Perlindungan Hukum Atas Lambang Palang Merah Di Indonesia Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Mere

(1)

TESIS

Oleh

KASIH RAHAYU

107011098/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

KASIH RAHAYU

107011098/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Nomor Pokok : 107011098

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

Pembimbing Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Dr. T, Keizerina Devi A, SH, CN, MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)


(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Runtung, SH, MHum

Anggota : 1. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN 2. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum 3. Dr. Mahmul Siregar, SH, MHum


(5)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : KASIH RAHAYU

Nim : 107011098

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : PERLINDUNGAN HUKUM ATAS LAMBANG

PALANG MERAH DI INDONESIA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001

TENTANG MEREK

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama :KASIH RAHAYU Nim :107011098


(6)

Direktorat Jenderal apabila merek tersebut merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau simbol atas lembaga negara atau lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan dari pihak yang berwenang”. Hal ini mengandung makna implisit bahwa Palang Merah Indonesia memiliki hak untuk menentukan siapa dan kapan lambang palang merah dapat digunakan dengan persetujuan pengurus Palang Merah Indonesia.

Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif analitis, yang menguraikan atau memaparkan sekaligus menganalisis permasalahan hukum mengenai dasar hukum bagi perlindungan terhadap lambang Palang Merah di Indonesia dan pelaksanaan Pasal 6 ayat (3) huruf (b) Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 oleh Ditjend. HaKI, Kementerian Hukum dan HAM RI, terkait dengan lambang Palang Merah serta langkah-langkah yang telah ditempuh oleh Palang Merah Indonesia untuk melindungi haknya atas lambang Palang Merah Indonesia tersebut.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa dasar hukum perlindungan terhadap lambang Palang Merah di Indonesia telah termuat dalam hukum humaniter Internasional dan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Perlindungan lambang Palang Merah di Indonesia dalam Pasal 6 ayat (3) huruf (b) Undang-Undang No. 15 Tahun 2001, Ditjend. HaKI akan menolak permohonan yang menggunakan merek yang merupakan tiruan atau menyerupai lambang Palang Merah Indonesia walaupun tidak didaftarkan di Ditjen. HaKI, karena lambang Palang Merah adalah lambang milik lembaga internasional dimana lembaga tersebut diakui kedudukannya oleh Pemerintah Indonesia. Sampai saat ini, Ditjen tidak menemukan permohonan pendaftaran merek yang menyerupai baik keseluruhan dan sebagian terhadap lambang dan kata-kata palang merah. Palang Merah Indonesia dalam melindungi haknya atas lambang Palang Merah Indonesia dengan melakukan diseminasi (penyebarluasan) aturan penggunaan lambang Palang Merah berdasarkan Konvensi Jenewa 1949 dan mengupayakan pengesahan RUU Lambang Palang Merah karena hingga saat ini belum ada peraturan pelaksana dari Pasal 6 ayat (3) huruf (b) Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 yang mengatur ancaman pidana maupun perdata bagi orang maupun badan hukum yang melanggar pasal tersebut diatas.

Lambang Palang Merah Indonesia perlu diberikan perlindungan hukum karena merupakan lambang milik internasional yang diakui oleh pemerintah Indonesia sebagai konsekwensi juridis dari ikut sertanya Indonesia dalam Konvensi Jenewa Tahun 1949. Disarankan agar pemerintah Indonesia segera mengesahkan RUU Lambang Palang Merah agar lambang Palang Merah mempunyai kekuatan hukum di Indonesia. Disarankan juga agar pemerintah membuat aturan lambang alternatif lain untuk layanan publik (rumah sakit dan lain-lain) agar masyarakat tidak


(7)

ii


(8)

(3) letter (b), which reads: "The application must also be rejected by the Directorate General of where the brand is an imitation or resembles the name or the abbreviation name, flag, emblem or symbol of the state institutions or national and international institutions, except with the consent of the competent authority ". This implicitly implies that the Indonesian Red Cross has the right to determine who and when the red cross symbol can be used with the approval of the Indonesian Red Cross officials. This study used a descriptive analytical study, which describe or explain as well as analyzing legal issues regarding the legal basis for the protection of the Red Cross emblem in Indonesia and the implementation of Article 6 paragraph (3) letter (b) of Law Number 15 of 2001 by Ditjend. Intellectual Property Rights, Ministry of Justice and Human Rights, is associated with the symbol of the Red Cross and the steps that have been taken by the Indonesian Red Cross to protect their rights to the Indonesian Red Cross emblem.

The survey results revealed that the legal basis for the protection of the Red Cross emblem in Indonesia has been included in the International humanitarian law and the laws and regulations in Indonesia. Protection of the Red Cross emblem in Indonesia in Article 6 paragraph (3) letter (b) of Law Number 15 of 2001, Ditjend. Intellectual Property Rights will reject an application that uses the brand that imitate or resemble the symbol of the Red Cross Indonesia, although not listed in the Ditjend. Intellectual Property Rights, because the Red Cross emblem is a symbol of the international agency's position where the institution is recognized by the Government of Indonesia. Until now, the Ditjend. did not find the application for trademark registration that resemble both the whole and the part of the emblem and the words Red Cross. Indonesian Red Cross to protect their rights to the Indonesian Red Cross emblem by disseminating (spreading) the rules of the use of the Red Cross emblem by the 1949 Geneva Conventions and to seek ratification of the Red Cross emblem bill because until now there is no implementing regulations of Article 6 paragraph (3) letter ( b) Law Number 15 of 2001 which regulates civil and criminal threats to individuals and legal entities that violate the above article.

Indonesia Red Cross emblem should be given legal protection because it is an internationally recognized symbol of possession by the Indonesian government as a consequence of judicial participation in the Geneva Conventions Indonesia Year 1949. It is recommended that the Indonesian government immediately pass the bill so that the Red Cross emblem Red Cross emblem has the force of law in Indonesia. It is also recommended that the government make the rules emblem alternatives to public services (hospitals, etc.) so that people do not use the symbol of the Red Cross again. The Indonesian government is also expected to soon make the implementing


(9)

iv


(10)

Puji dan syukur alhamdulillah kepada Allah SWT, karena dengan berkat hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini. Selanjutnya shalawat beserta salam disanjung kepada Nabi Muhammad SAW.

Tesis ini berjudul “PERLINDUNGAN HUKUM ATAS LAMBANG

PALANG MERAH DI INDONESIA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG

NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK”. Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn.) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulisan tesis ini dapat selesai dengan adanya bantuan dan dorongan serta bimbingan dari berbagai pihak, Teristimewa sekali ucapan terima kasih kepada Suami tercinta yang telah banyak memberikan bantuan material dan spiritual dengan semangat juang yang tinggi, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi.

Ucapan terima kasih secara khusus kepada yang terhormat dan amat terpelajar Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum., Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin,

SH, MS, CN., dan Ibu Dr. T. Keizerina Devi A. S.H., C.N., M.Hum., selaku Komisi Pembimbing yang telah dengan tulus ikhlas memberikan bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini.


(11)

vi

Selanjutnya ucapan terima kasih penulis yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan dalam menyelesaikan pendidikan di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada Penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan dorongan kepada Penulis untuk segera menyelesaikan penulisan tesis ini.

4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum, selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan dorongan kepada Penulis untuk segera menyelesaikan penulisan tesis ini.


(12)

6. Seluruh Staf/Pegawai di Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan bantuan kepada Penulis selama menjalani pendidikan.

7. Bapak Dr. H. M. Jusuf Kalla, selaku Ketua Umum PMI Pusat, Bapak H. Muhammad Muas, SH, selaku Wakabid. PMR/Relawan dan segenap anggota Pengurus beserta staff PMI Pusat, yang telah banyak membantu dalam hal pengambilan data dan informasi-informasi penting lainnya yang berkenaan dengan penulisan tesis ini.

8. Bapak Dr. H. Rahmat Shah, selaku Ketua PMI Provinsi Sumatera Utara, Bapak Chairil, SH, Bapak Zulkifli, SE, Bapak Drs. Usiono, MA, dan segenap Pengurus beserta staff PMI Provinsi Sumatera Utara yang telah banyak membantu dalam hal pengambilan data dan informasi-informasi penting lainnya yang berkenaan dengan penulisan tesis ini

9. Bapak dan Ibu di Kanwil Depkumham provinsi Sumatera Utara yang telah banyak membantu dalam hal pengambilan data dan informasi-informasi penting lainnya yang berkenaan dengan penulisan tesis ini.


(13)

viii

Akhirnya, dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini tidak luput dari kesalahan dan kesilapan, namun besar harapan penulis kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak, terutama para pemerhati hukum perdata pada umumnya dan ilmu kenotariatan pada khususnya.

Atas segala bantuan dan jasa baik yang telah Bapak, Ibu dan rekan-rekan berikan semoga mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT.Amien Ya Rabbal ‘Alamin

Medan, Maret 2013 Penulis,


(14)

Nama : KASIH RAHAYU

Tempat/tanggal lahir : Deli Serdang/01 Nopember 1975

Alamat : JL. Damai No. 56 Delitua, Kab. Deli Serdang.

Jenis Kelamin : Perempuan

Status Perkawinan : Kawin

Agama : Islam

II. DATA KELUARGA

Nama Suami : Marwan Sateria Surbakti

III.DATA ORANG TUA

Nama Ayah : Kasmin.

Nama Ibu : Legirah.

IV. PENDIDIKAN

1. SD Negeri 101801 Deli Serdang, tamat tahun 1988. 2. SMP Negeri 2 Deli Serdang, tamat tahun 1991. 3. SMA Negeri 2 Medan, tamat tahun 1994.

4. S1 Hukum Universitas Sumatera Utara, tamat tahun 1999.


(15)

x

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... ix

DAFTAR ISI………... x

DAFTAR GAMBAR... xii

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Perumusan Masalah ... 16

C. Tujuan Penelitian ... 17

D. Manfaat Penelitian ... 17

E. Keaslian Penelitian ... 18

F. Kerangka Teoritis dan Konsepsi ... 20

1. Kerangka Teori ... 20

2. Konsepsi ... 25

G. Metode Penelitian ... . 26

1. Jenis dan Metode Pendekatan ... 27

2. Sumber Data ... 28

3. Metode Pengumpulan Data ... 28

4. Analisa Data ... 29

BAB II ASPEK HUKUM LAMBANG PALANG MERAH ... 31

A. Sejarah Organisasi ... 31

B. Fungsi Lambang Palang Merah ... 36

1. Penggunaan Lambang Sebagai Tanda Pelindung... 37

2. Penggunaan Lambang Sebagai Tanda Pengenal ... 39


(16)

DITJEN HaKI DALAM PERLINDUNGAN LAMBANG

PALANG MERAH DI INDONESIA ... ... 60

A. Pengertian Merek, Merek Yang Tidak Boleh Didaftarkan dan Merek Yang Ditolak Pendaftarannya ... 61

1. Pengertian Merek ... 61

2. Merek Yang Tidak Dapat Didaftarkan ... 64

3. Merek Yang Ditolak Pendaftarannya ... . 66

B. Perlindungan Lambang Palang Merah Di Indonesia Dalam Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 ... 70

BAB IV UPAYA PALANG MERAH INDONESIA DALAM MELINDUNGI LAMBANG PALANG MERAH DI INDONESIA ... 77

A. Diseminasi Sebagai Upaya Preventif Dalam Perlindungan Lambang Palang Merah Di Indonesia ... 77

B. Penegakan Hukum Pelanggaran Lambang Palang Merah Dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 ... 85

C. Penyusunan Rancangan Undang-undang tentang Lambang Palang Merah Sebagai Upaya PMI Dalam Melindungi Lambang Palang Merah di Indonesia ... 90

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... ... 102

A. Kesimpulan ... .... 102

B. Saran ... .... 103


(17)

xii

1. Lambang bulan sabit merah diatas dasar putih 8

2. Lambang singa dan matahari merah diatas dasar putih 8

3. Lambang kristal merah diatas dasar putih 9

4. Sebagai tanda pelindung 10

5. Sebagai tanda pelindung 10

6. Sebagai tanda pengenal 11

7. Lambang Palang Merah 12

8. Lambang Palang Merah Indonesia 13

9. Peniruan(Imitation) 86

10. Penggunaan yang tidak tepat(Usurpation) 87

11. Pelanggaran berat 88


(18)

Direktorat Jenderal apabila merek tersebut merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau simbol atas lembaga negara atau lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan dari pihak yang berwenang”. Hal ini mengandung makna implisit bahwa Palang Merah Indonesia memiliki hak untuk menentukan siapa dan kapan lambang palang merah dapat digunakan dengan persetujuan pengurus Palang Merah Indonesia.

Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif analitis, yang menguraikan atau memaparkan sekaligus menganalisis permasalahan hukum mengenai dasar hukum bagi perlindungan terhadap lambang Palang Merah di Indonesia dan pelaksanaan Pasal 6 ayat (3) huruf (b) Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 oleh Ditjend. HaKI, Kementerian Hukum dan HAM RI, terkait dengan lambang Palang Merah serta langkah-langkah yang telah ditempuh oleh Palang Merah Indonesia untuk melindungi haknya atas lambang Palang Merah Indonesia tersebut.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa dasar hukum perlindungan terhadap lambang Palang Merah di Indonesia telah termuat dalam hukum humaniter Internasional dan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Perlindungan lambang Palang Merah di Indonesia dalam Pasal 6 ayat (3) huruf (b) Undang-Undang No. 15 Tahun 2001, Ditjend. HaKI akan menolak permohonan yang menggunakan merek yang merupakan tiruan atau menyerupai lambang Palang Merah Indonesia walaupun tidak didaftarkan di Ditjen. HaKI, karena lambang Palang Merah adalah lambang milik lembaga internasional dimana lembaga tersebut diakui kedudukannya oleh Pemerintah Indonesia. Sampai saat ini, Ditjen tidak menemukan permohonan pendaftaran merek yang menyerupai baik keseluruhan dan sebagian terhadap lambang dan kata-kata palang merah. Palang Merah Indonesia dalam melindungi haknya atas lambang Palang Merah Indonesia dengan melakukan diseminasi (penyebarluasan) aturan penggunaan lambang Palang Merah berdasarkan Konvensi Jenewa 1949 dan mengupayakan pengesahan RUU Lambang Palang Merah karena hingga saat ini belum ada peraturan pelaksana dari Pasal 6 ayat (3) huruf (b) Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 yang mengatur ancaman pidana maupun perdata bagi orang maupun badan hukum yang melanggar pasal tersebut diatas.

Lambang Palang Merah Indonesia perlu diberikan perlindungan hukum karena merupakan lambang milik internasional yang diakui oleh pemerintah Indonesia sebagai konsekwensi juridis dari ikut sertanya Indonesia dalam Konvensi Jenewa Tahun 1949. Disarankan agar pemerintah Indonesia segera mengesahkan RUU Lambang Palang Merah agar lambang Palang Merah mempunyai kekuatan hukum di Indonesia. Disarankan juga agar pemerintah membuat aturan lambang alternatif lain untuk layanan publik (rumah sakit dan lain-lain) agar masyarakat tidak


(19)

ii


(20)

(3) letter (b), which reads: "The application must also be rejected by the Directorate General of where the brand is an imitation or resembles the name or the abbreviation name, flag, emblem or symbol of the state institutions or national and international institutions, except with the consent of the competent authority ". This implicitly implies that the Indonesian Red Cross has the right to determine who and when the red cross symbol can be used with the approval of the Indonesian Red Cross officials. This study used a descriptive analytical study, which describe or explain as well as analyzing legal issues regarding the legal basis for the protection of the Red Cross emblem in Indonesia and the implementation of Article 6 paragraph (3) letter (b) of Law Number 15 of 2001 by Ditjend. Intellectual Property Rights, Ministry of Justice and Human Rights, is associated with the symbol of the Red Cross and the steps that have been taken by the Indonesian Red Cross to protect their rights to the Indonesian Red Cross emblem.

The survey results revealed that the legal basis for the protection of the Red Cross emblem in Indonesia has been included in the International humanitarian law and the laws and regulations in Indonesia. Protection of the Red Cross emblem in Indonesia in Article 6 paragraph (3) letter (b) of Law Number 15 of 2001, Ditjend. Intellectual Property Rights will reject an application that uses the brand that imitate or resemble the symbol of the Red Cross Indonesia, although not listed in the Ditjend. Intellectual Property Rights, because the Red Cross emblem is a symbol of the international agency's position where the institution is recognized by the Government of Indonesia. Until now, the Ditjend. did not find the application for trademark registration that resemble both the whole and the part of the emblem and the words Red Cross. Indonesian Red Cross to protect their rights to the Indonesian Red Cross emblem by disseminating (spreading) the rules of the use of the Red Cross emblem by the 1949 Geneva Conventions and to seek ratification of the Red Cross emblem bill because until now there is no implementing regulations of Article 6 paragraph (3) letter ( b) Law Number 15 of 2001 which regulates civil and criminal threats to individuals and legal entities that violate the above article.

Indonesia Red Cross emblem should be given legal protection because it is an internationally recognized symbol of possession by the Indonesian government as a consequence of judicial participation in the Geneva Conventions Indonesia Year 1949. It is recommended that the Indonesian government immediately pass the bill so that the Red Cross emblem Red Cross emblem has the force of law in Indonesia. It is also recommended that the government make the rules emblem alternatives to public services (hospitals, etc.) so that people do not use the symbol of the Red Cross again. The Indonesian government is also expected to soon make the implementing


(21)

iv


(22)

A. Latar Belakang

Pembangunan nasional dalam era globalisasi dewasa ini memberikan banyak pengaruh bagi perkembangan dunia usaha. Berbagai penemuan inovatif dapat dengan mudah dan cepat diketahui diseluruh belahan dunia dengan adanya transparansi di bidang informasi. Dengan informasi tersebut dapat diketahui suatu karya ataupun penemuan inovatif untuk meningkatkan potensi, kemampuan yang disesuaikan dengan kebutuhan suatu bidang usaha. Hal ini membawa implikasi adanya bentuk upaya penjiplakan, pembajakan dan sejenisnya dengan maksud akan memperoleh keuntungan secara mudah.

Mengacu pada hal tersebut diatas, diperlukan adanya perlindungan terhadap hak atas kekayaan intelektual agar suatu karya yang kreatif dapat dihargai sehingga tercipta situasi yang kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan dunia usaha.

Menurut Sri Rejeki Hartono, “hak milik intelektual pada hakikatnya merupakan hak dengan karakteristik khusus dan istimewa, karena hak tersebut diberikan oleh negara berdasarkan ketentuan undang-undang memberikan hak khusus tersebut kepada yang berhak, sesuai dengan prosedur dan syarat-syarat yang harus dipenuhi”1.

1


(23)

“Secara umum Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI) didefinisikan sebagai suatu hak yang melindungi pemakaian ide dan informasi yang mempunyai nilai komersil atau nilai ekonomi”2.

A. Zein Umar Purba berpendapat sebagai berikut :

“ Bahwa tingkat kesadaran masyarakat Indonesia akan pentingnya Hak atas Kekayaan Intelektual masih sangat rendah. Hal ini terbukti dengan tingginya jumlah pembajakan yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia baik terhadap hak cipta, merek serta paten. Sangat menyedihkan bahwa Indonesia, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh suatu badan pemantau perdagangan barang Amerika Serikat di seluruh dunia yaitu “ USTR (United State Trade Representative), dinyatakan sebagai negara“priority watch list”, Negara yang masuk menjadi daftar pelanggar utama hak atas kekayaan intelektual”3.

Sejarah perkembangan hukum Hak Kekayaan Intelektual, dimulai setelah disetujuinya Putaran Uruguay (GATT) pada tanggal 15 Desember 1993, yang kemudian diratifikasi pendirian World Trade Organization (WTO) oleh 117 negara maka berlaku persetujuan TRIPs (Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights) tahun 1994 bagi para anggotanya termasuk Indonesia. Persetujuan pembentukan WTO diratifikasi oleh pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang PengesahanAggreement Establishing the World Trade Organization(LNRI Tahun 1994 Nomor 57, TLNRI Nomor 3564).

2

Jus tisiari P Kusumah, Pengenalan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), Sejarah Dan Prakteknya di Indonesia, Makalah pada Worksop Hak Kekayaan Intelektual yang Diselenggarakan Oleh Border Enforcement of United State dan Direktorat Jenderal Bea Cukai Republik Indonesia di Jakarta, tanggal 16-18 Mei 2006, hal 2.

3 A. Zein Umar Purba, Indonesia Masuk Daftar Utama Pelanggar Hak Atas Kekayaan Intelektual, Temu Wacana Merek,Jakarta : Direktorat Jenderal HAKI, 1999.


(24)

Pemerintah Indonesia kemudian meratifikasi konvensi-konvensi internasional di bidang Hak atas Kekayaan Intelektual lainnya, yaitu4:

1. Paris Convention for the protection of industry property and Convention Establishing the World Intelectual Property Organization, dengan Keppres Nomor 15 tahun 1997 tentang Perubahan Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 1979 tentang Pengesahan Paris Convention for the protection of industry property and Convention Establishing the World Intelectual Property Organization.

2. Patent Cooperation Treaty (PCT) and Regulation under the PCT, dengan Keppres Nomor 16 Tahun 1997 tentang PengesahanPatent Cooperation Treaty (PCT) and Regulation under the PCT.

3. Trademark Law Treaty (TML) dengan Keppres Nomor 17 Tahun 1997 tentang PengesahanTrademark Law Treaty (TML).

4. Bern Convention for the Protection of Literary and Artistic Worksdengan Keppres Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pengesahan Bern Convention for the Protection of Literary and Artistic Works.

5. WIPO copyrights Treaty (WTC) dengan Keppres Nomor 19 Tahun 1997 tentang PengesahanWIPO copyrights Treaty (WTC).

Merek sebagai salah satu bentuk hak atas kekayaan intelektual merupakan identitas dari suatu produk yang dihasilkan oleh produsen. Identitas tersebut juga bisa menandakan jaminan kualitas dan ciri khas suatu produk yang dihasilkan. Perlindungan pada konsumen dalam kerangka hukum merek adalah perlindungan kepada konsumen agar tidak terperdaya atau keliru dalam membeli barang atau jasa yang sebenarnya tidak dikendaki.5Bagi produsen merek dagang bukan hanya sebagai nama dagang dari suatu produk sehingga akan mudah dikenal dan diingat oleh konsumen, tetapi lebih dari itu merek juga merupakan citra atau reputasi dari produk barang atau jasa. Sedangkan bagi konsumen, selain merupakan tanda yang mudah

4 Hery Firmansyah,Perlindungan Hukum Terhadap Merek, Pustaka Yustisia, 2011, hal. 6

5

Sudargo Gautama,Pembaharuan Hukum Merek Indonesia (Dalam Kerangka WTO, TRIPs),


(25)

dikenal oleh konsumen, merek merupakan jaminan bagi kualitas barang atau jasa apabila konsumen sudah terbiasa untuk menggunakan produk dengan merek tertentu.6 Di Indonesia, perkembangan Undang-Undang Merek dimulai sejak tahun 1961 yang menggantikan Reglement Industriele Eigendom Kolonien Stb. 1912 Nomor 545 jo. Stb. 1913 Nomor 214. Perkembangan berikutnya, tahun 1992 lahir Undang-Undang Merek Nomor 19 Tahun 1992 (Lembaran Negara 1992 Nomor 81) yang berfungsi mencabut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 yang kemudian direvisi tahun 1997 dan 2001 dengan menyesuaikan TRIPs, yaitu Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Dengan Undang-Undang ini terciptalah pengaturan merek dalam satu naskah (single text) sehingga lebih memudahkan masyarakat menggunakannya.7

Merek memberikan fungsi untuk membedakan suatu produk dengan produk lain dengan memberikan tanda, seperti yang didefinisikan pada Pasal 1 Undang-Undang Merek (Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001). Tanda tersebut harus memiliki daya pembeda dan digunakan dalam perdagangan barang atau jasa. Dalam prakteknya merek digunakan untuk membangun loyalitas konsumen. Disamping itu, merek memiliki peranan penting bagi kelancaran dan peningkatan perdagangan barang atau jasa dalam kegiatan perdagangan dan penanaman modal.8

6

Rahimi Nahar, Arti dan Fungsi Merek dalam Lalu Lintas Perdagangan, Makalah, Ditjen HaKI, 2000, hal. 1.

7Hery Firmansyah, Op. Cit. hal. 36.

8

Cita Citrawinda Priapantja,Perlindungan Merek Terkenal Di indonesia,Biro Oktroi Rooseno, Bogor, 2000, hal. 1.


(26)

Pada umumnya segala tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang merek yang dimiliki oleh seseorang perlu diberikan oleh pemerintah kepada pemilik yang sah secara tepat. Bagi pemegang merek yang sesungguhnya jelas dapat mengurangi pemasukannya karena volume penjualan menurun atau bilamana barang yang diproduksi si pemalsu merek tidak memadai kualitasnya, sehingga pada akhirnya nama baik merek itu akan tercemar. Begitu juga konsumen akan kehilangan jaminan (kepercayaan akan reputasi) atas kualitas barang yang dibelinya.9

Merek dilindungi oleh hukum artinya mencegah dengan ancaman hukuman apabila ada pihak lain yang akan mengambil, mengganggu, atau merugikan harta kekayaan seseorang.10 Akan tetapi, banyak produsen yang tidak memahami dan mengetahui perihal adanya perlindungan hukum terhadap pelanggaran merek sehingga masih banyak ditemukan peniruan merek.

Contoh adanya pelanggaran terhadap hak atas kekayaan intelektual yang sangat memerlukan perlindungan hukum, khususnya mengenai merek adalah terhadap lambang Palang Merah Indonesia, banyak ditemukan berbagai penyalahgunaan yang dapat merugikan organisasi kemanusiaan Palang Merah Indonesia baik secara langsung maupun tidak langsung.

9O.C. Kaligis,Teori & Praktik Hukum Merek Indonesia, PT. Alumni, Bandung, 2008, hal.

19.

10Muhammad Abdul Kadir,Hukum Harta Kekayaan,PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995,


(27)

Sebagai organisasi kemanusiaan nasional yang diakui negara, Palang Merah Indonesia menggunakan lambang Palang Merah yang merupakan salah satu lambang yang sangat populer dan hampir dikenal di segala lapisan masyarakat. Pada masa damai, lambang Palang Merah dapat ditemukan pada kemasan berbagai macam produk, rumah atau bangunan, kendaraan kesehatan, rumah sakit, praktek dokter, apotik atau rumah obat, bahkan juga dijadikan gambar atau lambang pada stiker, kotak obat, mainan, aplikasi pada berbagai macam pakaian, kaos, topi, tas, dan sebagainya. Para pemilik dan pengelola usaha tersebut telah melakukan kegiatan usaha perdagangan barang dan jasa yang menimbulkan keuntungan bagi perusahaan. Hal ini tidak mengherankan karena sebagian besar masyarakat masih awam dalam hal tata-cara penggunaan lambang palang merah.

Penggunaan lambang palang merah di Indonesia dilindungi oleh pemerintah Indonesia berdasarkan Undang-Undang Merek Nomor 15 tahun 2001 khususnya Pasal 6 ayat (3) huruf (b), yang berbunyi : “Permohonan juga harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila merek tersebut merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau simbol atas lembaga negara atau lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan dari pihak yang berwenang”.

Hal ini mengandung makna implisit bahwa Palang Merah Indonesia memiliki hak untuk menentukan siapa dan kapan lambang palang merah dapat digunakan dengan persetujuan pengurus Palang Merah Indonesia.


(28)

Kesepakatan internasional untuk menyepakati terciptanya lambang palang merah berawal pada Oktober 1863 adalah komite tetap internasional untuk pertolongan prajurit terluka, atas bantuan pemerintah Swiss, berhasil melangsungkan Konferensi Internasional pertama di Jenewa yang dihadiri oleh perwakilan dari 16 negara. Konferensi tersebut menyepakati satu konvensi yang terdiri atas sepuluh pasal, diantaranya adalah ditetapkannya tanda khusus bagi sukarelawan yang memberi pertolongan prajurit yag luka di medan pertempuran yaitu Palang Merah diatas dasar putih.

Ketentuan mengenai bentuk dan penggunaan lambang palang merah dan lambang bulan sabit merah ada dalam11:

1. Konvensi Jenewa I 1949, pasal 38-45. 2. Konvensi Jenewa II 1949, pasal 41-45. 3. Protokol Tambahan I, 1977.

4. Ketetapan Konferensi Internasional Palang Merah XX, 1965.

5. Hasil kerja Dewan Delegasi Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional, 1991.

Ketentuan mengenai penggunaan lambang bagi perhimpunan nasional maupun bagi lembaga yang menjalin kerja sama dengan perhimpunan nasional, misalnya untuk penggalangan dana dan kegiatan sosial lainnya tercantum dalam “Aturan Penggunaan Lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah oleh Perhimpunan Nasional”. Peraturan ini diadopsi di Budapest pada Nopember 1991 dan mulai berlaku sejak 1992.12

11Seven Audi Sapta,Op. Cit., hal. 32 12Ibid.


(29)

Disamping lambang palang merah diatas dasar putih, ada beberapa lambang tambahan, yaitu :13

1. Lambang bulan sabit merah diatas dasar putih. (Pada gambar 1). Gambar 1) Lambang bulan sabit merah

2. Lambang singa dan matahari merah diatas dasar putih. (Pada gambar 2). Gambar 2) Lambang singa dan matahari merah

(1929-1980 kerajaan Persia)

3. Lambang kristal merah diatas dasar putih (pada tahun 2005 digunakan negara Israel). (Pada gambar 3)


(30)

Gambar 3) Lambang kristal merah

Lambang palang merah dan bulan sabit merah mempunyai dua fungsi, yaitu : 1. Sebagai tanda pelindung/Protective use.

Biasanya dipakai pada saat konflik bersenjata oleh sukarelawan dan Perhimpunan Nasional, ICRC (International Committee of the Red Cross), unit medis/sarana transportasi medis dari kesatuan medis tentara.14 Contoh : pada gambar 4) sebelah kiri adalah tim medis tentara yang menggunakan lambang Palang Merah pada lengannya agar tidak menjadi sasaran tembak musuh dan pada gambar 5) sebelah kanan adalah kapal yang mengangkut peralatan medis bagi korban perang menggunakan lambang Palang Merah agar terlindung dari sasaran tembak para pihak yang sedang konflik bersenjata.


(31)

Gambar 4)15Sebagai tanda pelindung Gambar 5)16Sebagai tanda pelindung

2. Sebagai tanda pengenal.

Memperlihatkan dimasa damai bahwa seseorang atau suatu obyek berkaitan dengan gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional, apakah itu Perhimpunan Nasional, IFRC(International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies) atau ICRC (International Committee of the Red Cross), unit medis/sarana transportasi medis dari kesatuan medis tentara. 17 Contoh : pada gambar 6) adalah tim sukarelawan Palang Merah yang sedang bertugas menggunakan kartu tanda pengenal agar dapat dikenali dan bertugas dengan aman.

15Usiono,Materi Orientasi dan Penyegaran Pengurus PMI,hal. 16. 16Ibid.


(32)

Gambar 6)18Sebagai tanda pengenal

Secara Internasional, keberadaan Palang Merah Indonesia telah diakui oleh

ICRC (International Committee of the Red Cross) pada tanggal 15 Juni 1950 dan pada tanggal 16 Oktober 1950 diterima sebagai anggota Perhimpunan Nasional yang ke-68.19

Negara Republik Indonesia mengukuhkan kepesertaannya sebagai negara peserta dalam konvensi Jenewa tanggal 12 Agustus 1949 berdasarkan Undang-Undang Nomor 59 Tahun 1958 tentang “Ikut Serta Negara Republik Indonesia Dalam Seluruh Konvensi Jenewa Tanggal 12 Agustus 1949”.20 Kemudian ditindaklanjuti dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Serikat Nomor 25 Tahun 1950 mengenai pengesahan Anggaran Dasar dan pengakuan sebagai badan hukum “Perhimpunan Palang Merah Indonesia” dan menunjuk “Perhimpunan Palang Merah Indonesia” sebagai satu-satunya organisasi untuk menjalankan pekerjaan palang

18 Seven Audi Sapta, op. cit.,hal. 32 19Ibid,hal. 2

20UU Nomor 59 Tahun 1958 Tentang Ikut Serta Negara Republik Indonesia Dalam Seluruh


(33)

merah di Republik Indonesia Serikat berdasarkan Conventie Geneva (1864, 1906, 1929 dan 1949).21

Sedangkan untuk “Tanda dan Kata-kata Palang Merah” diatur dengan Peraturan Penguasa Perang Tertinggi Nomor 1 Tahun 1962 disebabkan pada saat itu telah sering terjadi penyalahgunaan tanda dan kata-kata palang merah oleh pihak-pihak yang tidak diberikan hak untuk mempergunakannya.22

Gambar 7) Lambang Palang Merah :23

a b

k l c d

j i f e

h g

Penjelasan: 1. Umum:

a. Tanda Palang Merah berwarna merah di atas dasar putih.

b. Ukuran panjang palang horisontal sama dengan panjang palang vertikal 2. Perbandingan ukuran:

21Keputusan Presiden Republik Indonesia Serikat Nomor 25 Tahun 1950.

22Peraturan Penguasa Tertinggi Nomor 1 Tahun 1962 Tentang Pemakaian/Penggunaan Tanda

dan Kata-kata Palang Merah.


(34)

a. Ukuran jarak antara titik-titik:

A s/d B = B s/d C = C s/d D = D s/d E = E s/d F = F s/d G = G s/d H = H s/d I = I s/d J = J s/d K = K s/d L = Ls/d A

b. Apabila ditarik garis imajinasi dari titik-titik:

L s/d C; C s/d F; F s/d I; I s/d L, maka seakan-akan diperoleh 5 bujur sangkar yang sama.

Gambar 8) Lambang Palang Merah di Indonesia24

A B

Penjelasan: 1. Umum:

Tanda Palang Merah dengan Lingkaran Bunga harus selalu berwarna merah dan terletak di atas dasar warnaputih.

2. Perbandingan ukuran:

a. Perbandingan ukuran PalangMerah sama seperti pada ketentuan “Lambang Palang Merah”

b. Lingkaran Bunga dibuat dengan menggabungkan lima buah busur dari lingkaran bulat seperti membentukgambar bunga berkelopak lima


(35)

c. Perbandingan antara lebar bidang palang dengan kontur bunga (A : B) adalah 5 : 1.

Lambang Palang Merah merupakan lambang yang sangat familiar yang dikenal oleh masyarakat nasional dan internasional. Lambang ini sangat dikenal oleh masyarakat karena aktifitas kepalangmerahan baik di tingkat nasional dan internasional. Pada saat aktifitas tersebut para relawan memakai emblem lambang palang merah di lengan, kartu identitas relawan, baju relawan, markas palang merah, kendaraan, tenda-tenda dan sebagainya. Aktifitas ini sangat menyentuh masyarakat dan korban perang. Hal inilah yang menyebabkan begitu banyak masyarakat yang begitu mengenal lambang palang merah ini.

Menurut Juru Bicara PMI Kota Bandung Kristin Munandar, lambang dengan bentuk palang berwarna merah khusus digunakan oleh TNI dan PMI. "Tahun 2011 ditegaskan kembali karena banyak pelanggaran tentang lambang. Instansi kesehatan, produk obat dan rambu lalu lintas banyak menggunakan lambang palang merah. Seharusnya untuk instansi kesehatan dan lainnya di Indonesia menggunakan lambang palang berwarna hijau. Termasuk ambulance rumah sakit. Dari dinas kesehatan juga harusnya hijau palangnya25," Sedangkan menurut Arlina Permanasari menyatakan bahwa pada masa damai, lambang Palang Merah dapat ditemukan pada kemasan berbagai macam produk, rumah atau bangunan, kendaraan kesehatan, rumah sakit,

25http://bdguptodate.com/index.php?page=view&class=Berita&id=110919124851, Arie

Nugraha,PMI : Banyak Instansi Langgar Penggunaan Lambang,diunduh pada tanngal 7 Nopember 2012.


(36)

praktek dokter, apotik atau rumah obat, bahkan juga dijadikan gambar atau lambang pada stiker, kotak obat, mainan, aplikasi pada berbagai macam pakaian, kaos, topi, tas, dan sebagainya26. Untuk mencegah semakin meluasnya penyalahgunaan lambang Palang Merah di Indonesia, saat ini pengurus PMI Pusat dan Daerah sedang giat-giatnya melakukan program dalam menyebarluaskan dan melakukan advokasi ke masyarakat mengenai prinsip dasar gerakan organisasi kemanusiaan Palang Merah di Indonesia, khususnya perihal lambang Palang Merah. Disamping itu pengurus PMI juga terus melakukan upaya pengesahan Rancangan Undang-Undang Lambang dalam rangka mendukung dan melindungi lambang kepalangmerahan.

Adanya penyalahgunaan lambang Palang Merah di Indonesia menimbulkan kerugian bagi kepentingan kegiatan organisasi kemanusiaan karena lambang Palang Merah banyak digunakan untuk tujuan komersial demi keuntungan sepihak penggunanya, sedangkan tujuan dari Palang Merah Indonesia adalah membantu meringankan penderitaan sesama manusia apapun sebabnya dengan tidak membedakan agama, bangsa, suku, bahasa, warna kulit, jenis kelamin golongan dan pandangan politik.27

Disamping hal tersebut diatas, kerugian yang sangat signifikan adalah menimbulkan kebingungan di lingkungan masyarakat akan keberadaan lambang

26Arlina Permanasari, Penelitian tentang Penyalagunaan Lambang Palang Merah pada Rumah Sakit-Rumah Sakit di Wilayah DKI Jakarta, Juni 1995 dan Arlina Permanasari, Penelitian tentang Penyalahgunaan Lambang Palang Merah oleh Apotek dan Kalangan Industri di DKI Jakarta, Agustus 2006.


(37)

Palang Merah di Indonesia karena pemerintah belum menetapkan aturan yang tegas dan jelas sesuai dengan perkembangan hak atas kekayaan intelektual yang berlaku saat ini.Merek sebagai salah satu bentuk Hak atas Kekayaan Intelektual merupakan identitas dari suatu produk yang dihasilkan oleh produsen. Identitas tersebut juga bisa menandakan jaminan kualitas dan ciri khas suatu produk yang dihasilkan.

Oleh karena hal tersebut diatas, pengurus PMI akan terus melakukan upaya pengesahan Rancangan Undang-Undang Lambang dalam rangka mendukung dan melindungi lambang kepalangmerahan.

Dari uraian latar belakang tersebut di atas, maka penulis sangat tertarik untuk melakukan suatu penelitian tentang “Perlindungan Hukum Atas Lambang Palang Merah di Indonesia Ditinjau Dari Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek.”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan analisa dan identifikasi di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah dasar hukum bagi perlindungan terhadap lambang Palang Merah di Indonesia?

2. Bagaimana pelaksanaan Pasal 6 ayat (3) huruf (b) Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 oleh Ditjen. HaKI, Kementerian Hukum dan HAM RI, terkait dengan lambang Palang Merah?


(38)

3. Bagaimana langkah yang telah ditempuh Palang Merah Indonesia untuk melindungi haknya atas lambang Palang Merah di Indonesia?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan permasalahan tersebut diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui dasar hukum bagi perlindungan terhadap lambang Palang Merah di Indonesia.

2. Untuk mengetahui pelaksanaan Pasal 6 ayat (3) huruf (b) Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 oleh Ditjend. HaKI, Kementerian Hukum dan HAM RI, terkait dengan lambang Palang Merah.

3. Untuk mengetahui langkah-langkah yang telah ditempuh oleh Palang Merah Indonesia untuk melindungi haknya atas lambang Palang Merah Indonesia tersebut.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis, seperti yang diuraikan di bawah ini :

1. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan pada umumnya dan perkembangan HaKI (Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) pada khususnya terutama tentang lambang Palang Merah di Indonesia.


(39)

2. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi Palang Merah Indonesia, masyarakat umum dan pembuat kebijakan perihal perlindungan hukum terhadap lambang Palang Merah ditinjau dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek .

E. Keaslian Penelitian

Penelitian ini penulis lakukan setelah berdasarkan pengamatan di lapangan dan penelusuran di kepustakaan maupun hasil penulisan karya ilmiah di Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara (USU) di Medan, penelitian dengan judul “Perlindungan Hukum Atas Lambang Palang Merah Di Indonesia Ditinjau Dari Undang-Undang No. 15 tahun 2001 Tentang Merek” ini memang sudah ada ditemukan beberapa yang membahas dalam bentuk tesis, namun dengan pokok permasalahan yang berbeda. Penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan keasliannya karena telah ada yang melakukan penelitian yang dengan permasalahan yang berbeda yakni:

1. H.M. Desdim Nasution (2002) dengan judul tesis “Peniruan Terhadap Merek Terkenal dan Upaya Penegakan Hukumnya dengan rumusan permasalahan: a. Bagaimanakah ruang lingkup pengertian merek terkenal menurut

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek?

b. Bagaimanakah langkah-langkah preventif yang dilakukan untuk pengantisipasi terjadinya pelanggaran merek terkenal di Indonesia?


(40)

c. Apakah Putusan Pengadilan dalam perkara merek terkenal sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek?

2. Onggara Sambihuji dengan judul tesis “Penegakan Hukum Atas Tindak Pidana Merek” tahun 2004 dengan permasalahan:

a. Apakah Perbedaan khusus antara asas-asas pidana umum yang tertuang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, sebagai peraturan yang bersifat lex generalis, dengan pengaturan pasal-pasal pidana dalam Undang-Undang Merek 2001, sebagai peraturanlex specialis?

b. Bagaimanakah perlindungan merek dan penerapan sanksi pidana secara internasional baik yang diatur dalam Persetujuan TRIPs, maupun perjanjian konvensi internasional lainnya?

c. Bagaimanakah upaya Pemerintah dalam mencegah secara dini atau bertindak secara proaktif dalam melindungi merek-merek terkenal baik melalui tindakan kepabeanan/imigrasi atau tindakan lainnya?

3. Meilani Simuria dengan judul tesis “Problema Yuridis Perlindungan Hukum Kepemilikan Merek Terdaftar Menurut Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 (Studi di kota Medan)”, tahun 2005 dengan permasalahan:

a. Bagaimanakah praktik penegakan hukum perlindungan hukum merek terdaftar sehubungan dengan adanya pesaingan tidak jujur (unfair competetion)di kota Medan?


(41)

b. Bagaimanakah prosedur hukum yang harus ditempuh untuk memberi perlindungan hukum pemilik merek terdaftar di Pengadilan Niaga/Negeri Medan?

F. Kerangka Teoritis dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Menurut pendapat Otje Salman dan Anton F Susanto, teori adalah seperangkat gagasan yang berkembang disamping mencoba secara maksimal untuk memenuhi kriteria tertentu, meski mungkin saja hanya memberikan kontribusi parsial bagi keseluruhan teori yang lebih umum.28

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan toritis.29

Tujuan kerangka teori menurut Soerjono Soekanto adalah :

1. Untuk lebih mempertajam atau mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya.

2. Mengembangkan sistem klasifikasi fakta, membina struktur konsep-konsep serta memperkembangkan defenisi-defenisi.

3. Teori biasanya merupakan ikhtiar daripada hal-hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut obyek yang diteliti.

28HR.Otje Salman S dan Anton F Susanto,Teori Hukum, Refika Aditama, Bandung, 2005,

hal. 23.


(42)

4. Memberikan kemungkinan mengadakan proyeksi terhadap fakta mendatang, oleh karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin fakta tersebut akan muncul lagi pada masa-masa mendatang.

5. Teori-teori memberikan petunjuk-petunjuk pada kekurangan-kekurangan yang ada pada pengetahuan peneliti.30

Peter Mahmud Marzuki mengatakan bahwa penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.31

Pada pembahasan ini akan dibahas tentang perlindungan hukum atas lambang Palang Merah di Indonesia ditinjau dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, yaitu Pasal 6 ayat (3) huruf (b), dimana Direktorat Jenderal HaKI akan menolak permohonan pendaftaran merek yang menyerupai sebagian atau seluruhnya lambang Palang Merah karena merupakan lambang milik lembaga internasional yang diakui keberadaannya di Indonesia. Akan tetapi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek Pasal 6 ayat (3) huruf (b) hanya mengatur penolakan pendaftaran, sedangkan peniruan lambang Palang Merah yang tidak terdaftar tidak diatur secara khusus. Hal ini menjadi permasalahan serius manakala banyak kasus peniruan lambang Palang Merah yang tidak terdaftar sangat banyak terjadi. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek Pasal 76

30Soerjono Soekanto,Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum,CV. Rajawali, Jakarta,

1982, hal. 143. 31


(43)

dan 77, mengharuskan Palang Merah Indonesia mengajukan gugatan pada pengadilan niaga atas pelanggaran lambang Palang Merah.

Rancangan Undang-Undang Lambang telah dibuat sejak tahun 2005, namun sampai dengan sekarang belum disahkan Dewan Perwakilan Rakyat. Walaupun demikian, sebagian aturan perlindungan lambang terhadap Hak atas Kekayaan Intelektual tercantum pada Konvensi Jenewa I 1949 telah diratifikasi Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 59 Tahun 1958 tentang ratifikasi seluruh Konvensi Jenewa 12 Agustus 1949 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1664)32 tentang pengaturan lambang Palang Merah dan Bulan Sabit Merah yang telah diterima pada konferensi Internasional ke 20 di Wina dan telah direvisi oleh Council Of Delegates di Budapest tahun 1991 terutama pada Pasal 16-24, konvensi Jenewa I Tahun 194933. Perhimpunan nasional harus bersama dengan Pemerintah dalam hal ini harus memutuskan ketentuan-ketentuan baik penggunaan lambang baik penggunaan Protektif / perlindungan (protectif use) dan penggunaan indikatif/pengenal(indicatif use).

Berdasarkan pemikiran tersebut, teori yang menyatakan bahwa hukum sebagai aturan yang bisa menunjang, meningkatkan, mengatur, menyuguhkan cara mencapai tujuan melalui sistem hukum yang dikemukakan oleh Lawrence M.

32Seven Audi Sapta, op. Cit., hal lampiran.


(44)

Friedman yang dikenal dengan teori sistem hukum34. Sistem hukum dalam pandangan Friedman terdiri dari tiga komponen, yakni komponen struktur hukum (legal structure) merupakan kerangka, bagian yang tetap bertahan, bagian yang memberikan semacam bentuk dan batasan terhadap keseluruhan instansi-instansi penegak hukum. Komponen substansi hukum (legal substance) merupakan aturan-aturan, norma-norma dan pola prilaku nyata manusia yang berada dalam sistem itu termasuk produk yang dihasilkan oleh orang yang berada di dalam sistem hukum itu, mencakup keputusan yang mereka keluarkan atau aturan baru yang mereka susun, dan komponen budaya hukum (legal culture) merupakan gagasan-gagasan, sikap-sikap, keyakinan-keyakinan, harapan-harapan dan pendapat tentang hukum35.

Friedman mengatakan bahwa tegaknya peraturan-peraturan hukum tergantung kepada budaya masyarakatnya, yaitu sikap masyarakat terhadap hukum dan sistem hukum kepercayaan, pandangan-pandangan, pikiran-pikiran, sikap-sikap dan harapan-harapan. Sehingga yang dimaksud dengan budaya hukum disini adalah persepsi masyarakat terhadap hukum, bagaimana peran hukum dalam masyarakat, apakah hukum itu hanya sebagai alat untuk menjaga harmoni, ketertiban dan stabilitas, atau hukum itu berisi perlindungan terhadap hak-hak individu.36

34Pembangunan Sistem Hukum Indonesia Menurut Friedman, http://noniasmimou-mimou.blogspot.com/2010/10/pembangunan-sistem-hukum-indonesia. html, diunduh pada tanggal 14 Nopember 2012

35Teori Hukum, http://abdulganilatar.blogspot.com/2011/06/teori-hukum.html, diunduh pada

tanggal 14 Nopember 2012. 36

Lawrence M. Friedman,American Law,W.W. Norton & Company, New York-London, 1984, hal.5-8.


(45)

Substansi hukum menunjukkan kondisi dan kontradiksi di dalam undang-undang merek sendiri. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001, dalam hal ini menelaah aturan ancaman pidana untuk pelanggaran Pasal 6 ayat (3) huruf (b) bagi pemilik merek yang belum terdaftar seperti halnya lambang Palang Merah di Indonesia. Lambang Palang Merah adalah lambang milik lembaga internasional yang diakui keberadaanya di Indonesia melalui Keppres RIS Nomor 25 Tahun 1950.

Sedangkan pada struktur hukum, sangat diharapkan penegakan hukum terhadap penyalahgunaan lambang Palang Merah di Indonesia oleh penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal HaKI maupun penyidik Polisi sebagai upaya perlindungan hukum dari pemerintah terhadap peniruan, penggunaan maupun memakai secara sembarangan lambang Palang Merah di Indonesia tanpa izin tertulis karena lambang tersebut telah diakui keberadaannya di Indonesia.

Kemudian hubungan dengan masyarakat yang merupakan sistem yang ketiga yakni budaya hukum, menurut Friedman melengkapi aktualisasi suatu sistem hukum, yang menyangkut dengan nilai-nilai, sikap, pola perilaku para warga masyarakat dan faktor nonteknis yang merupakan pengikat sistem hukum tersebut. Masyarakat umum di Indonesia masih banyak yang belum mengetahui bahwa lambang Palang Merah mempunyai aturan dalam penggunaanya dan jika menggunakannya harus memperoleh izin tertulis terlebih dahulu dari organisasi PMI. Pola pikir masyarakat di Indonesia masih sangat sederhana dimana jika tidak ada teguran dari pihak berwajib yaitu kepolisian, maka tindakan tersebut boleh dilakukan yang artinya tidak


(46)

ada larangan. Organisasi PMI dalam hal ini sangat aktif dalam melakukan diseminasi (penyebarluasan) maupun sosialisasi aturan penggunaan lambang Palang Merah ke masyarakat. Khusus bagi badan hukum yang menggunakan lambang Palang Merah tanpa izin, maka PMI akan melakukan teguran secara tertulis dan melakukan advokasi perihal aturan penggunaan lambang tanpa melibatkan pihak berwajib (kepolisian ataupun Ditjen HaKI).

2. Konsepsi

Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi sesuatu yang konkrit, yang disebut denganoperational definition.37Defenisi operasional bertujuan untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran yang mendua dari suatu istilah yang dipakai. Oleh karena itu, agar penelitian sesuai dengan tujuan yang diharapkan, sangat diperlukan beberapa konsep dasar atau defenisi operasional sebagai berikut :

1. Perlindungan Hukum adalah payung hukum berupa peraturan atau undang-undang yang mengatur ketentuan atau tata cara penggunaan lambang Palang Merah di Indonesia.

2. Lambang Palang Merah Indonesia adalah tanda pengenal organisasi di Indonesia yang telah ditunjuk untuk menjalankan pekerjaan palang merah sesuai Konvensi Jenewa Tahun 1949 yaitu palang merah diatas dasar warna putih dilingkari garis

37 Sutan Remy Sjahdeini,Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia,Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993, hal. 10.


(47)

merah yang berbentuk bunga berkelopak lima sebagai pengejawantahan dari dasar negara, yakni Pancasila dengan tulisan Palang Merah Indonesia atau PMI.38

3. Palang Merah Indonesia adalah suatu lembaga sosial kemanusiaan yang netral dan mandiri yang didirikan dengan tujuan meringankan penderitaan sesama manusia, apapun sebabnya dengan tidak membedakan agama, bangsa, suku bangsa, bahasa, warna kulit, jenis kelamin, golongan dan pandangan politik.39 4. Undang-Undang Nomor 15 tahun 2001 adalah Undang-Undang yang mengatur

ketentuan-ketentuan tentang Merek yang disahkan pada tanggal 1 Agustus 2001 dan dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 110 tahun 2001. 5. Merek adalah adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf,

angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.40 G. Metode Penelitian

Metode adalah cara kerja atau tata kerja untuk dapat memahami obyek yang menjadi sasaran penelitian dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan.41 Sedangkan penelitian merupakan suatu kerja ilmiah yang bertujuan untuk mengungkapkan

38

PMI,Op. Cit.,hal. 7

39 Seven Audi Sapta,Op Cit., hal. 06

40

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek, Pasal 1 angka (1). 41

Soerjono Soekanto,Ringkasan Metodologi Penelitian Hukum Empiris,Indonesia Hillco, Jakarta, 1990, hal. 106.


(48)

kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten. 42 Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan atas metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari sesuatu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya.43 Dengan demikian metode penelitian adalah upaya ilmiah untuk memahami dan memecahkan suatu masalah berdasarkan metode tertentu.

1. Jenis dan Metode Pendekatan

Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan dengan jenis penelitian

Yuridis Normatif, yaitu penelitian kepustakaan atau studi dokumen yang dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang lain.44 Metode penelitian ini sebagai penelitian doctrinal (doctrinal research), yaitu suatu penelitian yang menganalisis baik hukum sebagai metode tentang penelitian terhadap hukum perlindungan lambang palang merah ditinjau dari Undang-Undang Pasal 15 Tahun 2001.

Sedangkan metode pendekatan yang digunakan bersifat diskriptif analitis, maksudnya suatu penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan dan menganalisa hukum baik dalam bentuk teori maupun praktek dari hasil penelitian di lapangan dalam hal ini mengenai Eksistensi Lambang Palang Merah Indonesia.

42

Soerjono Soekanto dan Sri Mumadji,Penelitian Hukum Normatif SuatunTinjauan Singkat,

Rajagrafindo Persada, Jakarta, , 2001, hal. 1. 43

Bambang Waluyo,Penelitian Hukum dalam Praktek,Sinar Grafika, Jakarta, 1996, hal. 6.


(49)

2. Sumber Data

Untuk mendapatkan data yang diperlukan meliputi:

a. Bahan hukum primer yang pertama kali harus dikumpulkan adalah peraturan perundangan, konvensi-konvensi tentang isu-isu yang hendak dipecahkan. Hal ini termasuk pengumpulan karya akademik baik berupa tesis dan makalah yang berhubungan dengan perlindungan hukum terhadap lambang Palang Merah ditinjau dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 serta berupa hasil wawancara dengan Pengurus PMI Pusat dan Kanwil Kemenkumham Provinsi Sumatera Utara.

b. Bahan Hukum sekunder, yaitu bahan penelitian yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, contohnya Rancangan Undang-Undang, hasil-hasil penelitian, yang terkait dengan Eksistensi Lambang Palang Merah Indonesia.

c. Bahan Hukum Tertier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk ataupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, contohnya kamus (hukum) dan ensiklopedia yang terkait dengan Eksistensi Lambang Palang Merah Indonesia.

3. Metode Pengumpulan Data

Metode yang dipergunakan dalam pengumpulan data dilakukan melalui 2 (dua) cara :


(50)

Penelitian kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data dengan mempelajari peraturan perundang-undangan, buku-buku teks, makalah-makalah, dan tulisan-tulisan ilmiah yang ada hubungannya dengan masalah yang akan diteliti. Data tersebut akan dipilah-pilah guna memperoleh data yang berisi kaidah-kaidah hukum yang dihubungkan dengan permasalahan dalam perlindungan hukum terhadap lambang Palang Merah ditinjau dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001. Metode penarikan kesimpulan akan dilakukan secara deduktif, sehingga pokok permasalahan yang ditelaah dalam penelitian ini akan terjawab.

b. Penelitian Lapangan (field research)

Penelitian lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer yang dilakukan dengan pengumpulan data secara langsung melalui wawancara kepada pihak-pihak berwenang dan pihak-pihak lain yang berhubungan dengan penelitian ini terutama yakni Pengurus Palang Merah Indonesia Pusat dan Kanwil Depkumham Provinsi Sumatera Utara.

4. Analisa Data

Analisa data dalam penelitian ini menggunakan tehnik kualitatif. Disebut kualitatif didasarkan pada analisis yang bertitik tolak pada penelusuran data-data, indormasi-informasi maupun asas-asas.

Proses analitis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu : dari wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam


(51)

catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto dan sebagainya. Setelah dibaca, dipelajari dan ditelaah, langkah berikutnya mengadakan reduksi data, yang dilakukan dengan jalan melakukan abstraksi. Abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman yang inti, proses dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada didalamnya. Langkah selanjutnya adalah menyusunnya dalam satuan-satuan. Satuan-satuan itu kemudian dikategorisasikan pada langkah berikutnya. Kategori-kategori itu dibuat sambil melakukan koding. Tahap akhir dari analisis data ini ialah mengadakan pemeriksaan keabsahan data. Setelah selesai tahap ini, mulailah tahap penafsiran data dalam mengolah hasil sementara menjadi teori substantif dengan menggunakan beberapa metode tertentu.45

45 Lexy J. Meleong,Metodologi Penelitian Kualitatif,Edisi Revisi, PT. Remaja Rosdakarya,


(52)

A. Sejarah Organisasi

Diawali dengan terjadinya Perang di Solferino antara tentara Austria dan gabungan tentara Perancis-Sardinia pada tanggal 24 Juni 1959 di Italia Utara yang mengakibatkan banyak korban dengan luka mengenaskan dan dibiarkan begitu saja karena unit kesehatan tentara masing-masing pihak yang bersengketa tidak sanggup lagi untuk menanggulangi para korban, maka seorang Swiss yang bernama Henry Dunant yang melihat sendiri akibat dari peristiwa tersebut, berhasil menulis sebuah buku di tahun 1861 yang berjudul “Un Souvenir de Solferino” (Kenang-kenangan dari Solferino). Dalam bukunya, ia mengajukan gagasan pembentukan organisasi relawan penolong para prajurit di medan pertempuran, serta gagasan untuk membentuk perjanjian internasional guna melindungi prajurit yang cedera di medan pertempuran.46

Pada saat peperangan terjadi saat itu, pelayanan medis kemiliteran memiliki tanda pengenal sendiri-sendiri dengan warna yang berbeda-beda. Austria menggunakan warna putih, Perancis menggunakan warna merah, sehingga tanda pengenal tersebut bukannya memberikan perlindungan tetapi juga merupakan target bagi tentara lawan yang tidak mengetahui apa artinya.

46 Mochtar Kusumaatmadja, Konvensi-konvensi Palang Merah tahun 1949, Bina Cipta,


(53)

Pebruari 1863 beberapa warga terkemuka Swiss berkumpul di Jenewa untuk bergabung dengan Henry Dunant guna mewujudkan gagasan-gagasannya, sehingga kemudian terbentuklah “Komite Internasional untuk bantuan para tentara yang terluka” (“International Committee for Aid to Wounded Soldiers”). Tahun 1875 Komite menggunakan nama “Komite Internasional Palang Merah” (“International Committee of the Red Cross” / ICRC), hingga saat ini.47

Kemudian, muncul pemikiran untuk mengadopsi lambang yang menawarkan status netral kepada mereka yang membantu korban luka dan menjamin perlindungan mereka yang membantu korban perang. Kepentingan tersebut menuntut dipilihnya hanya satu lambang. Delegasi dari konferensi 1863 akhirnya memilih lambang Palang Merah diatas dasar putih, warna kebalikan dari bendera nasional Swiss (palang putih diatas dasar merah) sebagai bentuk penghormatan terhadap negara Swiss. Selanjutnya dalam Konferensi Internasional di Jenewa 1863 sepakat untuk mengadopsi lambang Palang Merah di atas dasar putih sebagai tanda pengenal perhimpunan bantuan untuk tentara yang terluka yang nantinya menjadi Perhimpunan Nasional Palang Merah. Pada tahun 1864, lambang Palang Merah diatas dasar pitih secara resmi diakui sebagai tanda pengenal pelayanan medis angkatan bersenjata.48

Berdasarkan gagasan Henry Dunant untuk membentuk organisasi relawan, maka didirikanlah sebuah organisasi relawan di setiap negara yang memiliki mandat

47

Hans Haug, Humanity for All.The International Red Cross and Red Crescent Movement, Henry Dunant Institute, Haupt, Switzerland, 1993, hal. 52.

48


(54)

Organisasi tersebut pada waktu sekarang disebut dengan “Perhimpunan Palang Merah atau Bulan Sabit Merah Nasional” (“National Societies”) yang di masing-masing negara dikenal dengan nama Palang Merah (Nasional) atau Bulan Sabit Merah (Nasional), misalnya untuk Indonesia dikenal dengan nama “Palang Merah Indonesia”; di Malaysia disebut dengan “Bulan Sabit Merah Malaysia”.

Sedangkan, untuk menindaklanjuti gagasan Henry Dunant untuk membentuk perjanjian internasional, maka pada tahun 1864 diadakan suatu Konferensi Internasional yang menghasilkan perjanjian internasional yang dikenal dengan nama “Konvensi Jenewa untuk perbaikan dan kondisi prajurit yang cedera di medan perang” (“Geneva Convention for the amelioration of the condition of the wounded in armies in the field”). Karena banyaknya negara yang membentuk Perhimpunan Nasional, maka pada tahun 1919 dibentuk “Liga Perhimpunan Palang Merah” (“League of Red Cross Societies”), yang bertugas mengkoordinir seluruh perhimpunan nasional dari semua negara.

Pada tahun 1876 muncul lambang Bulan Sabit Merah yang digunakan oleh Turki (dahulu Ottoman Empire) serta lambang Singa dan Matahari Merah yang digunakan oleh tentara Persia (saat ini Republik Islam Iran). Negara-negara lain kemudian juga menggunakan lambang sendiri, seperti Siam (saat ini Thailand) yang menggunakan lambang Nyala Api Merah (red flame); Israel menggunakan lambang Bintang David Merah (red shield of david); atau Afganistan yang menggunakanRed Arrchway(Mehrab-e-Ahmar); demikian pula tahun 1877 Jepang menggunakan strip


(55)

white ground), lambangSwastika oleh Sri Lanka, atau Palem Merah (red palm) oleh Siria. Turki dan Persia, mengajukan reservasi pada Konvensi untuk tetap mengunakan bulan sabit merah dan singa dan matahari merah; sedangkan Siam dan Sri Lanka tidak menggunakan klausula reservasi dan memutuskan untuk menggunakan lambang palang merah.49 Didukung oleh Mesir dalam Konferensi Diplomatik, akhirnya lambang Bulan Sabit Merah serta Singa dan Matahari Merah kemudian secara resmi diadopsi dalam Konvensi Jenewa tahun 1929. Akan tetapi pada tanggal 4 September 1980, Republik Islam Iran memutuskan tidak lagi menggunakan lambang Singa dan Matahari Merah dan memilih lambang Bulan Sabit Merah (“red crescent”). Sejak itu, disepakati bahwa tidak diperbolehkan lagi untuk menggunakan lambang lainnya, kecuali sebagaimana yang telah ditegaskan di dalam Konvensi Jenewa.50

Akhirnya, semakin banyak negara yang membentuk Perhimpunan Nasional dan tergabung ke dalam Liga Palang Merah (termasuk di Indonesia dibentuk Palang Merah Indonesia berdasarkan Keppres No. 25 tahun 1950 jo. Keppres No. 264 tahun 1963).51 Pada tahun 1991 Liga Palang Merah tersebut kemudian mengganti namanya

49Jean-Francois Queiguiner, “Commentary to the Protocol Additional to the Geneva

Conventions of 12 August 1949, and relating to the adoption of an additional distinctive emblem (Protocol III),International Review of the Red Cross, Vol. 89 No. 865, March 2007, hal. 2-3.

50

Francois Bugnion,Red Cross, Red Crescent and Red Crystal, ICRC, Geneva, May 2007, hal. 10-16.

51Saat ini terdapat 151Perhimpunan Nasional yang menggunakan lambang palang merah dan

32 negara yang menggunakan lambang bulan sabit merah; lihat pada http: //icrc.org/Web/Eng/siteeng0.nsf/html/emblem-history


(56)

(International Federation of the Red Cross and Red Crescent Societies / IFRC). Adapun, gagasan Henry Dunant untuk membentuk perjanjian internasional telah tercapai dengan dihasilkannya Konvensi Jenewa tahun 1864 tersebut, yang telah mengalami dua kali penyempurnaan di tahun 1906 dan 1929, dan akhirnya kemudian disempurnakan dan dikembangkan menjadi Konvensi Jenewa 1949 mengenai perlindungan kepada korban perang, sebelum akhirnya kembali disempurnakan dengan Protokol Tambahan I dan II tahun 1977 yang mengatur perlindungan para korban perang; di mana aturan mengenai penggunaan lambang juga terdapat di dalam masing-masing perjanjian internasional tersebut.

Pada bulan Desember 2005, diadakan Konferensi Diplomatik yang menghasilkan suatu perjanjian internasional, yaitu Protokol Tambahan III (tahun 2005) pada Konvensi-konvensi Jenewa 1949 yang mengatur tentang penggunaan lambang baru di samping lambang palang merah dan bulan sabit merah, karena kedua lambang terakhir ini dianggap berkonotasi dengan suatu agama tertentu. Lambang yang baru tersebut dikenal dengan lambang Kristal Merah (“red crystal”).52 Kristal merupakan sebagai lambang dari kemurnian (purity) yang seringkali dihubungkan dengan air, yakni suatu unsur yang esensial bagi kehidupan manusia.53

52 Protocol Additional to the Geneva Conventions of 12 August 1949, and Relating to the Adoption of an Additional Distinctive Emblem (Protocol III), http://icrc.org/Web/Eng/siteeng0 nsf/html/treaties-third%20protocol-emblem-081205, diunduh pada tanggal 14 Desember 2012.

53Michael Meyer, “The proposed new neutral protective emblem : a long-standing problem”,

dalamInternational Conflict and Security Law : Essays in Memory of Hilaire McCoubrey, Cambridge University Press, Cambridge, 2005, (edited by Richard Burchill, Nigel D. White, and Justin Morris) hal. 98.


(57)

sekedar kebalikan dari warna bendera Swiss. Kekeliruan pengertian disebabkan karena sebutan “palang” dan “salib” dalam bahasa Inggris memiliki penyebutan yang sama(cross).54

Dengan demikian, di samping lambang palang merah, terdapat pula lambang bulan sabit merah dan kristal merah yang telah diakui dan disahkan di dalam perjanjian internasional. Ketiga lambang tersebut memiliki status internasional yang setara dan sederajat, sehingga ketentuan pokok tentang tata-cara dan penggunaan lambang palang merah berlaku pula untuk lambang bulan sabit merah dan kristal merah (sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 2 ayat(1) Protokol Tambahan III tahun 2005 yang berbunyi “this Protocol recognizes an additional emblem in addition to, and for the same purposes as, the distinctive emblem of the Geneva Conventions. The distinctive emblems shall enjoy the equal status”55, serta dipergunakan oleh organisasi yang berhak menggunakannya sesuai dengan prinsip-prinsip dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional (International Red Cross and Red Crescent Movement).

B. Fungsi Lambang Palang Merah

Lambang palang merah memiliki dasar hukum di tingkat internasional, antara lain, seperti dalam Konvensi-konvensi Jenewa 1949 beserta Protokol-protokol

54

Haris Munandar,Mengenal Palang Merah Indonesia (PMI) dan Badan Sar Nasional (Basarnas),PT. Gelora Aksara Pratama, 2008, hal. 22.

55


(58)

Crescent by the National Societiestahun 1991 (selanjutnya disebutRegulation). Lambang palang merah dipergunakan sesuai dengan aturan di dalam Pasal 44 Konvensi Jenewa 1949 yang meliputi dua jenis penggunaan, yaitu dipergunakan sebagai ‘tanda pelindung’ (“protective use”) dan ‘tanda pengenal’ (“indicative use”).56 Sedangkan Regulation on the Use of the Red Cross or Red Crescent by the National Societies Tahun 1991 mengatur secara lebih detail tentang tata-cara ke dua jenis penggunaan tersebut.

1. Penggunaan Lambang Sebagai Tanda Pelindung (“Protective Use”)57

Penggunaan lambang sebagai tanda pelindung pada masa peperangan terutama ditujukan bagi anggota-anggota personil medis dari Dinas Kesehatan Angkatan Bersenjata yang sedang bertugas membantu tentara yang terluka dan sakit di medan peperangan, sehingga dalam melakukan tugas medis tersebut, mereka harus dihormati dan dilindungi.58 Di samping dinas kesehatan, anggota perhimpunan nasional maupun anggota organisasi kemanusiaan lainnya yang diijinkan oleh penguasa militer yang berwenang, dapat menggunakan lambang ini pada waktu peperangan guna menjalankan mandat kemanusiaannya.

Bagi para personil yang berhak menggunakannya sebagai tanda pelindung, lambang palang merah dipakai dalam bentuk ban lengan dan dipakai di sebelah kiri.

56

Arlina Permanasari,Op. Cit., hal. 321-327.

57

ICRC – IFRC,Handbook of the International Red Cross and Red Crescent Movement, 13th Edition, Geneva, 1994, hal. 551-568.

58Pasal 1 (alinea pertama) Regulation menyebutkan bahwa,“..the emblem is meant to mark medical personnel and religious personnel and equipment which must be respected and protected in armed conflict”,hal. 552.


(59)

menjalankan tugas kemanusiaan dan personil tersebut harus membawa kartu identitas yang dikeluarkan oleh Pemerintah mengenai statusnya. Ukuran lambang sebagai tanda pelindung harus besar. Sedangkan bagi kendaraan atau bangunan yang berhak menggunakan lambang, maka penempatan lambang harus diletakkan sedemikian rupa sehingga terlihat jelas dari jauh maupun dari udara, misalnya diletakkan di atap bangunan/kendaraan atau pada sisi-sisinya dengan ukuran yang besar.

Dengan demikian yang berhak menggunakan lambang dalam ukuran besar, yakni sebagai tanda pelindung ketika terjadi peperangan adalah :

a. Dinas Kesehatan Angkatan Bersenjata.

b. Perhimpunan Palang Merah yang telah diakui dan disahkan oleh pemerintahnya untuk membantu Dinas Kesehatan Angkatan Bersenjata. Mereka yang boleh menggunakan lambang sebagai sarana pelindung hanyalah personil dan peralatan yang digunakan untuk membantu Dinas Kesehatan yang resmi, untuk tujuan yang sama seperti Dinas Kesehatan militer dan tunduk pada hukum dan peraturan militer.

c. Rumah sakit sipil yang telah diakui oleh Pemerintah dan diberi hak untuk memasang lambang sebagai sarana perlindungan.

d. Semua kesatuan medis sipil (Rumah Sakit, Pos P3K dan sebagainya) yang telah disahkan dan diakui oleh penguasa yang berwenang (berlaku bagi negara yang telah meratifikasi Protokol Tambahan I tahun 1977).


(60)

berlaku bagi Perhimpunan Nasional, yang boleh memakai lambang hanyalah personil dan perlengkapan yang digunakan pada Dinas Kesehatan militer, serta tunduk pada hukum dan peraturan militer.

Sedangkan penggunaan lambang sebagai tanda pengenal pada waktu peperangan hanya boleh digunakan oleh Perhimpunan Nasional; dalam hal ini guna menghindari adanya kebingungan dengan pemakaian lambang sebagai tanda pelindung pada waktu perang, maka lambang yang digunakan tidak boleh dipasang pada ban lengan atau di atap bangunan.

2. Penggunaan Lambang Sebagai Tanda Pengenal (“Indicative Use”)59

Lambang selain dapat dipergunakan sebagai tanda pelindung, dapat juga dipergunakan sebagai tanda pengenal. Tanda pengenal menunjukkan bahwa si pemakai tanda pengenal adalah orang-orang atau objek-objek yang ada kaitannya dengan gerakan palang merah dan bulan sabit merah internasional.60

Anggota Perhimpunan Nasional diperpolehkan memakai lambang sebagai tanda pengenal ini pada waktu melaksanakan tugas, tetapi dengan ukuran yang kecil. Pada saat tidak sedang menjalankan tugas, mereka hanya boleh memakai emblem dalam ukuran yang sangat kecil, misalnya dalam bentukbadge, jepitan dasi, pin, dan sebagainya. Ketentuan ini juga berlaku bagi Palang Merah Remaja dengan mencantumkan kata Palang Merah Remaja atau singkatannya.

59Keterangan pada bagian ini merupakan ringkasan dariRegulationtentang lambang sebagai

tanda pelindung, hal. 551-568.

60Pasal 1 (alinea kedua ) Regulation tahun 1991 menyebutkan bahwa “…the indicative use of the emblem serves to show that the persons or object are linked to the movement”, hal. 552.


(61)

Regulation juga diatur tentang penggunaan lambang untuk tujuan diseminasi (sosialisasi) dan kegiatan pengumpulan dana (“fund-raising”). Perhimpunan Nasional dapat memakai lambang sebagai tanda pengenal untuk mendukung kampanye atau kegiatannya agar diketahui oleh masyarakat umum; untuk menyebarluaskan pengetahuan tentang Hukum Humaniter Internasional dan Prinsip-prinsip Fundamental Perhimpunan Nasional atau untuk mengumpulkan dana.61

Apabila ditampilkan pada bahan cetakan (printed matter), objek atau bahan iklan lain untuk suatu kampanye; maka lambang harus disertai nama perhimpunan, teks atau gambar-gambar yang dipublikasikan, akan tetapi jangan sampai memberikan sugesti bahwa objek tersebut mendapatkan perlindungan dari Hukum Humaniter atau keanggotaan “Gerakan”, atau memberikan kesempatan penyalahgunaan di kemudian hari, sehingga objek tersebut harus dalam ukuran yang kecil, atau dari bahan yang mudah rusak atau cepat hancur. Perhimpunan Nasional yang bekerjasama dengan perusahaan dagang atau organisasi lain untuk melaksanakan kegiatannya, dapat menampakkan cap atau logo perusahaan, atau kalimat lainnya asalkan sesuai dengan syarat berikut ini :62

a. Jangan menimbulkan anggapan bahwa ada kaitan antara kegiatan perusahaan atau kualitas produk dengan emblem atau Perhimpunan Nasional sendiri;

b. Perhimpunan Nasional tetap mengawasi jalannya kampanye, menentukan di mana cap atau logo atau kalimat dari perusahaan yang ditampilkan;

61Lihat Pasal 23 ayat(1) dan (2)Regulation.

62


(62)

bertentangan dengan tujuan dan prinsip Gerakan atau yang oleh masyarakat umum dianggap kontroversial;

d. Perhimpunan Nasional setiap saat berhak membatalkan kontrak tertulis dengan perusahaan yang bersangkutan bila kegiatan tersebut merongrong rasa hormat terhadap emblem;

e. Keuntungan materiil atau financial yang diperoleh Perhimpunan Nasional dari kampanye, harus bersifat substansial;

f. Kontrak tersebut harus disetujui oleh Pimpinan Pusat dari Perhimpunan Nasional.

Di samping ketentuan di atas, Perhimpunan Nasional dapat menyetujui pemakaian lambang untuk dijual di pasaran, asalkan objek tersebut menggambarkan individu atau objek yang memang benar-benar berhak menggunakan lambang. Namun ijin tersebut hanya atau terbatas untuk jangka waktu tertentu dan untuk objek tertentu saja.

Perhimpunan Nasional juga dapat memberi ijin untuk memakai lambang pada lembaga yang tidak mempunyai tujuan komersial dan tujuannya hanya untuk menyampaikan atau mempromosikan kegiatan Perhimpunan atau “Gerakan”.

Adapun, pemakaian lambang atau kata-kata “palang merah” atau “palang Jenewa”, atau tanda atau sebutan apapun lainnya yang merupakan tiruan dari lambang yang banyak dilakukan oleh perseorangan, perkumpulan-perkumpulan, maupun perusahaan merupakan suatu pelanggaran hukum dan oleh karenanya harus


(63)

penggunaannya.

Sedangkan penggunaan lambang sebagai tanda pelindung yang dipakai pada waktu damai, dapat dilakukan oleh unit-unit kesehatan Perhimpunan Nasional (termasuk Rumah Sakit, Pos P3K milik Perhimpunan Nasional, dan lain-lain) dan sarana transportasi (laut, udara dan darat) yang bertugas melakukan tujuan medis pada masa peperangan namun dapat memakai atau memajang lambang tersebut sebagai tanda pelindung pada masa damai dengan seijin Pemerintah.

Adapun, berbeda dengan ke dua lambang sebelumnya, penggunaan lambang Kristal Merah dapat memungkinkan negara-negara yang tidak ingin menggunakan lambang palang merah ataupun bulan sabit merah untuk bergabung ke dalam “Gerakan”; serta kemungkinan untuk menggunakan lambang palang merah dan bulan sabit merah secara bersama-sama. Lambang Kristal Merah sebagai tanda pengenal dapat ditampilkan bersama-sama dengan bulan sabit merah maupun palang merah atau kedua-duanya di dalam badan lambangnya, atau semata-mata hanya menggunakan lambang Kristal Merah saja, atau menggunakan simbol lainnya yang telah secara efektif digunakan dan telah dikomunikasikan dengan negara-negara penandatanganan lainannya.63 Adapun penggunaannya sebagai tanda pelindung, ditampilkan dalam ukuran yang besar, sebagaimana berlaku pula pada lambang palang merah dan bulan sabit merah.

63


(64)

1. Dalam Hukum Humaniter Internasional

Setelah Palang Merah Indonesia (PMI) diakui oleh Komite Internasional Palang Merah(International Committee of the Red Cross)atau disingkat ICRC pada tanggal 15 Juni 1950, selanjutnya PMI diterima sebagai anggota Perhimpunan Nasional ke-68 oleh Liga Perhimpunan Palang Merah pada tanggal 16 Oktober 1950.

Untuk menindaklanjuti surat dari Menteri Luar Negeri tertanggal 5 Februari 1951 Nomor 10341 yang menyatakan kesediaan Negara Republik Indonesia untuk ikut serta dalam seluruh Konvensi Jenewa tanggal 12 Agustus 1949 dan untuk menjadi negara peserta dalam suatu konvensi diperlukan Undang-undang, maka Pemerintah Indonesia pada tanggal 4 Juli 1958 mengesahkan Undang-undang Nomor 59 Tahun 1958 tentang Ikut Serta Negara Republik Indonesia dalam seluruh Konvensi Jenewa tanggal 12 Agustus 1949.

Konvensi Jenewa Tahun 1949 merupakan satu komponen dari Hukum Humaniter Internasional atau disebut juga Hukum Perikemanusiaan Internasional sebagai suatu ketentuan internasional yang mengatur perlindungan dan bantuan korban perang. Secara singkat dapat dijelaskan bahwa dasar hukum yang mengatur tentang lambang palang merah dalam Hukum Humaniter Internasional (HHI) dari hasil wawancara dengan Bapak H. Muhammad Muas (Pengurus PMI Pusat) adalah64: a. Geneva ConventionI Tahun 1949

64


(1)

A. Buku Teks

Abdullah, Mustafa,Sosiologi Hukum dalam Masyarakat,Jakarta, Rajawali, 1980. Abdul Kadir, Muhammad, Hukum Harta Kekayaan, PT. Citra Aditya Bakti,

Bandung, 1995.

Adisumarto, Harsono, Hak Milik Perindustrian,PT. Akademika Presssindo, Jakarta, 1990

Audi Sapta, Seven,Kenali PMI,Edisi I, (Jakarta: 2009)

Bugnion, Francois, Red Cross, Red Crescent and Red Crystal, ICRC, Geneva, May 2007

Djumhana, Muhammad, Hak Milik Intelektual (Sejarah, Teori, dan Prakteknya di Indonesia),Cetakan I, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993

Direktorat Jenderal Hukum Perundang-undangan Departemen Kehakiman,

Terjemahan Konvensi Jenewa tahun 1949, Departemen Hukum dan Perundang-undangan, Jakarta , 1999

Dirdjosisworo, Soedjono, Hukum Perusahaan Mengenai Hak atas Kekayaan Intelektual ( Hak Cipta, Hak Paten, Hak Merek),CV Mandar Maju, Bandung, 2000.

Firmansyah, Hery,Perlindungan Hukum Terhadap Merek, Pustaka Yustisia, 2011 Friedman, Lawrence M., American Law, W.W. Norton & Company, New

York-London, 1984.

Gautama, Sudargo, Segi-Segi Hukum Hak Milik Intelektual, PT. Eresco, Bandung, 1990

Gautama, Sudargo ,Hukum Merek Indonesia,PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1989 ---, Pembaharuan Hukum Merek Indonesia (Dalam Kerangka WTO,


(2)

Gautama, Sudargo, Rizawanto Winata, Undang-undang Merek Baru Tahun 2001,

Citra Aditya, Bandung, 2002.

Haug, Hans ,Humanity for All. The International Red Cross and Red Crescent Movement, Henry Dunant Institute, Haupt, Switzerland, 1993.

Istanto, F. Sugeng,Perlindungan Penduduk Sipil dalam Perlawanan Rakyat Semesta dan Hukum Internasional,(Andi Offset, Yogyakarta, 1992).

International Commitee of Red Cross, Pengantar Hukum Humaniter, Miamita Print, Jakarta, 1999.

---, Penjelasan Hukum Humaniter Internasional,Transparansi, 1999.

ICRC – IFRC, Handbook of the International Red Cross and Red Crescent Movement,13thEdition, Geneva, 1994

Kaligis, O. C, Teori dan Praktik Hukum Merek Indonesia, PT. Alumni, Bandung, 2008.

Kusumaatmadja, Mochtar,Konvensi-konvensi Palang Merah tahun 1949, Bina Cipta, Bandung, 1986

Lubis, M. Solly,Filsafat Ilmu dan Penelitian,CV. Mandar Maju, Bandung, 1994 Marzuki, Peter Mahmud,Penelitian Hukum,Kencana Prenada Media, Jakarta, 2005. Markas Pusat Palang Merah Indonesia,Panduan Diseminasi Kepalangmerahan dan

Hukum Perikemanusiaan Internasional (HPI), Jakarta, 2003.

Meleong, Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004.

Meyer, Michael, “The proposed new neutral protective emblem : a long-standing problem”, dalamInternational Conflict and Security Law : Essays in Memory of Hilaire McCoubrey, Cambridge University Press, Cambridge, 2005, (edited by Richard Burchill, Nigel D. White, and Justin Morris)

Munandar, Haris,Mengenal Palang Merah Indonesia (PMI) dan Badan Sar Nasional (Basarnas),PT. Gelora Aksara Pratama, 2008.


(3)

---, Pelatihan Dasar KSR Kumpulan Materi,2008.

---, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, Munas XIX Tahun 2009

---, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Perhimpunan Palang Merah Indonesia, yang ditetapkan oleh Musyawarah Nasional (Munas) ke-XVII PMI di Jakarta pada tanggal 28-30 Nopember 1999

---,Pengantar Hukum Humaniter,Jakarta, ICRC, 1999. Poerwardaminta, W.J.S,Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, Pn. Balai Pustaka,

1982.

Priapantja, Cita Citrawinda,Perlindungan Merek Terkenal Di indonesia,Biro Oktroi Rooseno, Bogor, 2000

Purba, A Zein Umar,Indonesia Masuk Daftar Utama Pelanggar Hak Atas Kekayaan Intelektual,Temu Wacana Merek, Jakarta : Direktorat Jenderal HaKI, 2003. Queiguiner, Jean-Francois, “Commentary to the Protocol Additional to the Geneva

Conventions of 12 August 1949, and relating to the adoption of an additional distinctive emblem (Protocol III),International Review of the Red Cross, Vol. 89 No. 865, March 2007.

Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1995.

Salman S, HR.Otje dan Anton F Susanto, Teori Hukum, Refika Aditama, Bandung, 2005.

Sapta, Seven Audi,Kenali PMI,PMI Edisi I, Jakarta, 2009.

Sjahdeini, Sutan Remy, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993.

Soekardono, R., Hukum Dagang Indonesia, Jilid 1, Cetakan ke-8, Dian Rakyat, Jakarta, 1983

Soekanto, Soerjono, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, CV. Rajawali, Jakarta, 1982


(4)

---, Ringkasan Metodologi Penelitian Hukum Empiris, Indonesia Hillco, Jakarta, 1990.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mumadji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2001.

Soetijarto, Nugraha Amin, Persamaan Pada Pokok atau Keseluruhan atas Merek Terdaftar dan Korelasinya dengan Perbuatan Pidana atas Merek, Sentra HKI, Lembaga Penelitian UGM, 2000.

Suryatin, R,Hukum Dagang I dan II,Pradnya Paramita, Jakarta, 1980

Usman, Rachmadi, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual, Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia,Alumni, Bandung, 2003.

Syarifin, Pipin, dan Dedeh Jubaedah, Peraturan Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia,Bandung : Pustaka Bani Quraisy, 2004.

Wahyuni, Emma, T. Saiful Bahri dan Hessel Nogi S. Tangkilisan, Kebijakan dan Manajemen Hukum Merek,YPAPI, Yogyakarta, 2002.

Waluyo, Bambang,Metode Penelitian Hukum,Sinar Grafika, Jakarta, 1996. ---,Penelitian Hukum dalam Praktek,Sinar Grafika, Jakarta, 1996. B. Perundang-Undangan

Ketetapan Konferensi Internasional Palang Merah XX, 1965

Ketetapan Hasil kerja Dewan Delegasi Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional, 1991.

Keputusan Presiden Republik Indonesia Serikat Nomor 25 Tahun 1950 Keputusan Presiden Repulik Indonesia Nomor 246 Tahun 1963

Konvensi Jenewa I-II, 1949

Kitab Undang-undang Hukum Pidana


(5)

Protokol Tambahan I & II, 1977 Protokol Tambahan III, 2005.

Rancangan Undang-Undang tahun 2005 tentang Lambang Palang Merah Statuta Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah internasional , 1986 Undang-Undang Nomor 59 Tahun 1950

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 C. Website

Pembangunan Sistem Hukum Indonesia Menurut Friedman, http://noniasmimou-mimou.blogspot.com/2010/10/pembangunan-sistem-hukum-indonesia. html Teori Hukum,http://abdulganilatar.blogspot.com/2011/06/teori-hukum.html

Protocol Additional to the Geneva Conventions of 12 August 1949, and Relating to the Adoption of an Additional Distinctive Emblem (Protocol III), http:// icrc .org / Web /Eng /siteeng0.nsf/html/treaties-third%20protocol-emblem-081205

Protokol Tambahan pada Konvensi-konvensiJenewa12 Agustus 1949 dan Yang Berhubungan Dengan Perlindungan Korban-korban Pertikaian-pertikaian Bersenjata Internasional (Protokol I) dan Bukan Internasional (Ptotokol II), http://icrcjakarta.info/download/Protokol%20Tambahan%201977.pdf

Peraturan Tentang Pemakaian Lambang Palang Merah atau Bulan Sabit Merah oleh Perhimpunan-perhimpunan Nasional,http://www.scribd.com/doc/60173890/ Lam-Bang

D. Makalah, Diktat, Laporan dan Bahan Seminar.

Kusumah, Jus Tisiari P,Pengenalan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), Sejarah Dan Prakteknya di Indonesia, Makalah pada Workshop Hak Kekayaan Intelektual yang Diselenggarakan Oleh Border Enforcement of United States dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Republik Indonesia di Jakarta, tanggal 16-18 Mei 2006.

Nahar, Rahimi, Arti dan Fungsi Merek dalam Lalu Lintas Perdagangan, Makalah, Ditjen HaKI, 2000


(6)

Permanasari, Arlina, Penelitian tentang Penyalagunaan Lambang Palang Merah pada Rumah Sakit-Rumah Sakit di Wilayah DKI Jakarta, Juni 1995 dan Arlina Permanasari,Penelitian tentang Penyalahgunaan Lambang Palang Merah oleh Apotek dan Kalangan Industri di DKI Jakarta, Agustus 2006 Sitepu, Runtung, Diktat Kuliah HaKI-1 (Hak Cipta, Paten,Merek), Fakultas Hukum

USU, Medan, 2003


Dokumen yang terkait

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMALSUAN MEREK DAGANG TERKENAL ASING DI INDONESIA DITINJAU DARI UNDANG UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK

2 38 108

Akibat Hukum Pemakaian Merek Yang Memiliki Persamaan Pada Pokoknya Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek

1 12 81

PERLINDUNGAN HUKUM HAK ATAS MEREK TERDAFTAR DI INDONESIA MENURUT UNDANG UNDANG MEREK NOMOR 15 TAHUN 2001

0 2 92

Penemuan Hukum Dalam Perlindungan Merek Yang Digunakan Sebagai Nama Domain Di Indonesia Berdasarkan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek.

0 0 41

Akibat Hukum Pemakaian Merek Yang Memiliki Persamaan Pada Pokoknya Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek

0 0 8

BAB II ASPEK HUKUM LAMBANG PALANG MERAH A. Sejarah Organisasi - Perlindungan Hukum Atas Lambang Palang Merah Di Indonesia Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Mere

0 0 29

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perlindungan Hukum Atas Lambang Palang Merah Di Indonesia Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Mere

0 2 30

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS LAMBANG PALANG MERAH DI INDONESIA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK TESIS

0 0 17

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN ATAS PEMBELIAN PERUMAHAN BERSUBSIDI DI PANGKALPINANG DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

0 0 16

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK-HAK PEMAIN SEPAK BOLA PROFESIONAL DI INDONESIA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

0 0 12