Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Industri Rumahan yang Memproduksi Barang Menggunakan Merek Orang Lain Tanpa Izin dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek

(1)

YANG MEMPRODUKSI BARANG MENGGUNAKAN MEREK ORANG

LAIN TANPA IZIN DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR

15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK

THE LAW ENFORCEMENT AGAINST HOME INDUSTRIES

MANUFACTURING PRODUCTS BY USING OTHER REGISTERED

BRANDS WITHOUT CONSENT IN ASSOCIATION WITH THE LAW

NUMBER 15 YEAR 2001 ON TRADEMARK

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Guna Mencapai Gelar Sarjana Hukum Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia

Oleh

Nama : Adek Wahyudin

NIM : 31610013

Program Kekhususan : Hukum Pidana

Dosen Pembimbing : Arinita Sandria, S.H., M.HUM

NIP: 4127.3300.006

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG


(2)

iv SURAT PERNYATAAN

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... vi

ABSTRAK ABSTRACT BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian... 7

D. Kegunaan Penelitian ... 8

E. Kerangka Pemikiran ... 8

F. Metode Penelitian ... 18

BAB II TINJAUAN TEORITIS PEMALSUAN MEREK YANG DILAKUKAN OLEH INDUSTRI RUMAHAN A. Ruang Lingkup Industri ... 23

1. Pengertian Industri ... 23

2. Jenis-jenis Industri ... 24

B. Merek dan Perlindungan Hukumnya ... 28

1. Pengertian Merek ... 28

2. Fungsi Merek ... 31

3. Sejarah Peraturan Merek Indonesia ... 31

4. Syarat Pendaftaran Merek ... 38

5. Jangka Perlindungan Mereks ... 41


(3)

C. Pertanggungjawaban Hukum terhadap Pelaku Pemalsuan Merek 1. Pertanggungjawaban Perdata ... 50 2. Pertanggungjawaban Administrasi ... 52 3. Pertanggungjawaban Pidana ... 52

BAB III PEMALSUAN MEREK OLEH PELAKU INDUSTRI RUMAHAN

A. Kasus Pemalsuan Merek ... 63 B. Penegakan Hukum Pemalsuan Merek ... 70

BAB IV ANALISIS EFEKTIFITAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15

TAHUN 2001 TENTANG MEREK SERTA PERANAN

PENEGAK HUKUM TERHADAP PELANGGARAN ATAS MEREK

A. Efektivitas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Pemilik Merek atas pemalsuan Merek yang Dilakukan oleh

Pelaku Industri Rumahan ... 77 B. Peranan Penegak Hukum terhadap Pelanggaran Merek yang

Dilakukan Pelakukan Pelaku Industri Rumahan ... 90 BAB V PENUTUP

A. Simpulan ... 97 B. Saran ... 99 DAFTAR PUSTAKA ...100


(4)

Gatot Supramono, Menyelesaikan Sengketa Merek Menurut Hukum Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 2008.

Muhammad Djumhana, Hak Milik Intelektual (sejarah, Teori dan Praktiknya di

Indonesia), Citra Aditya Bakti, Bandung, 2014.

Otje Salaman, Teori Hukum (Mengingat, Mengumpukan dan Membuka

Kembali), Reflika Aditama, Bandung, 2004.

O.C.Kaligis, Teori – Praktik Merek dan Hak Cipta, Almuni, Bandung, 2012

Adami Chazawi, Tindak Pidana Hak atas Kekayaan Intelektual, Bayu Media,

Malang,2007.

Tim Lindsey, Hak Kekayaan Intelektual, Alumni,2001

B. Sumber Perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Paris Convention for the Protection of Industrial Property tahun 1983 Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1987 tentang Izin Usaha Industri. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 Trade Related Aspects Of Intellectual Properti Right,Incuding Trade in

Counterfait Goods(TRIP‟S) Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2010 tentang Merek Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian. World Trade Organization (WTO)

C. Sumber Internet

hedisasrawan.blogspot.com, Pengertian Industri link24share.blogspot.com, Pengertian Wasiat

organisasi.org, Pengertian, Definisi, Macam, Jenis dan Penggolongan Industri

di Indonesia–Perekonomian Bisnis

wikipedia.org, Lisensi

wikipedia.org, Pemberitaan Palsu

D. Sumber Lain

Data Kasus Perkara di pengadilan Negri Bandung Data Kasus tindak pidana tentang Merek

Deputi Gubernur Bidang Pengawasan, Laporan Serah Terima Pengawasan

Mikroprudensial Bank Dari Bank Indonesia Kepada Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia, Jakarta, 2013.

Hasil Wawancara dengan Kanit Tindak Pidana Ekonomi, Polrestabes Hasil Wawancara dengan Pedagang Pasar Tradisonal Kepatihan. Hasil Wawancara Staf Pengadilan Negri Bandung


(5)

Tempat Tanggal Lahir : Sukabumi , 20 Desember 1990

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Agama : Islam

Alamat :Kp. Bojong Setra RT.02 RW.01 NO.02 Cibadak-Sukabumi

Telepon : 089667785744

Pendidikan Formal :

- TK AD-DAKWAH CIBADAK

- SDN 02 CIBADAK-SUKABUMI

- SMPN 02 CIBADAK-SUKABUMI

- SMA TAMAN SISWA KOTA SUKABUMI

Daftar riwayat hidup ini di buat dengan sebenar-benarnya tanpa ada rekayasa yang melebih-lebihkan.


(6)

i

Segala puji serta syukur peneliti panjatkan kepada Allah S.W.T. yang telah memberikan segala rahmat dan karunia-Nya, shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi besar kita Muhammad S.A.W., bahwa peneliti masih diberikan kesempatan untuk dapat mensyukuri segala

nikmat-Nya, berkat taufik dan hidayah-Nya, Peneliti dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul “PENEGAKAN HUKUM

TERHADAP PELAKU INDUSTRI RUMAHAN YANG MEMPRODUKSI BARANG MENGGUNAKAN MEREK ORANG LAIN TANPA IZIN DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK”.

Peneliti sangat menyadari bahwa dalam pembuatan penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi substansi maupun sistematika pembahasan dan tata bahasa, sehingga kiranya masih banyak yang perlu dipahami dan diperbaiki. Peneliti sangat

mengharapkan kritik dan saran yang insya Allah dengan kritik dan saran

tersebut, diharapkan dapat memperbaiki kekurangan dikemudian hari.

Pada proses penyusunan skripsi ini, peneliti mendapatkan bantuan dari banyak pihak, khususnya kedua orang tua peneliti. Peneliti juga mengucapkan banyak terimakasih dengan penuh rasa hormat kepada Ibu Arinita Sandria, S.H., M.Hum. selaku dosen pembimbing


(7)

yang telah meluangkan waktu, tenaga, pikiran, dan kesabarannya untuk membimbing dalam penelitian dan penulisan Skripsi ini, selain itu dalam kesempatan ini Peneliti juga ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Yth. Bapak Dr. Ir. Eddy Soeryanto Soegoto, Msc. selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia;

2. Yth. Ibu Prof. Dr. Hj. Umi Narimawati, Dra. S.E., M.Si. selaku Wakil Rektor I Universitas Komputer Indonesia;

3. Yth. Ibu Prof. Dr. Hj. Ria Ratna Ariawati, S.E., M.S., A.K. selaku Wakil Rektor II Universitas Komputer Indonesia;

4. Yth. Ibu Prof. Dr. Hj. Aelina Surya, selaku Wakil Rektor III Universitas Komputer Indonesia;

5. Yth. Ibu Prof. Dr. Hj. Mien Rukmini, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

6. Yth. Ibu Hetty Hassanah, S.H., M.H. selaku Ketua Jurusan Ilmu Hukum Universitas Komputer Indonesia;

7. Yth. Ibu Arinita Sandria, S.H., M.Hum. selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

8. Yth. Ibu Febilita Wulan Sari, S.H., M.H. selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

9. Yth. Bapak Dwi Iman Muthaqin, S.H., M.H. selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

10. Yth. Ibu Farida Yulianti, S.H., S.E., M.M. selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;


(8)

11. Yth. Ibu Yani Brilyani Tapivah, S.H., M.H. selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

12. Yth. Ibu Rika Rosilawati, A.Md. selaku Staff Administrasi Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

13. Yth. Bapak Muray selaku Karyawan Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia;

14. Sahabat dan Teman-teman terdekat Peneliti yang tidak dapat disebutkan satu persatu namanya.

Peneliti juga mengucapkan terima kasih atas Cinta dan dukungan berupa moril maupun materil dari kedua orang tua peneliti. Terima kasih atas segala yang telah dilakukan demi penulis, dan terimakasih atas setiap cinta yang terpancar serta doa dan restu yang selalu mengiring tiap langkah penulis. Terimakasih kepada Ayah Awaludin Jamil dan emak Yurnalis yang senantiasa memberikan kasih sayang sepanjang masa sehingga penulis bisa sampai ke titik ini.

Teruntuk Asniyanti, Nova Yurdin, Upik Yurdin dan Muhammad Nurjaya sebagai kakak, peneliti ucapakan terimakasih atas bantuan berbagai bentuk baik itu doa maupun materi sehingga peneliti dapat sampai pada titik saat ini melakukan penelitian untuk menyelesaikan studi yang selama ini ditempuh dan adik-adik tersayang, peneliti haturkan terima kasih atas segala doa, dukungan, canda, tawa. Terima kasih untuk Ali Nurdin, Nurhayati, dan Iska Cerah, semoga semua usaha penulis dapat menjadi lecutan semangat tak terhingga agar


(9)

adik-adik tercinta dapat menggapai hal yang sama bahkan lebih dari apa yang penulis capai demi kebahagiaan dan kebanggaan kedua orang tua tercinta.

Tercinta Euis Maryani peneliti ucapakan terimakasih atas selama ini telah memberikan dukungan berupa motivasi sehingga peneliti terus kuat menjalankan studi sehari-hari yang penuh dengan tantangan dan liku-liku yang tidak mudah sehingga saat ini peneliti dapat melakukan penelitian untuk menyelesaikannya.

kemudian kepada teman-teman seperjuangan Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia yaitu Jajang Supriatna, Rizky Adiputra, Rhamdan Maulana, Widia Magdewijaya, Farhan Aziz, Ricky Haryanto Nugroho, Meiza Soraya Khaerunnisa, Ivan Rynaldi Setiawan, Wahyu Samsul Hidayat, Arman Marlando, Wiko Putra Dhiarta, Fitria Yanuari, Dian Pratama Sandi, Endang Mukti Aristanti dan Mochamad Baasith Awaludin yang selalu menjadi sahabat yang tidak henti-henti memberikan suasana kampus yang penuh canda dan tawa sehingga menciptakan suasana yang sangat harmonis dilinggkungan kampus tercinta demi tercapainya cita-cita bersama yang kita dampakan dan ceritakan selama ini dan semoga apa yang kita ucap atas cita-cita sahabat semua tercapai.

Akhir kata Peneliti mengucapkan rasa syukur yang sebesar-besarnya kepada Allah S.W.T., karena atas ijin-Nya Peneliti dapat


(10)

menyelesaikan Penulisan Skripsi ini. Semoga Skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca dan peneliti sendiri.

Wassalammualaikum wr.wb.

Bandung, Agustus 2014


(11)

1

A. Latar Belakang Masalah

Industri merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang cukup strategis untuk meningkatkan pendapatan dan perekonomian masyarakat secara cepat yang di ikuti dengan meningkatnya penyerapan tenaga kerja, transfer teknologi dan meningkatnya devisa negara. Pertumbuhan industri skala kecil dan menengah berkembang mewarnai perekonomian di daerah, mulai dari industri makanan,

kerajinan, mebel, hingga konveksi atau tekstil, di mana

keberadaannya menjadi salah satu solusi dalam mengatasi angka pengangguran sekaligus menggerakkan roda perekonomian daerah.

Perindustrian diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian. Industri merupakan kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.

Industri dibagi menjadi beberapa jenis dan golongan di antaranya yaitu industri berdasarkan tempat asal bahan baku, industri berdasarkan besar kecil modal, industri berdasarkan klasifikasi atau penjenisannya, industri berdasarkan jumlah tenaga kerja, industri


(12)

berdasarkan pemilihan lokasi dan industri berdasarkan produktifitas perorangan.

Industri merupakan faktor penting bagi pertumbuhan perekonomian dan untuk mencapai sasaran pembangunan di bidang ekonomi dalam pembangunan nasional, industri memegang peranan yang menentukan dan oleh karenanya perlu lebih dikembangkan secara seimbang dan terpadu dengan meningkatkan peran serta masyarakat secara aktif serta mendayagunakan secara optimal seluruh sumber daya alam, manusia, dan dana yang tersedia.

Munculnya banyak industri di Indonesia tentu memberikan dampak positif dan negartif bagi masyarakat dan negara. Dampak positif adanya industri antara lain menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat, hasil produksi dapat digunakan untuk memenuhi permintaan pasar domestik maupun pasar internasional. Industri juga dapat menarik investasi asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Dampak negatif dari pertumbuhan industri yang pesat pada saat ini adalah pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku industri. Pelanggaran yang banyak ditemukan dewasa ini adalah pelanggaran penggunaan merek orang lain oleh pelaku industri rumahan untuk diterapkan pada produk yang dibuat. Industri rumahan merupakan industri yang pekerjanya tidak lebih dari empat orang, biasanya pekerja dalam industri rumahan hanya sanak keluarga atau tetangga dekat.


(13)

Pemanfaatan merek orang lain oleh industri rumahan pada zaman sekarang banyak sekali dilakukan, hal tersebut dikarena sangat menjanjikan keuntungan besar apalagi bila produk-produk yang dibuat oleh pelaku industri rumahan menggunakan merek-merek yang sudah terkenal, hal tersebut banyak dilakukan oleh pelaku industri rumahan dengan alasan keuntungan yang sangat besar dan menjual produknya akan sangat mudah, selain itu pelaku industri tidak perlu repot-repot mengurus nomor pendaftaran ke Direktorat Jendral (Dirjen) HKI atau mengeluarkan uang jutaan rupiah

untuk membangun citra produknya dengan merek sendiri (brand

image). Pelaku Industri tidak perlu repot-repot membuat divisi riset dan pengembangan untuk dapat menghasilkan produk yang sedang

banyak diminati oleh masyarakat (up to date) karena pelaku hanya

cukup membuat produk dengan merek orang lain yang sudah terkenal dan laris, untuk pemasarannya ada bandar/penadah yang siap untuk menerima produk jiplak tersebut.

Pengertian Merek Berdasarkan Kamus Besar Bahasa

Indonesia adalah1:

“Merek adalah tanda yang dikenakan oleh pengusaha (pabrik, produsen dan sebagainya) pada barang yang dihasilkan sebagai cap (tanda) yang jadi pengenal untuk menyatakan nama dan sebagainya”

1

Kamus Besar Indonesia , Dikutip dalam buku Gatot Supramono, Menyelesaikan Sengeketa Merek Menurut Hukum Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta,2008, Hlm.15


(14)

Merek merupakan hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunkan sendiri merek tersebut atau memberikan izin kepada

pihak lain untuk menggunakannya2. Sebuah merek yang sudah

terkenal mempunyai citra eksklusif, mengundang gengsi dan membuat orang tertarik untuk membeli produk, bahkan dalam kenyataan konsumen tidak menghiraukan harga atas sebuah merek tertentu walaupun harga yang sangat tinggi konsumen akan tetap membeli produk dari merek yang populer.

Merek merupakan indentitas suatu produk yang berupa barang maupun jasa dan juga dipergunakan untuk memperluas perdagangan sampai ke manca negara, meningkatkan perdagang perekonomian nasional yang pada akhirnya mempengaruhin pula kemakmuran rakyat, bahkan merek merupakan aset yang sangat bernilai tinggi bagi suatu perusahaan apalagi merek tersebut sudah memiliki citra yang baik dalam pandangan konsumennya.

Memanfaatkan merek terkenal dalam industri secara ekonomis mendatangkan keuntungan yang sangat besar sehingga banyak pelaku industri yang melakukan hal tersebut, hal ini terjadi karena daya beli masyarakat khususnya konsumen kelas menengah ke bawah tetapi menginginkan tampil trendi, oleh karena ini banyak yang membuat produk dan membeli produk palsu, jika dilihat dari sisi

2

Adami chazawi , Tindak Pidana atas Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) , Bayumedia , Malang 2007 , Hlm.146


(15)

hukum hal tersebut tidak bisa ditoleransi kerena negara Indonesia

telah meratifikasi konvensi internasional tentang Trade Related

Aspects Of Intellectual Properti Right,Incuding Trade in Counterfait Goods (TRIP‟S) dan World Trade Organization (WTO) yang telah diundangkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang

Pengesan Agreement Establishing The World Trade Organization

(Persetujuan Pembentukan Organisasi Pedagangan Dunia). Sesuai dengan kesepakatan internasional bahwa pada tanggal 1 Januari 2000 Indonesia sudah harus menerapkan kesepakatan internasional

sesuai perjanjian-perjanjian yang ada pada kerangka Trade Related

Aspects Of Intellectual Properti Right, Incuding Trade in Counterfait Goods(TRIP‟S), penerapan semua ketentuan-ketentuan yang ada didalam TRIP‟S itu adalah konsekuensi dari negara Indonesai

sebagai anggota dari World Trade Organization (WTO)

Pemanfaatan merek terkenal oleh pelaku industri sebenarnya diperbolehkan asalkan sudah memiliki izin terlebih dahulu dari pemilik merek yang bersangkutan yaitu dengan cara lisensi, akan tetapi, pemanfaat merek tanpa izin merupakan perbuatan melawan hukum dikarenakan akan ada pihak/pemilik merek yang dirugikan.

Pemanfaatkan merek secara melawan hukum dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yang hanya berorientasi hanya mengejar keuntungan sendiri tanpa memperdulikan kerugian yang dialami oleh pemilik merek yang sah dan konsumen.


(16)

Pemanfaatan merek tersebut bisa berupa pemalsuan merek, peniruan merek maupun pembajakan merek.

Pemasalahan merek bila ditinjau dari hukum menjadi sangat penting sehubungan dengan perlu adanya perlindungan hukum dan kepastian hukum, baik bagi pemilik merek atau pemanfaat merek dan konsumen sebagai pengguna barang. Tidak dapat dipungkiri bawah penggunaan merek secara melawan hukum di Indonesia sangat banyak dilakukan oleh masyarakat, hampir semua pasar di Indonesia selalu ada penjual barang dengan produk bermerek terkenal tetapi barang tersebut bukanlah produk asli. Produk palsu yang banyak dipasaran Indonesia yaitu merek sepatu Adidas, Nike, Vans dan merek tas seperti Versace, Channel, Gucci, Hermes. Hal tersebut bisa terjadi karena banyaknya pelaku industri yang memproduksi barang mengunakan merek terkenal tanpa izin atau lisensi. Pelaku Industri tersebut banyak dijumpai di daerah Cibaduyut dan merupakan sentra pembuatan sepatu di Jawa Barat.

Permasalahan merek berkaitan dengan berbagai aspek seperti aspek ekonomi, budaya, teknologi, sosial, hukum dan aspek lainnya. Aspek hukum merupakan aspek paling penting karena berhubungan dengan Hak Kekayaan Intelektual (HKI).

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan maka

penulis tertarik untuk menulis skripsi dengan judul “PENEGAKAN


(17)

MEMPRODUKSI BARANG MENGGUNAKAN MEREK ORANG LAIN TANPA IZIN DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK”

B. Idenfikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan yang dapat dikaji adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana efektivitas Undang-Undang Nomor 15 tahun 2001 tentang Merek dalam memberi perlindungan hukum terhadap pemilik merek atas pemalsuan merek yang dilakukan oleh pelaku industri rumahan?

2. Bagaimanakah peranan penegak hukum terhadap pelanggaran merek terkenal yang dilakukan oleh pelaku industri rumahan?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui dan memahami efektivitas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek dalam memberi perlindungan hukum terhadap pemilik merek atas pemalsuan merek yang dilakukan pelaku industri rumahan.

2. Untuk mengetahui dan memahami peranan penegak hukum terhadap pelanggaran merek terkenal yang dilakukan oleh pelaku industri rumahan.


(18)

D. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam rangka pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI) serta Hukum Merek pada khususnya 2. Kegunaan Praktis

Penulisan ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi penegak hukum agar terciptanya perlindungan hukum untuk pemilik merek

E. Kerangka Pemikiran

Pada saat sekarang ini, negara Indonesia sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan nasional. Pembangunan nasional merupakan rangkaian pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk mewujudkan tujuan nasional sebagai diamanatkan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, Alinea ke 4, yaitu:

“Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan

sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan

Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan


(19)

Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan

dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta dengan

mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”

Tujuan negara Indonesia pada hakekatnya yaitu mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur secara merata, materil maupun spiritual berdasarkan pancasila Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu berkedaulatan rakyat dalam suasana prikehidupan bangsa yang aman, tentram, tertib dan damai dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka.

Pembangunan nasional dilaksanakan selama ini telah menunjukkan kemajuan di berbagai bidang kehidupan masyarakat, yang meliputi bidang sosial budaya dan kehidupan beragama, ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi, politik, pertahanan dan keamanan, hukum dan aparatur, pembangunan wilayah dan tataruang, penyediaan sarana dan prasarana, serta pengelolaan sumber daya alam. Khusus mengenai pembangunan hukum, diarahkan untuk mendukung terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan untuk mengatur permasalahan yang berkaitan dengan ekonomi, terutama dunia usaha dan dunia industri serta menciptakan iklim yang kondusif bagi investasi, terutama penegakan dan

perlindungan hukum sebagaimana diatur dalam Rencana


(20)

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 dalam rangka mendukung terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang inklusif maka di perlu meningkatan kinerja pelaku industri, hal yang perlu di tingkatkan itu adalah:

1. Transformasi ekonomi melalui industrialisasi berkelanjutan dan meningkatkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) untuk pelaku industri

2. Menjaga dan mempertahankan kesinambungan fiskal. 3. Meningkatkan daya saing produk ekspor non migas

manufaktur dan jasa (parawisata dan lainnya).

4. Meningkatkan penyediaan lapangan kerja dan

kesempatan kerja yang berkualitas.

5. Meningkatan daya saing Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dan koperasi.

Industri merupakan faktor penting bagi pertumbuhan perekonomian Indonesia. Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, menyebutkan bahwa :

“Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah bahan baku dan/atau memanfaatkan sumber daya industri sehingga menghasilkan barang yang mempunyai nilai tambah atau manfaat lebih tinggi, termasuk jasa industri.”


(21)

Pengelompokan jenis industri di Indonesia, diantaranya

adalah:3

1. Jenis / Macam-macam Industri Berdasarkan Tempat Bahan Baku

2. Golongan / Macam Industri Berdasarkan Besar Kecil Modal

3. Jenis-jenis / Macam Industri Berdasarkan Klasifikasi atau Penjenisannya.

4. Jenis-jenis / Macam Industri Berdasarkan Jumlah Tenaga Kerja

5. Pembagian / Penggolongan Industri Berdasakan

Pemilihan Lokasi

6. Macam-macam / Jenis Industri Berdasarkan Produktifitas Perorangan

Masalah yang banyak terjadi saat ini adalah banyaknya industri rumahan yang melakukan pelanggaran hukum yaitu menggunakan merek-merek terkenal yang di terapkan pada produk yang diproduksian, di mana pelaku industri rumahan tidak diwajibkan untuk memiliki izin industri dan tidak diharuskan melaporkan hasil industri buatan kepada pemerintah hal tersebut membuat tidak

3

Pengertian, Definisi, Macam, Jenis dan Penggolongan Industri di Indonesia Perekonomian Bisnis, http://www.organisasi.org, diakses pada tanggal.23 April 2014 , Pukul 01:23 WIB


(22)

terkontrolnya pelaku industri rumahan dan memproduksi produk-produk yang melanggar hukum diantaranya pelanggaran merek.

Merek bagi produsen barang atau jasa sangat penting, karena berfungsi untuk membedakan barang atau jasa satu dengan yang lainnya serta pembeda asal usul, bagi konsumen dengan semakin beragamnya barang dan jasa di pasaran melalui merek tersebut konsumen dapat membedakan dan mengetahui kualitas dan asal-usul dari merek.

Pengertian merek tercantum dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek yaitu sebagai berikut :

“Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf -huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa”

Pengertian Merek Menurut Prof.Molegraaf adalah :4

“Merek yaitu dengan mana dipribadikan sebuah barang tertentu, untuk menunjukan asal barang dan jaminan kualitas

sehingga bisa dibandingkan dengan barang-barang

sejenisnya yang dibuat, dan diperdagangkan oleh orang atau perusahaan lain”

4

Muhammad Djumhana , Hak Milik Intelektual (Sejarah,Teori dan Praktiknya di Indonesia), Citra Aditya Bakti ,1993, Hlm.222


(23)

Pengertian Merek tercantum dalam Pasal 15 ayat (1) Trade Related Aspects Of Intellectual Properti Right,Incuding Trade in Counterfait (TRIP‟S), terjemahannya yaitu5:

“Setiap tanda atau kombinasi dari beberapa tanda, yang mampu membedakan barang atau jasa satu dari yang lain, dapat membentuk merek, Tanda-tanda tersebut berupa kata-kata nama orang,huruf,angka,usur figuratif, dan kombinasi dari beberapa warna-warna tersebut, dapat didaftarkan sebagai merek. Dalam hal suatu tanda dapat membedakan secara jelas barang atau jasa satu yang lain,negara anggota dapat mendasarkan keberadaan daya pembeda tanda-tanda

tersebut melalu penggunanya, sebagai syarat

pendaftarannya, negara anggota dapat menetapkan

persyartan bahwa tanda-tanda tersebut harus dapat dikenali secara visual sebagai syarat pendaftaran suatu merek.”

Berdasarkan pengertian-pengertian merek di atas, baik dari para ahli maupun dari undang-undang, dapat diketahui bahwa pada pokoknya pengertian merek menunjukan pada tanda tersebut sengaja dibuat untuk kepentingan perdagangan. Tampak hubungan erat antara tanda dan produk yang diperdagangkan, yaitu sebagai tanda pengenal produk yang berfungsi untuk membedakan antara produk yang satu dengan produk yang lain.

Persoalan peniruan merek atau pengunaan merek orang lain

sebenarnya merek yang ditiru hanya ada dua macam kategorinya, yaitu6:

5

Ibid, Hlm.224

6

Gatot Supramono, Menyelesaikan Sengketa Merek Menurut Hukum Indonesia, Rineka Cipta,jakarta, 2008 Hlm.48


(24)

1. Merek tiruan bentuknya sama persis sama merek yang asli

2. Mereknya tiruan bentuknya sama pada pokoknya dengan merek yang asli.

Undang-Undang merek Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek menggolongkan delik dalam perlindungan hak merek sebagai pelanggaran dan delik kejahatan. Delik pelanggaran merek secara jelas disebut dalam pasal 94 Undang-Undang merek Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, yaitu :

"Barang siapa memperdagangkan barang dan atau jasa yang diketahui atau patut diketahui bahwa barang dan atau jasa

tersebut merupakan hasil pelanggaran sebagaimana

dimaksud dalam pasal 90,91,92 dan atau 93 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 200.000.000,-(duaratus juta rupiah)".

Pasal 90 Undang-Undang Nomor 15 tentang Merek :

“Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunkan merek yang sama pada keseluruhannya dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan / atau jasa sejenis yang di produksi dan / atau diperdagangkan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)tahun dan /atau denda paling banyak Rp.1.000.000.000,-(satu miliyar rupiah)

Pasal 91 Undang-Undang Nomor 15 tentang

Merek :

"Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama pada pokoknya dengan merek terdaftar


(25)

milik pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis yang diproduksi atau diperdagangkan"

Pasal 92 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 tentang Merek :

“Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan

tanda yang sama pada keseluruhannya dengan indikasi Geografis milik pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar "

Indikasi geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan

kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan.7

Pasal 92 ayat (2) Undang-Undang Nomor 15 tentang Merek :

"Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang sama pada pokoknya dengan indikasi Geografis milik pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar "

Pasal 92 ayat (3) Undang-Undang Nomor 15 tentang Merek:

7

Pengertian, Memahami Indikasi Geografis, www.dgip.go.id , diakses pada tanggal 14 Agustus 2014 , Pukul 10:00 WIB


(26)

“Terhadap pencantuman asal sebenarnya pada barang yang merupakan hasil pelanggaran ataupun pencantuman kata yang menunjukan bahwa barang tersebut merupakan tiruan barang yang terdaftar dan dilindungi berdasarkan indikasi Geografis, diberlakukan ketentuan sebagaiman dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 "

Pasal 91 Undang-Undang Nomor 15 tentang Merek :

“Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan

tanda yang dilindungi berdasarkan indikasi asal pada barang atau jasa sehingga dapat memperdaya atau menyesatkan masyarakat mengenai asal barang atau asal jasa tersebut”

Pelanggaran atas merek dapat dikenakan Pasal 382 KUHP

tentang kejahatan persaingan curang. Kententuan tersebut sebagai berikut :

“Barangsiapa untuk mendapatkan, melangsungkan atau

memperluas hasil perdangangan atau perusahaan milik sendiri atau orang lain, melakukan perbuatan curang untuk

menyesatkan khalayak umum atau seseorang

tertentu,diancam dengan persaingan curang, dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak tiga belas ribu lima ratus rupiah”

Kententuan pidana tersebut memang tidak dengan tegas dan

jelas menyebutkan untuk perbuatan pelanggaran hak atas merek,

karena merupakan lex generalis yang tujuannya dapat menampung

segala jenis persaingan curang di bidang perdagangan. Pelanggaran hak atas merek yang berupa peniruan atau penggunaan merek orang lain tanpa izin, maupun memperdagangkan barang dengan merek


(27)

bajakan dapat dikategorikan masuk dalam perbuatan persaingan curang dengan syarat dapat menimbulkan kerugian bagi pemilik merek.

Penegakan hukum diperlukan untuk mencapai tujuan dari

peraturan yang ada. Penegakan hukum merupakan rangkaian proses untuk menjabarkan nilai, ide, cita, yang cukup abstrak yang menjadi tujuan hukum. Hukum dibuat untuk dilaksanakan, oleh sebab itu tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat sebagai basis bekerjanya hukum. Hukum tidak dapat tegak dengan sendirinya, artinya hukum tindak mampu mewujudkan sendiri janji-janji serta

kehendak-kehendak yang tercantum dalam hukum.8

Pihak yang berwenang melakukan penyidikan di bidang

merek yang bertujuan menegakan hukum adalah Pejabat Kepolisian Negara RI maupun Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil/Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan Direktorat Jendral (Dirjen) HKI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, yaitu;

“(1)Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di Direktorat Jenderal, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Merek. (2)Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud

8

Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum Tinjauan Sosiologis, Genta Publishing, Yogyakarta, 2009, Hlm.7


(28)

pada ayat (1) berwenang:

a.melakukan pemeriksaan atas kebenaran aduan

berkenaan dengan tindak pidana di bidang Merek; b.melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang Merek berdasarkan aduan tersebut pada huruf a; c.meminta keterangan dan barang bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan tindak pidana di

bidang Merek;

d.melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan dan dokumen lainnya yang berkenaan dengan tindak pidana

di bidang Merek;

e.melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga

terdapat barang bukti, pembukuan,catatan, dan

dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang

Merek; dan

f.meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas

penyidikan tindak pidana di bidang Merek.

(3)Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan hasil penyidikannya kepada Penyidik

Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.

(4)Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) menyampaikan hasil

penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia dengan mengingat ketentuan Pasal 107 Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.”

F.Metode Penelitian

1.

Spesifikasi Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian Deskriptif dimaksudkan untuk memberikan gambaran mengenai perlindungan hukum pemilik merek terhadap pelaku industri rumahan yang memproduksi barang menggunakan merek orang lain tanpa izin


(29)

2.

Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan adalah secara yuridis normatif, yaitu metode penelitian hukum yang dilakukan dengan mengutamakan penelitian kepustakaan atau disebut juga penelitian data sekunder berupa hukum positif.

3.

Tahap penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap,yaitu :

a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Langkah ini dilakukan untuk memperoleh bahan hukum primer berupa bahan hukum yang mengikat yaitu peraturan perundang-undangan, peraturan dasar yang mencakup UUD 1945, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Peraturan Pemerintah Pasal 14 Nomor 13 Tahun 1987 tentang Izin Usaha Industri.

b. Penelitian Lapangan

Penelitian lapangan dimaksudkan untuk mendukung data kepustakaan. Penelitian lapangan dilakukan dengan melakukan wawancara dengan berbagai pihak yang berkompeten berkaitan dengan penelitian ini, diantaranya dengan :


(30)

1) Pelaku industri (kawasan industri Cibaduyut) 2) Pihak Kepolisian Daerah Jawa Barat

3) Direktorat Jendral (Dirjen) HKI Bandung

4.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif dilakukan dengan dua cara, yaitu :

a. Pengumpulan data melalui studi dokumen yang

digunakan untuk mengumpulkan data sekunder. Cara ini merupakan konsekuensi dari penelitian normatif atau kepustakaan yang berdasarkan data sekunder. Data sekunder dalam penelitian normatif meliputi :

1) Bahan Hukum Primer

Yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yang terdiri dari :

a) Norma atau kaidah dasar yaitu Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 Alinea Keempat. b) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2000 Tentang

Merek

c) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Perindustrian

d) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana e) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana


(31)

f) Paris Convention for the Protection of Industrial Property tahun 1983

g) Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1987 tentang Izin Usaha Industri.

2) Bahan Hukum Sekunder

Yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, misalnya :

a) Buku-Buku ilmiah tentang Hak Kekayaan

Intelektual

b) Bahan hasil seminar Hak Kekayaan Intelektual (HKI)

3) Bahan Hukum Tersier a) Kamus Hukum b) website

b. Wawancara

Wawancara merupakan teknik pengumpulan data secara langsung dari lapangan untuk mendapatkan data primer. Peneliti dalam penelitian ini mengadakan wawancara dengan para pihak yang mampu dan memiliki wewenang untuk menjawab pertanyaan yang diajukan yang berkaitan dengan kekayaan intelektual khususnya tentang Merek


(32)

5.

Metode Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode analisis yuridis kualitatif, yaitu metode penelitian yang bertitiktolak dari norma-norma, asas-asas dan peraturan perundang-undangan yang ada sebagai norma hukum positif yang kemudian dianalisis secara kualitatif.

6.

Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian untuk memperoleh data dalam penulisan ini adalah:

a. Perpustakaan Universitas Komputer Indonesia


(33)

23

INDUSTRI RUMAHAN

A. Ruang Lingkup Industri 1. Pengertian Industri

Industri adalah kumpulan perusahaan yang menghasilkan barang dan jasa yang sejenis dan pengunaan bahan yang sejenis, Industri dalam pengertian sehari-hari banyak diartikan sebuah pabrik dan dibedakan dengan usaha-usaha lain seperti pertanian dan sebagainya.

Pengertian Industri secara limitatif disebutkan dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, yaitu:

“Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah bahan baku dan/atau memanfaatkan sumber daya industri sehingga menghasilkan barang yang mempunyai nilai tambah atau manfaat lebih tinggi, termasuk jasa industri.”

Secara etimologis, kata industri berasal dari bahasa Inggris yaitu industry yang berasal dari bahasa Prancis Kuno industrie yang berarti

aktivitas yang kemudian berasal dari bahasa Latin industria yang berarti

kerajinan,aktivitas8.

8

Pengertian Industri, http://hedisasrawan.blogspot.com/ Diakses pada Hari Jumat, Tanggal 13 April 2014, pukul 03:00 WIB


(34)

Industri merupakan kegiatan ekonomi yang bersifat produktif atau menghasilkan keuntungan. Pengertian industri dalam arti sempit adalah usaha manusia mengolah bahan mentah atau bahan baku menjadi bahan setengah jadi atau barang jadi sehingga memperoleh keuntungan.

2. Jenis-Jenis Industri

a. Jenis / Macam-macam Industri Berdasarkan Tempat

Bahan Baku9:

1) Industri Ekstraktif

Industri yang bahan baku diambil langsung dari alam sekitar Contoh: pertanian, perkebunan, perhutanan, perikanan, peternakan dan pertambangan

2) Industri Non Ekstaktif

Industri yang bahan baku didapat dari tempat lain selain alam sekitar

3) Industri Fasilitatif

Industri yang produk utamanya adalah berbentuk jasa yang dijual kepada para konsumennya

Contoh : Asuransi, perbankan, transportasi dan ekspedisi

9

Pengertian, Definisi, Macam, Jenis dan Penggolongan Industri di Indonesia– Perekonomian Bisnis, www.organisasi.org, Diakses pada Hari Jumat, Tanggal13 Mei 2014 , Pukul 01:23 WIB


(35)

b. Golongan / Macam Industri Berdasarkan Besar Kecil Modal: 1) Industri Padat Modal

Industri yang dibangun dengan modal yang jumlahnya besar untuk kegiatan operasional maupun pembangunannya

2) Industri Padat Karya

Industri yang lebih dititik beratkan pada sejumlah besar tenaga

kerja atau pekerja dalam pembangunan serta

pengoperasiannya.

c. Jenis-jenis / Macam Industri Berdasarkan Klasifikasi atau Penjenisannya:

1) Industri Kimia Dasar

Seperti industri semen, obat-obatan, kertas, pupuk 2) Industri Mesin dan Logam Dasar

Seperti industri pesawat terbang, kendaraan bermotor, tekstil.

3) Industri Kecil

Seperti industri roti, kompor minyak, makanan ringan, es, minyak goreng curah

4) Aneka Industri

Seperti industri pakaian, industri makanan dan minuman. d. Jenis-jenis / Macam Industri Berdasarkan Jumlah Tenaga Kerja


(36)

Adalah industri yang jumlah karyawan / tenaga kerja berjumlah antara 1 sampai dengan 4 orang.

2) Industri Kecil

Adalah industri yang jumlah karyawan / tenaga kerja berjumlah antara 5 sampai dengan 19 orang.

3) Industri Sedang atau Industri Menengah

Adalah industri yang jumlah karyawan / tenaga kerja berjumlah antara 20 sampai dengan 99 orang

4) Industri Besar

Adalah industri yang jumlah karyawan / tenaga kerja berjumlah lebih dari 100 orang.

e. Pembagian / Penggolongan Industri Berdasakan Pemilihan Lokasi

1) Industri yang Berorientasi atau Menitikberatkan Pada Pasar (Market Oriented Industry).

Adalah industri yang didirikan sesuai dengan lokasi potensi target konsumen. Industri jenis ini akan mendekati kantong-kantong di mana konsumen potensial berada. Semakin dekat ke pasar akan semakin menjadi lebih baik.

2) Industri yang Berorientasi atau Menitikberatkan pada Tenaga


(37)

Adalah industri yang berada pada lokasi di pusat pemukiman penduduk karena bisanya jenis industri tersebut membutuhkan banyak pekerja / pegawai untuk lebih efektif dan efisien.

3) Industri yang Berorientasi atau Menitikberatkan pada Bahan

Baku (Supply Oriented Industry)

Adalah jenis industri yang mendekati lokasi di mana bahan baku berada untuk memangkas atau memotong biaya transportasi yang besar.

f. Macam-macam / Jenis Industri Berdasarkan Produktifitas Perorangan

1) Industri Primer

Adalah industri yang barang-barang produksinya bukan hasil olahan langsung atau tanpa diolah terlebih dahulu

2) Industri Sekunder

Adalah industri yang bahan mentah diolah sehingga menghasilkan barang-barang untuk diolah kembali.

3) Industri Tersier

Adalah industri yang produk atau barangnya berupa layanan jasa.


(38)

B. Merek dan Perlindungan Hukumnya 1. Pengertian Merek

Pengertian merek tercantum dalam Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek yaitu sebagai berikut :

“Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf -huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa”

Merek dalam Trade Related Aspects Of Intellectual Properti

Right,Incuding Trade in Counterfait (TRIP‟S), terjemahannya yaitu: “Setiap tanda atau kombinasi dari beberapa tanda, yang mampu membedakan barang atau jasa satu dari yang lain, dapat membentuk merek, Tanda-tanda tersebut berupa kata-kata nama orang,huruf,angka,usur figuratif, dan kombinasi dari beberapa warna-warna tersebut, dapat didaftarkan sebagai merek. Dalam hal suatu tanda dapat membedakan secara jelas barang atau jasa satu yang lain,negara anggota dapat mendasarkan keberadaan daya pembeda tanda-tanda tersebut melalu penggunanya,

sebagai syarat pendaftarannya, negara anggota dapat

menetapkan persyartan bahwa tanda-tanda tersebut harus dapat dikenali secara visual sebagai syarat pendaftaran suatu merek.” Secara garis besar, maka unsur-unsur dari Merek dapat

diperincikan sebagai berikut10:

a. Kemampuan dari merek atau tanda untuk memberikan identitas kepada kepada barang yang bersangkutan

10

Suyud Margono, Hak Milik Industri (Peraturan dan Peraktik di Indonesia), Ghalia Indonesia, Bogor, 2011, Hlm.47


(39)

b. Mampu untuk menunjukan asal atau sember barang c. Merupakan jaminan atau mutu barang

d. Mampu untuk membedakan antara barang-barang sejenis yang beda asal atau sumber

Merek dapat di golongkan menjadi beberapa golongan, yaitu sebagai berikut:

a. Merek Dagang

Merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.

b. Merek Jasa

merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.

c. Merek Kolektif

Merek kolektif adalah merek yang digunakan pada barang dan atau jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang dan atau jasa sejenis lainnya.


(40)

Penggolongan merek dalam Paris Convention terdiri dari empat (4) jenis, yaitu :

a. Merek dagang (trade mark)

b. Merek jasa (service mark)

c. Merek Gabungan atau kolektif (collective mark)

d. Nama dagang (trade name)

Suatu perusahaan dagang dapat memiliki beberapa merek yang berbeda dan memakai merek tersebut untuk membedakan produk atau jasanya dari produk atau jasa orag lain.

Nama dagang dapat digunakan untuk beberapa hal yaitu: 1) Membedakan suatu perusahaan dalam aktivitas-aktivitas

dagangnya (business activities) atau usaha-usaha dari

perngusaha tersebut dengan perusahaan baru. Dalam hal ini, nama dagang bisanya disingkat dengan menghilangkan kata PT atau diambil dari inisial saja. 2) Pengenalan perusahaan yang besangkutan atau

identifikasi dari perusahaan tersebut.

3) Menunjukan reputasi dari perusahaan tersebut.

4) Sumber yang berguna bagi konsumen, hal ini berarti konsumen dapat mengetahui aktivitas dagang dari perusahaan yang bersangkutan.


(41)

2. Fungsi Merek

Merek pada hakikatnya adalah suatu tanda, tetapi, agar tanda tersebut dapat di terima sebagai merek harus memiliki daya pembeda dengan merek lain, fungsi-fungsi merek adalah sebagai berikut:

a. Tanda pengenal untuk membedakan hasil produksi yang dihasilkan seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum dengan produksi orang lain atau badan hukum lainnya. b. Sebagai alat promosi, sehingga mempromosikan hasil produksinya

cukup dengan menyebutkan mereknya. c. Sebagai jaminan atas mutu barangnya.

d. Menunjukkan asal barang/jasa yang dihasilkan.

3. Sejarah Peraturan Merek Indonesia a. Pada Zaman Belanda

Indonesia mengenal hak atas merek pertama kali pada saat

penjajahan belanda, yaitu pada saat diberlakukannya Hendel

Nijverdeid Merken sebagaimana tercantum dalam staatsblad van Nederlandsch Indie Nomor 109 Tahun 1885. Undang-Undang ini merupakan peraturan konkordansi dari Belanda yang berisikan 16 pasal di berlakukan pada tahun 1885, serta ditanda tangani oleh Willem III pada tanggal 6 April 1885, dan juga oleh Sekretaris Jendral


(42)

adapun ketentuan pendafaran merek dilakukan oleh Raad Van Justitie di Batavia (Jakarta). Undang-Undang tersebut direvisi ketika Hindia Belanda meratifikasi Konvensi Paris pada Tahun 1888, revisi tersebut tertuang dalam peraturan yang dicantumkan dalam staatsblad van Nederlandsch Indie Nomor 15411.

Tahun 1893, tiga tahun setelah Hindia Belanda meratifikasi Madrid Agreement tentang Pendaftaran Merek Internasional, Hindia

Belanda mengikuti Belanda dengan meratifikasi Madrid Agreement

dengan Staatblad Van Nederlandsch Indie 1893 nomor 305 yang

diberlakukan pada tahun 1894, jangka waktu perlindungan merek

dalam undang-undang ini adalah selama dua puluh (20) tahun.12

b. Zaman Jepang

Zaman penjajahan jepang dikeluarkan peraturan yang dikenal

dengan Osamu Seirei Nomo 30 tentang Menyambung Pendaftaran

Cap Dagang yang mulai belaku pada tanggal 1 bulan 9 tahun

Syowa(2603).13 Tahun 1945 peraturan peninggalan jepang tetap di

gunakan selama 16 tahun.

c. Zaman Kemerdekaan Indonesia

1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusaan dan Merek Perniagaan

11

Muhammad Djumhana, Op.Cit, Hlm.209

13


(43)

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan merupakan peraturan Merek pertama kali dimiliki Indonesia setelah lepas dari penjajahan. Materi Undang-Undang Merek Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan bertitik tolak dari konsep hukum merek yang tumbuh pada masa Perang Dunia Ke II, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan masih sederhana karena belum mengatur tentang tuntutan gati rugi dan dan tuntutan pidana.

2) Undang-Undang Nomor 19 tahun 1992 tentang Merek

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek diberlakukan sejak tanggal 1 April 1993 merupakan pengganti Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan. Undang-Undang ini

memberlakukan atau mengatur konsep pendaftaran First to

File System di mana pemilik merek yang sah adalah pemilik hak atas merek yang telah terdaftar di kantor merek terlebih dahulu, sampai dibuktikan apakah pendaftaran merek beritikad baik atau buruk.

Undang-Undang Nomor 19 tahun 1992 tentang Merek mulai mengatur ketentuan gugatan ganti rugi, gugatan


(44)

pembatalan, dan gugatan pidana kerena dalam Undang-Undang Nomor 19 tahun 1992 tentang Merek mencantumkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan juga mengatur tentang perlindungan hukum terhadap Merek Jasa, Merek Dagang, Merek Kolektif. Lisensi juga sudah di atur pada Undang-Undang Nomor 19 tahun 1992 tentang Merek.

Dasar pertimbangan yang merupakan latar belakang dan sekaligus tujuan pembentukan Undang-Undang Nomor

19 Tahun 1992 tentang Merek, yaitu14:

a) Bahwa dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional pada umumnya dan pembangunan bidang ekonomi pada khususnya, merek sebagai

salah satu wajud karyaintelektual, memiliki

peranan penting bagi kelacaran dan peningkatan perdagangan barang dan jasa;

b) Bahwa dengan memperhatikan pentingnya

peranan merek tersebut, diperlukan

penyempurnaan peraturan dan perlindungan

hukum atas merek yang selama ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 1961 tentang Merek yang

14

Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual (Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia), Alumni, Bandung,Hlm.307


(45)

dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan dan kebutuhan.

Bedasarkan dasar pertimbangan tersebut, dipandang perlu untuk penyempurnaan peraturan mengenai merek yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek.

3) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek mengalami perubahan pada tahun 1997. Hal ini dilakukan kerena beberapa alasan, diantaranya, karena ketentuan persetujuan peraturan Uruguay yang telah ditanda tangani oleh Indonesia pada tahun 1992 di Marakesh, Maroko. Indonesia harus menegakkan prinsip-prinsip pokok yang dikandung didalamnya karena telah menandatangani. Pokok

yang terkandung dalam peraturan tersebut diantaranya Trade

Related Aspecs of Intelectual Properti Rights (TRIP‟S).

Persetujuan Trade Related Aspecs of Intelectual

Properti Rights (TRIP‟S) memuat beberapa ketentuan yang harus ditaati oleh negara yang bertanda tangan. Kewajiban negara yang bertandatangan yaitu menyesuaikan peraturan


(46)

perundang-undangan Hak Milik Intelektual dengan berbagai Konvensi internasional di bidang Hak Milik Intelektual.

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 tahun 1992 tentang Merek sifatnya melengkapi , menambah, dan

mengubah ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang

Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek. Ketentuan yang ditambah yaitu perlindungan terhadap Indikasi Geografis, yakni tanda yang menunjukan daerah asal suatu barang yang karena faktor lingkungan geografis termasuk lingkungan faktor alam atau faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan.

4) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek Perkembangan peraturan merek saat ini diundangkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Pertimbangan dikeluarkan Undang-Undang ini karena Indonesia telah meratifikasi kenvensi Internasional sehingga peranan merek sangat penting terutama menjaga dalam persaingan usaha yang sehat.

Perbedaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun


(47)

1992 tentang Merek dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, yaitu:

a) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek menetapkan pemerikasaan Subtantif dilakukan setelah permohonan perdaftaran merek dinyatakan diterima secara administratif. selesainya masa pengumuman pendaftaran.

b) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek memuat penyelesaian sengketa bisa dilakukan di pengadilan niaga yang merupakan bedan pengadilan khusus

c) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek juga mewajibkan pemilik merek terdaftar yang sudah menggunakannya dalam perdagangan untuk tidak menghentikan produksi dan pemasaran barang atau jasa dengan merek tersebut selama 3 (tiga) tahun.

Perkembangan terakhir Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek telah diajukan untuk diubah. Rencana perubahan yang dilakukan cukup signifikan yaitu memangkas prosedur dan birokrasi permohonan Merek. Pemangkasan tersebut dikarenakan dalam praktik selama ini


(48)

bahwa dalam pendaftaran Merek Dagang dan Merek Jasa

berbelit dan cukup lama.15

4. Syarat-Syarat Pendaftaran Merek

Setiap orang yang berniat mendaftarkan merek sendiri perlu

memenuhi syarat-syarat yang berlaku16 :

a. Syarat Pertama

Orang yang membuat merek atau pemilik merek harus beritikad baik, yang dimaksud itikad baik, dalam syarat pertama ini berarti mengaharuskan setiap orang yang ingin membuat merek tidaklah boleh sama dengan merek orang atau meyerupai merek orang lain.

Keharusan Itikad baik dalam pembuatan merek termuat pada Pasal 4 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek yaitu :

“Merek tidak dapat didaftar atas dasar Permohonan yang

diajukan oleh Pemohon yang beritikad tidak baik.”

Pentingnya pemilik merek beritikad baik ditetapkan sebagai salah satu syarat pendaftaran merek yang tujuannya mencari

15

Muhammad Djumhana, Op.Cit, Hlm.214

16


(49)

kepastian hukum mengenai siapa yang menjadi pemilik yang sesungguhnya.

Merek dapat dimiliki secara perorangan atau satu orang karena pemilik merek adalah orang yang membuat merek itu sendiri, dapat pula terjadi seseorang memiliki merek dari pemberian atau hasil membeli dari orang lain.

Merek juga dapat dimiliki oleh beberapa orang misalnya dua atau tiga orang dan kepemilikan mereknya juga harus bersama-sama karena merek tidak dapat dibagi-bagi karena merupakan satu kesatuan yang utuh.

Badan hukum dapat memiliki merek karena badan hukum termasuk dalam subjek hukum. Badan hukum termasuk sebagai subjek hukum karena badan hukum sebagai pendukung hak dan kewajiban sebagai mana pada manusia umumnya.

b. Syarat Kedua

Syarat kedua tentang merek yang tidak dapat didaftar ke Direktorat Jendral (Dirjen) HKI apabila merek tersebut mengandung salah satu unsur yang ada pada Pasal 5 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.yaitu :

“(1)Bertentangan dengan perundang-undangan berlaku, moralitas agama, atau ketertiban umum;

(2)Tidak memilik daya pembeda; (3)Telah menjadi milik umum; atau

(4)Merupakan terangan atau berkaitan dengan barang atau


(50)

c. Syarat Ketiga

Syarat ini menyangkut persamaan dengan merek atau tanda-tanda pihak lain seperti telah diatur pada Pasal 6 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, merek tidak boleh:

1) Mempunyai persamaan pada pokoknya atau

keseluruhannya dengan merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis;

2) Mempunyai persamaan pada pokoknya atau

keseluruhannya dengan Merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau sejenisnya.

3) Mempunyai persamaan pada pokoknya atau

keseluruhannya dengan Indikasi Geografis yang sudah dikenal.

4) Merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak

5) Merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau simbol atau emblem negara atau lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang

6) Merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan oleh negara atau lembaga


(51)

Pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang

Pendaftaran merek dalam sistem konstitutif. Pendaftar akan memperoleh hak atas merek dan dengan hak atas merek tersebut, pemilik dapat menggunakan sendiri maupun memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakan merek tersebut dan pemilik dapat

melarang dan menggugat pihak lain yang tanpa izin

menggunakannya.

5. Jangka Waktu Perlindungan Merek

Merek yang telah terdaftar menunjukan bahwa merek tersebut telah dilindungi oleh hukum. Perlindungan hukum terhadap merek sifatnya terbatas. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 28 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Merek, yaitu;

“Merek terdaftar mendapat perlindungan hukum untuk jangka waktu

10 (sepuluh) tahun sejak Tanggal Penerimaan dan jangka waktu

perlindungan itu dapat diperpanjang”

Pemilik merek masih dapat memperoleh perlindungan hukum atas merek dengan cara perpanjang jangka waktu atas kepemilikan merek. Perpanjangan atas kepemilikan merek yang diberikan yaitu selama 10 (sepuluh) tahun. Permohonan perpanjangan atas kepemilikan merek baru diajukan 12 (dua belas) bulan sebelum jangka waktu perlindungan hukum


(52)

merek berakhir. Mengenai perpanjangan jangka waktu atas merek yang telah terdaftar kententuannya terdapat pada Pasal 35 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, yaitu:

“(1)Pemilik Merek terdaftar setiap kali dapat mengajukan

permohonan perpanjangan untuk jangka waktu yang sama

(2)Permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) diajukan secara tertulis oleh pemilik Merek atau Kuasanya dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sebelum berakhirnya jangka waktu perlindungan bagi Merek terdaftar tersebut.

(3)Permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) diajukan kepada Direktorat Jenderal.”

6. Pengalihan Hak atas Merek

Merek sebagai hak milik yang kepemilikannya dapat dialihkan. Pengalihan hak atas merek dapat dilakukan baik oleh perorangan maupun badan hukum. Segala bentuk pengalihan ini wajib didaftarkan untuk dicatat

dalam Daftar Umum Merek17.

Pengalihan merek di atur pada Pasal 40 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, yaitu:

“(1)Hak atas Merek terdaftar dapat beralih atau dialihkan karena:

a. Pewarisan; b. Wasiat” c. Hibah;

d. Perjanjian; atau

e. Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang undangan.

(2) Pengalihan hak atas Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (1)wajib dimohonkan pencatatannya kepada Direktorat Jenderal untuk dicatat dalam Daftar Umum Merek.

17


(53)

(3)Permohonan pengalihan hak atas Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai dengan dokumen yang mendukung.

(4)Pengalihan hak atas Merek terdaftar yang tidak dicatatkan dalam Daftar Umum Merek tidak berakibat hukum pada pihak ketiga.

(6)Pencatatan pengalihan hak atas Merek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai biaya sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini.

Berdasarkan pada Pasal 40 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Pengalihan atas merek dapat dilakukan karena hal-hal sebagai berikut:

1. Warisan

Warisan berasal dari bahasa Arab Al-miirats, dalam bahasa arab

adalah bentuk masdar (infinititif) dari kata waritsa - yaritsu- irtsan- miiraatsan. Maknanya menurut bahasa adalah „berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain‟. Atau dari suatu kaum

kepada kaum lain18.

2. Wasiat

Wasiat adalah satu dari bentuk-bentuk penyerahan atau pelepasan

harta dalam syari'at Islam. Wasiat memiliki dasar hukum yang sangat

kuat dalam syari'at Islam.

Menurut para fuqaha (penafsir al-quran), wasiat adalah pemberian

hak milik secara sukarela yang dilaksanakan setelah pemberinya

18

Warisan, Wikipedia.org, Diakses pada Hari Rabu, tanggal 11 juni 2012, Pukul 02:32 WIB


(54)

meninggal dunia. Pemberian hak milik ini bisa berupa barang,

piutang atau manfaat19.

Pengertian wasiat di atas dapat disimpulkan bahwa sebenarnya wasiat ialah pesan seseorang ketika masih hidup agar hartanya diberikan atau diserahkan kepada orang tertentu atau kepada suatu lembaga, yang harus dilaksanakan setelah dirinya meninggal.

3. Hibah

Hibah adalah pemberian yang dilakukan oleh seseorang kepada pihak lain yang dilakukan ketika masih hidup dan pelaksanaan pembagiannya dilakukan pada waktu penghibah masih hidup juga. 4. Perjanjian

Perjanjian atau kontrak adalah suatu peristiwa di mana seorang atau satu pihak berjanji kepada seorang atau pihak lain atau di mana dua orang atau dua pihak itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal, serta mengakibatkan timbulnya suatu hubungan antara dua orang atau dua pihak tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang atau dua pihak yang membuatnya. Perjanjian tersebut berupa suatu rangakaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.

19

Pengertian wasiat, link24share.blogspot.com, diakses pada hari Rabu, tgl 11 juni 2012, Pukul 02:40


(55)

Pengalihan atas merek juga ditegaskan pada Pasal 42 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, yaitu;

“Pengalihan hak atas merek terdaftar hanya dicatat oleh Direktorat Jenderal apabila disertai pernyataan tertulis dari penerima pengalihan bahwa Merek tersebut akan digunakan bagi

perdagangan barang dan/atau jasa”

Pasal diatas menegaskan semua cara pengalihan merek dengan cara apapun baik itu dengan cara Waris, Wasiat, Hibah dan Perjanjian harus dicatat atau didaftarkan kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (DIRJEN HAKI) Pencatatan tersersebut merupakan syarat mutlak agar pihak ketiga dapat memperoleh kekuatan hukum.

7. Lisensi

Lisensi dalam pengertian umum adalah pemberian izin dari pemilik barang/jasa kepada pihak yang menerima lisensi untuk menggunakan barang atau jasayang dilisensikan20.

Lisensi menurut Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, yaitu:

20

Lisensi, wikipedia.org, Diakses pada Hari Rabu, Tanggal 18 April 2014, Pukul 00:47 WIB


(56)

“Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang Hak Cipta atau Pemegang Hak Terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak ciptaannya atau

produk Hak Terkaitnya dengan persyaratan tertentu.”

Lisensi menurut Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Merek, yaitu:

“Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemilik Merek

terdaftar kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan pengalihan hak) untuk menggunakan Merek tersebut, baik untuk seluruh atau sebagian jenis barang dan/atau jasa didaftarkan dalam jangka waktu dan syarat tertentu”

Ketentuan Lisensi termuat dalam Pasal 43-49 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, yaitu:

Pasal 43 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang:

“(1)Pemilik Merek terdaftar berhak memberikan Lisensi

kepada pihak lain dengan perjanjian bahwa penerima Lisensi akan menggunakan Merek tersebut untuk sebagai atau seluruh jenis barang atau jasa.

(2)Perjanjian Lisensi berlaku di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia , kecuali bila diperjanjikan lain untuk jangka waktu yang tidak lebih lama dari jangka waktu perlindungan Merek terdaftar yang bersangkutan.

(3)Perjanjian Lisensi wajib dimohonkan pencatatannya pada Direktorat Jenderal dengan dikenai biaya dan akibat hukum dari pencatatan perjanjian Lisensi berlaku terhadap pihak- pihak yang bersangkutan dan terhadap pihak ketiga.

(4)Perjanjian Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dicatat oleh Direktorat Jenderal dalam daftar Umum


(57)

Pasal 44 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang:

“Pemilik Merek terdaftar yang telah memberi Lisensi kepada

pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) tetap dapat menggunakan sendiri atau memberi Lisensi kepada pihak ketiga lainnya untuk menggunakan Merek

tersebut, kecuali bila diperjanjikan lain”

Pasal 45 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang:

”Dalam perjanjian Lisensi dapat ditemukan bahwa penerima

Lisensi bisa memberi Lisensi lebih lanjut kepada pihak ketiga.”

Pasal 46 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang:

“Penggunaan Merek terdaftar di Indonesia oleh penerima

Lisensi dianggap sama dengan penggunaan Merek tersebut

di Indonesia oleh pemilik Merek.”

Pasal 47 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang:

“(1)Perjanjian Lisensi dilarang memuat ketentuan baik yang

langsung maupun tidak langsung dapat menimbulkan akibat yang merugikan perekonomian Indonesia atau memuat pembatasan yang menghambat kemampuan

bangsa Indonesia dalam menguasai dan

mengembangkan teknologi pada umumnya.

(2)Direktorat Jenderal wajib menolak permohonan

pencatatan perjanjian Lisensi yang memuat larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3)Direktorat Jenderal memberitahukan secara tertulis penolakan beserta alasannya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada pemilik Merek atau Kuasanya, dan


(58)

Pasal 48 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang:

“(1)Penerima Lisensi yang beriktikad baik tetapi kemudian

Merek itu dibatalkan atas dasar adanya persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek lain yang terdaftar, tetap berhak melaksanakan penjanjian Lisensi tersebut sampai dengan berakhirnya jangka waktu perjanjian Lisensi.

(2)Penerima Lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak lagi wajib meneruskan pembayaran royalti kepada memberi Lisensi yang dibatalkan, melainkan wajib melaksakan pembayaran royalti kepada pemilik Merek yang tidak dibatalkan.

(3)Dalam hal pemberi Lisensi sudah terlebih dahulu menerima royalti secara sekaligus dari penerima Lisensi, pemberi Lisensi tesebut wajib menyerahkan bagian dari royalti yang diterimanya kepada pemilik Merek yang tidak dibatalkan yang besarnya sebanding dengan sisa jangka waktu perjanjian Lisensi.”

Pasal 49 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang:

“Syarat dan tata cara permohonan pencatatan perjanjian

Lisensi dan ketentuan mengenai perjanjian Lisensi

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini diatur

lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.”

Ketentuan mendasar dari lisensi diantaranya adalah:

a. Lisensi Merek dapat dilakukan, baik untuk sebagian maupun keseluruhan jenis barang atau jasa

b. Perjanjian Lisensi berlaku di seluruh Indonesia, kecuali di perjanjian lain, untuk jangka waktu yang lebih lama dari


(59)

jangka waktu yang tidak lebih lama dari jangka waktu perlindungan merek tersebut yang bersangkutan

c. Perjanjian Lisensi wajib dimohonkan pencatatannya dalam Daftar Umum Merek dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek.

d. Pemilik Merek yang memberi lisensi, tetap dapat menggunakan sendiri atau memberi lisensi kepada pihak ketiga lainya untuk menggunkan merek tersebut, kecuali jiga diperjanjikan lain.

e. Pihak penerima lisensi dapat juga ditentukan bahwa mereka dapat memberi lisensi lebih lanjut kepada pihak lain. Ketentuan ini tidak menghilangkan kewajiban penerima lisensi untuk menggunakan sendiri merek tersebut dalam pedagangan.

Ketentuan semua perjanjian Lisensi Merek wajib dimohonkan pencatatannya dalam Daftar Umum Merek dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek, didasari pemikiran dan alasan untuk melakukan pengawasan dalam melakukan Lisensi Merek supaya tidak terjadi klausul penjanjian yang tidak langsung yang dapat menimbulkan akibat yang dapat merugikan perekonomian Indonesia atau memuat pembatasan yang menghambat teknologi pada umumnya, apabila ditemukan klausul yang dapat merugikan Indonesia, permohonan pencatatan kontrak lisensi yang memuat ketentuan tersebut dapat


(60)

ditolak. Tindakan selanjutnya dari pemerintah yaitu Direktorat Jenderal (Dirjen) HKI memberikan surat tertulis kepada pemilik merek dan penerima Lisensi atau kuasanya dengan menjelasakan alasan penolakan.

C. Pertanggungjawaban Hukum terhadap Pelaku Pemalsuan Merek

Motivasi pemalsuan merek terkenal yang banyak dilakukan industri rumahan yaitu untuk mendapatkan keuntungan secara mudah, dengan meniru atau memalsukan merek-merek yang sudah terkenal. Tidakan tersebut dapat merugikan pemilik dan juga masayarakat sebagai konsumen.

Pertanggungjawaban hukum yang dapat dikenakan kepada pelaku pemalsuan merek, yaitu:

1. Pertanggungjawaban Perdata

Pemakaian merek tanpa hak dapat digugat berdasarakan perbuatan yang melanggar Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu:

“Tiap perbuatan melanggar hukum , yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang karena salahannya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”


(61)

Pasal di atas menyebutkan bahwa pengugat harus bisa membuktikan bahwa kepada hakim bahwa dirinya mengalami kerugian yang diakibatkan karena perbuatan tergugat.

Pemilik merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap orang atau badan hukum yang menggunakan merek yang sama, baik pokoknya maupun keseluruhanya tanpa hak, berupa permohonan ganti rugi dengan pengehentian pemakaian merek, hal ini di atur pada Pasal 76 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, yaitu ;

“(1)Pemilik Merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap

pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan Merek yang

mempunyai persamaan pada pokoknya atau

keseluruhannya untuk barang atau jasa yang sejenis berupa a.gugatan ganti rugi, dan/atau

b.penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan Merek tersebut

(2)Gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diajukan kepada Pengadilan Niaga”

Gugatan dan ganti rugi tidak hanya dapat dilakukan oleh pemilik merek akan tetapi pemilik lisensi dari merek bersangkutan dapat melakukan gugatan dang anti rugi kepada merek tersebut. Hak untuk mengajukan gugatan tidak mengurangi hak dari negara untuk melakukan tuntutan tindak pidana dibidang merek.


(62)

2. Pertanggungjawaban Administarsi

Banyaknya pelanggaran terhadap merek yang dilakukan oleh pelaku industri sebanarnya negara dapat menggunakan kekuasaan untuk melindungi pemilik merek yang sah. Penggunaan kekuasaan negara tersebut melalui kewenangan administrasi negara khususnya oleh Badan Standar Industri.

Barang yang menggunakan merek yang tidak sah dapat diduga tidak memenuhi standar industri yang telah di tentukan, baik komposisi maupun kualitasnya.

3. Pertanggungjawaban Pidana

Pelanggaran atas merek dapat dikenakan Pasal 382 KUHP tentang kejahatan persaingan curang. Ketentuan tersebut sebagai berikut :

“Barangsiapa untuk mendapatkan, melangsungkan atau memperluas hasil perdangangan atau perusahaan milik sendiri

atau orang lain, melakukan perbuatan curang untuk

menyesatkan khalayak umum atau seseorang tertentu,diancam dengan persaingan curang, dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak tiga belas ribu lima ratus rupiah, bila perbuatan itu dapat

menimbulkan kerugian bagi konkuren-konkurennya atau

konkuren-konkuren orang lain”

Kententuan pidana tersebut memang tidak dengan tegas dan jelas menyebutkan untuk perbuatan pelanggaran hak atas merek,

karena merupakan lex generalis yang tujuannya dapat menampung


(63)

hak atas merek yang berupa peniruan atau penggunaan merek orang lain tanpa izin, maupun memperdagangkan barang dengan merek bajakan dapat dikategorikan masuk dalam perbuatan persaingan curang dengan syarat dapat menimbulkan kerugian bagi pemilik merek.

Berhubungan dengan merek juga disebut dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mengenai perbuatan yang dilarang yang berkaitan dengan merek, diantaranya, diatur pada Pasal 393 KUHP, yaitu:

“(1)Barang siapa memasukkan ke Indonesia tanpa tujuan

jelas untuk mengeluarkan lagi dari Indonesia, menjual,

menamarkan, menyerahkan, membagikan atau

mempunyai persediaan untuk dijual atau dibagi-bagikan. barang-barang yang diketahui atau sepatutnya harus diduganya bahwa padabarangnya itu sendiri atau pada bungkusnya dipakaikan secara palsu, nama firma atau merek yang menjadi hak orang lain atau untui menyatakan asalnya barang, nama sehuah tempat tertentu, dengan ditambahkan nama atau firma yang khayal, ataupun pada barangnya sendiri atau pada bungkusnya ditirukan nama, firma atau merek yang demikian sekalipun dengan sedikit perubahan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.

(2)Jika pada waktu melakukan kejahatan belum lewat lima tahun sejak adanya pemidanaan yang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga dapat dijatuhkan

pidana penjara paling lama sembilan bulan.”

Rumusan perbuatan-perbuatan tersebut dapat dikelompokan, antara lain:


(64)

a. Tiap perbuatan yang dilakukan oleh siapapun, baik itu menaruhkan sesuatu yang palsu dengan maksud

menggunkan atau menyuruh orang lain untuk

menggunakan barang itu seolah-olah merek atau tanda yang ditaruhkan itu asli dan tidak palsu

b. Tiap perbuatan yang dilakukan oleh siapapun dalam hal ini menaruhkan merek atau tanda pada barang yang dengan melawan hak memakai cap yang asli.

c. Tiap perbuatan yang dilakukan oleh siappun dalam hal ini menambahkan Merek negara asli atau tanda pembuat yang dikehendaki oleh, di mana, pada, atau atas barang-barang lain yang terbuat dari emas atau perak dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan barang itu, seolah-olah merek atau tanda itu mula-mulanya ditaruhkan pada barang itu.

Ketentuan sanksi pidana yang mengatur khusus tindakan pelanggaran merek, diatur juga dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, yaitu pada Bab XIV, Pasal 90 sampai

Pasal 95. Ketentuan khusus ini sesuai dengan asas hukum lex

specialis dapat menyampingkan ketentuan yang termuat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana terhadap aturan yang memiliki kesamaan. Berikut bunyi pasal yang mempertegas adanya sanksi


(65)

pidana dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, yaitu:

Pasal 90 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek:

“bahwa Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak

menggunakan Merek yang sama pada keseluruhannya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang

dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau

diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 91 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek:

“Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan

Merek yang sama pada pokoknya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah)”

Pasal 92 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek :

“(1)Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak

menggunakan tanda yang sama pada keseluruhan dengan indikasi geografis milik pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”

(2)Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak

menggunakan tanda yang sama pada pokoknya dengan

indikasi geografismilik pihak lain untuk barang yang sama

atau sejenis dengan barang yang terdaftar, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun


(1)

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek menyatakan bahwa selain penyelesaian gugatan melalui Pengadilan Niaga, para pihak dapat menyelesaikan sengketa melalui Arbitrase atau Alternatif Penyelesaian Sengketa. Alternatif Penyelesaian Sengketa disini, bisa negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan sebagainya.

Arbitrase bukan lembaga penyelesaian sengekta yang siap pakai seperti lembaga reradilan, dimana bia peradilan gedung sudah siap dan pencari peradilan sudah siap di ambut oleh staf-staf peradilan di pengadilan kalau mengguna lembaga arbitrase dimana para pihak sendiri yang harus aktif mempersiapkan segala sesuatunya berdasarkan apa yang telah diperjanjikan antara lain mengangkat arbiter, tempat sidang, pilihan hukum dan sebagainya.

Syarat yang diwajibkan dalam pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu:

1) Adanya kata sepakat

2) Cakap melakukan perbuatan hukum 3) Hal tertentu

4) Sebab yang halal

Terpenuhinya syarat-syarat tersebut arbiter akan sah dan mengikat serta belaku sebagai dasar hukum bagai kedua belah pihak.


(2)

97 BAB V

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

A. simpulan

1. Efektivitas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek dalam Memberikan Perlindungan Hukum Terhadap Pemilik Merek atas pemalsuan Merek yang Dilakukan oleh Pelaku Industri Rumahan

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek belum efektif dikarenakan tujuan dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek belum sepenuhnya berjalan dengan baik dikarenakan masyarakat yang sebagai subjek hukum belum mengetahui atau tidak menghiraukan apa yang dilarang dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Fenomena dalam kalangan masyarakat yang menganggap sebuah merek hanya sebagai sebuah simbol dari gaya hidup sehingga tidak menghiraukan apakah pemanfaatkan merek tersebut melanggar hukum atau tidak, selain itu sikap dan pandangan konsumen yang selalu ingin tampil dengan merek yang sudah populer menjadikan konsumen membeli produk yang palsu dikarenakan daya beli yang rendah dan sebagai konsumen tidak merasakan


(3)

kerugian dari membeli produk palsu tersebut, dengan demikian maka sebenarnya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek masih belum efektif dikarenakan Masyarakat sebagai pelaku industri, pedagang dan konsumen belum dapat mentaati apa yang dilarang seperti yang maksud dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.

2. Peranan Penegak Hukum terhadap Pelanggaran Merek yang dilakukan Pelaku Industri Rumahan

Peranan penegak hukum merupakan faktor penting dalam jalan atau tidaknya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Bersangkutan dengan merek peranan penegak hukum yaitu penyidik kepolisian dan PPNS (Penyedik Pegawai Negri Sipil) masih kurang seperti diharapakan dikarenakan ketidak tegasan penegak hukum terhadap pelanggaran merek dan hal ini dikarenakan dalam suatu penegakan suatu tindak pidana merek harus berdasarkan pengaduan oleh pihak yang merasakan di rugikan (delik aduan) seperti yang tercantum dalam Pasal 95 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.


(4)

99

B. Saran-Saran

1. Sosialisasi terhadap masyarakat baik sebagai konsumen, pelaku industri dan pedagang harus dilakukan secara terus menerus dengan demikian maka masyarakat akan mengetahui bahwa apa yang dilakukan dalam kegiatan sehari-hari merupakan perbuatan melawan hukum atau tidak dengan demikian setelah masyarakat mengetahuinya maka akan terwujud masyarakat taat hukum khususnya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek akan berjalan lebih baik dan efektif seperti yang diharapkan .

2. Pelindungan hukum terhadap merek harus ditingkatkan dengan merubah ketetapan yang di atur dalam Pasal 95 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek yang menegaskan pelanggaran hak atas merek merupakan delik aduan sehingga semakin banyaknya orang melakukan pelanggaran terhadap merek dan agar terciptanya penegakan hukum yang tegas kepada pihak-pihak tidak bertanggung jawab yang memanfaatkan merek orang lain penegak hukum harus bisa berinisyatif sendiri sebagai penegak hukum untuk menciptakan masyarakat taat terhadap hukum dengan cara sosialisasi sehingga dapat menciptakan perlindungan hukum kepada pemilik merek terdaftar dengan seutuhnya.


(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Penegakan Hukum Tindak Pidana Merek Pasca Berlakunya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek

1 57 149

Tinjauan Hukum Terhadap Kemiripan Merek Pada Produk Makanan Dan Minuman Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek

4 81 87

Akibat Hukum Pemakaian Merek Yang Memiliki Persamaan Pada Pokoknya Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek

1 12 81

Tindakan Hukum yang dapat dilakukan PT LEN Industri (Persero) atas terdaftarnya merek LENZ dikaitkan dengan Undang- Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek.

0 0 2

Kedudukan dan Kekuatan Hukum Perjanjian Lisensi Merek dari Merek yang Dibatalkan Berdasarkan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek.

0 0 1

Perlindungan Terhadap Pemegang Merek Sejenis yang Terdaftar atas Pendaftaran Kembali Merek oleh Pihak Lain Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek.

0 2 2

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENDAFTARAN MEREK DAGANG YANG BERSIFAT KETERANGAN BARANG (DESCRIPTIVE TRADEMARK) BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK.

0 2 11

BAB II PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP MEREK DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG KEPABEANAN Ketentuan dan Perlindungan Terhadap Merek Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek - Perlindungan Hukum Terhadap Merek Terdaftar Dikaitkan Dengan Undang-Unda

0 0 15

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Penegakan Hukum Tindak Pidana Merek Pasca Berlakunya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek

0 0 31

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PEMALSUAN MEREK PASCA BERLAKUNYA UNDANG – UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK TESIS

0 0 14