BAB II KETENTUAN UMUM MEREK A. Pengertian dan Dasar Hukum Merek - Aspek Hukum Kesamaan Merek Terdaftar Dalam Kelas Yang Berbeda Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 699k/Pdt. Sus/2009)

BAB II KETENTUAN UMUM MEREK A. Pengertian dan Dasar Hukum Merek Merek merupakan bagian dari hak atas kekayaan intelektual yang

  keberadaannya diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek (selanjutnya disingkat menjadi UUM No.15 Tahun 2001).

  Merek selalu diidentikkan dengan identitas bagi suatu produk yang dihasilkan oleh produsen, yang kemudian menjadi asset bagi produsen. Identitas suatu produk juga menjelaskan kualitas suatu barang, hal tersebut juga menandakan barang tersebut memiliki ciri khas tersendiri. Dalam kehidupan sehari-hari di sekitar kita banyak sekali terjadi pembajakan terhadap suatu merek. Pembajakan merek tidak jarang pula dilakukan dengan kualitas barang yang berbeda, sehingga akan berdampak kepada dua hal, yaitu, Pertama akan mengganggu stabilitas ekonomi, dan Kedua, terkait jaminan perlindungan

  22 konsumen terhadap barang tersebut.

  Merek adalah suatu tanda yang pada dirinya terkandung daya pembeda yang cukup (capable of distrugling) dengan barang-barang lain yang sejenis.

  23 Kalau tidak ada pembedaan, maka tidak mungkin disebut merek.

  Secara eksplisit Merek disebut sebagai tanda immaterial dalam konsiderans UUM No. 15 Tahun 2001 bagian menimbang butir a, yang berbunyi: 22 Hery Firmansyah, Perlindungan Hukum Terhadap Merek, Pustaka Yustisia, Jakarta,

  Bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi- konvensi internasional yang telah diratifikasi Indonesia, peranan merek menjadi sangat penting, terutama dalam menjaga persaingan usaha yang sehat.

  Merek merupakan sesuatu yang ditempelkan atau dilekatkan pada suatu produk, tetapi ia bukan produk itu sendiri, karena setelah barang dibeli, yang dinikmati pembeli bukanlah merek melainkan benda materinya. Merek mungkin hanya menimbulkan rasa kepuasan saja bagi pembeli. Merek hanya benda immateriil yang tidak dapat memberikan apapun secara fisik. Inilah yang

  24 membuktikan bahwa merek itu merupakan hak kekayaan immaterial.

  Adapun definisi Merek yang diatur dalam UUM No. 15 Tahun 2001 pada

  Pasal 1 butir 1; Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka- angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.

  Selain batasan juridis di atas, beberapa sarjana juga memberikan pendapatnya tentang merek, diantaranya:

1. H.M.N. Purwo Sutjipto, memberikan rumusan bahwa,

  Merek adalah suatu tanda, dengan mana suatu benda tertentu dipribadikan ,

  25 sehingga dapat dibedakan dengan benda lain yang sejenis.

24 OK Saidin, Op. Cit, hlm. 330.

  2. R. Soekardono memberikan rumusan bahwa, Merek adalah suatu tanda (Jawa: cirri atau tengger) dengan mana dipribadikan sebuah barang tertentu, dimana perlu juga dipribadikan asalnya barang atau menjamin kualitetnya barang dalam perbandingan dengan barang-barang sejenis yang dibuat atau diperdagangkan oleh orang-orang atau badan-badan

  26 perusahaan lain.

  3. Harsono Adisumarto, merumuskan bahwa, Merek adalah tanda pengenal yang membedakan milik seseorang dengan milik orang lain, seperti pada pemilikan ternak dengan memberi tanda cap pada punggung sapi yang kemudian dilepaskan di tempat penggembalaan yang luas. Cap seperti itu memang merupakan tanda pengenal untuk menunjukkan bahwa hewan yang bersangkutan adalah milik orang tertentu. Biasanya,untuk membedakan tanda atau merek digunakan inisial dari mana

  27 pemilik sendiri sebagai tanda pembedaan.

  4. Iur Soeryatin, mengemukakan rumusannya dengan meninjau merek dari aspek fungsinya yaitu, Suatu merek dipergunakan untuk membedakan barang yang bersangkutan dari barang sejenis lainnya oleh karena itu, barang yang bersangkutan dengan

  28 diberi merek tadi mempunyai: tanda asal, nama, jaminan terhadap mutunya.

  26 27 Ibid, hlm. 344.

  Harsono Adisumatro, Hak Milik Perindustrian, Akademika Pressindo, Jakarta, 1990, hlm.44.

5. Soeryatin, merumuskan bahwa,

  Barang-barang yang dihasilkan oleh pabriknya dengan dibungkus dan pada bungkusnya itu dibubuhi tanda tulisan dan/atau perkataan untuk membedakannya dari barang-barang sejenis hasil pabrik pengusaha lain. Tanda itu disebut merek perusahaan.

  

29

6.

  OK. Saidin mengemukakan bahwa, Merek adalah suatu tanda (sign) untuk membedakan barang-barang atau jasa yang sejenis yang dihasilkan atau diperdagangkan seseorang atau kelompok orang atau badan hukum dengan barang-barang atau jasa yang sejenis yang dihasilkan oleh orang lain, yang memiliki daya pembeda maupun sebagai jaminan atas mutunya dan digunakan dalam kegiatan perdagangan atau jasa.

  30 Adapun dari pengertian merek yang diatur dalam UUM No. 15 Tahun

  2001 dapat diketahui tentang siapa yang dapat menjadi pemilik merek, yaitu: a.

  Perorangan, b.

  Beberapa orang secara bersama-sama c. Badan hukum

  Merek dapat dimiliki secara perorangan atau satu orang karena pemilik merek adalah orang yang membuat merek itu sendiri. Dapat pula terjadi seseorang memiliki merek berasal dari pemberian atau membeli dari orang lain.

  31

  29 R.M. Soeryodiningrat., Pengantar Ilmu Hukum Merek, Pradnya Paramitha, Jakarta, 1975, hlm. 30. 30 OK. Saidin, Op.Cit., hlm. 345. 31

  Selain perorangan, merek juga dapat dimiliki oleh beberapa orang misalnya dua atau tiga orang namun kepemilikan merek harus secara bersama- sama. Satu merek sebagai milik bersama. Demikian pula hak atas merek ada pada mereka bersama yang tidak mungkin dapat dibagi-bagi karena merupakan satu

  32 kesatuan yang utuh.

  Kemudian badan hukum dapat memiliki merek karena badan hukum termasuk sebagai subjek hukum. Di samping manusia atau orang ada badan hukum yang kedudukannya sama yaitu sebagai subjek hukum. Badan hukum termasuk sebagai subjek hukum karena badan hukum sebagai pendukung hak dan

  33

  kewajiban sebagaimana halnya manusia pada umumnya. Hal ini sejalan dengan Mertokusumo, bahwa yang disebut sebagai badan hukum ialah organisasi atau kelompok manusia yang mempunyai tujuan tertentu yang dapat menyandang hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban badan hukum dilaksanakan oleh

  34 pengurusnya.

  Berdasarkan definisi merek di atas pula, kita ketahui bahwa fungsi utama dari suatu merek adalah untuk membedakan barang-barang atau jasa sejenis yang dihasilkan oleh suatu perusahaan lainnya, sehingga merek dikatakan memiliki

  35 fungsi pembeda.

  Merek merupakan ujung tombak perdagangan barang dan jasa. Melalui merek pengusaha dapat menjaga dan memberikan jaminan atas kualitas (guarantee of quality) barang dan/atau jasa yang dihasilkan dan mencegah 32 33 Ibid . 34 Ibid.

  Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 1999, hlm. 68. persaingan yang tidak jujur dari pengusaha lain yang beritikad tidak baik yang

  36 bermaksud membonceng reputasinya.

  37 Adapun fungsi-fungsi merek yang lain adalah: a.

  Menjaga persaingan usaha yang sehat Hal ini berlaku dalam hal menjaga keseimbangan antarkepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum dengan menimbulkan iklim usaha yang kondusif melalui terciptanya persaingan usaha yang sehat dan menjamin kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi setiap orang dan mencegah persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan pelaku usaha dengan menciptakan efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha; b.

  Melindungi konsumen Berdasarkan UUM No. 15 Tahun 2001 di dalam konsiderannya menyebutkan bahwa salah satu tujuan diadakannya undang-undang ini adalah untuk melindungi khalayak ramai terhadap peniruan barang-barang. Dengan adanya merek, para konsumen tidak perlu lagi menyelidiki kualitas dari barangnya.

  Apabila merek telah dikenal dengan baik kualitasnya oleh para konsumen dan membeli barang tersebut, konsumen akan yakin bahwa kualitas dari barang itu adalah baik sebagaimana diharapkannya; c. Sebagai sarana dari pengusaha untuk memperluas bidang usahanya

  Merek dari barang barang yang sudah dikenal oleh konsumen sebagai tanda untuk barang yang bermutu tinggi akan memperlancar usaha pemasaran barang bersangkutan; 36 d.

  Sebagai sarana untuk dapat menilai suatu barang Kualitas barang tentunya tidak selalu baik atau dapat memberikan kepuasan bagi setiap orang yang membelinya. Baik atau buruknya kualitas suatu barang tergantung dari prudusen sendiri dan penilaian yang diberikan oleh masing- massing pembeli. Suatu merek dapat memberi kepercayaan kepada pembeli bahwa semua barang yang memakai merek tersebut, minimal mutu yang sama seperti yang telah ditentukan oleh pabrik yang mengeluarkannya; e.

  Untuk memperkenalkan barang atau nama barang Merek mempunyai fungsi pula sebagai sarana untuk memperkenalkan barang ataupun nama barangnya (promosi) kepada khalayak ramai. Para pembeli yang telah mengenal nama merek tersebut, baik karena pengalamannya sendiri ataupun karena telah mendengarnya dari pihak lain, pada saat membutuhkan barang tersebut cukup dengan mengingat nama mereknya saja. Misalnya, seseorang ingin membeli minuman bermerek Fanta, maka cukup hanya menyebut Fanta saja; f. Untuk memperkenalkan identitas perusahaan

  Ada kalanya suatu merek digunakan untuk memperkenalkan nama perusahaan yang menggunakan mereknya. Misalnya, merek dagang Djarum, Djarum adalah merek yang digunakan oleh perusahaan rokok Djarum.

  Sehubungan dengan hal tersebut menurut Margono dan Angkasa, fungsi

  

38

  merek dapat dari tiga sudut, yaitu sudut: a.

  Produsen, 38 Margono S. dan Angkasa A., Komersialisasi Aset Intelektual-Aspek Hukum Bisnis,

  b.

  Pedagang c. Konsumen.

  Dari pihak produsen, merek digunakan untuk jaminan nilai hasil produksinya, khusus mengenai kualitas dan pemakaiannya. Untuk pihak pedagang, merek digunakan untuk promosi barang-barang dagangannya guna mencari dan meluaskan pasaran. Sedangkan dari pihak konsumen, merek

  39 digunakan untuk mengadakan pilihan barang yang akan dibelinya.

  Dengan ketiga aspek tersebut kiranya dapat dikatakan bahwa penggunaan merek menjadi sangat penting artinya dalam dunia perdagangan karena merek mempunyai peranan yang besar dalam menggerakkan aktivitas perdagangan ke arah yang lebih maju. Adapun keterkaitan yang sangat erat antara produsen, pedagang, dan konsumen dalam penggunaan merek dapat diibaratkan sebagai mesin yang menggerakkan roda perdagangan. Hal ini disebabkan di satu pihak dengan merek sebuah produk dikenal di masyarakat dan lain pihak barang terjamin kualitasnya serta harga barang yang terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, menjadikan perdagangan dapat berjalan dengan lancar dan mengalami peningkatan yang signifikan. Dengan demikian kemajuan perdagangan akan membawa akibat peningkatan ekonomi yang semakin pesat di

  40 masyarakat.

  Dari uraian tersebut terlihat bahwa merek selalu berhubungan dengan masalah perdagangan. Hal ini juga terlihat dalam UUM No. 15 Tahun 2001 yang

39 Ibid.

  menegaskan bahwa ruang lingkup merek berada dalam kepentingan perdagangan barang maupun jasa.

A. Jenis-jenis Merek

  Pengaturan mengenai jenis-jenis merek ini terdapat pada Pasal 1 butir 2 dan 3 UUM No. 15 Tahun 2001, yaitu merek dagang dan merek jasa.

  Menurut Pasal 1 butir 2 UUM No. 15 Tahun 2001: Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.

  Sedangkan dalam Pasal 1 butir 3 UUM No. 15 Tahun 2001: Merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.

  Walaupun dalam UU Merek digunakan istilah merek dagang dan merek jasa, sebenarnya yang dimaksudkan dengan merek dagang adalah merek barang, karena mereka yang digunakan pada barang dan digunakan sebagai lawan dari merek jasa. Sebenarnya pengakuan terhadap merek jasa belum begitu lama.

  Perkembangan yang ditandai dari Konvensi Nice atau dikenal dengan The Nice

  

Convention of the International Classification of Good and Service for the

Purposes of the Registration of Mark (1957). Mulai dari Konvensi Nice, maka

  pengakuan untuk pendaftaran merek jasa kemudian berkembang di beberapa negara lainnya.

  Di Indonesia, pendaftaran merek jasa baru dapat dilakukan mulai tahun 1992, yaitu berdasarkan Undang-Undang No. 19 Tahun 1992 Tentang Merek.

  Semua negara yang mengatur adanya pendaftaran untuk merek jasa, pada dasarnya akan melandaskan daripada klasifikasi jasa yang ditetapkan dalam

  41 Konvensi Nice, terdiri sebanyak 8 (delapan) kelas yang meliputi:

  1. Kelas 35 : Advertising and Business

  2. Kelas 36 : Insurance and Financial

  3. Kelas 37 : Construction and Repair

  4. Kelas 38 : Communication

  5. Kelas 39 : Transportation and Storage

  6. Kelas 40 : Material Treatment

  7. Kelas 41 : Educational and Entertainment 8. Kelas 42 : Miscellaneous.

  Khusus untuk merek kolektif sebenarnya tidak dapat dikatakan sebagai jenis merek yang baru oleh karena merek kolektif ini sebenarnya juga terdiri dari merek dagang dan jasa. Hanya saja merek kolektif ini pemakaiannya digunakan secara kolektif, sebagaimana pada Pasal 1 butir 4 UUM No. 15 Tahun 2001 yang berbunyi;

  Merek kolektif adalah merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan 41 barang dan/atau jasa sejenis lainnya.

  Selain pembagian jenis-jenis merek menurut UUM Tahun 2001 di atas, terdapat pula pembagian merek ditinjau dari bentuk atau wujudnya. Bentuk atau wujud merek itu menurut Soeryatin, adalah dimaksudkan untuk membedakannya dari barang sejenis milik orang lain. Oleh karena adanya pembedaan itu, maka

  42

  terdapat beberapa jenis merek, yakni: 1.

  Merek lukisan (beel mark) 2. Merek kata (word mark) 3. Merek bentuk (form mark) 4. Merek bunyi-bunyian (klank mark) 5. Merek judul (tittle mark)

  Selanjutnya R.M. Suryodiningrat mengklasifikasikan merek dalam tiga jenis, yaitu:

  1. Merek kata yang terdiri dari kata-kata saja Misalnya; Good Year dan Dunlop sebagai merek untuk ban mobil dan ban sepeda;

  2. Merek lukisan, yaitu merek yang terdiri dari lukisan saja yang tidak pernah, setidak-tidaknya jarang sekali dipergunakan;

  3. Merek kombinasi kata dan lukisan yang banyak sekali dipergunakan Misalnya; rokok putih merek Escort yang terdiri dari lukisan iring-iringan kapal laut dengan “Escort”; The wangi merek “Pandawa Lima” yang terdiri dari lukisan wayang pendawa dengan perkataan di bawahnya “Pendawa Lima”.

  Lebih lanjut lagi R. Soekardono mengemukakan pendapatnya bahwa tentang bentuk atau wujud dari merek itu undang-undang tidak memerintahkan apa-apa, melainkan harus berdaya pembeda, yang diwujudkan dengan:

  43 1.

  Cara yang oleh siapapun mudah dapat dilihat (beel mark) 2. Merek dengan perkataan (word mark) 3. Kombinasi dari merek atas penglihatan dan merek perkataan.

B. Persyaratan Merek

  Adapun syarat mutlak suatu merek yang harus dipenuhi oleh setiap orang ataupun badan hukum yang ingin memakai suatu merek, agar supaya merek itu dapat diterima dan dipakai sebagai merek atau cap dagang adalah bahwa merek itu harus mempunyai daya pembedaan yang cukup. Dengan lain perkataan, tanda yang dipakai ini haruslah sedemikian rupa, sehingga mempunyai cukup kekuatan untuk membedakan barang hasil produksi suatu perusahaan atau barang perniagaan (perdagangan) atau jasa dari produksi seseorang dengan barang-barang atau jasa yang diproduksi oleh orang lain. Karena adanya merek itu barang-barang atau jasa diproduksi menjadi dapat dibedakan.

  44 Prof Soedargo Gautama mengemukakan bahwa:

  Untuk mempunyai daya pembedaan, maka adalah syarat mutlak bahwa merek bersangkutan ini harus dapat memberikan penentuan atau

  individulisering daripada barang bersangkutan. Pihak ketiga akan melihat

  juga dan dapat membedakan karena adanya merek ini, barang-barang hasil produksi seorang dari pada hasil produksi orang lain.

  45 Prof.Soedargo Gautama mengemukakan pula bahwa: 43 Ibid , hlm. 347. 44 Ibid, hlm. 348.

  Merek ini harus merupakan suatu tanda. Tanda ini dapat dicantumkan pada barang bersangkutan atau bungkusan dari barang itu. Jika suatu barang hasil produksi suatu perusahaan tidak mempunyai kekuatan pembedaan dianggap sebagai tidak cukup mempunyai kekuatan pembedaan dan karenanya bukan merupakan merek. Misalnya, bentuk, warna, ataun ciri lain dari barang atau pembungkusnuya. Bungkus yang khas atau warna, warna dari sepotong sabun atau doos, tube dan botol. Semua ini tidak cukup mempunyai daya pembedaan untuk dianggap sebagai suatu merek, tetapi dalam praktiknya kita saksikan bahwa warna- warna tertentu yang dipakai dengan suatu kombinasi yang khusus dapat

  46 dianggap sebagai suatu merek.

  Mengenai syarat-syarat membuat merek di dalam UUM No.15 Tahun 2001 ternyata tidak dengan tegas disebutkan secara terperinci. Meskipun demikian untuk dapat membuat merek sesuai dengan maksud undang-undang perlu dihubungkan dengan syarat-syarat pendaftaran merek karena suatu merek akan

  47 mendapat perlindungan hukum jika merek itu didaftarkan.

  Orang yang membuat merek atau pemilik merek syaratnya wajib beritikad

  48

  baik. Merek tidak dapat didaftar atas dasar permohonan yang diajukan oleh pemohon yang beritikad tidak baik. Pemohon yang baik adalah pemohon yang mendaftarkan mereknya secara layak dan jujur tanpa ada niat apapun untuk membonceng, meniru, atau menjiplak ketenaran merek pihak lain demi kepentingan usahanya yang berakibat kerugian pada pihak lain itu atau menimbulkan kondisi persaingan curang, mengecoh, atau menyesatkan

  49

  konsumen. Dalam kehidupan sehari-hari pihak yang jujur (beritikad baik) patut memperoleh perlindungan hukum sedangkan pihak yang beritikad tidak baik (te 46 47 Ibid , hlm. 34. 48 Gatot Supramono, Op.Cit., hlm. 16.

  Ibid, hlm. 17.

  

kwader trouw) tidak perlu mendapat perlindungan hukum tanpa mengabaikan atau

  mengurangi arti pentingnya hal-hal sebagaimana diatur oleh Pasal 549 KUH

50 Perdata.

  Pentingnya pemilik merek beritikad baik ditetapkan sebagai salah satu syarat pendaftaran merek, tujuannya untuk mencari kepastian hukum mengenai siapa yang sesungguhnya orang yang menjadi pemilik merek. Dalam sistem konstitutif dimaksudkan supaya negara tidak keliru memberikan hak atas merek

  51 kepada orang yang tidak berhak menerimanya.

  Ketentuan UUM No.15 Tahun 2001 mengatur lebih lanjut apa saja yang tidak dapat dijadikan suatu merek atau yang tidak dapat didaftarkan sebagai suatu merek.

  Menurut Pasal 5 UUM Tahun 2001 merek tidak dapat didaftarkan apabila mengandung salah satu unsur di bawah ini:

  1. Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum.

  2. Tidak memiliki daya pembeda 3.

  Telah menjadi milik umum 4. Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya.

  Keempat unsur di atas diatur dalam ketentuan Pasal 5 UUM No.15 Tahun 2001 dianggap cukup dapat mewakili ketentuan merek yang tidak dapat didaftar

50 Gatot Supramono, Op.Cit., hlm. 17.

  52

  dalam UUM Tahun 1961 dan UUM Tahun 1992 jo. UUM Tahun 1997. Adapun Masing-masing unsur di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: 1.

  Termasuk dalam pengertian bertentangan dengan moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum adalah apabila penggunaan tanda tersebut dapat menyinggung perasaan, kesopanan, ketentraman, atau keagamaan dari

  53 khalayak umum atau dari golongan masyarakat tertentu.

  Di dalam UUM Tahun 1961 dan UUM Tahun 1992 jo. UUM Tahun 1997 tidak terdapat tentang unsu r “hal yang bertentangan dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku dan moralitas agama” ini. Unsur tersebut baru ada atau diatur dalam UUM Tahun 2001. Unsur-unsur tersebut sebenarnya sudah termasuk ke dalam unsur bertentangan dengan ketertiban umum. Jadi kalau sebuah merek bertentangan dengan peraturan perundang- undangan atau bertentangan dengan moralitas agama waktu itu tergolong

  54 bertentangan dengan ketertiban umum.

  Jadi ketentuan dalam UUM Tahun 2001 sebenarnya hanya ingin merinci jelas

  55

  saja. Sejalan dengan itu, dikemukakan oleh Sudargo Gautama yang menyatakan bahwa tanda-tanda yang bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum tidak dapat diterima sebagai merek. Dalam merek bersangkutan tidak boleh terdapat lukisan-lukisan atau kata-kata yang

  56 bertentangan dengan kesusilaan yang baik dan ketertiban umum. 52 53 Ibid, hlm. 20. 54 Penjelasan Pasal 5 huruf a UUM No. 15 Tahun 2001. 55 Gatot Supramono, Op. Cit., hlm. 20.

  Ibid.

  2. Kemudian tentang merek yang tidak memiliki daya pembeda sebagaimana yang pernah disinggung sebelumnya adalah merek yang bentuknyan terlalu sederhana seperti satu tanda titik atau satu tanda garis, atau bentuknya terlalu rumit sehingga menjadi tidak jelas untuk dapat membedakan apakah tanda tersebut tanda atau bukan.

  3. Selanjutnya mengenai merek yang mengandung unsur telah menjadi milik umum, yang mana bentuk merek berupa tanda yang telah menjadi milik umum sehingga akan membingungkan masyarakat apabila tanda tersebut adalah merek. Salah satu contohnya adalah gambar tengkorak di atas dua tulang bersilang, pada umumnya masyarakat telah mengetahui bahwa gambar tersebut sebagai tanda bahaya. Tanda seperti itu merupakan tanda yang

  57 bersifat umum dan telah menjadi milik umum.

  4. Untuk merek yang merupakan keterangan atau yang berkaitan dengan barang atau jasa yang diperdagangkan, karena akan terkesan tanda tersebut bukan merek melainkan sebagai keterangan produk bersangkutan. Misalnya merek bentuk tulisan KOPI atau gambar MANIS untuk yang berupa gula, ini juga tidak diperbolehkan karena merupakan keterangan dari produk tersebut yang

  58 memiliki rasa manis.

  Selanjutnya Pasal 6 UUM No. 15 Tahun 2001 memuat juga ketentuan mengenai penolakan pendaftaran merek, yaitu:

  57 Penjelasan Pasal 5 huruf c UUM No. 15 Tahun 2001.

  1. Merek mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis.

  2. Merek mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis.

  3. Merek mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi-geografis yang sudah dikenal.

  Sesuai dengan fungsi merek sebagai tanda pembeda, maka seyogianya antara merek yang dimiliki oleh seseorang tidak boleh sama dengan merek yang

  59 dimiliki oleh orang lain.

  Persamaan itu tidak saja sama secara keseluruhan, tetapi memiliki persamaan secara prinsip. Sama secara keseluruhan berarti merek tersebut secara

  60

  totalitas ditiru. Persamaan pada keseluruhannya yaitu persamaan keseluruhan elemen. Dengan perkataan lain, merek yang direproduksi oleh orang lain tanpa

  61

  izin. Agar suatu merek dapat disebut copy atau reproduksi merek dari pihak lain sehingga dapat dikualifikasikan mengandung persamaan secara keseluruhan,

  62

  harus memenuhi syarat-syarat berikut: 1. ada persamaan elemen secara keseluruhan; 2. persamaan jenis atau produksi kelas barang atau jasa; 3. persamaan wilayah dan segmen pasar; 59 60 OK. Saidin, Op.Cit, hlm. 359. 61 Ibid.

  Prasetsyo Hadi Purwandoko, S.H., M.S, Problematika Perlindungan Merek Di Indonesia.http://prasetyohp.wordpress.com/problematika-perlindungan-Merek-di-indonesia,

  4. persamaan cara dan perilaku pemakaian; dan . 5. persamaan cara pemeliharaan

  Misalnya, sebuah perusahaan memproduksi sepatu atau tas dengan merek

  63 Bonia , padahal perusahaan itu bukan pemegang merek (penerima lisensi) Bonia.

  Adapun yang dimaksud dengan persamaan pada pokoknya adalah kemiripan yang disebabkan oleh adanya unsur-unsur yang menonjol antara merek yang satu dengan merek yang lain, yang dapat menimbulkan kesan adanya persamaan baik mengenai bentuk, cara penetapan, cara penulisan, atau kombinasi antara unsur-unsur ataupun persamaan bunyi ucapan yang terdapat dalam merek-

  64 merek tersebut.

  Akan tetapi ada juga pemakai merek yang menumpangkan popularitas produknya dengan merek yang sudah terkenal meskipun merek tersebut tidak sama secaa keseluruhan. Misalnya penggunaan merek Bally untuk sepatu yang mendekati merek yang sudah terkenal Belly. Bentuk merek yang disebut terakhir

  65 ini oleh UUM Tahun 2001 disebut dengan persamaan pada pokoknya.

  Ada tiga bentuk pemakaian merek yang dapat dikategorikan persamaan

  66

  pada pokoknya yakni: 1.

   Similarity in appearance confusing in appearance.

  Contoh: ( = ) 2.

   Similarity in sound = confusing when pronounced.

  63 64 OK. Saidin, Op.Cit, hlm. 359. 65 Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf a UUM No. 15 Tahun 2001.

3. Similarity in concept = the meaning is so similar that you recall the same thing.

  Contoh: * = star Untuk persamaan pada pokoknya terhadap merek terkenal ini, tidak ditentukan persyaratan bahwa merek terkenal tersebut sudah terdaftar (di

  Indonesia). Hal ini berarti, walaupun merek terkenal tersebut tidak terdaftar di Indonesia, tetap saja dilindungi berdasarkan Undang-Undang Merek.

  Di samping itu, permohonan juga harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila terdapat hal-hal sebagaimana yang diatur dalam

  Pasal 6 ayat (3) UUM Tahun 2001: 1. Merek merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak.

  2. Merek merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau simbol atau emblem negara atau lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.

  3. Merek merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan oleh negara atau lembaga pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.

  Alasan untuk melarang pemakaian dari tanda-tanda resmi kenegaraan/pemerintah, atau badan-badan internasional maupun badan resmi nasional, ialah karena pemakaian itu akan memberi kesan yang keliru bagi khalayak ramai. Seolah-olah merek-merek itu memang ada hubungannya dengan pemerintah atau badan-badan internasional maupun badan-badan internasional maupun resmi dari pemerintah itu. Makanya tidak dapat diperkenankan pemakaian dari tanda-tanda bersangkutan untuk menghindarkan salah paham dan

  67 kekeliruan itu.

  Untuk hal ini UUM No. 15 Tahun 2001 bahkan telah lebih tegas mengemukakan alasannya tentang hal ini. Alasannya adalah apabila diperbolehkan adanya pemakaian merek-merek atau tanda dengan persetujuan terlebih dahulu dari yang berhak, maka suatu pendirian yang mengandung pengakuan (impliciet) yang palsu akan tercipta dalam benak masyarakat, bahwa seolah-olah ada suatu hubungan antara barang-barang dengan merek bersangkutan dan organisasi yang benderanya, emblem-emblem atau namanya telah diproduksi

  68 atau ditiru itu.

  Apabila memerhatikan ketentuan tentang kriteria merek yang tidak dapat didaftar dan yang ditolak pendaftarannya, secara sederhana dapat dikatakan bahwa perbedaan utama antara kriteria merek yang tidak dapat didaftar dan yang ditolak pendaftarannya adalah terletak pada pihak yang dirugikan. Jika suatu merek kemungkinannya akan menimbulkan kerugian bagi masyarakat secara umum, merek tersebut tidak dapat didaftarkan. Sementara itu, apabila merek tersebut dapat merugikan pihak-pihak tertentu, merek tersebut ditolak pendaftarannya. Atau lebih sederhana lagi dapat dikatakan bahwa merek yang

67 Ibid, hlm. 354.

  tidak dapat didaftarkan yaitu merek yang tidak layak dijadikan merek, sedangkan

  69 merek yang ditolak, yaitu merek yang akan merugikan pihak lain.

C. Pendaftaran Merek di Indonesia

  UUM No. 15 Tahun 2001 menganut sistem pendaftaran konstitutif sehingga menimbulkan hak apabila sudah didaftarkan oleh si pemilik. Pendaftaran atas merek merupakan suatu keharusan. Berikut ini adalah prosedur pendaftaran merek yang diatur dalam UUM No. 15 Tahun 2001.

1. Permohonan Pendaftaran Merek

  Permohonan pendaftaran merek diatur dalam Pasal 7 sampai dengan Pasal 12 UUM No. 15 Tahun 2001 tentang Merek. Syarat dan tata cara permohonan pendaftaran merek kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual adalah sebagai berikut: a.

  Diajukan secara tertulis; Diketik dalam bahasa Indonesia pada blangko formulir permohonan yang telah disediakan dan ditandatangani oleh pemohon atau kuasanya dan dibuat dalam rangkap empat dengan mencantumkan: 1)

  Tanggal, bulan, tahun; 2) nama lengkap, kewarganegaraan, dan alamat pemohon; 3) nama lengkap dan alamat kuasa apabila permohonan diajukan melalui kuasa;

  4) warna-warna apabila merek yang dimohonkan pendaftarannya menggunakan unsur-unsur warna; 5) nama negara dan tanggal permintaan merek yang pertama kali dalam hal permohonan diajukan dengan hak prioritas. Permohonana ini ditandatangani oleh pemohon atau kuasanya, baik pemohon yang terdiri atas satu orang atau beberapa orang secara bersama, maupun badan hukum. Dalam hal pemohon lebih dari satu orang maka semua nama Pemohon dicantumkan dengan memilih salah satu alamat sebagai alamat mereka.

  b.

  Permohonan untuk dua kelas barang atau lebih dan/atau jasa dapat diajukan dalam satu permohonan, tetapi harus menyebutkan jenis barang dan/atau jasa yang termasuk dalam kelas yang dimohonkan pendaftarannya. Kelas barang atau jasa ini diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1993, sebagaimana dimuat pada slide Sri Hernowo Sulistiyo, Direktorat Merek pada Kementerian Hukum dan

70 HAM RI sebagai berikut:

  1) Daftar kelas barang

  Kelas Jenis-Jenis Barang No Barang

  1 Kelas 1 Bahan kimia yang dipakai dalam industri, ilmu pengetahuan dan fotografi, maupun dalam pertanian, perkebunan, dan kehutanan; damar tiruan yang tidak diolah, plastik yang tidak diolah; pupuk; komposisi bahan pemadam api, sediaan

   pelunak dan pematri; zat-zat kimia untuk mengawetkan makanan; zat-zat penyamaki perekat yang dipakai dalam industry

  2. Kelas 2 Cat-cat, pernis-pernis; lak-lak; bahan pencegah karat dan kelapukan kayu; bahan pewarna; pembetsa/pengering; bahan mentah, damar alam; logam dalam bentuk lembaran dan bubuk untuk para pelukis, penata dekor, pencetak dan seniman

  3. Kelas 3 Sediaan pemutih dan zat-zat lainnya untuk mencuci; sediaan untuk membersihkan, mengkilatkan, membuang lemak dan menggosok; sabun-sabun; wangi-wangi, minyak-minyak sari; kosmetik, losion rambut; bahan-bahan pemelihara gigi

  4. Kelas 4 Minyak-minyak dan lemak-lemak untuk industri; bahan pelumas; komposisi zat untuk menyerap, membasahi dan mengikat debu; bahan bakar (termasuk larutan hasil penyulingan untuk motor) dan bahan-bahan penerangan; lilin-lilin, sumbu-sumbu

  5. Kelas 5 Sediaan hasil farmasi, ilmu kehewanan dan saniter; bahan- bahan untuk berpantang makan/diet yang disesuaikan untuk pemakaian medis, makanan bayi; plester-plester, bahan- bahan pembalut; bahan-bahan untuk menambal gigi, bahan pembuat gigi palsu; pembasmi kuman; sediaan untuk membasmi binatang perusak, jamur, tumbuh-tumbuhan

  6. Kelas 6 Logam-logam biasa dan campurannya; bahan bangunan dari logam; bangunan-bangunan dari logam yang dapat diangkut; bahan-bahan dari logam untuk jalan kereta api; kabel dan kawat-kawat dari logam biasa bukan untuk listrik; barang- barang besi, benda-benda kecil dari logam besi; pipa-pipa dan tabung-tabung dari logam; lemari-lemari besii barang- barang dari besi biasa yang tidak termasuk dalarn kelas-kelas lain; bijih-bijih

  7. Kelas 7 Mesin-mesin dan mesin-mesin perkakas; motor-motor dan mesin-mesin (kecuali untuk kendaraan darat); kopeling mesin dan komponen transmisi (kecuali untuk kendaraan darat); perkakas pertanian; mesin menetas untuk telur

  8. Kelas 8 Alat-alat dan perkakas tangan (dijalankan dengan tangan); alat-alat pemotong; pedan-pedang; pisau silet

  9. Kelas 9 Aparat dan instrumen ilmu pengetahuan, pelayaran, geodesi, listrik, fotografi, sinematografi, optik, timbang, ukur, sinyal, pemeriksaan (pengawasan), penyelamatan dan pendidikan; aparat untuk merekam, mengirim atau mereproduksi suara atau gambar; pembawa data magnetik, disk perekam; mesin- mesin otomat dan mekanisme untuk aparat yang bekerja dengan memasukkan kepingan logam ke dalamnya; mesin kas, mesin hitung, peralatan pengolah data dan komputer; aparat pemadam kebakaran

  10. Kelas 10 Aparat dan instrumen pembedahan, pengobatan, kedokteran, kedokteran gigi dan kedokteran hewan, anggota badan, mata dan gigi palsu; benda-benda ortopedik; bahan-bahan untuk penjahitan luka bedah

  11. Kelas 11 Aparat untuk keperluan penerangan, pemanasan, penghasilan uap, pemasakan, pendinginan,pengeringan, penyegaran udara, penyediaan air dan kebersihan

  12. Kelas 12 Kendaraan-kendaraan; udara atau air, aparat untuk bergerak di darat

  13. Kelas 13 Senjata-senjata api; amunisi-amunisi dan proyektil-proyektil; bahan peledak; kembang api; petasan

  14. Kelas 14 Logam-logam mulia serta campuran-campurannya dan benda-benda yang dibuat dari logam mulia atau yang disalut dengan bahan itu, yang tidak termasuk dalam kelas-kelas lainnya; perhiasan, batu-batu mulia; jam-jam dan instrumen pengukur waktu

  15. Kelas 15 Alat-alat musik

  16. Kelas 16 Kertas, karton dan barang-barang yang terbuat dari bahan- bahan ini, yang tidak termasuk kelas-kelas lain; barang- barang cetakan; bahan-bahan untuk menjilid buku; potret- potret; alat tulis-menulis perekat untuk keperluan alat tulis- menulis atau rumah tangga alat-alat kesenian, kuas untuk cat, bahan pendidikan dan pengajaran (kecuali aparat-aparat); bahan-bahan plastik untuk pembungkus (yang tidak termasuk kelas-kelas lain), kartu-kartu main; huruf-huruf cetak; klise-klise

  17. Kelas 17 Karet, getah-perca, getah, asbes, mika dan barang- barang terbuat dari bahan-bahan ini dan tidak termasuk kelas- kelas lain; plastik-plastik yang sudah berbentuk untuk digunakan dalam pembuatan barang; bahan-bahan untuk membungkus, merapatkan dan menyekat; pipa-pipa lentur, bukan dari logam Kulit dan kulit imitasi, dan barang-barang terbuat dari bahan-

  18. Kelas 18 bahan ini dan tidak termasuk dalam kelas-kelas lain; kulit- kulit halus binatang, kulit mentah; koper-koper dan tas-tas untuk tamasya; payung-payung hujan, payung-payung matahari dan tongkat-tongkat; cambuk-cambuk, pelana dan peralatan kuda dari kulit

  19. Kelas 19 Bahan-bahan bangunan (bukan logam) ; pipa-pipa kaku bukan dari logam untuk bangunan; aspal, pek, bitumen; bangunan-bangunan yang dapat dipindah-pindah bukan dari logam; monumen- monumen, bukan dari logam

  20. Kelas 20 Perabot-perabot rumah, cermin-cermin, bingkat gambar; benda-benda (yang tidak termasuk dalam kelas-kelas lain) dari kayu, gabus, rumput, buluh, rotan, tanduk, tulang, gading, balein, kulit kerang, amber, kulit mutiara, tanah liat magnesium dan bahan-bahan penggantinya, atau dari plastik

  21. Kelas 21 Perkakas dan wadah-wadah untuk rumah tangga atau dapur (bukan dari logam mulia atau yang dilapisi logam mulia) sisir-sisir dan bunga-bunga karang; sikat-sikat (kecuali kwas- kwas); bahan pembuat sikat; benda-benda untuk membersihkan; wol; baja; kaca yang belum atau setengah dikerjakan (kecuali kaca yang dipakai dalam bangunan) ; gelas-gelas, porselin dan pecah belah dari tembikar yang tidak termasuk dalam kelas-kelas lain

  22. Kelas 22 Tambang, tali, jala-jala, tenda-tenda, tirai, kain terpal, layar- layar, sak-sak dan kantong-kantong (yang tidak termasuk dalam kelas-kelas lain); bahan-bahan pelapis dan pengisi bantal (kecuali dari karet atau plastik) ; serat-serat kasar untuk pertenunan

  23. Kelas 23 Benang-benang untuk tekstil

  24. Kelas 24 Tekstil dan barang-barang tekstil, yang tidak termasuk dalam kelas-kelas lain; tilam-tilam tempat tidur dan meja

  25. Kelas 25 Pakaian, alas kaki, tutup kepala

  26. Kelas 26 Renda-renda dan sulaman-sulaman, pita-pita dan jalinan- jalinan dari pita; kancing-kancing kail dan mata kait, jarum- jarum pentul dan jarum-jarum; bunga-bunga buatan

  27. Kelas 27 Karpet-karpet, permadani, keset, bahan anyaman untuk pembuat keset, linoleum dan bahan-bahan lain untuk penutup ubin; hiasan-hiasan gantung dinding (bukan dari tekstil

  28. Kelas 28 Mainan-mainan; alat-alat senam dan olah-raqa yang tidak termasuk kelas-kelas lain; hiasan pohon natal

  29. Kelas 29 Daging, ikan, unggas dan binatang buruan, saripati dagingi buah-buahan dan sayuran yang diawetkan, dikeringkan dan dimasaki agar-agar; selai-selai; saus dari buah-buahan; telur, susu dan hasil-hasil produksi susu; minyak-minyak dan lemak-lemak yang dapat dimakan

  30. Kelas 30 Kopi, teh, kakao, gula, beras, topioka, sagu, kopi buatan; tepung dan sediaan-sediaan terbuat dari gandum; roti, kue- kue dan kembang-kembang gula, es konsumsi; madu, air gula; ragi/bubuk pengembang roti/kue; garam, moster; cuka/saus-saus (bumbu-bumbu)/rempah-rempah, es, kecap, tauco, trasi, petis, krupuk, emping.

  31. Kelas 31 Hasil-hasil produksi pertanian, perkebunan, kehutanan dan jenis-jenis gandum yang tidak termasuk dalam kelas-kelas lain; binatang-binatang hidup; buah-buahan dan sayuran segar; benih-benih; tanaman dan bunga-bunga alami; makanan hewan; mout

  32. Kelas 32 Bir dan jenis-jenis bir; air mineral dan air soda dan minuman bukan alkohol lainnya; minuman-minuman dari buah dan perasan buah; sirop-sirop dan sediaan-sediaan lain untuk membuat minuman.

  33. Kelas 33 Minum-minuman keras (kecuali bir)

  34. Kelas 34 Tembakau, barang-barang keperluan perokok; korek api 2)

  Daftar kelas jasa

  Kelas Jenis-jenis Jasa Jasa No.

  1. Kelas 35 Periklanan; manajemen usaha; administrasi usaha; fungsi- fungsi kantor

  2. Kelas 36 Asuransi; urusan keuangan; urusan moneter; urusan tanah dan bangunan

  3. Kelas 37 Pembangunan gedung; perbaikan; jasa-jasa pemasangan

  4. Kelas 38 Telekomunikasi

  5. Kelas 39 Angkutan; pengemasan dan penyimpanan barang-barang; pengaturan perjalanan

  6. Kelas 40 Perawatan bahan-bahan

  7. Kelas 41 Pendidikan; pemberian pelatihan; hiburan; kegiatan olahraga dan kebudayaan

  8. Kelas 42 Jasa-jasa yang bersifat ilmu pengetahuan dan teknologi dan berkaitan dengan penelitian dan perancangan; Jasa-jasa analisis dan penelitian di bidang industri; Jasa-jasa perancangan dan pengembangan perangkat keras dan lunak computer; Jasa-jasa pelayanan umum

  9 Kelas 43 Penyediaan makanan dan minuman; Akomodasi sementara

  10 Kelas 44 Jasa-jasa perawatan medis; Jasa kedokteran hewan; Perawatan kesehatan dan kecantikan bagi manusia atau hewan; Jasa-jasa pertanian, holtikultura; dan kehutanan

  11 Kelas 45 Jasa-jasa yang bersifat pribadi dan sosial yang diberikan oleh orang lain untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan perorangan; Jasa-jasa keamanan untuk melindungi barang milik dan perorangan c.

  Surat permohonan pendaftaran merek dilampiri dengan: 1) fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang dilegalisir. Bagi pemohon yang berasal dari luar negeri sesuai dengan ketentuan undang-undang harus memilih tempat kedudukan di Indonesia, biasanya dipilih pada alamat kuasa hukumnya;

  2) fotokopi akta pendirian badan hukum yang telah disahkan oleh notaris apabila permohonan diajukan atas nama badan hukum;

  3) fotokopi peraturan pemilikan bersama apabila permohonan diajukan atas nama lebih dari satu orang (merek kolektif);

  4) surat kuasa khusus apabila permohonan pendaftaran dikuasakan; 5) tanda pembayaran biaya permohonan; 6) 20 (duapuluh) helai etiket merek dengan ukuran maksimal 9X9 cm, minimal 2X2 cm;

  7) surat pernyataan bahwa merek yang dimintakan pendaftaran adalah miliknya.

2. Pemeriksaan Kelengkapan Persyaratan Pendaftaran Merek (Administrasi)

  Hal ini diatur dalam Pasal 13 dan Pasal 14 UUM No. 15 Tahun 2001. Setelah memenuhi persyaratan permohonan pendaftaran merek, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual akan melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan a. pemeriksaan kelengkapan pengisian formulir pendaftaran merek.

  b. pemeriksaan lampiran-lampiran.

  Apabila dalam pemeriksaan kelengkapan administrasi terjadi kekurangan persyaratan, maka diberi waktu paling lama 2 (dua) bulan terhitung sejak tanggal pengiriman surat permintaan untuk memenuhi kelengkapan persyaratan tersebut. Dalam hal kelengkapan persyaratan tersebut tidak dipenuhi dalam jangka waktu yang telah ditentukan, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual akan memberitahukan secara tertulis kepada pemohon atau kuasanya bahwa permohonannya dianggap ditarik kembali dan segala biaya yang telah dibayarkan kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual tidak dapat ditarik kembali. Apabila seluruh persyaratan administrasi telah dipenuhi, maka terhadap permohonan diberikan tanggal penerimaan atau filling date yang dicatat oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.

3. Pemeriksaan Substantif

  Pemeriksaan substansif ini dilakukan berdasarkan Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 UUM No. 15 Tahun 2001. Pemeriksaan substantif diatur dalam Pasal 18 sampai dengan Pasal 20 UUM No. 15 Tahun 2001. Pemeriksaaan substantif dilakukan oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual terhadap permohonan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal penerimaan. Pemeriksaan ini dilaksanakan oleh Pemeriksa pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang akan diselesaikan dalam waktu pemeriksaan substantif bahwa permohonan dapat disetujui untuk didaftar, maka atas persetujuan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dan permohonan tersebut diumumkan dalam Berita Resmi Merek. Namun apabila Pemeriksa melaporkan hasil pemeriksaan substantif bahwa permohonan tidak dapat disetujui didaftar atau ditolak, maka atas persetujuan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, hal tersebut akan diberitahukan kepada pemohon atau kuasanya dengan menyebutkan alasannya dan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal penerimaan surat pemberitahuan pemohon atau kuasanya dapat menyampaikan keberatan atau tanggapannya dengan menyebutkan alasannya. Dalam hal pemohon atau kuasanya tidak menyampaikan keberatan atau tanggapannya, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual menetapkan keputusan tentang penolakan permohonan tersebut.

Dokumen yang terkait

Aspek Hukum Kesamaan Merek Terdaftar Dalam Kelas Yang Berbeda Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 699k/Pdt. Sus/2009)

3 88 176

Akibat Hukum Penggunaan Merek Dagang Yang Memiliki Persamaan Nama Dengan Merek Dagang Yang Sudah Terdaftar Ditinjau Dari UU No.15 Tahun 2001 (Studi Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Utara)

2 64 130

Penegakan Hukum Tindak Pidana Merek Pasca Berlakunya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek

1 57 149

Perlindungan Hukum Atas Lambang Palang Merah Di Indonesia Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Mere

0 36 131

Aspek Hukum Prospektus Dalam Rangka Go Publik Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995

5 71 128

Sikap Pengadilan Terhadap Informed Consent Dalam Perjanjian Terapeutik Ditinjau Dari Perspektif Hukum Perdata (Studi Putusan Mahkamah Agung RI No. 46 K/Pdt/2006)

3 51 151

Pembagian Harta Warisan Orang Yang Berbeda Agama Dalam Persfektif Hukum Islam (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung RI No. 51 k/ag/1999)

0 55 136

Tinjauan Hukum Terhadap Kemiripan Merek Pada Produk Makanan Dan Minuman Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek

4 81 87

Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Industri Rumahan yang Memproduksi Barang Menggunakan Merek Orang Lain Tanpa Izin dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek

0 6 97

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MEREK A. Defenisi Merek - Tinjauan Yuridis Terhadap Perdagangan Barang Tiruan yang Menggunakan Merek Terkenal BerdasarkanUU No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek (Studi di Kota Medan)

0 1 25