Seleksi GalurKedelai (Glycine max (L.) Merril) Generasi F4Pada Tanah Salin

  TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman

  Menurut Sharma (1993) tanaman kedelai diklasifikasikan sebagai berikut :Kingdom Plantae, Divisio Spematophyta, Subdivisio Angiospermae, Class Dicotyledoneae, Ordo Polypetales, Family Leguminosea, Genus Glycine, Species Glycine max (L.) Merill.

  Pada akar-akar cabang terdapat bintil-bintil akar berisi bakteri Rhizobium

  japonicum , yang mempunyai kemampuan mengikat zat lemas bebas (N2) dari

  udara yang kemudian dipergunakan untuk menyuburkan tanah (Andrianto dan Indarto, 2004).

  Tanaman kedelai berbatang pendek (30-100 cm), memiliki 3-6 percabangan, dan berbentuk tanaman perdu.Pada pertanaman yang rapat sering kali tidak terbentuk percabangan atau hanya bercabang sedikit.Batang tanaman kedelai berkayu, biasanya kaku dan tahan rebah, kecuali tanaman yang dibudidayakan di musim hujan atau tanaman yang hidup di tempat ternaungi.Menurut tipe pertumbuhannya, tanaman kedelai dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu determinate, indeterminate, dan semideterminate (Pitojo, 2003).

  Terdapat empat tipe daun yang berbeda, yaitu kotiledon atau daun biji, daun primer sederhana, daun bertiga, dan daun profila. Daun primer sederhana berbentuk telur (oval) berupa daun tunggal (unifoliat) dan bertangkai sepanjang 1-2 cm, terletak bersebrangan pada buku pertama di atas kotiledon. Daun-daun berikutnya daun bertiga (trifoliat), namun adakalanya terbentuk daun berempat atau daun berlima (Hidayat, 1985).

  Bunga kedelai berwarna putih, ungu pucat dan ungu.Bunga dapat menyerbuk sendiri.Saat berbunga bergantung kepada kultivar (varietas) dan iklim.

  Suhu mempengaruhi proses pembungaan. Semakin pendek penyinaran dan semakin tinggi suhu udaranya, akan semakin cepat berbunga (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

  Buah kedelai berbentuk polong.Jumlah polong bervariasi mulai 2-20 dalam satu pembungaan dan lebih dari 400 dalam satu tanaman.Satu polong berisi 1-5 biji, namun pada umumnya berisi 2-3 biji per polong.Polong berlekuk lurus atau ramping dengan panjang kurang dari 2-7 cm. Polong muda berwarna hijau dan polong masak berwarna kuning muda sampai kuning kelabu, coklat atau hitam.Warna polong tergantung pada keberadaan pigmen karoten dan xantofil, warna trikoma, dan ada-tidaknya pigmen antosianin.Pada polong terdapat trikoma (bulu) dengan intensitas kepadatan dan panjang yang berlainan tergantung varietasnya (Adie dan Krisnawati, 2006).

  Biji kedelai berkeping dua terbungkus kulit biji dan tidak mengandung jaringan endosperma.Embrio terletak diantara keping biji.Warna kulit biji kuning, hitam, hijau, atau coklat.Pusar biji (hilum) adalah jaringan bekas biji melekat pada dinding buah, bentuk biji kedelai pada umumnya bulat lonjong, tetapi ada juga yang bundar atau bulat agak pipih (Departemen Pertanian, 1990).

  Bentuk biji kedelai beragam dari lonjong hingga bulat, dan sebagian besar kedelai yang ada di Indonesia berkriteria lonjong.Pengelompokkan ukuran biji kedelai berbeda antarnegara, di Indonesia kedelai dikelompokkan berukuran besar(berat > 14 g/100 biji), sedang (10-14 g/100 biji), dan kecil (< 10 g/100 biji) (Adie dan Krisnawati, 2006).

  Syarat Tumbuh Iklim

  Tanaman kedelai sebagian besar tumbuh di daerah yang beriklim tropis dan subtropis. Sebagai barometer iklim yang cocok bagi kedelai adalah bila cocok bagi tanaman jagung. Bahkan daya tahan kedelai lebih baik daripada jagung. Tanaman kedelai dapat tumbuh baik di daerah yang memiliki curah hujan sekitar 100-400 mm/bulan(Sugeno, 2008).

  o o

  Pertumbuhan optimum tercapai pada suhu 20 -25

  C. Suhu 12 – 2 C adalah suhu yang sesuai bagi sebagian besar proses pertumbuhan tanaman, tetapi dapat menunda proses perkecambahan benih dan pemunculan kecambah, serta

  o

  pembungaan dan pertumbuhan biji. Pada suhu yang lebih tinggi dari 30

  C, fotorespirasi cenderung mengurangi hasil fotosintesis (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

  Kelembaban udara yang optimal bagi tanaman kedelai berkisar antara RH 75-90% selama periode tanaman tumbuh hingga stadia pengisian polong dan kelembaban udara rendah (RH 60-75%) pada waktu pematangan polong hingga panen.Suhu udara yang agak rendah (20-22°C) dan udara kering pada saat panen sangat ideal bagi pelaksanaan panen sehingga biji kedelai bermutu tinggi (Sumarno dan Manshuri, 2007).

  Air merupakan faktor yang penting bagi tanaman, karena berfungsi sebagai pelarut hara, berperan dalam translokasi hara dan fotosintesis. Pada periode kering tanaman sering mendapatkan cekaman kekeringan, karena kurang suplai air di daerah perakaran dan atau laju transpirasi melebihi laju absorbsi air oleh tanaman. Apabila cekaman kekeringan berkepanjangan maka tanaman akanmati. Cekaman kekeringan mempengaruhi pembukaan stomata, makin tinggi tegangan air akan mengurangi pembukaan stomata. Cekaman kekeringan yang terjadi pada saat pertumbuhan generatif, misalnya saat pengisian polong, akan menurunkan produksi. Kekeringan dapat juga menurunkan bobot biji, sebab bobot biji sangat dipengaruhi oleh jumlah air yang diberikan dalam musim tanam. Balittan Malang (1990) melaporkan bahwa pemberian air yang intensif akan berpengaruh terhadap hasil biji kedelai. Pemberian air setiap 10 hari selama musim tanam dapat meningkatkan hasil menjadi 2 ton/ha diban dibandingkan pemberian 3 kali selama musim tanam (1.71 ton/ha) dan tanpa irigasi teratur hanya 1.47 ton/ha (Agung dan Rahayu, 2004).

  Tanah

  Tanah yang ideal untuk usahatani kedelai adalah yang bertekstur liat berpasir, liat berdebu-berpasir, debu berpasir, drainase sedang-baik, mampu menahan kelembaban tanah dan tidak mudah tergenang.Kandungan bahan organik tanah sedang-tinggi (3-4%) sangat mendukung pertumbuhan tanaman, apabila hara tanahnya cukup (Sumarno dan Manshuri, 2007).

  Kedelai termasuk tanaman yang mampu beradaptasi terhadap berbagai agroklimat, menghendaki tanah yang cukup gembur, tekstur lempung berpasir dan liat. Tanaman kedelai dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang mengandung bahan organik dan pH antara 5,5-7 (optimal 6,7). Tanah hendaknya mengandung cukup air tapi tidak sampai tergenang (Departemen Pertanian, 1996).

  Persyaratan tanah yang ideal untuk pertumbuhan kedelai adalah sebagai berikut : 1) Lapisan olah tanah cukup dalam, 40 cm atau lebih ; 2) Tekstur tanah mengandung liat atau debu dan liat disertai pasir, dengan drainase sedang hingga baik ; 3) Struktur tanah agak gembur, tetapi tidak terlalu lepas dimana butir tanah terikat oleh liat atau bahan organik ; 4) Memiliki kapasitas menyimpan kelembaban tanah yang baik ; 5) Butiran tanah pada permukaan halus, tidak berkrikil atau berbatu ; 6) Terdapat sumber pengairan, atau memperoleh hujan yang cukup, sekitar 100-200 mm/bulan, pada dua bulan pertama sejak tanam ; 7) Tidak mudah tergenang ; 8) Lahan terletak pada dataran rendah hingga tinggi – sedang (1-1000 m dpl) ; 9) Tidak ternaungi dan intensitas sinar matahari penuh (Sumarno dan Manshuri, 2007).

  Salinitas

  Salinitas, proses ini terjadi di daerah kering dan panas merupakan gerakan garam dari profil tanah bawah (sub soil) ke bagian atas (top soil). Pada bagian atas terjadi penguapan yang intensif ( suasana panas dan kering ), sehingga menyebabkan larutan garam bergerak secara kapilaritas ke atas, menguap, dan meninggalkan endapan garam dipermukaan tanah. Apabila proses ini berlangsung terus menerus sepanjang tahun, maka terbentuk tanah garam (saline soil). Di Indonesia proses ini tidak berlangsung sepanjang tahun, hanya terdapat di daerah panas dan kering. Pada musim kemarau terjadi salinisasi, sebaliknya pada musim hujan terjadi desilinisasi. Pengurangan kadar garam dipermukaan tanah terjadi karena curah hujan yang turun kemudian melindi ke bawah. Proses salinisasi hanya terjadi pada tanah yang mempunyai tekstur halus sampai sangat halus ( Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

  Toleransi terhadap salinitas adalah beragam dengan spektrum yang luasdiantara spesies tanaman mulai dari yang peka hingga yang cukup toleran.Lima tingkat pengaruh salinitas tanah terhadap tanaman,mulai dari tingkat non-salin hingga tingkat salinitas yang sangat tinggi.

  Tabel 1.Pengaruh Tingkat Salinitas terhadap Tanaman Tingkat Salinitas Konduktivitas Pengaruh Terhadap Tanaman

  (mmhos) Non Salin 0 – 2 Dapat diabaikan

  Rendah 2 – 4 Tanaman yang peka terganggu Sedang 4 – 8 Kebanyakan tanaman terganggu

  Tinggi 8 – 16 Tanaman yang toleran belum terganggu Sangat Tinggi >16 Hanya beberapa jenis tanaman toleran yang dapat tumbuh

  Follet et al (1981) mengklasifikasikan tanah menurut salinitas atas tigakelompok berdasarkan hasil pengukuran daya hantar listrik sebagai berikut :

  1. Tanah salin dengan daya hantar listrik > 4,0 mmhos/cm, pH < 8,5 dan Na- dd< 15% dengan kondisi fisik normal. Kandungan garam larutan dalam tanahdapat menghambat perkecambahan, penyerapan unsur hara danpertumbuhan tanaman.

2. Tanah sodik dengan daya hantar listrik < 4,0 mmhos/cm, pH > 8,5 dan

  Nadd&gt; 15% dengan kondisi fisik buruk. Garam yang terlarut dalam tanahrelatip rendah, dan keadaan tanah cenderung terdispersi dan tidak permeableterhadap air hujan dan air irigasi.

  3. Tanah salin sodik dengan daya hantar listrik &gt; 4,0 mmhos/cm, pH &lt; 8,5 danNa-dd &gt; 15% dengan kondisi fisik normal. Keadaan tanah umumnyaterdispersi dengan permeabilitas rendah dan sering tergenang jika diairi.

  Suatu tanah disebut tanah alkali atau tanah salin jika kapasitas tukar kation (KTK) atau muatan negative koloid-koloidnya dijenuhi oleh &gt; 15% Na, yang mencerminkan unsur ini merupakan komponen dominan dari garam-garam larut yang ada. Pada tanah-tanah ini, mineral sumber utamanya adalah halit (NaCl) (Hanafiah, 2005).

  Tanah-tanah salin dan sodik, yang kini disebut Aridisol, adalah tanah- tanah daerah iklim kering dengan curah hujan rata-rata kurang dari 500 mm (20 in.) per tahun.Jumlah H

2 O yang berasal dari presipitasi tidak cukup untuk

  menetralkan jumlah H

2 O yang hilang oleh evaporasi dan

  evapotranspirasi.Sewaktu air luapan ke atmosfer, garam-garam tertinggal dalam tanah. Proses penimbunan garam mudah larut dalam tanah ini disebut salinisasi.

  Garam-garam tersebut terutama adalah NaCl, Na SO , CaCO , dan/atau

  2

  4

  3 MgCO 3 .Dulu tanah-tanh yang terbentuk disebut tanah salin, tanah alkali putih,

  atau solonchak.Mereka termasuk tipe tanah zonal.Salinisasi dapat juga terjadi secara setempat dan membentuk tanah salin tipe intrazonal, seperti misalnya tanah-tanah yang direklamasi dari dasar laut dan tanah-tanah didaerah pantai yang dipengaruhi oleh pasang surut (Tan, 2004).

  Pengaruh Salinitas Terhadap Tanaman

  Salinitas menekan proses pertumbuhan tanaman dengan efek yang menghambat pembesaran dan pembelahan sel, produksi protein dan penambahan biomassa tanaman. Tanaman yang mengalami stress garam umumnya tidak menunjukkan respon dalam bentuk kerusakan langsung tapi pertumbuhan yang tertekan dan perubahan secara perlahan. Gejala pertumbuhan tanaman pada tanah dengan tingkat salinitas yang cukup tinggi adalah pertumbuhan yang tidak normal seperti daun mongering dibagian ujung dan gejala khlorosis. Gejala ini timbul karena konsentrasi garam terlarut yang tinggi menyebabkan menurunnya potensial larutan tanah sehingga tanaman kekurangan air (Sipayung, 2003).

  Pengendapan garam yang sudah larut dalam tanah secara parah menghambat pertumbuhan tanaman. Pengendapan garam tersebut akan mengimbas plamolisis, yaitu suatu proses bergerak keluarnya air dari tanaman ke

  • larutan tanah. Kehadiran ion Na dalam jumlah tinggi dapat mempertahankan partikel-partikel tanah tetap tersuspensi.Dengan pengeringan, tanah membentuk lempeng-lempeng keras, dan terjadi pembentukan kerak dipermukaan.Yang disebut terakhir ini menurunkan porositas tanah dan aerase terhambat secara parah.Nilai pH yang tinggi pada banyak diantara tanah-tanah tersebut juga menurunkan ketersedian sejumlah hara mikro.Jenis tanah ini sering kahat dalam Fe, Cu, Zn, dan/atau Mn (Tan, 2004).

  Kelarutan garam yang tinggi dapat menghambat penyerapan (up take) air dan hara oleh tanaman seiring dengan terjadinya peningkatan tekanan osmotic.

  Secara khusus, kadargaram yang tinggi menimbulkan keracunan tanaman,

  terutama oleh ion Na dan Cl . Beberapa tanaman peka terhadap kegaraman

  • 1

  (&lt;4 dS.m ) seperti apel, jeruk, dan kacang-kacangan, tanaman lain nisbi tahan

  • 1

  kegaraman (4-10 dS.m ) seperti padi, kentang, mentimun, sorgum dan jagung dan

  • 1

  tanaman yang lainnya lebih tahan kegaraman (&gt;10 dS.m ) seperti kapas, bayam, dan kurma (Noor,2004).

  Dalam penelitian Manurung (2001) mengenai pengaruh NaCl dan KCl terhadap pertumbuhan dan pruduksi serta serapan hara pada tanaman kedelai menyatakan bahwa pengaruh NaCl terhadap berat 100 biji mempunyai hubungan linier yang negatif dimana penambahan NaCl menurunkan berat rata-rata 100 biji, lebih dipengaruhi faktor genetis bahwa suatu biji tidak terpengaruh oleh meningkatnya dosis NaCl, tetapi antar varietas menunjukkan perbedaan signifikan. Karakter biji lebih ditentukan oleh genetic tanaman itu, kecuali dalam dosis letal. Rendahnya jumlah polong akibat pemberian 313,92 mg/pot NaCL menunjukan bahwa dosis 100% NaCl telah menghambat proses fotosintesis dan translokasi sehingga hasil asimilasi akan semangkin berkurang, akibat lain adalah terganggunya translokasi dari tempat pembuatan (source) ke tempat pemanfaatan atau sink, penghambatan ini respon tanaman dengan menurunkan laju fotosintesis sehingga mengganggu transport asimilat dalam floem. Berat kering akar pada pemberian NaCl di atas 78,48 mg/pot menurun dikarenakan semangkin meningkatnya ion Na di dalam tanah sehingga perkembangan akar akan menjadi tertekan akibat akumulasi ion Na di sekitar komplek jerapan.

  Tingginya konsentrasi garam menyebabkan gangguan pada seluruh siklus hidup kedelai. Tingkat toleransi kedelai pada berbagai varietas kedelai bervariasi menurut tingkat pertumbuhan. Perkecambahan biji kedelai akan terhambat pada konsentrasi garam rendah. Konsentrasi garam yang lebih tinggi secara nyata akan menurunkan persentase perkecambahan. Pengaruh garam pada tahap awal dan penurunan persentase perkecambahan lebih menonjol pada varietas yang sensitif dibandingkan varietas toleran. Sifat-sifat agronomi kedelai sangat dipengaruhi oleh salinitas yang tinggi, diantaranya :

  1. Pengurangan tinggi tanaman, ukuran daun, biomassa, jumlah ruas, jumlah cabang, jumlah polong, bobot tanaman dan bobot 100 biji

2. Penurunan kualitas biji

3. Penurunan kandungan protein biji 4.

  Menurunkan kandungan minyak pada biji kedelai 5. Nodulasi kedelai 6. Mengurangi efisiensi fiksasi nitrogen 7. Menurunkan jumlah dan bobot bintil akar (Phang, et al, 2008) .

  Varietas Kedelai Toleran Cekaman Salinitas

  Salinitas adalah salah satu faktor abiotik penting yang membatasi produksi kedelai di seluruh dunia.Reklamasi tanah bukanlah pilihan ekonomis untuk meningkatkan produksi kedelai yang mengalami cekaman salinitas.Oleh karena itu, perbaikan genetik untuk toleransi garam merupakan pilihan yang lebih hemat biaya.Pemuliaan konvensional telah memberikan kontribusi signifikan terhadap peningkatan kedelai dalam 50 tahun terakhir.Melalui pemuliaan konvensional, mudah untuk memanipulasi pewarisan sifat-sifat kualitatif yang kurang peka terhadap perubahan lingkungan, tetapi sifat kuantitatif seperti hasil atau toleransi terhadap stres abiotik secara signifikan dipengaruhi oleh lingkungan (Pathan, et.al , 2007).

  Beberapa tanaman mengembangkan mekanisme untuk mengatasi cekaman tersebut di samping itu ada pula yang menjadi teradaptasi.Mayoritas tanaman budidaya rentan dan tidak dapat bertahan pada kondisi salinitas tinggi, atau sekalipun dapat bertahan tetapi dengan hasil panen yang berkurang.Studi mengenai respon tanaman terhadap salinitas penting dalam usaha teknik penapisan tanaman yang efektif.Varietas kedelai menunjukkan spektrum luas dalam kemampuannya mentoleransi garam.Penapisan genotipe kedelai telah dilakukan untuk mengidentifikasi sifat genetik yang menunjukkan toleransi tinggi terhadap cekaman garam.Saat ini, pemuliaan merupakan strategi utama untuk meningkatkan toleransi garam pada kedelai (Phang, et.al, 2009).

  Kedelai diklasifikasikan sebagai tanaman yang agak toleran salinitas tergantung dari perbedaan varietas (Katerji, et.al, 2000) Penelitian Rahmawati dan Rosmayati (2010) menunjukkan bahwa dari 20 varietas yang ditanam pada tanah salin, hanya 5 varietas yang mampu menyelesaikan siklus hidupnya sampai fase generatip menghasilkan biji, sedangkan 15 varietas lainnya hanya mampu sampai pada fase vegetatip saja. Kelima varietas tersebut adalah Grobogan, Anjasmoro, Bromo, Cikuray dan Detam 2.

  Mekanisme toleransi garam pada kedelai dapat diklasifikasikan menjadi 4 kategori utama, yaitu :

  1. Pemeliharaan ion homeostatis

  2. Penyesuaian sebagai respon terhadap stress osmotic

  3. Pemulihan keseimbangan oksidatif

  4. Adaptasi struktural dan metabolik lain (Phang, et.al, 2008).

  Seleksi Adaptasi

  Bentuk adaptasi morfologi dan anatomi yang dapat diturunkan dan unik dapat ditemukan pada halofita (tanaman yang toleran garam) yang mengalami evolusi melalui seleksi alami pada kawasan pantai dan rawa-rawa asin. Salinitas menyebabkan perubahan struktur yang memperbaiki keseimbangan air tanaman sehingga potensial air dalam tanaman dapat mempertahankan turgor dan seluruh proses biokimia untuk pertumbuhan dan aktivitas yang normal. Perubahan struktur mencakup ukuran daun yang lebih kecil, stomata yang lebih kecil per satuan luas daun, peningkatan sukulensi, penebalan kutikula dan lapisan lilin pada permukaan daun, serta lignifikansi akar yang lebih awal (Harjadi dan Yahya, 1988).

  Ukuran daun yang lebih kecil sangat penting untuk mempertahankan turgor. Sedangkan lignifikasi akar diperlukan untuk penyesuaian osmose yang sangat penting untuk memelihara turgor yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman dan aktivitas normal. Respon perubahan struktural dapat beragam pada berbagai jenis tanaman dan tipe salinitas.Salinitas klorida umumnya menambah sukulensi pada banyak spesies tanaman.Sukulensi terjadi dengan meningkatnya konsentrasi SO

  4 . Dengan adaptasi struktural ini konduksi air akan berkurang dan mungkin akan menurunkan kehilangan air pada transpirasi.

  (Mengel dan Kirkby, 1987 ).

  Tanaman yang toleran terhadap salinitas dapat melakukan penyesuaian dengan menurunkan potensial osmosis tanpa kehilangan turgor. Laju penyesuaian ini relatif tergantung pada spesies tanaman. Penyesuaian dilakukan dengan penyerapan ataupun dengan pengakumulasian ion-ion dan sintetis solute-solute organik di dalam sel. Dua cara ini dapat bekerja secara bersamaan walaupun mekanisme yang lebih dominan dapat beragam diantara berbagai spesies tanaman (Maas dan Nieman, 1978 dalam Basri, 1991).

  Pada tanaman kedelai metode seleksi Bulk dan pedigree sering digunakan di dalam seleksi untuk mendapatkan galur yang diinginkan. Seleksi pedigree memiliki keuntungan antara lain : a. seleksi lebih efektif karena sejak awal genotip yang diinginkan sudah dibuang, b. pengamatan karakter genetic setiap galur dapat dilakukan semenjak awal seleksi, perlu ketelitian dalam pencatatan karena jumlahnya yank banyak, c. dapat menseleksi sifat – sifat yang diinginkan (Fehr, 1987).

  Heritabilitas

  Kemajuan dalam proses seleksi yang tergantung pada evaluasi visual padafenotipe dapat menyebabkan kesalahan yang lebih besar, khususnya jikaheritabilitas rendah. Variasi genotipe suatu karakter sukar diperkirakan secaravisual, misalnya untuk jumlah daun, kekuatan tanaman dan komponen panen.Pada karakter yang heritabilitasnya rendah, pertumbuhan gen berlangsung lambatkalaupun penggabungan gen-gen tersebut dapat dicapai. Seleksi akan sangatefektif pada tanaman yang heritabilitas tinggi. Tanaman yang heritabilitas tinggiakan mudah terlihat dalam populasi (Welsh, 1991).

  Heritabilitas adalah ragam proporsi dari variasi fenotipe total yang disebabkan oleh efek gen. Heritabilitas untuk sifat tertentu berkisar dari 0 sampai

  1. Merumuskan kriteria heritabilitas adalah sebagai berikut yaitu heritabilitas tinggi &gt; 0,5; heritabilitas sedang 0,2 – 0,5 dan heritabilitas rendah &lt; 0,2. Jika heritabilitas kurang dari satu, maka nilai tengah dari keturunan dalam hubungannya dengan nilai tengah induk-induknya, terjadi regresi ke arah nilai tengah generasi sebelumnya. Jika heritabilitas itu adalah 0,5 maka nilai tengah keturunan beregresi 50% ke arah nilai tengah generasi sebelumnya, jika heritabilitas itu adalah 0,25 maka nilai tengah keturunan beregresi 75% ke arah nilai tengah generasi sebelumnya. Jadi jika heritabilitas = 100%, maka sama dengan persentase regresi (Stansfield, 1991).

  Heritabilitas dinyatakan sebagai persentase dan merupakan bagianpengaruh genetik dari penampakan fenotipe yang dapat diwariskan dari tetuakepada turunannya.Heritabilitas tinggi menunjukkan bahwa varian genetik besardan varian lingkungan kecil.Dengan makin besarnya komponen lingkungan,heritabilitas makin kecil. Dalam hal panjang tongkol, nilai heritabilitas 45% relatif tinggi dan menunjukkan bahwa seorang pemulia tanaman dapat memperolehkemajuan dalam mencari tongkol jagung yang lebih panjang. Dalam kebanyakanprogram pemuliaan tanaman, tujuan dari pemuliaan tanaman meliputi lebih darisatu sifat. Sebagai tambahan terhadap panjang tongkol, pemulia tanaman mungkinjuga tertarik pada ukuran biji, rasa manis dari biji, ketebalan perikarp, panjangkelobot dan sejumlah sifat-sifat lain (Crowder, 1997).

  Heritabilitas menyatakan perbandingan atau proporsi varian genetik terhadap varian total (varian fenotip) yang biasanya dinyatakan dengan (%).

  2 Heritabilitas dituliskan dengan huruf H atau h sehingga : (Mangoendidjojo, 2003).