Determinan Pemanfaatan Penolong Persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas Kluet Selatan Kabupaten Aceh Selatan Propinsi Aceh

(1)

DETERMINAN PEMANFAATAN PENOLONG PERSALINAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KLUET SELATAN

KABUPATEN ACEH SELATAN PROPINSI ACEH

TESIS

Oleh YULIMIR 117032040/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

DETERMINAN PEMANFAATAN PENOLONG PERSALINAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KLUET SELATAN

KABUPATEN ACEH SELATAN PROPINSI ACEH

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

OLEH

YULIMIR 117032040/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : DETERMINAN PEMANFAATAN

PENOLONG PERSALINAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KLUET SELATAN KABUPATEN ACEH SELATAN PROPINSI ACEH

Nama Mahasiswa : Yulimir

Nomor Induk Mahasiswa : 117032040 / IKM

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui Komisi Pembimbing:

(Dr. Juanita, S.E, M.Kes) (dr. Heldy BZ, M.P.H

Ketua Anggota

)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 28 Agustus 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Juanita, S.E, M.Kes Anggota : 1. dr. Heldy BZ, M.P.H

2. dr. Fauzi, S.K.M


(5)

PERNYATAAN

DETERMINAN PEMANFAATAN PENOLONG PERSALINAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KLUET SELATAN

KABUPATEN ACEH SELATAN PROPINSI ACEH

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar sarjana di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2013

Yulimir 117032040/IKM


(6)

ABSTRAK

Pemilihan penolong persalinan merupakan faktor yang menentukan terlaksananya proses persalinan yang aman. Determinan pemanfaatan penolong persalinan yang dilakukan oleh petugas kesehatan atau petugas non kesehatan meliputi faktor umur, pendidikan, pengetahuan, sikap, budaya, penghasilan keluarga, jarak ke sarana kesehatan, kebutuhan berdasarkan gangguan kehamilan dan kebutuhan berdasarkan hasil diagnosis oleh tenaga kesehatan. Wilayah kerja Puskesmas Kluet Selatan ditemukan persalinan yang ditolong petugas non kesehatan akibat faktor pada ibu bersalin dan faktor pelayanan sebanyak 38,1%.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui determinan pemanfaatan penolong persalinan di wilayah kerja Puskesmas Kluet Selatan Kabupaten Aceh Selatan Propinsi Aceh. Jenis penelitian adalah survei dengan pendekatan explanatory research dengan jumlah populasi sebanyak 189 ibu bersalin dan sampel sebanyak 92 ibu bersalin. Data diperoleh melalui kuesioner dan dianalisis dengan uji regresi logistik berganda.

Hasil penelitian menunjukkan faktor pendidikan (p=0,014), pengetahuan (p=0,004), dan kebutuhan diagnosis (p=0,006) berpengaruh signifikan terhadap pemanfaatan penolong persalinan.

Disarankan kepada Kepala Puskesmas Kluet Selatan memberdayakan petugas kesehatan untuk melakukan pembinaan secara bertahap bagi dukun bayi yang aktif melalui pelatihan dan meningkatkan kemampuan komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE).


(7)

ABSTRACT

The choice for childbirth attendants are determining factor for the implementation of safe childbirth process. The determinant of the use of childbirth attendants conducted by health workers and non-health workers includes the factors of age, education, knowledge, attitude, culture, family income, distance from health facility, the need based on pregnant disturbance, and the needed based on the result of the diagnosis by health workers. In the working area of Kluet Selatan Puskesmas, there are 38.1% of childbirths, childbirth attendants by non-health workers because of the factor of childbirth mothers and the factor of service.

The objective of the research was to know the determinant of the use of childbirth attendants in the working area of Kluet Selatan Puskesmas, Aceh Selatan District, Aceh Province. The research was a survey with an explanatory research approach. The population was 189 childbirth mothers, and 92 of them were used as the samples. The data were gathered by using questionnaires and analyzed by using multiple logistic regression tests.

The result of the research showed that the factors of education (p=0.014), knowledge (p=0.004), and the needed based on the result of the diagnosis by health workers (p=0.006) had significant influence on the use of childbirth attendants.

It is recommended that the Head of Kluet Selatan Puskesmas empower health workers to conduct training for Traditional birth attendants (TBAs) gradually active through training and improve communication skills Information, Education and Communication (IEC).


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT, atas berkat dan limpahan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Determinan Pemanfaatan Penolong Persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas Kluet Selatan Kabupaten Aceh Selatan Propinsi Aceh”.

Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc (CTM).,Sp.A.,(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara atas kesempatan penulis menjadi mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera


(9)

Utara yang telah membimbing kami dan memberikan masukan serta saran dalam penyelesaian tesis ini.

4. Dr. Juanita, S.E, M.Kes, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Anggota Komisi Pembimbing dr. Heldy BZ, M.P.H atas segala ketulusannya dalam menyediakan waktu untuk memberikan bimbingan, dorongan, saran dan perhatian selama proses proposal hingga penulisan tesis ini selesai.

5. dr. Fauzi, S.K.M dan Drs. Abdul Jalil AA, M.Kes selaku Tim Penguji yang telah banyak memberikan saran, bimbingan dan perhatian selama penulisan tesis. 6. Salnurdi selaku Kepala Puskesmas Kluet Selatan Kabupaten Aceh Selatan yang

telah banyak membantu dan memberikan dukungan kepada penulis dalam rangka menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

7. Para Dosen, staf dan semua pihak yang terkait di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Fakultas Kesehatan masyarakat Universitas Sumatera Utara.

8. Ucapan terima kasih yang tulus saya tujukan kepada ayahanda Muhammad Yusuf (alm), dan Ibunda Yuhanizah serta keluarga juga seluruh keluarga besar penulis yang telah memberikan dukungan moril serta doa dan motivasi selama penulis menjalani pendidikan.

9. Teristimewa buat istri tercinta Erli yang telah menjadi motivator untuk menyelesaikan studi ini dan putri tersayang Aisyah Khaira Alaina dan Aiskha Adiba Naurah sebagai motivator penulis dalam menyelesaikan tesis ini.


(10)

10.Teman-teman seperjuangan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara, atas bantuannya dan memberikan semangat dalam penyusunan tesis ini.

Akhirnya saya menyadari segala keterbatasan yang ada. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini, dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Oktober 2013 Penulis

Yulimir 117032040/IKM


(11)

RIWAYAT HIDUP

Yulimir, lahir pada tanggal 19 Juli 1976 di Kluet Selatan, beragama Islam, anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Muhammad Yusuf (alm) dan Ibunda Yuhanizah, bertempat tinggal di Desa Luar Kecamatan Kluet Selatan Tapak Tuan.

Penulis mulai melaksanakan pendidikan SDN 2 Kandang Kluet Selatan tamat pada tahun 1988, melanjutkan pendidikan SMPN Kandang Kluet Selatan tamat pada tahun 1991 dan melanjutkan pendidikan SMAN Kandang Kluet Selatan tamat pada tahun 1994. Penulis melanjutkan pendidikan Diploma 1 Sekolah Pembantu Penilik Hygiene (SPPH) Departemen Kesehatan Banda Aceh, tamat pada tahun 1996. Kemudian melanjutkan pendidikan Akademi Keperawatan Abulyatama Banda Aceh, tamat tahun 2005. Kemudian melanjutkan pendidikan Sarjana Strata 1 Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, tamat tahun 2008. Selanjutnya melanjutkan pendidikan Profesi Keperawatan di Univeristas Indonesia, tamat tahun 2009. Kemudian pada tahun 2011 penulis melanjutkan pendidikan Pascasarjana Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakulatas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis mulai bekerja sebagai hononer di Puskesmas Kluet Selatan mulai tahun 1997 sampai dengan 1999 dan bulan Maret 1999 diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil dan bekerja di Puskesmas Kota Fajar sampai 2005. Kemudian mulai tahun 2005 bekerja di Puskesmas Kluet Timur menjabat sebagai staf puskesmas sampai sekarang.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Permasalahan ... 10

1.3Tujuan Penelitian ... 11

1.4Hipotesis ... 11

1.5Manfaat Penelitian ... 11

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1Persalinan ... 12

2.1.1 Persalinan (Partus) ... 12

2.1.2 Fisiologi Persalinan ... 13

2.1.3 Faktor Resiko dan Tanda Bahaya dalam Persalinan ... 13

2.2Tenaga Penolong Persalinan ... 16

2.2.1 Tenaga Kesehatan ... 16

2.2.2 Tenaga Non Kesehatan ... 17

2.3Determinan Pemanfaatan Penolong Persalinan ... 18

2.4Puskesmas ... 31

2.4.1 Definisi Puskesmas ... 31

2.4.2 Tugas dan Fungsi Puskesmas ... 32

2.5Landasan Teori ... 33

2.6Kerangka Konsep ... 36

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 37

3.1Jenis Penelitian ... 37

3.2Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 37

3.2.2 Waktu Penelitian ... 37

3.3Populasi dan Sampel ... 38


(13)

3.3.2 Sampel ... 38

3.4Metode Pengumpulan Data ... 40

3.4.1 Jenis dan Sumber Data ... 40

3.4.2 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 40

3.5Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 43

3.5.1 Variabel Penelitian ... 43

3.5.2 Definisi Operasional... 43

3.6Metode Pengukuran ... 44

3.7Metode Analisis Data ... 46

3.7.1 Analisis Univariat... 46

3.7.2 Analisis Bivariat ... 46

3.7.3 Analisis Multivariat ... 47

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 48

4.1Deskripsi Puskesmas Kluet Selatan... 48

4.1.1 Keadaan Geografis... 48

4.1.2 Fasilitas Kesehatan ... 49

4.2Analisis Univariat ... 49

4.2.1 Faktor Predisposisi ... 50

4.2.1.1 Umur dan Pendidikan ... 50

4.2.1.2 Pengetahuan ... 51

4.2.1.3 Sikap ... 54

4.2.1.4 Budaya ... 57

4.2.2 Faktor Pendukung ... 60

4.2.3 Faktor Kebutuhan ... 61

4.2.3.1 Kebutuhan Berdasarkan Gangguan Kehamilan .. 61

4.2.3.2 Kebutuhan berdasarkan Diagnosis oleh Tenaga Kesehatan ... 63

4.2.4 Pemanfaatan Penolong Persalinan ... 65

4.3Analisis Bivariat ... 65

4.3.1 Faktor Predisposisi dengan Pemanfaatan Penolong Persalinan ... 65

4.3.2 Faktor Pendukung dengan Pemanfaatan Penolong Persalinan ... 68

4.3.3 Faktor Kebutuhan dengan Pemanfaatan Penolong Persalinan ... 70

4.4Analisis Multivariat ... 72

BAB 5. PEMBAHASAN ... 76

5.1Pengaruh Faktor Predisposisi terhadap Pemanfaatan Penolong Persalinan ... 76

5.1.1 Pengaruh Umur Ibu terhadap Pemanfaatan Penolong Persalinan ... 76


(14)

5.1.2 Pengaruh Pendidikan Ibu terhadap Pemanfaatan

Penolong Persalinan ... 77

5.1.3 Pengaruh Pengetahuan Ibu terhadap Pemanfaatan Penolong Persalinan ... 79

5.1.4 Pengaruh Sikap Ibu terhadap Pemanfaatan Penolong Persalinan ... 81

5.1.5 Pengaruh Budaya terhadap Pemanfaatan Penolong Persalinan ... 82

5.2Pengaruh Faktor Pendukung terhadap Pemanfaatan Penolong Persalinan ... 84

5.2.1 Pengaruh Penghasilan Keluarga terhadap Pemanfaatan Penolong Persalinan ... 84

5.2.2 Pengaruh Jarak Sarana Kesehatan terhadap Pemanfaatan Penolong Persalinan ... 85

5.3Pengaruh Faktor Kebutuhan terhadap Pemanfaatan Penolong Persalinan ... 86

5.3.1 Pengaruh Kebutuhan Berdasarkan Gangguan Kehamilan terhadap Pemanfaatan Penolong Persalinan . 87 5.3.2 Pengaruh Kebutuhan Berdasarkan Diagnosis oleh Tenaga Kesehatan terhadap Pemanfaatan Penolong Persalinan ... 88

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 91

6.1Kesimpulan ... 91

6.2Saran ... 92

DAFTAR PUSTAKA ... 94


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman 3.1 Hasil Uji Validitas Dan Reliabilitas ... 41 3.2 Definisi Operasional Variabel ... 43 3.3 Aspek Pengukuran Determinan Pemanfaatan Penolong Persalinan di

Wilayah Kerja Puskesmas Kluet Selatan ... 45 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Sosiodemografi ... 50 4.2 Kategori Umur dan Pendidikan Responden tentang Penolong

Persalinan di Kecamatan Kluet Selatan Tahun 2013 ... 51 4.3 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden tentang Penolong

Persalinan yang Aman di Kecamatan Kluet Selatan Tahun 2013... 53 4.4 Kategori Pengetahuan Responden tentang Penolong Persalinan di

Kecamatan Kluet Selatan Tahun 2013 ... 54 4.5 Distribusi Jawaban Sikap Responden tentang Penolong Persalinan di

Kecamatan Kluet Selatan Tahun 2013 ... 55 4.6 Distrubisi Kategori Sikap Responden tentang Penolong Persalinan di

Kecamatan Kluet Selatan Tahun 2013 ... 56 4.7 Distribusi Jawaban Sikap Responden tentang Budaya dalam Keluarga

di Kecamatan Kluet Selatan Tahun 2013 ... 58 4.8 Kategori Budaya Responden di Kecamatan Kluet Selatan Tahun 2013 . 59 4.9 Kategori faktor Pendukung Responden di Kecamatan Kluet Selatan

Tahun 2013 ... 60 4.10 Distribusi Jawaban Kebutuhan Responden Berdasarkan Gangguan

Kehamilan di Kecamatan Kluet Selatan Tahun 2013 ... 62 4.11 Kategori Kebutuhan Responden Berdasarkan Gangguan Kehamilan di

Kecamatan Kluet Selatan Tahun 2013 ... 63 4.12 Distribusi Jawaban Kebutuhan Responden Berdasarkan Diagnosis oleh

Tenaga Kesehatan di Kecamatan Kluet Selatan Tahun 2013 ... 64 4.13 Kategori Kebutuhan Responden Berdasarkan Diagnosis oleh Tenaga


(16)

4.14 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden berdasarkan Pemanfaatan Penolong Persalinan di Kecamatan Kluet Selatan Tahun 2013 ... 65 4.15 Hubungan Faktor Predisposisi (Umur, Tingkat Pendidikan,

Pengetahuan, Sikap dan Budaya) dengan Pemanfaatan Penolong Persalinan di Kecamatan Kluet Selatan Tahun 2013 ... 68 4.16 Hubungan Faktor Pendukung (Penghasilan Keluarga dan Jarak ke

Sarana Kesehatan) dengan Pemanfaatan Penolong Persalinan di

Kecamatan Kluet Selatan Tahun 2013 ... 70 4.17 Hubungan Faktor Kebutuhan (Kebutuhan berdasarkan Gangguan

Kehamilan dan Diagnosis oleh Tenaga Kesehatan) dengan Pemanfaatan Penolong Persalinan di Kecamatan Kluet Selatan Tahun

2013 ... 72 4.18 Determinan Pemanfaatan Penolong Persalinan Berdasarkan Faktor

Predisposisi (Pendidikan, Pengetahuan, Sikap, Budaya), dan Faktor Kebutuhan (Kebutuhan Gangguan Kehamilan) di Kecamatan Kluet Selatan Tahun 2013 ... 74 4.19 Probabilitas Ibu Memanfaatkan Penolong Persalinan di Kecamatan


(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman 2.1 Landasan Teori Menurut Anderson (1968) dalam Sarwono (2008) ... 35 2.2 Kerangka Konsep Penelitian ... 36


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 99

2. Indikator Variabel Penelitian ... 105

3. Hasil Pengolahan Data ... 106

4. Master Data Penelitian ... 135

5. Surat Penelitian dari Fakultas Kesehatan Masyarakat ... 139


(19)

ABSTRAK

Pemilihan penolong persalinan merupakan faktor yang menentukan terlaksananya proses persalinan yang aman. Determinan pemanfaatan penolong persalinan yang dilakukan oleh petugas kesehatan atau petugas non kesehatan meliputi faktor umur, pendidikan, pengetahuan, sikap, budaya, penghasilan keluarga, jarak ke sarana kesehatan, kebutuhan berdasarkan gangguan kehamilan dan kebutuhan berdasarkan hasil diagnosis oleh tenaga kesehatan. Wilayah kerja Puskesmas Kluet Selatan ditemukan persalinan yang ditolong petugas non kesehatan akibat faktor pada ibu bersalin dan faktor pelayanan sebanyak 38,1%.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui determinan pemanfaatan penolong persalinan di wilayah kerja Puskesmas Kluet Selatan Kabupaten Aceh Selatan Propinsi Aceh. Jenis penelitian adalah survei dengan pendekatan explanatory research dengan jumlah populasi sebanyak 189 ibu bersalin dan sampel sebanyak 92 ibu bersalin. Data diperoleh melalui kuesioner dan dianalisis dengan uji regresi logistik berganda.

Hasil penelitian menunjukkan faktor pendidikan (p=0,014), pengetahuan (p=0,004), dan kebutuhan diagnosis (p=0,006) berpengaruh signifikan terhadap pemanfaatan penolong persalinan.

Disarankan kepada Kepala Puskesmas Kluet Selatan memberdayakan petugas kesehatan untuk melakukan pembinaan secara bertahap bagi dukun bayi yang aktif melalui pelatihan dan meningkatkan kemampuan komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE).


(20)

ABSTRACT

The choice for childbirth attendants are determining factor for the implementation of safe childbirth process. The determinant of the use of childbirth attendants conducted by health workers and non-health workers includes the factors of age, education, knowledge, attitude, culture, family income, distance from health facility, the need based on pregnant disturbance, and the needed based on the result of the diagnosis by health workers. In the working area of Kluet Selatan Puskesmas, there are 38.1% of childbirths, childbirth attendants by non-health workers because of the factor of childbirth mothers and the factor of service.

The objective of the research was to know the determinant of the use of childbirth attendants in the working area of Kluet Selatan Puskesmas, Aceh Selatan District, Aceh Province. The research was a survey with an explanatory research approach. The population was 189 childbirth mothers, and 92 of them were used as the samples. The data were gathered by using questionnaires and analyzed by using multiple logistic regression tests.

The result of the research showed that the factors of education (p=0.014), knowledge (p=0.004), and the needed based on the result of the diagnosis by health workers (p=0.006) had significant influence on the use of childbirth attendants.

It is recommended that the Head of Kluet Selatan Puskesmas empower health workers to conduct training for Traditional birth attendants (TBAs) gradually active through training and improve communication skills Information, Education and Communication (IEC).


(21)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan masyarakat merupakan salah satu aspek penting dalam pembangunan nasional secara menyeluruh. Masalah kesehatan ibu dan anak merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapat perhatian yang lebih karena mempunyai dampak yang besar terhadap pembangunan di bidang kesehatan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

Salah satu indikator derajat kesehatan masyarakat adalah Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Makin tinggi angka kematian ibu dan bayi di suatu negara maka dapat dipastikan bahwa derajat kesehatan negara tersebut buruk. Hal ini disebabkan karena ibu hamil dan bayi merupakan kelompok rentan yang memerlukan pelayanan maksimal dari petugas kesehatan, salah satu bentuk pelayanan yang harus diberikan kepada ibu melahirkan adalah penolong oleh tenaga kesehatan (nakes) (Azwar, 2009).

Kesehatan ibu dan anak merupakan dasar yang penting dalam perkembangan kesehatan masyarakat, dimana perempuan yang hamil dan melahirkan anak, namun fakta menunjukkan bahwa ratusan ribu perempuan di seluruh dunia terus-menerus meninggal oleh sebab-sebab yang berkaitan dengan kehamilan, yang seharusnya dapat cegah. Salah satu penyebab terbesar adalah ketidakadilan sosial di masa kini. Beberapa tahun terakhir ini diakui dan diterima secara luas bahwa kematian maternal yang seharusnya dapat dicegah merupakan pelanggaran terhadap hak-hak asasi


(22)

perempuan. Di seluruh dunia, diperkirakan sekitar 529.000 perempuan meninggal tiap tahunnya oleh sebab-sebab yang berkaitan dengan kehamilan/persalinan, dan 99% dari kematian ini terjadi di negara-negara yang sedang berkembang (Depkes RI, 2009).

Negara-negara di dunia memberi perhatian yang cukup besar terhadap AKI dan AKB, sehingga menempatkannya di antara delapan tujuan yang dituangkan dalam Millennium Development Goals (MDGs), yang harus dicapai sebelum tahun 2015 yaitu 1) menghapuskan tingkat kemiskinan dan kelaparan, 2) mencapai pendidikan dasar secara universal, 3) mendorong kesejahteraan gender dan pemberdayaan perempuan, 4) mengurangi tingkat kematian anak, 5) meningkatkan kesehatan ibu, 6) memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit lainnya, 7) menjamin keberkelanjutan lingkungan, dan 8) mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan. Tiga diantaranya berkaitan langsung dengan kesehatan perempuan yaitu peningkatan kesehatan maternal (kesehatan ibu), pencapaian pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender. Secara tidak langsung juga berkaitan dengan kesehatan perempuan (Depkes RI, 2008).

Indonesia menargetkan penurunan angka kematian ibu menjadi 102/100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi menjadi 23/1000 kelahiran hidup, serta cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan menjadi 90% pada tahun 2015. Secara nasional persentase persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih meningkat dari 66,7 persen pada tahun 2002 menjadi 77,34 persen pada tahun 2009, angka tersebut terus meningkat menjadi 82,3 persen pada tahun 2010 (Riskesdas, 2010).


(23)

Berdasarkan data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2010, penyebab kematian ibu yang paling umum di Indonesia adalah penyebab obstetri langsung kematian ibu yang terjadi 90% pada saat persalinan dan segera setelah persalinan yaitu perdarahan (28%), eklamsia (24%), infeksi (11%), komplikasi puerperium (8%), abortus (5%), trauma obstetrik (5%), emboli (3%), partus lama/ macet (5%), dan lain-lain (11%). Kematian ibu juga diakibatkan beberapa faktor risiko keterlambatan (tiga terlambat), diantaranya terlambat dalam pemeriksaan kehamilan, terlambat dalam memperoleh pelayanan persalinan dari tenaga kesehatan, dan terlambat sampai di fasilitas kesehatan pada saat dalam keadaan emergensi (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011).

Berdasarkan hasil Survei Demokrafi Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2007 menyebutkan AKB yaitu 34 per 1.000 kelahiran hidup. Jika dibandingkan dengan hasil survei sebelumnya, angka-angka tersebut menunjukan adanya perbaikan. Namun, bila dibandingkan dengan perbandingn kondisi antar daerah, terdapat kesenjangan yang cukup jauh antara daerah maju dan terpencil, serta antara daerah pedesaan dan perkotaan. Untuk AKB, misalnya, di Sulawesi Barat mencapai 74 (per 1.000 kelahiran hidup), di Nusa Tenggara Barat (NTB) 72, dan Sulawesi Tengah 60. Angka-angka tersebut empat kali lipat lebih tinggi dari pada AKB di daerah Yogyakarta yang memiliki AKB sebesar 19. Demikian pula untuk AKI, disparitas antara kota dan desa masih meningkat. Hal ini dapat dilihat dari besarnya resiko yang dihadapi ibu melahirkan di desa (Depkes RI, 2009).

Tingginya AKI dan juga AKB di Indonesia terkait dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan, sarana dan prasarana kesehatan, maupun sistem pengolahan


(24)

kesehatan bersama. Jika kinerja ketiga indikator diperbaiki,pelayanan kesehatan bisa ditingkatkan. Meski masalah ini juga dipengaruhi kondisi sosial budaya seperti sisi kesehatan reproduksi, persoalannya mencakup tingkat kesuburan, pengendalian kesuburan, serta pengolahan dan penanganan ibu hamil dan melahirkan, kondisi dan kualitas pelayanan kesehatan dan pendidikan ibu. Di samping itu juga dilakukan pendekatan dukun bayi yang pernah dibantu Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (Prasetyawati, 2012).

Petugas kesehatan (bidan) merupakan salah satu tenaga kesehatan yang berperan sebagai provider dan lini terdepan pelayan kesehatan yang dituntut memiliki kompetensi profesional dalam menyikapi tuntutan masyarakat di dalam pelayanan kebidanan Bidan harus menguasai standar kompetensi yang telah diatur dalam peraturan Kepmenkes RI No.369/Menkes/SK/III/2007 yang merupakan landasan hukum dari pelaksanaan praktik kebidanan. Namun demikian keterbatasan jumlah petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan juga merupakan faktor memengaruhi kesehatan ibu dan bayi.

Hasil evaluasi Jampersal yang dilakukan terhadap ibu hamil 7 provinsi yaitu Jawa Timur, Kalimantan Timur, Nusa Tengga Barat, Jawa Barat, Maluku, Sulawesi Tenggara dan Kepulauan Riau (tidak menggunakan Jampersal), ditemukan dua provinsi mempunyai cakupan pelayanan kesehatan (linakes) di atas rata-rata nasional (90%), yaitu Jawa Timur (95,28%) dan Kepulauan Riau (97,84%), dan lima provinsi yang mempunyai cakupan linakes di bawah nasional, yaitu Jawa Barat (81,49%), Nusa Tenggara Barat (82,02%), Maluku (77,39%), Sulawesi Tenggara (85,44%), dan Kalimantan Timur (85,35%). Kecenderungan tempat persalinan non fasilitas


(25)

kesehatan terjadi di kabupaten yang tergolong daerah sulit secara akses, dan juga ketersediaan tenaga kesehatannya terbatas. Kecenderungan tempat persalinan non fasilitas kesehatan terjadi di Kabupaten Kepulauan Aru, Kabupaten Wakatobi dan Kabupaten Paser (Rachmawati, 2013).

Fenomena AKI yang terjadi di Provinsi Aceh, data tahun 2010 menunjukkan sebanyak 193/100.000 kelahiran hidup yang disebabkan oleh faktor komplikasi persalinan, pendarahan, dan infeksi. Fenomena AKI tersebut juga dipengaruhi oleh faktor keterlambatan mencapai akses pelayanan kesehatan, apalagi ibu yang berdomisili di daerah pegunungan (Profil Provinsi Aceh, 2011).

Dari data yang didapatkan di Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Selatan menunjukkan bahwa pada tahun 2011 cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah 59,5%. Puskesmas Kluet Selatan cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah 61,9% sedangkan cakupan nasional 90% (Profil Dinkes Aceh Selatan, 2012).

Menurut Depkes RI (2009), ada empat strategi utama bagi upaya penurunan kesakitan dan kematian ibu. Pertama, meningkatkan akses dan cakupan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir yang berkualitas dan cost effective. Kedua, membangun kemitraan yang efektif melalui kerja sama lintas program, lintas sektor, dan mitra lainnya. Ketiga, mendorong pemberdayaan wanita dan keluarga melalui peningkatan pengetahuan dan perilaku sehat. Keempat, mendorong keterlibatan masyarakat dalam menjamin penyediaan dan pemanfaatan pelayanan ibu dan bayi baru lahir. Ada tiga pesan kunci Making Pregnancy Safer (MPS), yaitu setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih; setiap komplikasi obstetrik dan neonatal mendapatkan pelayanan yang memadai; dan setiap wanita usia subur


(26)

mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran.

Realisasi dari MPS tersebut di tingkat puskesmas yang mempunyai dokter umum dan bidan, khususnya puskesmas dengan rawat inap dikembangkan menjadi Puskesmas mampu memberikan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED). Puskesmas mampu PONED menjadi tempat rujukan terdekat dari desa sebagai pembina bidan dan mendekatkan akses pelayanan kegawatdaruratan pada ibu hamil dan bersalin karena komplikasi dalam kehamilan dan persalinan tidak dapat diduga atau diramalkan sebelumnya (Profil Dinas Kesehatan Aceh Selatan, 2012). Upaya pemerintah lainnya yang dapat menekan AKB dan AKI adalah program Gerakan Sayang Ibu (GSI), Safe Motherhood, dan penempatan bidan di desa-desa. Dengan usaha-usaha ini diharapkan angka penolong persalinan oleh tenaga medis dapat ditingkatkan (Depertemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009). Peraturan Menteri Kesehatan No. 2562/Menkes/Per/XII/2011, disebutkan sasaran Jampersal adalah seluruh ibu hamil, ibu bersalin dan ibu nifas yang tidak memiliki jaminan persalinan beserta bayi yang baru dilahirkan hingga berusia 28 hari.

Kegiatan pokok pelayanan kesehatan dasar di puskesmas yang dilaksanakan oleh bidan dalam menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian bayi adalah pelayanan antenatal care, pertolongan persalinan, deteksi dini faktor resiko kehamilan dan peningkatan pelayanan pada neonatal, kehamilan merupakan suatu proses reproduksi yang memerlukan perawatan khusus (pemantauan selama kehamilan) agar dapat berlangsung dengan baik karena erat kaitannya dengan kehidupan ibu maupun janin. Resiko kehamilan bersifat dinamis karena ibu hamil


(27)

yang pada mulanya normal secara tiba-tiba dapat menjadi risiko yang dapat menyebabkan kematian (Depkes RI, 2009).

Selama kehamilan pelayanan antenatal bagi ibu penting untuk menjamin proses kehamilan/persalinan berjalan normal. Pemeriksaan kehamilan yang dianjurkan nakes bertujuan untuk mendeteksi dini faktor risiko yang mungkin ada pada ibu hamil/bersalin (Syafrudin, 2009). Menurut Depkes RI (2006) faktor lainnya seperti ibu hamil dan melahirkan pada usia rawan (20 tahun atau 35 tahun), terlalu banyak melahirkan anak, terlalu dini atau rapat jarak kelahiran, terbatasnya frekuensi penyuluhan dan pendidikan kesehatan reproduksi juga memengaruhi kejadian komplikasi persalinan.

Rendahnya angka cakupan persalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dapat dipengaruhi oleh sikap dan perilaku ibu dalam memanfaatkan tenaga penolong persalinan. Menurut Manalu (2007) terdapat beberapa faktor yang memengaruhi seorang ibu/keluarga dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan, khususnya penolong persalinan. Faktor tersebut adalah pendidikan dan pendapatan. Semakin tinggi pendidikan keluarga maka semakin tinggi pula kesadaran untuk mencari pelayanan kesehatan. Demikian pula halnya dengan tingkat pendapatan. Pola pencarian pelayanan kesehatan lebih tinggi pada keluarga dengan tingkat pendapatan yang lebih tinggi. Menurut Sarwono (2008) mengutip pendapat Anderson (1968) bahwa keputusan untuk mencari alternatif penolong persalinan ada tiga komponen yaitu: predispososi, enabling (pendukung), dan need (kebutuhan).

Dukun bayi telah berperan dalam memberikan pelayanan persalinan sejak dahulu. Dukun bayi merupakan tenaga yang dipercaya oleh masyarakat di


(28)

lingkungannya untuk menolong persalinan (Hemiati, 2007). Alasan ibu memilih dukun bayi dalam persalinan karena pelayanan yang diberikan lebih sesuai dengan sistem sosial budaya yang ada, mereka sudah dikenal lama karena berasal dari daerah sekitarnya dan pembayaran biaya persalinan dapat diberikan dalam bentuk barang (Zalbawi, 2006).

Faktor sosio-kultural masyarakat khususnya ibu hamil tentang penolong persalinan oleh dukun antara lain disebabkan oleh tradisi masyarakat yang masih percaya pada dukun dan keterjangkauan yang dipengaruhi juga oleh faktor geografis. Adanya hubungan antara rendahnya cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan dengan rendahnya tingkat pendidikan ibu hamil (Prabowo, 2001).

Berdasarkan hasil studi yang dilakukan Balitbang Kesehatan (2006) yang menyatakan bahwa kemampuan tenaga non profesional/dukun bersalin masih kurang, khususnya yang berkaitan dengan tanda-tanda bahaya, resiko kehamilan dan persalinan serta rujukannya (Depkes RI, 2006). Pengetahuan yang kurang dari dukun bayi dalam mengenal komplikasi yang mungkin timbul dalam persalinan dan penanganan komplikasi yang tidak tepat akan meningkatkan resiko kematian pada ibu bersalin (Suprapto, 2007).

Penelitian Siregar (2011) di wilayah kerja Puskesmas Gunung Tua Kecamatan Padang Bolak Julu Kabupaten Padang Lawas Utara bahwa 88,0% ibu bersalin memilih penolong persalinan tidak memanfaatkan tenaga kesehatan dan hanya 12,0% yang memanfaatkan tenaga kesehatan. Ada hubungan secara signifikan umur, pendidikan, penghasilan, persepsi dan dukungan keluarga dengan pemilihan penolong persalinan pada ibu bersalin.


(29)

Menurut Abdi (2009) dalam penelitiannya terhadap determinan pemanfaatan penolong persalinan di Desa Anak Talang Kecamatan Batang Cenaku Kabupaten Indragiri Hulu dipengaruhi oleh faktor sosial budaya. Faktor sosial budaya menjadi determinan utama dalam pilihan penolong persalinan karena adanya aturan adat istiadat yang mengharuskan masyarakat di Desa Anak Talang untuk melakukan persalinan pada dukun bayi dan adanya hukuman bagi masyarakat yang melakukan persalinan pada tenaga kesehatan.

Ibu hamil yang memanfaatkan petugas kesehatan seperti dokter, bidan dan perawat dalam pertolongan persalinan akan mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan prinsip bebas kuman dan prosedur standar pelayanan. Jika ditemui adanya komplikasi dalam persalinan, ibu akan mendapatkan pertolongan yang tepat (Supartini, 2004).

Puskesmas Kluet Selatan adalah salah satu Puskesmas di Kabupaten Aceh Selatan Propinsi Aceh memiliki 9 orang bidan desa. Bidan memberikan pelayanan kesehatan berupa pemeriksaan kehamilan pertama (K1) yaitu 202 orang 72,8% (target 95%), pemeriksaan kehamilan keempat (K4) yaitu 211 orang (69,9%) (target 90%) tahun 2011, ibu bersalin 189 orang dan bersalin di sarana kesehatan 117 orang yaitu 61,9% (target 90%) dan kunjungan ibu nipas 158 orang yaitu 83,6% (target 85%). Keadaan ini mengkondisikan bahwa standar pelayanan kesehatan di Puskesmas Kluet Selatan belum mencapai target nasional. Sedangkan jumlah kematian bayi dan pada tahun 2011 di Puskesmas Kluet Selatan yang ditangani bidan sebanyak 3 orang. Upaya pemerintah untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi dengan memberikan asuransi kesehatan kepada seluruh masyarakat (JKA: 5827 orang,


(30)

Askes: 1990 orang, Jamkesmas: 5820 orang), dan khusus ibu hamil/bersalin yang memiliki salah satu jaminan kesehatan akan berlaku untuk klaim Jampersal. Namun pada kenyataannya masih ada masyarakat yang mencari pertolongan ke dukun bayi sebanyak 38,1% (Profil Dinkes Aceh Selatan, 2012).

Hasil wawancara peneliti didapatkan bahwa ibu yang bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Kluet Selatan bulan Maret 2013 dengan 10 orang ibu bersalin, bahwa 8 orang (80%) memanfaatkan tenaga kesehatan dan 2 orang (20%) memanfaatkan dukun bayi dalam bersalin. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang determinan pemanfaatan penolong persalinan di wilayah kerja Puskesmas Kluet Selatan Kabupaten Aceh Selatan Propinsi Aceh.

1.2 Permasalahan

Kesehatan ibu dan anak masih merupakan masalah kesehatan di Kabupaten Aceh Selatan yang harus segera ditangani. Berdasarkan Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Selatan tahun 2012, masih rendahnya jumlah bidan yaitu sebanyak 9 orang (65,9/100.000 penduduk) dari 17 desa yang ada di Kecamatan Kluet selatan, sedangkan minimal standar kebutuhan petugas bidan (100/100.000) dan persalinan yang ditolong oleh nakes (61,9%), sedangkan non kesehatan (dukun bayi) di wilayah kerja Puskesmas Kluet Selatan Kabupaten Aceh Selatan Propinsi Aceh (38,1%). Oleh karena itu peneliti dapat merumuskan permasalah penelitian adalah apa sajakah determinan pemanfaatan penolong persalinan di wilayah kerja Puskesmas Kluet Selatan Kabupaten Aceh Selatan.


(31)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui determinan pemanfaatan penolong persalinan di wilayah kerja Puskesmas Kluet Selatan Kabupaten Aceh Selatan Propinsi Aceh.

1.4 Hipotesis

Ada pengaruh faktor predisposisi (umur, pendidikan, pengetahuan, sikap dan budaya), faktor pendukung (penghasilan keluarga dan jarak sarana kesehatan), serta faktor kebutuhan (kebutuhan berdasarkan gangguan kehamilan dan diagnosa tenaga kesehatan) terhadap pemanfaatan penolong persalinan di wilayah kerja Puskesmas Kluet Selatan Kabupaten Aceh Selatan Propinsi Aceh.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan masukan bagi pihak Puskesmas Kluet Selatan Kabupaten Aceh Selatan Propinsi Aceh untuk meningkatkan pelayanan bagi pasien ibu hamil sehingga determinan pemanfaatan penolong persalinan adalah Puskesmas.

2. Memberikan masukan bagi masyarakat dalam menentukan pilihan pemanfaatan penolong persalinan di Puskesmas Kluet Selatan Kabupaten Aceh Selatan Propinsi Aceh.


(32)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persalinan

2.1.1 Persalinan (Partus)

Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya berjalan pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit. Persalinan dimulai sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhirnya dengan lahirnya plasenta secara lengkap (Depkes RI, 2008).

Persalinan merupakan proses alami yang akan berlangsung dengan sendirinya, tetapi persalinan pada manusia setiap saat terancam penyulit yang membahayakan ibu maupun janinnya sehingga memerlukan pengawasan, pertolongan dan pelayanan dengan fasilitas yang memadai (Bandiyah, 2009).

Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dan janin turun ke dalam jalan lahir. Persalinan adalah serangkaian kejadian pada ibu hamil yang berakhir dengan pengeluaran bayi yang cukup bulan atau hampir cukup bulan, disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin dari tubuh si ibu (Prawirohardjo, 2009).


(33)

2.1.2 Fisiologi Persalinan

Pada ibu hamil banyak terjadi perubahan, baik fisik maupun psikologis. Begitu juga pada ibu bersalin, perubahan psikologis pada ibu bersalin wajar terjadi pada setiap ibu, namun ini memerlukan bimbingan dari keluarga dan penolong persalinan agar ibu dapat menerima keadaan yang terjadi selama persalinan dan dapat memahaminya sehingga ibu dapat beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi pada dirinya. Perubahan-perubahan yang dimaksud adalah:

a. Perasan tidak enak.

b. Takut dan ragu-ragu akan persalinan yang akan dihadapi.ibu dalam menghadapi persalinan sering memikirkan: apakah persalinan akan berjalan normal.

c. Menganggap persalinan sebagai cobaan.

d. Apakah penolong persalinan dapat sabar dan bijaksana dalam menolongnya (Widyastuti, 2009).

2.1.3 Faktor Resiko dan Tanda Bahaya dalam Persalinan

Kehamilan merupakan proses reproduksi yang normal, tetapi perlu perawatan diri yang khusus agar ibu dalam keadaan sehat. Karena itu kehamilan yang normal pun mempunyai risiko kehamilan dan persalinan, namun tidak secara langsung meningkatkan risiko kematian ibu. Keadaan-keadaan tersebut dinamakan faktor risiko. Faktor risiko pada ibu hamil diantaranya adalah :

a. Ibu hamil usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun. b. Anak lebih dari 3.


(34)

d. Tinggi badan kurang dari 145 cm

e. Berat badan kurang dari 38 kg atau lingkar lengan atas kurang dari 23,5 cm

f. Riwayat keluarga menderita kencing manis, hipertensi dan riwayat penyakit kongenital.

g. Kelainan bentuk tubuh, misalnya kelainan tulang belakang atau panggul. Ibu hamil yang memiliki risiko tinggi, maka cenderung mengalami risiko terhadap persalinan normal. Tanda bahaya pada kehamilan, persalinan dan nifas adalah gejala yang menunjukkan ibu dan bayi yang dikandungannya dalam keadaan bahaya. Bila ada tanda bahaya, ibu segera dibawa ke Rumah Sakit untuk mendapat pertolongan (Azwar, 2006).

Ada tanda bahaya yang perlu dikenali yaitu: a) Ibu tidak mau makan dan muntah b) Berat badan ibu hamil tidak naik c) Perdarahan

d) Bengkak tangan atau wajah dan dapat diikuti kejang e) Gerakan janin kurang atau tidak ada

f) Kelainan letak janin didalam rahim g) Ketuban pecah sebelum waktunya h) Persalinan lama

i) Penyakit ibu yang berpengaruh terhadap kehamilan j) Demam tinggi pada masa nifas


(35)

Dari hasil penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbang Kes) di Kabupaten Cirebon tahun 2006 dikutip Yenita (2011), bahwa kematian maternal (12 Kasus) disebabkan oleh : pre eklampsia / eklampsia 50%, perdarahan post partum 42% dan emboli paru 8%. Sedangkan kontribusi ibu terhadap kematian neonatal dini adalah:

1. 90% kasus (101 kasus dari 112 kasus) merupakan faktor ibu 2. Jenis :

a) Gangguan gizi ibu b) Ketuban pecah dini c) Partus lama

d) Kelahiran lintang e) Perdarahan ante partum f) Hipertensi

Menurut Hemiati (2007) faktor penyebab langsung kematian ibu adalah pendarahan, eklampsia, infeksi, abortus dan partus lama. Keterlambatan mengenal tanda bahaya, mencapai fasilitas dan mendapatkan pertolongan di fasilitas kesehatan turut mengakibatkan kematian ibu melahirkan. Mulidah (2002), menambahkan faktor penyebab kematian ibu adalah terlalu banyak melahirkan dan terlalu muda punya anak (kurang dari 20 tahun). Umur ibu <20 tahun atau >35 tahun memiliki risiko mengalami partus lama dan ibu dengan melahirkan pertama lebih besar resikonya mengalami partus lama.


(36)

Djamaluddin (2003) menyatakan bahwa ibu yang mengalami anemia memiliki resiko 4,73 kali lebih besar untuk mengalami kejadian partus lama dibandingkan ibu yang tidak mengalami anemia dan ibu dengan antenatal care yang tidak teratur memiliki resiko mengalami partus lama 2,99 kali lebih besar dibandingkan dengan ibu yang antenatal care teratur.

2.2 Tenaga Penolong Persalinan

Pemberian pertolongan persalinan bagi ibu hamil/bersalin, dikenal beberapa jenis tenaga penolong adalah:

1. Tenaga kesehatan: dokter spesialis kebidanan, dokter umum, bidan, dan perawat. 2. Dukun :

a. Terlatih ialah dukun yang mendapat latihan dari tenaga kesehatan dan dinyatakan lulus.

b. Tidak terlatih ialah dukun yang belum pernah dilatih oleh tenaga kesehatan atau dukun yang sedang dilatih dan belum dinyatakan lulus (Manalu, 2007).

2.2.1 Tenaga Kesehatan

Bidan adalah seorang wanita yang telah mengikuti program pendidikan bidan dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku dan teregistrasi melalui proses pendaftaran, pendokumentasian dan memenuhi minimal kompetensi inti atau standar penampilan minimal yang ditetapkan, sehingga secara fisik dan mental mampu melaksanakan praktik profesinya (Kepmenkes Nomor 900/MENKES/SK/VII/2002). Bidan desa adalah seseorang yang telah diakui secara regular dalam program


(37)

pendidikan bidan diakui secara yuridis, ditempatkan, dan mendapatkan kualifikasi, serta terdaftar di sektor dan memperoleh izin melaksanakan praktik kebidanan (Salmah, 2006).

Persalinan oleh tenaga kesehatan dianggap memenuhi persyaratan sterilitas, selain itu bila mendadak terjadi resiko tinggi atau mengalami keadaan gawat darurat maka penanganan atau pertolongan pertama serta rujukan dapat segera dilakukan. Dalam menolong persalinan, teknik pertolongan persalinan dan prinsip sterilisasi alat kesehatan diterapkan oleh tenaga kesehatan sehingga diharapkan persalinan aman dapat diperoleh. Keterbatasan dari penolong persalinan ini adalah pelayanan hanya terbatas pada pelayanan medis, tanpa terjangkau oleh faktor budaya sehingga rasa aman secara psikologis kurang terpenuhi. Kadang-kadang pelayanan tidak terjangkau dari segi keberadaan dan jarak. Umumnya imbalan jasa berupa uang sehingga menyulitkan masyarakat miskin (Manuaba, 2006).

2.2.2 Tenaga Non Kesehatan

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2005, dukun bersalin adalah praktek pelayanan kesehatan alternatif yang dilakukan oleh dukun yang khusus menangani masalah kehamilan/kelahiran baik yang sudah pernah mendapat pelatihan dari Departemen Kesehatan maupun belum. Istilah dukun bersalin juga dikenal dengan paraji (Jawa Barat), atau dukun beranak (DKI Jakarta). Praktek tenaga kesehatan (nakes) adalah praktek pribadi/perorangan yang dilakukan oleh perawat atau bidan yang dilakukan tidak di rumah sakit, puskesmas, puskesmas pembantu, polindes, posyandu, atau klinik.


(38)

Dukun bayi adalah seorang anggota masyarakat, pada umumnya seorang wanita yang dapat kepercayaan serta memiliki keterampilan menolong persalinan secara tradisional, dan memperoleh keterampilan tersebut dengan secara turun temurun belajar secara praktis atau cara lain yang menjurus kearah peningkatan keterampilan tersebut serta melalui petugas kesehatan (Depkes RI, 2006).

Hasil studi yang dilakukan Balitbang Kes (2006) menyatakan bahwa kemampuan tenaga non profesional/dukun bersalin masih kurang, khususnya yang berkaitan dengan tanda-tanda bahaya, resiko kehamilan dan persalinan serta rujukannya. Pengetahuan yang kurang dari dukun bayi dalam mengenal komplikasi yang mungkin timbul dalam persalinan dan penanganan komplikasi yang tidak tepat akan meningkatkan resiko kematian pada ibu bersalin (Suprapto, 2007). Alasan ibu memilih dukun bayi dalam persalinan karena pelayanan yang diberikan lebih sesuai dengan sistem sosial budaya yang ada, mereka sudah dikenal lama karena berasal dari daerah sekitarnya dan pembayaran biaya persalinan dapat diberikan dalam bentuk barang (Zalbawi, 2006).

2.3 Determinan Pemanfaatan Penolong Persalinan

Konsep-konsep dasar tentang determinan pemanfaatan penolong persalinan yang menjadi fokus penelitian ini dapat dikaji berdasarkan pendapat Anderson dalam Sarwono (2008) mengemukakan konsep bahwa perilaku sesorang terhadap pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh tiga hal yaitu :


(39)

1. Karakteristik predisposisi (Predisposing Charcteristic). Setiap individu memiliki kecenderungan yang berbeda untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan karena adanya perbedaan–perbedaan karakteristik demografi, struktur sosial dan kepercayaan tentang kesehatan yang akan menolongnya menyembuhkan penyakit. Karakteristik predisposing menggambarkan fakta bahwa setiap individu mempunyai kecenderungan menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda– beda yang digolongkan atas :

a. Ciri demografi seperti umur, jenis kelamin, status perkawinan dan jumlah keluarga

b. Struktur sosial, seperti tingkat pendidikan, pekerjaan dan kesukuan c. Sikap dan keyakinan individu terhadap pelayanan kesehatan

2. Karakteristik Pendukung (Enabling Characteristic). Karateristik ini mengambarkan bagaimana individu dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan perlu didukung oleh faktor lain seperti : faktor pendapatan, ketercapaian atau kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan yang ada.

Karakteristik pendukung ini menjelaskan bahwa meskipun individu mepunyai predisposisi untuk menggunakan pelayanan kesehatan, tidak akan bertindak menggunakannya kecuali mampu memperolehnya. Penggunaan pelayanan kesehatan yang ada tergantung pada kemampuan konsumen untuk membayar. Yang termasuk karakteristik ini adalah:


(40)

a. Sumber keluarga (family resources), yang meliputi pendapatan keluarga, cakupan asuransi kesehatan dan pihak–pihak yang membiayai individu atau keluarga dalam mengkonsumsi pelayanan kesehatan

b. Sumber daya masyarakat (community resources), yang meliputi tersedianya pelayanan kesehatan, ketercapaian pelayanan dan sumber – sumber yang ada didalam masyarakat

3. Karakteristik kebutuhan (need). Faktor predisposisi dan faktor pendukung dapat terwujud menjadi tindakan pencarian pengobatan, apabila tindakan itu dirasakan sebagai kebutuhan. Kebutuhan merupakan dasar dan stimulus langsung untuk menggunakan pelayanan kesehatan. Kebutuhan pelayanan kesehatan dapat dikategorikan menjadi :

a. Kebutuhan yang dirasakan (perceived need), yaitu keadaan kesehatan yang dirasakan

b. Evaluate/clinical diagnosis yang merupakan penilaian keadaan sakit didasarkan oleh penilaian petugas.

Konsep determinan dalam proses keputusan memilih penolong persalinan sebagai implementasi konsep pemanfaatan pelayanan kesehatan merupakan suatu proses pada diri individu apabila hendak mengambil suatu keputusan untuk memilih penolong persalinan. Determinan pemanfaatan penolong persalinan oleh ibu hamil maupun keluarga ditinjau dari predisposisi, pendukung dan pendorong dapat dipengaruhi oleh:


(41)

a. Umur Ibu

Umur adalah lama waktu hidup seseorang atau ada sejak dilahirkan (Depdiknas, 2008). Umur adalah lamanya seseorang hidup mulai sejak lahir sampai ulang tahunnya yang terakhir. Umur sangat berpengaruh terhadap proses reproduksi, umur dianggap optimal untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-35 tahun, sedangkan yang dianggap berbahaya adalah umur 35 tahun ke atas dan dibawah 20 tahun (Prawiroharjo, 2009).

Umur adalah indeks yang menempatkan individu-individu dalam urutan perkembangan. Usia yang baik untuk usia kehamilan dan persalinan antara umur 20-35 tahun, ini disebut juga dengan usia reproduksi sehat. Wanita yang melahirkan di bawah usia 20 tahun atau lebih dari 35 tahun akan mempunyai resiko yang tinggi baik pada ibu maupun bayi (Mochtar, 2008).

Berdasarkan pendapat para ahli bahwa proses kehamilan pertama, pada kesehatan janin dan proses persalinan dipengaruhi oleh usia dan fisik wanita. Rekomendasi dari WHO bahwa usia yang aman untuk menjalani kehamilan dan persalinan adalah umur 20 sampai 30 tahun, walaupun demikian sampai usia 35 tahun masih dibolehkan untuk hamil karena adanya kemajuan teknologi saat ini.

a. Umur kurang dari 20 tahun

Kehamilan di usia kurang dari 20 tahun bisa menimbulkan masalah karena kondisi fisik ibu belum 100 % siap. Kehamilan dan persalinan pada usia tersebut meningkatkan angka kematian ibu dan janin 4-6 kali lipat dibandingkan wanita yang hamil dan bersalin di usia 20-30 tahun. Secara fisik alat reproduksi pada wanita usia lebih dari 20 tahun belum terbentuk sempurna, pada umumnya rahim


(42)

masih terlalu kecil karena pembentukan yang belum sempurna dan pertumbuhan tulang panggul yang belum cukup lebar. Karena rahim merupakan tempat pertumbuhan janin, rahim yang terlalu kecil akan mempengaruhi pertumbuhan janin. Beberapa resiko yang bisa terjadi pada kehamilan di usia kurang dari 20 tahun adalah kecenderungan naiknya tekanan darah dan pertumbuhan janin terhambat. Secara psikologi, mental wanita diusia kurang dari 20 tahun belum siap. Ini menyebabkan kesadaran untuk memeriksakan diri dan kandungannya rendah. Diluar urusan kehamilan dan persalinan, resiko kanker leher rahim pun meningkat akibat hubungan sex dan melahirkan sebelum usia 20 tahun. Resiko yang tinggi pada kehamilan harus diikuti dengan kebijakan untuk memilih tenaga penolong persalinan karena jika ibu memiliki resiko dalam mengahadapi persalinan, hendaknya lebih bijak dalam menentukan penolong tenaga persalinan (Tobing, 2010).

b. Usia 20 sampai 35 tahun

Usia 20-30 tahun dianggap ideal untuk hamil dan melahirkan. Direntang usia ini, kondisi fisik wanita dalam keadaan prima. Rahim sudah mampu memberi perlindungan atau kondisi yang maksimal untuk kehamilan. Secara fisik mental pun siap, yang berdampak perilaku merawat dan menjaga kehamilan secara berhati – hati.

Sedangkan usia 30–35 tahun sebenarnya merupakan masa transisi, kehamilan pada usia ini masih bisa diterima asal kondisi tubuh dan kesehatan wanita yang bersangkutan termasuk gizinya dalam keadaan baik (Tobing, 2010).


(43)

c. Usia diatas 35 tahun

Wanita yang hamil pada usia ini sudah dianggap sebagai kehamilan yang bersiko tinggi. Pada usia ini, wanita biasanya sudah dihinggapi penyakit seperti kanker mulut rahim, kencing manis, darah tinggi dan jantung. Keadaan jalan lahir sudah kurang elastis dibanding sebelumnya, sehingga persalinan menjadi sulit dan lama. Hal ini ditambah dengan penurunan kekuatan ibu untuk mengeluarkan bayi karena faktor umur dan faktor penyakit yang dideritanya. Dikurun usia ini, angka kematian ibu dan bayi meningkat. Itu sebabnya tidak dianjurkan menjalani kehamilan diatas usia 35 tahun (Tobing, 2010).

Umur berkaitan dengan kelompok umur tertentu yang lebih banyak memanfaatkan pelayanan kesehatan karena pertimbangan tingkat kerentanan. Gibson menyatakan umur merupakan variabel individu yang pada dasarnya semakin bertambah kedewasaan dan semakin banyak menyerap informasi yang akan mempengaruhi pemilihan tenaga penolong persalinan (Sutanto, 2002).

Penelitian Roeshadi (2004), meneliti tentang gangguan dan penyulit pada masa kehamilan di USU, diketahui bahwa umur reproduksi sehat pada seorang wanita berkisar 20-30 tahun. Mulidah (2002), menyatakan umur ibu < 20 tahun atau >35 tahun memiliki resiko mengalami partus lama dan ibu dengan melahirkan anak pertama lebih besar resikonya mengalami partus lama.

b. Tingkat Pendidikan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca


(44)

indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam bentuk tindakan seseorang (Maulana, 2009).

Pendidikan dapat memengaruhi daya intelektual seseorang dalam memutuskan suatu hal, termasuk penentuan penolong persalinan. Pendidikan ibu yang kurang menyebabkan daya intelektualnya juga masih terbatas sehingga perilakunya sangat dipengaruhi oleh keadaan sekitarnya ataupun perilaku kerabat lainnya atau orang yang mereka tuakan. Pendidikan seseorang dikategorikan kurang bilamana ia hanya memperoleh ijazah hingga SMP atau pendidikan setara lainnya kebawah, dimana pendidikan ini hanya mencukupi pendidikan dasar 9 tahun. Sementara pendidikan reproduksi baru diajarkan secara lebih mendetail di jenjang pendidikan SMA ke atas (Depdiknas, 2007)

Pemanfaatan seseorang terhadap sarana pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan sosil budaya. Bila tingkat pendidikan dan sosial budaya baik, maka secara relatif pemanfaatan pelayanan kesehatan akan tinggi (Azwar, 2002). c. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan merupakan suatu hal yang sangat dibutuhkan dalam rangka perubahan pola pikir dan perilaku suatu kelompok dan masyarakat. Pengetahuan ini terkait dengan lingkungan dimana mereka berada. Keadaan lingkungan sekitar sedikit banyaknya akan mempengaruhi pengetahuan, dalam hal ini pengetahuan mengenai


(45)

kehamilan dan persalinan. Disamping itu keterpararan dengan media komunikasi akan mempengaruhi kadar pengetahuannya (Suprapto, 2007).

Menurut Mubarak (2012), tingkat pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif memiliki 6 tingkatan yaitu:

1. Tahu (Know); diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, mengingat kembali termasuk (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan atau rangsangan yang telah diterima.

2. Memahami (Comprehension); diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersehut secara luas.

3. Aplikasi (Aplication); diartikan suatu kemampuan untuk menjabarkan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi nyata.

4. Analisis (Analysis); adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis (Synthesis); menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. 6. Evaluasi (Evaluation); ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

Berdasarkan teori tersebut diatas, maka dalam bidang keamanan ibu bersalin (safe motherhood) pengetahuan adalah apa yang diketahui oleh ibu hamil mengenai kehamilan, perawatan kehamilan dan pertolongan persalinan. Seandainya ibu hamil


(46)

sudah mengetahui dan mengerti kebaikan perawatan kehamilan atau siapa yang sebaiknya menolong persalinan akan timbul pemikiran yang positif. Pemikiran ini akan menghasilkan sikap positif yaitu setuju dalam hal tersebut dan selanjutnya ibu hamil berniat untuk memeriksakan kehamilan atau melahirkan ditempat yang aman dan sehat buat ibu dan bayinya.

Hasil penelitian Bangsu (1998) menyatakan dari 77 ibu yang berpengetahuan rendah, 73 % diantaranya memilih dukun bayi, dan hanya 27% yang memilih tenaga kesehatan sebagai tenaga penolong persalinan. Dari 43 ibu yang berpengetahuan cukup, 60,47 % masih memilih dukun bayi dalam pertolongan persalinannya. Sementara ibu yang berpengetahuan tinggi 95,56 % dari 45 responden memilih tenaga kesehatan sebagai tenaga penolong persalinan.

c. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan “pre-disposisi” tindakan atau perilaku. Sikap itu merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka tingkah laku yang terbuka. Lebih dijelaskan lagi bahwa sikap merupakan reaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Mubarak, 2012)..

Sikap masyarakat terhadap sehat-sakit erat hubungannya dengan perilaku pencarian pengobatan atau pemanfaatan pelayanan kesehatan. Namun persepsi terhadap sehat atau sakit itu sendiri masih belum dapat diseragamkan dalam masyarakat. Kedua pokok pikiran tersebut akan memengaruhi dimanfaatkan atau


(47)

tidaknya sarana pelayanan kesehatan. Bila persepsi sehat-sakit masyarakat sudah baik dan benar, maka kemungkinan besar pemanfaatan pelayanan kesehatan akan baik (Notoatmodjo, 2010).

Faktor-faktor yang memengaruhi sikap menurut Azwar (2007) terdiri dari: a) Pengalaman pribadi

Pengalaman yang terjadi secara tiba-tiba atau mengejutkan yang meninggalkan kesan paling mendalam pada jiwa seseorang. Kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa yang terjadi berulang-ulang dan terus menerus, lama-kelamaan secara bertahap diserap kedalam individu dan memengaruhi terbentuknya sikap. b) Pengaruh orang lain

Dalam pembentukan sikap pengaruh orang lain sangat berperan. Misal dalam kehidupan masyarakat yang hidup di pedesaan, mereka akan mengikuti apa yang diberikan oleh tokoh masyarakatnya.

c) Kebudayaan

Kebudayaan dimana kita hidup mempunyai pengaruh yang besar terhadap pembentukan sikap. Dalam kehidupan di masyarakat, sikap masyarakat diwarnai dengan kebudayaan yang ada di daerahnya.

d) Media massa

Media masa elektronik maupun media cetak sangat besar pengaruhnya terhadap pembentukan opini dan kepercayaan seseorang. Dengan pemberian informasi melalui media masa mengenai sesuatu hal akan memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap.


(48)

e) Faktor emosional

Sikap yang didasari oleh emosi yang fungisnya hanya sebagai penyaluran frustasi, atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego, sikap yang demikian Universitas Sumatera Utrara merupakan sikap sementara, dan segara berlalu setelah frustasinya hilang, namun dapat juga menjadi sikap yang lebih persisten dan bertahan lama.

e. Budaya

Menurut Kontjaraningrat (2004) kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian moral, hukum, adat istiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Juariah (2009) menambahkan keyakinan dan kepatuhan mengikuti adat istiadat selama masa kehamilan, persalinan, dan nifas memengaruhi perempuan dalam memilih penolong. Di masyarakat, dukun bayi selain dipercaya memiliki kemampuan untuk memeriksa dipercaya memiliki pengetahuan sering diminta untuk memimpin upacara-upacara selamatan seperti empat bulanan dan tujuh bulanan. Hal ini berbeda dengan bidan. Asumsi di masyarakat, bidan adalah hanya memiliki keahlian dalam memeriksakan kehamilan, persalinan dan nifas, tetapi mereka tidak memiliki pengetahuan tentang adat istiadat mengenai larangan selama kehamilan, persalinan dan nifas. Oleh karena itu perempuan yang masih taat dan patuh mengikuti adat istiadat akan lebih memilih dukun dari pada bidan atau kalau pun mereka memilih memeriksakan kehamilannya ke bidan mereka juga akan


(49)

meminta dukun untuk memimpin upacara tujuh bulanan dan sebagainya atau meminta saran dan dukun berkaitan dengan keharusan dan pantangan selama masa kehamilan, persalinan, dan nifas.

Sarafino (2002) mendefinisikan kepercayaan (trust)adalah wilayah psikologis yang merupakan perhatian untuk menerima apa adanya berdasarkan harapan terhadap perhatian atau perilaku yang baik dari orang lain. McKenzie (2006) mendefinisikan kepercayaan adalah variabel yang sangat memengaruhi status kesehatan karena kalau tingkat kepercayaan masyarakat terhadap petugas kesehatan rendah, maka usaha untuk meningkatkan derajat kesehatan semakin sulit dilakukan.

f. Penghasilan Keluarga

Masyarakat cenderung menghubungi sarana kesehatan sesuai dengan pengalaman atau informasi yang diperoleh dari orang lain tentang tersedianya jenis-jenis pelayanan kesehatan. Pilihan terhadap sarana pelayanan kesehatan tersebut dengan sendirinya didasari atas kepercayaan atau keyakinan akan kemajuan sarana tersebut (Notoatmodjo, 2010).

Salah satu aspek sosial adalah penghasilan keluarga. Faktor penghasilan/ pendapatan keluarga cenderung berpengaruh terhadap keputusan seseorang untuk memilih pelayanan kesehatan dalam hal ini keputusan pemanfaatan penolong persalinan bagi ibu bersalin. Rendahnya pendapat keluarga, dimana masyarakat/ keluarga kurang mampu untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang aman dan berkualitas.

Ketidakmampuan ekonomi, ketidaktahuan dan keterbelakangan informasi kesehatan menyebabkan perempuan tidak tahu hak-hak produksinya serta tidak


(50)

mempunyai posisi tawar menawar dalam pengambilan keputusan. Meskipun hal ini menyangkut keselamatan dan kesejahteraan dirinya sendiri. Jadi kendala yang dihadapi kaum perempuan dalam memperjuangkan hak-hak reproduksinya adalah tngkat pendidikan perempuan dan taraf ekonomi keluarga (Sunaryo, 2004).

Penelitian Juliwanto (2008) menjelaskan bahwa 78,2% ibu bersalin memilih bidan sebagai penolong persalinan dan 21,8% pada dukun bayi. Ada hubungan secara signifikansi pendapat keluarga dengan pemilihan penolong persalinan (p<0,05) di Kecamatan Bahul Rahmah Kabupaten Aceh Tenggara.

g. Jarak

Pada umumnya seseorang akan mencari tempat pertolongan kesehatan ke fasilitas kesehatan yang berlokasi di dekat tempat tinggal mereka. Bila karena alasan tertentu mereka mendatangi tempat pelayanan yang jauh maka petugas klinik tersebut harus mampu membantu dan menjelaskan fasilitas kesehatan terdekat yang dapat memberikan perawatan dan pelayanan kesehatan lanjutan. Fasilitas kesehatan tersebut harus memiliki kemampuan yang dapat diandalkan untuk melayani berbagai keperluan pemulihan kondisi kesehatan, pertolongan gawat darurat yang memadai atau pelayanan kontrasepsi yang komprehensif bagi pasien-pasien yang membutuhkan (Saifuddin, 2003).

Jarak (fisik dan sosial) dapat menjadi faktor yang memengaruhi seorang perempuan dalam memilih penolong selama masa kehamilan, persalinan dan nifas. Perempuan yang memilih dukun beralasan karena dukun tinggal dekat dengan rumah mereka dan ada hubungan kekerabatan keluarga. Jadi walaupun di kampung yang


(51)

sama ada bidan, mereka tetap memilih dukun sebagai penolong persalinan. Sebaliknya, perempuan yang memilih bidan beralasan mereka sudah familiar dengan bidan tersebut karena sejak hamil mereka sudah memeriksakan kehamilannya ke bidan (Juariah, 2009).

2.4 Puskesmas

2.4.1 Definisi Puskesmas

Menurut Kepmenkes RI No. 128/Menkes/SK/II/2004 puskesmas merupakan Unit Pelayanan Teknis Dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Selain memberikan pelayanan kesehatan dasar, puskesmas juga membantu masyarakat untuk hidup sehat dan mengembangkan pelayanan kesehatan oleh masyarakat sendiri. Awalnya, Puskesmas membutuhkan pelayanan dan pembinaan kesehatan pada suatu Wilayah dengan jumlah penduduk tertentu kurang lebih 50.000 penduduk. Sejalan dengan perkembangan dan pertumbuhan penduduk, maka sekarang setiap Puskesmas melayani 30.000 penduduk (Depkes RI, 2004).

Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) adalah suatu organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat di samping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di Wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok (Effendi, 2009).


(52)

2.4.2 Tugas dan Fungsi Puskesmas

Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis dinas (UPTD) kesehatan kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunankesehatan disuatu wilayah. Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan strata pertama menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan, yang meliputi pelayanan kesehatan perorang (private goods) dan pelayanan kesehatan masyarakat (public goods). Puskesmasw melakukan kegiatan-kegiatan termasuk upaya kesehatan masyarakat sebagai bentuk usaha pembangunan kesehatan.

Menurut Kepmenkes RI No. 128/Menkes/SK/II/2004 bahwa fungsi puskesmas yaitu:

1. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan.

Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya, sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan kesehatan.

2. Pusat pemberdayaan masyarakat.

Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga danmasyarakat termasuk dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan, dan kemampuanmelayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk pembiayaannya, serta ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program kesehatan.


(53)

3. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama. Puskesmas bertanggungjawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menjadi tanggungjawab puskesmas meliputi: pelayanan kesehatan perorangan, Pelayanan kesehatan masyarakat

2.5 Landasan Teori

Faktor yang memengaruhi perubahan perilaku adalah perilaku itu sendiri yang dipengaruhi oleh karakteristik individu, interaksi yang berkaitan dengan informasi kesehatan, dan pengalaman yang merubah perilaku. Perilaku seseorang tergantung pada informasi yang diterimanya selama melakukan interaksi sosial secara terus menerus. Jika informasi yang diterima benar, seseorang akan menjalaninya dengan benar demikian juga sebaliknya. Jadi dorongan dari lingkungan sosial juga mempunyai peranan yang cukup tinggi dalam perubahan perilaku (Notoatmodjo, 2010).

Skiner dalam Azwar (2007), seorang ahli psikologi merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dan luar). Namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku dibedakan menjadi dua yaitu:


(54)

a. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.

b. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini merupakan faktor dominan yang mewarnai perilaku seseorang.

Dalam penelitian ini, konsep determinan pemanfaatan penolong persalinan berdasarkan pendapat Andersen (1974) dalam Notoatmodjo (2010), teori “Andersen’s Behavioral model of Health Service Utilization” bahwa keputusan untuk mencari alternatif pelayanan kesehatan ada tiga komponen predisposisi, pendukung dan kebutuhan

1) Komponen predisposisi terdiri dari tiga unsur yaitu: demografi (usia, jenis kelamin, status perkawinan dan jumlah anggota keluarga), struktur sosial (jenis pekerjaan, status sosial, pendidikan, ras, dan kesukuan), dan budaya dan kepercayaan kesehatan.

2) Komponen enabling (pendukung) mempunyai dua unsur: sumber daya keluarga (penghasilan keluarga, kemampuan membeli jasa pelayanan dan keikutsertaan dalam asuransi kesehatan), dan sumber daya masyarakat (jumlah sarana pelayanan kesehatan, jumlah tenaga kesehatan, rasio penduduk dan tenaga kesehatan, lokasi sarana kesehatan).

3) Komponen need (kebutuhan) merupakan komponen yang paling langsung berpengaruh terhadap pelayanan kesehatan. Komponen ini diukur dengan laporan


(55)

tentang berbagai gejala penyakit, dan jenis penyakit dan fungsi-fungsi tubuh yang terganggu.

Berdasarkan uraian landasan teori tersebut, maka kerangka teori penelitian sebagai berikut.

Gambar 2.1 Landasan Teori Menurut Anderson (1968) dalam Sarwono (2008) Merujuk pada teori Anderson dalam Sarwono (2008) tersebut, dan berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan penulis, terkait dengan perilaku ibu terhadap keputusan persalinan berdasarkan penolong di wilayah kerja Puskesmas Kluet Selatan Kabupaten Aceh Selatan Propinsi Aceh berbeda-beda. Namun, keputusan ibu tersebut lebih dipengaruhi oleh faktor predisposisi (umur, pendidikan, manfaat yang dirasakan), faktor pendukung (sumber daya keluarga dan masyarakat) serta faktor kebutuhan yang dirasakan individu terhadap pelayanan kesehatan

Pemanfaatan Penolong Persalinan Pendukung

1. Sumber daya keluarga 2. Sumber daya masyarakat Kebutuhan

Kebutuhan yang dirasakan individu terhadap pelayanan kesehatan

Predisposisi 1. Umur 2. Pendidikan 3. Suku/ras


(56)

2.6 Kerangka Konsep

Berdasarkan teori yang telah dijelaskan, maka kerangka konseptual penelitian pada Gambar 2.2.

Variabel Bebas Variabel Terikat

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Pada penelitian ini, yang menjadi variabel bebas adalah faktor predisposisi (umur, pendidikan, pengetahuan, sikap dan budaya), faktor pendukung (penghasilan keluarga dan jarak sarana kesehatan), serta kebutuhan (kebutuhan berdasarkan gangguan kehamilan dan diagnosa tenaga kesehatan) sedangkan variabel dependennya determinan pemanfaatan penolong persalinan.

Pemanfaatan Penolong Persalinan Pendukung

1. Penghasilan keluarga 2. Jarak sarana kesehatan Kebutuhan

1.Kebutuhan berdasarkan gangguan kehamilan 2. Kebutuhan berdasarkan

diagnosis oleh tenaga kesehatan Predisposisi

1. Umur 2. Pendidikan 3. Pengetahuan 4. Sikap


(57)

BAB 3

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk survei dengan menggunakan pendekatan explanatory research yaitu penelitian yang bertujuan untuk menganalisis hubungan-hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya atau bagaimana suatu variabel memengaruhi variabel lainnya melalui pengujian hipotesa (Bungin, 2008). Penulis ingin menganalisis determinan pemanfaatan penolong persalinan meliputi faktor predisposisi, pendukung dan kebutuhan di wilayah kerja Puskesmas Kluet Selatan Kabupaten Aceh Selatan Propinsi Aceh.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Kluet Selatan Kecamatan Kluet Selatan Kabupaten Aceh Selatan tahun 2013.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan, mulai bulan Mei sampai dengan Agustus 2013.


(58)

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yakni seluruh ibu yang melahirkan di wilayah kerja Puskesmas Kluet Selatan Kabupaten Aceh Selatan Propinsi Aceh selama tahun 2012 terdiri dari 17 desa yang namanya tercatat dalam buku register persalinan Puskesmas Kluet Selatan berjumlah 189 orang. Ibu bersalin ditolong nakes yaitu 117 orang (61,9%) dan 72 orang (38,1%) oleh dukun bayi. 3.3.2 Sampel

Sampel merupakan sebagian dari populasi. Seorang penulis harus melakukan sensus agar hasil penelitian dapat dipercaya. Namun karena keterbatasan waktu, biaya dan tenaga, peneliti tidak meneliti keseluruhan populasi tetapi mengambil sampel dari keseluruhan populasi tersebut.

Besar sampel diambil menggunakan rumus uji hipotesis proporsi populasi tunggal (Lemeshow, 1997); sebagai berikut:

(

)

2 2 1 0 2 / 1 ) ( ) 1 ( ) 1 ( o a a a o P P P P z P P z n − − + −

= −α −β

Keterangan:

n = Besar sampel minimal z1-α/2

z

= Deviat baku alpha untuk α = 0.05 adalah 1.96

1-β

Po = Proporsi ibu bersalin yang ditolong tenaga kesehatan (78,2%=0,78) (Juliwanto, 2008)

= Deviat baku mutu betha untuk (β=0,10 adalah 1,282.

Po- Pa = Beda proporsi yang bermakna ditetapkan 10%. Pa = Perkiraan proporsi sebesar 88,2% = 0,88.


(59)

Dengan menggunakan rumus tersebut di atas, maka jumlah sampel dalam penelitian ini dapat dikalkulasikan sebagai berikut:

(

)

2 2 1 0 2 / 1 ) ( ) 1 ( ) 1 ( o a a a o P P P P z P P z n − − + −

= −α −β

(

)

2 2 ) 88 , 0 78 , 0 ( ) 88 , 0 1 ( 88 , 0 282 , 1 ) 78 , 0 1 ( 78 , 0 96 , 1 − − + − = n

(

)

2 2 ) 1 , 0 ( ) 113 , 0 282 , 1 ) 172 96 , 1 + = n

n =

01 . 0 ) 144 , 0 812 , 0

( − .2

= 01 . 0 914 , 0 = 91,4

Berdasarkan hasil perhitungan di atas, diperoleh jumlah sampel minimal sebanyak 92 orang. Kriteria inklusi adalah bersedia menjadi responden, alamat ibu bersalin tinggal di wilayah kerja Puseksmas Kluet Selatan dan dapat dijangkau (jelas). Cara pengambilan sampel terlebih dahulu menentukan identitas sampel yang lengkap dan sesuai dengan kriteria penelitian berjumlah 189 orang. Teknik pengambilan sampel secara simple random sampling dengan melakukan undian berdasarkan nama-nama dan alamat ibu yang jelas.


(60)

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah:

1. Data primer yaitu data yang dikumpulkan dalam penelitian melalui wawancara berpedoman kepada kuesioner kepada ibu yang telah melahirkan di wilayah kerja Puskesmas Kluet Selatan.

2. Data sekunder yaitu data yang mendukung data primer yang diperoleh dari Puskesmas Kluet Selatan yaitu tentang gambaran umum Puskesmas serta data/laporan ibu yang melahirkan di Puskesmas Kluet Selatan.

3.4.2. Uji Validitas dan Reliabilitas

Penelitian ini menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner (daftar pertanyaan) untuk mengumpulkan data yang diperlukan. Kuesioner tentang determinan pencarian pertolongan persalianan di wilayah kerja Puskesmas Kluet Selatan yang telah disusun, terlebih dahulu dilakukan uji coba sebelum dijadikan sebagai alat ukur penelitian yang bertujuan untuk mengetahui validitas dan reliabilitas alat ukur. Kuesioner sebelum digunakan sebagai pedoman wawancara terlebih dahulu dilakukan uji coba terhadap 30 responden selain responden yang akan dijadikan subjek penelitian yakni 30 ibu melahirkan di Puskesmas Kluet Timur yang mempunyai karakteristik yang sama dengan subjek penelitian.

Uji validitas bertujuan untuk mengetahui sejauhmana suatu ukuran atau nilai yang menunjukkan tingkat kehandalan atau kesahihan suatu alat ukur dengan cara mengukur korelasi antara variabel atau item dengan skor total variabel menggunakan


(61)

rumus teknik Pearson Product Moment Correlation Coeffcient (r) dengan ketentuan jika nilai rhitung > rtabel

Reliabilitas data merupakan indeks yang menunjukkan sejauhmana suatu alat pengukur dapat menunjukkan ketepatan dan dapat dipercaya dengan menggunakan metode Cronbach’ Alpha yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran dengan ketentuan jika r

, maka dinyatakan valid atau sebaliknya.

Alpha>rtabel

Tabel 3.1 Hasil Uji Validitas Dan Reliabilitas

maka dinyatakan reliabel (Ghozali, 2005). Hasil uji validitas dan reliabilitas seperti Pada Tabel 3.1.

Variabel Butir

Correlation Corrected

Item

Status Cronbach's

Alpha Status

Pengetahuan 0,807 Reliabel

1 0,536 Valid

2 0,454 Valid

3 0,556 Valid

4 0,454 Valid

5 0,427 Valid

6 0,610 Valid

7 0,445 Valid

8 0,487 Valid

9 0,450 Valid

10 0,422 Valid

Sikap 0,766 Reliabel

1 0,400 Valid

2 0,483 Valid

3 0,421 Valid

4 0,460 Valid

5 0,423 Valid

6 0,408 Valid

7 0,435 Valid

8 0,501 Valid

9 0,402 Valid


(62)

Tabel 3.1 (Lanjutan)

Budaya 0,851 Reliabel

1 0,483 Valid

2 0,516 Valid

3 0,445 Valid

4 0,538 Valid

5 0,488 Valid

6 0,538 Valid

7 0,691 Valid

8 0,732 Valid

9 0,466 Valid

10 0,640 Valid

Kebutuhan berdasarkan gangguan kehamilan 0,822 Reliabel

1 0,579 Valid

2 0,502 Valid

3 0,561 Valid

4 0,775 Valid

5 0,664 Valid

Kebutuhan berdasarkan Diagnosis oleh Tenaga Kesehatan 0,860 Reliabel

1 0,537 Valid

2 0,753 Valid

3 0,571 Valid

4 0,710 Valid

5 0,834 Valid

Uji validitas dan reliabilitas dilakukan dalam 2 tahap, karena pada tahap pertama ada butir pertanyaan yang tidak valid/reliabel. Butir yang tidak valid diupayakan valid karena pertanyaan tersebut dirasa penting oleh penulis dengan cara melakukan koreksi atau mengubah pertanyaan tersebut. Kemudian setelah dilakukan uji validitas tahap kedua, maka diperoleh nilai corrected item-total correlation (rhitung) dari variabel independen yaitu pengetahuan, sikap, budaya, kebutuhan

berdasarkan gangguan kehamilan dan kebutuhan berdasarkan diagnosasis oleh tenaga kesehatan dan variabel dependen meliputi pemanfaatan penolong persalinan


(1)

Analisis Multivariat

Logistic Regression

Logistic Regression

Case Processing Summary

Unweighted Casesa N Percent

Selected Cases Included in Analysis 92 100,0

Missing Cases 0 ,0

Total 92 100,0

Unselected Cases 0 ,0

Total 92 100,0

a, If weight is in effect, see classification table for the total number of cases,

Dependent Variable Encoding

Original Value Internal Value

Petugas Kesehatan 0

Bukan petugas

kesehatan(Dukun beranak)

1

Block 0: Beginning Block

Classification Tablea,b

Observed Predicted

Penolong Persalinan

Percentage Correct Petugas

Kesehatan

Bukan petugas kesehatan(Du

kun beranak)

Step 0 Penolong Persalinan Petugas Kesehatan 73 0 100,0

Bukan petugas kesehatan(Dukun beranak)

19 0 ,0

Overall Percentage 79,3

a, Constant is included in the model, b, The cut value is ,500

Variables in the Equation

B S,E, Wald df Sig, Exp(B)


(2)

Variables not in the Equation

Score df Sig,

Step 0 Variables Pendidikan 12,614 1 ,000

Pengetahuan 19,317 1 ,000

Sikap 11,030 1 ,001

Budaya 12,003 1 ,001

Jarak 2,211 1 ,137

Kebutuhan_Gangguan_Kehamil an

6,261 1 ,012

Kebutuhan_Gangguan_Diagnos a

12,564 1 ,000

Overall Statistics 40,651 7 ,000

Block 1: Method = Forward Stepwise (Conditional)

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig,

Step 1 Step 18,986 1 ,000

Block 18,986 1 ,000

Model 18,986 1 ,000

Step 2 Step 8,603 1 ,003

Block 27,589 2 ,000

Model 27,589 2 ,000

Step 3 Step 7,928 1 ,005

Block 35,517 3 ,000

Model 35,517 3 ,000

Step 4 Step 3,940 1 ,047

Block 39,458 4 ,000

Model 39,458 4 ,000

Model Summary Step

-2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1 74,727a ,186 ,292

2 66,124b ,259 ,406

3 58,196b ,320 ,501

4 54,256b ,349 ,546

a, Estimation terminated at iteration number 5 because parameter estimates changed by less than ,001,

b, Estimation terminated at iteration number 6 because parameter estimates changed by less than ,001,


(3)

Hosmer and Lemeshow Test

Step Chi-square df Sig,

1 ,000 0 ,

2 ,146 2 ,930

3 6,929 5 ,226

4 9,810 7 ,200

Contingency Table for Hosmer and Lemeshow Test

Penolong Persalinan = Petugas Kesehatan

Penolong Persalinan = Bukan petugas kesehatan(Dukun

beranak)

Total

Observed Expected Observed Expected

Step 1 1 55 55,000 4 4,000 59

2 18 18,000 15 15,000 33

Step 2 1 45 45,285 2 1,715 47

2 10 9,715 2 2,285 12

3 15 14,715 6 6,285 21

4 3 3,285 9 8,715 12

Step 3 1 26 25,739 0 ,261 26

2 8 7,464 0 ,536 8

3 5 6,501 2 ,499 7

4 19 19,321 2 1,679 21

5 4 3,771 2 2,229 6

6 10 8,439 4 5,561 14

7 1 1,764 9 8,236 10

Step 4 1 20 19,883 0 ,117 20

2 11 10,702 0 ,298 11

3 4 3,844 0 ,156 4

4 12 13,355 2 ,645 14

5 4 5,235 2 ,765 6

6 10 8,262 0 1,738 10

7 8 6,526 1 2,474 9

8 3 4,246 7 5,754 10


(4)

Variables in the Equation

B S,E, Wald df Sig, Exp(B)

Step 1a Pengetahuan 2,439 ,625 15,234 1 ,000 11,458

Constant -2,621 ,518 25,616 1 ,000 ,073

Step 2b Pengetahuan 2,423 ,668 13,171 1 ,000 11,279

Kebutuhan_Gangguan_ Diagnosa

1,826 ,643 8,073 1 ,004 6,211

Constant -3,274 ,633 26,737 1 ,000 ,038

Step 3c Pendidikan 2,150 ,875 6,035 1 ,014 8,582

Pengetahuan 2,026 ,701 8,355 1 ,004 7,580

Kebutuhan_Gangguan_ Diagnosa

1,958 ,707 7,674 1 ,006 7,084

Constant -4,592 ,967 22,549 1 ,000 ,010

Step 4d Pendidikan 2,102 ,891 5,563 1 ,018 8,186

Pengetahuan 1,930 ,722 7,146 1 ,008 6,891

Budaya 1,375 ,708 3,772 1 ,052 3,953

Kebutuhan_Diagnosis 1,733 ,739 5,493 1 ,019 5,655

Constant -5,133 1,075 22,791 1 ,000 ,006

a, Variable(s) entered on step 1: Pengetahuan,

Classification Tablea

Observed Predicted

Penolong Persalinan Percentage Correct Petugas Kesehatan Bukan petugas kesehatan(Du kun beranak) Step 1 Penolong

Persalinan

Petugas Kesehatan 73 0 100,0

Bukan petugas kesehatan(Dukun beranak)

19 0 ,0

Overall Percentage 79,3

Step 2 Penolong Persalinan

Petugas Kesehatan 70 3 95,9

Bukan petugas kesehatan(Dukun beranak)

10 9 47,4

Overall Percentage 85,9

Step 3 Penolong Persalinan

Petugas Kesehatan 72 1 98,6

Bukan petugas kesehatan(Dukun beranak)

10 9 47,4

Overall Percentage 88,0

Step 4 Penolong Persalinan

Petugas Kesehatan 69 4 94,5

Bukan petugas kesehatan(Dukun beranak)

5 14 73,7

Overall Percentage 90,2


(5)

b, Variable(s) entered on step 2: Kebutuhan_Diagnosa, c, Variable(s) entered on step 3: Pendidikan,

d, Variable(s) entered on step 4: Budaya,

Model if Term Removeda Variable

Model Log Likelihood

Change in -2 Log

Likelihood df

Sig, of the Change

Step 1 Pengetahuan -48,158 21,589 1 ,000

Step 2 Pengetahuan -42,219 18,313 1 ,000

Kebutuhan_Gangguan_ Diagnosa

-37,565 9,007 1 ,003

Step 3 Pendidikan -33,441 8,685 1 ,003

Pengetahuan -34,216 10,236 1 ,001

Kebutuhan_Gangguan_ Diagnosa

-33,514 8,831 1 ,003

Step 4 Pendidikan -31,025 7,794 1 ,005

Pengetahuan -31,395 8,535 1 ,003

Budaya -29,169 4,082 1 ,043

Kebutuhan_Gangguan_ Diagnosa

-30,155 6,054 1 ,014

a, Based on conditional parameter estimates

Variables not in the Equation

Score df Sig,

Step 1 Variables Pendidikan 7,628 1 ,006

Sikap 8,732 1 ,003

Budaya 7,499 1 ,006

Jarak ,062 1 ,804

Kebutuhan_Gangguan_Kehamil an

2,876 1 ,090

Kebutuhan_Gangguan_Diagnos a

8,965 1 ,003

Overall Statistics 22,624 6 ,001

Step 2 Variables Pendidikan 7,434 1 ,006

Sikap 4,100 1 ,043

Budaya 4,810 1 ,028

Jarak ,092 1 ,762

Kebutuhan_Gangguan_Kehamil an

3,211 1 ,073

Overall Statistics 15,506 5 ,008

Step 3 Variables Sikap 3,653 1 ,056

Budaya 4,041 1 ,044

Jarak ,000 1 ,997

Kebutuhan_Gangguan_Kehamil an

1,392 1 ,238

Overall Statistics 8,855 4 ,065

Step 4 Variables Sikap 2,315 1 ,128

Jarak ,448 1 ,503

Kebutuhan_Gangguan_Kehamil an

2,281 1 ,131


(6)