pada Pasal 61 ayat 1 yang berbunyi:

“Setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap perseroan ke pengadilan negeri apabila dirugikan karena tindakan perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan yang wajar sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi, dan atau Komisaris.”

Dalam transaksi Leveraged Buyout pemegang saham minoritas berada pada posisi yang sangat riskan, karena perusahaan yang diakuisisi menanggung hutang yang besar. Untuk itu pemegang saham minoritas dapat melakukan gugatan baik gugatan derivatif maupun gugatan langsung dengan melaporkan gugatan pada pengadilan negeri dimana perusahaan tersebut berdomisili.

Untuk menjalankan gugatan derivatif pemegang saham minoritas harus menanggung biaya peradilan, namun bila gugatan dimenangkan oleh pemegang saham minoritas maka perseroan akan mengganti biaya peradilan yang telah dikeluarkan oleh pemegang saham minoritas.9 Berbeda dengan gugatan langsung, setiap biaya yang dikeluarkan oleh pemegang saham minoritas tanpa diganti oleh

8

Ibid, h.78.

9

Misahardi Wilamarta, Hak Pemegang Saham Minoritas Dalam Rangka Good Corporate Governance, cet II, (Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), h 312.


(59)

perseroan, hal ini karena dengan gugatan langsung maka segala hasil yang diperoleh dari putusan pengadilan adalah untuk kepentingan pemegang saham minoritas.

2. Penerapan Good Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan Yang Baik)

Good Corporate Governance menjadi isu yang penting dalam dunia perusahaan. Asas ini menjadi dasar perusahaan dalam menjalankan usahanya, walaupun sudah ada UU yang mengatur mengenai perseroan tetapi suatu asas menjadi sangat penting karena menyangkut struktur perusahaan. Di mana maksudnya untuk menjalin hubungan dan mekanisme kerja dari unsur-unsur perusahaan seperti RUPS, Direksi, dan Komisaris dalam pembagian tugas, kewenangan, dan tanggung jawab guna meningkatkan nilai perusahaan khusunya pada transaksi LBO yang membutuhkan perhatian lebih.

Prinsip Fairness (kejujuran) menjadi salah satu poin penting dalam penerapan Good Corporate Governance, fairness atau keadilan disini adalah kesetaraan yang ingin diwujudkan untuk mencapai rasa keadilan bagi para stakeholders suatu perusahaan. Dalam kaitannya dengan pemegang saham minoritas maka prinsip fairness ini dimaksudkan perlakuan yang sama antara para pemegang saham baik yang mayoritas maupun yang minoritas.

Dalam menerapkan prinsip keadilan pada suatu perusahaan harus melaksanakan RUPS, RUPS adalah salah satu penerapan prinsip keadilan. Tetapi jika hanya menggunakan RUPS untuk mencari keadilan maka pemegang saham mayoritas


(60)

menjadi pihak yang dapat menentukan arah kebijakan perusahaan dikarenakan prinsip one share one vote dan bisa mengesampingkan kepentingan dari pemegang saham minoritas.

Untuk menjaga agar dapat terwujudnya keadilan dan kesetaran suatu perusahaan maka prinsip majority rule minority protection (Mayoritas nelindungi kepentingan minoritas) menjadi solusi dari prinsip One Share One Vote (Satu sahan satu suara) yang kerap menekan kepentingan pemegang saham minoritas.10 Selain itu untuk mencapai keadilan bagi pemegang saham minoritas ini dilakukan antara lain dengan memberikan hak-hak tertentu kepada pemegang saham minoritas.

Prinsip Transparansi merupakan hal yang pokok yang harus dilakukan oleh suatu perusahaan guna mengimplementasikan Good Corporate Governance, hal serupa juga dinyatakan oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) seperti dikutip oleh Siswanto Sutojo dan E John Aldridge:

“the corporate governance framework should ensure that timely and accurate disclosure is made on all material matters regerding the corporation, including the financial situation, performance ownershipand governance of the company.”11

Dari penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa transparansi yang dilakukan suatu perusahaan termasuk kondisi keuangan, kinerja perusahaan, kepemilikan dan tata kelola perusahaan. Dalam akuisisi yang menggunakan transaksi LBO

10

Ibid, h. 59.

11

Siswanto Sutojo dan E John Aldridge, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia, 2005), h 178.


(61)

transparansi menjadi hal yang penting karena masyarakat perlu tahu informasi mengenai akusisi tersebut, sebab perusahaan target akuisisi menggunakan dana pinjaman yang cukup besar dan menjadi pertimbangan masyarakat jika ingin ada yang menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut.

Penerapan prinsip Transparansi di zaman modern seperti sekarang perusahaan harus lebih aktif dalam menerapkan prinsip tersebut dan tidak hanya sekedar pengumuman pada berita negara dan media massa, melainkan harus membuka akses yang luas kepada pemegang saham minoritas khususnya dan masyarakat luas umumnya.

Prinsip Akuntabilitas adalah salah satu prinsip dalam Good Corporate Governance, dengan prinsip ini akan menunjukan kinerja suatu perusahaan karena prinsip ini diwujudkan dengan menyiapkan laporan keuangan perusahaan dengan cepat dan tepat. Selain itu prinsip akuntabilitas juga mengembangkan komite audit dan resiko untuk mendukung fungsi pengawasan oleh dewan komisaris, mengembangkan dan merumuskan kembali peran dan fungsi internal audit sebagai mitra bisnis strategis, menjaga manajemen kontrak yang bertanggung jawab dan


(1)

2. Pertanggungjawaban perusahaan pengakuisisi dapat diterapkan melihat transaksi LBO ini atas wewenang perusahaan pengakuisisi, untuk itu asas limited liability dapat diterbos dengan asas Piercing the Corporate Veil yang dimana telah umum dilakukan di Indonesia. Asas tersebut dapat dilakukan karena adanya tindakan perusahaan pengakuisisi yang melakukan transaksi LBO sehingga dapat dibebankan tanggung jawab kepundak perusahaan pengakuisisi.

B. Saran

1. Penerapan asas majority rule minority protection pada perusahaan menjadi hal yang harus dilakukan oleh setiap perusahaan guna melindungi para pemegang saham minoritas yang sering tertekan oleh kepentingan pemegang saham mayoritas yang umumnya menggunakan prinsip one share one vote.

2. Perlu adanya pengaturan kuorum yang lebih besar dalam pengambilan suara RUPS Independen dalam peraturan No IX E 1 tentang Transaksi Afiliasi dan Berbenturan Kepentingan, agar pemegang saham minoritas memiliki hak lebih untuk menjaga hak-haknya.

3. Pengaturan doktrin Piercing The Corporate Veil yang lebih efektif dengan memperkuat pengaturannya di UU terkait atau membuat peraturan secara khusus.

4. Penerapan prinsip kehati-hatian yang lebih ketat oleh kreditor dan perusahaan pengakuisisi, karena transaksi LBO memiliki resiko yang tinggi khususnya untuk kreditor.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Ali, Zainuddin. Sosiologi Hukum, cet ke VII. Jakarta: Sinar Grafika, 2012.

Antonio, Muhammad Syafi’I. Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik. Jakarta: Gema Insani, 2001.

Al-Maududi, Syaikh Abul A’la. Bicara Tentang Bunga & Riba, Penerjemah Isnando. Jakarta: Pustaka Qalami, 2003.

Apeldoorn, L.J. Van Apeldoorn. Pengantar Ilmu Hukum, cet ke XXXIII, Jakarta: Prayadna Paramita, 2009.

Black, Henry Campbell. Black Law Dictionary. St. Paul, Minn: West Publishing Co, 1990.

Budiarjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka, 1998.

Daniri, Achmad. Good Corporate Governance Konsep dan Penerapannya Dalam Konteks Indonesia. Jakarta: PT Ray Indonesia, 2006.

Didjosisworo, Soedjono. Kaidah-Kaidah Hukum Perdagangan Internasional Versi Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Bandung: CV Utomo, 2004.

Fuady, Munir. Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2014.

_________. Hukum Pailit Dalam Teori Dan Praktek, cet V. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2014.

_________. Hukum Pasar Modal Modern. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001. _________. Pengantar Hukum Bisnis. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005.

_________. Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999.

_________. Hukum Tentang Akuisisi, Take Over & LBO. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2014.


(3)

Kansil, C.S.T. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. cet VII. Jakarta: Balai Pustaka, 1986.

Khairandy, Ridwan & Camilia Malik. Good Corporate Governance : Perkembangan Pemikiran, dan Implementasinya di Indonesia. Yogyakarta: Kreasi Total , 2007.

M Fauzan. Penemuan Hukum Yurisprudensi Bidang Hukum Perdata. Jakarta: Kencana, 2014.

M. Yahya. Arbitrase. cet I. Jakarta: Pustaka Kartini, 1991.

Marzuki. Peter Mahmud. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana, 2009.

Miru, Ahmadi dan Sakka Pati. Hukum Perikatan Penjelasan Makna Pasal 1233 Sampai 1456 BW. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2013.

Muhammad, Abdulkadir.Hukum Perusahaan Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2010.

Purwosutjipto.H.M.N. Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia (Surat Berharga). Jakarta: Djambatan, 2000.

Rahardjo, Satjipto. Ilmu Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006.\

Rajagukguk, Erman. Arbitrase Dalam Putusan Pengadilan. Jakarta: Chandra Pratama, 2000.

Saliman, Abdul R. Hukum Bisnis Untuk Perusahaan, cet VII. Jakarta: Kencana, 2014. Sastrawidjaja, Man S. Hukum Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran

Utang. Bandung: Alumni, 2010.

Sinaga, Varlen. Batas-Batas Tanggung Jawab Perdata Direksi Atas Pailitnya Perseroan Terbatas Dalam Teori Dan Praktik. Jakarta: Adinatha Mulia, 2012. Soebagjo, Felix Oentoeng. Hukum Tentang Akuisisi Perusahaan di Indonesia.

Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum, 2006.

Soekanto.Soerjono.Pengantar Penelitian hukum. Jakarta: UI Press, 1982.

Soekanto. Soerjono dan Sri Madmuji. Soerjono Soekanto. Penelitian hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat.Jakarta: RajaGrafindo, 2003.

Subekti. Aneka Perjanjian. cet X. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995. Subekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata, cet XXXI. Jakarta: Intermasa, 2003.


(4)

Sulistiowati. Aspek Hukum dan Realitas Bisnis Perusahaan Grup Di Indonesia. Jakarta: Erlangga, 2010.

Sutojo, Siswanto dan E John Aldridge, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia, 2005.

Tanya, Bertrand L dkk. Teori Hukum Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi. Yogyakarta: Genta Publishing, 2013.

Usman, Rachmadi. Dimensi Hukum Kepailitan di Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004.

Utama, Meria. Hukum Ekonomi Internasional. Jakarta: Fikahati Aneska, 2012.

Widjaja, Gunawan. Risiko Hukum Sebagai Direksi, Komisaris & Pendiri PT. Jakarta: Forum Sahabat, 2008.

Widjaja, Gunawan & Ahmad Yani, Hukum Arbitrase cet II. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001.

Wilamarta, Misahardi. Hak Pemegang Saham Minoritas Dalam Rangka Good Corporate Governance. cet II.Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.

Yani, Ahmad & Gunawan Widjaja. Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas. cet III. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003.

YLBHI & PSHK. Panduan Bantuan Hukum Di Indonesia, cet II. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007.

Zulmawan, Wawan. Panduan Praktis Merger Atau Akuisisi Perusahaan. Jakarta: Permata Aksara, 2013.

JURNAL

Carow, Kenneth A dan Dianne M. Roden Determinant of the stock Price Reaction to Leveraged Buyout. “Journal Economic of Finance” 21:3. 1997.

Chairunnisa, Miranda. dkk, Pertanggungjawaban Perusahaan Induk Terhadap Perusahaan Anak Dalam Hal Terjadinya Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2013. http://download.portalgaruda.org/article.php?article=131317&val=4108 diunduh pada 21 Februari 2015


(5)

Chraf, Charles A. et al. Acquisitions, Mergers, sales, buyout, and takeovers. New Jersey, 1985.

Dewi, Ni Putu Agustini Ari dan A.A. Ngr Yusadarmadi, Peran Pengadilan Niaga Sebagai Lembaga Penyelesaian Perkara Kepailitan. Fakultas Hukum

Universitas Udayana, Dari

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=83132&val=907 diunduh pada 20 Februari 2015.

I Made B. Tirthayatra, “Konversi Hutang Menjadi Saham”, Warta Bapepam-LK, 2008.

Laporan Tahunan PT Bumi Resources Tahun 2009, Catatan Atas Laporan Keuangan Konsolidasi Untuk Tahun Yang Berakhir Pada Tanggal 31 Desember 2009. Utami, Iftia Putri. Pengaruh Akuisisi Terhadap Profitabilitas Perusahaan

Pengakuisisi, (Studi Kasus Perusahaan Go Publik pada Bursa Efek Indonesia). 2013.

SKRIPSI

Anwar, Miranda. “Pencatatan Saham Lewat Pintu Belakang (Backdoor Listing)”, Skripsi S1 Fakultas Hukum, Universitas Indonesia. 2008.

Wahyudi, Vincent. “Tinjauan yuridis leveraged buyout dalam pasar modal Indonesia perlindungan terhadap pemegang saham minoritas dan penerbitan obligasinya”. Skripsi S1 Fakultas Hukum, Universitas Indonesia,. 2013.

WEBSITE

http://kolom.kontan.co.id/news/129/Asas-GCG-dan-penciptaan-nilai

https://rifq1.wordpress.com/2008/05/01/perlindungan-terhadap-minority-shareholders http://download.portalgaruda.org/article.php?article=83132&val=907


(6)

PERUNDANG-UNDANGAN

UU No 40 tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

PP No 27 Tahun 1998 Tentang Penggabungan, Peleburan, dan Pengambialihan Perseroan Terbatas

Peraturan Bapepam-LK No. IX E. 1 tentang Transaksi Afiliasi dan Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu.