BAB II URAIAN TEORITIS 2.1. Pelitian terdahulu yang relevan - Pengaruh Gaya kepemimpinan dan Iklim Komunikasi terhadap Motivasi kerja Pegawai di Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI Sumatera Utara

URAIAN TEORITIS

2.1. Pelitian terdahulu yang relevan

  Selain mengacu pada data dan teori dasar penulis juga menggunakan literatur hasil penelitian terdahulu sebagai penembah refrensi dalam penelitian ini.

  Beberapa hasil penelitian terdahulu diantaranya : 1.

  Cecep dani (1999) melakukan penelitian mengenai Pengaruh Kepemimpinan, Motivasi dan Komunuikasi terhadap semangat kerja pegawai di kantor wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Barat. Hasil penelitiannya telah terbukti bahwa, Kepemimpinan, Motivasi dan Komunikasi serta Semangat kerja berpengaruh positif dan significan secara parsial dan simultan di Kantor tersebut.

  Persamaan dengan peneliti: Memiliki kesamaan variabel penelitian yaitu kepemimpinan dan motivasi, menggunakan metode penelitian yang sama yaitu metode kuantitatif dengan tipe penelitian korelasional. Perbedaan dengan peneliti: Dalam penelitian Cecep variabel motivasi menjadi variabel bebas (dependent variabel) sedangkan dalam penelitian ini motivasi menjadi variabel terikat. Yang menjadi variabel terikat adalah semangat kerja, sedangkan dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah motivasi kerja.

  2. R.Bety Widhiarti (2007) melakukan penelitian mengenai pengaruh Iklim Komunikasi terhadap motivasi kerja Karyawan pada sekolah tinggi

  25 positif dan signifkan kepercayaan, partsipasi, dukungan, keterbukaan, tujuan kinerja tinggi, secara simultan dan parsial terhadap motivasi kerja. Untuk meningkatkan iklim komunikasi sebaiknya berorientasi kepada peningkatan dukungan pimpinan terhadap karyawan, sebab variabel ini mempunyai pengaruh positif yang paling dominan terhadap motivasi kerja karyawan. Persamaan dengan peneliti:memiliki variabel penelitian yang sama yaitu iklim komunikasi dan motivasi kerja, variabel iklim komunikasi bertindak sebagai variabel bebas dan variabel motivasi sebagai variabel terikat. Perbedaan dengan peneliti: Penelitian Widhiarti menggunakan metode survey deskriptif analisis sedangkan penelitian ini menggunakan metode korelasional.

  3. Emmi Ribuna sinaga (2010) “Pengaruh Komunikasi Interpersonal pimipinan bawahan terhadap disiplin dan motivasi kerja Pegawai kantor Komunikasi dan Informasi Propinsi Sumatera Utara”. Hasil penelitiannya terdapat pengaruh yang signifikan antara Komunikasi interpersonal pimpinan bawahan terhadap disiplin dan motivasi kerja di lingkungan tersebut. Dengan demikian kemampuan komunikasi interpersonal pimpinan perlu ditingkatkan untuk meningkatkan disiplin dan motivasi kerja di kantor Komunikasi dan Informasi propinsi Sumatera Utara.

  Persamaan dengan peneliti: memiliki satu variabel terikat yang sama yaitu variabel motivasi kerja serta menggunakan metode korelasional.

  Perbedaan dengan peneliti: Dalam penelitian ini memiliki dua variabel bebas dan satu variabel terikat. Sedangkan Ribuna memiliki satu variabel bebas dan dua variabel terikat.

2.2.1. Pengertian Komunikasi Organisasi

  Berbicara tentang komunikasi organisasi tidak terlepas dari dua konsep utama yaitu Komunikasi dan Organisasi, ketika kita memahami komunikasi maka kita juga harus memahami organisasi dengan baik. Karena komunikasi itu terjadi dalam lingkup yang mempunyai struktur, karakteristik, serta fungsi tertentu yang mungkin mempengaruhi proses komunikasi itu sendiri. Adanya pemahaman, interaksi, relasi dan transaksi yang terjadi antar manusia dalam organisasi itulah yang disebut komunikasi organisasi.

  Ada beberapa persepsi mengenai komunikasi organisasi dimana para ahli belum mempunyai persepsi yang sama mengenai hal tersebut. Beberapa persepsi tersebut diantaranya (Romli 2011:11):

1 Persepsi Redding dan Sanborn.

  Reding dan Sanborn mengatakan bahwa komunikasi organisasi adalah pengiriman dan penerimaan informasi dalam organisasi yang kompleks. Yang termasuk dalam bidang ini adalah komunikasi internal, hubungan manusia, hubungan persatuan pengelola, komunikasi downward atau komunikasi dari atasan kebawahan, komunikasi upward atau komunikasi dari bawahan ke atasan, komunikasi horizontal atau komunikasi dari orang orang yang sama tingkatannya dalam organisasi, keterampilan komunikasi dan berbicara, mendengarkan, menulis dan komunuikasi evaluasi program. Persepsi Katz dan Kahn Katz dan Kahn mengatakan bahwa komunikasi organisasi merupakan arus informasi, pertukaran informasi dan pemindahan arti di dalam suatu organisasi. Menurut Katz dan Kahn organisasi adalah sebagai suatu sistem terbuka yang menerima energi dari lingkungannya dan mengubah energi ini menjadi produk atau servis dari sistem dan mengeluarkan produk atau servis ini kepada lingkungan.

3 Persepsi Zelko dan Dance

  Zelko dan Dance mengatakan bahwa komunikasi organisasi suatu sistem yang saling tergantung yang mencakup komunikasi internal dan komunikasi eksternal. Komunikasi internal adalah komunikasi dalam organisasi itu sendiri seperti komunikasi dari bawahan keatasan, komunikasi dari atasan kebawahan, komunkasi sesama karyawan yang sama tingkatannya. Sedangkan komunikasi eksternal adalah komunikasi yang dilakukan organisasi terhadap lingkungan luarnya, seperti komunikasi dalam penjualan hasil produksi pembuatan iklan, hubungan dengan masyarakat umum. Kemudian bersama Lesikar, mereka menambahkan satu dimensi lagi dari komunikasi organisasi yaitu dimensi komunikasi pribadi diantara sesama anggota organisasi berupa pertukaran secara informal mengenai informasi dan perasaan antara sesama anggota organisasi.

  Merujuk pada penjelasan tentang persepsi-persepsi tersebut dapat diartikan bahwa komunikasi organisasi merupakan suatu proses komunikasi yang terjadi dalam organisasi, dan didalamnya terjadi proses komunikasi terbagi dalam empat atas (upward communication), komunikasi horizontal, dan komunikasi lintas saluran.

  Selanjutnya Katz and Khan dalam Romli (2011:11) mengatakan bahwa komunikasi organisasi merupakan arus informasi, pertukaran informasi dan pemindahan arti dalam suatu organisasi. Menurut Katz dan Khan organisasi adalah sebagai suatu sistem terbuka yang menerima energi dari lingkungannya dan mengubah energi ini menjadi produk atau servis dari sistem dan mengeluarkan produk atau servis ini kepada lingkungan. Jadi komunikasi organisasi sebagai suatu proses penyampaian informasi dari satu orang ke orang lain dalam satu lingkup organisasi dalam aktivitas managemen. Mulyana (2001:11) menyatakan bahwa komunikasi organisasi dapat didefenisikan sebagai pertunjukan dan penafsiran pesan diantara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari suatu organisasi tertentu. Suatu organisasi terdiri dari uni-unit komunikasi dalam hubungan hubungan hierarkis antara satu dengan yang lainnya.

  Komunikasi organisasi merupakan proses pertukaran pesan diantara unit unit organisasi dalam rangka kelancaran pelaksanaan tugas tugas untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien.

  Organisasi sebagai kerangka kerja (frame of work) dari suatu manajemen menunjukkan adanya pembagian tugas, wewenang, dan tanggung jawab yang jelas antara pimpinan dan bawahan dalam suatu system manajemen yang modern. Ada yang diklasifikasikan sebagai pemimpin ada yang bertindak sebagai bawahan. (Ruslan, 2002:88)

  Conrad dalam Romli (2011:2-30) mengidentifikasikan tiga fungsi komunikasi organisasi sebagai berikut:

  1. Fungsi perintah; Berkenaan dengan anggota-anggota organisasi- organisasi mempunyai hak dan kewajiban membicarakan, menerima, menafsirkan, dan bertindak atas suatu perintah. Tujuan dari fungsi perintah adalah koordinasi diantara sejumlah anggota yang bergantung dalami organisasi tersebut.

  2. Fungsi relasional berkenaan komunikasi memperbolehkan anggota- anggota menciptakan dan mempertahankan bisnis produktif hubungan personal dengan anggota organisasi lain. Hubungan dalam pekerjaan mempengaruhi kinerja pekerjaan (job ferformance) dalam berbagai cara.

  3. Fungsi management ambigu berkenaan dengan pilihan dalam situasi organisasi sering disebut dalam keadaan yang sangat ambigu. Misal: motivasi berganda muncul karena pilihan yang diambil akan mempengaruhi rekan kerja dan organisasi; demikian juga diri sendiri; tujuan organisasi tidak jelas dan konteks yang mengharuskan adanya pilihan tersebut mungkin tidak jelas. Komunikasi adalah alat untuk mengatasi dan mengurangi ketidakjelasan (ambiguity) yang melekat dalam organisasi.

2.3. Kepemimpinan

2.3.1 Pengertian Kepemimpinan

  Kepemimpinan telah muncul bersamaan dengan adanya sejarah manusia, yaitu sejak manusia menyadari pentingnya hidup berkelompok untuk mencapai

  • – tujuan bersama. Mereka membutuhkan seseorang yang mempunyai kelebihan kelebihan daripada yang lain, terlepas dalam bentuk apa kelompok manusia tersebut dibentuk. Hal ini wajar karena manusia terlahir dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Berbagai macam defenisi kepemimpinan telah diuraikan oleh para ahli. Kepemimpinan mempunyai arti yang berbeda pada orang
  • –orang yang berbeda. Para ahli biasanya mendefenisikan kepemimpinan
paling menarik perhatian mereka.

  Yukl (1998:2) mengutip beberapa defenisi yang dianggap cukup mewakili defenisi kepemimpinan sebagai berikut:

  1. Kepemimpinan adalah “perilaku dari seorang individu yang memimpin aktivitas-aktivitas suatu kelompok ke satu tujuan yang ingin dicapai bersama (shared goal).”(Hemhill & Coons, 1957, hlm 7) 2. Kepemimpinan adalah “pengaruh antarpribadi, yang dijalankan dalam suatu situasi tertentu, serta diarahkan melalui proses komunikasi ke arah pencapaian satu atau beberapa tujuan tertentu” (Tannenbaum, Wechler, & Massark, 1961, hlm 24) 3. Kepemimpinan adalah “pembentukan awal serta pemeliharan struktur dalam harapan dan interaksi.” (Stogdill, 1974, hlm, 411)

4. Kepemimpian adalah “peningakatan pengaruh sedikit demi sedikit

  • – pada, dan berada diatas kepatuhan mekanis terhadap pengarahan pengarahan rutin organisasi” (Katz & Kahn, 1978, hlm.528) 5.

  Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas-aktivitas sebuah kelompok yang diorganisasi kearah pencapaian tujuan” (Rauch & Behling, 1984 hlm 46) 6. Kepemimpinan adalah sebuah proses memberi arti (pengarahan yang berarti) terhadap usaha kolektif, dan yang mengakibatkan kesediaan untuk melakukan usaha yang diinginkan untuk mencapai sasaran. (Jacobs & Jacques, 1990, hlm 281) 7. Para pemimpin adalah mereka yang secara konsisten memberi kotribusi yang efektif terhadap orde sosial, dan yang diharapkan dan dipersepsikan melakukannya (Hosking, 1988, hlm 153)

  Yukl menambahkan bahwa defenisi tentang kepemimpinan mencerminkan asumsi bahwa kepemimpinan menyangkut sebuah proses pengaruh sosial yang dalam hal ini pengaruh yang disengaja dijalankan oleh seseorang terhadap orang lain untuk menstruktur aktivitas-aktivitas serta hubungan dalam sebuah kelompok atau organisasi. Menurut Tead; Terry; Hoyt dalam Kartono, (2003:49)yaitu kegiatan atau seni mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut untuk kelompok. Menurut Young (dalam Kartono, 2003:50)yaitu bentuk dominasi yang didasari atas kemampuan pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu yang berdasarkan penerimaan oleh kelompoknya, dan memiliki keahlian khusus yang tepat bagi situasi yang khusus.

  Dari beberapa definisi yang telah dipaparkan dapat disimpulkan suatu proses mempengaruhi orang lain, bawahan atau kelompok, baik dengan cara memimpin membimbing, membina, mengarahkannya untuk mencapai tujuan organisasi atau kelompok.

2.3.2 Fungsi dan Tugas Kepemimpinan

  Pemimpin yang berhasil adalah pemimpin yang mampu mengelola dan mengatur organisasi secara efektif serta mampu melaksanakan kepemimpinan secara efektif pula. Untuk itu seorang pemimpin harus betul-betul dapat menjalankan fungsinya sebagai seorang pemimpin.

  Fungsi kepemimpinan ialah: memandu, menuntun, membimbing, membangun atau memberi motivasi-motivasi kerja, mengemudikan organisasi, menjalankan jaringan jaringan komunikasi yang baik, memberikan suvervisi/ pengawasan yang efisien, dan membawa para pengikutnya kepada sasaran yang ingin dituju, sesuai dengan ketentuan waktu dan perencanaan. (Kartono, 2003:81)

  Demikian juga masalah tugas tugas pemimpin ia lebih lanjut menjelaskan bahwa tercakup pula pemberian intensif sebagi bentuk motivasi untuk bekerja lebih giat. Insentif materiil dapat berupa uang, sekuritas fisik, jaminan sosial, tempat tinggal yang menyenangkan, dan lain lain. Juga bisa diwujudkan dengan intensif sosial, berupa: promosi jabatan, status sosial tinggi, martabat diri, prestise sosial, respek dan lain lain. Insentif sosial disebut juga insentif immateril.

2.3.3 Teori Kepemimpinan Kegiatan manusia secara bersama-sama selalu membutuhkan kepemimpinan.

  Untuk berbagai usaha dan kegiatannya diperlukan upaya yang terencana dan sistematis dalam melatih dan mempersiapkan pemimpin baru. Oleh karena itu, banyak studi dan penelitian dilakukan orang untuk mempelajari masalah pemimpin dan kepemimpinan yang menghasilkan berbagai teori tentang kepemimpinan.

  Teori kepemimpinan merupakan penggeneralisasian suatu seri perilaku pemimpin dan konsep-konsep kepemimpinannya, dengan menonjolkan latar belakang historis, sebab-sebab timbulnya kepemimpinan, persyaratan pemimpin, sifat utama pemimpin, tugas pokok dan fungsinya, serta etika profesi kepemimpinan (Kartono, 2003:27).

  Ada beberapa teori tentang kepemimpinan yang akan dijelaskan berikut ini:

a) Teori Sifat

  Teori ini bertolak dari dasar pemikiran bahwa keberhasilan seorang pemimpin ditentukan oleh sifat-sifat, perangai atau ciri-ciri yang dimiliki pemimpin itu.

  Atas dasar pemikiran tersebut timbul anggapan bahwa untuk menjadi seorang pemimpin yang berhasil, sangat ditentukan oleh kemampuan pribadi pemimpin. dimiliki oleh seorang pemimpin, yaitu: memiliki intelegensi tinggi, banyak inisiatif, energik, punya kedewasaan emosional, memiliki daya persusif dan ketrampilan, komunikatif, percaya diri, peka, kreatif, mau memberikan partisipasi sosial yang tinggi, dan lain lain (Kartono, 2003:66)

  Walaupun teori sifat memiliki berbagai kelemahan (antara lain: terlalu bersifat deskriptif, tidak selalu ada relevansi antara sifat yang dianggap unggul dengan efektivitas kepemimpinan) dan dianggap sebagai teori yang sudah kuno, namun apabila kita renungkan nilai-nilai moral dan akhlak yang terkandung didalamnya mengenai berbagai rumusan sifat, ciri atau perangai pemimpin; justru sangat diperlukan oleh kepemimpinan yang menerapkan prinsip keteladanan.

b) Teori Kelompok

  Kepemimpinan ditekankan pada adnya suatu proses pertukaran antara pemimpin dan pengikutnya melibatkan pula konsep konsep sosiologi tentang keinginan keinginan mengembangkan peranan. Teori ini beranggapan bahwa kelompok bisa mencapai tujuan-tujuannya, harus terdapat suatu pertukaran yang positif diantara pemimpin dan pengikut-pengikutnya.

  Penemuan Greene menyatakan bahwa ketika para bawahan tidak melaksanakan pekerjaan secara baik, maka pemimpin cenderung menekankan pada struktur pengambilan inisiatif (perilaku tugas). Tetapi jika para bawahan dapat melaksanakan pekerjaan secara baik maka pemimpin menaikan penekanannya pada pemberian perhatian (perilaku tata hubungan), dalam Thoha (2007:289)

  Teori Situasional Keberhasilan seorang pemimpin menurut teori situasional ditentukan oleh ciri kepemimpinan dengan perilaku tertentu yang disesuaikan dengan tuntutan situasi kepemimpinan dan situasi organisasional yang dihadapi dengan memperhitungkan faktor waktu dan ruang.

  Fiedler (1967) dalam Thoha (2007:291) menyimpulkan bahwa harus diberikan perhatian yang besar terhadap variabel-variabel situasional. Maka sadarlah ia bahwa gaya kepemimpinan yang dikombinasikan dengan situasi akan mampu menetukan keberhasilan pelaksanaan kerja.

d) Teori Jalan Kecil –Tujuan (Path Goal)

  Teori ini menggunakan kerangka teori motivasi. Mereka beranggapan bahwa perilaku pemimpin akan bisa menjadi faktor motivasi terhadap bawahan, jika perilaku itu dapat memuaskan. Gaya kepemimpinan ini dikeluarkan oleh Martin G Evan dan Robet J House. Model kepemimpinan ini merupakan suatu upaya untuk memahami dan meramalkan efektifitas suatu kepemimpinan dalam situasi yang berbeda.

  Menurut teori Path-goal dampak perilaku pemimpin terhadap kepuasan dan usaha para bawahannya tergantung pada aspek aspek situasi termasuk karateristik tugas serta karateristik bawahan. Variabel-variabel moderator situasional ini menentukan baik meningkatnya potensi motivasi bawahan dan cara yang harus dipakai oleh pemimpin dalam meningkatkan motivasi. (Yukl 1998:242) Secara mendasar, model ini menjelaskan apa yang harus dilakukan oleh seorang pimpinan untuk mempengaruhi persepsi bawahan tentang dilakukan oleh seorang pemimpin untuk memotivasi dan memberikan kepuasan kepada bawahannya.

  Ada empat gaya kepemimpinan yang dapat diterapkan oleh seorang pemimpin (Yukl 1998:242-243) sebagai berikut:

  1. Gaya Supportive (mendukung): memberi perhatian kepada kebutuhan para bawahan, memperlihatkan perhatian kepada kesejahteraan mereka dan menciptakan suasana yang bersahabat dalam unit kerja mereka.

  2. Gaya Directive (instruktif): memberitahukan kepada para bawahan apa yang diharapkan dari mereka, memberi pedoman yang spesifik, meminta para bawahan untuk mengikuti peraturan-peraturan dan prosedur, mengatur waktu, dan mengkoordinasi pekerjaan mereka.

  3. Gaya Partisipative (partisipative): Berkonsultasi dengan para bawahan dan memperhitungkan opini dan saran mereka.

  4. Gaya Achievment oriented (orientasi kepada keberhasilan): Menetapkan tujuan-tujuan yang menantang, mencari perbaikan dalam kinerja, dan memperlihatkan kepercayaan bahwa para bawahan akan mencapai standar yang tinggi.

  e) Teori Social Learning

Social learning merupakan suatu teori yang dapat memberikan suatu model

  yang dapat menjamin kelangsungan, interaksi timbal-balik antara pemimpin, lingkungan, dan perilakunya sendiri. Aplikasi dari kepemimpinan ini secara lebih spesifik ialah bawahan secara aktif ikut terlibat dalam proses kegistsn organisasi, dan bersama sama dengan pimpinan memuaskan pada perilakunya sendiri dan perilaku lainnya, beserta memperhitungkan kemungkinan- kemungkinan kognisi-kognisi yang bisa memperagaakan.

  Dengan demikian pendekatan social learning theory ini antara pimpinan dan bawahan mempunyai kesempatan untuk bermusyawarah tentang semua perkara yang timbul.

2.4.2 Pengertian Iklim Komunikasi

  Para ilmuan komunikasi sangat meyakini bahwa iklim komunikasi sangat penting dalam kehidupan berorganisasi. Kepada siapa para anggota organisasi berbicara, siapa yang disukainya, bagaimana aktivitas kerja dilakukan, bagaimana prestasi kerja dicapai, bagaimana beradaptasi dengan organisasi, bagaimana perasaan anggota organisasi dan lain sebagainya salah satinya akan dipengaruhi oleh iklim komunikasi yang terjadi dalam organisasi. Proses komunikasi bersifat lebih terbuka, santai, ramah-tamah dengan anggota lainnya menghasilkan iklim komunikasi yang positif. Iklim komunikasi yang positif berpengaruh terhadap keadaan anggota organisasi dalam berkomunikasi. Sebaliknya, iklim negatif yang terbentuk menjadikan anggota tidak berani berkomunikasi secara terbuka.

  Pace dan Faules (2001:147) mendefinisikan iklim komunikasi sebagai gabungan dari persepsi-persepsi, suatu evaluasi makro, mengenai peristiwa komunikasi, perilaku manusia, respons pegawai terhadap pegawai lainnya, harapan-harapan, konflik-konflik antarpersona, dan kesempatan bagi pertumbuhan dalam organisasi tersebut. Sedangkan Denis dalam Muhammad (2007:86), mengemukakan iklim komunikasi sebagai kualitas pengalaman yang bersifat objektif mengenai lingkungan internal organisasi, yang mencakup persepsi anggota organisasi terhadap pesan dan hubungan pesan dengan kejadian yang terjadi di dalam organisasi.

  Iklim komunikasi berbeda dengan iklim organisasi dalam arti iklim komunikasi meliputi persepsi-persepsi mengenai pesan dan peristiwa yang organisasi dapat disimpulkan sebagai kualitas lingkungan internal organisasi yang secara relatif terus berlangsung yang dialami oleh anggota organisasi serta turut mempengaruhi perilaku mereka

2.4.2 Dimensi Iklim Komunikasi

  Redding (Goldhaber, 1986) dalam Muhammad (2005:85) mengemukakan lima dimensi penting dari iklim komunikasi yang terdiri dari :

  1.

  “suppotiveness” atau bawahan mengamati bahwa hubungan komunikasi mereka dengan atasan membantu mereka membangun dan menjaga perasaan diri berharga dan penting.

  2. Partisipasi membuat keputusan 3.

  Kepercayaan, dapat dipercaya dan dapat menyimpan rahasia 4. Keterbukaan dan keterusterangan.

  5. Tujuan kinerja yang tinggi, pada tingkat mana tujuan kinerja dikomunikasikan dengan jelas kepada anggota organisasi. Muhammad (2009:86) menguraikan pokok persoalan utama dari iklim komunikasi adalah sebagai berikut :

  1. Persepsi mengenai sumber komunikasi dan hubungannya dalam organisasi. Persoalan ini berkaitan dengan kepuasan, keterbukaan, kepercayaan anggota organisasi dengan atasan, teman bekerja dan bawahan sebagai sumber informasi. Serta seberapa penting sumber- sumber tersebut.

  2. Persepsi mengenai tersedianya informasi bagi anggota organisasi. Hal ini berkaitan dengan manfaat, ketepatan penerimaan, serta jumlah informasi yang diterima cocok atau tepat dengan topic-topik yang penting dari sumber informasi

  3. Persepsi mengenai organisasi yang membahas mengenai banyaknya anggota yang terlibat dalam pembuatan keputusan yang mempengaruhi anggota organisasi, apakah tujuan dan objektif dipahami ? Apakah orang diberi sokongan dan dihargai ? Apakah sistem terbuka terhadap input dari anggotanya. menekankan pada persepsi terhadap proses komunikasi yakni sumber komunikasi yang bersifat terbuka, dipercaya dan memberikan kepuasan dalam penyampaian informasi. Persepsi terhadap tersedianya informasi serta persepsi terhadap unsur- unsur yang terdapat di dalam organisasi.

2.4.3 Pengukuran Iklim komunikasi

  Denis (1974) mengemukakan: “Proses pengukuran iklim komunikasi organisasi meliputi penelitian atas persepsi anggota organisasi mengenai pengaruh organisasi. Sebagai suatu konsep yang berkaitan dengan persepsi, iklim komunikasi organisasi diukur dengan meneliti reaksi reaksi perceptual anggota organisasi atas sifat sifat makro organisasi yang relevan dengan komunikasi dan dan berguna bagi anggota organisasi.”(Pace dan Faules, 2001 :157)

  Dengan demikian pengukuran iklim komunikasi berkaitan dengan persepsi anggota organisasi terhadap reaksi reaksi perseptual dan sifat-sifat makro organisasi khususnya yang berkaitan dengan komunikasi.

  Pace dan Faules (2001:159-160) menyebutkan bahwa inventaris Iklim komunikasi terdiri dari enam faktor utama yang dapat digunakan untuk mengukur iklim komunikasi orgsnisasi, keenam faktor tersebut adalah sebagai berikut: 1.

  Kepercayaan. Personel di semua tingkat harus beruaha keras untuk mengembangkan dan mempertahankan hubungan yang didalamnya kepercayaan, keyakinan, dan kredibilitas didukung oleh pertanyaan dan tindakan.

  2. Pembuatan keputusan bersama. Para pegawai di semua tingkat dalam organisasi harus diajak berkomunikasi dan berkonsultasi mengenai semia masalah dalam semua wilayah kebijakan organisasi, yang relevan dengan kedudukan mereka. Para pegawai ndisemua tingkat harus diberi kesempatan berkomunikasi dan berkonsultasi dengan pembuatan keputusan dan penentuan tujuan.

  3. Kejujuran. Suasana umum yang diliputi kejujuran dan keterusterangan harus mampu hubungan-hubungan dalam ortganisasi dan para pegawai mampu mengatakan “apa yang bada dalam pikiran mereka” tanpa mengindahkan apakah mereka berbicara kepada teman sejawat, bawahan atau atasan.

  4. Keterbukaan dalam komunikasi kebawah. Kecuali untuk keperluan informasi rahasia, anggota organisasi harus relatif mudah memperolah informasi yang berhubungan langsung dengan tugas mereka saat itu. Yang mempengaruhi kemampuan mereka untuk memgkoordinasikan pekerjaan mereka dengan orang orang atau bagian bagian lainnya, dan yang berhubungan luas dengan perusahaan, organisasinya, para pemimpin dan rencana-rencana

  5. Mendengarkan dalam komunikasi ke atas. Personel di setiap tingakat dalam organisasi harus mendengarkan saran

  • –saran atau laporan- laporan atau masalah yang dikemikakan personel di setiap tingkat bawahan dalam organisasi, secara berkesinambungan dan dengan pikiran terbuka. Informasi dari bawahan harus dipandang cukup penting untuk dilaksanakan.

  6. Perhatian pada tujuan bekerja tinggi. Personel disemua tingkat dalam orgnisasi harus menunjukan suatu komitmen terhadap tujuan tujuan berkinerja tinggi, produktivitas tinggi, kualitas tinggi biaya rendah, demikian pula menunjukan perhatian besar para anggota organisasi lainnya.

2.5 Motivasi kerja

2.5.1 Pengertian Motivasi

  Motvasi sangat penting artinya bagi seseorang mengingat motivasi merupakan dorongan/motif dalam diri seseorang yang mempengaruhi tingkah laku terentu, serta usaha menumbuh kembangkan bagi diri pribadi orang tersebut. Motivasi adalah sebuah konsep yang tidak dapat diamati secara langsung namun dapat diinterpretasikan dalam tingkah laku, berupa rangsangan, dorongan atau pembangkit tenaga sehingga seseorang tergerak untuk melakukan sesuatu. Beberapa ilmuwan mendefinisikan dan mengembangkan penelitian yang terkait beberapa definisi motivasi: “Robert C.Beck dalam Motivation Theories and Principle berpendapat bahwa motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai tenaga penggerak yang mempengaruhi kesiapan untuk memulai melakukan rangkaian kegiatan dalam suatu perilaku. Sardiman A.M. berpendapat bahwa motivasi dapat dipandang sebagai perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya feeling, dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Uno, (2007:

  63).“ Definisi yang dikemukakan oleh ilmuwan tersebut dapat diartikan bahwa motivasi adalah daya penggerak atau pendorong untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Tujuan berkaitan dengan kebutuhan setiap dasar setiap individu, seperti kebutuhan biogenetis, sosiogenetis dan teologis.

  Pandangan-pandangan terhadap motivasi dalam bentuk definisi melahirkan beberapa konsep. Salah satu konsep dirumuskan oleh Uno (2007: 65).

  Ia berpendapat bahwa motivasi tersusun atas tiga unsur yakni upaya, tujuan organisasi dan kebutuhan. Ketiga unsur tersebut saling berkaitan, setiap anggota organisasi berupaya sekuat tenaga untuk mencapai tujuan organisasi yang pada dasarnya merupakan kebutuhan anggota organisasi. Sejalan dengan kebutuhan tersebut, mengenai kebutuhan yang mempengaruhi perilaku individu dalam organisasi yang terbagi atas:kebutuhan hidup, kebutuhan keamanan, kebutuhan berafiliasi yakni hubungan antarpersonal yang didasari saling memberi dan menerima, kebutuhan adanya penghargaan, kebutuhan untuk tidak bergantung dengan orang lain, serta kebutuhan akan prestasi dan kompetisi.

  Motivasi sangat penting artinya bagi bagi seseorang mengingat motivasi merupakan dorongan/motif dalam diri individu yang mempengaruhi tingkah laku tertentu, serta usaha menumbuh kembangkan bagi kehidupan pribadi yang bersangkutan. Menurut Hasibuan dalam penelitian Sinaga (2010:44) pemberian motivasi pada pegawai bertujuan untuk: 1.

  Mendorong gairah dan semangat kerja pegawai.

  2. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja pegawai 3.

  Meningkatkan produktivaitas kerja.

  4. Mempertahankan loyalitas 5.

  Meningkatkan kedisiplinan dan menurunkan tingkat absensi pegawai. Dengan demikian motivasi berfungsi untuk:meningkatkan hasil kerja, mempercepat proses penyelesaian pekerjaan dan sebagai sarana pencapaian tujuan dan pengembangan prestasi. Secara singkat manfaat motivasi yang utama adalah bagaimana menciptakan gairah kerja, sehingga produktivitas kerja meningkat (Arep, 2003:16) Sementara itu manfaat yang diperoleh karena bekerja dengan pegawai yang termotivasi adalah pekerjaan dapat diselesaikan tepat artinya sesuai dengan standart yang benar dan dalam waktu yang tepat. Sesuatu yang dikerjakan dengan motivasi akan mendorong orang mengerjakan pekerjaanya dengan senang.

  Hal ini dimaklumi karena dorongan yang begitu tinggi untuk mencapai target yang ditetapkan. Produktivitas kerja akan akan dipantau oleh individu yang bersangkutan dan ntidak akan membutuhkan terlalu banyak pengawasaan, semangat juang yang tinggi yang akan memberikan suasana kerja yang baik di semua bidang. Hal ini dapat dilihat dalam gambar berikut:

  1. Bekerja sesuai dengan standar

  2. Senang bekerja

  3. Merasa berharga Orang-orang yang termotivasi

  4. Bekerja keras

  5. Sedikit pengawasan

  6. Semangat juang tinggi Sumber : Sinaga (2010:43)

2.5.3. Teori-Teori Motivasi

  Pentingnya motivasi kerja secara praktis tidak dapat terlepas dari perkembangan teoritis. Teori-teori memberikan penjelasan mengenai motivasi kerja dari berbagai perspektif komunikasi. Hasibuan (2003:102) mengelompokan teori motivasi menjadi dua bagian, yaitu Teori Kepuasan (Content Theory) dan Teori Proses (Process theory) Teori kepuasan (content). Kedua teori terseblut akan dijelaskan dalam beberapa pembahasan berikut ini ;

1. Teori Kepuasan

  Teori ini mengemukakan bahwa seseorang akan bertindak (semangat bekerja) untuk dapat memenuhi kebutuhan kebutuhan dan kepuasannya. Dapat dikatakan bahwa semakin tinggi standart kebutuhan seseorang dan kepuasan yang diinginkan, maka semakin giat dia bekerja. Tinggi rendahnya tingkat kebutuhan dan kepuasan seseorang mencerminkan semangat kerja orang tersebut. Teori kepuasan yang dikenal antara lain;

  Teori Maslow yang disebut juga dengan Maslow Hierarchy of

  need. Menurut teori ini, kebutuhan dan kepuasan kerja identik dengan kebutuhan biologis dan psikologis, yaitu berupa materiil dan non materiil.

  Maslow mengatakan bahwa kebutuhan manusia itu dapat diklasifikasikan kedalam lima hierarki kebutuhan yaitu:

  1. Kebutuhan fisiologis (physiological needs) yaitu kebutuhan yang diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup seseorang, seperti makan, minum, udara, perumahan dan lainnya. Dalam organisasi kebutuhan-kebutuhan ini dapat berupa uang, hiburan, program pension, lingkungan kerja yang nyaman.

  2. Kebutuhan keselamatan dan keamanan (safety and security need) yaitu kebutuhan keamanan dari ancaman yakni merasa aman dari ancaman kecelakaan dalam melakukan pekerjaan. Dalam organisasi kebutuhan ini dapat berupa keamanan kerja, senioritas, program pemberhentian kerja, uang pesangon.

  3. Kebutuhan rasa memiliki (social need) yaitu kebutuhan akan teman, cinta dan memiliki. Sosial need di dalam organisasi dapat berupa keompok kerja (team work) baik secara formal maupun informal.

  4. Kebutuhan akan harga diri (esteem need or status needs) yaitu kebutuhan akan penghargaan diri, pengakuan serta penghargaan prestise dari karyawan dan masyarakat lingkungan. Dalam organisasi kebutuhan ini dapat berupa reputasi diri, gelar dsb.

  Kebutuhan akan perwujudan diri (self actualization) a dalah kebutuhan akan aktualisasi diri dengan menggunaka kecakapan, kemampuan, keterampilan dan potensi optimal untuk mencapai prestasi kerja yang sangat memuaskan atau luar biasa yang sulit dicapai orang lain.

  (Romli, 2011:85-86)

b) Teori Dua Faktor Frederick Hezerberg

  Menurut Hezerberg ada dua faktor penting dalam teori ini. Yaitu faktor kepuasan kepuasan dalam bekerja (satisfier) yang disebut motivator, dan faktor ketidak puasan (dissatisfier) yang disebut faktor hygiene. Faktor faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja (satisfier) disebut motivator, yang meliputi, prestasi, pengahargaan, tanggung jawab, promosi, pekerjaan itu sendiri dan potensi bagi pertumbuhan pribadi. Faktor-faktor yang berhubungan dengan ketidak puasan (dissatisfier) disebut faktor pemeliharaan (maintenance) atau kesehatan (Hygiene), meliputi gaji, pengawasan, hubungan kerja, kondisi kerja, administrasi, kebijakan organisasi, hubungan antar pribadi sesama rekan kerja, hubungan dengan pimpinan, dan hubungan antar pribadi dengan bawahan di tempat kerja.

  Hezerberg berdasarkan Hasil penelitiannya menyatakan ada tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam memotivasi bawahan, yaitu:

  1. Hal hal yang mendorong karyawan adalah “Pekerjaan yang menantang yang mencakup perasaan untuk berprestasi, bertangungjawab, dapat menikmati pekerjaan, kemajuan dapat menikmati pekerjaan itu sendiri dan adanya pengakuan atas semuanya itu.

  Hal hal yang dapat mengecewakan karyawan adalah pekerjaan terutama faktor yang bersifat embel-embel saja pada pekerjaan, peraturan pekerjaan, penerangan, sebutan jabatan, istirahat, hak, gaji, tunjangan, dan lain-lainnya.

  3. Karyawan kecewa. Jika peluang untuk berprestasi terbatas, mereka akan menjadi sensitif pada lingkungannya serta mulai mencari-cari kesalahan. (Hasibuan 1996:108)

c) Teori Motivasi Prestasi

  Teori ini dikemukakan oleh David Mc.Clelland, disebut juga dengan teori motivasi prestasi. Menurut Clelland ada tiga komponen dasar yang dapat digunakan untuk memotivasi orang bekerja yaitu: 1.

   Need achievment

  Merupakan kebutuhan untuk mncapai sukses, yang diukur berdasarkan standart kesempurnaan dalam diri seseorang. kebutuhan ini berhubungan erat dengan pekerjaan dan mengarahkan tingkah laku pada uasha mencapai prestasi tertentu.

  2. Need for affiliation.

  Merupakan kebutuhan akan kehangatan dan sokongan dalam hubungannya dengan orang lain. Kebutuhan ini mengarahkan tingkah laku untuk mengadakan hubungan secara akrab dengan orang lain.

  3. Need for power Kebutuhan untuk menguasai dan memengaruhi terhadap orang lain.

  Kebutuhan ini menyebabkan orang yang bersangkutan tidak atau kurang memperdulikan orang persaan orang lain. (Romli, 2011: 91)

  Clayton Alderfer merumuskan model kategori kebutuhan yang lebih sejalan dengan bukti empiris yang sudah ada. Seperti Maslow dan Herzberg, Alderfer merasa bahwa ada nilai dalam mengkategorikan kebutuhan dan bahwa ada perbedaan mendasar antara kebutuhan dengan urutan rendah dan kebutuhan dengan urutan lebih tinggi.

  Alderfer mengidentifikasi tiga kelompok kebutuhan:eksistensi (existence), hubungan (relatedness), dan perkembangan (growth), yang kemudian disebut teori ERG, Thoha (2007:233) Kebutuhan eksistensi berhubungan dengan kelangsungan hidup (kesejahteraan fisiologis). Kebutuhan hubungan menekankan pentingnya hubungan social atau hubungan antarpribadi. Kebutuhan perkembangan berhubungan dengan keinginan intrinsic individu terhadap perkembangan pribadinya.

2. Teori Proses

a) Teori Harapan (Expectency Theory)

  Teori pengharapan berpendapat bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dengan suatu cara terentu tergantung kepada suatu kekuatan dari suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh keluaran terentu dan pada daya tarik dari keluaran tersebut bagi individu tersebut.

  Teori ini dikemukakan oleh Victor H.Vroom yang menyatakan bahwa seseorang bekerja untuk merealisasikan harapan-harapannya dan pekerjaan itu. Teori ini didasarkan kepada 3 komponen, yaitu: (a) harapan, nilai, adalah akibat dan perilaku tertentu yang mempunyai nilai martabat tertentu bagi setiap individu yang bersangkutan; (c) pertautan, adalah besarnya probabilitas, jika bekerja secara efektif apakah akan terpenuhi keinginan dan kebutuhan tertentu yang diharapkan.

b) Teori keadilan (Ekuitas)

  J.Stacy Adams berpendapat bahwa input utama dalam kinerja dan kepuasan adalah tingkat ekuitas atau inekuitas yang diterima seseorang dalam pekerjaan mereka. Inekuitas terjadi jika rasio input hasil seseorang dan rasio input hasil orang lain tidak sama. Secara skematis digambarkan sebagai berikut:Jika rasio yang dinilai seseorang tidak sama dengan orang lain, maka orang tersebut akan berjuang untuk memulihkan rasio ekuitas.“ perjuangan” untuk memulihkan ekuitas digunakan sebagai penjelasan motivasi kerja. Kekuatan motivasi ini searah dengan inekuitas yang dirasakan. Dalam perkembangan terbaru teori ekuitas diperluas menjadi apa yang disebut dengan keadilan organisasi. Teori ekuitas berfungsi sebagai fondasi keadilan pada dimensi-dimensi keadilan. Sebagai contoh, teori ekuitas menjelaskan kondisi dimana hasil akhir keputusan (tingkat gaji, kenaikan gaji, dan promosi) dianggap adil atau tidak. Teori ekuitas mendukung persepsi keadilan distributif, berkaitan dengan apakah jumlah dan alokasi penghargaan dalam penetapan sosial adil atau tidak.

  Perspektif-perspektif yang berbeda lahir dari teori-teori motivasi kerja yang ada. Perbedaan-perbedaan tersebut tak lantas memberikan turut membantu perusahaan atau jajaran management perusahaan dalam memberdayakan anggotanya untuk menjalankan aktivitas perusahaan.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Gaya kepemimpinan dan Iklim Komunikasi terhadap Motivasi kerja Pegawai di Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI Sumatera Utara

2 60 156

Pengaruh Motivasi kerja dan Gaya kepemimpinan Terhadap Kinerja Keuangan dengan Komitmen Organisasi sebagai Variabel Moderasi di Universitas Islam Sumatera Utara

6 59 108

Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL) Di Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI Stasiun Jawa Barat

1 7 1

Laporan Praktek Kerja Lapangan Di Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI Stasiun Jawa Barat

0 5 1

Laporan Praktek Kerja Lapangan Di Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI Stasiun Jawa Barat

7 73 63

Konsistensi Penyelenggaraan RRI dan TVRI sebagai Lembaga Penyiaran Publik

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis - Pengaruh Motivasi Dan Kemampuan Pegawai Terhadap Kualitas Pelayanan Publik Pada Dinas Pendapatan Kabupten Tapanuli Tengah Provinsi Sumatera Utara

0 0 31

BAB II URAIAN TEORITIS 2.1. Kerangka Teori - Strategi Komunikasi Pelayanan dan Kepuasan (Studi korelasional Strategi Komunikasi Pelayanan Pegawai Perpustakaan USU terhadap Kepuasan Mahasiswa USU)

0 0 20

BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Kerangka Teoritis - Komunikasi Organisasi dan Kinerja Pegawai (Studi Korelasional mengenai Pengaruh Komunikasi Organisasi terhadap Kinerja Pegawai di Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Toba Samosir)

0 0 24

Kepada Yth. Bapak Ibu Di- Tempat Hal: Bantuan Pengisian kuesioner Lampiran : 4 (empat) Lembar - Pengaruh Gaya kepemimpinan dan Iklim Komunikasi terhadap Motivasi kerja Pegawai di Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI Sumatera Utara

0 0 29