Aspek Hukum Kesamaan Merek Terdaftar Dalam Kelas Yang Berbeda Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 699k/Pdt. Sus/2009)

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Adisumatro, Harsono. 1990. Hak Milik Perindustrian, Jakarta: Akademika Pressindo.

Amiruddin, Zainal Asikin. 2006. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Rajawali Pers.

Djumhana, Muhammad dan R.Djubaedilah. 2011. Hak Milik Intelektual (Sejarah,

Teori, dan Praktiknya di Indonesia). Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

_______. 2006. Perkembangan Doktrin dan Teori Perlindungan Hak Kekayaan

Intelektual. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Durianto, Darmadi, dkk. 2011. Strategi Menaklukkan Pasar Melalui Riset Ekuitas

Perilaku Merek. Jakarta: Gramedia Utama Pustaka.

Firmansyah, Hery. 2011. Perlindungan Hukum terhadap Merek. Yogyakarta: Pustaka Yustisia.

Gambiro, Ita.2000. Hukum Merek Beserta Peraturan Perundang-undangan di

Bidang Merek. Jakarta: CV Sebelas Printing.

Gautama, Soedargo. 1977. Hukum Merek Indonesia. Bandung: Alumni.

______. 1994. Hak Merek Dagang Menurut Perjanjian TRIPs-GATT dan

Undang-Undang Merek RI. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Hartono, Sunaryati. 1991. Politik Hukum Menuju Sistem Hukum Nasional. Bandung: Alumni.

Kaligis, O.C. 2008. Teori dan Praktik Hukum Merek di Indonesia. Jakarta: Alumni.

Lindsey, Tim. 2006. Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar. Bandung: Alumni.

Margono, Suyud dan Longginus Hadi. 2002. Pembaharuan Perlindungan Hukum

Merek, Jakarta: Inti Ilmu.

Maulana, Insan Budi. 1999. Perlindungan Merek Terkenal dari Masa ke Masa. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.


(2)

______. 1997. Sukses Bisnis Melalui Merek, Paten, dan Hak Cipta. Bandung: PT. Citra Adtya Bakti.

Mertokusumo. 1999. Mengenal Hukum Suatu Pengantar. Yogyakarta: Liberty. Miru, Ahmadi. 2005. Hukum Merek. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Muhammad, Abdulkadir. 2001. Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan

Intelektual. Bandung: Cira Aditya Bakti.

Priapantja, Cita Citrawinda. 2000. Perlindungan Merek Terkenal di Indonesia. Bogor: Biro Oktroi Rooseno.

Purwaningsih, Endang. 2005. Perkembangan Hukum Intellectual Property Rights. Jakarta: Ghalia Indonesia

S., Margono dan Angkasa A. 2002. Komersialisasi Aset Intelektual-Aspek Hukum

Bisnis, Jakarta: Grasindo.

Saidin, OK. 2013. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Soekanto, Soerjono. 1984. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia.

Soeryodiningrat, R. M. 1975. Pengantar Ilmu Hukum Merek, Jakarta: Pradnya Paramitha.

Subekti, R. 1987. Hukum Perjanjian Jakarta: Intermasa.

Sunggono, Bambang. 2003. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Supramono, Gatot.1995. Pendaftaran Merek Menurut Undang-Undang Nomor 19

Tahun 1992. Semarang: Djambatan.

_______, 2008. Menyelesaikan Sengketa Merek Menurut Hukum Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Sutedi, Adrian 2009. Hak atas Kekayaan Intelektual. Jakarta: Sinar Grafika. Usman, Rachmadi. 2003. Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual (Perlindungan


(3)

Wahyuni, Erma, dkk. 2002. Kebijakan dan Manajemen Hukum Merek. Yogyakarta: YPAPI.

Waluyo, Bambang. 1991. Penelitian Hukum dalam Praktek, Jakarta: Sinar Grafika.

Yuhassarie, Emmy. 2004. Hak Kekayaaan Intelektual dan Perkembangannya. Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum.

Jurnal:

Agus Mardianto. 2010. Penghapusan Pendaftaran Merek Berdasarkan Gugatan

Pihak Ketiga. Jurnal Dinamika Hukum. Unsoed Purwokerto. Vol. 10 No.

1.

Skripsi:

Ismono, Gatot. 2005. Perlindungan Hak atas Merek Terdaftar dalam Persaingan

Usaha Tidak Sehat, Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro.

Susanto, Fery. 2001. Perlindungan Hukum terhadap Merek Terdaftar menurut

Ketentuan Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek, Magister

Hukum Universitas Sumatera Utara.

Telaumbanua, Kurniawan. 2008. Penyelesaian Sengketa Merek Terdaftar yang

Mempunyai Persamaan dengan Merek Terdaftar Lainnya. Magister Ilmu

Hukum, Universitas Sumatera Utara.

Peraturan Perundang-Undangan :

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1993 tentang Kelas Barang atau Jasa Bagi Pendaftaran Merek.

Konvensi Internasional:

The Paris Convention for the Protection of Industrial Property (Konvensi Paris).


(4)

Internet :

Purwandoko, Prasetsyo Hadi. Problematika Perlindungan Merek Di Indonesia. http://prasetyohp.wordpress.com/problematika-perlindungan-Merek-di-indonesia/ (online). Diakses pada tanggal 26 Desember 2014.

Problematika Perlindungan Merek di Indonesia, http://www.daftarhaki.com

Diakses pada tanggal 14 Oktober 2014.

Sulistyo, Sri Hernowo, http://www.dreamid.com/doc/Daftar%20Klasifikasi%20 Kelas%20Merek%20Barang%20dan%20Jasa.pdf. Diakses pada tanggal 20 Maret 2015.


(5)

(Studi Putusan Mahkamah Agung No. 699K/PDT. SUS/2009)

S K R I P S I

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara Oleh

SUSAN OKTAVIANA NIM : 110200289

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA DAGANG

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(6)

(Studi Putusan Mahkamah Agung No. 699K/PDT. SUS/2009) SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara Oleh:

SUSAN OKTAVIANA NIM : 110200289

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA DAGANG Disetujui Oleh

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

Dr. H. HASIM PURBA, S.H., M.HUM NIP. 196603031985081001

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. OK. SAIDIN, S.H., M. HUM SYAMSUL RIZAL, S.H., M.HUM NIP. 196202131990031002 NIP. 196402161989111001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(7)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini: NAMA : SUSAN OKTAVIANA NIM : 110200289

JUDUL SKRIPSI : ASPEK HUKUM KESAMAAN MEREK TERDAFTAR DALAM KELAS YANG BERBEDA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001

(Studi Putusan Mahkamah Agung No. 699K/PDT. SUS/2009)

Dengan ini menyatakan:

1. Bahwa isi skripsi yang saya tulis tersebut di atas adalah benar tidak merupakan ciplakan dari skripsi atau karya ilmiah orang lain.

2. Apabila terbukti dikemudian hari skripsi tersebut adalah ciplakan maka segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab saya.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada paksaan atau tekanan dari pihak manapun.

Medan, 23 April 2015

SUSAN OKTAVIANA NIM: 110200289


(8)

i

Puji dan syukur tiada henti penulis ucapkan kepada Sang Pemilik Semesta Alam, Allah SWT, karena atas kuasa dan karunia-Nya yang begitu melimpah senantiasa menyertai penulis sehingga penulis diberi kesempatan, kesehatan, dan kemampuan untuk menyelesaikan skripsi ini sebagai tugas akhir untuk menyelesaikan studi dan mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Tanpa izin dan pertolongan-Nya, penulis tidak akan mampu menempuh pendidikan dan menyelesaikan tugas akhir ini dengan tepat waktu di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Shalawat beriring salam kepada Muhammad SAW, Rasul dan Nabi utusan Allah yang mengubah zaman jahiliyah menuju masa yang diberkahi oleh-Nya, Nabi yang dengan kasih sayang luar biasa tulus kepada manusia, yang telah membawa Islam ke muka Bumi, menuntun seluruh umat menuju jalan lurus hingga akhir waktu nanti.

Adapun skripsi ini berjudul “Aspek Hukum Kesamaan Merek Terdaftar dalam Kelas yang Berbeda Ditinjau dari UU No. 15 Tahun 2001

(Studi Putusan Mahkamah Agung No.699k/Pdt.Sus/2009)”

Pelaksanaan pendaftaran merek harus dilandasi dengan itikad baik tanpa ada niat untuk mendompleng ketenaran dari suatu merek barang dan/atau jasa lain yang telah populer dan dikenal masyarakat. Merek yang memiliki persamaan


(9)

ii

adanya pelaku bisnis yang beritikad tidak baik ini, maka Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual sepatutnya memperketat pemeriksaan dalam proses pendaftaran merek sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.

Dalam pelaksanaan penulisan skripsi ini jelas penulis menemukan hambatan dan kesulitan, namun berkat bimbingan, arahan, bantuan, dan motivasi dari berbagai pihak maka penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Untuk itu dengan hati yang tulus penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Syafruddin Hasibuan, S.H., M.H., DFM, selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. OK. Saidin S.H., M.Hum., selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan juga Dosen Pembimbing I yang dengan sepenuh hati telah membimbing, mengajar, mengarahkan, dan memberi banyak masukan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.


(10)

iii Keperdataan.

7. Sinta Uli Pulungan, S.H., M.Hum., selaku Ketua Program Khusus Perdata Dagang

8. H. Syamsul Rizal, S.H., M.Hum selaku Dosen Pembimbing II yang dengan sepenuh hati dan penuh rasa sabar telah membimbing, mengajar, mengarahkan, dan memberi banyak masukan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik tanpa banyak mengalami kesulitan.

9. Hemat Tarigan, S.H., M.Hum., selaku Dosen Penasehat Akademik selama penulis menjalani perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

10.Dr. Utary Maharany Barus, S.H., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing saat penulis mengikuti Lomba Karya Tulis Ilmiah Muslim Law Fair Tingkat Nasional Tahun 2013 oleh Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, DI Yogyakarta, yang dengan sabar dan tanpa membimbing proses penyelesaian karya tulis ilmiah hingga akhirnya karya ilmiah penulis berhasil masuk sebagai karya 5 besar terbaik.

11. Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum, Dosen pengasuh mata kuliah Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, Dosen terbaik di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara versi penulis yang dengan luar biasa telah


(11)

iv

Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu kepada penulis.

13. Terutama dan terpenting, Kedua orangtua penulis; Papaku Faisal Syam yang telah beristirahat dengan tenang di sana, namun masih dapat penulis rasakan kasih sayangnya hingga hari ini dan Mamaku Silvia Anggraini yang tiada henti memberikan perhatian, dukungan, doa, dan kasih sayang kepada penulis dari kecil hingga penulis dewasa dan menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

14.Kakakku Femy Septiani, S.Pd. yang telah banyak membantu penulis terutama dalam hal penerjemahan abstrak skripsi (hehehe) beserta bojonya Ahmad Rivai Ritonga S.Pd. yang mengisi amunisi dapur dalam hal divisi cemilan sore.

15.Adik-adikku Ibnu Sina dan Nadiya (pada belum punya gelar) yang telah menjadi partner setia dalam hal meramaikan, meriuhkan dan menggaduhkan rumah dengan canda tawa, pertengkaran, akur, dan bertengkar lagi, hingga penulis terbawa suasana santai dan akhirnya sering lupa menyelesaikan tugas akhir ini.

16. Keluarga besarku; Nenek, Pak Ai, Bu Ana, dan Bu Upik yang telah memberikan dukungan moril dan materil selama penulis menyelesaikan masa studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(12)

v

terburuk, terpuruk, tersulit, terberat, tersibuk, mulai dari masa SMA hingga akhirnya penulis berhasil menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan memperoleh gelar akademik perdana dalam hidup penulis.

18.Teman-temanku sejak masa SMP, terkhusus personil geng 50 RINGGIT yang saat ini sama-sama sedang berjuang menyelesaikan tugas akhir: ukhti Nurul Putri Yanti, Nesti Gayatri, dan Ratih Nur Indah Siregar.

19.Anggota-anggota MAMAN (Manis Manja) yang dipertemukan oleh Allah saat penulis di bangku SMA: Baba Tri Oktaviani, Meong Yosi Farah, dan Ogiana, yang sampai saat ini masih saling berbagi kehangatan persahabatan, berbagi pundak ketika sedih, dan menguatkan di saat rentan. 20.Rika Hanifah dan Hirmawaty Fanny Tampubolon, dua sahabat yang tidak

pernah berhenti membantu dan menolong penulis, meski dalam keadaan tersulit sekalipun.

21.Mothia Yolandari, sahabat penulis yang tidak banyak bercerita, tetapi sangat banyak menampung dan mendengar keluh kesah gelisah penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

22.Rekan-rekan klinis Perdata, Pidana dan PTUN yang telah bersama-sama dengan penulis melewati masa-masa penuh tawa, lelah, dan marah:


(13)

vi

Miauw, Panda, kura-kura, kelinci-kelinci: Tami dan Puti, marmut-marmut; Tamtam, Mutmut, Nini, Milo, Puti, beserta keturunan-keturunannya. 24. Dan kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penulisan

skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak luput dari kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dalam upaya penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata, dengan kerendahan hati penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya dalam praktik perkembangan hukum di Indonesia. Semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua. Amin.

Medan, Maret 2015


(14)

vii

………

DAFTAR ISI ……….………... vii

ABSTRAK ……….. x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ……….. 1

B. Perumusan Masalah ………...……… 9

C. Tujuan Penulisan ………...……… 10

D. Manfaat Penulisan ………...……… 10

E. Metode Penelitian ………...………… 11

F. Sistematika Penulisan ………...……….…... 15

G. Keaslian Penulisan ………...……… 15

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MEREK A. Pengertian dan Dasar Hukum Merek ……….. 18

B. Jenis-jenis Merek ……… 26

C. Persyaratan Merek ……… 29

D. Prosedur Pendaftaran Merek di Indonesia ………... 38

E. Penghapusan dan Pembatalan Merek ………. 51

F. Berakhirnya Merek ……….. 55


(15)

viii

menurut Ketentuan Hukum Merek Indonesia ………… 57 B. Perlindungan Hukum atas Merek secara Preventif ..…... 63 C. Perlindungan secara Represif terhadap Pelanggaran

Hak atas Merek melalui Gugatan di Pengadilan Niaga .. 71

BAB IV ASPEK HUKUM KESAMAAN MEREK

TERDAFTAR DALAM KELAS BERBEDA

DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001 (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 699K/Pdt.Sus/2009)

A. Tata Cara Mengajukan Gugatan Pembatalan Merek Terdaftar dan Permohonan Kasasi atas Putusan

Pengadilan Niaga ……….... 76 B. Pokok-pokok Gugatan dalam Suatu Gugatan

Pembatalan Merek Terdaftar yang Mempunyai

Persamaan dengan Merek Terdaftar Lainnya …....……. 82 C. Penyelesaian Sengketa Merek dengan Kondisi

Terdaftarnya Dua Merek yang Sama dari Kelas Berbeda di Direktorat Jenderal HKI (Studi Putusan


(16)

ix

DAFTAR PUSTAKA ……….………. 110

LAMPIRAN


(17)

x

H. Syamsul Rizal S.H., M.Hum.

Merek merupakan identitas kegiatan atau produk dari para pelaku usaha yang membedakan dapat suatu produk dari produk-produk lain yang sejenis. Ramainya dunia perdagangan tidak jarang menimbulkan ide untuk melakukan peniruan terhadap merek lain yang sudah dikenal konsumen, baik yang berada dalam kelas yang sama maupun tidak. Oleh karena itu sangat menarik untuk membahas tentang “Aspek hukum kesamaan merek terdaftar dalam kelas yang berbeda ditinjau dari UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek”. Di dalam skripsi ini permasalahan yang dibahas adalah ketentuan merek secara umum, perlindungan hukum terhadap merek terdaftar, dan penyelesaian terhadap sengketa merek dengan kondisi terdaftarnya dua merek yang sama dari kelas yang berbeda di Direktorat Jenderal HAKI.

Metode penelitian dalam skripsi ini adalah yuridis normatif yang bersifat deskriptif. Dilakukan dengan meneliti data sekunder, yaitu penelusuran terhadap norma-norma hukum serta berbagai literatur yang berkaitan dengan hukum merek, dan didukung dengan studi putusan Mahkamah Agung No. 699 K/Pdt.Sus/2009. Alat pengumpul data yang digunakan di dalam penulisan skripsi ini adalah melalui studi dokumen dan metode studi pustaka (library research). Metode analisis data menggunakan metode kualitatif, yaitu data yang didapat disusun secara sistematis dan dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan gugatan pembatalan merek di Pengadilan Niaga dapat dilakukan kapan saja apabila merek melanggar ketertiban umum dengan prosedur gugatan diatur pada Pasal 80 UU No.15 Tahun 2001, sedangkan terhadap permohonan kasasi dapat diajukan dalam jangka waktu empat belas hari sejak putusan Pengadilan Niaga dibacakan dengan prosedur yang diatur dalam Pasal 83 UU No.15 Tahun 2001. Pokok-pokok gugatan yang harus ada dalam suatu gugatan pembatalan merek terdaftar yang memiliki persamaan dengan merek terdaftar lainnya adalah adanya kesamaan merek, pihak pendaftar pertama, dan adanya itikad tidak baik. Penyelesaian terhadap sengketa merek dengan kondisi terdaftarnya dua merek yang sama di Direktorat Jenderal HAKI adalah diberikan perlindungan kepada pendaftar pertama, sedangkan pendaftar yang mendaftar kemudian terhadap mereknya dinyatakan batal sebab memiliki itikad tidak baik dan mendompleng merek milik orang lain.

Kata Kunci: Merek Terdaftar, Perlindungan Merek, Kesamaan Merek



Mahasiswa Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU.



Dosen Pembimbing I, Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU.




(18)

x

H. Syamsul Rizal S.H., M.Hum.

Merek merupakan identitas kegiatan atau produk dari para pelaku usaha yang membedakan dapat suatu produk dari produk-produk lain yang sejenis. Ramainya dunia perdagangan tidak jarang menimbulkan ide untuk melakukan peniruan terhadap merek lain yang sudah dikenal konsumen, baik yang berada dalam kelas yang sama maupun tidak. Oleh karena itu sangat menarik untuk membahas tentang “Aspek hukum kesamaan merek terdaftar dalam kelas yang berbeda ditinjau dari UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek”. Di dalam skripsi ini permasalahan yang dibahas adalah ketentuan merek secara umum, perlindungan hukum terhadap merek terdaftar, dan penyelesaian terhadap sengketa merek dengan kondisi terdaftarnya dua merek yang sama dari kelas yang berbeda di Direktorat Jenderal HAKI.

Metode penelitian dalam skripsi ini adalah yuridis normatif yang bersifat deskriptif. Dilakukan dengan meneliti data sekunder, yaitu penelusuran terhadap norma-norma hukum serta berbagai literatur yang berkaitan dengan hukum merek, dan didukung dengan studi putusan Mahkamah Agung No. 699 K/Pdt.Sus/2009. Alat pengumpul data yang digunakan di dalam penulisan skripsi ini adalah melalui studi dokumen dan metode studi pustaka (library research). Metode analisis data menggunakan metode kualitatif, yaitu data yang didapat disusun secara sistematis dan dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan gugatan pembatalan merek di Pengadilan Niaga dapat dilakukan kapan saja apabila merek melanggar ketertiban umum dengan prosedur gugatan diatur pada Pasal 80 UU No.15 Tahun 2001, sedangkan terhadap permohonan kasasi dapat diajukan dalam jangka waktu empat belas hari sejak putusan Pengadilan Niaga dibacakan dengan prosedur yang diatur dalam Pasal 83 UU No.15 Tahun 2001. Pokok-pokok gugatan yang harus ada dalam suatu gugatan pembatalan merek terdaftar yang memiliki persamaan dengan merek terdaftar lainnya adalah adanya kesamaan merek, pihak pendaftar pertama, dan adanya itikad tidak baik. Penyelesaian terhadap sengketa merek dengan kondisi terdaftarnya dua merek yang sama di Direktorat Jenderal HAKI adalah diberikan perlindungan kepada pendaftar pertama, sedangkan pendaftar yang mendaftar kemudian terhadap mereknya dinyatakan batal sebab memiliki itikad tidak baik dan mendompleng merek milik orang lain.

Kata Kunci: Merek Terdaftar, Perlindungan Merek, Kesamaan Merek



Mahasiswa Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU.



Dosen Pembimbing I, Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU.




(19)

1

A. Latar Belakang

Hak merek merupakan bagian dari hak kekayaan intelektual yang timbul dari kemampuan intelektual manusia.1 Merek sebagai salah satu hak intelektual memiliki peranan penting bagi kelancaran dan peningkatan perdagangan barang atau jasa dalam kegiatan perdagangan dan penanaman modal. Merek dengan

brand image nya dapat memenuhi kebutuhan konsumen akan tanda pengenal atau

tanda pembeda yang teramat penting dan merupakan jaminan kualitas produk atau jasa dalam suasana persaingan bebas. Tanpa adanya merek maka akan sulit bagi konsumen untuk membedakan kualitas dari suatu produk. Itulah sebabnya merek merupakan salah satu aset terpenting bagi perusahaan.2

Pemberian merek pada suatu produk diharapkan mampu membangun reputasi sehingga nantinya merek tersebut memiliki nilai lebih pada harga jualnya. Sebuah merek dapat menjadi kekayaan yang sangat berharga secara komersial bahkan merek suatu perusahaan sering kali lebih bernilai dibandingkan dengan aset riil perusahaan tersebut.3 Merek produk (baik barang maupun jasa) tertentu yang sudah menjadi terkenal dan laku di pasar tentu saja akan cenderung

1

Erma Wahyuni, dkk, Kebijakan dan Manajemen Hukum Merek, YPAPI. Yogyakarta, 2002, hlm. 2.

2

Cita Citrawinda Priapantja, Perlindungan Merek Terkenal di Indonesia, Biro Oktroi Rooseno, Bogor, 2000, hlm. 1.

3

Tim Lindsey Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Alumni, Bandung, 2006, hlm. 133.


(20)

membuat produsen atau pengusaha lainnya memacu produknya bersaing dengan merek terkenal.4

Pada umumnya persaingan adalah baik, sebab dapat mendorong pengusaha untuk menambah hasil produksi, mempertinggi mutu/kualitas barang, memperlancar produksi dalam dunia perdagangan yang pada akhirnya tidak hanya menguntungkan konsumen, masyarakat, bangsa, dan negara. Tetapi bila persaingan usaha itu sudah sampai pada suatu keadaan, dimana pengusaha yang satu berusaha menjatuhkan lawannya untuk keuntungan sendiri tanpa mengindahkan kerugian yang diderita oleh pihak lain, maka inilah titik awal dari keburukan suatu kompetitif yang menjurus pada pelanggaran hukum. Dengan perbuatan yang melanggar hukum tersebut, dan juga mungkin melanggar norma-norma sopan santun, moral, dan norma-norma-norma-norma sosial lainnya dalam lalu lintas perdagangan, maka persaingan itu dapat menjurus pada persaingan curang atau tidak sehat.5

Dengan ramainya dunia perdagangan di tingkat nasional maupun internasional, maka hal ini memberi dampak dengan bermunculan ratusan, bahkan ribuan merek sehingga tidak jarang menimbulkan ide peniruan/pemalsuan.6 Muncul merek yang sama atau mirip dengan merek lain, sehingga membingungkan konsumen, dan tentu saja akan merugikan pemilik merek yang asli. Di sinilah dibutuhkan perlindungan hak atas merek secara tegas, yang

4

Insan Budi Maulana, Sukses Bisnis Melalui Merek, Paten, dan Hak Cipta, Citra Adtya Bakti, Bandung, 1997, hlm. 60.

5

OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayanan Intelektual, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2013, hlm. 356.

6

Endang Purwaningsih, Perkembangan Hukum Intellectual Property Rights, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2005, hlm. 6.


(21)

diserukan tidak hanya secara nasional, melainkan terlebih pada seruan internasional untuk menyelenggarakan perlindungan hak atas merek terdaftar dan terkenal, sehingga memunculkan iklim persaingan usaha yang kompetetif dan sehat.

Seseorang atau badan hukum yang ingin mendapatkan perlindungan atas penggunaan suatu merek, maka harus terlebih dahulu melakukan proses permohonan perdaftaran merek di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.

Perlindungan hukum atas suatu merek yang dimiliki oleh seseorang atau badan hukum perlu diberikan oleh pemerintah kepada pemilik yang sah secara tepat. Bagi pemegang merek yang sesungguhnya jelas dapat mengurangi pemasukannya karena volume penjualan menurun atau bilamana barang yang diproduksi si pemalsu merek tidak memadai kualitasnya, sehingga pada akhirnya nama baik merek itu akan tercemar. Begitu juga konsumen akan kehilangan jaminan (kepercayaan atau reputasi) atas kualitas barang yang dibelinya.7

Usulan pendaftaran merek ini didasarkan pada kemungkinan pendaftar dengan memperhatikan beberapa kriteria yakni; apakah permohonan didasarkan pada itikad tidak baik seperti niat meniru, membonceng, menjiplak merek orang atau badan hukum lain yang telah terdaftar terlebih dahulu baik di Indonesia maupun di luar negeri; apakah merek bertentangan dengan peraturan, moralitas agama, kesusilaan dan ketertiban umum; apakah merek yang dimohonkan memiliki daya pembeda dengan merek lain yang sudah terdaftar; apakah merek

7

O.C. Kaligis, Teori dan Praktik Hukum Merek di Indonesia, Alumni, Jakarta, 2008, hlm. 19.


(22)

yang dimohonkan mengandung tanda yang telah menjadi milik umum; apakah merek yang dimohonkan merupaka keterangan atau berkaitan dengan barang/jasa yang dimohonkan pendaftarannya; apakah merek yang dimohonkan memiliki persamaan pada pokok atau keseluruhannya dengan merek sejenis yang telah terdaftar di Indonesia; apakah merek yang dimohonkan memiliki persamaan pada pokok atau keseluruhannya dengan indikasi geografis yang sudah dikenal; merek yang dimohonkan merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang dimiliki oranag lain; apakah merek yang dimohonkan merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang, simbol, atau emblem negara atau lembaga nasional atau internasional; apakah merek yang dimohonkan merupakan tiruan, atau menyerupai tanda, cap, atau stempel resmi yang digunakan negara atau lembaga pemerintah.8 Dengan kata lain, agar suatu merek dapat didaftarkan maka terlebih dahulu merek tersebut harus dapat dibuktikan telah memenuhi persyaratan merek, dan tidak terdapat padanya faktor-faktor yang menyebabkan merek tersebut ditolak atau tidak dapat didaftarkan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6 Undang-Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.

Namun ternyata permasalahan merek ini juga dapat muncul terkait dengan keunikan tanda dari sebuah merek, ada kalanya beberapa produsen baik secara disengaja maupun tidak sengaja menginginkan suatu tanda yang berupa gambar atau nama yang sama sebagai merek untuk produk mereka. Bahkan permasalahan yang terkait dengan merek tersebut juga dapat terjadi ketika ada sebuah produsen

8

Problematika Perlindungan Merek di Indonesia, http://www.daftarhaki.html. Diakses pada tanggal 14 Oktober 2014.


(23)

yang menginginkan untuk memiliki dan menggunakan suatu merek yang sama dengan yang telah digunakan oleh produsen lainnya.9 Tanda yang berupa gambar atau logo, nama, atau ciri khusus yang dibuat oleh produsen pertama yang mendaftarkan merek tersebut, tidak dapat dipungkiri bahwa merek yang telah didaftarkan ada yang sama, baik yang disengaja maupun tidak disengaja.10 Padahal, era perdagangan global hanya dapat dipertahankan jika terdapat iklim persaingan usaha yang sehat.11

Pemakaian merek terkenal atau pemakaian merek yang mirip dengan merek terkenal milik orang lain secara tidak berhak ini tentu dapat menyesatkan konsumen terhadap asal-usul, dan /atau kualitas barang dan/atau jasa. Pemakaian merek terkenal secara tidak sah dikualifikasi sebagai pemakaian merek yang beritikad tidak baik. Penggunaan dengan merek-merek tertentu di samping good will yang dimiliki oleh mereknya sendiri selain itu juga sifat fanatik dari konsumen terhadap merek tersebut yang dianggap mempunyai kelebihan atau keunggulan dari merek yang lain. Sifat fanatik yang dimiliki oleh konsumen tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan saja, tetapi ada juga mengutamakan prestis dan memberikan kesan tersendiri dari pemakainnya sehingga dengan memakai persepsi mereka adalah suatu simbol yang menimbulkan gaya hidup baru (life style).12

Dewasa ini permasalahan yang muncul dalam persaingan bisnis tidak hanya terbatas pada munculnya produk-produk bajakan untuk jenis barang atau

9

Ibid.

10

Tim Lindsey, Op. Cit, hlm. 134.

11

Ahmad Miru, Hukum Merek, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hlm. 1.

12


(24)

jasa yang sama. Produsen yang merasa dirugikan dengan digunakannya merek mereka oleh pihak lain, kemudian mengajukan keberatan berupa gugatan pembatalan pendaftaran merek.13 Pemilik merek terdaftar dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Niaga sebagai Pengadilan tingkat pertama, hingga kasasi ke Mahkamah Agung terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang atau jasa yang sejenis berupa gugatan ganti rugi, dan/atau penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan merek tersebut.14

Adanya perbedaan persepsi di dalam masyarakat mengenai merek menimbulkan berbagai penafsiran, tetapi meskipun begitu tindakan orang-orang yang memproduksi suatu barang dengan mendompleng ketenaran milik orang lain tidak bisa dibenarkan begitu saja, karena dengan membiarkan tindakan yang tidak bertanggung jawab maka secara tidak langsung menghasilkan dan membenarkan seseorang untuk menipu dan memperkaya diri secara tidak langsung.15

Di sinilah pentingnya sistem pengaturan merek yang memadai. Oleh sebab itu di Indonesia lahir Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek untuk menggantikan Undang-Undang terdahulu yang dibentuk dengan dasar pemikiran/pertimbangan sebagai berikut:

13

Tim Lindsey, Op. Cit., hlm. 4.

14

Insan Budi Maulana, Op. Cit., hlm. 26.

15

Suyud Margono dan Longginus Hadi, Pembaharuan Perlindungan Hukum Merek, Inti Ilmu, Jakarta, hlm. 14.


(25)

1. Dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi-konvensi internasional yang telah diratifikasi di Indonesia, peranan merek menjadi sangat penting, terutama dalam menjaga persaingan usaha yang sehat 2. Berdasarkan hal tersebut diperlukan pengaturan yang memadai tentang

merek guna memberikan peningkatan layanan bagi masyarakat.

3. Berdasarkan kedua hal di atas serta memerhatikan pengalaman dalam melaksanakan Undang-Undang Merek yang ada, maka dipandang perlu untuk mengganti Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 Tentang Merek sebagimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 Tentang Merek.16

Terdapatnya pengaturan mengenai hak atas merek ini sekaligus sebagai salah satu upaya mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana yang terdapat di dalam alinea keempat pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu untuk memajukan kesejahteraan umum. Maka untuk itu, perlu dilakukan pembaruan, pembangunan, dan pengaturan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan yang perlu dikembangkan dan diatur yaitu bidang hak kekayaan intelektual yang di dalamnya terkait masalah hak merek yang berkaitan langsung dengan dunia perdagangan baik di tingkat regional, nasional, maupun internasional.

16

Republik Indonesia, Lembaran Negara Tahun 2001 No. 110, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek, Jakarta, 1 Agustus 2001, bagian “menimbang” butir a, b, dan c (selanjutnya dalam penulisan skripsi ini akan disingkat menjadi UUM No. 15 Tahun 2001).


(26)

Adapun dasar hukum pembentukan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek adalah :

1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 Tentang Pengesahan Agreement

Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan

Organisasi Perdagangan Dunia), (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564).

Dengan diperbaharuinya Undang-Undang tentang Merek maka diharapkan mampu menjaga iklim persaingan usaha tetap sehat. Merek mampu mencegah terjadinya persaingan usaha tidak sehat, sebab dengan merek produk barang atau jasa sejenis dapat dibedakan asal muasalnya, kualitasnya serta keterjaminan bahwa produk itu original.17

Namun dewasa ini permasalahan yang timbul mengenai sengketa merek akibat adanya kesamaan keseluruhan atau kesamaan pada pokoknya tidak hanya terjadi pada dua produk barang dan/atau jasa yang sekelas dan sejenis, melainkan juga dapat terjadi pada dua produk barang dan/atau jasa yang tidak sekelas tetapi sejenis. Sebagai contoh, terdapat bisnis jasa kecantikan dan perawatan kulit dengan merek Natasha (kelas jasa nomor 44) yang telah lama terdaftar di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia dan sudah menjadi merek terkenal di bidangnya. Pada tahun 2009 owner bisnis jasa kecantikan dan

17


(27)

perawatan kulit Natasha menggugat badan usaha yang mengeluarkan produk kecantikan dengan merek Natasha (kelas barang nomor 3), yang juga telah terdaftar di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Meski berasal dari kelas barang dan jasa yang berbeda pula, namun karena kesamaan Merek ini konsumen secara keliru menilai bahwa jasa perawatan dan kecantikan kulit

Natasha dengan produk kosmetik Natasha adalah berasal dari pelaku usaha yang

sama, sehingga dalam hal ini pelaku usaha jasa kecantikan dan perawatan kulit

Natasha sebagai merek yang pertama sekali didaftarkan merasa dirugikan sebab

produk kosmetik Natasha dianggap mendompleng ketenaran merek jasa kecantikan dan perawatan kulit Natasha.

Dengan uraian di atas tersebut, maka dipilih skripsi dengan judul

“ASPEK HUKUM KESAMAAN MEREK TERDAFTAR DALAM KELAS

YANG BERBEDA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001 (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 699K/ PDT.SUS/2009). ”

A. Perumusan Masalah

Dari uraian sebelumnya, penulisan skripsi ini akan membahas permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana tata cara mengajukan gugatan pembatalan merek atas pelanggaran hak atas merek di Indonesia dan tata cara permohonan kasasi atas putusan Pengadilan Niaga ?


(28)

2. Apa sajakah pokok-pokok yang harus ada dalam suatu gugatan pembatalan merek terdaftar yang mempunyai persamaan dengan merek terdaftar lainnya? 3. Bagaimana penyelesaian terhadap sengketa merek dengan kondisi terdaftarnya

dua merek yang sama dari kelas yang berbeda di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual ?

B. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan skripsi ini sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui dan memahami tata cara mengajukan gugatan atas

pembatalan merek terdaftar di Indonesia dan permohonan banding atas putusan Pengadilan Niaga di Mahkamah Agung.

2. Untuk mengetahui dan memahami apa sajakah pokok-pokok yang harus ada dalan suatu gugatan pembatalan merek terdaftar yang mempunyai persamaan dengan merek terdaftar lainnya.

3. Untuk mengetahui dan memahami penyelesaian terhadap sengketa merek dengan kondisi terdaftarnya dua merek yang sama dari kelas yang berbeda di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.

C. Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat dalam penulisan skripsi ini adalah: 1. Secara Teoritis

Secara teoritis, penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian untuk meningkatkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan serta


(29)

menambah wawasan khususnya di bidang ilmu hukum baik dalam konteks teori dan asas-asas hukum, serta memperdalam mengenai aspek hukum terhadap penggunaan merek di Indonesia yang telah terdaftar di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.

2. Secara Praktis

Secara praktis, penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi sumbangsih dan bahan masukan terhadap perkembangan hukum positif dan memberikan sumbangan pemikiran untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dan Kementerian Hukum dan HAM dalam hal peningkatan pemeriksaan suatu merek yang hendak didaftarkan oleh pelaku usaha, serta dapat menjadi masukan bagi aparat penegak hukum dan bagi pencari keadilan dalam rangka menemukan kepastian hukum khususnya mengenai sengketa merek.

D. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini terdiri dari:

1. Sifat/Jenis Penelitian

Untuk menghasilkan karya tulis ilmiah yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, maka harus didukung dengan fakta-fakta/ dalil-dalil yang akurat yang diperoleh dari suatu penelitian. Penelitian pada


(30)

dasarnya merupakan suatu upaya pencarian dan bukannya sekedar mengamati dengan teliti terhadap sesuatu objek yang mudah terpegang di tangan.18

Penelitian merupakan sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk memperkuat, membina, serta mengembangkan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan yang merupakan kekuatan pemikiran, pengetahuan manusia senantiasa dapat diperiksa dan ditelaah secara kritis, akan berkembang terus atas dasar penelitian-penelitian yang dilakukan oleh pengasuh-pengasuhnya. Hal itu terutama disebabkan oleh karena penggunaan ilmu pengetahuan bertujuan agar manusia lebih mengetahui dan mendalami.19

Metode merupakan suatu penelitian yang dilakukan oleh manusia, merupakan logika dari penelitian ilmiah, studi terhadap prosedur dan teknik penelitian, maupun sistem dari prosedur dan teknik penelitian.20

Sifat atau jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah yuridis normatif yang bersifat deskriptif yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder, yaitu melakukan penelusuran terhadap norma-norma hukum serta berbagai literatur yang berkaitan dengan aspek hukum terhadap kesamaan merek yang telah terdaftar di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, kemudian didukung dengan studi putusan terhadap putusan Mahkamah Agung No.699K/Pdt.Sus/2009.

18

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm. 27.

19

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 1984, hlm. 30.

20

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum dalam Praktek, Sinar Grafika, Jakarta, 1991, hlm. 27.


(31)

2. Bahan Hukum

Materi dalam skripsi ini diambil dari data sekunder. Data sekunder adalah mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, dan sebagainya.21 Adapun data sekunder yang dimaksud adalah:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah dokumen-dokumen hukum yang mengikat dan diterapkan oleh pihak yang berwenang seperti peraturan perundang-undangan. Dalam penulisan skripsi ini antara lain menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1993 tentang Kelas Barang atau Jasa Bagi Pendaftaran Merek, Putusan Mahkamah Agung No. 699K/Pdt.Sus/2009 serta bahan hukum primer lainnya yang terkait dengan pembahasan skripsi ini.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah semua dokumen yang merupakan informasi atau hasil kajian terkait dengan merek, seperti, buku-buku, jurnal-jurnal, serta karya tulis ilmiah lainnya maupun tulisan-tulisan yang terdapat pada website yang terpercaya yang mengulas tentang praktik mengenai penggunaan merek dan hal lainnya yang berkaitan dengan pembahasan pada skripsi ini sebagai bahan acuan di dalam penulisan skripsi ini.

21

Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 2006, hlm. 30.


(32)

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier yang digunakan di dalam penulisan skripsi ini adalah bahan-bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, kamus bahasa umum, kamus hukum, serta bahan-bahan hukum di luar bidang hukum yang relevan dan dapat digunakan untuk melengkapi data di dalam penulisan skripsi ini.

3. Alat Pengumpul Data

Alat pengumpul data yang digunakan di dalam penulisan skripsi ini adalah melalui metode studi pustaka (library research) yang merupakan pengumpulan data-data yang dilakukan melalui literatur atau dari sumber bacaan buku-buku, peraturan perundang-undangan, karya ilmiah, dan bahan bacaan lain yang terkait dengan penulisan skripsi ini, yang semua itu dimaksudkan untuk memperolah data-data atau bahan-bahan yang bersifat teoritis yang dipergunakan sebagai dasar dalam penelitian.

4. Analisis Data

Penelitian yang dilakukan penulis dalam skripsi ini termasuk dalam penelitian hukum normatif. Pengelolaan data pada hakekatnya merupakan kegiatan untuk melakukan analisa terhadap permasalahan yang akandibahas. analisis data dilakukan dengan mengumpulkan bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan yang diteliti, memilih kaidah-kaidah hukum yang sesuai dengan penelitian, menjelaskan hubungan-hubungan antara berbagai konsep pasal yang ada, serta menarik kesimpulan dengan pendekatan deduktif dan induktif kualitatif.


(33)

Dengan spesifikasi demikian, diharapkan penulisan skripsi ini dapat mendeskripsikan mengenai aspek hukum terhadap kesamaan merek yang telah terdaftar di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual berdasarkan permasalahan yang diteliti.

E. Keaslian Penulisan

Skripsi ini berjudul: Aspek Hukum Kesamaan Merek Terdaftar Dalam Kelas Yang Berbeda Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 699K/ Pdt.Sus/2009) adalah judul yang belum pernah dibahas oleh pihak manapun dan belum pernah dipublikasikan di media manapun.

Berdasarkan penelusuran perpustakaan dan hasil-hasil pembahasan skripsi yang sudah ada maupun yang sedang dilakukan ternyata belum pernah dilakukan pembahasan skripsi yang berjudul di atas dan ini adalah murni hasil penelitian dan pemikiran dalam rangka melengkapi tugas memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

F. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pemahaman terhadap materi dari skripsi ini dan agar membuat sistematika secara teratur dalam bagian-bagian yang semuanya saling berhubungan satu sama lain, maka penulis membaginya ke dalam beberapa bab dan diantara bab-bab terdiri pula atas sub bab.


(34)

Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini akan membahas mengenai Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, Keaslian Penulisan, dan Sistematika Penulisan.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MEREK

Dalam bab ini akan membahas mengenai Pengertian dan Dasar Hukum Merek, Jenis-Jenis Merek, Persyaratan Merek, Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Merek, Penghapusan dan Pembatalan Merek, dan Berakhirnya Perlindungan Merek.

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP MEREK

TERDAFTAR

Dalam bab ini akan membahas mengenai Perlindungan Hukum terhadap Merek Terdaftar Menurut Ketentuan Hukum Merek Indonesia, Perlindungan Hukum secara Preventif, Perlindungan Hukum Secara Represif Melalui Gugatan di Pengadilan Niaga.

BAB IV ASPEK HUKUM TERHADAP KESAMAAN MEREK

TERDAFTAR DALAM KELAS YANG BERBEDA DI DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN

2001 (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG

NO.699K/PDT.SUS/2009)

Dalam bab ini akan membahas mengenai Tata Cara Mengajukan Gugatan Pembatalan Merek Terdaftar dan Tata Cara Mengajukan


(35)

Banding atas Putusan Pengadilan Niaga, Pokok-pokok Gugatan dalam Suatu Gugatan Pembatalan Merek Terdaftar yang Memiliki Persamaan dengan Merek Terdaftar lainnya, dan Penyelesaian terhadap Sengketa Merek dengan Kondisi Terdaftarnya Dua Merek yang Sama dari Kelas yang Berbeda di Direktorat Jenderal HAKI.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini akan membahas mengenai Kesimpulan dan Saran dari penulis yang diperoleh dari penilisan skripsi ini.


(36)

18

A. Pengertian dan Dasar Hukum Merek

Merek merupakan bagian dari hak atas kekayaan intelektual yang keberadaannya diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek (selanjutnya disingkat menjadi UUM No.15 Tahun 2001).

Merek selalu diidentikkan dengan identitas bagi suatu produk yang dihasilkan oleh produsen, yang kemudian menjadi asset bagi produsen. Identitas suatu produk juga menjelaskan kualitas suatu barang, hal tersebut juga menandakan barang tersebut memiliki ciri khas tersendiri. Dalam kehidupan sehari-hari di sekitar kita banyak sekali terjadi pembajakan terhadap suatu merek. Pembajakan merek tidak jarang pula dilakukan dengan kualitas barang yang berbeda, sehingga akan berdampak kepada dua hal, yaitu, Pertama akan mengganggu stabilitas ekonomi, dan Kedua, terkait jaminan perlindungan konsumen terhadap barang tersebut.22

Merek adalah suatu tanda yang pada dirinya terkandung daya pembeda yang cukup (capable of distrugling) dengan barang-barang lain yang sejenis. Kalau tidak ada pembedaan, maka tidak mungkin disebut merek.23

Secara eksplisit Merek disebut sebagai tanda immaterial dalam konsiderans UUM No. 15 Tahun 2001 bagian menimbang butir a, yang berbunyi:

22

Hery Firmansyah, Perlindungan Hukum Terhadap Merek, Pustaka Yustisia, Jakarta, 2001, hlm. 29.

23


(37)

Bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi-konvensi internasional yang telah diratifikasi Indonesia, peranan merek menjadi sangat penting, terutama dalam menjaga persaingan usaha yang sehat.

Merek merupakan sesuatu yang ditempelkan atau dilekatkan pada suatu produk, tetapi ia bukan produk itu sendiri, karena setelah barang dibeli, yang dinikmati pembeli bukanlah merek melainkan benda materinya. Merek mungkin hanya menimbulkan rasa kepuasan saja bagi pembeli. Merek hanya benda immateriil yang tidak dapat memberikan apapun secara fisik. Inilah yang membuktikan bahwa merek itu merupakan hak kekayaan immaterial.24

Adapun definisi Merek yang diatur dalam UUM No. 15 Tahun 2001 pada Pasal 1 butir 1;

Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.

Selain batasan juridis di atas, beberapa sarjana juga memberikan pendapatnya tentang merek, diantaranya:

1. H.M.N. Purwo Sutjipto, memberikan rumusan bahwa,

Merek adalah suatu tanda, dengan mana suatu benda tertentu dipribadikan , sehingga dapat dibedakan dengan benda lain yang sejenis.25

24

OKSaidin, Op. Cit, hlm. 330.

25


(38)

2. R. Soekardono memberikan rumusan bahwa,

Merek adalah suatu tanda (Jawa: cirri atau tengger) dengan mana dipribadikan sebuah barang tertentu, dimana perlu juga dipribadikan asalnya barang atau menjamin kualitetnya barang dalam perbandingan dengan barang-barang sejenis yang dibuat atau diperdagangkan oleh orang-orang atau badan-badan perusahaan lain.26

3. Harsono Adisumarto, merumuskan bahwa,

Merek adalah tanda pengenal yang membedakan milik seseorang dengan milik orang lain, seperti pada pemilikan ternak dengan memberi tanda cap pada punggung sapi yang kemudian dilepaskan di tempat penggembalaan yang luas. Cap seperti itu memang merupakan tanda pengenal untuk menunjukkan bahwa hewan yang bersangkutan adalah milik orang tertentu. Biasanya,untuk membedakan tanda atau merek digunakan inisial dari mana pemilik sendiri sebagai tanda pembedaan.27

4. Iur Soeryatin, mengemukakan rumusannya dengan meninjau merek dari aspek fungsinya yaitu,

Suatu merek dipergunakan untuk membedakan barang yang bersangkutan dari barang sejenis lainnya oleh karena itu, barang yang bersangkutan dengan diberi merek tadi mempunyai: tanda asal, nama, jaminan terhadap mutunya.28

26

Ibid, hlm. 344.

27

Harsono Adisumatro, Hak Milik Perindustrian, Akademika Pressindo, Jakarta, 1990, hlm.44.

28


(39)

5. Soeryatin, merumuskan bahwa,

Barang-barang yang dihasilkan oleh pabriknya dengan dibungkus dan pada bungkusnya itu dibubuhi tanda tulisan dan/atau perkataan untuk membedakannya dari barang-barang sejenis hasil pabrik pengusaha lain. Tanda itu disebut merek perusahaan.29

6. OK. Saidin mengemukakan bahwa,

Merek adalah suatu tanda (sign) untuk membedakan barang-barang atau jasa yang sejenis yang dihasilkan atau diperdagangkan seseorang atau kelompok orang atau badan hukum dengan barang-barang atau jasa yang sejenis yang dihasilkan oleh orang lain, yang memiliki daya pembeda maupun sebagai jaminan atas mutunya dan digunakan dalam kegiatan perdagangan atau jasa.30

Adapun dari pengertian merek yang diatur dalam UUM No. 15 Tahun 2001 dapat diketahui tentang siapa yang dapat menjadi pemilik merek, yaitu: a. Perorangan,

b. Beberapa orang secara bersama-sama c. Badan hukum

Merek dapat dimiliki secara perorangan atau satu orang karena pemilik merek adalah orang yang membuat merek itu sendiri. Dapat pula terjadi seseorang memiliki merek berasal dari pemberian atau membeli dari orang lain.31

29

R.M. Soeryodiningrat., Pengantar Ilmu Hukum Merek, Pradnya Paramitha, Jakarta, 1975, hlm. 30.

30

OK. Saidin, Op.Cit., hlm. 345.

31

Gatot Supramono, Menyelesaikan Sengketa Merek Menurut Hukum Indonesia, Rhinneka Cipta, Jakarta, 2006, hlm.19.


(40)

Selain perorangan, merek juga dapat dimiliki oleh beberapa orang misalnya dua atau tiga orang namun kepemilikan merek harus secara bersama-sama. Satu merek sebagai milik berbersama-sama. Demikian pula hak atas merek ada pada mereka bersama yang tidak mungkin dapat dibagi-bagi karena merupakan satu kesatuan yang utuh.32

Kemudian badan hukum dapat memiliki merek karena badan hukum termasuk sebagai subjek hukum. Di samping manusia atau orang ada badan hukum yang kedudukannya sama yaitu sebagai subjek hukum. Badan hukum termasuk sebagai subjek hukum karena badan hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban sebagaimana halnya manusia pada umumnya.33 Hal ini sejalan dengan Mertokusumo, bahwa yang disebut sebagai badan hukum ialah organisasi atau kelompok manusia yang mempunyai tujuan tertentu yang dapat menyandang hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban badan hukum dilaksanakan oleh pengurusnya.34

Berdasarkan definisi merek di atas pula, kita ketahui bahwa fungsi utama dari suatu merek adalah untuk membedakan barang-barang atau jasa sejenis yang dihasilkan oleh suatu perusahaan lainnya, sehingga merek dikatakan memiliki fungsi pembeda.35

Merek merupakan ujung tombak perdagangan barang dan jasa. Melalui merek pengusaha dapat menjaga dan memberikan jaminan atas kualitas

(guarantee of quality) barang dan/atau jasa yang dihasilkan dan mencegah

32 Ibid.

33

Ibid.

34

Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 1999, hlm. 68.

35


(41)

persaingan yang tidak jujur dari pengusaha lain yang beritikad tidak baik yang bermaksud membonceng reputasinya.36

Adapun fungsi-fungsi merek yang lain adalah:37 a. Menjaga persaingan usaha yang sehat

Hal ini berlaku dalam hal menjaga keseimbangan antarkepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum dengan menimbulkan iklim usaha yang kondusif melalui terciptanya persaingan usaha yang sehat dan menjamin kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi setiap orang dan mencegah persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan pelaku usaha dengan menciptakan efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha;

b. Melindungi konsumen

Berdasarkan UUM No. 15 Tahun 2001 di dalam konsiderannya menyebutkan bahwa salah satu tujuan diadakannya undang-undang ini adalah untuk melindungi khalayak ramai terhadap peniruan barang-barang. Dengan adanya merek, para konsumen tidak perlu lagi menyelidiki kualitas dari barangnya. Apabila merek telah dikenal dengan baik kualitasnya oleh para konsumen dan membeli barang tersebut, konsumen akan yakin bahwa kualitas dari barang itu adalah baik sebagaimana diharapkannya;

c. Sebagai sarana dari pengusaha untuk memperluas bidang usahanya

Merek dari barang barang yang sudah dikenal oleh konsumen sebagai tanda untuk barang yang bermutu tinggi akan memperlancar usaha pemasaran barang bersangkutan;

36

Insan Budi Maulana, Op. Cit., hlm. 47.

37


(42)

d. Sebagai sarana untuk dapat menilai suatu barang

Kualitas barang tentunya tidak selalu baik atau dapat memberikan kepuasan bagi setiap orang yang membelinya. Baik atau buruknya kualitas suatu barang tergantung dari prudusen sendiri dan penilaian yang diberikan oleh masing-massing pembeli. Suatu merek dapat memberi kepercayaan kepada pembeli bahwa semua barang yang memakai merek tersebut, minimal mutu yang sama seperti yang telah ditentukan oleh pabrik yang mengeluarkannya;

e. Untuk memperkenalkan barang atau nama barang

Merek mempunyai fungsi pula sebagai sarana untuk memperkenalkan barang ataupun nama barangnya (promosi) kepada khalayak ramai. Para pembeli yang telah mengenal nama merek tersebut, baik karena pengalamannya sendiri ataupun karena telah mendengarnya dari pihak lain, pada saat membutuhkan barang tersebut cukup dengan mengingat nama mereknya saja. Misalnya, seseorang ingin membeli minuman bermerek Fanta, maka cukup hanya menyebut Fanta saja;

f. Untuk memperkenalkan identitas perusahaan

Ada kalanya suatu merek digunakan untuk memperkenalkan nama perusahaan yang menggunakan mereknya. Misalnya, merek dagang Djarum, Djarum adalah merek yang digunakan oleh perusahaan rokok Djarum.

Sehubungan dengan hal tersebut menurut Margono dan Angkasa, fungsi merek dapat dari tiga sudut, yaitu sudut:38

a. Produsen,

38

Margono S. dan Angkasa A., Komersialisasi Aset Intelektual-Aspek Hukum Bisnis,


(43)

b. Pedagang c. Konsumen.

Dari pihak produsen, merek digunakan untuk jaminan nilai hasil produksinya, khusus mengenai kualitas dan pemakaiannya. Untuk pihak pedagang, merek digunakan untuk promosi barang-barang dagangannya guna mencari dan meluaskan pasaran. Sedangkan dari pihak konsumen, merek digunakan untuk mengadakan pilihan barang yang akan dibelinya.39

Dengan ketiga aspek tersebut kiranya dapat dikatakan bahwa penggunaan merek menjadi sangat penting artinya dalam dunia perdagangan karena merek mempunyai peranan yang besar dalam menggerakkan aktivitas perdagangan ke arah yang lebih maju. Adapun keterkaitan yang sangat erat antara produsen, pedagang, dan konsumen dalam penggunaan merek dapat diibaratkan sebagai mesin yang menggerakkan roda perdagangan. Hal ini disebabkan di satu pihak dengan merek sebuah produk dikenal di masyarakat dan lain pihak barang terjamin kualitasnya serta harga barang yang terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, menjadikan perdagangan dapat berjalan dengan lancar dan mengalami peningkatan yang signifikan. Dengan demikian kemajuan perdagangan akan membawa akibat peningkatan ekonomi yang semakin pesat di masyarakat.40

Dari uraian tersebut terlihat bahwa merek selalu berhubungan dengan masalah perdagangan. Hal ini juga terlihat dalam UUM No. 15 Tahun 2001 yang

39

Ibid.

40


(44)

menegaskan bahwa ruang lingkup merek berada dalam kepentingan perdagangan barang maupun jasa.

A. Jenis-jenis Merek

Pengaturan mengenai jenis-jenis merek ini terdapat pada Pasal 1 butir 2 dan 3 UUM No. 15 Tahun 2001, yaitu merek dagang dan merek jasa.

Menurut Pasal 1 butir 2 UUM No. 15 Tahun 2001:

Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.

Sedangkan dalam Pasal 1 butir 3 UUM No. 15 Tahun 2001:

Merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.

Walaupun dalam UU Merek digunakan istilah merek dagang dan merek jasa, sebenarnya yang dimaksudkan dengan merek dagang adalah merek barang, karena mereka yang digunakan pada barang dan digunakan sebagai lawan dari merek jasa. Sebenarnya pengakuan terhadap merek jasa belum begitu lama. Perkembangan yang ditandai dari Konvensi Nice atau dikenal dengan The Nice

Convention of the International Classification of Good and Service for the

Purposes of the Registration of Mark (1957). Mulai dari Konvensi Nice, maka

pengakuan untuk pendaftaran merek jasa kemudian berkembang di beberapa negara lainnya.


(45)

Di Indonesia, pendaftaran merek jasa baru dapat dilakukan mulai tahun 1992, yaitu berdasarkan Undang-Undang No. 19 Tahun 1992 Tentang Merek. Semua negara yang mengatur adanya pendaftaran untuk merek jasa, pada dasarnya akan melandaskan daripada klasifikasi jasa yang ditetapkan dalam Konvensi Nice, terdiri sebanyak 8 (delapan) kelas yang meliputi:41

1. Kelas 35 : Advertising and Business 2. Kelas 36 : Insurance and Financial 3. Kelas 37 : Construction and Repair 4. Kelas 38 : Communication

5. Kelas 39 : Transportation and Storage 6. Kelas 40 : Material Treatment

7. Kelas 41 : Educational and Entertainment 8. Kelas 42 : Miscellaneous.

Khusus untuk merek kolektif sebenarnya tidak dapat dikatakan sebagai jenis merek yang baru oleh karena merek kolektif ini sebenarnya juga terdiri dari merek dagang dan jasa. Hanya saja merek kolektif ini pemakaiannya digunakan secara kolektif, sebagaimana pada Pasal 1 butir 4 UUM No. 15 Tahun 2001 yang berbunyi;

Merek kolektif adalah merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya.

41

Muhamad Djumhana, Perkembangan Doktrin dan Teori Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hlm. 76.


(46)

Selain pembagian jenis-jenis merek menurut UUM Tahun 2001 di atas, terdapat pula pembagian merek ditinjau dari bentuk atau wujudnya. Bentuk atau wujud merek itu menurut Soeryatin, adalah dimaksudkan untuk membedakannya dari barang sejenis milik orang lain. Oleh karena adanya pembedaan itu, maka terdapat beberapa jenis merek, yakni:42

1. Merek lukisan (beel mark) 2. Merek kata (word mark) 3. Merek bentuk (form mark)

4. Merek bunyi-bunyian (klank mark) 5. Merek judul (tittle mark)

Selanjutnya R.M. Suryodiningrat mengklasifikasikan merek dalam tiga jenis, yaitu:

1. Merek kata yang terdiri dari kata-kata saja

Misalnya; Good Year dan Dunlop sebagai merek untuk ban mobil dan ban sepeda;

2. Merek lukisan, yaitu merek yang terdiri dari lukisan saja yang tidak pernah, setidak-tidaknya jarang sekali dipergunakan;

3. Merek kombinasi kata dan lukisan yang banyak sekali dipergunakan Misalnya; rokok putih merek Escort yang terdiri dari lukisan iring-iringan kapal laut dengan “Escort”;

The wangi merek “Pandawa Lima” yang terdiri dari lukisan wayang pendawa

dengan perkataan di bawahnya “Pendawa Lima”.

42


(47)

Lebih lanjut lagi R. Soekardono mengemukakan pendapatnya bahwa tentang bentuk atau wujud dari merek itu undang-undang tidak memerintahkan apa-apa, melainkan harus berdaya pembeda, yang diwujudkan dengan:43

1. Cara yang oleh siapapun mudah dapat dilihat (beel mark) 2. Merek dengan perkataan (word mark)

3. Kombinasi dari merek atas penglihatan dan merek perkataan.

B. Persyaratan Merek

Adapun syarat mutlak suatu merek yang harus dipenuhi oleh setiap orang ataupun badan hukum yang ingin memakai suatu merek, agar supaya merek itu dapat diterima dan dipakai sebagai merek atau cap dagang adalah bahwa merek itu harus mempunyai daya pembedaan yang cukup. Dengan lain perkataan, tanda yang dipakai ini haruslah sedemikian rupa, sehingga mempunyai cukup kekuatan untuk membedakan barang hasil produksi suatu perusahaan atau barang perniagaan (perdagangan) atau jasa dari produksi seseorang dengan barang-barang atau jasa yang diproduksi oleh orang lain. Karena adanya merek itu barang-barang atau jasa diproduksi menjadi dapat dibedakan. 44

Prof Soedargo Gautama mengemukakan bahwa:

Untuk mempunyai daya pembedaan, maka adalah syarat mutlak bahwa merek bersangkutan ini harus dapat memberikan penentuan atau

individulisering daripada barang bersangkutan. Pihak ketiga akan melihat

juga dan dapat membedakan karena adanya merek ini, barang-barang hasil produksi seorang dari pada hasil produksi orang lain.45

Prof.Soedargo Gautama mengemukakan pula bahwa:

43

Ibid, hlm. 347.

44

Ibid, hlm. 348.

45


(48)

Merek ini harus merupakan suatu tanda. Tanda ini dapat dicantumkan pada barang bersangkutan atau bungkusan dari barang itu. Jika suatu barang hasil produksi suatu perusahaan tidak mempunyai kekuatan pembedaan dianggap sebagai tidak cukup mempunyai kekuatan pembedaan dan karenanya bukan merupakan merek. Misalnya, bentuk, warna, ataun ciri lain dari barang atau pembungkusnuya. Bungkus yang khas atau warna, warna dari sepotong sabun atau doos, tube dan botol. Semua ini tidak cukup mempunyai daya pembedaan untuk dianggap sebagai suatu merek, tetapi dalam praktiknya kita saksikan bahwa warna-warna tertentu yang dipakai dengan suatu kombinasi yang khusus dapat dianggap sebagai suatu merek.46

Mengenai syarat-syarat membuat merek di dalam UUM No.15 Tahun 2001 ternyata tidak dengan tegas disebutkan secara terperinci. Meskipun demikian untuk dapat membuat merek sesuai dengan maksud undang-undang perlu dihubungkan dengan syarat-syarat pendaftaran merek karena suatu merek akan mendapat perlindungan hukum jika merek itu didaftarkan.47

Orang yang membuat merek atau pemilik merek syaratnya wajib beritikad baik.48Merek tidak dapat didaftar atas dasar permohonan yang diajukan oleh pemohon yang beritikad tidak baik. Pemohon yang baik adalah pemohon yang mendaftarkan mereknya secara layak dan jujur tanpa ada niat apapun untuk membonceng, meniru, atau menjiplak ketenaran merek pihak lain demi kepentingan usahanya yang berakibat kerugian pada pihak lain itu atau menimbulkan kondisi persaingan curang, mengecoh, atau menyesatkan konsumen.49 Dalam kehidupan sehari-hari pihak yang jujur (beritikad baik) patut memperoleh perlindungan hukum sedangkan pihak yang beritikad tidak baik (te

46

Ibid, hlm. 34.

47

Gatot Supramono, Op.Cit., hlm. 16.

48

Ibid, hlm. 17.

49


(49)

kwader trouw) tidak perlu mendapat perlindungan hukum tanpa mengabaikan atau mengurangi arti pentingnya hal-hal sebagaimana diatur oleh Pasal 549 KUH Perdata.50

Pentingnya pemilik merek beritikad baik ditetapkan sebagai salah satu syarat pendaftaran merek, tujuannya untuk mencari kepastian hukum mengenai siapa yang sesungguhnya orang yang menjadi pemilik merek. Dalam sistem konstitutif dimaksudkan supaya negara tidak keliru memberikan hak atas merek kepada orang yang tidak berhak menerimanya.51

Ketentuan UUM No.15 Tahun 2001 mengatur lebih lanjut apa saja yang tidak dapat dijadikan suatu merek atau yang tidak dapat didaftarkan sebagai suatu merek.

Menurut Pasal 5 UUM Tahun 2001 merek tidak dapat didaftarkan apabila mengandung salah satu unsur di bawah ini:

1. Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum.

2. Tidak memiliki daya pembeda 3. Telah menjadi milik umum

4. Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya.

Keempat unsur di atas diatur dalam ketentuan Pasal 5 UUM No.15 Tahun 2001 dianggap cukup dapat mewakili ketentuan merek yang tidak dapat didaftar

50

Gatot Supramono, Op.Cit., hlm. 17.

51


(50)

dalam UUM Tahun 1961 dan UUM Tahun 1992 jo. UUM Tahun 1997.52Adapun Masing-masing unsur di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Termasuk dalam pengertian bertentangan dengan moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum adalah apabila penggunaan tanda tersebut dapat menyinggung perasaan, kesopanan, ketentraman, atau keagamaan dari khalayak umum atau dari golongan masyarakat tertentu.53

Di dalam UUM Tahun 1961 dan UUM Tahun 1992 jo. UUM Tahun 1997 tidak terdapat tentang unsur “hal yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan moralitas agama” ini. Unsur tersebut baru ada atau diatur dalam UUM Tahun 2001. Unsur-unsur tersebut sebenarnya sudah termasuk ke dalam unsur bertentangan dengan ketertiban umum. Jadi kalau sebuah merek bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau bertentangan dengan moralitas agama waktu itu tergolong bertentangan dengan ketertiban umum.54

Jadi ketentuan dalam UUM Tahun 2001 sebenarnya hanya ingin merinci jelas saja.55 Sejalan dengan itu, dikemukakan oleh Sudargo Gautama yang menyatakan bahwa tanda-tanda yang bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum tidak dapat diterima sebagai merek. Dalam merek bersangkutan tidak boleh terdapat lukisan-lukisan atau kata-kata yang bertentangan dengan kesusilaan yang baik dan ketertiban umum.56

52

Ibid, hlm. 20.

53

Penjelasan Pasal 5 huruf a UUM No. 15 Tahun 2001.

54

Gatot Supramono, Op. Cit., hlm. 20.

55

Ibid.

56


(1)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Berikut perbandingan perbedaan merek Pemohon Kasasi dan Termohon Kasasi:

Merek Pemohon Kasasi Merek Termohon Kasasi

44. Bahwa dalil-dalil Pemohon Kasasi tersebut di atas tidak ditujukan untuk pembuktian atas fakta-fakta melainkan dalil ini diajukan oleh Pemohon Kasasi karena Judex Facti dalam pertimbangan hukumnya belum pernah menguji tentang persamaan pada pokoknya ataupun keseluruhan antara merek Pemohon Kasasi dengan merek Termohon Kasasi;

V. BAHWA JUDEX FACTI TELAH SALAH MENERAPKAN ATAU MELANGGAR HUKUM YANG BERLAKU KARENA MEMERINTAHKAN PEMUSNAHAN PRODUK DARI MEREK "Logo (huruf N) + Natasha" MILIK PEMOHON KASASI DALAM KELAS 03 (TIGA) YANG TELAH DILINDUNGI OLEH HUKUM; JUDEX FACTI TELAH KELIRU DALAM MENILAI DAN MENERAPKAN HUKUMNYA TENTANG PASAL 78 (1) UU NO. 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK;

45. Bahwa Pemohon Kasasi SANGAT BERKEBERATAN, MEMPROTES DENGAN KERAS DAN TEGAS SERTA MENOLAK pertimbangan hukum Judex Facti alinea 2 halaman 60 yang telah salah dan keliru mempertimbangkan tentang keberlakuan pasal 78 ayat (1) UU No. 15 Tahun 2001 tentang MEREK;

"Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 78 ayat (1) UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek, Penggugat dapat menuntut agar memerintahkan Tergugat I untuk menghentikan produksi, menarik dari peredaran dan atau perdagangan produksinya yang menggunakan merek nama dan logo "NATASHA" untuk mencegah kerugian lebih besar yang dialami Penggugat. Oleh karena itulah setelah dipelajari dengan seksama pokok permasalahan ini, dan memperhatikan berbagai ketentuan perundang-undangan serta bukti-bukti penggugat untuk mengajukan tuntutan tersebut terutama bukti tertanda P-1, P-5 dan P-6 tentang

Hal. 43 dari 48 hal.Put.No. 699 K/Pdt.Sus/2009

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id


(2)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Sertifikat Merek nama dan logo "NATASHA" dan kegiatan bidang usahanya, manakala dihubungkan dengan aktifitas kegiatan usaha kedua belah pihak;

Berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek antara lain diketemukan adanya suatu kaidah hukum bahwa dapat diambil suatu tindakan hukum dan administratif oleh pihak yang telah dirugikan hak mereknya;

Langkah-langkah itu, antara lain berupa perintah penghentian produksi, peredaran, penahanan oleh bea cukai terhadap barang-barang palsu lainnya. Oleh karenanya setelah diperhatikan keseimbangan atau proportionality antara besarnya pelanggaran yang telah dilakukan Tergugat I dengan upaya-upaya perlindungan terhadap Penggugat selaku pemilik dan pemakai pertama merek nama dan logo "NATASHA" sedangkan Penggugat telah memproduksi dan memperdagangkan produknya yang juga menggunakan merek nama dan logo "NATASHA", maka setelah memperhatikan ajaran "unfair competition" (konkurensi curang) tuntutan tersebut dipandang cukup beralasan menurut hukum dan tuntutan penggugat dimaksud dipandang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum dan prinsip dasar keadilan senyatanya. Oleh karena itu, tuntutan penggugat tersebut patut dan layak untuk dikabulkan";

46. Bahwa Pemohon Kasasi juga berkeberatan dengan petitum Judex Facti pada angka 5 yang menyebutkan:

"Memerintahkan Tergugat I untuk memusnahkan seluruh stok barang yang termasuk dalam kelas 3 (tiga) dengan merek nama dan logo "NATASHA" dan menghentikan kegiatan untuk memproduksi, memasarkan, mendistribusikan, mempromosikan, menyimpan, menjualbelikan, menawarkan untuk menjual atau memasok ataupun melakukan transaksi-transaksi dengan cara lain, mencetak, membuat kemasan, label, film, (negative) dan membuat desain (opmaak) atas produk-produk yang termasuk dalam kelas 3 (tiga) (produk kecantikan dan perawatan kulit dan lain-lain);"

47. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 78 ayat (1) UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek yang disebutkan: Selama masih dalam pemeriksaan dan untuk mencegah kerugian yang lebih besar, atas permohonan pemilik merek atau penerima Lisensi selaku penggugat, Hakim dapat memerintahkan Tergugat untuk menghentikan produksi. peredaran

Hal. 44 dari 48 hal.Put.No. 699 K/Pdt.Sus/2009

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id


(3)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

dan/atau perdagangan barang atau jasa yang menggunakan merek tersebut secara tanpa hak. (huruf tebal dan garis bawah dari Pemohon Kasasi);

48. Bahwa dalam pertimbangannya tersebut di atas, Judex Facti, tidak saja ceroboh dalam membaca dan menafsirkan Undang-Undang, tetapi menunjukkan pula ketidakpahaman Judex Facti mengenai hukum kekayaan intelektual khususnya Merek. Bahwa penerapan Pasal 78 (1) UU Merek ini JELAS DAN TEGAS, hanya bagi pengguna MEREK yang TANPA HAK. Bahwa Pemohon Kasasi sebagaimana telah diketahui bersama telah mendaftarkan merek "Logo (Huruf N) + Natasha" di kelas 03 sejak tanggal 6 April 2005 dan pendaftaran tersebut telah dikabulkan oleh Dirjen HAKIIdengan Sertifikat No. IDM000099671, sehingga secara hukum Pemohon Kasasi MEMPUNYAI HAK yang sahdan dilindungi oleh hukum, untuk mempergunakan mereknya tersebut. Lagipula, jikapun Pemohon Kasasi menjalankan dan mempergunakan mereknya secara tanpa hak, -quod non- maka Judex Facti telah melakukan lagi kesalahan dengan mengabulkan petitum "memusnahkan seluruh stok barang yang termasuk dalam kelas 3 (tiga) dengan merek nama dan logo "NATASHA" padahal, dalam Undang-Undang tidak ada kata "memusnahkan", yang ada hanyalah memerintahkan untuk menghentikan produksi peredaran dan/atau perdagangan barang atau jasa yang menggunakan merek tersebut secara tanpa hak. Oleh karenanya Pertimbangan dan Petitum Judex Facti dalam putusan a quo telah berlebihan dan melanggar ketentuan hukum yang berlaku;

49. Bahwa Pemohon Kasasi oleh negara telah diberikan hak eksklusif berupa perlindungan hukum untuk mempergunakan merek "Logo (hukur N) + Natasha" Sertifikat No. IDM000099671 untuk melindungi jenis barang yang termasuk dalam kelas 03, dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun semenjak tanggal penerimaan permohonan yaitu sejak 6 April 2005 s/d 6 April 2015, dan juga telah diberikan perlindungan hukum oleh negara untuk masing-masing jenis barang sesuai dengan permohonan pendaftarannya, demikian juga dengan merek atas nama Termohon Kasasi yaitu merek "Natasha + Logo (Iingkaran)" sertifikat No. 540373 untuk melindungi jenis jasa antara lain jasa salon kecantikan, perawatan kulit dan perawatan kecantikan yang termasuk dalam kelas 44;

50. Bahwa berdasarkan uraian tersebut, merek atas nama Pemohon Kasasi patut mendapatkan perlindungan hukum oleh negara atas produk

Hal. 45 dari 48 hal.Put.No. 699 K/Pdt.Sus/2009

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id


(4)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Pemohon Kasasi yang termasuk dalam kelas 03;

Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan kasasi tersebut Mahkamah Agung berpendapat:

Bahwa alasan-alasan kasasi tersebut tidak dapat dibenarkan sebab Judex Facti/Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang sudah tepat dan tidak salah menerapkan hukum oleh karena berdasarkan bukti bertanda P.IA berupa Sertifikat Merek Nama dan Logo NATASHA atas nama Penggugat No. 540373 tertanggal 13 Juni 2003 dan bukti bertanda P1-3 berupa Sertifikat Merek Nama dan Logo N NATASHA atas nama Tergugat I No. IDM000099671 mempunyai persamaan pada pokoknya yaitu:

- Bahwa kedua merek tersebut merupakan Merek Nama (Penamaan) yang menunjukkan persamaan baik, mengenai bentuk, cara penempatan,cara penulisan, susunan kata, huruf-huruf maupun bunyi dalam ucapan, kecuali warna padahal unsur yang dominan dan menonjol dalam kedua merek tersebut adalah kata “NATASHA”, bukan dari Logo ataupun warna;

- Bahwa merek NATASHA milik Penggugat untuk melindungi barang dan/atau jasa dalam kelas 44 antara lain salon kecantikan, perawatan kulit dan perawatan kecantikan termasuk kosmetik dan lain-lain, sedangkan Merek NATASHA milik Tergugat I untuk melindungi barang dan/atau jasa segala macam kosmestika bedak, wangi-wangian, minyak wangi, minyak rambut dan lain-lain;

Bahwa barang dapat dikatakan sejenis dengan barang lainnya meskipun berada pada kelas yang berbeda, karena keterkaitan/keterikatan yang sangat erat antara kedua barang tersebut dalam tujuan pemakaiannya, apalagi kedua merek NATASHA itu masing-masing melindungi barang-barang kosmetik yang keterikatannya sangat erat dengan kecantikan untuk manusia;

- Bahwa terdapatnya perbedaan kelas hanyalah untuk administrasi pembayaran di Kantor Merek, dan tidak dapat dikaitkan dengan barang/jasa sejenis sebab suatu barang belum tentu dapat dikatakan sejenis meskipun berada dalam kelas yang sama;

- Bahwa dengan demikian Tergugat I yang mendaftarkan Merek NATASHA jauh setelah Penggugat mendaftarkan Merek NATASHA untuk barang yang sejenis (meskipun beda kelas), adalah tidak layak dan tidak jujur karena niat untuk membonceng, meniru, dan menjiplak ketenaran merek NATASHA milik Penggugat yang dapat menyesatkan

Hal. 46 dari 48 hal.Put.No. 699 K/Pdt.Sus/2009

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id


(5)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

konsumen karena mengira produk kosmetik dan lain-lain dari Tergugat I berasal dari produk Penggugat;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, ternyata bahwa putusan Judex Facti/Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh para Pemohon Kasasi: THEN GEK TJOE tersebut harus ditolak;

Menimbang, bahwa oleh karena Pemohon Kasasi/Tergugat I di pihak yang kalah, maka harus dihukum untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini;

Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang No. 15 Tahun 2001, Undang-Undang No. 48 Tahun 2009, Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 sebagai-mana yang telah diubah dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2009 serta peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan ;

M E N G A D I L I :

Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: THEN GEK

TJOE tersebut;

Menghukum Pemohon Kasasi/Tergugat I untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini sebesar Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah);

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah Agung pada hari Senin, tanggal 26 Juli 2010 oleh H. Abdul Kadir

Mappong, SH. Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung

sebagai Ketua Majelis, H. Mahdi Soroinda Nasution, SH.M.Hum. dan

Djafni Djamal, SH. Hakim Agung masing-masing sebagai Anggota, dan

diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis, dengan dihadiri oleh Hakim-Hakim Anggota tersebut dan dibantu oleh Ninin Murnindrarti, SH. Panitera Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak ;

Hakim-Hakim Anggota: K e t u a :

ttd/H. Abdul Kadir Mappong, SH. ttd/H. Mahdi Soroinda Nasution, SH.M.Hum.

ttd/Djafni Djamal, SH.

Biaya-biaya: Panitera Pengganti: 1. M e t e r a i ... Rp 6.000,- ttd/Ninin Murnindrarti, SH. 2. R e d a k s i ... Rp

1.000,-Hal. 47 dari 48 hal.Put.No. 699 K/Pdt.Sus/2009

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id


(6)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

3. Administrasi kasasi Rp J u m l a h ... Rp 5.000.000,- ============ Untuk Salinan: Mahkamah Agung RI Panitera.

S U H A D I , SH.MH. Nip. 040033261

Hal. 48 dari 48 hal.Put.No. 699 K/Pdt.Sus/2009

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id


Dokumen yang terkait

Analisis Putusan Mahkamah Agung Mengenai Putusan yang Dijatuhkan Diluar Pasal yang Didakwakan dalam Perkaran Tindak Pidana Narkotika Kajian Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 238 K/Pid.Sus/2012 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2497 K/Pid.Sus/2011)

18 146 155

Efektivitas Penerapan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 179/K/SIP/1961 Di Dalam Persamaan Hak Mewaris Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Pada Masyarakat Suku Batak Toba Perkotaan (Studi Di Kecamatan Medan Baru)

2 68 122

Analisis Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Calon Independen Di Dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

0 68 130

Penetapan Luas Tanah Pertanian (Studi Kasus : Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/Puu-V/2007 Mengenai Pengujian Undang-Undang No: 56 Prp Tahun 1960 Terhadap Undang-Undang Dasar 1945)

4 98 140

Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi No.92/Puu-X/2012 Ke Dalam Undang-Undang No.17 Tahun 2014 Tentang Mpr, Dpr, Dpd Dan Dprd

0 54 88

Akibat Hukum Pemakaian Merek Yang Memiliki Persamaan Pada Pokoknya Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek

1 12 81

BAB II KETENTUAN UMUM MEREK A. Pengertian dan Dasar Hukum Merek - Aspek Hukum Kesamaan Merek Terdaftar Dalam Kelas Yang Berbeda Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 699k/Pdt. Sus/2009)

0 0 40

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Aspek Hukum Kesamaan Merek Terdaftar Dalam Kelas Yang Berbeda Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 699k/Pdt. Sus/2009)

0 0 17

Aspek Hukum Kesamaan Merek Terdaftar Dalam Kelas Yang Berbeda Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 699k/Pdt. Sus/2009)

1 2 13

TINJAUAN YURIDIS PELAKASAAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG MEREK TERHADAP KESAMAAN ATAU KEMIRIPAN PADA MEREK PRODUK MAKANAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK (STUDI KASUS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO : 402KPdt.Sus2001) SKRIPSI

0 0 13