Analisis Yuridis Penerapan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 92 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara Atas Keterlambatan Dan Pembatalan Jadwal Keberangkatan Penumpang Angkutan Udara (Studi Pada PT. Sriwijaya Air Medan)

(1)

ANALISIS YURIDIS PENERAPAN PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR 92 TAHUN 2011 TENTANG TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT

ANGKUTAN UDARA ATAS KETERLAMBATAN DAN PEMBATALAN JADWAL KEBERANGKATAN PENUMPANG ANGKUTAN UDARA

(STUDI PADA PT. SRIWIJAYA AIR MEDAN) SKRIPSI

Disusun untuk melengkapi tugas akhir dan diajukan sebagai persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh :

ANDRIAN HIDAYAT NASUTION NIM. 080200147

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN PERDATA DAGANG

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ANALISIS YURIDIS PENERAPAN PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR 92 TAHUN 2011 TENTANG TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT

ANGKUTAN UDARA ATAS KETERLAMBATAN DAN PEMBATALAN JADWAL KEBERANGKATAN PENUMPANG ANGKUTAN UDARA

(STUDI PADA PT. SRIWIJAYA AIR MEDAN) SKRIPSI

Disusun untuk melengkapi tugas akhir dan diajukan sebagai persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh:

ANDRIAN HIDAYAT NASUTION NIM. 080200147

Diketahui Oleh :

KETUA DEPARTEMEN HUKUM KERPERDATAAN

DR. H. HASIM PURBA, S.H.,M.HUM NIP. 19660303 198508 1 001

DOSEN PEMBIMBING I DOSEN PEMBIMBING II

DR. H. HASIM PURBA, S.H.,M.HUM AFLAH, S.H.,M.HUM NIP. 19660303 198508 1 001 NIP. 19700519 200212 2 002

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah saya ucapkan kepada Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang karena atas izin-Nya maka saya sebagai penulis berkesempatan untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini guna mencapai gelar Sarjana Hukum, penulisan skripsi ini bertujuan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat dalam menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Skripsi yang penulis selesaikan ini berjudul:Analisis Yuridis Penerapan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 92 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara Atas Keterlambatan Dan Pembatalan Jadwal Keberangkatan Penumpang Angkutan Udara (Studi Pada PT. Sriwijaya Air Medan).

Dalam penulisan skripsi ini diakui memang mengalami hambatan-hambatan, namun dengan bimbingan, dan arahan yang telah dosen pembimbing juga semua pihak berikan, maka skripsi ini dapat terselesaikan. Cukup disadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, dikarenakan keterbatasan pengetahuan yang penulis miliki, karena penulis hanya manusia biasa yang manusiawi apabila melakukan suatu kesalahan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua kalangan, khususnya di lingkungan Fakultas Hukum.

Sejak masa perkuliahan hingga selesainya penulisan skripsi ini, tentunya tidak lepas dari dukungan, dorongan serta bantuan dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan yang ada sekarang ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:


(4)

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum, sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum, sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Hukum USU;

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H., M.H, DFM, sebagai Pembantu Dekan II Fakultas Hukum USU;

4. Bapak Muhammad Husni, S.H., M.H sebagai Pembantu Dekan III Fakultas Hukum USU;

5. Bapak Dr. H. Hasim Purba, S.H., M.Hum, sebagai Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen Pembimbing I yang telah memberikan arahan kepada Penulis dalam penulisan skripsi ini;

6. Ibu Aflah, S.H., M.Hum, sebagai Dosen Pembimbing II yang telah memberikan arahan kepada Penulis dalam hal penulisan skripsi ini;

7. Ibu Rabiatul Syariah, S.H., M.Hum, sebagai Sekretaris Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

8. Ibu Sinta Uli, S.H., M.Hum, sebagai Ketua Program Kekhususan Perdata Dagang Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

9. Kedua orang tua Penulis, Bapak Drs. H. Abdul C. Nasution dan Ibu Erwinda Murni Harahap yang telah memberikan dukungan penuh berupa moril dan materil;

10. Pihak-pihak yang telah membantu Penulis dalam memberikan saran serta melengkapi bahan yang diperlukan untuk penyelesaian skripsi ini yakni


(5)

Bapak Dr. Alpi Sahari, S.H, M.Hum dan Bapak Zulfan Edi sebagai keluarga Penulis, serta Bapak Cecep Suyanda sebagai pihak dari PT. Sriwijaya Air Medan;

11. Seluruh staf pengajar di Fakultas Hukum USU yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama menjalani masa kuliah;

12. Seluruh teman-teman di Fakultas Hukum USU.

Akhir kata dengan segala kesalahan dan kekurangan saya meminta maaf, semoga skripsi yang saya tulis ini dapat bermanfaat serta dapat berperan dalam menyumbangkan ilmu pengetahuan.

Medan, November 2012 Penulis

Andrian Hidayat Nasution


(6)

DAFTAR ISI

halaman

KATA PENGANTAR...i

DAFTAR ISI...iv

ABSTRAK...vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang………...1

B. Permasalahan………...8

C. Tujuan Penulisan………...8

D. Manfaat Penulisan………...9

E. Metode Penelitian………...9

F. Keaslian Penulisan………...12

G. Sistematika Penulisan………...14

BAB II TINJAUAN MENGENAI PENGANGKUTAN UDARA A. Asas dan tujuan diselenggarakannya pengangkutan udara ...16

B. Subjek dan objek pengangkutan udara...19

C. Hak dan kewajiban para pihak dalam pengangkutan udara...29

D. Manfaat serta fungsi jasa angkutan udara...34

E. Pelaksanaan angkutan udara...39

BAB III PENYELENGGARAAN PENGANGKUTAN PENUMPANG DAN BARANG DALAM ANGKUTAN UDARA A. Angkutan udara niaga dan bukan niaga...48

B. Hubungan perikatan dalam perjanjian pengangkutan udara...53


(7)

D. Tanggung jawab pengangkut angkutan udara terhadap

penumpang dan barang...65 BAB IV TINDAKAN MASKAPAI PENERBANGAN (PENGANGKUT)

SEBAGAI BENTUK TANGGUNG JAWAB ATAS KETERLAMBATAN (DELAY) DAN PEMBATALAN JADWAL KEBERANGKATAN PENUMPANG DALAM PERSPEKTIF PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN

NOMOR PM 92 TAHUN 2011

A. Faktor-faktor yang menjadi penyebab keterlambatan (delay) dan pembatalan penerbangan...69 B. Penerapan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 92 Tahun 2011 sebagai aturan tentang tanggung jawab

pengangkut angkutan udara terhadap penumpang...72 C. Tindakan Maskapai Penerbangan (pengangkut) sebagai bentuk tanggung jawab terhadap keterlambatan (delay)

dan pembatalan jadwal keberangkatan penumpang...78 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan...82 B. Saran...86 DAFTAR PUSTAKA………...88 LAMPIRAN


(8)

ANALISIS YURIDIS PENERAPAN PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR 92 TAHUN 2011 TENTANG TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT

ANGKUTAN UDARA ATAS KETERLAMBATAN DAN PEMBATALAN JADWAL KEBERANGKATAN PENUMPANG ANGKUTAN UDARA

(STUDI PADA PT. SRIWIJAYA AIR MEDAN) Andrian Hidayat Nasution*

Dr.H.Hasim Purba, S.H, M.Hum** Aflah, S.H, M.Hum***

ABSTRAK

Masyarakat era modern pada saat ini mobilitasnya cukup tinggi dalam aktivitas sehari-hari, sehingga membutuhkan suatu sarana transportasi yang cepat dan efisien. Angkutan udara merupakan salah satu sarana transportasi yang banyak diminati dalam kalangan profesional dan kalangan bisnis. Namun dalam prosesnya dapat terjadi hal-hal di luar keinginan para pihak seperti keterlambatan penerbangan ( flight delayed ) maupun pembatalan penerbangan ( cancelation of flight ) yang disebabkan oleh faktor teknis operasional dan faktor non teknis, sehingga merugikan kedua belah pihak yaitu pihak penumpang dan pengangkut. Sebagai tindak lanjut, telah diterbitkan suatu peraturan yang berfungsi mengontrol maskapai penerbangan dalam hal tanggung jawabnya terhadap penumpang yakni Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara sebagaimana teleh diubah dengan Nomor PM 92 Tahun 2011. Maka permasalahan yang dirumuskan yaitu Faktor-faktor apakah yang menjadi penyebab keterlambatan (delay) dan pembatalan jadwal keberangkatan penumpang angkutan udara, Bagaimana penerapan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 92 Tahun 2011 yang mengatur tanggung jawab pengangkut angkutan udara terhadap penumpang dan Bagaimana tindakan maskapai penerbangan (pengangkut) sebagai bentuk tanggung jawab atas keterlambatan (delay) dan pembatalan jadwal keberangkatan penumpang.

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif-empiris, penelitian empiris dilakukan dengan tujuan memperoleh data primer yakni melakukan wawancara secara langsung dengan pihak PT. Sriwijaya Air sebagai perusahaan yang bergerak di bidang pengangkutan udara. Kemudian penelitian normatif dilakukan dengan mengkaji peraturan perundang-undangan terkait serta penelitian kepustakaan dengan mempelajari buku-buku guna memperoleh data sekunder.

Dari hasil penelitian yang telah diperoleh, dapat diambil kesimpulan bahwa peristiwa keterlambatan dan pembatalan penerbangan ini pada dasarnya tidak dapat dihilangkan sepenuhnya, karena apabila penyebabnya adalah faktor cuaca yang buruk maka hal tersebut berada di luar kemampuan pihak maskapai penerbangan untuk mencegahnya. Tentang penerapan Peraturan Menteri _________________________

*Mahasiswa Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU.

**Dosen Pembimbing I, Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU. ***Dosen Pembimbing II, Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU.


(9)

Perhubungan Nomor PM 77 Tahun 2011 jo Nomor PM 92 Tahun 2011 tentang tanggung jawab pengangkut angkutan udara, pihak PT. Sriwijaya Air telah menjalankan peraturan tersebut sebagaimana mestinya serta telah melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya kepada penumpang sesuai dengan ketentuan peraturan yang dimaksud. Namun demikian, diperlukan kesadaran dari masing-masing pihak dalam mewujudkan suatu kegiatan penerbangan yang efektif dalam rangka memajukan dunia transportasi di Indonesia.

Kata Kunci: Tanggung Jawab Pengangkut, Keterlambatan, Pembatalan Keberangkatan.


(10)

ANALISIS YURIDIS PENERAPAN PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR 92 TAHUN 2011 TENTANG TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT

ANGKUTAN UDARA ATAS KETERLAMBATAN DAN PEMBATALAN JADWAL KEBERANGKATAN PENUMPANG ANGKUTAN UDARA

(STUDI PADA PT. SRIWIJAYA AIR MEDAN) Andrian Hidayat Nasution*

Dr.H.Hasim Purba, S.H, M.Hum** Aflah, S.H, M.Hum***

ABSTRAK

Masyarakat era modern pada saat ini mobilitasnya cukup tinggi dalam aktivitas sehari-hari, sehingga membutuhkan suatu sarana transportasi yang cepat dan efisien. Angkutan udara merupakan salah satu sarana transportasi yang banyak diminati dalam kalangan profesional dan kalangan bisnis. Namun dalam prosesnya dapat terjadi hal-hal di luar keinginan para pihak seperti keterlambatan penerbangan ( flight delayed ) maupun pembatalan penerbangan ( cancelation of flight ) yang disebabkan oleh faktor teknis operasional dan faktor non teknis, sehingga merugikan kedua belah pihak yaitu pihak penumpang dan pengangkut. Sebagai tindak lanjut, telah diterbitkan suatu peraturan yang berfungsi mengontrol maskapai penerbangan dalam hal tanggung jawabnya terhadap penumpang yakni Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara sebagaimana teleh diubah dengan Nomor PM 92 Tahun 2011. Maka permasalahan yang dirumuskan yaitu Faktor-faktor apakah yang menjadi penyebab keterlambatan (delay) dan pembatalan jadwal keberangkatan penumpang angkutan udara, Bagaimana penerapan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 92 Tahun 2011 yang mengatur tanggung jawab pengangkut angkutan udara terhadap penumpang dan Bagaimana tindakan maskapai penerbangan (pengangkut) sebagai bentuk tanggung jawab atas keterlambatan (delay) dan pembatalan jadwal keberangkatan penumpang.

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif-empiris, penelitian empiris dilakukan dengan tujuan memperoleh data primer yakni melakukan wawancara secara langsung dengan pihak PT. Sriwijaya Air sebagai perusahaan yang bergerak di bidang pengangkutan udara. Kemudian penelitian normatif dilakukan dengan mengkaji peraturan perundang-undangan terkait serta penelitian kepustakaan dengan mempelajari buku-buku guna memperoleh data sekunder.

Dari hasil penelitian yang telah diperoleh, dapat diambil kesimpulan bahwa peristiwa keterlambatan dan pembatalan penerbangan ini pada dasarnya tidak dapat dihilangkan sepenuhnya, karena apabila penyebabnya adalah faktor cuaca yang buruk maka hal tersebut berada di luar kemampuan pihak maskapai penerbangan untuk mencegahnya. Tentang penerapan Peraturan Menteri _________________________

*Mahasiswa Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU.

**Dosen Pembimbing I, Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU. ***Dosen Pembimbing II, Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU.


(11)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Masyarakat pada era modern saat ini di dalam aktivitasnya dituntut untuk memiliki mobilitas yang tinggi, seperti berpindah dari satu tempat ke tempat lain dalam waktu singkat. Demi mendukung kegiatan seperti itu dibutuhkan suatu transportasi yang tepat. Salah satunya adalah angkutan udara atau sering disebut sebagai pesawat terbang. Menurut Undang-Undang Penerbangan, pengertian pesawat terbang adalah pesawat udara yang lebih berat dari udara, bersayap tetap dan dapat terbang dengan menggunakan tenaganya sendiri. Cara kerja pesawat terbang itulah yang membuat kalangan profesional dan para pelaku bisnis yang memiliki mobilitas tinggi memilih transportasi pesawat terbang sebagai sarana untuk bepergian ke luar kota maupun ke luar negeri. Lalu lintas udara yang bebas hambatan memungkinkan bagi transportasi udara untuk lebih cepat dari sarana transportasi yang lain.

Bidang transportasi ini sendiri ada hubungannya dengan produktivitas, hal ini dikarenakan dampak dari kemajuan transportasi tersebut berpengaruh terhadap peningkatan mobilitas manusia. Tingginya tingkat mobilitas itu menandakan produktivitas yang positif.1

Pentingnya produktivitas yang berkaitan dengan transportasi, tentu tidak lepas dari hambatan-hambatan, misalnya keterlambatan dan pembatalan jadwal dari yang sudah disepakati sebelumnya. Kerugian adalah risiko yang harus diterima oleh pengguna jasa angkutan sebagai konsekuensi dari peristiwa tersebut.

1


(12)

Pihak pengangkut sebagai penyelenggara mempunyai kewajiban untuk mengganti kerugian yang diderita oleh pengguna jasanya. Karena secara hukum pengguna jasa angkutan dilindungi, maka sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dapat dilihat dalam Pasal 141 sampai 149 mengenai tanggung jawab pengangkut terhadap penumpang dan/atau pengirim kargo. Diteruskan dengan Peraturan Menteri Perhubungan yang mengatur ketentuan tentang besaran ganti kerugian yang ditanggung pihak pengangkut, apabila kesalahan atau kelalaian terhadap pengguna jasa angkutan disebabkan oleh kesalahan dari pihak pengangkut.

Perlindungan seperti ini pada dasarnya dibutuhkan oleh pengguna jasa angkutan, dalam rangka meningkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian, serta kemandirian pengguna jasa angkutan itu sendiri untuk melindungi dirinya, serta mengembangkan sikap dan perilaku usaha yang bertanggung jawab atas sedikit kesalahan yang sebenarnya tidak diinginkan untuk terjadi oleh siapapun. Salah satu tujuan diselenggarakannya penerbangan adalah mewujudkan penyelenggaraan penerbangan yang tertib, teratur, selamat, aman, dan nyaman, dari tujuan tersebut terlihat dengan jelas bahwa sangat bertentangan dengan adanya peristiwa pembatalan serta keterlambatan jadwal penerbangan yang mencerminkan kurang disiplinnya pihak dari pelaku usaha transportasi.

Kembali ke pembahasan tentang jenis angkutan udara, dari aspek operasionalnya terdiri atas angkutan udara niaga berjadwal dan angkutan udara tidak berjadwal baik dalam maupun luar negeri atau internasional. Melihat UU Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan tidak terdapat arti dari angkutan niaga


(13)

berjadwal, meskipun demikian dapat merujuk kepada Keputusan Menteri Perhubungan Nomor SK 13/S/1971 tentang Syarat-syarat dan Ketentuan-ketentuan Mengenai Penggunaan Pesawat Terbang Secara Komersial di Indonesia. Berdasarkan keputusan tersebut angkutan udara niaga berjadwal adalah penerbangan yang berencana menurut suatu jadwal perjalanan pesawat udara yang tetap dan teratur melalui rute yang telah ditetapkan, kemudian angkutan udara niaga tidak berjadwal yaitu penerbangan dengan pesawat udara secara tidak berencana. Biasanya angkutan udara niaga berjadwal disediakan bagi penumpang yang beranggapan bahwa waktu lebih berharga apabila dibandingkan dengan uang, pesawat udara akan tinggal landas sesuai dengan jadwal penerbangan yang ditetapkan meskipun pesawat udara itu belum penuh, karena penumpang dari angkutan udara ini umumnya diisi oleh orang-orang yang mempunyai urusan penting (business people).2

Negara Indonesia merupakan suatu negara kepulauan dimana negara kepulauan ini dipersatukan oleh wilayah perairan dan udara dengan batas-batas wilayah serta kedaulatan masing-masing wilayah itu telah ditetapkan ke dalam peraturan berbentuk undang-undang. Dengan struktur wilayah yang demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa angkutan udara adalah sebuah sistem transportasi yang sangat mendukung kemajuan mobilitas masyarakat Indonesia. Selain daripada itu, juga berperan bagi pertumbuhan ekonomi dan mempererat hubungan antarbangsa.

2


(14)

Angkutan udara atau penerbangan mempunyai ciri yakni dapat bergerak cepat dalam waktu singkat dan menggunakan teknologi canggih sehingga dapat berfungsi untuk menciptakan distribusi nasional yang mantap dan dinamis. Hal ini sesuai dengan perkembangan zaman dari tahun ke tahun yang semakin maju serta dunia globalisasi dalm bentuk hubungan antarbangsa. Kembali ke persoalan hak penumpang sebagai konsumen, maka di dalam kegiatan transportasi angkutan udara ini penumpang mempunyai hak untuk didengarkan pendapat dan keluhannya atas jasa yang digunakan. Persoalan ini terkait dengan permasalahan yang akan dibahas yaitu mengenai keterlambatan dan pembatalan jadwal penerbangan yang terjadi akibat banyak sebab dan banyak faktor.

Faktor-faktor tersebut dapat berupa faktor teknis dan non teknis, misalnya saja faktor cuaca yang buruk, hujan lebat, badai, petir atupun jarak pandang di bawah standar minimal yang dapat mengganggu keselamatan penerbangan. Hal tersebut adalah di luar dari teknis operasional, sedangkan faktor teknis yang dapat menyebabkan terjadinya keterlambatan dan pembatalan jadwal penerbangan antara lain bandar udara yang tidak dapat digunakan untuk keberangkatan pesawat karena terjadi banjir atau kebakaran, keterlambatan pengisian bahan bakar pesawat dan lain-lain.

Dalam rangka agar terciptanya suatu sistem transportasi yang baik, telah ditetapkan sitem transportasi nasional (Sistranas) oleh Departemen Perhubungan. Tujuannya adalah agar terwujud suatu kegiatan transportasi yang terpadu, bersinergi, tertib, lancar, mengutamakan keamanan, efisiensi yang baik dan lain-lain. Sistranas tersebut dilaksanakan menurut beberapa landasan, yaitu menurut


(15)

landasan idiil Pancasila, landasan konstitusional UUD 1945, landasan visional wawasan nusantara, landasan konsepsional Ketahanan Nasional dan landasan operasional, peraturan perundangan di bidang transportasi serta peraturan lainnya yang terkait.3

Sebuah tindakan nyata tentu diperlukan agar terlaksananya nilai-nilai dasar tersebut, tindakan nyata dapat berupa suatu program dan kebijakan pemerintah supaya tidak sekedar menjadi sebuah rencana tanpa ada hasil. Inilah yang menjadi kaitannya dengan keterlambatan dan pembatalan jadwal penerbangan, dimaksudkan agar peristiwa serupa dapat diminimalisir sebab kesalahan dan kelalaian di dalam suatu sistem dapat terjadi kapanpun.

Regularity merupakan salah satu dari prinsip angkutan udara, dalam buku M.N. Nasution yang berjudul Manajemen Transportasi, regularity mempunyai pengertian tertib dan teratur. Pesawat udara yang sedang dioperasikan harus menyesuaikan dengan jadwal penerbangan yang telah ditetapkan secara tepat sesuai dengan waktu yang diinginkan oleh penumpang, hal ini penting mengingat jaminan bagi kepuasan penumpang serta citra perusahaan penerbangan sehingga kelangsungan perusahaan penerbangan dapat terus dijaga. Agar terlaksananya operasi penerbangan yang tepat pada waktunya, kedisplinan dan koordinasi diperlukan bagi bagian produksi/operasi dengan bagian pemeliharaan pesawat, bagian pemasaran dan bagian-bagian yang lainnya.4

Sehubungan dengan Pasal 146 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan bahwa pihak yang bertindak sebagai pengangkut

3

M.N. Nasution, Op.Cit., hal 297.

4


(16)

mempunyai tanggung jawab atas kerugian yang diderita karena keterlambatan pada angkutan penumpang, bagasi, atau kargo, kecuali apabila pengangkut dapat membuktikan bahwa keterlambatan tersebut disebabkan oleh faktor cuaca dan teknis operasional.

Menurut Pasal 1 angka 30 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, keterlambatan berarti terjadinya perbedaan waktu antara keberangkatan atau kedatangan yang dijadwalkan dengan realisasi waktu keberangkatan atau kedatangan. Sedangkan pembatalan dalam hal ini jadwal penerbangan, menurut Penulis adalah dialihkannya jadwal penerbangan yang telah ditentukan sebelumnya menjadi ke hari lain dikarenakan sebab-sebab tertentu.

Hubungan perdata dalam bentuk perikatan antara perusahaan penerbangan sebagai pengangkut dan penumpang diwujudkan dalam bentuk pembelian tiket pesawat. Berdasarkan KUHPerdata buku ke tiga tentang perikatan dalam Pasal 1313 menyebutkan:

“suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.”

Sedangkan dasar hukum perjanjian pengangkutan lainnya ialah Pasal 1338 KUHPerdata tentang asas kebebasan berkontrak:

“bahwa setiap orang bebas mengadakan suatu perjanjian apa saja, baik perjanjian itu sudah diatur dalam Undang maupun belum diatur dalam Undang-Undang.”

Pasal 1320 KUHPerdata:

a. Adanya kesepakatan para pihak b. Kecakapan dalam bertindak c. Suatu hal tertentu


(17)

d. Sebab yang halal.

Asas Pacta Sunt Servanda yang terdapat dalam Pasal 26 Konvensi Wina Tentang Hukum Perjanjian Internasional, bahwa perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak adalah mengikat bagi mereka yang menyelenggarakannya seperti Undang-Undang.

Hubungan perikatan yang sudah terjadi tersebut selanjutnya menjadi kewajiban kedua belah pihak untuk memenuhi prestasi yang telah disepakati. Salah satu yang menjadi kewajiban pelaku usaha tercantum dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 7 huruf a yakni beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya, artinya perusahaan penerbangan harus memenuhi kewajibannya kepada penumpang sebagai bentuk iktikad baik tersebut kemudian penumpang juga memenuhi kewajibannya sebagai konsumen. Tidak jarang dalam pelaksanaannya salah satu dari kedua belah pihak baik pengangkut maupun penumpang tidak terlepas dari suatu kesalahan sehingga terjadi pelanggaran terhadap butir-butir kesepakatan. Namun dalam pembahasan skripsi ini yang diangkat adalah tentang kerugian yang dialami oleh penumpang angkutan udara melalui sudut pandang Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 92 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara, dimana mengenai keterlambatan (delay) dan pembatalan jadwal penerbangan ini dibahas dalam Pasal 9 sampai Pasal 13 dalam Peraturan Menteri tersebut. Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan, Penulis mempunyai keinginan untuk membahas skripsi dengan judul “Analisis Yuridis Penerapan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 92 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut


(18)

Angkutan Udara Atas Keterlambatan dan Pembatalan Jadwal Keberangkatan Penumpang Angkutan Udara ( Studi Pada PT. Sriwijaya Air Medan ).”

B. Permasalahan

Permasalahan yang dirumuskan oleh penulis antara lain adalah:

1. Faktor-faktor apakah yang menjadi penyebab keterlambatan (delay) dan pembatalan jadwal keberangkatan penumpang angkutan udara ?

2. Bagaimana penerapan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 92 Tahun 2011 yang mengatur tanggung jawab pengangkut angkutan udara terhadap penumpang ?

3. Bagaimana Tindakan Maskapai Penerbangan (pengangkut) sebagai bentuk tanggung jawab atas keterlambatan (delay) dan pembatalan jadwal keberangkatan penumpang ?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan diperlukan agar maksud dari penulis dalam mengemukakan isi dari skripsi ini dapat diketahui. Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan skripsi ini adalah:

1. Untuk mengetahui faktor penyebab dari keterlambatan (delay) dan pembatalan jadwal keberangkatan penumpang angkutan udara.

2. Untuk mengetahui sejauh apa penerapan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 92 Tahun 2011 di dalam upaya mengatur tentang tanggung jawab pengangkut angkutan udara.


(19)

3. Untuk mengetahui tindakan maskapai penerbangan sebagai pengangkut atas keterlambatan dan pembatalan jadwal keberangkatan yang dialami penumpang.

D. Manfaat Penulisan

Selain dari tujuan di atas, penulisan skripsi ini juga memberikan manfaat antara lain:

a. Secara teoretis, pembahasan terhadap masalah ini akan memberikan pemahaman terhadap sebab-sebab dari keterlambatan hingga pembatalan jadwal keberangkatan pesawat, kemudian terkait Peraturan Menteri Perhubungan yang menjadi rujukan skripsi ini akan diketahui bagaimana penerapannya, manfaat selanjutnya adalah akan diketahui pula apa yang menjadi tindakan dari maskapai penerbangan dalam menangani persoalan tersebut.

b. Secara praktis, pembahasan ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi para pembaca terutama bagi para pihak yang terlibat dalam kegiatan atau aktivitasnya dalam dunia pengangkutan udara, terutama mengenai tanggung jawab maskapai penerbangan atas tidak sesuainya jadwal keberangkatan pesawat dari apa yang telah ditetapkan sebelumnya.

E. Metode Penelitian

Metode ilmiah dari suatu ilmu pengetahuan yaitu segala cara dalam rangka ilmu tersebut, untuk sampai kepada kesatuan pengetahuan. Tanpa metode ilmiah,


(20)

suatu ilmu pengetahuan itu sebenarnya bukan suatu ilmu, tetapi suatu himpunan pengetahuan saja tentang berbagai gejala, tanpa dapat disadari hubungan antara gejala yang satu dengan gejala lainnya.5

Adapun metode penelitian hukum yang digunakan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini adalah :

1. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian yang digunakan dalam menyusun skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif-empiris, dimana dalam penelitian empiris dimaksudkan untuk memperoleh data primer, yaitu melakukan wawancara dengan narasumber yang terkait dengan tempat penelitian skripsi ini yakni PT. Sriwijaya Air, sementara itu penelitian hukum normatif yaitu melakukan suatu kajian terhadap peraturan perundang-undangan serta bahan–bahan hukum yang berkaitan dengan skripsi ini.

2. Sifat Penelitian

Penelitian yang digunakan dalam menyusun skripsi ini bersifat penelitian kasus, pada umumnya sifat dari penelitian ini bertujuan untuk mempelajari secara mendalam terhadap suatu individu, kelompok, institusi ataupun masyarakat tertentu, tentang latar belakang, keadaan/kondisi, faktor-faktor, atau interaksi-interaksi sosial yang terjadi di dalamnya.6

5

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2010, hal 45.

6


(21)

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam rangka menyusun skripsi ini ialah berupa teknik pengumpulan data kualitatif, dimana penulis melakukan wawancara dengan narasumber terkait, observasi serta pengumpulan dokumen untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan untuk melengkapi skripsi ini. 4. Sumber Data

Sumber data yang diperoleh terbagi atas tiga macam, yakni bahan hukum primer sebagai bahan utama kemudian bahan hukum sekunder dan tersier.

a. Bahan Hukum Primer

Sehubungan dengan judul skripsi ini, maka bahan hukum utama yang digunakan penulis adalah Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara sebagaimana telah diubah menjadi Peraturan Menteri Nomor PM 92 Tahun 2011. Kemudian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan sebagai aturan yang mencakup segala ketentuan tentang angkutan udara.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberi penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti buku-buku, pendapat para ahli dan sarjana serta kasus-kasus yang berkaitan dengan permasalahan angkutan udara.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier berperan sebagai bahan hukum penunjang yang memberikan penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder.


(22)

Sebagai contoh adalah seperti kamus hukum, ensiklopedia dan bahan hukum penunjang yang lainnya.

5. Analisis Data

Data-data yang telah dikumpulkan disusun secara sistematis, kemudian dilakukan penelaahan terhadap data-data tersebut. Dan penarikan kesimpulan sebagai upaya agar permasalahan yang dirumuskan dapat terjawab.

F. Keaslian Penulisan

Judul berikut ini “Analisis Yuridis Penerapan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 92 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara Atas Keterlambatan Dan Pembatalan Jadwal Keberangkatan Penumpang Angkutan Udara (Studi Pada PT. Sriwijaya Air Medan)” yang telah diangkat penulis sebagai judul skripsi terbilang masih judul yang baru, berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan penulis di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, belum ada yang membahas dengan pendekatan maupun perumusan masalah yang sama, sehingga dapat dinyatakan bahwa isi dari tulisan ini adalah asli dan keasliannya dapat dipertanggungjawabkan secara akademis. Beberapa judul skripsi beserta rumusan masalah yang dituliskan berikut ini adalah sebagai bukti bahwa tidak ada kesamaan dengan judul yang pernah ditulis sebelumnya.

Nama : Desy Hariani Nasution NIM : 070200134


(23)

Judul : Tanggung Jawab Perusahaan Penerbangan Terhadap Barang Bagasi Penumpang.

Rumusan Masalah :

1. Bagaimana hukum pengangkutan udara di Indonesia menurut Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan ?

2. Bagaimana penyelenggaraan angkutan Udara oleh PT. Garuda Indonesia Airlines (selanjutnya disingkat dengan PT. GIA)?

3. Bagaimana tanggung jawab PT. GIA terhadap barang bagasi penumpang ?

Nama : Eko August Sihombing NIM : 060200296

Judul : Tanggung Jawab Perusahaan Penerbangan Terhadap Pengangkutan Orang dan Barang Dalam Pengangkutan Udara Ditinjau Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan (Studi Kasus Pada PT. Garuda Indonesia Cabang Mongonsidi Medan).

Rumusan Masalah :

1. Bagaimana peranan tanggung jawab pengangkut terhadap orang dan barang menurut Undang-Undang No. 1 tahun 2009 ?

2. Faktor-faktor apa saja yang menjadi hambatan dalam realisasi tanggung jawab PT. Garuda Indonesia terhadap penumpang penerbangan domestik ? 3. Bagaimana realisasi pertanggung jawaban PT. Garuda Indonesia terhadap


(24)

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan menjadi salah satu metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini, hal ini bertujuan untuk mempermudah dalam menyusun serta mempermudah untuk memahami isi dari skripsi ini.

Keseluruhan skripsi ini meliputi 5 (lima) bab yang secara garis besar isi dari bab-perbab diuraikan sebagai berikut :

BAB PERTAMA: PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan mengenai Latar Belakang, Permasalahan, Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Metode Penelitian, Keaslian Penulisan, serta Sistematika Penulisan.

BAB KEDUA : TINJAUAN MENGENAI PENGANGKUTAN UDARA Dalam bab ini dibahas mengenai Asas dan Tujuan Diselenggarakannya Pengangkutan Udara, Subjek dan Objek Pengangkutan Udara, Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Pengangkutan Udara, Manfaat serta Fungsi Jasa Angkutan Udara dan Pelaksanaan Pengangkutan Udara.

BAB KETIGA: PENYELENGGARAAN PENGANGKUTAN

PENUMPANG DAN BARANG DALAM ANGKUTAN UDARA

Dalam bab ini dibahas tentang Angkutan Udara Niaga dan Bukan Niaga, Hubungan Perikatan dalam Perjanjian


(25)

Pengangkutan Udara, Tarif Penumpang dan Barang dalam Angkutan Udara dan Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara terhadap Penumpang dan Barang.

BAB KEEMPAT: TINDAKAN MASKAPAI PENERBANGAN (PENGANGKUT) SEBAGAI BENTUK TANGGUNG JAWAB ATAS KETERLAMBATAN DAN PEMBATALAN KEBERANGKATAN PENUMPANG DALAM PERSPEKTIF PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR PM 92 TAHUN 2011

Dalam bab ini diuraikan mengenai Faktor-faktor penyebab keterlambatan (delay) dan pembatalan penerbangan, Penerapan peraturan menteri perhubungan nomor PM 92 Tahun 2011 sebagai aturan tentang tanggung jawab pengangkut angkutan udara, dan Tindakan maskapai penerbangan sebagai bentuk tanggung jawab atas keterlambatan (delay) dan pembatalan jadwal keberangkatan penumpang.

BAB KELIMA: PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan serta saran-saran dari jawaban permasalahan yang telah dirumuskan.


(26)

BAB II

TINJAUAN MENGENAI PENGANGKUTAN UDARA

A. Asas dan Tujuan Diselenggarakannya Pengangkutan Udara

Peran pengangkutan khusunya sektor penerbangan tentu tidak terlepas dari sektor ekonomi yang mana pembangunan memerlukan jasa berupa angkutan yang cukup dan memadai. Apabila tidak ada pengangkutan sebagai suatu sarana penunjang maka tidak dapat diharapkan tercapainya hasil yang memuaskan dalam usaha pengembangan ekonomi di suatu negara. Bagaimanapun tingkatan perkembangan ekonomi di suatu negara dalam hal menyusun sistem transportasi nasional atau menetapkan policy transportasi nasional harus menentukan lebih dahulu tujuan apa saja yang memerlukan jasa angkutan dalam sistem transportasi nasional.

Tujuan-tujuan yang ingin diwujudkan dalam rangka pengembangan ekonomi ialah:

1. Meningkatkan pendapatan nasional, disertai dengan distribusi yang merata antara penduduk, bidang-bidang usaha dan daerah-daerah.7

2. Meningkatkan jenis dan jumlah barang jadi dan jasa yang dapat dihasilkan para konsumen, industri dan pemerintah.

3. Mengembangkan industri nasional yang dapat menghasilkan devisa serta men-supply pasaran dalam negeri.

4. Menciptakan dan memelihara tingkatan kesempatan kerja bagi masyarakat.

7


(27)

Pengangkutan ataupun transportasi memegang peran yang cukup penting atas tujuan pengembangan ekonomi tersebut. Selain itu terdapat juga tujuan-tujuan yang sifatnya non ekonomis, seperti untuk menaikkan integritas bangsa serta memperkuat ketahanan nasional. Jadi terlihat bahwa tujuan ekonomis dan non ekonomis tidak selalu dapat sejalan menuju arah yang sama. Misalkan saja kebijakan transportasi ditujukan untuk peningkatan integritas bangsa, dapat berbeda dengan kebijakan dalam rangka meningkatkan efisiensi ekonomi.8

Diselenggarakannya pengangkutan dalam hal ini penerbangan dibangun berdasarkan beberapa asas dan tujuan, yakni terdapat dalam UURI No. 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan Pasal 2 dan 3 antara lain adalah:

Penerbangan diselenggarakan berdasarkan asas: a). Manfaat;

b). Usaha bersama dan kekeluargaan; c). Adil dan merata;

d). Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan; e). Kepentingan umum;

f). Keterpaduan; g). Tegaknya hukum; h). Kemandirian;

i). Keterbukaan dan anti monopoli; j). Berwawasan lingkungan hidup; k). Kedaulatan negara;

8


(28)

l). Kebangsaan; dan m). Kenusantaraan.

Tujuan diselenggarakannya penerbangan antara lain:

1). Mewujudkan penyelenggaraan penerbangan yang tertib,teratur, selamat, aman, nyaman, dengan harga yang wajar,dan menghindari praktek persaingan usaha yang tidak sehat;

2). Memperlancar arus perpindahan orang dan/atau barang melalui udara dengan mengutamakan dan melindungi angkutan udara dalam rangka memperlancar kegiatan perekonomian nasional;

3). Membina jiwa kedirgantaraan; 4). Menjunjung kedaulatan negara;

5). Menciptakan daya saing dengan mengembangkan teknologi dan industri angkutan udara nasional;

6). Menunjang, menggerakkan, dan mendorong pencapaian tujuan pembangunan nasional;

7). Memperkukuh kesatuan dan persatuan bangsa dalam rangka perwujudan Wawasan Nusantara;

8). Meningkatkan ketahanan nasional; 9). Mempererat hubungan antarbangsa.

Salah satu tujuan diselenggarakannya penerbangan yaitu memperlancar kegiatan perekonomian nasional, hal ini terkait dengan hubungan antara transportasi dengan produksi dalam kegiatan ekonomi, yaitu:


(29)

a. Dengan tidak tersedianya transportasi masyarakat tidak akan mengecam keuntungan dari produksi.

b. Oleh karena itu, harus diusahakan pemanfaatan alat angkut seefektif serta seefisien mungkin.

c. Dengan efektif dan efisien pengelolaan moda transportasi akan memberikan dampak makro dan mikro terhadap Pembangunan Ekonomi.9 Pengangkutan udara salah satunya berdasarkan asas manfaat, ini berhubungan dengan transportasi dalam kehidupan masyarakat. Yang berarti transportasi udara ini bermanfaat bagi masyarakat, dalam arti hasil-hasil produksi dan bahan-bahan baku suatu daerah dapat dipasarkan kepada perusahaan industri. Setelah itu, barang jadi yang telah diproduksi dijual oleh produsen kepada masyarakat atau perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam bidang pemasaran. Dalam rangka mengangkut bahan-bahan baku dan barang-barang jadi sudah pasti diperlukan jasa transportasi yang salah satunya ialah transportasi udara.10

B. Subjek dan Objek Pengangkutan Udara

Perkembangan hidup manusia dari zaman dahulu hingga saat ini dapat terlihat dari sisi pengangkutannya, pada zaman dahulu kegiatan pengangkutan tidak begitu vital seperti sekarang ini. Saat ini pengangkutan begitu penting peranannya dalam berbagai segi kehidupan masyarakat, mulai dari anak-anak yang pergi ke sekolah sampai orang tuanya yang pergi ke kantor untuk bekerja. Aktivitas seperti itu biasanya menggunakan transportasi sebagai sarana untuk

9

Ibid, hal 13

10


(30)

bepergian, berdasarkan itu peranan pengangkutan tepat apabila disebut penting dalam kehidupan masyarakat pada waktu sekarang ini.

Pengangkutan didefinisikan sebagai perpindahan tempat, baik mengenai benda-benda maupun orang, karena perpindahan itu mutlak dibutuhkan dalam rangka mencapai dan meninggikan manfaat serta efisien.11

Dalam buku M.N. Nasution pengangkutan didefinisikan sebagai pemindahan barang dan manusia dari tempat asal menuju tempat tujuannya. Selanjutnya dijelaskan bahwa proses pengangkutan tersebut merupakan gerakan dari tempat asal, dimana kegiatan angkutan itu dimulai, ke tempat tujuan, dan ke mana kegiatan pengangkutan diakhiri.12 Selanjutnya, menurut penulis pengangkutan adalah suatu kegiatan orang, penumpang maupun barang yang mempunyai tempat tujuan dengan menggunakan sebuah sarana yang dapat bergerak menuju tempat tujuan tersebut.

Pengangkutan sebagai salah satu sektor perhubungan memiliki keterkaitan dengan ilmu hukum sebagai suatu ilmu yang dipelajari oleh penulis. Lalu, pengangkutan tersebut pun memerlukan suatu peraturan untuk mengatur segala kegiatannya. Untuk itu akan sedikit diuraikan mengenai definisi hukum pengangkutan itu sendiri. Dimulai dari arti ilmu hukum, menurut Stone ilmu hukum adalah penyelidikan oleh para ahli hukum tentang norma-norma, cita-cita dan teknik-teknik hukum dengan menggunakan pengetahuan yang diperoleh dari berbagai disiplin di luar hukum yang mutakhir.13 Selanjutnya pengertian dari

11

Sinta Uli, Pengangkutan Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transport Angkutan Laut,

Angkutan Darat dan Angkutan Udara, Medan, USU Press, 2006, hal 20.

12

M.N. Nasution, Op,Cit., hal 3.

13


(31)

hukum menurut E. Utrecht, hukum adalah himpunan petunjuk hidup (perintah atau larangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat yang seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat dan jika dilanggar dapat menimbulkan tindakan dari pihak pemerintah dari masyarakat itu.14

Maka dari itu, hukum pengangkutan merupakan ketentuan yang mengatur tentang segala aktivitas pengangkutan yang wajib ditaati bagi setiap yang terlibat di dalam aktivitas itu. Menurut Sution Usman Adji, dkk hukum pengangkutan adalah sebuah perjanjian timbal balik, dimana pihak pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang ke tempat tujuan yang dituju, sementara pihak lainnya (pengirim-penerima; pengirim atau penerima; penumpang) mempunyai kewajiban untuk melakukan pembayaran biaya tertentu dalam rangka pengangkutan tersebut.15

Sektor perhubungan selaku sektor penunjang mempunyai peranan yang cukup penting dalam keberhasilan program pembangunan nasional, perhubungan memerlukan suatu sistem penyelenggaraan angkutan yang dapat melayani distribusi produksi pertanian, industri, pemindahan tenaga kerja, penyebaran dan pemerataan penduduk, menghubungi kota besar maupun kecil serta daerah-daerah pedesaan yang terpencil sekalipun. Pihak pemerintah kemudian mempercayakan penyediaan jasa angkutan udara yang sangat diperlukan oleh masyarakat kepada pihak perhubungan udara. Dalam rangka melayani dan menanggapi permintaan

14

Chainur Arrasjid, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Jakarta, Sinar Grafika, 2000, hal 21.

15

Hasim Purba, Hukum Pengangkutan di Laut, Medan, Pustaka Bangsa Press, 2005, hal 7.


(32)

akan jasa angkutan udara, maka diperlukan suatu sistem penyelenggaraan angkutan udara, baik domestik maupun internasional.16

Pengertian angkutan udara menurut Pasal 1 angka 13 UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan adalah setiap kegiatan dengan menggunakan pesawat udara untuk mengangkut penumpang, kargo dan/atau pos untuk satu perjalanan atau lebih dari satu bandar udara ke bandar udara yang lain atau beberapa bandar udara. Penumpang biasanya mendominasi untuk diangkut melalui angkutan udara, sementara itu barang-barang yang sifatnya segar, relatif ringan dan bernilai tinggi juga diangkut oleh jasa angkutan udara. Dalam hal kegiatannya, angkutan udara tersebut memerlukan suatu sarana yakni airport ataupun airways. Pengertian dari airways ini adalah suatu jalan yang diperuntukkan bagi pesawat terbang yang melalui ruang udara atau angkasa sepanjang mana pesawat terbang dijalankan untuk bergerak atau terbang dari satu pelabuhan ke pelabuhan lainnya. Sedangkan airport atau bandar udara yakni suatu tempat yang digunakan untuk keperluan landing dan take off bagi pesawat-pesawat terbang atau tempat yang dipergunakan secara teratur untuk menerima serta menerbangkan penumpang maupun, muatan barang yang diangkut oleh pesawat tersebut lewat udara.17

Subjek di dalam proses berkegiatan angkutan udara ini adalah pihak-pihak yang terlibat dalam rangka penyelenggaraan angkutan udara. Sementara yang menjadi objeknya adalah proses penyelenggaraan pengangkutan udara itu sendiri. Berdasarkan pendapat H.M.N Purwosutjipto, pihak-pihak dalam pengangkutan terbagi atas pengangkut dan pengirim. Pengangkut adalah orang yang

16

K. Martono, Hukum Udara, Angkutan Udara dan Hukum Angkasa,Bandung,Penerbit Alumni,1987, hal 59.

17


(33)

mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat. Sementara itu kebalikan dari pihak pengangkut ialah pengirim yaitu pihak yang mengikatkan dari untuk membayar uang angkutan, dimaksudkan juga ia memberikan muatan. Abdulkadir Muhammad berpendapat bahwa, subjek hukum pengangkutan adalah pendukung kewajiban dan hak dalam hubungan hukum pengangkutan, yaitu pihak-pihak yang terlibat secara langsung dalam proses perjanjian sebagai pihak dalam perjanjian pengangkutan. Subjek hukum pengangkutan dapat berstatus badan hukum, persekutuan bukan badan hukum, dan perseorangan. Berikut adalah penjelasan dari beberapa subjek dalam pengangkutan:18

1). Pengangkut(Carrier)

Pada perjanjian pengangkutan barang, pihak pengangkut yakni pihak yang berkewajiban memberikan pelayanan jasa angkutan, barang dan berhak atas penerimaan pembayaran tarif angkutan sesuai yang telah disepakati. Pada perjanjian pengangkutan penumpang, pihak pengangkut yaitu pihak yang berkewajiban memberikan pelayanan jasa angkutan penumpang dan berhak atas penerimaan pembayaran tarif (ongkos) angkutan sesuai ketentuan yang telah ditetapkan.

2). Pengirim ( Consigner)

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Indonesia tidak mengatur definisi pengirim secara umum. Akan tetapi, dilihat dari pihak dalam perjanjian pengangkutan, pengirim adalah pihak yang mengikatkan diri untuk membayar

18

http://mell-benu.blogspot.com/2012/04/buku-ajar-hukum-pengangkutan.html diakses tanggal 15 November 2012.


(34)

pengangkutan barang dan atas dasar itu dia berhak memperoleh pelayanan pengangkutan barang dari pengangkut.

3). Penumpang ( Passanger )

Penumpang merupakan pihak yang berhak untuk memperoleh pelayanan jasa angkutan penumpang dan berkewajiban untuk membayar tarif angkutan sesuai yang ditetapkan. Menurut perjanjian pengangkutan, penumpang mempunyai dua status, yaitu sebagai subjek karena dia adalah pihak dalam perjanjian dan sebagai objek karena dia adalah muatan yang diangkut.

4). Penerima ( Consignee )

Pihak penerima barang yakni sama dengan pihak pengirim dalam hal pihak pengirim dan penerima adalah merupakan subjek yang berbeda. Namun terkadang pihak pengirim barang juga adalah sebagai pihak yang menerima barang yang diangkut di tempat tujuan. Dalam perjanjian pengangkutan, penerima mungkin pengirim sendiri, mungkin juga pihak ketiga yang berkepentingan. Dalam hal penerima adalah pengirim, maka penerima adalah pihak dalam perjanjian pengangkutan. Dalam penerima adalah pihak ketiga yang berkepentingan, penerima bukan pihak dalam perjanjian pengangkutan, melainkan sebagai pihak ketiga yang berkepentingan atas barang kiriman, tetapi tergolong juga sebagai subjek hukum pengangkutan. Adapun kriteria penerima menurut perjanjian, yaitu :

1. Perusahaan atau perorangan yang memperoleh hak dari pengirim barang; 2. Dibuktikan dengan penguasaan dokumen pengangkutan;


(35)

5). Ekspeditur

Ekspeditur dijumpai dalam perjanjian pengangkutan barang, dalam bahasa Inggris disebut cargo forwarder. Ekspeditur digolongkan sebagai subjek hukum pengangkutan karena mempunyai hubungan yang sangat erat dengan pengirim atau pengangkut atau penerima barang. Ekspeditur tersebut berfungsi sebagai pengantara dalam perjanjian pengangkutan yang bertindak atas nama pengirim. 6). Agen Perjalanan ( Travel Agent)

Agen perjalanan biasanya dikenal dalam perjanjian pengangkutan penumpang. Agen perjalanan digolongkan sebagai subjek hukum pengangkutan karena mempunyai hubungan yang sangat erat dengan pengangkut, yaitu perusahaan pengangkutan penumpang. Agen perjalanan berfungsi sebagai agen (wakil) dalam perjanjian keagenan (agency agreement) yang bertindak untuk dan atas nama pengangkut. Agen perjalanan adalah perusahaan yang kegiatan usahanya mencarikan penumpang bagi perusahaan pengangkutan, dalam hal pembahasan skripsi ini yaitu pesawat udara.

Kesalahan dalam penanganan reservasi berpotensi menimbulkan terjadinya ketidaknyamanan ataupun terjadinya complain dari penumpang yang akhirnya berdampak pada citra perusahaan sehingga berpeluang hilangnya pendapatan perusahaan penerbangan. Mengenai yang menjadi tanggung jawab dari Agen Perjalanan sebagai kode etik dalam penanganan reservasi adalah sebagai berikut:19

19

Agus Irianto, Managing Airline Reservation System,Jakarta, Rajawali Pers,2009, hal 69-71.


(36)

a). Mematuhi ketentuan yang berlaku untuk setiap pemesanan baru (new booking), pembatalan maupun perubahan.

b). Booking hanya boleh dilakukan atas permintaan penumpang.

c). Jika telah dilengkapi sarana online computer (automated), harus tunduk pada ketentuan yang tertera dalam perjanjian penggunaan automated system tersebut.

d). Tiket atau dokumen berharga lainnya harus dikeluarkan sesuai dengan status reservasi yang telah dimiliki.

e). Tidak diperbolehkan mengeluarkan tiket dengan status confirmed, sebelum mendapat konfirmasi dari perusahaan penerbangan.

f). Untuk permintaan group, diberikan time limit untuk pemberian nama-nama penumpang serta waktu pembelian tiket.

Masuk ke pembahasan mengenai objek pengangkutan, pengertian dari objek adalah segala sasaran yang digunakan untuk mencapai tujuan. Sasaran yang dimaksud dalam hal ini pada pokoknya meliputi barang muatan, alat pengangkut, dan biaya angkutan. Jadi objek hukum pegangkutan adalah barang muatan, alat pengangkut, dan biaya yang digunakan untuk mencapai tujuan hukum pengangkutan niaga, yaitu terpenuhinya kewajiban dan hak pihak-pihak secara benar, adil, dan bermanfaat. Berikut adalah penjelasan mengenai objek-objek pengangkutan:

1. Barang Muatan (Cargo): Barang muatan yang dimaksud adalah barang yang sah dan dilindungi oleh Undang-Undang. Dalam pengertian barang yang sah


(37)

termasuk juga hewan. Secara fisik barang muatan dibedakan menjadi 6 golongan, yaitu :

1). Barang berbahaya (bahan-bahan peledak); 2). Barang tidak berbahaya;

3). Barang cair (minuman); 4). Barang berharga;

5). Barang curah (beras, semen,minyak mentah); dan 6). Barang khusus.

Dari jenisnya, barang muatan dapat dibedakan sebagai berikut, yakni :

a). General cargo, adalah jenis barang yang dimuat dengan cara membungkus dan mengepaknya dalam bentuk unit-unit kecil.

b). Bulk cargo, adalah jenis barang yang dimuat dengan cara menempatkannya ke dalam kapal atau tanki.

c). Homogeneous cargo, adalah barang dalam jumlah besar yang dimuat dengan cara membungkus dan mengepaknya.

2. Alat pengangkut ( Carrier)

Pengangkut berarti pengusaha yang menjalankan perusahaan pengangkutan, memiliki alat pengangkut sendiri, atau menggunakan alat pengangkut milik orang lain dengan perjanjian sewa. Alat pengangkut di atas atas rel disebut kereta api yang dijalankan oleh masinis. Alat pengangkut di darat disebut kendaraan bermotor yang dijalankan oleh supir. Alat pengangkut di perairan disebut kapal yang dijalankan oleh nahkoda. Sedangkan alat pengangkut di udara disebut pesawat udara yang dijalankan oleh pilot. Masinis, supir,


(38)

nahkoda, dan pilot bukan pengangkut, melainkan karyawan perusahaan pengangkutan berdasarkan perjanjian kerja yang bertindak untuk kepentingan dan atas nama pengangkut.

3. Biaya pengangkutan (Charge/Expense)

Tarif adalah salah satu yang menjadi objek dari pengangkutan, pemerintah menerapkan tarif yang berorientasi kepada kepentingan dan kemampuan masyarakat luas. Dengan berpedoman pada struktur dan golongan tarif tersebut, perusahaan umum, kereta api, perusahaan angkutan umum, perusahaan laut niaga, dan perusahaan udara niaga menetapkan tarif berorientasi kepada kelangsungan dan pengembangan usaha badan penyelenggara dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan serta perluasan jaringan angkutan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi cost of services atau ongkos menghasilkan jasa yaitu:

1. Jarak yang harus ditempuh dari tempat asal ke tempat tujuannya; 2. Volume dan berat daripada muatan barang yang diangkut;

3. Risiko dan bahaya dalam pengangkutan, berhubung karena sifat barang yang diangkut, sehingga diperlukan alat-alat service yang spesial; dan 4. Ongkos-ongkos khusus yang harus dikeluarkan berhubung karena berat

dan ukuran barang yang diangkut yang ”luar biasa” sifatnya.20

20

http://mell-benu.blogspot.com/2012/04/buku-ajar-hukum-pengangkutan.html diakses tanggal 15 November 2012.


(39)

C. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Pengangkutan Udara

Pada dasarnya hukum ditujukan untuk mengatur hubungan antar anggota masyarakat yang menimbulkan ikatan-ikatan antara individu dengan individu dan antara individu dengan masyarakat. Ikatan tersebut menimbulkan hak dan kewajiban. Yang dapat memperoleh hak dan kewajiban dari hukum adalah manusia (persoon). Maka dari itu, manusia oleh hukum diakui sebagai pendukung hak dan kewajiban. Manusia sebenarnya mempunyai hak serta kewajiban untuk melakukan suatu tindakan ataupun peristiwa hukum. Sebagai contoh yaitu mengadakan persetujuan-persetujuan, perkawinan, dan memberikan hibah. Begitupun dalam hal pengangkutan udara, yakni pihak pengangkut sebagai penyedia jasa dan pihak penumpang sebagai pengguna jasa, masing-masing memiliki hak dan kewajiban.21

Berikut adalah hak dan kewajiban pengangkut dan penumpang pada pengangkutan udara:22

1. Hak Pengangkut

Berdasarkan Ordonansi Pengangkutan Udara 1939 yang menjadi hak dari pengangkut, yaitu sebagai berikut:

a) Dalam Pasal 7 ayat (1) disebutkan, Setiap pengangkut barang berhak untuk meminta kepada pengirim untuk membuat dan memberikan surat yang dinamakan "surat muatan udara". Setiap pengirim berhak untuk meminta kepada pengangkut agar menerima surat tersebut.

21

Chainur Arrasjid, Op.Cit., hal 120.

22

Ahmad Zazili, Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Pada Transportasi Udara

Niaga Berjadwal Nasional, Tesis,Program Magister Ilmu Hukum, Program Pascasarjana,


(40)

b) Pasal 9 menyebutkan, Bila ada beberapa barang, pengangkut berhak meminta kepada pengirim untuk membuat beberapa surat muatan udara. c) Selanjutnya Pasal 17 ayat (1), Bila penerima tidak datang, bila ia menolak

untuk menerima barang-barang atau untuk membayar apa yang harus dibayamya, atau bila barang-barang tersebut disita, pengangkut wajib menyimpan barang-barang itu di tempat yang cocok atas beban dan kerugian yang berhak. Dan pada ayat (2) Pengangkut wajib memberitahukan kepada pengirim, dan dalam hal ada penyitaan, juga kepada penerima, secepat-cepatnya dengan telegram atau telepon, atas beban yang berhak tentang penyimpanan itu dan sebab-sebabnya.

Selain dari hak-hak yang diatur dalam Ordonansi Pengangkutan Udara yang telah disebutkan, masih ada hak-hak yang lain dari pengangkut seperti hak untuk menolak pelaksanaan atau mengangkut penumpang yang tidak jelas identitasnya. Hal tersebut dapat ditemukan di dalam tiket pesawat yang menyatakan bahwa hak pengangkut untuk menyerahkan penyelenggaraan atau pelaksanaan perjanjian angkutan kepada perusahaan penerbangan lain, serta mengubah tempat-tempat pemberhentian yang telah disepakati.23

2. Kewajiban Pengangkut

Pada umumnya kewajiban pengangkut menyelenggarakan pengangkutan barang atau penumpang beserta bagasinya dan menjaganya dengan sebaik-baiknya hingga sampai ke tempat tujuan. Namun demikian, di dalam Ordonansi

23


(41)

Pengangkutan Udara 1939 disebutkan kewajiban pengangkut dalam angkutan udara, diantaranya ialah:24

a) Pasal 8 ayat (3), Pengangkut harus menandatangani surat muatan udara segera setelah barang-barang diterimanya.

b) Pasal 16 ayat (2), Bila barang sudah tiba di pelabuhan udara tujuan, pengangkut berkewajiban untuk memberitahu kepada penerima barang, kecuali bila ada Perjanjian sebaliknya.

c) Pasal 17 ayat (1), Bila penerima tidak datang, bila ia menolak untuk menerima barang-barang atau untuk membayar apa yang harus dibayamya, atau bila barang-barang tersebut disita, pengangkut wajib menyimpan barang-barang itu di tempat yang cocok atas beban dan kerugian yang berhak.

d) Pasal 17 ayat (2), Pengangkut wajib memberitahukan kepada pengirim, dan dalam hal ada penyitaan, juga kepada penerima, secepat-cepatnya dengan telegram atau telepon, atas beban yang berhak tentang penyimpanan itu dan sebab-sebabnya.

3. Hak Penumpang

Pihak penumpang dalam perjanjian angkutan udara pada dasarnya mempunyai suatu hak untuk diangkut ke tempat tujuan dengan pesawat udara dalam perjanjian angkutan udara yang telah disepakati. Berdasarkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 4, hak Penumpang sebagai pengguna jasa yang berarti dapat disebut sebagai konsumen antara lain:

24


(42)

a). Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.

b). Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.

c). Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.

d). Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.

e). Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.

f). Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.

g). Hak unduk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.

h). Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

i). Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

4. Kewajiban Penumpang

Kewajiban-kewajiban Penumpang sebagai salah satu pihak yang termasuk dalam perjanjian angkutan udara yakni sebagai berikut:


(43)

a) Membayar uang angkutan sebagai timbal balik atas jasa yang telah digunakan.

b) Mematuhi petunjuk-petunjuk dari pengangkut udara atau dari pegawai-pegawainya yang berwenang untuk itu.

c) Menunjukan tiket kepada pegawai-pegawai pengangkut udara setiap saat apabila diminta.

d) Tunduk kepada peraturan-peraturan pengangkut udara mengenai syarat-syarat umum perjanjian angkutan muatan udara yang disetujuinya.

e) Memberitahukan kepada pengangkut udara tentang barang-barang berbahaya atau barang-barang terlarang yang dibawa naik sebagai bagasi tercatat atau sebagai bagasi tangan,termasuk pula barang-barang terlarang yang ada pada dirinya.25

Sementara itu berdasarkan UU Perlindungan Konsumen Pasal 5 kewajiban Penumpang sebagai konsumen jasa angkutan udara adalah:

1). Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan

barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;

2). Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa; 3). Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;

4). Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

25


(44)

D. Manfaat serta fungsi jasa angkutan udara

Setiap proses kegiatan dalam pengangkutan udara ini pada dasarnya mempunyai fungsi dan manfaat bagi segala aspek kehidupan manusia. Dalam rangka mendukung mobilitas barang dan orang sebagai pengguna jasa angkutan udara, maka peran pengangkutan udara dituntut agar menjadi suatu sistem yang baik dan terpadu.

Dalam kehidupan sehari-hari kebutuhan terhadap angkutan adalah bagian yang integral. Peningkatan kehidupan masyarakat yang tumbuh dan berkembang menuntut kemajuan sistem angkutan untuk dapat menyediakan kebutuhan masyarakat yang semakin tinggi mobilitasnya. Transportasi ataupun perangkutan itu bukanlah suatu tujuan melainkan sarana untuk mencapai tujuan. Selanjutnya, kegiatan orang-orang berkaitan dengan produksi barang serta jasa untuk mencukupi kebutuhan yang bermacam-macam mengharuskan untuk penggunaan transportasi itu sendiri. Maka dari itu dapat dilihat beberapa manfaat dari perangkutan yakni:26

1. Manfaat dari segi ekonomi

Transaksi ekonomi masayarakat, sangat erat hubungannya dengan produksi, dan distribusi. Dan kegiatan tersebut akan membutuhkan sarana perangkutan (transportasi), dengan sarana transportasi bahan baku untuk keperluan produksi akan dibawa ke tempat produksinya. Kemudian calon pembeli atau konsumen pun akan datang ke pasar dengan menggunakan transportasi pula.

26

http://waterforgeo.blogspot.com/2011/01/fungsi-dan-manfaat-transportasi.html diakses tanggal 23 Oktober 2012.


(45)

Selanjutnya, manfaat transportasi dalam pertukaran barang menimbulkan berbagai pengaruh, di antaranya ialah:

(a) Pada umumnya pertukaran barang adalah transaksi dagang antara dua kelompok yaitu penjual dan pembeli. Tanpa keberadaan pengangkutan, kedua kelompok ini bersama-sama hanya dalam satu kelompok kecil sehingga keuntungan perdagangan akan terbatas.

(b) Persediaan barang yang berbeda-beda di pasar dapat untuk disamakan (c) Perpindahan barang dari satu tempat yang persediaan barangnya banyak ke

tempat yang langka akan barang tersebut akan menyamakan harga barang yang bersangkutan.

(d) Dengan luasnya wilayah persediaan barang tersebut, persaingan para penjual meningkat dan harga dapat bertahan dalam suatu tingkatan yang wajar atau semestinya.

(e) Pertukaran barang yang dilakukan oleh kelompok masyarakat menimbulkan komunikasi antar pihak-pihak yang terlibat hubungan perdagangan, dan

(f) Diseragamkannya harga-harga barang di berbagai tempat.27 2. Manfaat dari segi sosial

Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang saling berinteraksi satu sama lain, tidak jarang keberadaan antara satu kelompok dengan kelompok masyarakat yang lainnya berada dalam jarak yang cukup jauh, sehingga memerlukan suatu sarana untuk dapat menuju ke tempat jauh itu.

27


(46)

Keberadaan transportasi sangat membantu untuk kepentingan-kepentingan sosial dalam rangka memberikan kemudahan dalam pelaksanaannya yaitu:

1. Pelayanan perorangan atau kelompok 2. Pertukaran dan penyampaian informasi 3. Perjalanan untuk liburan

4. Sebagai sarana untuk menyambung silaturrahmi.28

Setelah mencermati beberapa uraian diatas bahwa pengangkutan ini kaya akan manfaat, jika mengkaitkannya dalam dunia perdagangan kegiatan pengangkutan adalah suatu proses dipindahkannya barang dari produsen ke agen atau grosir yang kemudian diteruskan kepada konsumen yang membelinya. Sementara itu dalam hal pengangkutan orang, proses pengangkutan digunakan untuk memindahkan penumpang dari suatu tempat menuju ke tempat tujuan. Maka dari itu karena jasa pengangkutan barang dan penumpang memungkinkan untuk bergerak dari tempat asalnya ke tempat yang menjadi tujuan akhirnya.29

Menurut analisis penulis, selain dari uraian diatas manfaat dari pengangkutan khususnya pengangkutan udara ini dapat pula untuk meningkatkan nilai dari suatu barang. Misalkan saja sepatu buatan Indonesia yang di ekspor ke luar negeri seperti negara Singapura, pada umumnya nilai dari sepatu tersebut menjadi lebih tinggi karena mempunyai kualitas ekspor dimana yang membelinya kemungkinan adalah orang-orang luar negeri yang bukan orang Indonesia.

Apabila membahas mengenai fungsi dari jasa angkutan udara, menurut prinsipnya ada beberapa fungsi produk jasa angkutan udara yang harus tercapai,

28

Ibid, hal 10.

29


(47)

yakni dengan melaksanakan penerbangan yang aman (safety), melaksanakan penerbangan yang tertib dan teratur (regularity), melaksanakan penerbangan yang nyaman (comfortable), serta melaksanakan penerbangan yang ekonomis.

a) Melaksanakan penerbangan yang aman (safety)

Faktor keselamatan merupakan di atas segala-galanya dimana perusahaan penerbangan harus mengutamakan hal itu dalam rangka pengoperasian pesawat dari suatu rute ke rute lain. Semua yang terlibat dalam penerbangan baik itu penumpang, awak pesawat, dan barang-barang harus sungguh diperhatikan akan keselamatannya. Maka dari itu, kepercayaan akan didapatkan oleh perusahaan penerbangan tersebut dari masyarakat sebagai pengguna jasa.30

Tindakan-tindakan yang dilakukan perusahaan penerbangan sebagai penunjang keselamatan pesawat yang akan dioperasikan antara lain:

1. Pesawat tersebut harus memenuhi syarat, seperti laik terbang, yang dibuktikan dengan certificate of airworthiness dari pihak yang berwenang. 2. Release sheet oleh dinas teknik perusahaan tersebut (crew qualified). 3. Membuat rencana penerbangan, yang mencakup arah penerbangan ke

mana, bahan bakar yang dibawa, ketinggian terbang, dan lain-lainnya. 4. Air traffic control yang baik pada stasiun bandar udara tertentu. 5. Adanya peta-peta dan navigation bag yang lengkap.

b) Melaksanakan penerbangan yang tertib dan teratur (regularity)

Jadwal penerbangan menjadi salah satu hal yang penting dalam pengoperasian pesawat udara karena hal tersebut harus dilaksanakan sesuai yang

30


(48)

telah ditentukan secara tepat dan teratur serta sesuai dengan waktu yang para penumpang inginkan, itu sangat dibutuhkan demi menjamin kepuasan penumpang dan citra perusahaan penerbangan sehingga kelangsungan hidup perusahaan dapat terjaga dan dipertahankan.31

c) Melaksanakan penerbangan yang nyaman (comfortability)

Comfortability ini dimaksudkan agar penumpang mendapatkan kenyamanan selama penerbangan, tentunya ini menjadi tugas perusahaan penerbangan untuk mewujudkannya. Maka, pelayanan terbaik haruslah didapat oleh penumpang, pelayanan tersebut maksudnya ialah pada saat calon penumpang mengadakan hubungan dengan perusahaan penerbangan sampai penumpang tiba di tempat yang ditujunya. Apabila hal tersebut terus dipertahankan, secara otomatis penumpang akan merasa puas terhadap pelayanan dari perusahaan penerbangan tersebut.

d) Melaksanakan penerbangan yang ekonomis (economy for company)

Jika safety dan passenger comfort telah terpenuhi serta berjalan dengan baik, selanjutnya tiba saatnya bagi perusahaan penerbangan untuk menikmati hasil dari pengoperasian pesawat terbang yang telah dijalankan. Di samping telah melakukan penghematan-penghematan biaya di segala aspek dan bidang serta hasil penjualan yang tinggi, maka perbandingan di antara revenue dan cost akan lebih terlihat. Semaksimal mungkin keuntungan akan dicapai dan efisiensi perusahaan akan terus meningkat sehingga asas kontiunitas bisa untuk dipertahankan. Dengan begitu, perusahaan dapat melakukan ekspansi atau

31


(49)

semacam perluasan, pembaruan armada dan memaksimalkan frekuensi penerbangan, di dalam maupun luar negeri. Dengan dijalankannya keempat fungsi jasa angkutan tersebut secara efektif maka daya saing suatu perusahaan penerbangan dapat bertambah serta dapat pula meningkatkan pendapatan perusahaan penerbangan.32

E. Pelaksanaan Pengangkutan udara

Melihat perkembangan angkutan udara di Indonesia, hal tersebut tidak terpisahkan daripada sejarahnya, seperti sejarah angkutan Belanda yang pada saat itu masih menduduki Indonesia. Setelah Perang Dunia I, negara-negara di Eropa yang termasuk di dalamnya Belanda berlomba-lomba untuk menghubungkan daerah jajahan mereka dengan negerinya. (mother country). Dalam menghubungkan negerinya dengan daerah jajahan, Belanda mengadakan penerbangan pertama ke Indonesia pada tanggal 1 Oktober 1924, yang dilakukan oleh Kapten penerbang yang bernama A.N.G. Thomassen. Penerbangan itu mendarat di Cililitan, yang namanya sekarang adalah Halim Perdana Kusuma International Airport. Pada tanggal 24 November 1924 Thomassen mendarat dengan menggunakan pesawat terbang jenis Fokker 7b. Sementara itu, penerbangan komersial pertama dilakukan oleh KLM (Koninklijke Luchtvaart Maatschappij) yang kembali ke Belanda tanggal 23 Juli 1927. Perusahaan tersebut bertugas untuk menghubungkan Netherlands dan East Indies (Indonesia) sebagai angkutan udara internasional. Dalam hal angkutan dalam negeri East

32


(50)

Indies (Indonesia) sebuah perusahaan penerbangan “The Royal Air Transportation Company” diberikan suatu kepercayaan untuk mendirikan “Koninklijke Nederlands Indische Luchtvaart Maatschappij” (KNILM) yang diberikan hak monopoli untuk melakukan angkutan udara di Indonesia (Hindia Belanda)33

Pasca kemerdekaan Indonesia Direktorat Penerbangan Sipil, seksi Angkutan Udara Angkatan Udara Republik Indonesia, yang diketuai A.R

Soehoed, mengirimkan R1001 “Seulawah’ ke Calcutta, India. Pengiriman tersebut dalam tujuan untuk overhaul dan menambah tangki bensin agar penerbangan lebih jauh dapat dilakukan. Dikarenakan peristiwa perang saat itu, pesawat tersebut tidak memungkinkan untuk kembali ke Indonesia, sehingga pesawat itu diterbangkan ke birma agar beroperasi di sana. Operasi penerbangan yang dilaksanakan di Birma, adalah penerbangan niaga dengan konsesi penerbangan carter. Penerbangan tersebut merupakan angkutan udara komersial yang pertama dilakukan oleh bangsa Indonesia.34

Mengenai pelaksanaan angkutan udara, apabila terkait dengan persetujuan penerbangan dapat merujuk pada peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP/195/IX/2008, yang mengatur ketenutan bahwa setiap persetujuan terbang untuk angkutan udara niaga berjadwal yang dilaksanakan di luar persetujuan yang telah diterbitkan, atau angkutan udara tidak berjadwal, atau angkutan udara bukan niaga, atau penerbangan lintas wilayah udara Indonesia oleh pesawat udara asing atau pendaratan teknis bukan untuk tujuan komersial pesawat udara asing, atau penerbangan tanpa penumpang umum untuk ke dan dari

33

K.Martono, 1987, Op.Cit., hal 60.

34


(51)

luar negeri yang menggunakan pesawat udara dengan kapasitas lebih dari 30 tempat duduk, persetujuan terbang itu hanya berlaku untuk 1 kali penerbangan, sedangkan persetujuan terbang untuk angkutan udara niaga berjadwal yang dilaksanakan di luar persetujuan yang telah diterbitkan, atau angkutan udara tidak berjadwal, atau angkutan udara bukan niaga atau penerbangan lintas wilayah udara Indonesia oleh pesawat udara asing, atau pendaratan teknis bukan untuk tujuan komersial pesawat udara asing, atau penerbangan tanpa penumpang umum untuk ke dan dari luar negeri yang menggunakan pesawat udara dengan kapasitas maksimum 30 tempat duduk diberikan untuk lebih dari 1 kali penerbangan dengan jangka waktu 30 hari kalender terhitung sejak tanggal persetujuan terbang itu diberikan.35

Berdasarkan Pasal II Peraturan Dirjen Perhubungan Udara Nomor SKEP/251/XII/2008, setiap pemegang persetujuan terbang harus memberikan laporan atas pelaksanaan persetujuan terbang kepada Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Kepala Kantor Wilayah Departemen Perhubungan yang sekarang bernama Dinas Perhubungan, Kepala Kantor Administrator Bandar Udara atau Kepala Bandar Udara secara periodik setiap tanggal 10 bulan yang berikutnya dengan memuat keterangan tanggal pelaksanaan penerbangan, jenis dan tipe pesawat udara, nomor penerbangan (dikecualikan bagi kegiatan angkutan udara niaga tidak berjadwal dan bukan niaga), rute penerbangan, nomor izin persetujuan terbang, penumpang yang diangkut ataupun berat barang yang diangkut serta keterangan atau remarks sesuai dengan tujuan penerbangan.

35


(52)

Apabila terdapat perusahaan angkutan udara niaga dan pemegang izin kegiatan angkutan udara bukan niaga yang tidak patuh terhadap ketentuan seperti tidak memberikan laporan diancam dengan hukuman sanksi administratif yang berupa penolakan penyelesaian permohonan persetujuan terbang yang diajukan untuk jangka waktu 30 hari.36

Beberapa ketentuan yang mengatur kegiatan pelaksanaan angkutan udara ini diantaranya :

(1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.

(2) Luchtverkeersverordening (S. 1936 – 426), peraturan ini mengatur lalu lintas udara, contohnya: tentang penerangan, tanda-tanda dan isyarat-isyarat yang harus dipergunakan dalam penerbangan dan lain-lain.

(3) Verordening Toezicht Luchtvart (S. 1936 – 425), yang adalah suatu peraturan pengawasan atas penerbangan dan mengatur antara lain pengawasan atas personal penerbangan, syarat jasmani, surat tanda kecakapan sebagai ahli mesin dan ahli radio serta pengawasan atas materil (penerbangan).

(4) Luchtvaart quarantaine Ordonantie (S. 1939 – 149, jo. S. 1939 – 150), antara lain mengatur persoalan-persoalan yang berhubungan dengan pencegahan disebarkannya penyakit menular oleh penumpang-penumpang pesawat terbang.

36


(53)

(5) Luchtverveor ordonnantie (S. 1939 – 100), yakni Ordonansi Pengangkutan Udara, mengatur mengenai pengangkutan penumpang, bagasi penumpang dan pengangkutan barang serta pertanggungjawaban pengangkutan udara.37 Serta peraturan-peraturan lain yang terkait dengan peraturan-peraturan yang telah disebutkan di atas.

Sistem pengawasan lalu lintas udara menjadi suatu hal yang cukup penting dalam pelaksanaan angkutan udara Federal Aviation Administration (FAA) sebagai otoritas penerbangan nasional dari Amerika Serikat telah menentukan bahwa untuk pengawasan lalu lintas udara sebagai pembantu navigasi di dalam kegiatan penerbangan menggunakan beberapa pemakaian peralatan yaitu:

- Radio signal stations (sinyal stasiun-stasiun radio) - Radar

- Instrument landing systems - Air route traffic control centers

- Airport traffic controls towers (menara-menara pengawas lalu lintas udara) - Continous weather reporting (pengamatan cuaca)

- Peraturan –peraturan untuk faslitas-fasilitas penerbangan.

Di dalam dunia penerbangan lalu lintas udaranya didasarkan ke dalam 2 tipe, antara lain:

a). Penerbangan VFR (Visual Flight Rules), adalah penerbangan yang dilaksankan jika cuaca benar-benar baik sehingga 100% penerbangan

37


(54)

dilakukan secara visuil (karena dapat melihat dan dilihat). Dalam hal tanggung jawab berada pada sang pilot. 38

b). Penerbangan IFR (Instrument Flight Rules), adalah penerbangan yang dilaksanakan apabila keadaan tidak memungkinkan jika penerbangan dilakukan dengan visual saja, contohnya: cuaca buruk (kabut) dan lalu lintas udara sedang ramai. Dalam hal tanggung jawabnya berada pada petugas-petugas dari Air Traffic Control untuk memerintahkan pilot mengatur pesawatnya dalam route penerbangan serta ketinggian yang diperlukan.39

Dalam hal pelaksanaan angkutan udara yang memuat barang khusus dan berbahaya ketentuannya diatur dalam Pasal 136 sampai dengan Pasal 139 UURI Nomor 1 Tahun 2009. Berdasarkan Pasal 136 UU tentang Penerbangan No. 1 Tahun 2009, angkutan barang khusus seperti hewan, ikan, tanaman, buah-buahan, sayur-mayur, daging, peralatan olahraga, alat musik, dan barang berbahaya wajib memenuhi persyaratan keselamatan dan keamanan penerbangan. Barang yang dikategorikan khusus karena sifat, jenis dan ukurannya memerlukan penanganan khusus, sedangkan barang berbahaya dapat berbentuk bahan cair, bahan padat, ataupun bahan berbentuk gas yang dapat membahayakan kesehatan, keselamatan jiwa, dan harta benda, serta keselamatan dan keamanan penerbangan.40

Dikarenakan jumlah maskapai penerbangan di Indonesia semakin meninggi jumlahnya, oleh karena itu perusahaan Ground Handling sebagai

38

Achmad Zainuddin, Selintas Pelabuhan Udara, Yogyakarta, Penerbit Ananda, 1983, hal 29.

39

Ibid, hal 30.

40


(1)

pembatalan penerbangan kemudian mengembalikan seluruh uang tiket yang telah dibayarkan oleh penumpang. Dalam hal pihak PT. Sriwijaya Air Medan melakukan perubahan jadwal penerbangan (retiming atau rescheduling) maka berlaku ketentuan Pasal 10 huruf b dan c Peraturan Menteri Nomor 77 Tahun 2011 jo. Nomor 92 Tahun 2011.

3. Sebagai bentuk kepedulian serta pertanggungjawaban pihak maskapai yang menyediakan jasa angkutan udara kepada penumpang, tentunya apabila terjadi sesuatu hal yang di luar kesepakatan sebelumnya seperti jadwal keberangkatan yang tertunda maupun dibatalkan karena sesuatu hal, sebuah tindakan konkrit pasti dibutuhkan guna mengantisipasi reputasi buruk bagi pihak maskapai penerbangan itu sendiri. Berdasarkan contoh kasus yang telah dibahas dalam Bab 4 huruf C, bahwa PT. Sriwijaya Air bersedia untuk menanggung biaya kamar hotel penumpang yang tertunda penerbangannya, hal tersebut karena tidak beroperasinya Bandar Udara Supadio Pontianak sebagai dampak dari belum dievakuasinya pesawat yang tergelincir, sehingga landasan pacu untuk sementara belum dapat digunakan. Dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara sebagaimana telah diubah dengan Nomor PM 92 Tahun 2011 sebenarnya tidak terdapat kewajiban pengangkut (maskapai penerbangan) untuk menanggung biaya penginapan penumpang akibat penundaan, pengalihan maupun pembatalan penerbangan. Namun tindakan tersebut merupakan niat baik PT. Sriwijaya Air sebagai bentuk


(2)

tanggung jawab terhadap penumpang. Penanganan yang baik terhadap penumpang berdampak pada citra baik maskapai penerbangan, penumpang yang merasa hak-haknya terabaikan atau merasa tidak dipedulikan akibat kesalahan yang ditimbulkan pihak maskapai berpotensi menimbulkan sikap reaktif dan komplain. Tindakan cepat tanggap dari pihak maskapai tersebut meminimalisir munculnya keluhan yang berlebihan dari pihak penumpang, dikarenakan kekecewaan akibat keterlambatan penerbangan maupun batalnya jadwal penerbangan.

B. Saran

1. Bagi para pihak yang terkait, seperti pihak maskapai penerbangan yang menyediakan jasa angkutan udara serta pihak pengelola bandara, diharapkan memaksimalkan kinerjanya agar peristiwa keterlambatan serta pembatalan jadwal penerbangan keberangkatan penumpang dapat dicegah. 2. Perlu diadakan sosialisasi lebih mengenai Peraturan Menteri Perhubungan

Nomor 77 Tahun 2011 jo. Nomor 92 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara agar para penumpang mengetahui hak-haknya dan dapat menuntut haknya apabila dirugikan secara sepihak oleh pihak maskapai penerbangan.

3. Diharapkan bagi penyedia jasa angkutan udara untuk dapat mempertahankan pelayanan yang baik terhadap penumpang, karena selain dapat memberikan kepuasan pada penumpang juga dapat menjaga nama baik perusahaan (maskapai penerbangan).


(3)

4. Diperlukan evaluasi lagi terhadap Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77 Tahun 2011 jo. Nomor PM 92 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara, karena dirasa masih perlu aturan tambahan dalam rangka melindungi hak dan kepentingan penumpang. Hal yang dirasa perlu untuk ditambah dalam Peraturan Menteri Perhubungan tersebut antara lain ialah kewajiban untuk menanggung biaya penginapan bagi penumpang yang mengalami keterlambatan serta pembatalan jadwal penerbangan sesuai dengan situasi dan kondisinya. Dengan ditambahnya aturan ganti kerugian yang harus ditanggung oleh pihak maskapai penerbangan, maka diharapkan kinerja yang lebih baik lagi dari pihak maskapai penerbangan di masa yang akan datang.


(4)

DAFTAR PUSTAKA A. Buku-buku

Abbas Salim, H.A. 1993. Manajemen Transportasi, Rajawali Pers, Jakarta.

Abdul Majid, Suharto dan Warpani, Eko Probo D. 2009. Ground Handling Manajemen Pelayanan Darat Perusahaan Penerbangan, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Ali, Lukman. Ed., 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta.

Arrasjid, Chainur. 2000. Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta.

Campbell Black, Henry. Black’s Law Dictionary, Revised Fourt Edition. St Paul Minn., West Publisher.

Irianto, Agus. 2009. Managing Airline Reservation System, Rajawali Pers, Jakarta.

Martono, K. 1987. Hukum Udara, Angkutan Udara dan Hukum Angkasa, Penerbit Alumni, Bandung.

Martono, H.K. 2011. Hukum Angkutan Udara, Rajawali Pers, Jakarta.

Miru, Ahmadi dan Pati, Sakka. 2008. Hukum Perikatan Penjelasan makna Pasal 1233 sampai 1456 BW, Rajawali Pers, Jakarta.

Nasution, M.N. 2007. Manajemen Transportasi, Ghalia Indonesia, Bogor.

Purba, Hasim. 2005. Hukum Pengangkutan di Laut, Pustaka Bangsa Press, Medan.

Rahardjo,Satjipto. 2000. Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,

Saliman, Abdul Rasyid. 2005. Hukum Bisnis Untuk Perusahaan, Kencana, Jakarta.

Salim, Peter. 1985. Contemporary English-Indonesian Dictionary. Edisi Pertama,


(5)

Subekti, R. 1995. Aneka Perjanjian Cetakan Kesepuluh, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Subekti, R. dan Tjitrosudibio, R. 2004. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, cetakan ketigapuluh empat, PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

Subekti, R. dan Tjitrosudibio,R. 2006. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Undang-Undang Kepailitan, cetakan ketigapuluh, PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

Sunggono, Bambang. 2010. Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Uli, Sinta. 2006. Pengangkutan Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transport Angkutan Laut, Angkutan Darat dan Angkutan Udara, USU Press, Medan. Zainuddin, Achmad. 1983. Selintas Pelabuhan Udara, Penerbit Ananda,

Yogyakarta.

B. Peraturan PerUndang-Undangan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77 Tahun 2011 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 92 Tahun 2011 Keputusan Menteri Perhubungan Nomor SK 31/U/1970 tentang Syarat-syarat dan Ketentuan-ketentuan Mengenai Penerbangan Umum (General Aviation) yang bersifat Non-Komersial Dalam Wilayah RI.

Keputusan Menteri Perhubungan Nomor SK 13/S/1971 tentang Syarat-syarat dan Ketentuan-ketentuan Mengenai Penggunaan Pesawat Terbang Secara Komersial di Indonesia

C. Karya Ilmiah

Zazili, Ahmad. Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Pada Transportasi Udara Niaga Berjadwal Nasional, Tesis, Program Magister Ilmu Hukum, Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro, Semarang, 2008.


(6)

D. Internet

http://mell-benu.blogspot.com/2012/04/buku-ajar-hukum-pengangkutan.html http://waterforgeo.blogspot.com/2011/01/fungsi-dan-manfaat-transportasi.html

http://globegreen.blog.com/2010/01/11/prosedur-pelayanan-preflight-service-dan-post-flight-service/

http://staff.blog.ui.ac.id/disriani.latifah/2011/09/07/sekilas-tentang-perikatan/ http://dokumentasihukum.blogspot.com/2007/02/tentang-perikatan-dan

perjanjian.html

http://www.tribunnews.com/2012/10/24/sriwijaya-air-bayar-kompensasi-delay http://id.berita.yahoo.com/sriwijaya-tanggung-hotel-penumpang-pesawat-delay

114201620--finance.html


Dokumen yang terkait

SKRIPSI PENERAPAN ASAS-ASAS PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PERATURAN MENTERI NOMOR 77 TAHUN 2011 TENTANG TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT ANGKUTAN UDARA.

0 2 12

PENDAHULUAN PENERAPAN ASAS-ASAS PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM PERATURAN MENTERI NOMOR 77 TAHUN 2011 TENTANG TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT ANGKUTAN UDARA.

0 4 14

TANGGUNG JAWAB MASKAPAI PENERBANGAN TERHADAP PENUMPANG ATAS TERTUNDANYA PENERBANGAN (DELAY) BERDASARKAN PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR 77 TAHUN 2011 TENTANG TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT ANGKUTAN UDARA.

1 5 49

Tanggung Jawab Maskapai Penerbangan Lion Air terhadap Penumpang atas Keterlambatan Penerbangan dihubungkan dengan Peraturan Menteri Perhubungan 77/2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara.

0 2 2

BAB II TINJAUAN MENGENAI PENGANGKUTAN UDARA A. Asas dan Tujuan Diselenggarakannya Pengangkutan Udara - Analisis Yuridis Penerapan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 92 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara Atas Keterlambatan Dan Pem

0 0 32

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Yuridis Penerapan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 92 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara Atas Keterlambatan Dan Pembatalan Jadwal Keberangkatan Penumpang Angkutan Udara (Studi Pada

0 0 15

Analisis Yuridis Penerapan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 92 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara Atas Keterlambatan Dan Pembatalan Jadwal Keberangkatan Penumpang Angkutan Udara (Studi Pada PT. Sriwijaya Air Medan)

0 0 9

Analisis Yuridis Penerapan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 92 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara Atas Keterlambatan Dan Pembatalan Jadwal Keberangkatan Penumpang Angkutan Udara (Studi Pada PT. Sriwijaya Air Medan)

0 0 32

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Yuridis Penerapan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 92 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara Atas Keterlambatan Dan Pembatalan Jadwal Keberangkatan Penumpang Angkutan Udara (Studi Pa

0 0 15

Analisis Yuridis Penerapan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 92 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara Atas Keterlambatan Dan Pembatalan Jadwal Keberangkatan Penumpang Angkutan Udara (Studi Pada PT. Sriwijaya Air Medan)

0 0 9