PENGARUH PBB DAN BPHTB TERHADAP PAJAK DAERAH KABUPATEN KLATEN

  PENGARUH PBB DAN BPHTB ..………………………………………………………………….…...……(Sulisyowatie)

PENGARUH PBB DAN BPHTB TERHADAP PAJAK DAERAH

KABUPATEN KLATEN

  

Syska Lady Sulistyowatie

Universitas Widya Dharma Klaten

ABSTRACT

  

Since the enactment of Law No. 29 Year 2009 on Regional Taxes and Retribution which was, PBB

and BPHTB was turned into a regional government taxes. The purposes of this study were to

determine the effects of PBB and BPHTB on regional taxes and the influence of both collections to the

regional taxes of Klaten Regency. Method of analysis used multiple linear regression analysis. The

results showed that PBB have a positive and significant impact on Regional taxes of Klaten regency,

while BPHTB did not affect the regional taxes of Klaten regency. The results of the joint analysis of

the PBB and BPHTB was significantly influence the regional taxes of Klaten Regency. This research

was expected to give contribution as a problem solving related to PBB and BPHTB problem towards

regional taxes and can be used as reference for further research.

  Keywords: PBB, BPHTB, and Regional Taxes

ABSTRAK

  

Sejak berlakunya UU No. 29 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, PBB dan

BPHTB beralih menjadi pajak pemerintah daerah. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh

PBB dan BPHTB terhadap pajak daerah serta pengaruh keduanya secara bersama-sama terhadap

pajak daerah Kabupaten Klaten. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PBB berpengaruh positif dan

signifikan terhadap pajak daerah Kabupaten Klaten. Sedangkan BPHTB tidak berpengaruh terhadap

pajak daerah Kabupaten Klaten. Hasil analisis secara bersama-sama PBB dan BPHTB berpengaruh

secara signifikan terhadap pajak daerah Kabupaten Klaten. Penelitian ini diharapkan dapat

memberikan sumbangan pemikiran terhadap pemecahan masalah yang berkaitan dengan masalah

PBB dan BPHTB terhadap pajak daerah serta dapat dijadikan referensi untuk penelitian selanjutnya.

  Kata kunci: PBB, BPHTB, dan Pajak Daerah

PENDAHULUAN untuk melakukan pembangunan infrastruktur

(Handayani et al., 2014).

  Pajak adalah pendapatan yang sangat penting Untuk mensejahterakan penduduk, dalam penyelenggaraan pemerintahan, pemerintah di Indonesia menerapkan pengaturan ekonomi, pemerataan pendapatan kebijakan otonomi daerah untuk meningkatkan dan peningkatan pembangunan suatu negara. dan mengelola potensi masing-masing yang Berdasarkan sumber-sumber penerimaan ada di daerah tersebut untuk kemakmuran. negara, sumber pendapatan negara yang paling Salah satu kebijakan otonomi daerah dan besar didapatkan dari sektor pajak. Ungkapan desentralisasi fiskal adalah pengalihan itu terbukti apabila kita menganalisis angka- pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan untuk angka Anggaran Pendapatan Belanja Negara sektor Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) dan setiap tahun, sehingga dapat disimpulkan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan bahwa penerimaan sektor pajak merupakan (BPHTB) dari pemerintah pusat kepada andalan penerimaan negara yang digunakan pemerintah daerah. Bentuk kebijakannya

  JRAK, Volume 13, No 2 Agustus 2017

  dituangkan ke dalam Undang-undang Nomor

  28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Tujuan dilakukan kebijakan otonomi daerah antara lain untuk memberikan kewenangan yang lebih besar kepada pemerintah daerah dalam mengatur pajak daerah dan retribusi daerah, meningkatkan akuntabilitas dalam penyediaan layanan dan pemerintahan, memperkuat otonomi daerah, serta memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dan dunia usaha. Dengan pengalihan PBB dan BPHTB, maka kedua pajak tersebut diperhitungkan sebagai pajak daerah.

  Kabupaten Klaten merupakan salah satu daerah yang menerapkan kebijakan otonomi daerah, sehingga secara langsung juga mengelola PBB dan BPHTB untuk kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis bermaksud untuk mengadakan penelitian untuk mengetahui pengaruh PBB dan BPHTB terhadap pajak daerah serta pengaruh PBB dan BPHTB secara bersama-sama terhadap pajak daerah setelah pemungutan kedua pajak tersebut dilakukan oleh pemerintah daerah Kabupaten Klaten. Penelitian ini dilakukan pada periode tahun 2013 sampai dengan tahun 2016.

  Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh PBB dan BPHTB terhadap pajak daerah setelah pemungutan dilakukan oleh pemerintah daerah Kabupaten Klaten. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap pemecahan masalah yang berkaitan dengan masalah PBB dan BPHTB terhadap pajak daerah.

  KAJIAN LITERATUR Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

  Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya. Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman (termasuk rawa-rawa, tambak, perairan) serta laut wilayah Republik Indonesia. Termasuk dalam pengertian bangunan adalah (Mardiasmo, 2016): Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu komplek bangunan, Jalan tol, Kolam renang, Pagar mewah, Tempat olah raga, Galangan kapal / dermaga, Taman mewah, Tempat penampungan / kilang minyak yang memberikan manfaat.

  Sejak berlakunya Undang-undang Nomor 29 Tahun 2009 tanggal 15 September 2009 tentang Pajak Derah dan Retibusi Daerah, wewenang untuk memungut Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) diserahkan ke pemerintah kabupaten / kota mulai tanggal 1 Januari 2011 dan paling lambat 1 Januari 2014. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) adalah bumi dan /atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan dan pertambangan (Mardiasmo, 2016).

  Subjek pajak Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Wajib pajak Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.

  Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) ditetapkan paling tinggi sebesar 0,3 % yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Dasar penggenaan pajaknya adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dan Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP). Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek pajak lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru atau pengganti. Besarnya Nilai Jual Objek Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) ditetapkan pemerintah kabupaten / kota dengan peraturan daerah sebesar RP 10.000.000,00 untuk setiap wajib pajak. PENGARUH PBB DAN BPHTB ..………………………………………………………………….…...……(Sulisyowatie) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

  Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan (Mardiasmo, 2016). Perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau badan. Hak atas tanah dan/atau bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan beserta bangunan di atasnya. Yang termasuk objek pajak BPHTB adalah: 1) pemindahan hak karena: jual beli, tukar menukar, hibah, hibah wasiat, waris, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, penunjukkan pembeli dalam lelang, pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha, dan hadiah. 2) pemberian hak baru karena: kelanjutan pelepasan hak dan diluar pelepasan hak.

  Subjek pajak BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan. Wajib pajak BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan. Tarif BPHTB ditetapkan melalui peraturan pemerintah sebesar 5 % dengan dasar pengenaan pajak Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP). Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) ditentukan sebesar: pertama, harga transaksi adalah jual beli; kedua, nilai pasar objek pajak, dalam hal: tukar menukar, hibah, hibah wasiat, waris, pemasukkan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak, pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak, penggabungan usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha, dan hadiah. Ketiga, harga transaksi yang tercantum dalam risalah lelang

  Nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak (NPOPTKP) ditetapkan dengan peraturan pemerintah secara regional paling banyak Rp 60.000.000,00 kecuali dalam hal yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami / istri paling banyak Rp 300.000.000,00.

  Pajak Daerah

  Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah, baik daerah tingkat I (pajak provinsi) maupun daerah tingkat II (pajak kabupaten / kota), dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masing-masing (Mardiasmo, 2016). Pajak daerah dibagi menjadi dua bagian, yaitu: 1) Pajak provinsi, terdiri dari: pajak kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan bermotor, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak air permukaan, dan pajak rokok. 2) Pajak kabupaten / kota, terdiri dari: pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak mineral bukan logam dan batuan, pajak parkir, pajak air tanah, pajak sarang burung walet, Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.

PENGEMBANGAN HIPOTESIS Pengaruh Pajak Bumi dan Bangunan terhadap pajak daerah

  Dengan adanya pengalihan PBB dari pusat ke daerah, maka pemerintah daerah bisa memaksimalkan pendapatan pajak daerah.

  H 1 : PBB mempunyai pengaruh positif terhdap pajak daerah Pengaruh BPHTB terhadap pajak daerah

  Sejalan dengan PBB, pengalihan BPHTB dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah diharapkan bisa memaksimalkan pendapatan pajak daerah.

  H 2 : Bea Perolehan atas Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB) mempunyai pengaruh positif terhadap pajak daerah JRAK, Volume 13, No 2 Agustus 2017

Pengaruh PBB dan BPHTB terhadap pajak dan berusaha memenuhi kebutuhan anggaran

daerah

  daerahnya sendiri dengan memaksimalkan Salah satu kebijakan pemerintah pusat yang H 3 : PBB dan BPHTB secara bersama-sama menerapkan otonomi daerah adalah dengan mempunyai pengaruh positif terhadap pengalihan PBB dan BPHTB dari pusat ke pajak daerah. daerah agar pemerintah daerah bisa mandiri

Kerangka Penelitian

  PBB Pajak Daerah

  Bea Perolehan atas Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB)

  

Gambar 1

Kerangka Penelitian

METODA PENELITIAN di Kabupaten Klaten. Sedangkan sampelnya

  adalah data pendapatan pajak daerah selama

  

Populasi dan Sampel kurun waktu 4 tahun, yaitu dari tahun 2013

Populasi dalam penelitian ini adalah sampai dengan tahun 2016.

  adalah data realisasi pendapatan pajak daerah Tabel 1

  Penerimaan PBB, BPHTB, dan Pajak Daerah Kabupaten Klaten ________________________________________________________________________

  Tahun Pajak Daerah PBB BPHTB ________________________________________________________________________ 2013 52.818.646.651 14.365.019.050 7.252.040.495

  2014 62.623.053.793 18.608.054.885 7.702.856.179 2015 68.201.277.234 17.570.441.603 9.967.166.686 2016 75.574.747.729 20.828.717.348 9.511.450.485

  ____________________________________________________________________________ Sumber: DPPKAD Kabupaten Klaten

  

Teknik Pengumpulan Data yang berkaitan dengan penelitian. Penelitian

  dilakukan di Kantor Dinas Pendapatan dan Data yang digunakan dalam penelitian Pengelolaan Keuangan Kabupaten Klaten Jl. ini adalah data sekunder, yaitu jenis data yang Pemuda No. 294 Klaten Selatan, Klaten, Jawa diperoleh secara tidak langsung dari sumber Tengah. utama yaitu Kantor Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kabupaten Klaten.

  Pengukuran Variabel Penelitian

  Data berupa Daftar Anggaran Realisasi Pendapatan Daerah Kabupaten dan data lain

PENGARUH PBB DAN BPHTB ..………………………………………………………………….…...……(Sulisyowatie)

  Pengujian signifikansi secara parsial menggunakan uji t. Pengujian secara parsial parsial ini dimaksudkan untuk melihat apakah pengaruh variabel bebas secara individual terhadap variabel terikat signifikan atau tidak.

  Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dalam penelitian ini adalah Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2), yaitu bumi dan atau bangunan yang dimiliki, dikuasai dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan utuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan dan pertambangan. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2) dihitung dengan satuan rupiah (Makmur, 2010)

  Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ( BPHTB). Bea Perolehan Hak

  atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan (Mardiasmo, 2016). BPHTB dalam penelitian ini dihitung dengan satuan rupiah.

  Pajak Daerah. Pajak daerah adalah

  • – 1 (0 < R
  • 2 <

      kontribusi wajib oleh orang pribadi atau badan kepada daerah yang bersifat memaksa tanpa mendapat timbal balik secara langsung (Siahaan, 2013). Pajak daerah pada penelitian ini dihitung dengan satuan rupiah.

      1). Koefisien determinasi ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar variabel bebas mempengaruhi variabel terikat.

      Koefisien determinasi (R 2 ) mengukur seberapa jauh kemampuan model yang dibentuk dalam menerangkan variasi variabel bebas. Nilai R 2 besarnya antara 0

      Uji F merupakan pengujian terhadap koefisieni regresi secara bersama-sama yang bertujuan untuk menguji apakah secara bersama-sama semua variabel bebas memiliki pengaruh terhadap variabel terikat.

      Variabel bebas dalam penelitian ini adalah PBB dan BPHTB, sedangkan variabel terikat Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

      BPHTB = Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (variabel bebas) ɛ

      Pengujian asumsi klasik dilakukan untuk memperoleh keyakinan bahwa penggunaan model regresi linier berganda menghasilkan estimator linear yang tidak bias (Algifari, 2000).

    HASIL PENELITIAN Analisis Statistik Deskriptif

      BPHTB = 0 ) b = Koefisien regresi (nilai peningkatan ataupun penurunan)

      ɛ Keterangan: a = Konstanta (nilai PD apabila PBB dan

      Analisis linier berganda adalah hubungan secara linear antara dua atau lebih variabel bebas (X 1 , X 2 , X 3 ) dengan variabel terikat (Y). Analisis ini digunakan untuk mengetahui arah hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat apakah masing-masing variabel bebas berhubungan positif atau negatif dan untuk memprediksi nilai dari variabel terikat apabila nilai variabel bebas mengalami kenaikan atau penurunan. Persamaan regresi linear berganda sebagai berikut: PD = a + b 1 PBB + b 2 BPHTB +

      Statistik memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nila rata- rata (mean) standar deviasi, varian maksimum, minimum, sum range, kurtosis, dan skewness atau kemencengan distribusi (Ghozali, 2012).

      Dari hasil penghitungan pada tabel 2 dapat diketahui nilai rata-rata (mean) dan standar deviasi pada tiap variabel. Nilai rata- rata variabel terikat, yaitu pajak daerah adalah Rp 64.804.431.351,75. Besarnya nilai standar deviasi Rp 9.590.893.593,41. Jadi nilai standar deviasi lebih kecil dari nilai rata-rata, hal ini berarti penyimpangan yang terjadi dalam pemungutan daerah lebih kecil dari pendapatan pajak daerah Kabupaten Klaten.

      Nilai rata-rata variabel PBB pada tabel 2 adalah Rp 17.843.058.221,50. Sedangkan nilai standar deviasi adalah Rp 2.687.654.281,71. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa nilai rata-rata variabel PBB lebih kecil dari nilai standar deviasi, hal ini berarti penyimpangan yang terjadi dalam pemungutan

      Analisis Regrsi Linier Berganda

      PD = Pajak daerah (variabel terikat) PBB = Pajak Bumi dan Bangunan (variabel bebas)

      JRAK, Volume 13, No 2 Agustus 2017

      PBB lebih kecil dari penerimaan PBB deviasi yang lebih kecil dari nilai rata-rata Kabupaten Klaten. mengandung arti bahwa penyimpangan rata variabel BPHTB adalah Rp penerimaan pendapatan BPHTB Kabupaten 8.608.378.461,25 dan nilai standar deviasi Rp Klaten. 1.331.849.316,07. Besarnya nilai standar Tabel 2.

      Hasil Analisis Statistik Deskriptif (Rp)

      Minimum Maximum Mean Std. Deviasi N Statistic Statistic Statistic Statistic Statistic Pajak Daerah

      4 52818646651 75574747729 64804431352 4795446797 9590893593 (PD) PBB 4 14365019050 20828717348 17843058222 1343827141 2687654282 BPHTP 4 72520404950 9967166686 8608378461 665924658 1331849316 Valid N

      4 (listwise) Sumber: Pengolahan Data (2017)

      sebesar 0,617. Koefisien antara PBB dan Pajak

      Pengujian Hipotesis

      Daerah (PD) bernilai positif, yang artinya Berdasarkan tabel 3, diperoleh persamaan semakin naik pendapatan PBB, maka regresi linear berganda sebagai berikut: pendapatan Pajak Daerah (PD) juga akan mengalami kenaikkan. PD = -0,154 + 0,617 PBB + 0,459 BPHTB + Koefisien regresi variabel Bea

      ɛ Perolehan Hak atas Tanah dan Banguanan

      Konstanta diperoleh sebesar -0,154 yang (BPHTB) sebesar 0,459 mengandung arti artinya jika PBB dan BPHTB dianggap bahwa, jika variabel bebas lainnya tetap dan konstan atau tidak mengalami perubahan, BPHTB mengalami kenaikkan sebesar 1 maka Pajak Daerah (PD) akan mengalami satuan, maka Pajak Daerah (PD) akan penurunan sebesar -0,154. Koefisien regresi mengalami kenaikkan sebesar 0,459. Koefisen variabel PBB sebesar 0,617 yang berarti jika antara BPHTB dan Pajak Daerah (PD) bernilai variabel bebas lainnya tetap dan PBB positif, artinya semakin naik pendapatan mengalami kenaikkan sebesar 1 satuan, maka BPHTB maka Pajak Daerah (PD) juga akan Pajak Daerah (PD) akan mengalami kenaikkan mengalami kenaikkan.

      Tabel 3. Hasil Uji t

      ________________________________________________________________________ Model Undstandardized Standardized t sig.

      Coefficient Coefficient ___________________________________________________ B Std. Error Beta _______________________________________________________________________________

      

    (Constant) -,154 1,769 -,087 ,945

      1 PBB ,617 ,088 ,633 7,026 ,090

    BPHTB ,459 ,088 ,471 5,230 ,120

    _______________________________________________________________________________ Dependent Variable: Pajak Daerah Sumber: Pengolahan Data (2017)

    • – k atau df = 4 – 3 = 1 (n adalah jumlah sampel, dan k adalah jumlah variabel bebas). Dengan pengujian dua sisi diperoleh t tabel sebesar 6,314. Hasil yang diperoleh dengan metode uji t adalah sebagai berikut:

      3 ____________________________________________________________________________

      _______________________________________________________________________

      R Square Estimate _______________________________________________________________________ 1 ,998 a ,995 ,985 ,01850

      _______________________________________________________________________ Model R R Square Adjusted Std. Error of the

      Tabel 5 Hasil Koefisien Determinasi

      Berdasarkan tabel 5, hasil uji koefisien determinasi pada tabel 4, besarnya adjusted R square adalah 0,985 atau 98,5 %. Hal ini berarti 98,5 % pajak daerah dipengaruhi oleh PBB dan BPHTB. Sedangkan sisanya 100 % - 98,5 % = 1,5 % dipengaruhi oleh variabel lain diluar kedua variabel bebas tersebut.

      sebesar 49,50. Berdasarkan tabel 3 , diperoleh F hitung sebesar 100,280. Jadi nilai F hitung lebih besar dari F tabel , yaitu 100,280 > 49,50 dan tingkat signifikan dibawah 0,100 atau 0,70 < 0,100. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel PBB dan BPHTB jika diuji secara bersama-sama atau serempak berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan pajak daerah. Maka H ditolak dan H a diterima, yaitu variabel PBB dan BPHTB secara bersama-sama berpengaruh terhadap pajak daerah Kabupaten Klaten.

      Berdasarkan tabel 4, pada penelitian ini, df1 = 3

      Dependent Variable: Pajak Daerah Predictors : (Constant), BPHTB, PBB Sumber: Pengolahan Data (2017)

      1 Residual ,000 1 ,000 Total ,069

      Regression ,069 2 ,034100 ,280 ,070 b

      ____________________________________________________________________________ Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig. ____________________________________________________________________________

      Tabel 4. Hasil Uji F

      Berdasarkan penghitungan pada tabel 3, variabel BPHTB memiliki t hitung 5,230 dengan taraf signifikan 0,120 diatas signifikan 0,100 (100 %) atau 0,120 > 0,100. Kemudian nilai t hitung lebih kecil dari t tabel atau 5,230 < 6,314. Sehingga dapat disimpulkan bahwa BPHTB tidak mempunyai pengaruh terhadap pajak daerah. Hasil tersebut membuktikan bahwa H dapat diterima. BPHTB tidak berpengaruh terhadap pajak daerah Kabupaten Klaten.

      Kabupaten Klaten.

      Berdasarkan tabel 3, variabel PBB mempunyai t hitung sebesar 7,026 dengan taraf signifikan 0,090 dibawah signifikan 0,100 (10 %) atau 0,090 < 0,100. Kemudian nilai t hitung lebih besar dari t tabel atau 7,026 > 6,314. Sehingga dapat disimpulkan bahwa PBB mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap pajak daerah. Hasil ini membuktikan 1 positif dan signifikan terhadap pajak daerah

      Selanjutnya uji t dilakukan dengan membandingkn t hitung dengan t tabel . Penelitian pengujian dua sisi (10 % : 2 = 5 %) dengan derajat kebebasan (df) = n

      PENGARUH PBB DAN BPHTB ..………………………………………………………………….…...……(Sulisyowatie)

    • – 1 = 2 dan nilai df2 = 4 – 3 = 1, maka diperoleh F tabel

      Predictors: (Constant), BPHTB, PBB Sumber: Pengolahan Data (2017)

      JRAK, Volume 13, No 2 Agustus 2017

    PEMBAHASAN

      Berdasarkan hasil analisis di atas dapat dijelaskan bahwa variabel PBB dan BPHTB berpengaruh terhadap pajak daerah sebesar 98,5%.

      Pengaruh PBB Terhadap Pajak Daerah

      Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara parsial variabel PBB berpengaruh positif dan signifikan terhadap pajak daerah. Pengalihan pemungutan PBB dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah Kabupaten Klaten ternyata berdampak positif, terbukti dengan peningkatan pendapatan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) setiap tahun mengalami kenaikan yang signifikan. Sehingga diharapkan dari pendapatan pajak daerah yang semakin meningkat akan meningkatkan pula kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Klaten.

    KESIMPULAN DAN SARAN

      Pengaruh BPHTB Terhadap Pajak Daerah

      Hasil dari penelitian ini secara parsial menunjukkan bahwa variabel BPHTB tidak mempunyai pengaruh terhadap pajak daerah. Hal ini disebabkan karena lemahnya sanksi dan kurangnya pendataan yang terorganisir dari pemerintah daerah kepada wajib pajak BPHTB sehingga pendapatan yang didapat dari BPHTB relatif kecil. Dengan adanya temuan ini diharapakan pemerintah daerah Kabupaten Klaten mengkaji ulang tentang penerimaan BPHTB dengan membuat peraturan daerah dengan sanksi yang tegas dan melakukan pendataan secara terorganisir kepada calon subjek pajak melalui notaris.

      Pengaruh PBB Dan BPHTB Secara Bersama-Sama Terhadap Pajak Daerah

      Hasil pengujian secara simultan menunjukkan bahwa PBB dan BPHTB secara bersama-sama berpengaruh terhadap pajak daerah Kabupaten Klaten. Hal ini menunjukkan bahwa kedua pajak tersebut bepengaruh terhadap pajak daerah hanya jika pendapatan pajaknya digabungkan, sedangkan jika hanya salah satu pajak saja maka ada yang berpotensi mempengaruhi pajak daerah, dan daerah Kabupaten Klaten. Hal tersebut perlu dievaluasi lebih lanjut oleh pemerintah daerah Kabupaten Klaten, khususnya Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Kabupaten Klaten dengan cara melakukan sosialisi pajak, memberi sanksi yang tegas atau dengan mendata ulang dan pembaharuan data pada subjek pajak dan objek pajak PBB dan BPHTB.

      Berdasarkan hasil analisis olah data yang telah dilakukan, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah PBB berpengaruh positif dan signifikan terhadap pajak daerah Kabupaten Klaten. Sedangkan BPHTB tidak berpengaruh terhadap pajak daerah Kabupaten Klaten. Hasil pengujian secara simultan menunjukkan bahwa variabel PBB dan variabel BPHTB secara bersama-sama berpengaruh terhadap pajak daerah Kabupaten Klaten.

      Saran yang dapat kami berikan sebagai penulis untuk pemerintah daerah Kabupaten Klaten adalah harus lebih giat dalam melakukan sosialisasi pajak dan menetapkan sanksi pajak agar masyarakat lebih taat dalam membayar pajak, terutama pajak daerah. Disamping itu sebaiknya pemerintah daerah Kabupaten Klaten mengkaji ulang tentang pendataan para wajib pajak dengan melakukan pembaharuan data, agar jelas siapa saja yang menjadi subjek dan objek pajak PBB dan mengkordinasi calon wajib pajak BPHTB melalui notaris.

      Penulis menyadari bahwa dalam penelitian ini masih banyak keterbatasan karena hanya dilakukan selama empat tahun dan hanya menggunakan tiga variabel, sehingga diharapkan untuk penelitian selanjutnya lebih banyak menggunakan sampel dan variabel sehingga bisa mendapatkan hasil yang lebih akurat. Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan. 2014. Pedoman Umum

    • – 2011. Semarang:

      yang Mempengaruhi Realisasi Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan pada Kecamatan Jebres Kota Surakarta . Surakarta: Jupe UNS. 2 (3):

      Siahaan, P. Mariot. 2013. Pajak Daerah dan

      Kasus Edisi 9 Buku 1 . Jakarta: Salemba Empat.

      Yogyakarta: Penerbit ANDI. Resmi, Siti. 2016. Perpajakan Teori dan

      Pemerintah. 2 (1): 1 – 17. Mardiasmo. 2016. Perpajakan Edisi 2016.

      dan Akuntabilitas Publik Melalui Akuntansi Sektor Publik: Suatu Sarana Good Governance . Jurnal Akuntansi

      . Yogyakarta: Penerbit ANDI. Mardiasmo. 2009. Perwujudan Transparansi

      Keuangan Daerah

      Majalah Ilmiah Solusi Unsika ISSN 1412-866776. 11 (24). Mardiasmo. 2004. Otonomi dan Manajemen

      Analisis Sistem Pajak BPHTB Dari Pajak Pusat Menjadi Pajak Daerah Terhadap PAD Kabupaten Karawang .

      Kosasih, Eva Maria dan Abdul Yusuf. 2012.

      Pengelolaan Pajak Bumi Dan Bangunan Perdesaan Dan Perkotaan .

      PENGARUH PBB DAN BPHTB ..………………………………………………………………….…...……(Sulisyowatie) DAFTAR REFERENSI Irham, A Tendri Esse, Samsul Bachri dan M.

      Sohidin. 2014. Analisis Faktor-faktor

      Soeparmoko, M. 2002. Keuangan Negara

      Halim, Abdul. 2004. Akuntansi Keuangan Daerah. Jakarta: Salemba Empat. Handayani, Witiya Tri, Sigit Santoso dan

      Dengan Program SPSS 20 . Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

      . Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Ghozali. 2012. Aplikasi Analisis Multivariate

      dengan Program SPSS Cetakan Ke Empat

      1 – 11. Ghozali. 2007. Aplikasi Analisis Multivariate

      Diponegoro Journal Accounting. 1 (2):

      Efektifitas Pemungutan BPHTB dan Kontribusinya Terhadap Pendapatan Daerah Di Kota Semarang Periode Tahun 2008

      Fauzan, Muhammad dan Muh. Didik Ardiyanto. 2012. Akuntansi dan

      Pengalihan PBB Perdesaan dan Perkotaan .

      Equilibrium. 1 (1): 61-67. Direktorat Jenderal Pajak Kementerian dan Keuangan Republik Indonesia. 2012.

      Bangunan Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Palopo . Jurnal

      Halim. 2011. Pengaruh Pajak Bumi dan

      Retribusi Daerah . Jakarta: Rajawali Pers.

    Dalam Teori dan Praktek Edisi ke – 4

      Yogyakarta: BPFE. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28

      Tahum 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

      224 – 237. Ismail Tjip, dkk. 2013. Analisis Dan Evaluasi Tentang Pajak Dan Retribusi Daerah .

      

    JRAK, Volume 13, No 2 Agustus 2017