BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Konsumen - Faktor-faktor yang Memengaruhi Minat Beli Produk Susu oleh Ibu yang Mempunyai Balita di Pasar Swalayan Kota Pematangsiantar Tahun 2013

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perilaku Konsumen

  Perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan ini (Engel et all, 1994). Sedangkan menurut Basu Swastha dan T. Hani Handoko ( 1997 ) perilaku konsumen adalah kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempengaruhi barang dan jasa, termasuk di dalamnya pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan tersebut.

  Dengan adanya konsumen yang sangat beragam dalam usia, pendapatan dan selera, maka sebagai pengusaha harus memahami perilaku konsumen yang beragam agar dapat mengembangkan produk dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan konsumen. (Kotler ; 1994). Banyak faktor yang mempengaruhi konsumen dalam mengambil keputusan akhir yaitu membeli suatu produk, karena pada umumnya manusia sangat rasional dan memanfaatkan secara sistematis informasi yang tersedia untuk mereka (Engel, 1995).

  Perilaku konsumen akan menentukan proses pengambilan keputusan mereka. Proses tersebut merupakan sebuah pendekatan penyelesaian masalah pada keinginan manusia untuk membeli suatu barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhannya. Proses pengambilan keputusan untuk membeli bagi semua orang pada dasarnya adalah sama, hanya seluruh proses tidak selalu dilaksanakan seluruhnya oleh semua konsumen. Ukuran-ukuran besar kecilnya suatu perusahaan dan strategi untuk mendapatkan kedudukan perusahaan yang tepat di pasar akan menentukan laba yang dapat diraihnya. Sebuah faktor kunci adalah strategi penempatan kedudukan perusahaan yang tepat di pasar akan membantu perusahaan untuk menarik minat konsumen membeli produk yang ditawarkan. Sebuah organisasi dapat mencapai tujuannya hanya kalau memahami kebutuhan dan keinginan konsumen dan mampu memenuhinya dengan cara yang lebih efektif dan efisien. Perusahaan harus memahami betul siapa pasar sasarannya dan bagaimana perilaku mereka.

  Perusahaan juga harus mampu melihat bagaimana cara untuk memuaskan berbagai keinginan dan kebutuhan konsumen dari produk yang dipasarkan.

  Perusahaan juga harus mempertimbangkan berbagai macam faktor seperti: faktor psikologis, faktor sosiologis dan faktor antropologis juga menentukan perilaku seseorang untuk memakai produk tersebut. Sebuah alasan mengapa orang membeli atau memakai produk tertentu ini merupakan faktor yang sangat penting bagi perusahaan dalam menentukan program pemasarannya.

  Anoraga (2004) menyatakan bahwa minat beli konsumen ditunjukkan melalui pencarian, pembelian, penggunaan, pengevaluasian dan penentuan produk atau jasa yang mereka harapkan dapat memuaskan kebutuhan mereka.

2.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Konsumen

  Dalam memahami perilaku konsumen perlu dipahami siapa konsumen, sebab dalam suatu lingkungan yang berbeda akan memiliki penelitian, kebutuhan, pendapat, sikap dan selera yang berbeda. Menurut Kotler (2005): faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen adalah kebudayaan, faktor sosial, pribadi, psikologis. Sebagian faktor-faktor tersebut tidak diperhatikan oleh pemasar tetapi sebenarnya harus diperhitungkan untuk mengetahui seberapa jauh faktor-faktor perilaku konsumen tersebut mempengaruhi pembelian konsumen.

  

Budaya Sosial Pribadi Psikologis Pembeli

Budaya Kelompok Umur dan tahap Persepsi, Acuan daur hidup, Motivasi, pekerjaan, Pengetahuan, Keluarga situasi ekonomi, keyakinan dan

  Sub Budaya gaya hidup, sikap Peran dan

Kepribadian dan

Status Kondep Diri

  Kelas Sosial

  49 Gambar 2.1. Fakor–faktor yang Memengaruhi Konsumen Sumber : Kotler, (2005)

  Kebudayaan merupakan penentu keinginan dan perilaku yang paling mendasar untuk mendapatkan nilai, persepsi, preferensi dan perilaku dari lembaga- lembaga penting lainnya dari konsumen. Faktor kebudayaan memberikan pengaruh paling luas dan dalam pada tingkah laku konsumen. Berkaitan dengan keberhasilan sebuah produk dalam konsep pemasaran maka pemasar harus mengetahui peran yang dimainkan dengan melihat beberapa aspek dari budaya seperti: pengetahuan tentang nilai sebuah produk yang dipasarkan, kepercayaan yang ditimbulkan pada konsumen agar iklan yang disampaikan benar-benar dapat memberi citra yang baik pada konsumen, nilai seni dalam mengemas sebuah produk agar terlihat menarik, yang diberlakukan jika informasi yang disampaikan dalam kemasan seperti label yang tertera dalam makanan tidak sesuai dengan apa yang dipaparkan, kebiasaan yang terjadi dalam sekelompok masyarakat akan iklan sebuah produk seperti iklan gizi dan informasi lainnya.

  Kaitan faktor budaya dengan sebuah produk adalah bagaimana kemampuan produsen melihat sistem nilai terpisah yang ada dalam masyarakat. Sistem nilai yang ada dalam masyarakat yang dimaksudkan seperti nasionalitas, agama, kelompok ras, dan wilayah geografis, masyarakat yang relatif permanen dan teratur dengan para anggotanya menganut nilai-nilai, minat dan tingkah laku yang serupa. Beberapa produk makanan biasanya menjadi sangat diminati oleh konsumen ketika produk makanan tersebut mampu menyentuh nilai-nilai budaya yang ada pada daerah itu.

  Selain faktor budaya, faktor kelas sosial juga sangat ditentukan oleh satu faktor tunggal, yang terdapat dalam pribadi setiap konsumen seperti pendapatan, tetapi diukur sebagai kombinasi dari pekerjaan, pendapatan, pendidikan, kekayaan dan variabel lain. Faktor pribadi didefinisikan sebagai karakteristik psikologis seseorang yang berbeda dengan orang lain yang menyebabkan tanggapan yang relatif konsisten dan bertahan lama terhadap lingkungan. Faktor pribadi lainnya yang mempengaruhi konsumen dalam membeli sebuah produk yaitu karakteristik pribadi, yaitu: 1). Umur dan tahap daur hidup yang membuat orang mengubah barang dan jasa yang mereka beli selama masa hidupnya. Selera akan makanan, pakaian, perabot dan rekreasi sering kali berhubungan dengan umur. Membeli juga dibentuk oleh tahap daur hidup keluarga, tahap-tahap yang mungkin dilalui oleh keluarga sesuai dengan kedewasaannya. Pemasar seringkali menentukan sasaran pasar dalam bentuk tahap daur hidup dan mengembangkan produk yang sesuai serta rencana pemasaran untuk setiap tahap. 2). Pekerjaan seseorang mempengaruhi barang dan jasa yang dibelinya. Pemasar berusaha mengenali kelompok pekerjaan yang mempunyai minat di atas rata-rata akan produk dan jasa mereka. Sebuah perusahaan bahkan dapat melakukan spesialisasi dalam memasarkan produk menurut kelompok pekerjaan tertentu. 3). Situasi ekonomi sekarang akan mempengaruhi pilihan produk. Pemasar produk yang peka terhadap pendapatan mengamati kecenderungan dalam pendapatan pribadi, tabungan dan tingkat minat. Bila indikator ekonomi menunjukkan resesi, pemasar dapat mengambil langkah-langkah untuk merancang ulang, memposisikan kembali dan mengubah harga produknya. 4). Gaya hidup seseorang akan membentuk pola kehidupan seseorang yang diwujudkan dalam aktivitas (pekerjaan, hobi, berbelanja, olahraga, kegiatan sosial), minat (makanan, mode, keluarga, rekreasi) dan opini yang lebih dari sekedar kelas sosial dan kepribadian seseorang, gaya hidup menampilkan pola bereaksi dan berinteraksi seseorang secara keseluruhan di dunia. 5). Kepribadian dan konsep diri setiap orang jelas mempengaruhi tingkah laku membelinya.

  Kepribadian mengacu pada karakteristik psikologi unik yang menyebabkan respons yang relatif konsisten dan bertahan lama terhadap lingkungan dirinya sendiri.

  Kepribadian biasanya diuraikan dalam arti sifat-sifat seperti rasa percaya diri, dominasi, kemudahan bergaul, otonomi, mempertahankan diri, kemampuan menyesuaikan diri, dan keagresifan. Kepribadian dapat bermanfaat untuk menganalisis tingkah laku konsumen untuk pemilihan produk atau merek tertentu.

  Faktor lainnya yang mempengaruhi konsumen dalam membeli sebuah produk makanan adalah faktor psikologis seperti dimana ia tinggal dan hidup pada waktu sekarang tanpa mengabaikan pengaruh dimasa lampau atau antisipasinya pada waktu yang akan datang. Pilihan barang yang dibeli seseorang dipengaruhi oleh faktor psikologi seperti : 1). Motivasi, para peneliti motivasi mengumulkan informasi dari sekelompok konsumen untuk mengetahui motif yang lebih dalam untuk pilihan produk-produk mereka dan telah mendapatkan kesimpulan-kesimpulan yang menarik dan kadang-kadang aneh tentang apakah yang ada dibenak konsumen sehubungan dengan pembelian tertentu. Meskipun kadang-kadang menghasilkan kesimpulan- kesimpulan aneh, riset motivasi tetap bermanfaat sebagai alat bagi para pemasar untuk memahami perilaku konsumen secara lebih dalam. 2). Persepsi atau proses yang dilalui orang dalam memilih, mengorganisasikan dan mengintepretasikan informasi guna membentuk gambaran yang berarti mengenai dunia. Seseorang yang termotivasi siap untuk bertindak. Bagaimana orang tersebut bertindak dipengaruhi oleh persepsinya mengenai situasi. Orang dapat membentuk persepsi berbeda dari rangsangan yang sama karena 3 macam proses penerimaan indera, yaitu: a). Perhatian Selektif; Kecenderungan bagi manusia untuk menyaring sebagian besar informasi yang mereka hadapi, berarti bahwa pemasar harus bekerja cukup keras untuk menarik perhatian konsumen. b). Distorsi selektif; menguraikan kecenderungan orang untuk mengintepretasikan informasi dengan cara yang akan mendukung apa yang telah mereka yakini. c). Ingatan Selektif; Orang cenderung lupa akan sebagian besar hal yang mereka pelajari. Mereka cenderung akan mempertahankan atau mengingat informasi yang mendukung sikap dan keyakinan mereka. Karena adanya ingatan selektif. 3). Pengetahuan; Pembelajaran menggambarkan perubahan dalam tingkah laku individual yang muncul dari pengalaman. Pentingnya praktik dari teori pengetahuan bagi pemasar adalah mereka dapat membentuk permintaan akan suatu produk dengan menghubungkannya dengan dorongan yang kuat, menggunakan petunjuk yang membangkitkan motivasi, dan memberikan peranan positif.

  4).Keyakinan dan sikap. Melalui tindakan dan pembelajaran, orang mendapatkan keyakinan dan sikap. Keduanya ini, pada waktunya mempengaruhi tingkah laku membeli. Keyakinan adalah pemikiran deskriptif yang dimiliki seseorang mengenai sesuatu. Keyakinan didasarkan pada pengetahuan yang sebenarnya, pendapat atau kepercayaan dan mungkin menaikkan emosi atau mungkin tidak. Pemasaran tertarik pada keyakinan bahwa orang yang merumuskan mengenai produk dan jasa spesifik, karena keyakinan ini menyusun citra produk dan merk yang mempengaruhi tingkah laku membeli. Bila ada sebagian keyakinan yang salah dan menghalangi pembelian, pemasar pasti ingin meluncurkan usaha untuk mengkoreksinya. Sikap menguraikan evaluasi, perasaan dan kecenderungan dari seseorang terhadap suatu obyek atau ide yang relatif konsisten. Sikap menempatkan orang dalam suatu kerangka pemikiran mengenai menyukai atau tidak menyukai sesuatu mengenai mendekati atau menjauhinya.

  Berdasarkan konsep perilaku konsumen yang diajukan oleh Shiffman dan Kanuk (2000), serta Loudon dan Bitta (1993), menunjukkan bahwa terdapat dua elemen penting perilaku konsumen, yaitu elemen proses pengambilan keputusan dan elemen kegiatan secara fisik. Kedua elemen tersebut melibatkan individu dalam menilai, mendapatkan serta menggunakan barang dan jasa. Konsumen membeli barang dan jasa adalah untuk mendapatkan manfaat dari barang dan jasa tersebut. Jadi perilaku konsumen tidak hanya mempelajari apa yang dibeli atau dikonsumsi oleh konsumen saja, tetapi juga dimana, bagaimana kebiasaan dan dalam kondisi macam apa produk dan jasa yang dibeli.

Tabel 2.1. Model Perilaku Pembeli

  

Stimulus Stimulus Karakteristik Proses Keputusan Keputusan Pembeli

Pemasaran Lainnya Pembeli Pembeli Produk Ekonomi Budaya Pengenalan masalah Pilihan produk Harga Teknologi Sosial Pencarian informasi Pilihan merek Distribusi Politik Pribadi Keputusan pembeli Pilihan pemasok Promosi Budaya Psikologi Perilaku Pembeli Penentuan saat pembelian Jumlah pembelian

  

Sumber : Phillip Kotler dan Sweet Hoong Ang, et.all. Manajemen Persfektif Asia.

  Buku 1. 2002. Hal.222.

  Menurut Kotler dan Armstrong (1996) terdapat dua faktor dasar yang mempengaruhi perilaku konsumen yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal merupakan faktor yang meliputi pengaruh keluarga, kelas sosial, kebudayaan, marketing strategy, dan kelompok referensi. Kelompok referensi merupakan kelompok yang memiliki pengaruh langsung maupun tidak langsung pada sikap dan prilaku konsumen. Kelompok referensi mempengaruhi perilaku seseorang dalam pembelian dan sering dijadikan pedoman oleh konsumen dalam bertingkah laku. Faktor-faktor yang termasuk ke dalam faktor internal adalah motivasi, persepsi, sikap, gaya hidup, kepribadian dan belajar. Belajar menggambarkan perubahan dalam perilaku seseorang individu yang bersumber dari pengalaman. Seringkali perilaku manusia diperoleh dari mempelajari sesuatu.

2.3 Minat Membeli

  Keputusan seorang pembeli dipengaruhi oleh multi faktor termasuk ciri-ciri kepribadiannya, termasuk usia, pekerjaan, keadaan ekonomi. Perilaku konsumen akan menentukan proses pengambilan keputusan dalam melakukan pembelian. Menurut Kotler (2001) ada beberapa tahap dalam mengambil suatu keputusan untuk melakukan pembelian

  Pengertian minat beli, menurut Kotler & Armstrong (2001) adalah tahap dalam proses pengambilan keputusan pembeli dimana konsumen benar-benar membeli.

  Pengambilan keputusan merupakan suatu kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang yang ditawarkan.

  Tahap-tahap proses keputusan pembelian dapat digambarkan dalam sebuah model di bawah ini (Kotler dan AB. Susanto, 1999;):

  Perilaku Pengenalan Pencarian Evaluasi Keputusan setelah

  Informasi Alternatif Pembelian Kebutuhan pembelian

Gambar 2.2 Model Proses Pembelian Lima Tahap

  Sumber : Philip Kotler dan AB. Susanto, Pemasaran di Indonesia, (1999: 251)

  Model ini mempunyai anggapan bahwa para konsumen melakukan lima tahap dalam melakukan pembelian. Kelima tahap di atas tidak selalu terjadi, khususnya dalam pembelian yang tidak memerlukan keterlibatan yang tinggi dalam pembelian. Para konsumen dapat melewati beberapa tahap dan urutannya tidak sesuai.

  a. Pengenalan Masalah Proses membeli dengan pengenalan masalah atau kebutuhan pembeli menyadari suatu perbedaan antara keadaan yang sebenarnya dan keadaan yang diinginkanya. Kebutuhan itu dapat digerakkan oleh rangsangan dari dalam diri pembeli atau dari luar. Misalnya kebutuhan orang normal adalah haus dan lapar akan meningkat hingga mencapai suatu ambang rangsang dan berubah menjadi suatu dorongan berdasarkan pengalaman yang sudah ada. Seseorang telah belajar bagaimana mengatasi dorongan itu dan dia didorong kearah satu jenis objek yang diketahui akan memuaskan dorongan itu.

  b. Pencarian Informasi Konsumen mungkin tidak berusaha secara aktif dalam mencari informasi sehubungan dengan kebutuhannya. Seberapa jauh orang tersebut mencari informasi tergantung pada kuat lemahnya dorongan kebutuhan, banyaknya informasi yang dimiliki, kemudahan memperoleh informasi, tambahan dan kepuasan yang diperoleh dari kegiatan mencari informasi. Biasanya jumlah kegiatan mencari informasi meningkat tatkala konsumen bergerak dari keputusan situasi pemecahan masalah yang terbatas kepemecahan masalah yang maksimal.

  c. Evaluasi Alternatif Informasi yang didapat dari calon pembeli digunakan untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai alternatif-alternatif yang dihadapinya serta daya tarik masing-masing alternatif. Produsen harus berusaha memahami cara konsumen mengenal informasi yang diperolehnya dan sampai pada sikap tertentu mengenai produk merek dan keputusan untuk membeli.

  d. Keputusan Pembelian Produsen harus memahami bahwa konsumen mempunyai cara sendiri dalam menangani informasi yang diperolehnya dengan membatasi alternatif-alternatif yang harus dipilih atau dievaluasi untuk menentukan produk mana yang akan dibeli.

  e. Perilaku setelah Pembelian Apabila barang yang dibeli tidak memberikan kepuasan yang diharapkan, maka pembeli akan merubah sikapnya terhadap merek barang tersebut menjadi sikap negatif, bahkan mungkin akan menolak dari daftar pilihan. Sebaliknya bila konsumen mendapat kepuasan dari barang yang dibelinya maka keinginan untuk membeli terhadap merek barang tersebut cenderung untuk menjadi lebih kuat. Produsen harus mengurangi perasaan tidak senang atau perasaan negatif terhadap suatu produk dengan cara membantu konsumen menemukan informasi yang membenarkan pilihan konsumen melalui komunikasi yang diarahkan pada orang-orang yang baru saja membeli produknya

2.4 Label Gizi Produk Makanan Balita

  Angipora (2002) mendefinisikan bahwa label merupakan suatu bagian dari sebuah produk yang membawa informasi verbal tentang produk atau penjualnya.

  Sementara Gitosudarmo (2004) menyatakan bahwa label adalah bagian dari sebuah produk yang berupa keterangan atau penjelasan mengenai barang tersebut atau penjualnya. Lebih daripada itu Staton dan Lamarto (2004) menyatakan bahwa label merupakan ciri lain dari produk yang perlu diperhatikan..

  Berdasarkan beberapa defenisi yang diuraikan di atas label merupakan suatu display dengan tulisan, cetakan ataupun grafik yang menunjukkan kepada isi dari suatu benda yang dijadikan alat informasi kepada para konsumen tentang produk yang dibuatnya. Sementara defenisi label gizi merupakan informasi nilai gizi diharapkan dapat dimanfaatkan konsumen dalam melakukan pemilihan yang bijak terhadap produk pangan, terutama yang berkenaan dengan kandungan zat gizi di dalamnya sesuai dengan kebutuhannya. Pada saat yang sama pihak produsen berkesempatan untuk menyampaikan informasi zat gizi yang terkandung dalam produknya yang kemungkinan merupakan keunggulan produk tersebut dibanding produk lainnya yang telah ditetapkan.

  Dari segi kesehatan label produk pangan sangat bermanfaat dan diperlukan oleh konsumen, terutama bagi konsumen dengan kondisi medis tertentu yang memerlukan pengendalian asupan zat gizi. Misalnya balita yang kegemukan dapat mengatur jumlah asupan kalori dengan memperhatikan jumlah energi yang tercantum dalam label (BPOM, 2009).

  Salah satu manfaat pencantuman informasi yang benar pada label dan iklan maknanan balita adalah untuk memberikan pendidikan kepada konsumen / ibu balita tentang hal yang berkaitan dengan kebutuhan gizi yang dibutuhkan balitanya. Informasi penting yang umum disampaikan melalui label dan iklan tersebut antara lain berupa bagaimana cara menyimpan pangan, cara pengolahan yang tepat, kandungan gizi pada pangan tertentu, fungsi zat gizi tersebut terhadap kesehatan, dan sebagainya (Hariyadi, 2005).

  Menurut BPOM (2005) pelabelan pada produk makanan khusunya makanan balita dapat berfungsi melindungi konsumen/ibu dari peredaran dan penggunaan pangan fungsional yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan gizi. Ada beberapa panduan penggunaan nutrition claims dalam menjaga mutu yang telah ditetapkan oleh WHO, yaitu : Nutrition claims harus konsisten terhadap kebijakan nutrisi alami dan mendukung kebijakan tersebut.

  Klaim yang berhubungan dengan panduan makanan atau makanan kesehatan harus konsisten dengan panduan klaim. Makanan tidak seharusnya disebutkan sebagai “sehat” atau direpresentasikan dalam suatu cara yang menyatakan secara tidak langsung bahwa makanan tersebut akan memberi kesehatan. Makanan apapun dengan nutrition claims harus disertai dengan nutrition label yang sesuai dengan panduan nutrition labeling.

  Informasi nilai gizi diharapkan dapat dimanfaatkan konsumen dalam melakukan pemilihan yang bijak terhadap produk pangan, terutama yang berkenaan dengan kandungan zat gizi di dalamnya sesuai dengan kebutuhannya. Pada saat yang sama pihak produsen berkesempatan untuk menyampaikan informasi zat gizi yang terkandung dalam produknya yang kemungkinan merupakan keunggulan produk tersebut dibanding produk lainnya yang telah ditetapkan.

  Dari segi kesehatan label produk pangan sangat bermanfaat dan diperlukan oleh konsumen, terutama bagi konsumen dengan kondisi medis tertentu yang memerlukan pengendalian asupan zat gizi.

  Salah satu manfaat pencantuman informasi yang benar pada label adalah untuk memberikan pendidikan kepada konsumen tentang hal yang berkaitan dengan pangan. Informasi penting yang umum disampaikan melalui label tersebut antara lain berupa bagaimana cara menyimpan pangan, cara pengolahan yang tepat, kandungan gizi pada pangan tertentu, fungsi zat gizi tersebut terhadap kesehatan, dan sebagainya (Hariyadi, 2005).

  Pedoman pelabelan gizi dimaksudkan sebagai acuan bagi para produsen, aparat pemerintah, konsumen, dan anggota masyarakat lainnya untuk mengetahui dan memahami tentang informasi Nilai Gizi. Pada label produk makanan balita harus dijelaskan tentang nama produk, daftar bahan yang digunakan, berat bersih atau isi bersih, nama dan alamat pihak yang memproduksi, tanggal, bulan, dan tahun kadaluwarsa serta informasi nilai gizi. Informasi nilai gizi inilah yang berhubungan dengan nutrition claims, dimana kandungan gizi dalam suatu produk pangan akan berpengaruh terhadap nutrition claims.

  Mengingat label gizi adalah alat penyampai informasi yang berkaitan dengan kandungan nilai gizi dalam sebuah makanan, sudah selayaknya informasi yang termuat pada label adalah sebenar-benarnya dan tidak menyesatkan. Hanya saja, mengingat label juga berfungsi sebagai iklan, disamping sudah menjadi sifat manusia untuk mudah jatuh dalam kekhilafan dengan berbuat “kecurangan” baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja, maka perlu dibuat rambu-rambu yang mengatur. Dengan adanya rambu-rambu ini diharapkan fungsi label dalam memberi “rasa aman” pada konsumen dapat tercapai.

  Label gizi dalam makanan kemasan harus disertai pernyataan mengandung vitamin, mineral dan atau zat gizi lainnya yang ditambahkan serta pangan yang wajib ditambahkan vitamin, mineral, dan atau zat gizi lainnya harus mencantumkan keterangan tentang kandungan gizi pada kemasannya (BPOM, 2007).

  Daftar nutrisi yang terdapat dalam label gizi juga harus mencantumkan takaran sajian, gram protein, karbohidrat, dan lemak per sajian, dan persentasinya yang sesuai dengan aturan dari US RDA (Recomended Dietary Allowance) atau Angka Kecukupan Gizi berdasarkan diet 2000 atau 2500 kalori, vitamin A dan C, Thiamin, Riboflavin, Niasin, Kalsium, dan zat besi. Pada tahun 1984, FDA menambahkan natrium ke dalam daftar nutrisi yang harus dicantumkan di label (Nielsen, 2003).

  Selanjutnya pelabelan pangan yang menekankan tentang satu atau lebih bahan-bahan dengan kandungan rendah ataupun tinggi, maka persentase kandungan bahan tersebut harus dinyatakan sesuai dengan ketentuan. Persyaratan label berhubungan dengan aspek produk dan bagaimana produk dapat memenuhi kepuasan konsumen. Syarat ini dapat dipenuhi dengan cara memberikan informasi yang tepat dengan kebutuhan konsumen, dan membuat label sedemikian rupa sehingga jelas dan mudah dibaca (Blanchfield, 2000).

  Di Indonesia sendiri ketentuan mengenai klaim untuk produk pangan mengacu kepada ketentuan yang dikeluarkan oleh Codex. Klaim Nutrisi dan Klaim Kesehatan Produk terbagi menjadi 2 yakni : 1.

  Klaim nutrisi, artinya segala jenis perwakilan yang menyatakan, menyarankan, atau mengindikasikan bahwa sebuah produk pangan memiliki ciri khas nutrisi tertentu tetapi tidak terbatas pada nilai energi dan kandungan protein, lemak dan karbohidrat, begitu juga dengan kandungan vitamin dan mineral. Klaim ini terdiri dari : a.

  Klaim kandungan zat gizi, klaim nutrisi yang menjelaskan tingkat keberadaan zat gizi yang dikandung dalam suatu produk pangan Contoh: ‘Sumber Kalsium’, ‘Tinggi serat dan rendah lemak’.

  b.

  Klaim perbandingan zat gizi, klaim yang membandingkan tingkat keberadaan zat gizi dan atau besarnya energi dari dua atau lebih produk pangan. Contoh: “dikurangi”, “kurang dari”, lebih sedikit”.

  2. Klaim kesehatan, artinya segala perwakilan yang menyatakan, menyarankan, atau mengindikasikan adanya hubungan antara produk pangan atau kandungan produk pangan tersebut dengan kesehatan. Klaim ini terdiri dari: a.

  Klaim fungsi zat gizi, klaim nutrisi yang menggambarkan peran fisiologis zat gizi untuk pertumbuhan, perkembangan, dan fungsi normal tubuh.

  Misalnya, zat gizi X (disebutkan fungsi fisiologis zat gizi X untuk tubuh dalam rangka mempertahankan kesehatan dan membantu pertumbuhan dan perkembangan normal). Produk pangan X adalah sumber atau tinggi akan nutrisi A).

  b.

  Klaim fungsi lainnya, klaim ini fokus kepada efek spesifik yang menguntungkan dari konsumsi bahan pangan atau komponennya, dalam konteks dari total makanan yang dikonsumsi pada fungsi normal tubuh atau aktivitas biologis tubuh. Klaim seperti ini berhubungan dengan kontribusi positif untuk kesehatan atau peningkatan dari suatu fungsi tubuh atau untuk menambah atau mempertahankan kesehatan. Contoh: Substansi A (disebutkan efek dari substansi A dalam rangka meningkatkan atau memperbaiki fungsi fisiologis atau aktivitas biologis terkait dengan kesehatan). Pangan Y mengandung x gram substansi A.

  c.

  Klaim pengurangan resiko terhadap suatu penyakit yakni klaim yang berhubungan dengan konsumsi suatu makanan atau unsur dari makanan, dalam konteks dari total makanan yang dikonsumsi, untuk mengurangi resiko dari suatu penyakit untuk berkembang atau kondisi yang berhubungan dengan kondisi kesehatan. Contoh: Konsumsi makanan sehat mengandung nutrisi yang rendah akan substansi A dapat mengurangi resiko penyakit D.

  Makanan X rendah akan nutrisi atau substansi A atau konsumsi makanan sehat mengandung nutrisi yang kaya akan substansi B dapat mengurangi resiko penyakit E. Makanan X kaya akan nutrisi atau substansi B. Klaim yang berhubungan dengan panduan makanan atau makanan kesehatan harus konsisten dengan panduan klaim. Makanan tidak seharusnya disebutkan sebagai “sehat” atau direpresentasikan dalam suatu cara yang menyatakan secara tidak langsung bahwa makanan tersebut akan memberi kesehatan. Makanan apapun dengan nutrition claims harus disertai dengan nutrition label yang sesuai dengan panduan nutrition labeling.

  Adapun ketentuan pencantuman informasi nilai gizi adalah sebagai berikut :

  1. Informasi yang wajib dicantumkan : Takaran saji adalah jumlah produk pangan yang biasa dikonsumsi dalam satu kali makan, dinyatakan dalam ukuran rumah tangga yang sesuia untuk produk pangan tersebut. Ukuran rumah tangga meliputi antara lain sendok teh, sendok makan, sendok takar, gelas, botol, kaleng, sachet, keping, buah, biji, potong, iris dan harus diikuti dengan jumlah dalam satuan metric (mg, g, ml). Jumlah saji per kemasan menunjukkan jumlah takaran saji yang terdapat dalam satu kemasan pangan.

  Catatan kaki merupakan informasi yang menerangkan bahwa persentase AKG yang ditunjukkan dalam Informasi Nilai Gizi dihitung berdasarkan kebutuhan energy

  2000 kkal. Catatan kaki tidak perlu dicantumkan untuk pangan yang ditujukan bagi anak berusia 6-24 bulan dan pangan yang ditujukan bagi anak berusia 2-5 tahun.

  2. Zat gizi yang diwajibkan dicantumkan : a.

  Energi total, dinyatakan dalam gram dan presentase AKG.

  b.

  Lemak total, dinyatakan dalam gram dan presentase AKG.

  c.

  Protein, dinyatakan dalam gram dan presentase d.

  Karbohidrat total, dinyatakan dalam gram dan presentase AKG.

  e.

  Natrium, dinyatakan dalam mg dan presentase AKG.

  3. Zat gizi yang wajib dicantumkan dengan persyaratan tertentu. Sejumlah zat gizi wajib dicantumkan dalam Informasi Nilai Gizi berkenaan dengan beberapa kondisi berikut :

  a. Produk pangan mengandung zat gizi tersebut dalam jumlah tertentu, atau

  b. Zat gizi tersebut dipersyaratkan untuk ditambah atau difortifikasi pada pangan c. Pangan yang bersangkutan memuat klaim yang berkenaan dengan zat gizi tersebut. Beberapa zat gizi tersebut antara lain : energi dari lemak, lemak jenuh, kolesterol, serat pangan, gula, vitamin A, vitamin C, kalsium, zat besi.

  4. Zat gizi lain yang dapat dicantumkan (sukarela). Beberapa zat gizi tidak wajib dicantumkan dalam Informasi Nilai Gizi, namun jika akan dicantumkan, maka harus memenuhi ketentuan antara lain : energi dari lemak jenuh, kalium, serat pangan larut, gula alkohol, karbohidrat lain, vitamin, mineral dan zat gizi lain.

  5. Format Informasi Nilai Gizi pada label pangan meliputi antara lain bentuk, susunan informasi dan cara pencantuman.

  (BPOM, 2009).

  Perhitungan jumlah zat gizi yang terdapat dalam label gizi dapat memperkirakan jumlah zat gizi yang akan dan telah masuk ke dalam tubuh kita dalam sehari, sehingga kita bisa mengetahui apakah kita kekurangan atau kelebihan suatu zat gizi tertentu. Dan tentu saja, dengan mengetahui jumlah zat gizi yang masuk ke dalam tubuh, kita bisa merencanakan pengaturan makanan terhadap tubuh kita. Misalnya kita ingin mengurangi berat badan, tentu saja kita dapat mengurangi porsi makanan, dan sebaliknya apabila kita ingin menambah berat badan, kita menambah konsumsi makan kita. Intinya energi yang masuk harus sama dengan energi yang keluar. Contoh label pada produk pangan adalah sebagai berikut :

Gambar 2.3. Contoh Label pada Produk Pangan Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa nilai gizi yang ada pe 100 gr (3,5oz) terdiri dari 8 komponen pemenuhan gizi. Berdasarkan informasi yang ditampilkan diketahui bahwa energi per satuan nya sebanyak 1,598 Kj. Artinya di dalam produk makanan ini cukup tinggi kalori yang dikandungnya. Disebutkan juga bahwa produk makanan ini sangat baik bagi konsumen yang membutuhkan diet serat yang baik untuk pencernaan.

  Jika dibandingkan dengan label gizi pada produk minuman pada gambar di bawah ini menunjukkan perbandingan nilai kalori yang hampir sama antara minuman susu Frisian flag dengan minuman cocacola. Hal ini mendeskripsikan bahwa walaupun produk susu tapi nilai kalorinya lebih rendah. Hal ini memberitahu pada masyarakat bahwa persepsi yang selama ini menyatakan susu dapat menggemukkan dapat terpudarkan. Konsumen juga dapat melihat bahwa fungsi ke dua produk ini dapat dipergunakan pada situasi dan kondisi tertentu dimana mungkin produk minuman susu dapat dipergunakan pada saat beraktifitas tinggi karena kalori yang terkandung di dalammnya cukup tinggi.

Gambar 2.4. Informasi Nilai Gizi pada Label Makanan

  

2.5 Perilaku Konsumen dalam Membaca Label Informasi Nilai Gizi Produk

Pangan

  Perilaku membaca label informasi nilai gizi produk makanan balita adalah sebagai langkah untuk menyeimbangkan gizi yang merupakan salah satu dari 13 pesan PUGS (Pedoman Umum Gizi Seimbang) yang dibuat dalam Kongres Gizi Internasional di Roma pada tahun 1992 untuk menghasilkan kualitas sumberdaya manusia yang andal (G. Sianturi, 2002).

  Pembacaan label informasi zat gizi diasumsikan sebagai aktivitas konsumen dalam pencarian informasi seperti yang tertera pada kemasan produk pangan kemasan. Aktivitas ini merupakan suatu proses yang aktif, yang terdiri dari perilaku melihat sebagai usaha pencarian informasi, mengevaluasi informasi yang ada untuk kemudian dijadikan bahan pertimbangan untuk pengambilan keputusan dalam membeli produk makanan (Zahara,2009).

  Pembacaan label gizi merupakan acuan atau suatu bentuk usaha dalam pencarian untuk mendapatkan informasi mengenai produk makanan yang diharapkan dapat membawa keuntungan bagi si pembaca. Dalam usaha pencarian tersebut, konsumen akhirnya akan membaca label informasi yang tertera pada kemasan makanan untuk kemudian mencerna informasi yang ada.

  Dalam membaca label makanan biasanya bagian pertama yang bisa dilihat adalah takaran saji dan jumlah sajian per kemasan. Takaran saji mempengaruhi jumlah asupan kalori dan semua nutrisi yang tercantum pada label. Pada contoh di atas, takaran saji yang tercantum adalah satu sachet. Hal ini berarti nutrisi yang dikonsumsi sesuai dengan yang tercantum. Apabila kita mengkonsumsi dua sachet, maka jumlah nutrisinya dikalikan dua. Hal penting lainnya adalah pembacaan nilai kalori angka yang tertera pada produk makanan tersebut. Kalori adalah jumlah energi yang didapat dengan mengkonsumsi satu takaran saji.

  Pembacaan nilai kalori yang tercantum dalam label gizi biasanya adalah tiga nutrisi teratas yang tercantum (lemak, kolesterol dan natrium). Informasi yang dicantumkan untuk memberi informasi kondisi dan dampak jika dikonsumsi terlalu banyak, akan meningkatkan resiko pada kesehatan. Untuk keseimbangan gizi, seperti pada produk makanan balita sedapat mungkin nutrisi ini tetap dilihat angka kebutuhan nilai gizi seimbangnya (lihat persentase Angka Kecukupan Gizi).

  Angka yang ditunjukkan dalam kolom %AKG dapat menjadi acuan seberapa banyak nutrisi yang kita konsumsi dalam sehari. %AKG ini berdasarkan pada diet 2000 kalori per hari. Apa arti dari angka-angka tersebut? Setiap angka berdasarkan pada 100% kebutuhan masing-masing nutrisi dalam satu hari (untuk diet 2000 kalori).

  Dengan ini, kita dapat mengetahui seberapa banyak nutrisi yang kita konsumsi dalam satu hari. Rentang persentasenya adalah sebagai berikut: 1) Rendah: 5% atau kurang, 2) Tinggi: 20% atau lebih

  Kegunaan persentase Angka Kecukupan Gizi dapat digunakan sebagai perbandingan antara satu produk dengan produk lainnya yang masih satu kategori.

  Apabila takaran saji yang tercantum sama, maka kita dapat dengan mudah mengidentifikasi produk mana yang memiliki nutrisi yang tinggi atau rendah. Selain itu informasi yang terdapat dalam label gizi dapat dijadikan sebagai suatu acuan dalam menghitung alokasi makanan dalam satu hari.

  Kesadaran untuk membaca label informasi zat gizi masih rendah dibeberapa negara. Berdasarkan ASD/AMD (Associated Surplus Dealers/Associated Merchandise Dealers), rata-rata hanya 2 dari 10 konsumen di Asia Pasifik, Eropa dan Amerika Utara mengaku selalu membaca label informasi zat gizi pada kemasan makanan. Sementara di Amerika Latin, 3 dari 10 konsumen mengaku selalu membaca label pada makanan kemasan yang akan dibeli. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Drichoutis et al, 11% responden selalu membaca label informasi zat gizi dan 24,7% sering membaca. Selain itu, 11,24% dan 19,1% mengaku kadang-kadang dan jarang membaca. Sementara itu, responden yang tidak pernah membaca memiliki persentase paling besar yaitu 34% (Mahgoub, Lesoli, dan Gobotswang, 2007 dalam Zahara 2009).

  Menurut Asmaiyar (2004), penelitian mengenai kepatuhan konsumen membaca label produk pangan juga masih jarang. Penelitian Asmaiyar (2004) pada konsumen di Pasar Kebayoran Lama Jakarta Selatan menemukan bahwa tingkat kepatuhan membaca label produk pangan masih cukup rendah yaitu 45% dari 120 konsumen sebagai responden. Para pemasar membutuhkan informasi yang andal mengenai konsumennya dan keterampilan khusus untuk menganalisis dan menginterpretasikan informasi. Kebutuhan ini berkontribusi pada pengembangan perilaku konsumen sebagai bidang studi spesifik dalam pemasaran. Secara sederhana, istilah perilaku konsumen mengacu pada perilaku yang ditunjukkan oleh para individu dalam membeli dan menggunakan barang dan jasa. Pada hakikatnya, lingkup studi perilaku konsumen meliputi sejumlah aspek krusial.

  Schiffman dan Kanuk (2000) menyatakan bahwa “perilaku konsumen dalam membaca label gizi pada produk makanan adalah perilaku yang ditunjukkan oleh konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghentikan konsumsi produk, jasa, dan gagasan”. Hal ini didukung oleh Setiadi (2003) yang menyatakan bahwa “ perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk atau jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini.”

  Kotler dan Amstrong (2002) menyebutkan bahwa perilaku konsumen merupakan perilaku pembelian konsumen akhir, baik individu maupun rumah tangga, yang membeli produk untuk konsumsi personal. Dari beberapa pengertian perilaku konsumen yang diberikan oleh para ahli pemasaran, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen menyangkut suatu proses keputusan sebelum pembelian serta tindakan dalam memperoleh, memakai, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan pengamatan pada variabel-variabel seperti nilai-nilai yang dimiliki konsumen, kebutuhan pribadi, persepsi, bagaimana konsumen, mengevaluasi alternatif dan apa yang dirasakan konsumen tentang kepemilikan dan penggunaan produk yang bermacam-macam. Meskipun ada banyak faktor yang mempengaruhi dalam memahami perilaku konsumen, namun bagi perusahaan sudah merupakan keharusan untuk memahami perilaku konsumennya sehingga dengan demikian perusahaan dapat menetapkan kegiatan pemasarannya secara lebih tepat.

2.6 Produk Makanan Balita

  Makanan adalah hasil dari proses pengolahan suatu bahan pangan yang dapat diperoleh dari hasil pertanian, perkebunan, perikanan dan adanya teknologi (Moertjipto, 2003). Makanan dalam ilmu kesehatan adalah setiap substrat yang dapat dipergunakan untuk proses di dalam tubuh. Terutama untuk membangun dan memperoleh tenaga bagi kesehatan sel tubuh (Irianto, 2004).

  Pangan olahan tertentu adalah pangan olahan yang diperuntukkan bagi kelompok tertentu dalam upaya memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatan, contoh: susu balita, bubur susu, makanan balita, susu rendah lemak dan lain-lain.

  Penanganan makanan yang tidak tepat dapat menyebabkan penyakit yang disebut foodborne disease, yaitu gejala penyakit yang timbul akibat mengkonsumsi pangan yang mengandung bahan/senyawa beracun atau organisme patogen. Bahan/senyawa kimia beracun bisa berasal dari makanan itu sendiri maupun dari luar makanan seperti kemasannya. Ketika masuk ke dalam tubuh manusia zat kimia akan menimbulkan efek yang berbeda-beda, tergantung jenis dan jumlahnya. Penggunaan bahan pengemas makanan yang dilarang dapat menyebabkan penyakit kanker, tumor dan gangguan saraf (Yuliarti, 2007).

  Makanan kemasan merupakan suatu bahan makanan yang dikemas untuk mempermudah pengangkutan, pemasaran dan pendistribusian makanan. Makanan kemasan harus memperhatikan fungsi kesehatan, pengawetan, kemudahan, penyeragaman, promosi dan informasi. Kemasan makanan yang paling sering digunakan untuk membungkus makanan adalah kertas, plastik dan styrofoam yang memiliki keunggulan masing-masing. Namun di balik keunggulannya, ternyata tersimpan bahaya terselubung bagi kesehatan, terutama plastik dan styrofoam. Kemasan ini perlu diwaspadai penggunaannya, terlebih dalam bisnis makanan, karena tidak sedikit penjual makanan yang tidak mengetahui penggunaannya secara tepat dan resiko yang ditimbulkan bagi kesehatan (Koswara, 2006).

  Mutu dan keamanan makanan yang dikemas sangat tergantung dari mutu kemasan yang digunakan, baik kemasan primer, sekunder maupun tertier. Oleh karena itu diperlukan adanya peraturan-peraturan mengenai kemasan makanan, yang bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Selain itu mutu makanan kemasan dapat dilihat dari nilai gizi yang terkandung dalam label gizi yang disajikan pada sampul kemasan makanan. Kebanyakan label gizi pada produk makanan menyajikan kelebihan-kelebihan dan kebutuhan nilai gizi seimbang yang baik untuk dikonsumsi. (Suyitno, 2000).

  

2.7 Hubungan Label Gizi pada Produk Makanan terhadap Minat Beli

Konsumen

  Menurut Engel, dkk (2004), proses keputusan konsumen membeli produk seperti produk makanan dapat dipengaruhi oleh label yang terdapat dalam produk tersebut. Contoh saja label gizi yang ada pada kemasan dapat membuat konsumen membeli atau tidak membeli produk makanan tersebut. Bagi konsumen, proses keputusan konsumen merupakan suatu kegiatan yang penting karena dalam proses tersebut memuat berbagai langkah yang terjadi secara berurutan sebelum konsumen mengambil keputusan.

  Minat Pembelian menurut Belch dan Belch (2007 ) adalah menyesuaikan motif pembelian dengan atribut dan karakter dari merek (termasuk didalamnya, motivasi, persepsi, pembentukan sikap, dan integrasi. Konsumen memiliki lima sub- keputusan sebelum menentukan pembelian, yaitu brand, dealer, quantitiy, timing, dan cara pembayaran.

  Minat beli pada sebuah produk makanan sangat ditentukan oleh kualitas dan kuantitas dari produk yang dihasilkan. Konsumen di dalam proses dalam keputusan pembelian sebenarnya dipengaruhi oleh adanya model rangsangan yang ditawarkan dari produk tersebut. Contoh seorang ibu yang ingin membeli produk makanan untuk balitanya, maka ia akan mempertimbangkan nilai-nilai gizi yang dibutuhkan oleh balitanya yang dapat diperolehnya dari informasi yang disampaikan pada label gizi.

  Seorang ibu akan meninggalkan produk makanan balita jika dia merasa bahwa produk yang ditawarkan padanya tidak memberi manfaat dan dianggap merugikan baginya.

  Persepsi yang melekat secara positif bagi konsumen yang membeli produk makanan tertentu akan tetap mengingat dan akan memberitahukannya kepada yang lain dan akhirnya dapat juga mempengaruhi keputusan membeli pada konsumen lainnya. Oleh karena itu sebaiknya desain yang ditampilkan dalam kemasan produk makanan memberi kepastian dan keyakinan pada konsumen demi pemuasan pelanggan.

  Selanjutnya Kotler (2005) juga menyatatakan bahwa proses pengambilan keputusan pembelian dipengaruhi oleh karakteristik yang melekat dalam diri individu. Berdasarkan hal ini sebaiknya produsen mampu membaca pengguna produk dipasaran dengan berbagai macam tingkatan dan kebutuhannya. Hal ini perlu karena masing-masing kelompok manusia memiliki karakteristiknya sendiri-sendiri dan ini berpengaruh pada proses pengenalan produk, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian dan perilaku pasca pembelian.

  Proses pembelian juga dapat berasal dar rangsangan eksternal seperti ketika seseorang melewati sebuah swalayan sering terpikir untuk melihat-lihat produk makanan yang dibutuhkan oleh ibu atau anggota keluarga dan terangsang untuk menilai setiap jenis iklan yang terpampang dalam produk tersebut termasuk label gizi yang ada.

  Konsumen yang terangsang kebutuhannya akan terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak. Pencarian informasi dapat dibagi ke dalam dua level rangsangan yakni : situasi pencarian informasi yang lebih ringan dinamakan penguatan perhatian. Pada level ini orang akan hanya sekedar lebih peka terhadap informasi produk. Pada level selanjutnya, orang itu mungkin mulai aktif mencari informasi: mencari bahan bacaan, menelepon teman dan mengunjungi toko untuk mempelajari produk tertentu. Informasi tersebut bisa bersumber dari pribadi (keluarga, teman, tetangga), sumber komersial (iklan, tenaga penjual, pedagang perantara, dan lain-lain) dan sumber umum (media massa, organisasi penentu peringkat konsumen), serta sumber pengalaman (penanganan, pengkajian, dan pemakaian produk).

  Dalam memproses informasi tentang pilihan merk untuk membuat keputusan akhir konsumen, tidak ada proses evaluasi tunggal sederhana yang digunakan oleh semua konsumen atau oleh satu konsumen dalam semua situasi pembelian. Terdapat beberapa proses evaluasi keputusan, dan model-model terbaru yang memandang proses evaluasi konsumen sebagai proses yang berorientasi kognitif, yaitu model tersebut menganggap konsumen membentuk penilaian atas produk dengan sangat sadar dan rasional.

  Dalam tahap evaluasi, para konsumen membentuk preferensi atas merk-merk yang ada di dalam kumpulan pilihan. Konsumen juga dapat membentuk niat untuk membeli merk yang paling disukai. Tujuan pembelian juga akan dipengaruhi oleh faktor-faktor keadaan yang tidak terduga. Konsumen membentuk tujuan pembelian berdasarkan faktor-faktor seperti: pendapatan keluarga yang diharapkan, harga yang diharapkan, dan manfaat produk yang diharapkan. Pada saat konsumen ingin bertindak, faktor-faktor keadaan yang tidak terduga mungkin timbul dan mengubah tujuan membeli.

  Sesudah pembelian terhadap suatu produk yang dilakukan, konsumen akan mengalami beberapa tingkat kepuasan atau ketidakpuasan. Kepuasan atau ketidakpuasan terhadap produk akan mempengaruhi perilaku konsumen selanjutnya. Derajat kepentingan kepuasan pasca pembelian menunjukkan bahwa para penjual harus menyebutkan akan seperti apa kinerja produk yang sebenarnya. Beberapa penjual bahkan mungkin menyatakan level kinerja yang lebih rendah sehingga konsumen akan mendapatkan kepuasan yang lebih tinggi daripada yang diharapkannya. Pembelian untuk produk yang digunakan setiap hari melibatkan lebih sedikit keputusan dan pertimbangan (Kotler dan Keller, 2006)

  Tidak ada pembelian yang terjadi jika konsumen tidak pernah menyadari kebutuhan dan keinginannya. Pengenalan masalah terjadi ketika konsumen melihat adanya perbedaan yang signifikan antara apa yang dia miliki dengan apa yang dia butuhkan. Berdasarkan pengenalannya akan masalah, selanjutnya konsumen mencari atau mengumpulkan informasi sebanyak mungkin tentang produk yang dia inginkan. Terdapat dua sumber informasi yang digunakan ketika menilai suatu kebutuhan fisik, yaitu persepsi individual dari tampilan fisik dan sumber informasi luar seperti persepsi konsumen lain. Selanjutnya informasi yang telah diperoleh digabungkan dengan informasi yang telah dimiliki sebelumnya. Semua input berupa informasi tersebut membawa konsumen pada tahap dimana dia mengevaluasi setiap pilihan dan mendapatkan keputusan terbaik yang memuaskan dari perspektif dia sendiri.

  Tahapan terakhir adalah tahap di mana konsumen memutuskan untuk membeli atau tidak membeli produk.

2.8 Teori Health Believe Model

  Health Believe Model (Model Kepercayaan Kesehatan) adalah model psikologis yang mencoba untuk menjelaskan dan memprediksi perilaku kesehatan.

  Hal ini dilakukan dengan berfokus pada sikap dan kepercayaan individu. HBM pertama kali dikembangkan pada tahun 1950 oleh para psikolog sosial Hochbaum, Rosentock dan kegels yang bekerja di Pelayanan Kesehatan Umum Amerikat Serikat. Model ini di kembangkan sebagai jawaban terhadap kegagalan penanganan tuberkulosis (TB) program kesehatan gratis. Sejak itu, HBM kemudian disesuaikan untuk mengeksplorasi berbagai program kesehatan jangka pendek dan jangka panjang.

  Model Kepercayaan Kesehatan (HBM) terbagi dalam empat konstruksi keyakinan inti yang di dasarkan pada persepsi bahwa terhadap ancaman dan manfaat bersih yang terdiri dari persepsi kerentanan, persepsi keparahan, persepsi manfaat dan persepsi hambatan, Rosentock (1982) dalam Notoatmodjo (2007).

  Dalam mengambil keputusan setiap individu memiliki persepsi sendiri dari adanya kemungkinan mengalami kondisi yang membingungkan yang akan mempengaruhi keputusannya. Setiap individu juga memiliki persepsi yang bervariasi tentang kerentanan terhadap penyakit atau suatu kondisi. Mereka yang memiliki persepsi yang rendah akan menyangkal dan akhirnya meninggalkan objek yang dipikirkannya.

  Persepsi yang mengacu pada keyakinan seseorang mengenai efek suatu produk makanan terhadap kesehatandapat juga muncul dari sudut pandang yang dianggap dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya. Misalnya dalam pembelian sebuah produk makanan individu menyertakan beban emosi dan keuangan untuk memutuskan apakah suatu produk dibeli atau tidak. Contoh lainnya seorang individu mungkin akan meninggalkan produk akibat membaca label gizi yang tidak sesuai dengan kebutuhannya atau dianggap masih kurang untuk pemenuhan kepusannya.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Net Profit Margin Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Good Corporate Governance Sebagai Variabel Pemoderasi Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2011-2013

0 0 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Rasio Laporan Keuangan - Analisis Pengaruh Likuiditas (Current Ratio), Profitabilitas (Return On Equity, Return On Investment, Earning Per Share), dan Inventory Turnover Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Tekstil Da

0 0 21

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Sistem dan Waktu Polishing terhadap Kebocoran Mikro pada Restorasi Klas V Resin Komposit Nanohybrid

0 2 15

BAB II DESKRIPSI PROYEK - Perancangan Hotel Mixed-Use di Kawasan Transit Oriented Development (TOD) Binjai

1 3 23

BAB I PENDAHULUAN - Perancangan Hotel Mixed-Use di Kawasan Transit Oriented Development (TOD) Binjai

1 6 8

BAB II DESKRIPSI PROYEK - Perancangan Mixed-use Shopping Mall dan Office di Kawasan Transit Oriented Development (TOD) Binjai

2 6 30

Perancangan Mixed-use Shopping Mall dan Office di Kawasan Transit Oriented Development (TOD) Binjai

3 5 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) dan Rasio Recycle Sludge pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) pada Keadaan Ambient

0 0 17

BAB I PENDAHULUAN - Pengaruh Hydraulic Retention Time (HRT) dan Rasio Recycle Sludge pada Proses Asidogenesis Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) pada Keadaan Ambient

0 0 5

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Kriftografi - Perancangan Perangkat Lunak Pengaman File Text Menggunakan Algoritma El Gamal dan Kompresi File Tex Menggunakan Algoritma Huffman

0 0 11