MEMBANGUN TATA KELOLA PELAYANAN PUBLIK

MEMBANGUN TATA KELOLA PELAYANAN PUBLIK
BAGI ANAK JALANAN DI KOTA JAYAPURA

Amoye Pekei, S.Sos, M.Si

Contact Person : ‐ /081354018593  
Email    

  : amoye.pekei@yahoo.co.id 

Organisasi  

  : Ketua DPD Ikatan Pekerja Sosial Profesional Indonesia (IPSPI ) PAPUA  
   Periode 2014‐2017 
 
Abstrak

Masalah kesejahteraan sosial di Papua yang kompleks, penulis berupaya melihat permasalahan
dengan melakukan pengamatan secara langsung terlibat dalam tiap pelayanan kesejahteraan
sosial khususnya anak jalanan. Pelayanan kesejahteraan sosial yang seharusnya dijadikaan
sebagai sala satu urusan wajib pemerintahan daerah tidak bisa berjalan dengan baik. Banyak

Maraknya anak jalanan sudah masuk dalam kategori mendesak namun belum diimbangi dengan
ketersediaan pelayanan yang responsif, mulai dari pemberian bantuan fisik, dukungan emosi,
dukungan pendidikan, dukungan integrasi sosial.
Suatu pelayanan publik yang berinovasi diharapkan pertama terbangunanya pelayanan
kesejahteraan sosial yang terintegrasi dengan sektor lain. Kedua SPM terintegrasi dengan
perencanaan Dinas sosial dan pengawasannya berjalan baik. Ketiga penguatan kapasitas
kelembagaan dengan menjunjung tinggi SOP yang realistis, responsif dan akuntabel. Keempat
Partisipasi masyarakat melalui komunitas peduli sebagai pelaku dengan membangun sisistem
demand agar tercipta transparansi dan akuntabilitas Pelayanan publik. Semoga Tulisan ini bisa
bermanfaat dalam pembangunan kesejahteraan sosial di Papua khususnya di Kota Jayapura

A.  Masalah Kemiskinan dan Anak Jalanan Di Papua

Papua adalah sala satu Pulau dikawasan ras Melanesia yang berada di wilayah kekuasaan
Negara Kesatuan Republik Indonesia ( NKRI). Setiap kali menyebut nama ini kita semua akan
berpikir kearah timur Indonesia. Sejarah telah membuktikan masalah di Papua sangat kompleks,
mulai dari masalah politik, ekonomi, sosial dan budaya. Masalah Kemiskinan merupakan
pencerminan dari lingkaran masalah – masalah di Papua. Hingga 2014 Kemiskinan di Papua masi
menduduki urutan terbawa indikator kemiskinan. Angka kemiskinan di Papua dari 31,53%1
dimana indeksnya dua kali lipat lebih tinggi dari tingkat rata-rata kemiskinan di Indonesia yaitu

11,37 %. Sala satu indeks yang menujukan kesejahteraan masyarakat sangat erat dengan bidang
kesejahteraan sosial adalah Indeks Pembanguan Manusia ( IPM ).
Bidang

pelayanan

kesejahteraan

sosial

yang

menyumbang

pelayanan

dalam

mempengaruhi IPM. Pelayanan tersebut antara lain kegiatan pemenuhan kebutuhan penyandang
masalah kesejahteraan sosial ( PMKS ). Beberapa PMKS diantaranya adalah masalah anak jalaan,

anak terlantar, anak yang berhadapan dengan hokum, anak cacat, anak berkebutuhan khusus, fakir
miskin, komunitas adat terpencil, Orang Dengan HIV Aids, kekerasan terhadap perempuan, dan
lain lainnya. IPM Papua sejak 2008 hingga 2012 yang bergeser sedikit saja sebesar 0,86 point
pertahun, walaupaun diakui kucuran dana OTSUS sangat besar. Kondisi IPM dan Indeks
kemiskinan ini bisa menjadi potret indikator pelayanan kesejahteraan masyarakat Papua yang
buruk.
Sala satu masalah yang cukup meresahkan adalah masalah anak jalanan yang sejak dulu
hingga saat ini belum tuntas penanganannya. Walaupun mempunya sumber daya yang cukup baik
itu dana dan dukungan kebijakan dengan hadirnya kebijakan undang – undang otonomi khusus di
Papua. Perlu diketahui masalh anak jalanan adalah asalah yang kompleks sebenarnya masalah ini
ada pencerminan kemiskinan di Papua yang Nampak di pandangan mata kita, karena latar elakang
anak jalanan adalah masalah kemiskinan yang disebutkan diatas.
Banyak dari anak jalanan lahir dari keluarga yang berada di bawa garis kemiskinan.
Sehingga menangani anak jalanan adalah sala satu indikator yang perlu didefiniskian oleh pihak –
pihak yang berkecimpung dalam upaya mengurangi kemiskinan di Papua. Namun hingga saat ini
belum ada indikator kemiskinan di Papua yang lebih dioperasionalkan dalam konteks kemiskinan
                                                        
1 BPS, Papua dalam Angka, Jayapura BPS, Maret 2014 

di Papua. Sehingga kebijakan menangani masalah kemiskinan sala satuya adalah menangani anak

jalanan. Karena anak jalanan merupakan bagian dari keluarga yang tidak mampu dimana mereka
hidup di pemukiman kumuh di perkotaan yang makanya hanya sekali bahkan tidak memilik
makan, makanpun hannya nasi putih, keluarganya tidak utuh, dengan masyarakatnya yang lebih
individualis sehingga yang miskin urus dirinya sendiri. Sebenarnya inilah yang dimaksudkan
kemiskinan perkotaan yang sesungguhnya.

B.  Definisi Anak Jalanan dan Masalahnya

Anak jalanan adalah salah satu masalah sosial yang kompleks dan bertalian dengan
masalah sosial lain, terutama kemiskinan. Strategi intervensi maupun indikator keberhasilan
penanganan anak jalanan dilakukan secara holistik mengacu kepada visi atau grand design
pembangunan kesejahteraan dengan memperhatikan karakteristik anak jalanan, fungsi dan model
penanganan yang diterapkan. Dalam tulisan tersebut dijelaskan Anak jalanan ( ANJAL ) adalah
anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya di jalan bekerja atau hidup di jalanan dan
tempat - tempat umum, seperti pasar, mall, terminal taksi, taman kota tanpa pengawasan langsung
dari orang tua. Pada Umumnya anak jalanan bertahan hidup dengan melakukan aktivitas seperti
mencuci motor, mengumpulkan barang bekas, meminta - minta, ada yang mencuri, mencopet atau
terlibat perdagangan sex ( pekerja seks jalanan ).2
Di Papua anak jalanan identik dengan anak ketergantungan aibon atau sering dikenal
dengan istilah “ anak aibon “. Mengisap Aibon merupakan perilaku menghilangkan stres akibat

tidak diterima di keluarga, kekerasan dalam rumah tangga, putus sekolah. Selain itu ada juga yang
menghirup karena pengaruh linkungan pergaualannya.
Beberapa penyebab anak berada di jalan, menurut Festa antara lain ; Pertama anak jalanan
turun ke jalan karena adanya desakan ekonomi dalam keluarga, sehingga orang tua menyuruh
anaknya untuk turun ke jalan guna mencari tambahan ekonomi keluarga. Kedua, rendahnya
pendidikan orang tua menyebabkan mereka tidak mengetahui fungsi dan perannya sebagai orang
tua, disamping tidak mengetahui hak-hak yang dimiliki oleh anaknya. Ketiga, orangtua tidak
memiliki kemampuan dalam pola asuh yang tepat bagi anak sehingga anak tidak memiliki
                                                        
2 Edi Suharto, Diakses, 25 Juli 2016 pukul, 09.00 dari http://www.policy.hu/suharto/Naskah%20PDF/AnakJalanan.pdf 

kecakapan dalam menghadapi tekanan. Keempat, peran masyarakat dalam memberikan kontrol
sosial masih sangat rendah. Kelima, masih ditemukan pihak-pihak yang mengambil keuntungan
dari kehidupan anak jalanan. Keenam, lembaga-lembaga, organisasi sosial belum berperan dalam
mendorong partisipasi masyarakat menangani masalah anak jalanan. Ketuju, belum ada payung
kebijakan mengenai pencegahan anak agar tidak turun ke jalan atau penanganan menyeluruh yang
mencakup aspek sosial, psikologis dan spiritual. 3
Hasil asessment di kota Jayapura faktor penyebab anak di jalanan terjadi akibat keluarga
tidak harmonis, perceraian, kekerasan dalam rumah tangga, ditelantarkan oleh keluarganya, yatim
piatu, dan pengaruh lingkungan dan diajak oleh teman. Beberikut ini daftar klien dan masalhnya

di kota Jayapura
Tabel Ringkasan Assessment Anak Jalanan Kota Jayapura

Sumber : Olahan Data Assessment DPD IPSPI Papua 2016
Hingga saat ini data anak jalanan yang baru diassessment sebanyak 22 Anak lokasi
assessment ini diambil dari tempat – tempat pusat bermain Anak jalanan yang tersebar di Distrik
Abepura dan Distrik Jayapura Utara. Dari data diatas anak jalanan berada pada kisaran usia antara
9-15 tahun pada usia sekolah. Mereka semua adalah anak – anak yang putus sekolah karena yatim
                                                        
3  Festa Yumpi, Rekonstruksi Model Penanganan Anak Jalanan melalui Psikologis Suatu Intervensi berbasis komunitas. Jurnal 
Penelitian Psikologi 2013, Vol. 04, No. 02, 142‐153 .  

piatu dan keadaan ekonomi keluarga yang tidak cukup membiayai studi dan karena kekerasan
dalam rumah tangga.

Foto bersama anak jalanan kota jayapura bersama pekerja sosial pendamping usai penjangkauan
dan assessment awal di Lokasi pusat Anak jalanan distrik Abepura

Pada umumnya meraka merupakan korban dari kondisi keretakan keluarga dan kondisi
pendapatan keluarga yang rendah, yang membuat anak – anak jalanan tidak mendapatkan hak –

hak mereka seperti yang dijamin dalam Undang – Undang Perlindungan anak. Mereka tidak bisa
tumbuh kembang dengan baik, karena Gizi, mereka tidak bisa bermain karena hidupnya di jalan,
mereka tidak mengakses pendidikan, kesehatan mereka terganggu sehingga karena sangat lemah
mengakses hak akses layanan kesehatan mereka, apalagi beribadah tidak ada yang mengajak
mereka beribada, ada juga dua anak cacat tapi hak mereka juga tidak mereka terima.
Keberadaan anak jalanan di kota Jayapura sudah sangat meresahkan publik, bulan Juni
Dinas sosial telah mendapat surat dari pimpinan Saga Mall Abepura yang mengeluhkan kehadiran
anak jalanan telah mencemaskan para konsumenya. Selain itu ada beberapa arahan wali kota yang
menyampaikan ada anak jalanan yang berkeliaran tanpa adanya perhatian dari dinas terkait di kota
Jayapura. Selain itu menurut laporan warga bagi pekerja sosial pada tempat tinggal di Abepura,
keberadaan mereka suda menjadi ancaman karena sering terjadi kecurian oleh anak – anak jalanan
hanya untuk mempertahankan hidupnya di jalan. Dengan hal ini masalah anak jalanan suda

menjadi masalah publik sehingga masyarakat, perusahaan dan pemerintah selayaknya memberikan
perhatian bersama untuk menangani masalah ini.
Untuk mensikapi maraknya anak jalanan dan kompleksitas masalah sosial anak jalanan di
kota Jayapura ini dibutuhkan penanganan yang menyeluruh dan terintegrasi untuk menangani
masalah anak secara menyeluruh baik itu masalah sosial, ekonomi, pendidikan, kesehatan,
kerohanian, fisik dan masalah mental. Sehingga pelayanan ini harus terintegrasi dari berbagai
sektor.

Perlu diketahui bahwa sebenarnya pelayanan kesejahteraan sosial ini sangat singkron
dengan visi dan misi gubernur yaitu Papua Bangkit Mandiri dan Sejahtera. Jika pelayanan terhadap
PMKS Anak Jalan yang disebutkan diatas berjalan mulus, maka akan memenuhi kebutuhan dan
keinginan gubernur Lukas Enembe, untuk menurunkan angka kemiskinan dari 31, 53 % menjadi
25 %, pada tahun 2018. Karena menangani anak jalanan tidak terlepas dari menangani masalah
kemiskinan keluarga. Untuk mencapai harapan Gubernur Papua yang juga harapan kita semua,
perlu melihat Papua dari potret kondisi pelayanan kesejahteraan sosial itu sendiri.

C.  Kondisi Pelayanan Publik Bidang sosial dan Anak Jalanan

Pelayanan publik bidang sosial adalah pemberian bantuan sosial untuk menangani dan
mengurangi beban dan menjawab kebutuhan PMKS dengan pola pelayanan dan manajemen
pelayanan yang terorganisir dengan baik. Terkait penanganan anak jalanan di kota Jayapura, belum
ditemukan pelayanan menyeluruh untuk tuntas menyelesaikan masalah anak jalanan tersebut.
Padahal masalah anak jalanan suda cukup meresahkan dan menjadi masalah publik. Pelayanan
bantuan sosial antara laian bantuan fisik, emosi, pendidikan, dan integrasi sosial belum sesuai
peruntukannya.
Dalam menangani beberapa PMKS pemerintah hanya memberikan bantuan fisik tanpa
pelayanan hingga klien terpenuhi bantuan integrasi sosialnya. Jika ada bantuan sosial dalam bentuk
dukungan emosi dan dukungan kadang pelayanan itu sala sasaran. Contoh pemerintah sering

memberikan bantuan gizi untuk anak jalanan tapi dari hasil pengamatan dan wawancara dengan
anak jalanan mereka belum pernah menerima bantuan pemerintah terkait dengan bantuan Gizi.
Hingga saat ini pemberian bantuan bagi anak jalanan masi sangat parsial dan tidak berlanjut.

Dari pemberian bantuan materi dan fisik (support concrete) kepada masyarakat imbasnya
hanya memberikan ketergantungan masyarakat terhadap bantuan pemerintah dan tidak membantu
meringankan beban masyarakat. Sebut saja paket keluarga harga harapan sala satu batuan bagi
keluarga yang miskin. Namun keluarga miskin seperti disebutkan diatas belum tersentuh.
Diharapkan dari program pemberian bantuan diatas dapat memberikan dampak yang memiliki
daya ungkit, artinya bantuan tersebut harus memberikan dampak menyelesaikan masalah lainnya.
Misalnya masalah bantuan bagi keluarga ekonomi lemah harus dapat menyelesaikan masalah anak
jalanan, putus sekolah dan lainnya. Hal lain yang terlewatkan dalam pelayanan peberian bantuan
sosial ini.
Bantuan sosial emosi ( Emosional support ) dukungan dan pendampingan pelayanan
kesejahteraan sosial bagi anak khususnya anak jalanan jarang diberikan, salah satunya yang
menghambat adalah belum adanya pelayanan penjangkauan (outreach) dengan menjangkau,
memberikan penyuluhan, konseling dan motivasi. Dengan pola pelayanan penjangkauan ini akan
juga turut memenuhi kebutuhan utuk sekolah bagi mereka yang putus sekolah (education support)
sehingga dengan pelayanan penjangkauan klien tersebut bisa integrasi kembali dalam lingkungan
sosial ( social integration). Tiga pihak yang diuntungkan dari pelayanan Outreach ini yaitu

masyarakat mendapat informasi dari pelayanan kesejahteraan sosial melalui pemberian informasi,
dan keluarga sasaran mendapat pengetahuan dan ketrampilan memberikan dukungan bagi anak
mereka yang masi mengakses kehidupannya di jalanan. Dengan menguatnya masyarakat dan
keluarga berarti akan menujukan indikator sisi demand ( penerima ) semakin berfungsi karena ada
keterlibatan masyarakat dalam menangani masalah sosial. Dengan ini akan memberikan dorongan
yang kuat terhadap pelayanan pemerintah atau pemberi bantuan ( suplay ) dapat berfungsi dengan
optimal dan terwujudnya sistem tata kelola yang baik.

Gambar. Kerangka pikiran membangun tatakelolah pelayanan publik bidang sosial

Melemahnya sistem pelayanan kesejahteraan sosial dari sisi suplay adalah Prosedur
penangan panti yang berjalan tidak sesuai dengan standar pelayanan sesuai Standar Pelayanan
Minimum ( SPM) bidang sosial dan nyatanya belum ada laporan realisasi SPM pelayanan sosial
di provinsi Papua bahkan di beberapa kabupaten kota di Papua. Ini mengindikasikan pelayanan
publik masi sangat parsial sehingga penangan kasus belum berjalan sesuai dengan Standar
Operasional Prosedur yang berpedoman pada pelayanan minimum.
Rendahnya kapasitas manajemen pelayanan rehabilitasi klien di LKS karena belum ada
pelayanan rehabilitasi untuk PMK anak Jalanan, walaupun ada sarana balai untuk bina remaja di
Kabupaten Jayapura milik Dinas Sosial Provinsi, namun balai itu tidak difungsikan untuk
pelayanan rehabilitasi. Beberapa isu lain yang berhubungan kelembagaan baik itu swasta dan

pemerintah adalah penyediaan tenaga pekerja sosial, profesi lain seperti, psikiater, dokter,
rohaniawan yang sesuai dengan kebutuhan. Hal ini menyebabkan pelayanannya belum terintegrasi
dengan lintas profesi tersebut karena sistem penjangkaun klien dan sistem rujukan belum
terbangun sehigga penanganan masalah sangat terbatas sehingga ada anak jalanan yang perlu dan
mendesak ditangani akhirnya tidak ditangani.
Diketahui ada 163 lembaga panti dan pemberian layanan kesejahteraan sosial di Papua
untuk anak khusus untuk anak di kota Jayapura, menurut laporan direktorat Anak Kementrian
sosial ada sekitar 11 Panti dan yayasan yang bergerak menangani masalah anak. Dari 11 tersebut
tercatat 155 anak yang menerima layanan di panti asuhan dan yayasan milik masyarakat tersebut.
Setelah melihat layanan LKS ini ada beberapa hanya menampung anak dari daerah tanpa

pelayanan lainnya. Beberapa masalah ini mengingikasikan masalah tersebut belum ada pelayanan
terintegrasi lintas sektor dalam menangani masalah anak jalanan di Jayapura.
Meresponi masalah ini Pemerintah provinsi dan kota sampai saat ini belum ada upaya
khusus untuk menangani masalah anak jalanan yang sangat kompleks tersebut. Hal ini ditandai
dengan belum adanya data terkait masalah anak jalanan di Dinas Sosial Provinsi. Upaya yang baru
dilakukan adalah pembentukan tim bersama penanganan anak jalanan yang bertugas
mengidentifikasi lembaga kesejahteraan sosial ( LKS ) yang menangani masalah anak jalanan dan
mencari model layanan yang tepat.4 Sedangkan di kota Jayapura hingga tulisan ini dibuat baru
mulai mengembangkan program penangan anak jalanan dengan pola kasih dan menurut Ibu Milka
Asor kepala bidang rehabilitas sosial Dinas Sosial kota Jayapura mereka telah berupaya
memasukan penanganan anak jalaan dengan pola terintegrasi dan RKA untuk program tahun
2017.5
Melihat kondisi pelayanan sosial ini menujukan dukungan kebijakan pemerintah bidang
sosial masi sangat lemah dimana belum memiliki peraturan daerah khusus terkait standar
pelayanan minimum bidang sosial, bahkan turunnya hingga peraturan yang berhubungan dengan
anak jalanan dan penangananya yang beresiko pada budged anggaran daerah.

Gambar Diksusi Pertemuan Antar Dinas Sosial Kota, DPD IPSPI, Anak Jalanan, Pekerja Sosial
Pengusaha dalam upaya membangun pelayanan terintegrasi dalam penanganan anak jalanan di
Kota Jayapura.
                                                        
4 Dinas Sosial dan Pemukiman Provinsi papua. Surat Pemberitahuan Kepala Dinas sosial Provinsi, 2016 
5 Wawancara langsung Kabid Resos DINSOS Kota Jayapura, 30 Agutus 2016 

D.  Solusi Pelayanan Sosial Yang Terintegrasi

Layanan kesejahteraan sosial yang baik yang perlu dikembangkan oleh pemerintah untuk
menangani masalah ini sebaiknya dilakukan dengan mengembangkan model pelayanan yang
terhubung sehingga pendekatan pelayanan manajemen kasus dapat berjalan dengan baik sehingga
masalah ditangani yang akan memberikan dampak bagi faktor – faktor penyebab lainnya ( daya
ungkit ).
Pelayanan sosial yang baik hendaknya memperhatikan pelayanan yang menyediakan
kebutuhan berbasis pada masalah prioritas daerah yang menjadi isu publik dan pelayanan itu harus
terintegrasi karena pelayanan sosial sesungguhnya adalah pelayanan yang diarahkan untuk suatu
keberfungsian sosial sehingga idealnya fungsi – fungsi sub sistem yang mendukung sistem sosial
itu harus berfungsi.
Pelayanan yang terintegrasi tersebut antara lain adalah membangun sistim rujukan
pelayanan Anak jalanan antara dinas sosial, pekerja sosial dan pelayanan kesehatan membangun
kerjasama untuk penataan manajemen pelayanan kesehatan masyarakat (PKM) yang khusus
menangani anak jalanan. Sistem rujukan yang sama bisa dibangun untuk menangani kekerasan
terhadap anak dan perempuan antara kepolisian dan badan pemberdayaan perempuan dan anak
dengan dinas sosial dan pekerja sosial.
Selain dinas kesehatan dan pemberdayaan perempuan dinas pendidikan untuk menangani
kasus anak jalanan yang putus sekolah untuk disekolahkan kembali dengan pengawasan pekerja
sosial pendampingan di sekolah khusus menangani anak jalanan yang putus sekolah. Dalam seting
kesehatan jiwa sistem integral pelayanannya adalah proses rehabilitasi untuk orang dengan
gangguan kesehatan jiwa seperti anak yang mengalami gangguan mental dalamnya melibatkan
pekerja sosial untuk terlibat dalam proses rehabilitasi di rumah sakit dan proses pengembaliannya
ke keluarga.
Dalam memberikan pelayanan bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial anak jalanan
ada beberapa hal yang perlu dilihat secara khusus adalah memastikan SPM bidang sosial bisa
terealisasi yang terintegrasi dengan perencanaan dinas sosial dengan prosedur yang realistis.
Dengan begitu masalah dinas sosial yang minim anggarannya bisa teratasi karena implikasinya
dari SPM adalah anggaran yang meningkat dalam pengganggaran untuk kegiatan pelayanan wajib

bidang sosial termasuk kegiatan penjangkauan dan rehabiliasi. Sehingga upaya ini membutuhkan
keterlibatan pemerintah dalam bentuk kebijakan yang kongkrit menghidupkan sistem pelayanan
kesejahteraan bagi anak jalanan yang sudah ada dalam bentuk panti yang terintegrasi dengan
sistem sumber lainnya yang berada di rana stakeholder lainnya.
Dengan demikian hal yang berhubungan yang perlu dilihat secara baik dan detail melalui
kajian kapasitas organisasi penyediaan layanan kesejahteraan sosial yang telah ada antara lain
komponen kebijakan, struktur, sumber daya manusia, keuangan dan manajerial organisasinya
termasuk sistem rujukan dan dukungan komponen komunitas dalam pelayanan mulai dari
penggunaan pelayanan dan memberikan keluhan dan bersama mengawasi layanan melalui
mekanisme yang terbangun.
Dengan demikian pelayanan kesejahteraan sosial tersebut bisa berubah status dari
pelayanan karitas menjadi pelayanan organisasi yang professional. Karena pelayanan
penyelenggaraan sosial harus memenuhi standar pelayanan praktik yang sesuai dengan profesional
kerja yang sesuai dengan petunjuk standar pelayanan minimum ( SPM ) bidang sosial. Sehingga
pemerintah bias membentuk satu Pusat Pelayanan Kesejahteraan Sosial ( PUSPELKESOS ) seperti
halnya di bidang kesehatan adalah Pusat Kesehatan Masyarakat PKM) sebagai model pusat
pelayanan dasar bidang sosial di kota jayapura.
PUSPELKESOS adalah Unit pelayanan holistic (biopsikososial) dalam penangan masalah
sosial

secara menyeluruh yang berpusat pada pemenuhan kebutuhan klien ( pembangunan

manusia ) dengan menghubungkan sumber – sumber pelayanan kesejahteraan sosial dari sisi
internal dan eksternal dalam suatu manajemen kasus dalam pusat pelayanan baik itu sistem
pelayanan dasar klien dan sistem rujukan. Tujuan umum dari layanan ini adalah Terciptanya Tata
Kelolah Pemerintahan Yang Baik Dengan Meningkatan Kualitas Pelayanan Publik Bidang Sosial
Melalui Pengembangan Pusat Pelayanan Kesejahteraan Sosial di Papua. Tujuan khusus dari
pelayanan kesejahteraan sosial tersebut antara lain :
1.  Memudahkan akses layanan kesejahteraan sosial kepada PMKS melalui kegiatan
penjangkauan dan pendampingan klien
2.  Mengembangkan layanan yang terintegrasi melalui pengembangan sistem rujukan
3.  Menyediakan pelayanan kesejahteraan sosial yang berkualitas dan respon terhadap masalah –
masalah kesejahteraan sosial menggunakan standar pelayanan minimum berbasis kinerja.

4.  Optimalisasi standar pelayanan minimum SPM bidang sosial yang terintegrasi dengan
perencanaan dinas dan pelayanan kesejahteraan sosial di papua
5.  Penguatan sistem pendataan PMKS Papua yang akurat dan terupdate melalui pendataan
berbasis kasus yang terpusat.
6.  Terbangunnya sistem praktik pekerjaan sosial dalam mengembangkan kompetensi pekerja
sosial di papua.
7.  Menyiapkan pekerja sosial yang memberikan pelayanan kesejahteraan sosial integral yang
berpusat pada manusia dan untuk keberfungsian sosial bagi klien.
Kualitas pelayanan kesejahteraan sosial dalam mendukung peningkatan IPM di Papua akan
semakin terukur dan berkualitas, pertama jika sentuhan pelayanan kesejahteraan sosial yang
terintegrasi dengan sektor lain. Kedua sistem standar pelayanan minimum ( SPM) itu terintegrasi
dengan perencanaan dinas kesejahteraan sosial dan proses pengawasannya berjalan baik, ketiga
penguatan kapasitas kelembagaan pelayanan berjalan dengan baik dengan menjunjung tinggi
standar prosedur operasional ( SOP) dan layanan di institusi tersebut yang realistis, responsive
dan akuntabel.

Keempat adanya partisipasi masyarakat melalui komunitas peduli ( care

community care ) sebagai pelaku pelayanan yang turut mendukug layanan dengan membangun
sisistem demand untuk mendorong transparansi anggaran melalui mekanisme pengawasan
masyarakat.